A. JUDUL PENELITIAN
Penelitian ini berjudul “PENGARUH PENGGUNAAN MUSIK KLASIK
(MOZART) TERHADAP MEMORI ANAK AUTISTIK DI CAKRA
AUTISME TERAPI SURABAYA.
B. LATAR BELAKANG
Istilah autisme sudah cukup populer dikalangan masyarakat, karena
banyak media massa dan elektronik yang mencoba untuk mengupasnya secara
mendalam. Autisme yang menurut istilah ilmiah Kedokteran, Psikiatri, dan
Psikologi termasuk dalam gangguan pervasive (pervasive developmental
disorders), dimana secara khas gangguan yang termasuk dalam kategori ini
ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang
meliputi perkembangan keterampilan sosial dan berbahasa seperti perhatian,
persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik harus
mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan, baik para pendidik, orang
tua maupun oleh dokter dan psikiater.
Meskipun penelitian mengenai autisme telah dilakukan sejak 60 tahun
yang lalu, akan tetapi fenomena autisme ini masih perlu mendapat perhatian dan
tetap menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut, hal ini disebabkan oleh
tingkat kompleksitas gangguan autisme yang begitu rumit. Kompleksitas
gangguan autisme ini dibuktikan oleh komentar-komentar para ahli yang meneliti
masalah ini, seperti yang diungkapkan oleh Frith (2003) dalam Gianjar (2007)
1
menyimpulkan bahwa usahanya untuk menjelaskan autisme secara sederhana
justru mengarahkannya pada fakta fakta yang lebih kompleks : “The enigma of
autism will continue to resist explanation”. Disisi lain menurut hasil penelitian
yang ada tingkat prevalensi dari autisme ini diperkirakan empat sampai lima per
10.000 anak mengalami gangguan autism. Beberapa penelitian yang
menggunakan definisi lebih luas dari autisme memperkirakan 10 sampai 11 dari
10.000 anak mengalami gangguan autisme (Dawson & Castelloe, 1985 dalam
Safaria, 2005).
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat yang antara lain
dapat mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan
dengan orang lain (Sutadi, 2002 dalam Hadis, 2006). Autisme adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan suatu jenis dari masalah neurologis yang
mempengaruhi pikiran, persepsi, dan perhatian. Kelainan ini dapat menghambat,
memperlambat, atau mengganggu sinyal dari mata, telinga, dan organ sensori
yang lain. Hali ini umumnya memperlemah kemampuan seseorang untuk
berinteraksi dengan orang lain, mungkin pada aktivitas sosial atau penggunaan
keterampilan komunikasi seperti bicara, kemampuan imajinasi dan menarik
kesimpulan. Sehingga kelainan ini mengakibatkan gangguan atau keterlambatan
pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Sutadi,
1997). Menurut Chaplin (1989) dalam Kuwanto & Natalia (2001) Autisme
merupakan cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri
sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan
menolak realitas, keasyukan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri.
2
Gangguan autisme mengakibatkan anak-anak dengan gangguan ASD ini
tertinggal dengan anak-anak yang lain dalam memahami dan menerima stimulasi
atau materi yang diberikan oleh guru disekolah, ini diakibatkan oleh ketidak
mampuan anak-anak dengan gangguan ASD ini dalam memusatkan perhatian dan
memfokuskan konsentrasi terhadap stimulasi yang diberikan, padahal perhatian
dan konsentrasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam proses penyimpanan
informasi kedalam ingatan jangka panjang. Suharnan dalam bukunya Psikologi
Kognitif (2005) mengungkapkan bahwa pemindahan atau transfer informasi dari
ingatan indera (ingatan sensori) menuju pada ingatan jangka pendek yang
selanjutnya akan ditransfer ke-ingatan jangka panjang sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi.
Salah satu bentuk terapi yang digunakan saat ini adalah terapi musik,
karena selain musik dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, musik juga
diketahui dapat mempengaruhi proses kognitif. Menurut Herman (1996) anak
akan memperhatikan suatu informasi dan menyimpannya dalam memori jika
suasana diluar menyenangkan yang membuat ia berminat dan otaknya terangsang
untuk menyimpan informasi tersebut. Menurutnya ada tiga hal yang
mempengaruhi perhatian, yaitu kekuatan dari luar, macam informasi dan
kemauan.
Penggunaan musik dalam belajar bukanlah hal baru, musik dalam jenis
tertentu diketahui dapat merangsang otak, otak kita menjadi terbuka dan reseptif
pada informasi. Musik mengurangi stres, meredakan ketegangan, meningkatkan
energi dan memperbesar daya ingat, karenanya musik dapat menjadikan orang
3
cerdasr. Musik menjadikan suasana lebih tenang dan menyenangkan sehingga
otak menjadi terbuka untuk menerima informasi.
Menurut Sarwono dalam Natalia (2000) musik merupakan suara buatan
yang akrab ditelinga manusia. Musik bisa mempengaruhi pikiran, perasaan, dan
pribadi kita, karena musik sanggup membuat manusia terharu, gembira, takut,
gelisa, bahkan geli. Musik tertentu dapat meredam stres dan depresi. Ketika musik
dinikmati emosi akan naik dan orang akan menjadi sensitif (Hart dalam Utomo &
Natalia, 1999).
Dalam penelitian ini peneliti memilih musik klasik karya Mozart sebagai
treatment yang akan membedakan pemberian perlakuan antara kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen. Menurut Campbell (1997) musik karya Mozar
memiliki kemurnian dan kesederhanaan. Irama, melodi dan frekuensi-frekuensi
tinggi pada musik Mozart mampu merangsang dan memberi daya kepada daerah-
daerah kreatif dan motivatif dalam otak.
C. PERUMUSAN MASALAH
Ketidak mampuan anak-anak autistik dalam menjalin relasi sosial, ketidak
mampuan dalam berkomunikasi dan ketidak mampuan dalam memusatkan
perhatian serta konsentrasi sebagaimana anak-anak normal lainnya tentu akan
sangat berpengaruh pada proses kognitif, terlebih pada proses penyimpanan dan
pemanggilan kembali terhadap stimulasi-stimulasi yang diterima oleh indera.
Kondisi ini tentu akan menjadikan mereka terbelakang dan tertinggal jauh dari
teman-temannya. Kondisi demikian menuntut adanya penggunaan metode baru
4
dalam proses pemberian stimulasi kepada anak-anak autistik guna meningkatkan
kemampuan memori mereka. Secara teoritis musik klasik karya Mozart diketahui
mampu meningkatkan konsentrasi, perhatian, menghilangkan kelelahan, atau
kejenuhan serta dapat menciptakan suasana yang ceria dalam diri anak.
Dengan merujuk pada latar belakang masalah diatas maka perumusan
masalah pada penelitian ini adalah. Apakah penggunaan musik klasik (Mozart)
berpengaruh terhadap memori anak autistik?
D. BATASAN ISTILAH
Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, maka dalam penelitian ini
dilakukan pembatasan istilah sebagai berikut:
1. Musik Klasik (Mozart) : Adalah musik yang memiliki nilai seni dan
ilmiahnya tinggi, berkadar keindahan, dan tak luntur sepanjang masa, yaitu
gubahan dari aransemen karya Wolfgang Amadus Mozart (175-1791)
yang terdapat pada kaset The Mozart Effect (Music For Children) Vol. 1
yang berisi Rondo (K.525), Allergo Mederato (K.211), Variations
(K.2976), Andente No. 17 (K.129).
2. Memori : Adalah kemampuan untuk mengingat apa
yang telah diketahui, dan pengukuran ingatan dapat dilakukan dengan cara
recall, yaitu subjek diminta menghasilkan kembali stimulus-stimulus yang
telah disajikan dalam belajar.
5
E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan
musik klasik (Mozart) terhadap memori anak autistik.
F. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritis
a. Memperoleh pengetahuan tentang pengaruh musik klasik (Mozart)
terhadap memori anak autistik.
b. Menambah pengetahuan dibidang Psikologi Pendidikan akan
pentingnya penggunaan musik klasik (Mozart) pada memori anak
autistik.
