7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
1/34
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : An.A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 5 Bulan 8 hari
TTL : Lengkong, 28 November 2011
Alamat : Jl. Mira No 7 Rt 1 Rw 5 kel, cibubur. kec ciracas- Jakarta Timur
Agama : Islam
Masuk RS : 8 Mei 2012Ruang : Mawar
II. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Tn.S
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Swasta
Nama Ibu : Ny.E
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Buruh
III. ANAMNESA
Diambil dari : Alloanamnesa
Tanggal : 8 Mei 2012
Masuk IGD pukul : 17:00 WIB
a. Keluhan Utama
1
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
2/34
Kejang demam sejak 4 jam sebelum masuk RSUD Pasar Rebo
b. Keluhan tambahan
Demam, Batuk pilek, Muntah
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS.Pasar Rebo dengan kejang demam, dengan suhu 40oC,
kesadaran apatis, mata terbelangga, mulut terbuka. Keadaan setelah demam,
pasien teridur beberapa menit kemudian, pasien sadar kembali.
Sebelumnya, pasien sudah mengalami kejang demam sudah 2 kali di rumah,
durasi kejang lebih dari 15 dan tertidur setelah kejang.
Pasien juga sering merasa panas di bagian kepala belakang pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Saat usia 4 bulan menjelang 5 bulan, pasien pernah mengalami kejang demam,
kurang lebih setiap seminggu 3 kali. Durasi demam tidak lebih dari 15 menit.
Kejang demam nya di awali dengan muntah.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien menyatakan tidak ada dalam keluarga yang pernah mengalami kejadian
seperti ini sebelumnya.
f. Riwayat kehamilan Ibu dan kelahiran
Ibu pasien menyatakan bahwa usia kehamilan saat kelahiran yaitu 9 bulan dan
tidak terdapat gangguan selama kehamilan. Kelahiran terjadi dengan partus
normal. BB lahir : 3100g. PB : 49. Apgar score : 9/10. Pasien keminum air
ketuban saat lahir.
g. Riwayat gizi dan nutrisi
ASI diberikan sampai usia 4 bulan
Setelah 4 bulan diberikan susu formula bersamaan dengan ASI
Saat usia 5 bulan sudah mulai diberikan biscuit, dan bubur.
2
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
3/34
h. Riwayat Imunisasi
Hep B (+)
Polio (+)BCG (+)
DPT (+)
Hib (+)
IV. PEMERIKSAAN
a. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Apatis
Nadi : 120 x/menit
Respirasi : 48 x/menit
Suhu : 40 C
Berat badan : 6,5 kg
Panjang badan : 68 cm
b. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher : KGB leher tidak teraba membesar
Thoraks : Simetris, statis dan dinamis, pernafasan cepat dan dalam
Cor : BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+), rhonki (+), wheezing (-)
Abdomen : Supel, Timpani, BU (+) Normal
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstrimitas : Akral hangat, Edema (-) di keempat ekstrimitas
3
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
4/34
HASIL LAB
Hemoglobin : 7,9 g/dl
Hemotokrit : 25 %
Leukosit : 20.000 ul
Trombosit : 461.000 ul
GAS DARAH ELEKTROLIT
Na+ : 13,5 Hct : 16
K+ : 4,3 HCO-3: 11,6
Ca++ : 0,34 HCO-3 std: 14,5
pH : 7,31 TCO2 : 12,3
PCO2 : 23 BEEcf : -14,7
PO2 : 136 BE (B) : -13,5
Saturasi O2 : 99
V. DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam kompleks
VI. RENCANA TERAPI
- USG kepala bayi
- Foto torax AP/Lat
- Inhalasi N3Br8A15
- Infus KA EN IB
- Inj. Cefriakson 2 x 300 g
4
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
5/34
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
6/34
IX. FOLLOW UP
PEMERIKSAAN Tanggal
8 MEI 2012 9 Mei 2012 10 Mei 2012 11 Mei 2012
