Presus Kejang Demam Ade

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I ILUSTRASI KASUS A. IDENTITAS Identitas pasien Nama No. rekam medis TTL/umur Jenis kelamin Alamat Tanggal masuk Pukul Identitas orang tua Nama ayah Usia Pendidikan terakhir Pekerjaan Agama Identitas Ibu Usia Pendidikan terakhir Pekerjaan Agama : Tn. D : 32 tahun : SMA : wiraswasta : islam : Ny. A : 22 tahun : SMP : wiraswasta : islam : an. P : 36.55.99 : 09 September 2009 / 16 bulan : Laki-laki : Jl. Tanah tinggi I Rt/rw 0012/02 Johar Baru, Jakarta Pusat : 13 Januari 2011 : 00:05:49 WIB

2

B. DATA DASAR ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa terhadap ibu pasien pada tanggal 13 Januari 2011 pukul 00.15 WIB. Keluhan Utama Keluhan tambahan Riwayat Penyakit Sekarang : Kejang : Demam, batuk dan pilek :

2 hari SMRS pasien mengalami panas dan batuk pilek, pasien oleh ibunya segera diberikan parasetamol syrup dan panasnya mereda. 1 hari SMRS pasien panas lagi dan tidak kunjung turun, 6 jam setelah demam pasien mengalami kejang pada seluruh tubuh selama kurang lebih 3-5 menit. Setelah itu pasien dibawa ke dokter klinik di dekat rumah. Dokter memberikan obat parasetamol syrup dan obat puyer. Setelah dilakukan pengobatan panas turun sebentar namun naik lagi. 5 jam setelah kejang pertama pasien mengalami kejang kembali pada seluruh tubuh selama kurang lebih 35 menit. Saat kejang pertama dan kedua mulut pasien mengatup rapat, mata mendelik ke atas, kejang di seluruh tubuh. Sebelum kejang pasien sadar dan tidak ada kelumpuhan, selama kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar, langsung menangis dan tidak ada kelumpuhan. Pada saat kejang pasien sedang demam tinggi. Pada saat demam tidak disertai keluar cairan dari telinga dan sebelumnya juga tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga juga tidak terdapat ruam-ruam pada kulit. Pasien tidak memiliki riwayat perdarahan seperti bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah darah dan buang air besar berdarah. Tidak ada keluhan perut kembung dan muntah. Ibu pasien mengatakan, pasien buang air besar lancar, biasanya satu kali sehari, tinja padat-lunak, berwarna kuning dan tidak ada

3

darah. Buang air kecil juga lancar, warna jernih, tidak menangis saat buang air kecil. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien masih batuk dan pilek. Setelah kejang yang kedua pasien dibawa oleh orangtuanya ke UGD RSPAD Gatot Soebroto dan diberikan pengobatan berupa cairan infuse dan parasetamol yang dimasukan lewat anus dan masuk ke bangsal anak pukul 00:05:49 WIB. Penyakit sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang : Pasien pernah mengalami kejang saat demam 1 kali pada 5 bulan yang lalu dan 1 kali lagi pada 1 bulan yang lalu. Riwayat trauma kepala disangkal.

Riwayat penyakit dalam keluarga/sekitarnya yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang : Ayah pasien mengaku waktu kecil sering kejang saat demam. Tidak ada riwayat epilepsi di keluarga.

Riwayat Kehamilan : Pasien merupakan anak ke-1 dari ibu P1A0 dengan usia kehamilan 37 minggu, melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan satu kali sebulan sampai usia kehamilan 6 bulan, setelah memasuki kehamilan 7 bulan pemeriksaan dilakukan dua kali. Ibu pasien mengatakan tidak pernah sakit selama kehamilan, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol selama kehamilan. Riwayat abortus dan lahir mati tidak ada.

Riwayat Kelahiran : Pasien merupakan anak kandung Lahir spontan di Rumah Bersalin dengan bidan sebagai penolong

4

Berat badan lahir 2,7 kg dengan pajang badan 48 cm Lahir cukup bulan dan langsung menangis Tidak ada kelainan bawaan

Riwayat perkembangan : Pertumbuhan gigi I Duduk Berjalan Bicara : 9 bulan : 9 bulan : 14 bulan : 9 bulan

Membaca dan menulis belum bisa

Kesan : perkembangan anak sesuai dengan usiannya. Riwayat imunisasi : Macam I BCG Hepatitis B DPT Polio Campak 1 bulan 1 bulan 2 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 2 bulan 6 bulan 6 bulan 4 bulan 6 bulan II Dasar III IV Ulangan

9 bulan Kesan : Imunisasi dasar telah lengkap dilaksanakan.