2. Secara praktis
a. Memberi masukan metode baru dalam dunia belajar dan mengajar
khususnya pada aspek kognitif yang selalu digunakan dalam setiap
melakukan aktifitas.
b. Memberikan masukan bagi dunia pendidikan, orang tua, lembaga, atau
instansi yang terkait akan penggunaan musik klasik pada memori anak
autistik.
G. KEASLIAN PENELITIAN
Sebelum ini telah terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang
musik klasik ataupun memori, yaitu antara lain: Penelitian Kristiani Utomo dan
Johanna Natalia (1999) yang meneliti pengaruh musik klasik terhadap perilaku
6
emosional anak usia 5 – 6 tahun, metode yang digunakan adalah observasi yang
mengukur frekuensi nafas, nadi dan perubahan perilaku. Penelitian ini
menggunakan subjek 6 anak di TK-B Alethia Surabaya. Penentuan subjek
dilakukan dengan metode purposive. Desain eksperimen yang digunakan adalah
quasi experiment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nadi memiliki kepekaan
lebih baik dari pada nafas. Musik klasik memiliki pengaruh yang lebih baik
disbanding tanpa musik, dan musik rock mempunyai pengaruh negative terhadap
emosi anak usia 5 – 6 tahun.
Penelitian Johanna Natalia (2000) tentang Pengaruh musik gamelan
terhadap emosi bayi baru lahir. Penelitian dilakukan terhadap N=60 bayi dengan
pembagian N=30 sebagai kelompok eksperimen dan N=30 sebagai kelompok
control, pengambilan subjek dalam penelitian menggunakan accidental sampling.
Pada dua kelompok dilakukan observasi selama tiga hari. Hasil penelitian
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada denyut jantung dan pola
tangis antara kelompok control dan kelompok eksperimen. Ditemukan adanya
perbedaan berat badan dan pola tidur yang bermakna antara kedua kelompok
tersebut. Kelompok eksperimen cenderung tidur lebih nyenyak dibandingkan
dengan kelompok control. Pencapaian berat badan mereka juga cenderung lebih
cepat dibandingkan kelompok control. Kesan subjektif dari para ibu bayi tersebut,
perawat, dokter dan peneliti juga menunjukkan bahwa emosi kelompok
eksperimen cenderung lebih positif dibanding kelompok kontrol.
Penelitian Kuwanto & Natalia (2001) tentang Pengaruh terapi musik
terhadap keterampilan berbahasa pada anak autistik. Subjek penelitian adalah
7
anak autistik yang berusia 2-5 tahun, mempunyai kemampuan dasar imitasi,
kemampuan verbalisasi sudah muncul (mempunyai perbendaharaan kata dasar)
dan terdaftar sebagai anggota YPAA Kasih Bunda Surabaya. Subjek diperoleh
melalui metode purposive sampling (N=6), dibagi menjadi kelompok control
(n=3) dan kelompok eksperimen (n=3). Dengan pretest-posttest group design
dikumpulkan data melalui observasi, tes dan in-depth interview yang dianalisis
dengan uji statistic non parametric U-Mann Whitney. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terapi musik yang digabungkan dengan bentuk terapi lain
(metode Lovaas dan metode Compic) dapat meningkatkan keterampilan
berbahasa pada anak autistik, dan terapi musik juga dapat meningkatkan interaksi
anak autistik dengan teman sebaya dan orang lain yang terkait.
Penelitian Frances H. Rauscher 1990 di Center For Neurobiology Of
Learning And Memory di Irvine. Dimana 36 Mahasiswa tingkat Sarjana dari
departemen Psikologi mendapat nilai 8 hingga 9, angka lebih tinggi pada tes IQ
spasial (bagian dari skala Stanford Binet), setelah mendengarkan “Sonata For
Two Pianos In D Major” (K.448) karya Mozart selama 10 menit (Campbell,
1997).
Penelitian oleh Tina Afiatin (2001) tentang belajar pengalaman untuk
meningkatkan memori. Menemukan bahwa kualitas memori dapat dikembangkan
dengan meningkatkan kualitas memori dan modalitas belajar.
Penelitian Kirkweg tentang pengaruh musik terhadap memori kepada 60
Mahasiswa yang dibagi menjadi tiga kelompok. Tiga kelompok ini masing-
masing diberi perlakuan yang berbeda, kelompok pertama diperdengarkan musik
8
Hyden, kelompk kedua diperdengarkan musik Metallica, dan kelompok ketiga
diperdengarkan suara gaduh. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk
menghafal gambar-gambar yang ada dan pada akhir eksperimen masing-masing
kelompok diminta menuliskan atau menyebutkan gambar-gambar apa saja yang
dilihatnya.
Hasil penelitian menunjukkan kelompok yang diperdengarkan suara gaduh
memiliki kesalahan yang paling rendah, disusul kelompok yang diperdengarkan
musik Metallica, dan yang memiliki kesalahan tertinggi adalah kelompok yang
diperdengarkan musik Hyden. Tidak adanya kesesuaian antara hasil penelitian
dengan konsep teoritis yang ada dapat disebabkan oleh tidak adanya control yang
ketat terhadap subjek penelitian diluar lokasi eksperimen, mungkin juga
diakibatkan oleh interaksi antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
dalam mengisi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada mereka.
H. TINJAUAN PUSTAKA
1. GANGGUAN AUTISME
Tokoh yang sering disebut sebagai peneliti awal mengenai autisme adalah
Eo Anner yang mempublikasikan makalah pertamanya pada tahun 1943 di
Amerika Spensley, 1995; Paradiz, 2004). Berdasarkan pengamatannya terhadap
11 anak autistik anner (dalam Happe, 1994) menemukan beberapa ciri umum,
yaitu: xtreme autistic aloneness, keinginan yang obsesif untuk mempertahankan
kesamaan, kemampuan menghafal yang luar biasa, dan terbatasnya jenis aktivitas
yang dilakukan secara spontan. Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu pada
9
tahun 1944, Hans Sperger mempublikasikan hasil penelitiannya tentang ‘autistic
psychopathy’ di Wina. Ia melakukan studi kasus terhadap empat anak yang
menunjukkan kesulitan dalam interaksi sosial dan hanya memperlihatkan ekspresi
wajah yang terbatas. Ternyata deskripsinya ini mirip dengan yang dikemukakan
oleh Kanner dan keduanya juga menggunakan istilah autistic untuk menekankan
pada masalah utama anak-anak tersebut, yaitu kecenderungan menarik diri dari
lingkungan sosial, kesulitan dalam reaksi afektif, minat yang sempit, dan
keterbatasan penggunaan bahasa secara sosial (Ginanjar, 2007).
Autisma adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
jenis gangguan perkembangan pervasive pada anak yang mengakibatkan
gangguan atau keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi
dan interaksi sosial (Widyawati, 1997). Dalam DSM-IV-R, secara ringkas
dijelaskan kriteria diagnostik gangguan autistik adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik:
1) Gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non verbal
seperti kontak mata, ekspresi wajah, dan posisi tubuh;
2) Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya
sesuai dengan tingkat perkembangan;
3) Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau
prestasi dengan orang lain; dan
4) Kurang mampu melakukan hubungan sosial atau emosional timbal
balik.
10
b. Gangguan kualitatif dalam komunikasi:
1) Keterlambatan perkembangan bahasa atau tidak bicara sama sekali;
2) Pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan pada
kemampuan Memulai atau mempertahankan percakapan dengan
orang lain;
3) Penggunaan bahasa yang stereotip, repetitif atau sulit dimengerti;
dan
4) Kurangnya kemampuan bermain pura-pura
c. Pola-pola repetitif dan stereotip yang kaku pada tingkah laku, minat dan
aktivitas:
1) Preokupasi pada satu pola minat atau lebih;
2) Infleksibilitas pada rutinitas atau ritual yang spesifik dan non
fungsional;
3) Gerakan motor yang stereotip dan repetitif; dan
4) Preokupasi yang menetap pada bagian-bagian obyek.