S Keluhan Panas (+), kejang
(+),batuk (+), sesak
nafas (+), BAB (+)
Panas (+), kejang
(-), menangis (+),
batuk (+), sesak
nafas (+), BAB
(+), BAK (+)muntah (-), ruam
(-)
panas (+), batuk
(+), sesak nafas
(+) setelah batuk,
BAB (+) 2x
berupa serat danlendir, muntah
(-) , nafsu makan
baik, ruam (+)
leher
panas (-), kejang
(-) batuk (+),
sesak nafas (+)
setelah batuk,
BAB (+), muntah(-) , nafsu makan
baik,
O Keadaan
umum
Sakit sedang Sakit Sedang Sakit Sedang Sakit Sedang
Kesadar
an
Apatis ComposMentis
ComposMentis
ComposMentis
Tanda
vital
RR 48x/Menit 47x/Menit 56x/Menit 56x/Menit
HR 120x/Menit 131x/Menit 156x/Menit 160x/Menit
T 40 O C 38,1O C 37,1O C 36,7O C
Kepala Normocephal Normocephal Normocephal Normocephal
Mata KonjungtivaAnemis -/-
KonjungtivaAnemis -/-
KonjungtivaAnemis -/-
KonjungtivaAnemis -/-
Leher PembesaranKGB -/-
PembesaranKGB -/-
PembesaranKGB -/-
PembesaranKBG -/-
Thoraks pernafasancepat dandalam
pernafasancepat dandalam
pernafasancepat dandalam
pernafasancepat dandalam
Pulmo BJ I-II normalreguler,murmur (-),
gallop (-)
BJ I-II normalreguler,murmur (-),
gallop (-)
BJ I-II normalreguler,murmur (-),
gallop (-)
BJ I-II normalreguler,murmur (-),
gallop (-)
Cor Vesikuler (+),rhonki (+),wheezing (-)
Vesikuler (+),rhonki (+),wheezing (-)
Vesikuler (+),rhonki (+),wheezing (-)
Vesikuler (+),rhonki (+),wheezing (-)
Abdome
n
Supel, Timpani,BU (+) Normal
Supel,Timpani, BU
Supel,Timpani, BU
Supel,Timpani, BU
6
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
7/34
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
8/34
T 35,8 O C 38,1O C 37O C
Kepala Normocephal Normocephal Normocephal
Mata KonjungtivaAnemis -/-
KonjungtivaAnemis -/-
KonjungtivaAnemis -/-
Leher Pembesaran
KGB -/-
Pembesaran
KGB -/-
Pembesaran
KGB -/-
Thoraks pernafasancepat dandalam
pernafasancepat dandalam
pernafasancepat dandalam
Pulmo BJ I-II normalreguler,murmur (-),gallop (-)
BJ I-II normalreguler,murmur (-),gallop (-)
BJ I-II normalreguler,murmur (-),gallop (-)
Cor Vesikuler (+),rhonki (+),
wheezing (-)
Vesikuler (+),rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler (+),rhonki (-),
wheezing (-)
Abdome
n
Supel, Timpani,BU (+) Normal
Supel,Timpani, BU(+) Normal
Supel,Timpani, BU(+) Normal
Extremit
as
Akral hangat,Edema (-) dikeempatekstrimitas
Akral hangat,Edema (-) dikeempatekstrimitas
Akral hangat,Edema (-) dikeempatekstrimitas
A diagnosa Kejang demam
Kompleks
Kejang demam
kompleks,
Kejang demam
kompleks,
nP
Pengobatan
Cariamil 3x 0,4 cc Rawat Jalan Rawat jalan
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
8 MEI 2012 9 MEI 2012 12 MEI 2012
HB (g/dl) 7,9 11 8,4
HT (%) 25 30 26
LEUKOSIT (/l) 20.000 12.290 7190
TROMBOSIT (/l) 461.000 174.000 447.000
8
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
9/34
LED 5 15
MCV 71 74
MCH 26 24
MCHC 36 32
Hitung Jenis
Basofil 1 0
Eosinophil 1 2
Batang 0 0
Segmen 43 40
Limfosit 47 54
Monosit 8 4
Kimia Darah
(Fungsi Hati )
SGPT
13
SGOT 30
Fungsi Ginjal
Ureum 16,9
Kreatinin 0,6
Elektrolit
Na+ 135
K+ 4,3
Ca++ 0,34
pH 7,31
PCO2 23
PO2 136
Hct 16
HCO3- 11,6
9
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
10/34
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
11/34
Tgl Periksa : 12 Mei 2012
USG Kepala :
tidak tampak lesi hiperekholik / isoekhoik / hipoekhoik / kistik intraserebral ventrikel
lateral, ventrikel III & IV tidak melebar atau menyempit
Tidak tampak deviasi midline. Sulci dan gyribaik
Kesan :
Tidak tampak lesi hemoragik, iskemik / oedem serebri / meningitis / encephalitis / massa
intrasereberal.