Seorang anak dapat didiagnosis memiliki gangguan autistik bila
simtom-simtom di atastelah tampak sebelum anak mencapai usia 36
bulan.
Secara lebih jelas Maulana (2007) dalam bukunya Mendidik Anak Autis
dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat memaparkan
penjelasan DSM IV-R mengenai diagnosis anak autis sebagai berikut:
a. Harus ada sedikitnya enam gejala dari (1), (2), dan (3), dengan mnimal
dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).
11
1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Minimal harus ada 2 dari gejala dibawah ini:
a) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup
memadai:kontak mata sangat kurang, ekspresi wajah kurang
hidu, gerak-gerik yang kurang terfokus.
b) Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
c) Tak bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain.
d) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan
oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah ini:
a) Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang
(tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara
lain tanpa bicara).
b) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
c) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d) Cara bermain kurang variativ, kurang imajinatif, dan kurang
bisa meniru.
3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,
minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala dibawah
ini:
a) Mempertahankan suatu minat atau lebih, dengan cara yang
khas dan berlebih-lebih.
12
b) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang
tak ada gunanya.
c) Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang.
d) Sering kali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
b. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan
dalam bidang: (1) interaksi sosial (2) bicara dengan berbahasa, (3) cara
bermain yang kurang variatif.
c. Bukan disebabkan oleh sindrom Rett Gangguan. Disintegratif Masa
Kanak-Kanak.
Faktor Penyebab Autisme
Meskipun penelitian tentang autis telah dilakukan 60 tahun yang lalu, akan
tetapi sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti faktor apa yang menjadi
penyebab gangguan ini. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan penyebab
autisme ini, diantaranya: pertama: Teori yang berpandangan Psikologis. Teori
awal yang menjelaskan autisme dari sudut pandang psikologis adalah teori
efrigerator Mother. Teori ini dikembangkan oleh Bruno Bettelheim, yang
berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh pengasuhan ibu yang tidak hangat,
sehingga anak-anak utistik cenderung menarik diri dan bersibuk diri dengan
dunianya (Happe, 1994; Buten, 004; Stacey, 2003 dalam Ginanjar, 2007). Kedua:
Teori yang berpandangan kognitif atau Theory of Mind (ToM) ini dikembangkan
oleh Simon Baron- ohen, Alan Leslie, dan Uta Frith (Jordan, 1999; Frith, 2003).
Berdasarkan pengamatan terhadap anak-anak autistik, mereka menetapkan
hipotesis bahwa tiga kelompok gangguan tingkah laku yang tampak pada mereka
13
(interaksi sosial, komunikasi, dan imajinasi) disebabkan oleh kerusakan pada
kemampuan dasar manusia untuk “membaca pikiran” (Ginanjar, 2007). Ketiga:
teori berpandangan neurologis. Adanya inkonsistensi hasil-hasil eksperimen untuk
menguji ToM pada anak-anak utistik memunculkan teori baru yang lebih
berorientasi pada masalah neurologis yaitu teori executive functioning (EF).
Menurut Ozonoff (dalam Jordan, 1999; Frith, 2003) masalah pada anak autistik
mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam melaksanakan tugas atau masalah
dalam melakukan fungsi eksekutif, bukan defisit kompetensi. Fungsi eksekutif
antara lain adalah kemampuan untuk melakukan sejumlah tugas secara
bersamaan, berpindah-pindah fokus perhatian, membuat keputusan tingkat tinggi,
membuat perencanaan masa depan, dan menghambat respon yang tidak tepat.
Gangguan Pada Cerebellum (Otak Kecil)
Eric Courchesne dari Departement of Neurososciences, School o
Medicine, University of California, SanDiego, melakukan MRI pada para
penyandang autisme dan menemukan bahwa cerebellum pada sebagian
penyandang autismo lebih kecil dari pada anak normal, yaitu terutama pada lobus
ke VI-VII. Penemuannya ini kemudian makin dikukuhkan oleh 17 penelitian lain
yang dilakukan di sepuluh pusat penelitian, antara lain di Kanada, Francis dan
Jepang. Penelitian ini melibatkan 250 penyandang autismo, dimana pada
kebanyakan dari mereka ditemukan pengecilan cerebellum. Cerebellum ini
ternyata bertanggung jawab atas berbagai fungís penting dalam kehidupan yaitu
proses sensoris, daya ongat, berpikir, relajar brevaza, dan juga proses atensi atau
perhatian. (Maulana, 2007).
14
selain cerebellum juga terjadi gangguan sistem limbik pada anak autis.
Sistem limbik merupakan pusat emosi yang terletak dibagian dalam otak.
Penelitian Barman dan Kemper (S.M. Edelson, 1995ª) menemukan adanya
kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus dan
amygdala. Dalam kedua organ tersebut sel-sel neuron tumbuh dengan Sangay
padat dan kecil-kecil, sehingga fungsinya menjadi kurang baik. Kelainan itu
diperkirakan terjadi semasa janin (Kuwanto & Natalia, 2001).
2. MEMORI
a. Pengertian Memori
Memori atau ingatan dalam The New Encyclopedia Britanica (1994)
diartikan sebagai kemampuan menyimpan dan mendapatkan informasi setelah
pikiran manusia mendapatkan pengalaman. Santrock dalam Perkembangan Masa
Hidup Jilid 1 (1995) menjelaskan bahwa memori adalah unsur perkembangan
kognitif, yang memuat seluruh situasi yang didalamnya individu menyimpan
informasi yang ia terima sepanjang waktu. Oleh karena itu menurut Atkinson
(1987) para ahli Psikologi berpendapat bahwa memori inilah yang memberikan
kepada manusia rasa kesatuan yang menjadi tempat setiap pendapat tentang
manusia, karena pada saat itu manusia berpikir tentang apa artinya manusia.
Semua aktivitas manusia tidak akan terlepas dari penggunaan aspek kognitif ini,
Ellis dan Hunt (1993) dalam Suharnan (2005) menegaskan bahwa ingatan menjadi
sesuatu yang sangat penting didalam proses kognitif manusia, karena memori
berfungsi untuk mengingat kembali apa yang pernah dialami atau dipelajari.
15
b. Tahap-Tahap Memori
Menurut Jensen & Markowitz (2002) dalam proses mengingat informasi
memori memakai tiga tahap, yaitu:
1) Penyandian, (encoding), adalah pemasukan pesan dalam ingatan,
dibagi menjadi tiga macam:
a) Penyandian Akustik, informasi yang disandikan didalam
memori, memasuki penyandian tertentu dan informasi yang
diterima terdiri dari butir-butir verbal, seperti angka, huruf, dan
kata.
b) Penyandian Visual, yaitu menyandikan informasi kedalam
memori berdasar pada apa yang dilihat.
c) Penyandian Makna, dalam penyandian ini materi verbal
didasarkan pada makna disetiap kata, penyandian ini terjadi
jika butir itu adalah kata yang terisolasi, tetapi akan lebih jelas
jika butir-butir itu adalah kalimat. Dengan begitu ingatan
disimpan dalam bentuk jaringan-jaringan diseluruh bagian otak
sesuai dengan pengkodeannya.
2) Penyimpanan (storage), yaitu penyimpanan informasi dalam
ingatan, diperkirakan proses ini berjalan dengan sendirinya tanpa
pengarahan langsung dari subjek dan biasanya sangat sukar untuk
melupakannya.
16
3) Pemanggilan (retrieval), memanggil kembali apa yang telah
disimpan atau proses menempatkan informasi yang disimpan,
seperti membawakan kembali pengalaman dimasa lalu.
Tiga tahap dalam memori diatas oleh Atkinson (1987) digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1: Tahapan Dalam MemoriSumber: Rita L. Atkinson, dkk (1987)
c. Jenis - Jenis Memori
Secara umum, banyak konsep yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
macam-macam ingatan tergantung dari segi mana ingatan tersebut dilihat,
sebagian ada yang melihat dari sudut pandang jenis tugas mengingat, lamanya
waktu mengingat, dan atau melihat dari jenis informasi yang diingat.