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
11
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
12/34
ANATOMI OTAK
Otak merupakan alat untuk memproses ata tentang lingkungan internal dan eksternal
tubuh yang di terima reseptor pada alat indra. Data tersebut di kirimkan oleh urat syaraf
yang di kenal dengan sistem saraf. Sistem saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf
mengubah rangsangan dalam bentuk inpuls listrik, kemudian impuls listrik di kirim ke
pusat sistem saraf, yang berada di otot dan urat saraf tulang belakang. Di sinilah data di
proses dan di respon dengan rangsangan yang cocok. Biasanya dalam tahap ini timbul
saraf efektor yang berfungsi untuk mengirim impuls saraf ke otot, sehingga otot
berkontraksi atau rileks.
Bagian bagian Otak :
Otak di bagi menjadi otak depan, otak tengah, otak belakang, medulla oblongata, pons,
dan formasi retikuler.
FUNGSI SARAF
Sistem saraf adalah sistem untuk mengirim sinyal dari satu sel ke sel lain. Pada tingkat
yang integrative, fungsi utama dari sistem saraf adalah untuk mengontrol tubuh. Karena
konsistensi ini, sel sel glutamatergic sering di sebut sebagai neuron rangsang dan sel
GABAergic sebagai neuron penghambat
II. KEJANG DEMAM
a) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Infeksi ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari saluran
pernapasan bagian atas (merupakan 70% dari seluruh penyebab kejang demam)
radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang
12
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
13/34
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
14/34
b) ETIOLOGI
14
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
15/34
Demam pada kejang Demam sering disebabkan oleh :
infeksi saluran pernafasan atas,
otitis media,
pneumonia,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Penyebab lain kejang disertai demam adalah penggunaan obat-obat tertentu
seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain, dan dehidrasi
yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit
c) KLASIFIKASI
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut:
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
15
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
16/34
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan
ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:
Kejang lama, > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
3. Kejang demam Plus (Febrile seizure plus )
- Kejang demam yang ada > umur 6 tahun
- Kejang demam bersamaan dengan epilepsi
- Serangan kejang yang sering > 13x/tahun
- phenotype kejang demam
- mutasi pada chanel sodium dan GABA
d) FAKTOR RESIKO
faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah :
1. Umur
3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang
demam.
Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4
tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5
tahun.
Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dankemudian menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
16
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
17/34
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
18/34
lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejangrekuren. Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:
Usia muda saat kejang demam pertama
Suhu yang rendah saat kejang pertama
Riwayat kejang demam dalam keluarga
Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejang
Pasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan
rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20%kemungkinan rekuren.
e) PATOFISIOLOGI
Kelangsungan hidup sel otak memerlukan energi yang didapat dari metabolisme
glukosa melalui suatu proses oksidasi. Dimana dalam proses oksidasi tersebut
diperlukan oksigen yang disediakan dengan perantaraan paru-paru. Oksigen dari
paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular.
Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu
membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan
luar. Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan
luar bersifat ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan
mudah dilalui ion Kalium ( K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na+ )
dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar neuron, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
18
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
19/34
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah oleh adanya
1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. rangsangan yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%.
Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengakibatkan adanya perubahan
keseimbangan membran neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion
Kalium dan ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan perantaraan
neurotransmiter sehingga terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang
yang berbeda, dan tergantung dari tinggi rendahnya nilai ambang kejang, seorang
anak menerita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi
pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan ambang kejang
yang rendah. Sehingga dalam penanggulangan anak dengan ambang kejang
demikian perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa anak tersebut akan
mendapat serangan.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi pada kejang lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
19
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
20/34
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian tadi adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifatmenetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan
kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.
Berdasarakan referensi lain, mekanisme kejang yang tepat belum diketahui,
tampak ada beberapa faktor fisiologis yang menyebabkan perkembangan kejang.
Untuk memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan
ledakan discharge (rabas) yang berarti dan sistem hambatan GABAergik.
Perjalanan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps
glumaterik. Bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmiter
asam amino (glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan
eksistasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa
kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa kejang dapat berasal
dari daerah kematian neuron dan bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan
perkembangan sinaps hipereksitabel baru yang dapat menimbulkan kejang.
Misalnya, lesi pada lobus temporalis (termasuk glioma tumbuh lambat hematoma,
gliosis, dan malformasi arteriovenosus) menyebabkan kejang. Dan bila jaringan
abnormal diambil secara bedah. Kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi
dapat ditimbulkan pada binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan.
Pada model ini, stimulasi otak subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya
menyebabkan konvulsi berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan
terjadinya epilepsi pada manusia pasca cedera otak. Pada manusia telah diduga
bahwa aktivitas kejang berulang-ulang dari lobus temporalis normal kontralateral
dengan pemindahan stimulus melalui korpus kallosum.
20
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
21/34
Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan imatur. Kejang
tertentu pada populasi pediatri adalah spesifik umur (misal spasme infantil) , yang
menunjukkan bahwa otak yang kurang berkembang lebih rentan rerhadap kejang
spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa. Faktor genetikmenyebabkan setidaknya 20% dari semua kasus epilepsi. Penggunaan analisis
kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi
kromosom beberapa epilepsi famili telah dikenali, termasuk konvulsi neonatus
benigna (20q), epilepsi mioklonik juvenil (6p), dan epilepsi mioklonik progresif
(21q22.3), Adalah amat mungkin bahwa dalam waktu dekat dasar molekular
epilepsi tambahan, seperti epilepsi rolandik benigna dan kejang-kejang linglung,
akan dikenali. Juga diketahui bahwa substansia abu-abu memegang peran integral
pada terjadinya kejang menyeluruh. Aktivitas kejang elektrografi menyebar dalam
substansia abu-abu, menyebabkan peningkatan pada ambilan 2 deoksiglukosa
pada binatang dewasa, tetapi ada sedikit atau tidak ada aktivitas metabolik dalam
substansia abu-abu bila binatang imatur mengalami kejang. Telah diduga bahwa
imaturitas fungsional substansia abu-abu dapat memainkan peran pada
peningkatan substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan
kerentanan kejang otot imatur. Lagipula, neuron pars retikulata substansia abu-
abu (substantia nigra pars reticulata (SNR) sensitif-asam gama aminobutirat
(GABA) memainkan peran pada pencegahan kejang. Agaknya bahwa saluran
aliran keluar substansia abu-abu mengatur dan memodulasi penyebaran kejang
tetapi tidak menyebabkan mulainya kejang. Penelitian eksitabilitas neuron,
mekanisme hambatan tambahan, pencairan mekanisme non-sipnapsis perambatan
kejang dan kelainan seseptor GABA.
21
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
22/34
f) MANIFESTASI KLINIS
Gejala Kejang Demam berupa :
1. Suhu anak tinggi.
2. Anak pucat / diam saja
3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
22
http://2.bp.blogspot.com/-j9p3E8fDg28/T2nd2IXyHhI/AAAAAAAAARg/2TFbupc_k_0/s1600/PATHWAY+ANAK+KEJANG+DEMAM.PNG7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
23/34
7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
8. Seringkali kejang berhenti sendiri.
g) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang yang bisa di lakukan :
EEG : Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat
lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang
setelah kejang.