1) Ingatan jangka pendek (Short Term Memory) dan ingatan jangka
panjang (Long Term Memory).
Menurut Atkinson (1987) tiga tahap memori tidak bekerja dalam cara yang
sama pada semua situasi. Memori tampaknya berbeda dalam situasi yang
mengharuskan kita menyimpan materi selama beberapa detik dan ada yang
mengharuskan kita materi untuk interval yang lebih panjang, dari beberapa menit
sampai tahunan. Situasi yang pertama disebut memori jangka pendek dan situasi
yang kedua disebut memori jangka panjang. Santrock (1995) mengatakan memori
17
PenyandianMemasukkan
kedalam memori
PenyimpananMempertahankan
dalam memori
PengingatanPengambilan dari
memori
jangka pendek membutuhkan penyimpanan informasi selama 15 hingga 30 detik
dengan asumsi tidak ada latihan pengulangan sedang memori jangka panjang
adalah suatu tipe memori yang relatif tetap dan tidak terbatas dengan syarat
terdapat proses pengendalian (control processes) dan karakteristik murid (learner
characteristicc). Menurut Jensen & Markowitz (2002) ada pula yang mengatakan
ingatan jangka pendek dapat menyimpan suatu informasi sampai 20 detik, atau
bisa juga lebih dari 20 detik apabila informasi tersebut diberi tanda-tanda khusus
atau diulang-ulang, dan ingatan jangka panjang dapat bertahan sampai seumur
hidup.
Atkinson & Shiffin (1993) dalam Suharnan (2005) berpendapat bahwa
informasi yang diterima kemudian diproses melalui pencatatan indera menuju
pada ingatan jangka pendek, dan akhirnya sampai pada penyimpanan yang lebih
permanen didalam ingatan jangka panjang. Pemindahan atau transfer informasi
dari ingatan indera (ingatan sensori) menuju pada ingatan jangka pendek menurut
Suharnan (2005) dikendalikan oleh perhatian. Menurut Rose (1999) ingatan
jangka pendek dirancang untuk menyimpan informasi sementara. Para peneliti
menemukan bahwa informasi perlu diulang-ulang agar dapat dipindahkan dari
ingatan jangka pendek ke-ingatan jangka panjang. Proses terjadinya ingatan
jangka pendek dan jangka panjang digambarkan sebagai berikut oleh Suharnan
(2005).
18
Masukan informasi
Gambar2: Model Ingatan Jangka Pendek & Ingatan Jangka PanjangSumber: Suharnan (2005).
2) Ingatan episodik dan semantik
Ingatan episodik menyimpan informasi mengenai kejadian-kejadian dan
hubungan masing-masing kejadian itu. Ingatan episodik berhubungan dengan hal-
hal yang masih bersifat temporer dan perubahan-perubahan peristiwa. Sedang
ingatan semantik merupakan pengetahuan yang terorganisasi mengenai segala
sesuatu yang ada dalam kehidupan. Ingatan semantik berisikan susunan
pengetahuan yang bersifat lebih konstan atau hampir tidak berubah sepanjang
waktu, yang meliputi pengetahuan mengenai kata-kata yang memiliki makna
(Suharnan 2005).
Menurut Jensen & Markowitz (2002) ingatan episodik (autobiografi)
dipicu oleh tempat dan lingkungan. Dengan menggunakan konteks suatu peristiwa
sebagai pemicu, kita mengaktifkan kembali ingatan tersebut, berbagai kejadian,
19
Pencatatan Indera (PI)
Hilang dari PI
Ingatan Jangka Pendek (IJPD)
Hilang dari IJPD
Ingatan Jangka Panjang
Rusak, hilang, atau terhalang dari IJPD
kegiatan, perasaan, wajah, dan tempat yang terkait akan muncul dan membentuk
ingatan. Sedangkan yang termasuk ingatan semantik adalah hampir semua hal
yang terkait dengan pengetahuan akademis dan profesional – gagasan, fakta,
pertanyaan, nama dan tanggal. Tolving (1989) dalam Suharnan (2005)
mengadakan penelitian dan menyimpulkan karakteristik ingatan episodik dan
semantik seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 1: Karakteristik Ingatan Episodik dan SemantikSumber: Suharnan (2005).
No. Karakteristik Ingatan Episodik Ingatan Semantik
1. Sumber informasi Pengalaman indera Pengertian
2. Unit informasi Episod dan peristiwa Konsep, ide, fakta
3. Organisasi Terkait dengan waktu Konseptual
4. Muatan emosi Lebih penting Kurang penting
5. Kecenderungan lupa Besar Kecil
6. Waktu untuk mengingat Relatif lama Relatif pendek
7. Kegunaan umum Kurang berguna Sangat berguna
3) Memori Implisit dan Eksplisit
Menurut Jensen & Markowitz (2002) ingatan eksplisit (disebut deklaratif)
artinya ingatan tersebut diperoleh melalui suatu maksud dan usaha tertentu,
misalnya belajar yang membutuhkan perhatian, pemusatan perhatian, dan
pelatihan untuk mengingat. Sedang ingatan implisit (disebut juga non deklaratif)
artinya ingatan tersebut dicapai secara organis atau secara otomatis, ingatan ini
sifatnya mendasar, yang membantu manusia agar tetap selamat dan menjamin
20
kelangsungan hidup manusia. Sementara menurut Atkinson (1987) jenis situasi
memori yang paling dipahami adalah yang diingat secara sadar akan pengalaman
masa lalu, dimana pengingat itu dialami dan terjadi diwaktu dan tempat tertentu,
jenis ini yang dinamakan memori eksplisit. Sedang implisit dimanifestasikan
sebagai kecakapan yang menunjukkan kemajuan dalam tugas perseptual, motorik,
atau kognitif tanpa pengingatan sadar pengalaman yang menyebabkan kemajuan
itu.
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Memori
Sejumlah informasi yang disajikan berurutan akan mempengaruhi ingatan
seseorang (Suharnan 2005). Infomasi akan dapat kita ingat dengan baik apabila
informasi tersebut dicirikan oleh kualitas asosiasi indera, konteks emosional,
kualitas yang menonjol atau berbeda, asosiasi yang intens dan kebutuhan untuk
bertahan hidup (Deporter & Hernarcki 1999). Menurut Nasrun (2007) ingatan
seseorang dipengaruhi oleh tingkat perhatian, minat, daya konsentrasi, emosi dan
kelelahan. Semakin kuat minat dan atensi maka semakin melekat informasi yang
diterima. Emosi yang menyenangkan, atau menyedihkan mempunyai kontribusi
dalam daya ingat seseorang terhadap suatu peristiwa.
Menurut Dryden & Vos (1999) orang memiliki berbagai kebutuhan
emosional, dan emosi berperan penting dalam proses belajar, dalam banyak hal,
emosi adalah kunci bagi sistem memori otak. Muatan emosi dari presentasi dapat
berpengaruh besar dalam memudahkan belajar dan menyerap informasi dan ide.
Senada dengan gagasan Dryden & Vos (1999) Suharnan dalam bukunya Psikologi
Kognitif (2005) menegaskan bahwa aktivitas mengingat juga dipengaruhi oleh
21
keadaan emosi seseorang, pertama, informasi yang secara emosi menyenangkan
biasanya diproses lebih efesien dan tepat dari pada informasi yang mengandung
kesedihan (Pollyanna Principles). Kedua, kesamaan suasana hati (Mood
Congruence), yaitu ingatan menjadi lebih baik jika bahan yang dipelajari sama
dengan suasana hati yang berlangsung pada saat itu, ketiga, ketergantungan
dengan suasana hati (State Dependence) ketergantungan ini terjadi apabila
seseorang mengingat informasi lebih baik dalam suasana hati yang sesuai dengan
suasana hati pada saat peristiwa (Suharnan 2005). Lebih jelas Jensen &
Markowitz (2002) mengatakan kinerja ingatan secara keseluruhan bisa berada
dalam rentang kondisi baik ataupun buruk, tergantung pada keadaan fisik dan
emosi.
e. Memori Anak
Ingatan sadar muncul pada usia tujuh bulan, walaupun anak-anak dan
orang dewasa memiliki atau tidak lagi ingat akan peristiwa yang dialami sebelum
usia tiga tahun (Santrock 1995). Dempster (1981) dalam Santrock (1995)
mengatakan rentang ingatan jangka pendek meningkat selama masa awal anak-
anak, dalam penelitiannya dia membuktikan rentang ingatan meningkat sekitar
dua digit pada anak-anak berusia dua sampai dengan tiga tahun. Sampai sekitar
lima digit pada anak-anak berusia tujuh tahun, tetapi antara usia tujuh sampai
dengan tiga belas tahun rentang ingatan hanya meningkat satu setengah digit.
Menurut Santrock (1995) kecepatan pengulangan merupakan peramal yang sangat
akurat atas rentang ingatan, bila kecepatan pengulangan dikendalikan, rentang
ingatan anak berusia enam tahun sama dengan ingatan orang-orang dewasa ----
22
tiga proses kontrol yang penting yang terjadi pada anak-anak ialah penggunaan
(rehearsal), organisasi, dan perbandingan (imagery).
Beach Flavel & Chinsky (1986) dalam Santrock (1995) mengatakan,
pengulangan adalah suatu proses kontrol yang meningkatkan memori, dengan
mengulangn informasi setelah informasi itu disajikan. Para peneliti menemukan
bahwa pengulangan spontan meningkat terutama pada usia anak antara lima
hingga sepuluh tahun. Moely dalam Santrock (1995) menjelaskan penggunaan
organisasi juga meningkatkan memori anak-anak pada masa pertengahan dan
akhir kanak-kanak tampaknya cenderung secara spontan mengorganisasikan
informasi untuk diingat dibanding dengan anak-anak yang masih diusia masa
awal anak-anak. Proses kontrol yang lain yang berkembang ketika anak-anak
mengalami usia masa pertengahan dan akhir kanak-kanak adalah perbandingan,
dimana setrategi yang paling kuat adalah metode kata kunci.
f. Memori Anak Autis
William & Wright dalam bukunya How Live With Autism and Asperger
Syndrome menjelaskan adanya beberapa aspek memori pada anak autis yang
bermasalah. Dimana menurut pengalamannya masalah ini berhubungan dengan:
1) Tidak memahami bahasa atau dunia sosial dengan baik.
2) Kecatatan persepsi waktu. Anak-anak dengan ASD (Autisme
Sindrom Disorder) hidup disini dan saat ini. Jika anak ASD
bertanya pada anda suatu hal dan anda menjawabnya, mereka
mungkin menanyakan hal yang sama berulang-ulang. Ini terjadi
karena kata-kata datang dan pergi. Sekali mereka diucapkan
23
mereka hilang dan sulit untuk mengingatnya lagi. Anak ini dapat
berulang kali menanyakan hal sama sebagai cara mengerti dan
mengingatnya.
3) Menyukai memori visual. Anak-anak ASD mempunyai memori
visual yang lebih baik. Ini diakibatkan oleh kesulitan bahasa dan
fakta bahwa imej visual tidak segera hilang, tidak seperti suara.
Imej visual tetap dan anak dapat kembali melihat mereka.
3. MUSIK
a. Pengertian Musik
Musik bersumber dari kata muse, kata muse – muse yang kemudian
diambil alih kedalam bahasa Inggris jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dapat diartikan sebagai bentuk renungan. Menurut mitologi Yunani, sembilan
saudara perempuan ”muse” yang kemudian melahirkan lagu, puisi, seni dan
pengetahuan lahir dari perkawinan Dewa Zeus dan Dewi Ingatan. Jadi musik
adalah putra kasih sayang yang keindahan, kemegahan, dan kekuatannya memiliki
hubungan langsung dengan dunia para dewa. Musik lahir dari kecintaan manusia
pada kehidupan dan dilandasi oleh ingatan manusia akan pengalaman hidupnya
(Campbell 1997).
Habermeyer (1997) dalam Maliha (2003) menyebutkan bahwa musik
adalah bagian integral dari kehidupan manusia, karena musik merupakan aspek
vital kehidupan seseorang yang juga merupakan bahan dasar kehidupan yang
menjadikan seseorang memiliki hakikat sebagai manusia. Dalam The New
Encyclopedia Britanica (1986) musik diartikan sebagai suatu seni yang
24
memperhatikan suara manusia atau suara alat musik dalam bentuk yang lebih
indah. Sedang dalam kamus ilmiah, musik diartikan sebagai paduan dari bunyi
dari beberapa alat atau instrumen musik yang bernada secara teratur dan
berkesesuaian (Partanto 1994).
Sarwono (1992) dalam Natalia (2000) mengartikan musik sebagai suara
buatan yang sangat akrab ditelingan manusia, sementara Davis (1978) dalam
Natalia (2000) menjelaskan akan fungsi musik yang dapat mempengaruhi hidup
dan pikiran, perasaan kita, ia bisa mengubah pribadi kita, dan musik adalah
sebuah misteri. Nardoff & Robin (1985) dalam Natalia (2000) berpendapat musik
adalah pengalaman yang universal digambarkan oleh semua perasaan yang
terkadung didalamnya. Elemen-elemen dasarnya terdiri atas melodi, harmoni, dan
ritme. Musik juga merupakan pesan universal yang mengandung ekspresi,
pengalaman manusia yang puncak dan mendalam dan berbagai perasaan. Emosi-
emosi dipengaruhi oleh perubahan ketegangan dan haroninya.
Lebih jelas Campbell (1997) mendefinisikan musik sebagai bahasa yang
mengandung unsur universal, bahasa yang melintasi batas usia, jenis kelamin, ras,
agama, dan kebangsaan. Musik muncul disemua tingkat pendapatan, kelas sosial,
dan pendidikan. Musik berbicara kepada setiap orang dan kepada setiap spesies.
Sedang Bersntein & Picke (1972) dalam Utomo & Natalia (1999) menjelaskan
musik adalah suara-suara yang diorganisasikan dalam waktu, memiliki nilai seni
dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengekspresikan ide dan emosi dari
komposer ke-pendengarnya.
25
b. Musik Klasik
Musik klasik memiliki perangkat musik yang beraneka ragam, sehingga
didalamnya terangkum warna warni suara yang rentang variasinya sangat luas.
Dengan kata lain variasi bunyi pada musik klasik jauh lebih kaya dari pada variasi
bunyi musik yang lainnya. Karenanya musik klasik menyediakan variasi stimulasi
yang sedemikian luasnya bagi pedengar. Menurut Campbell (2000) musik-musik
Mozart memiliki keunggulan akan kemurnian dan kesederhanaan bunyi-bunyi
yang dimunculkannya, irama, melodi, dan frekuensi-frekuensi tinggi pada musik
Mozart merangsang dan memberi daya pada daerah-daerha kreatif dan motivasi
dalam otak. Musik Mozart memberi rasa nyaman tidak saja ditelinga tetapi juga
bagi jiwa manakalah mendengarnya. Mendengar musik Mozart serasa ada
keajaiban yang menyertainya. Musik klasik Mozart sesuai dengan pola sel otak
manusia. Karena musik Mozart begitu bervariasi dan kaya akan nada-nada dari
lembut sampai keras, dari lambat sampai cepat.
4. HUBUNGAN MUSIK KLASIK DENGAN MEMORI
Jay Dowling dalam Campbell (2000) percaya bahwa pengaruh-pengaruh
positif pada bermacam-macam pelajaran sangat berkaitan dengan kombinasi dua
bentuk proses mental. Menurutnya kita mempunyai dua macam memori, yaitu
memori deklaratif yang lebih terkait dengan pikiran dan memori prosedural yang
terhubung dengan tubuh. Musik memiliki kemampuan untuk menggabungkan
proses pikiran dan tubuh menjadi satu pengalaman yang selanjutnya memudahkan
dan meningkatkan proses belajar.