CT SCAN : Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma,
edema serebral, dan Abses.
Pungsi Lumbal : Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal
(cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan
meningitis.
Laboratorium : Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit )
mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan
Ismail (1989 :43), pemeriksaannya adalah : EEG--> Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan
unilateral menunjukan kejang demam kompleks
Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui
keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau
kejang karena infeksi pada otak.
Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan
lumbal pungsi
Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning
23
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
24/34
santokrom
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi
40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-
150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
h) KRITERIA DIAGNOSIS
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang disertai
demam pada bayi 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang didahului oleh demam
Pasca kejang anak sadar kecuali kejang lebih dari 15 menit
Pemeriksaan punksi lumbal normal
Pengamatan kejang tergantung pada banyak faktor, termasuk umur penderita, tipedan frekuensi kejang, dan ada atau tidak adanya temuan neurologis dan gejala
yang bersifat dasar. Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pertama
pada anak yang lainnya sehat meliputi glukosa puasa, kalsium, magnesium,
elektrolit serum dan EEG. Peragaan discharge (rabas) paroksismal pada EEG
selama kejang klinis adalah diagnostik epilepsi, tetapi kejang jarang terjadi dalam
laboratorium EEG. EEG normal tidak mengesampingkan diagnosis epilepsi,
karena perekaman antar-kejang normal pada sekitar 40% penderita. Prosedur
aktivasi yang meliputi hiperventilasi, penutupan mata, stimulasi cahaya, dan bila
terindikasi, penghentian tidur dan perempatan elektrode khusus (misal hantaran
zigomatik), sangat meningkatkan hasil positif, discharge (rabas) kejang lebih
mungkin direkam pada bayi dan anak daripada remaja atau dewasa.
Memonitor EEG lama dengan rekaman video aliran pendek dicadangkan pada
24
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
25/34
penderita yang terkomplikasi dengan kejang lama dan tidak responsif. Monitor
EEG ini memberikan metode yang tidak terhingga nilainya untuk perekaman
kejadian kejang yang jarang diperoleh selama pemeriksaan EEG rutin. Tehnik ini
sangat membantu dalam klasifikasi kejang karena ia dapat secara tepat
menentukan lokasi dan frekuensi discharge (rabas) kejang saat perubahanperekaman pada tingkat yang sadar dan adanya tanda klinis. Penderita dengan
kejang palsu dapat dengan mudah dibedakan dari kejang epilepsi sejati, dan tipe
kejang (misal, kompleks parsial vs menyeluruh) dapat lebih dikenali dengan tepat,
yang adalah penting pada pengamatan anak yang mungkin merupakan calon
untuk pembedaan epilepsi.
Peran skenning CT atau MRI pada pengamatan kejang adalah kontroversial.
Hasilnya pada penggunaan rutin tindakan ini pada penderita dengan kejang tanpa
demam pertama dan pemeriksaan neurologis normal adalah dapat diabaikan. Pada
pemeriksaan anak dengan gangguan kejang kronis, hasilnya adalah serupa.
Meskipun sekitar 30% anak ini menunjukkan kelainan struktural (misal atrofi
korteks setempat atau ventrikel dilatasi), hanya sedikit sekali manfaat dari
intervensi aktif sebagai akibat dari skenning CT dengan demikian, skenning CT
atau MRI harus dicadangkan untuk penderita yang pemeriksaannya neurologis
abnormal. Kejang sebagian yang lama, tidak mempan dengan terapi
antikonvulsan, defisit neurologis setempat, dan bukti adanya kenaikan tekanan
intrakranial merupakan indikasi untuk pemeriksaan pencitraan saraf.
Pemeriksaan CSS terindikasi jika kejang berkemungkinan terkait dengan proses
infeksi, perdarahan subaraknoid, atau gangguan demielinasi. Uji metabolik
spesifik digambarkan pada seksi mengenai kejang neonatus dan status epileptikus.
i) KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih
dari 15 menit yaitu :
Kerusakan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf
yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor
25
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
26/34
MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat
masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
j) DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak
menyingkirkan meningitis, dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka
perlu pertimbangan pungsi lumbal.