26
Merritt (1996) menjelaskan, musik memfasilitasi belahan otak dengan
beberapa cara. Para ilmuwan syaraf menemukan mahwa musik mengaktifkan
aliran impuls syaraf ke Corpus Collomus, yaitu jaringan serabut otak yang
menghubungkan kedua bagian otak itu. Karena ritme tubuh akan menyelaraskan
diri dengan tempo musik yang kita dengarkan, kita bisa melakukan banyak
pekerjaan mental sambil tetap merasa santai, dan kalau kedua bagian otak itu
berfungsi secara independen bisa bekerjasama dan berintegrasi, maka ingatan kita
akan jauh meningkat.
Campbell dalam bukunya Affect Mozart (1997) menjelaskan musk dapat
memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak. Gelombang otak dapat
dimodifikasi baik oleh suara musik maupun oleh suara yang ditimbulkan sendiri.
Kesadaran biasa terdiri dari gelombang beta yang bergetar dari 14 hingga 20
heart. Gelombang beta terjadi bila kita memusatkan perhatian dan kegiatan-
kegiatan sehari-hari di dunia luar, maupun apabila kita mengalami perasaan
negatif yang kuat. Kesenangan dan kesadaran yang meningkat dicirikan oleh
gelombang alfa yang daurnya mulai 8 hingga 13 heart. Periode-periode puncak
kreatifitas, mediasi dan tidur dicirikan oleh gelombang theta, dari 4 hingga 7
heart. Dan tidur nyenyak, meditasi yang mendalam serta keadaan tak sadar
menghasilkan gelombang delta yang berkisar dari 0.5 hingga 3 heart, semakin
lambat gelombang semakin santai dalam melakukan aktfitas mental.
Menurut Webb dalam Dryden & Vos (1999) dalam kondisi alfa dan
betalah keadaan super memori, bersama dengan menguatnya konsentrasi dan
kreatifitas dan itu semua dapat diraih dengan musik jenis tertentu yang bisa
27
mencapai hasil yang lebih cepat dan mudah. Jenis musik tertentu membantu
merileks-kan tubuh, melambatkan nafas, meredahkan gelombang betha dan
menimbulkan kondisi kesadaran rileks yang sangat reseptif dalam mempelajari
informasi baru. Kebayakan para ahli percaya bahwa dalam kondisi inilah otak
menata informasi baru dan menyimpannya dalam memori.
Menurut Haydn & Mozart dalam Campbell (1997) musik klasik mampu
memperbaiki konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Diukuatkan oleh penelitian
Gardiner (1996) dalam Arini (2006) yang mengatakan seni dan musik dapat
membuat para siswa lebih pintar, karena musik dapat membantu otak berfokus
pada hal yang dipelajari.
Rose (1999) dalam Dryden & Vos (1999) memberikan pendapat tentang
aspek-aspek otak yang berbeda dapat bekerja sama secara terpadu: ketika
mendengarkan musik otak kiri akan memproses syairnya dan otak kanan akan
memproses musiknya jadi kita dapat memahami kata-kata dan dapat
menghafalnya dengan cepat, karena otak kiri dan kanan keduanya terlibat begitu
pula dengan emosi otak pada sistem limbik. Diperjelas oleh Dryden & Vos (1999)
yang mengatakan pusat emosi otak berhubungan erat dengan sistem penyimpanan
memori jangka panjang, itulah sebabnya kita dapat mengingat dengan mudah
informasi apapun yang memiliki muatan emosi tinggi. Musik dan syair lagu
memiliki kenangan yang mendalam jika musik tersebut dihubungkan dengan
kegembiraan pribadi atau pengalaman yang menyenangkan.
Campbell (1997) menjelaskan musik dapat memperkuat ingatan pelajaran.
Mendengarkan musik dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk
28
mengingat ejaan, puisi dan kata-kata asing. Ortiz (tanpa tahun) mengatakan
aktifitas mendengarkan musik mampu meningkatkan keterampilan mendengarkan
secara umum, meningkatkan perhatian, dan mengungkapkan pandangan dan
perasaan.
Musik sebagai terapi dapat diaplikasikan pada berbagai populasi klinis
(Davis 1996 dalam Kuwanto & Natalia 2001). Selain itu musik juga terbukti dapat
menunjang proses recall dan retention (Colwell, 1994 dalam Kuwanto & Natalia
2001). Sebagai terapi musik dapat diaplikasikan sebagai intervensi untuk
pengembangan kognitif, pengembangan motorik, komunikasi dan integrasi sosial
(Humpall, 1990 dalam Kuwanto & Natalia 2001).
I. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan asumsi-asumsi dan kajian teoretik diatas, diajukan hipotesis
bahwa ada pengaruh penggunaan musik klasik terhadap memori anak Autistik.
J. METODOLOGI PENELITIAN
1. Identifikasi Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:
a. Dependent Variable disimbulkan dengan (Y)
Memori
b. Independent Variable disimbulkan dengan (X)
Musik Klasik (Mozart)
29
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
a. Memori : Kemampuan untuk mengingat apa yang telah diketahui.
Pengukuran ingatan dapat dilakukan dengan cara recall, yaitu subjek
diminta menghasilkan kembali stimulus-stimulus yang telah disajikan
dalam tahap belajar (Suharnan, 2005). Kecepatan pengulangan
merupakan alat ukur yang akurat atas rentang ingatan (Santrock,
1995). Kemampuan me-recall kembali stimulus-stimulus yang telah
disajikan dalam tahap belajar ini diungkap melalui observasi dan tes
dengan menggunakan kartu bergambar (flash cards).
b. Musik Klasik : Adalah musik yang memiliki nilai seni dan ilmiahnya
tinggi, berkadar keindahan dan tak luntur sepanjang masa, yaitu
gubahan dari aransemen karya Wolfgang Amadus Mozart (1756-1791)
yang terdapat pada kaset The Mozart Effect (Music For Children). Vol.
1 yang berisi Rondo (K.525), Allergo Mederato (K.211), Variations
(K.2976), Andente No. 17 (K.129).
3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini ditentukan dengan cara Purposive Sampling.
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak autistik dengan ciri-ciri:
a. Berusia antara 4-6 tahun.
b. Sudah lebih dari satu tahun berada di Cakra Autisme Terapi dan belum
ada perkembangan yang berarti pada aspek akademik (pemilihan
subjek berdasar pada lamanya terapi dan tidak adanya perkembangan
30
yang berarti, dilakukan untuk melakukan kontrol terhadap variabel IQ
yang dapat mempengaruhi validitas hasil penelitian).
c. Belum konsisten mengidentifikasi dengan acak (hanya mampu
mengidentifikasi kartu bergambar dengan menggunakan distraksi).
d. Terdaftar di Cakra Autisme Terapi.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Cakra Autisme Terapi Jl. Sri Ikana 57
Surabaya.
5. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian Quasi Experimental Design. Desain
eksperimen quasi dapat pula disebut eksperimen semu, merupakan eksperimen
yang dilakukan tanpa randomisasi namun masih menggunakan kelompok kontrol
(Alsa, 2007). Adapun desain eksperimen yang digunakan adalah non randomized
pretest-posttest control group design atau The Pretest-Posttest Nonequivalent-
Group Design. Merupakan desain eksperimen yang dilakukan dengan prates
sebelum perlakuan diberikan dan pascates sesudahnya, sekaligus ada kelompok
perlakuan dan kontrol. Dalam penelitian ini sampel ditetapkan dengan tidak
random. Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut (Latipun, 2002;
Alsa, 2007).
Non R O1 (X) O2
Non R O3 (-) O4
Pemilihan tipe penelitian quasi dikarenakan tidak memungkinkannya
dilakukan randomisasi, disamping akan mengganggu jalannya proses kegiatan
31
belajar, juga dikarenakan sedikitnya populasi subjek dalam penelitian ini. Dalam
kondisi demikian tipe quasi experimental ini memang sering dipakai (Alsa, 2007).
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi, indikator yang digunakan dalam observasi ini adalah
kecepatan dalam mengidentifikasi kartu bergambar yang digunakan
sebagai stimulasi untuk mengetahui kemampuan recall anak autistik.
b. Tes, tes dilakukan dengan cara memberikan kartu bergambar pada
anak untuk memancing respon anak. Indikator yang digunakan adalah
kemampuan anak dalam mengidentifikasi kartu bergambar yang
diberikan.
c. Wawancara mendalam, wawancara ini dilakukan terhadap para terapis
dan orang tua subjek untuk mengetahui perkembangan kemampuan
anak dalam mengingat kembali materi yang telah diberikan.
Standart skoring kemampuan recall:
1) Dapat mengidentifikasi dengan benar 1 – 3 kali dari 15 instruksi,
nilai 1
2) Dapat mengidentifikasi dengan benar 4–6 kali dari 15 instruksi,
nilai 2
3) Dapat mengidentifikasi dengan benar 7 – 9 kali dari 15 instruksi,
nilai 3
4) Dapat mengidentifikasi dengan benar 10 – 12 kali dari 15 instruksi,
nilai 4
32
5) Dapat mengidentifikasi dengan benar 13 – 15 kali dari 15 instruksi,
nilai 5
7. Desain Pelaksanaan Penelitian
Pada awal penelitian dilakukan pengukuran memori atau kemampuan
recall terhadap materi terapi (pretest), baik pada kelompok kontrol maupun pada
kelompok eksperimen. Lalu pada kelompok eksperimen diberikan treatment dan
pada akhir eksperimen akan dilakukan posttest. Pretest dan posttest menggunakan
materi identifikasi dengan acak pada Huruf A dan I, Angka 1 dan 2, Buah Jeruk
dan Apel, Binatang Ayam dan Kucing, Bentuk Bintang dan Hati, Warna Merah
dan Biru. Pemberian pretest dan posttest menggunakan media kartu bergambar.
Treatment diberikan dengan menggunakan tape recorder dan kaset yang
berisi musik klasik karya Mozart yang berisi lagu Rando (3,36) Allergo (9,14)
Variations (8,57) dan Adente (4,06) yang kesemuanya membutuhkan waktu 26
menit. Treatment diberikan selama dua minggu, tiap hari terdiri dari dua sesi, dan
tiap sesi berlangsung selama 30 menit.
8. Teknik Analisis Data
Karena jumlah sampel dalam penelitian ini sangat kecil, maka pengujian
hipotesisnya menggunakan teknik analisis data non-parametrik, yaitu Tes U-Mann
Whitney. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPS Sutrisno Hadi Versi BL-
2005.
33
DAFTAR PUSTAKA
Afian., Tina, Belajar Pengalaman Untuk Memori., Jurnal ANIMA, (Vol.17, 2005).
Alsa., Asmadi, Metode Penelitian Kuantitatif, (handout Metodologi Penelitian Lanjut Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 45:Surabaya, 2008).
Arini., Sri Hermawanti Dwi, Musik Merupakan Stimulasi Terhadap Keseimbangan Aspek Kognitif dan Kecerdasan Emosi, (http//depdiknas.go.id, diakses 27 Maret 2006).
Atkinson., Rita L, dkk, Introduction To Psychology, terjemahan oleh Widjaja Kusuma, (Interaksara:Surabaya, 1987).
Campbell., Don, Efek Mozart, (Gramedia:Jakarta, 1997).
_____________,Efek Mozart Untuk Anak-anak, terjemahan oleh Alex Tri Kantjono Widodo, (Gramedia:Jakarta, 2000).
De Porter., Boby & Mike Hernarcki, Quantum Learning, terjemahan oleh Abdurrahim, (Kaifa:Bandung, 1999).
Dryden., Gordon & Jeannete Vos, The Learning Revolution, edisi 2, (1999).
Gulo., Dali, Kamus Psikologi, (Tonis:Bandung, 1982).
Hadis., Abdul, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, (Alfa Beta:Bandung, 2006).
Herman., Douglas J., Daya Ingat Super, terjemahan oleh T. Zaini Dahlan (Pustaka Dela Prasata:Jakarta1996).
Jensen., Eric & Karen Markowitz, Otak Sejuta Gygabite “The great Memory Back), (Kaifa:Bandung, 2002).
Kirkaweg., Sara B., The Effects of Musik On Memory, Departement of Pshychology (dalam http//dearinghouse.missouriwestern, diakses 01 Februari 2008).
Kuwanto., Lindayani & Natalia., Johanna, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Keterampilan Berbahasa Pada Anak Autistik, Jurnal ANIMA, (Vol. 16 No. 2, 2001).
34
Latipun, Psikologi Eksperimen, (UMM Press:Malang, 2002).
Maliha., Siti, Studi Tentang Pengaruh Terapi Musik Terhadap Insomnia, (Skripsi Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus, Surabaya:2003).
Markowitz, dkk, The Great Memori Book, terjemahan oleh Budihabsari, (Kaifa:Bandung, 1999).
Marritt., Stepanie, Simfoni Otak, terjemahan oleh Lala Herawati Darma, (Kaifa: Bandung, 1996).
Maulana., Mirza, Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat, (Kata Hati:Yogyakarta, 2007).
Nasrun., Martina W, Gampang Ingat Diusia Senja, (http//novartis.com, diakses 27 Maret 2006).
Natalia., Johanna, Pengaruh Musik Gamelan Terhadap Emosi Bayi Baru Lahir, Jurnal ANIMA, (Vol. 15, 2000).
Ortiz., John M., Nurturing Your Child With Music, terjemahan oleh Yuni Prakos, (Fist Published By Beyond Eord Publising. Inc.).
Partanto., Pius A., Kamus Ilmiah Populer, (Arloka:Surabaya, 1994).
Rose., Colin, Master It Faster, terjemahan oleh Femmy Syahrani, (Kaifa:Bandung, 1999).
Safaria., Triantoro, Autisme:Pemahaman Baru Utuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, (Graha Ilmu:Yogyakarta, 2005).
Santrock., John W., Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. terjemahan oleh Juda Damanika & Ach. Chusairi, (Erlangga:Jakarta, 1995).
Suharnan, Psikologi Kognitif, (Srikandi:Surabaya, 2005).
The New Incyclopedia Britanica, (1986).
Utomo., Kristiani & Natalia., Johanna, Pengaruh Pemberian Musik Klasik Terhadap Perilaku Emosional Anak Usia 5 -6 Tahun, Jurnal ANIMA, (Vol. 14, 1999).
Williams Chris & Wright Barry, How To Live With Autism and Asperger Syndrome, terjemahan oleh Tim DR, (PT. Dian Rakyat:Jakarta, 2007).
35
REVIEW JURNAL
Jurnal 1: Pengaruh Pemberian Musik Klasik Terhadap Perilaku Emosional Anak Usia 5 – 6 tahun
A. HIPOTESIS UMUM
Hipotesis dalam penelitian ini adalah, ada pengaruh positif penggunaan musik
klasik terhadap perilaku emosional anak usia 5 -6 tahun.
B. HIPOTESIS OPERASIONAL
Hipotesis operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Musik Klasik
mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku emosional pada anak usia 5 -6
tahun, 2. Musik rock mempunyai pengaruh negatif terhadap perilaku
emosional pada anak usia 5 -6 tahun.
C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Perilaku emosional adalah perilaku yang didasari oleh emosi yang dapat
diukur melalui denyut nadi, yaitu jumlah denyut nadi permenit yang diukur
tiap 10 menit sekali.
D. DESAIN EKSPERIMEN
Desain eksperimen yang digunakan adalah treatment by subject, yaitu
memberikan semua perlakuan pada semua kelompok eksperimen. Jelasnya
kelompok eksperimen dalam penelitian ini diperdengarkan dua jenis musik
secara bergantian, yaitu musik klasik dan musik rock. Penelitian ini termasuk
dalam jenis penelitian true experiment dengan posttest only design.