Adapun diagnosis banding kejang pada anak dan bayi adalah gemetar, apnea dan
mioklonus nokturnal benigna.
Kejang pada anak merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Gangguan
primer mungkin terdapat intrakranium atau ekstrakranium. Berbagai penyakit
intra serebral dan gangguan metabolik yang juga dapat menyebabkan kejang
antara lain :
1. Kelainan intrakranium- Meningitis
- Ensefalitis
- Infeksi subdural dan epidural
- Abses otak
- Trauma kepala
- Stroke dan AVM
- Cytomegalic inclusion disease
2. Gangguan metabolik
- Hipoglikemi
- Defisiensi vitamin B-6
- Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia, porfiria
26
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
27/34
- Keracunan
3. Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam etiologi,
yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat lepasmuatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.
4. Meningitis
Meningitis merupakan peradangan selaput otak yang disebabkan oleh bakteri
patogen. Ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan
serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan
serebrospinal.
5. Ensefalitis
Ensefalitis ialah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme,
misalnya bakteri, ptozoa, cacing, spichaeta, atau virus. Penyebab yang tersering
dan terpenting adalah virus. Pada banyak pasien sering terjadi keterlibatan
leptomeningeal (meningoensefalitis), sedangkan ensefalomielitis menunjukkan
keterlibatan medulla spinalis. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari demam
tidak tinggi disertai sakit kepala, sampai keadaan berat, koma, kejang dan
kematian. Awitan ensefalitis dapat secara tiba-tiba atau gradual. Komplikasi yang
dapat terjadi termasuk kenaikan tekanan intrakranial, edema otak dan syndrome
of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) secretion. Ensefalitis dapat
menyebabkan gejala sisa neurologis seperti kejang/ epilepsi, tuli, atau buta
k) PENATALAKSANAAN
Alogaritma penatalaksanaan Kejang Demam :
27
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
28/34
Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan
kejang :
1. Penanganan Pada Saat Kejang
Menghentikan kejang:Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV
(perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA.
Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20
menit kemudian.
28
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
29/34
Turunkan demam:
o Antipiretika:Paracetamol10 mg/KgBB/dosis PO
atauIbuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4
kali perhari
Kompres: suhu > 390C: air hangat; suhu >380C: air biasa
Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi denganpenyakit dasarnya
Penanganan suportif lainnya meliputi:
o Bebaskan jalan nafas
o Pemberian oksigen
o Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
o Pertahankan keseimbangan tekanan darah
2. Pencegahan Kejang
Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana
denganDiazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anakmenderita penyakit yang disertai demam
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata denganAsam Valproat15-
40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis
l) PROGNOSIS
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis :
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
1. Kematian Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa
biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian.Dalam penelitian ditemukan
angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %
2. Terulangnya KejangKemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih
25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
29
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
30/34
3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 %
dari Epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Resiko menjadi Epilepsi yang
akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada
faktor:
- riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga- kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
- kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan
mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya
didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.
4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang
lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum
maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan
kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu
timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese
sesudah kejang lama.
5. Retardasi Mental
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ,
sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan
perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah.
Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.
Kemungkinan berulangnya kejang demam :
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia < 12 bulan
3. Suhu rendah saat kejang demam
30
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
31/34
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam palingbesar pada tahun pertama.
m) PENCEGAHAN
Ada 2 cara profilaksis, yaitu
(1) profilaksis intermiten saat demam
(2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis
intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari
dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB10kg) setiap pasien
menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegahterjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk
poin 1 atau 2) yaitu :
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
31
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
32/34
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
33/34
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
2. Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
3. Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
4. Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC
5. Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
6. Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta
7. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC
8. Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.
9. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI
10. Seeley, et al. 2004. Anatomy & Physiology. Sixth Edition. The McGraw-HillCompanies
11. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC : Jakarta.
12. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 2005. Unpad : Bandung
33
7/30/2019 Presus Kejang Demam, NIKEN2
34/34