36
E. ANCAMAN VALIDITAS INTERNAL DAN EKSTERNAL
Validitas internal dalam penelitian ini dapat dipengaruhi oleh ketidak ajegan
lingkungan eksperimen. Pemberian dua model perlakuan (musik klasik dan
musik rock) pada kelompok yang sama mungkin dapat menyebabkan keajegan
suasana lingkungan eksperimen terganggu. Demoralisasi, difusi, imitasi
perlakuan, subjek keluar, pengujian dan maturasi serta histori mungkin tidak
akan terjadi dalam penelitian ini. Mengingat dalam penelitian ini tidak ada
pemberian stimulasi lain selain musik yang dapat ditiru oleh kelompok
kontrol, penelitian ini menggunakan posttest only artinya faktor pengujian dan
histori mungkin tidak akan mengancam validitas internal penelitian.
Subjek penelitian yang hanya berjumlah (N=6) akan mengancam validitas
eksternal penelitian, baik validitas populasi terlebih validitas populasi yang
lebih luas (ultimate population), dengan kata lain subjek penelitian yang
sangat kecil ini akan mempengaruhi generalisasi hasil penelitian.
Selain ancaman generalisasi terhadap populasi. Pencapaian terhadap validitas
ekologi juga rendah mengingat penelitian true ekxperiment selalu melakukan
kontrol yang ketat terhadap variabel-variabel yang dimungkinkan dapat
berpengaruh terhadap variabel penelitian, dimana situasi seperti ini akan
sangat sulit ditemukan diluar situasi eksperimen. Ditambah lagi jumlah subjek
penelitian yang terlalu kecil.
37
Jurnal 2: Pengaruh Musik Gamelan Terhadap Emosi Bayi Baru Lahir
A. HIPOTESIS UMUM
Hipotesis dalam penelitian ini adalah, ada pengaruh positif musik gamelan
terhadap ketenangan emosi bayi baru lahir.
B. HIPOTESIS OPERASIONAL
Hipotesis operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh musik
gamelan terhadap pola tidur, 2. Ada pengaruh musik gamelan terhadap
pencapaian berat badan.
C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Musik gamelan adalah musik gamelan yang terdapat pada kaset Klenengan
ACD-014 dan ACD-085 (Lokananta Recording) yang diputar selama 3 hari
dengan intensitas suara berkisar antara 65-75 db.
Tingkat ketenangan emosi merupakan pola reaksi emosi umum bayi yang
bersifat stabil karena ia merasakan senang dan nyaman terhadap stimulasi
lingkungan.
D. DESAIN EKSPERIMEN
Desain penelitian ini adalah Randomized Two Group Design Posttest Only
atau biasa disebut dengan penelitian true experiment dengan Posttest only
design. Penelitian jenis ini menggunakan dua kelompok, dengan pembagian
satu kelompok sebagai kelompok kontrol dan satu kelompok sebagai
kelompok eksperimen. Kedua kelompok diperoleh dengan teknik random
assignment. Pengukuran hanya diberikan setelah treatment berlangsung.
38
E. ANCAMAN VALIDITAS INTERNAL DAN EKSTERNAL
Penggunaan randomisasi dalam penelitian ini akan mengurangi sebagian
besar ancaman terhadap internal validity. Menurut Alsa (2007) randomisasi
mengurangi ancaman internal validity yang dapat muncul dari faktor history,
maturation, selection, dan interaksi antar faktor selection dengan faktor-faktor
ancaman lain. Lama pengukuran yang hanya berlangsung 3 hari perlu
mendapat perhatian, karena sangat memungkinkan pendeknya waktu
penelitian akan dapat mempengaruhi validitas internal penelitian.
Ancaman terhadap validitas populasi dalam penelitian inimungkin dapat
diatasi karena dalam penelitian ini menggunakan random assignment dalam
penentuan subjek penelitian, dan subjek dalam penelitian ini (N=60) juga
tergolong besar. Namun untuk generalisasi yang lebih luas (ultimate
population) mungkin akan sulit tercapai, mengingat teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah accidental sampling di rumah sakit (subjek
terbatas hanya pada bayi-bayi yang ada di rumah sakit). Validitas ekologi juga
mungkin sulit tercapai.
39
Jurnal 3: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Keterampilan Berbahasa Pada Anak Autistik
A. HIPOTESIS UMUM
Hipotesis dalam penelitian ini adalah, Ada perbedaan keterampilan berbahasa
pada anak-anak autistik antara sebelum dan sesudah mendapat terapi musik
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Terapi musik adalah perlakuan yang diberikan dengan menerapkan prinsip
penyesuaian irama dan melodi-melodi tertentu, menggunakan kata-kata yang
telah disesuaikan dengan kebutuhan dan dikombinasikan dengan stimulus
visual yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa anak.
Keterampilan berbahasa adalah keterampilan anak untuk mengidentifikasi dan
atau melabel benda-benda konkrit yang ada disekitarnya melalui bicara dan
atau menunjuk pada benda yang dimakasudkan untuk menyebutkan
pemahaman anak. Keterampilan berbahasa ini diungkap melalui observasi
tehadap anak dan tes dengan menggunakan kartu bergambar (flash card).
C. DESAIN EKSPERIMEN
Penelitian ini termasuk penelitian quasi experiment dengan desain prestest-
posttest. Penerapan desain ini adalah, penentuan subjek dilakukan dengan
teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok, yaitu
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pada kedua kelompok dilakukan
pengukuran sebelum dan sesudah pemberian treatment. Bedanya pada
kelompok kontrol tidak diperdengarkan musik klasik.
40
D. ANCAMAN VALIDITAS INTERNAL DAN EKSTERNAL
Karena dalam penelitian ini tidak menggunakan teknik random assignment
dalam penentuan subjek penelitian maka akan sangat mungkin terjadi
ancaman yang potensial dari faktor maturation, selection, mortality dan
interaksi antara selection dan faktor-faktor lainnya terhadap validitas internal
penelitian. Karena kedua kelompok dibandingkan ancaman perlakuan juga
dapat terjadi. Penggunaan pretest-posttest dalam penelitian ini juga
memungkinkan adanya ancaman dari faktor histrory, testing, instrumentation,
dan regresi.
Pengambilan subjek yang tidak secara random juga akan mengancam validitas
eksternal penelitian, baik validitas populasi maupun validitas ultimate
population. Ancaman validitas ekologi mungkin akan lebih rendah dibanding
dengan penelitian true experiment.
41
Jurnal 3: THE EFFECTS OF MUSIC ON MEMORY
A. HIPOTESIS UMUM
Hipotesis dalam penelitian ini adalah, Ada pengaruh penggunaan musik
terhadap memori.
B. DESAIN EKSPERIMEN
Penelitian ini termasuk penelitian quasi experiment dengan menggunakan
posttest only design. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 60 Mahasiswa
yang diambil dari tiga kelas yang ada, ketiga kelompok yang diambil secara
purposive ini kemudian diberi perlakuan yang berbeda. Kelompok pertama
diperdengarkan musik Hyden, kelompok kedua diperdengarkan musik
Metallica dan kelompok ketiga diperdengarkan suara gaduh. Setelah treatment
diberikan kemudian dilakukan pengukuran pada masing-masing kelompok.
C. ANCAMAN VALIDITAS INTERNAL DAN EKSTERNAL
Karena dalam penelitian ini tidak menggunakan teknik random assignment
dalam penentuan subjek penelitian maka akan sangat mungkin terjadi
ancaman yang potensial dari faktor maturation, selection, mortality dan
interaksi antara selection dan faktor-faktor lainnya terhadap validitas internal
penelitian. Karena kedua kelompok dibandingkan ancaman perlakuan juga
dapat terjadi. Penggunaan pretest-posttest dalam penelitian ini juga
memungkinkan adanya ancaman dari faktor histrory, testing, instrumentation,
dan regresi.
42
Pengambilan subjek yang tidak secara random juga akan mengancam validitas
eksternal penelitian, baik validitas populasi maupun validitas ultimate
population. Ancaman validitas ekologi mungkin akan lebih rendah dibanding
dengan penelitian true experiment.
43