Riwayat makanan :

5

Umur (bulan) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12

ASI/PASI ASI ASI ASI ASI ASI/Susu Formula ASI/Susu Formula

Buah/Biskuit Pisang/ Biskuit Pisang/ Biskuit Pisang, alpukat/ Biskuit Pisang, alpukat/ Biskuit

Bubur susu -

Nasi tim

Jenis Makanan Frekuensi Nasi Setiap hari, 3x sehari, @ 1 centong nasi tidak penuh Sayur Setiap hari, 2x sehari @1 mangkok kecil Daging 2 x seminggu, 2x/hari @ 1 potong kecil Telur 3 x seminggu, 2x/hari @ 1/2 butir telur Ikan 2 x seminggu, 2x/hari @ 1 potong kecil Tahu Hampir setiap hari 1 potong kecil Tempe Hampir setiap hari 1 potong kecil Susu Bebelac 6 botol/hari @ 100 ml Kesan : kualitas makanan cukup dan kuantitas makanan cukup Riwayat keluarga : Corak reproduksi ibu/ keadaan anak No Tanggal Lahir (umur) 1 09/09/09 (16 bulan) Laki-laki Pasien Kelamin Hidup Lahir mati Abortus Mati G0P1A0 Keterangan kesehatan

Anggota keluarga lain yang serumah : Nenek pasien Masalah dalam keluarga :

6

Tidak ada Status tempat tinggal : Rumah orangtua Data orang tua Umur sekarang Perkawinan ke Umur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Penyakit bila ada PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 13Januari 2011 pukul 01.00 WIB Keadaan umum Kesadaran Tanda-tanda vital Nadi Suhu Pernafasan Panjang badan Berat badan BB ideal : 84 x/menit reguler, kuat, isi cukup : 37,7 0C (axilla) : 36 x/menit, abdomino-thorakal, teratur, kedalaman normal : 80 cm : 11 kg : 11,3 kg : tampak sakit sedang : cengeng 32 th I 30 th SMA Islam Jawa Baik Tidak ada Ayah 22 th I 20 th SMP Islam Jawa Baik Tidak ada Ibu

Status gizi : BB terukur x 100% = 11 x 100% = 97,34 % = normal. BB ideal Status Lokalis KEPALA 11,3

7

Bentuk kepala Rambut Ubun-ubun Muka Mata Telinga Hidung Mulut Leher Thorax Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: normocephal (lingkar kepala 47 cm) : rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut : ubun-ubun besar sudah menutup : raut muka normal : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik : Bentuk daun telinga normal, liang telinga lapang, sekret tidak ada, nyeri tekan tidak ada : bentuk normal, ada sekret berwarna jernih di kedua lubang hidung : bibir lembab, faring hiperemis, tidak ada stomatitis, tonsil T1T1 tenang : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening : normochest : pergerakan simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada : fremitus vokal dan taktil simetris kanan-kiri : sonor pada kedua lapang paru : suara napas vesikuler pada seluruh lapang paru, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis pada ICS V midclavicula sinistra, tidak kuat angkat : tidak dilakukan : BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop

8

Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Ekstremitas Akral Kekuatan Edema Perfusi Refleks fisiologis : 1. Bisep 2. Trisep 3. Patella 4. Achilles

: simetris, cembung, tdak ada kelainan di kulit : Bising usus (+) normal : Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran hati dan limpa, turgor kulit cukup : Timpani di seluruh abdomen ATAS Kanan hangat normal baik + (normal) + (normal) Kiri hangat normal baik + (normal) + (normal) + (normal) + (normal) + (normal) + (normal) BAWAH Kanan hangat normal baik Kiri Hangat Normal Baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium tanggal 12 Januari 2011 (22:27:06 WIB) Jenis pemeriksaan Hematologi Hb Ht Eritosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC Hasil 10,7 33 4.7 16.000* 343.000 71 23 32 Nilai Rujukan 13 - 18 g/dl 40 52 % 4,3 - 6,0 jt/uL 4800 - 10800/L 150000 - 400000/L 80 96 fl 27 32 pg 32 36 g/dL

9

Kesan hasil laboratorium : Leukositosis C. RESUME Pasien anak laki-laki, usia 16 bulan, berat badan 11 kg, panjang badan 80cm datang dengan keluhan utama kejang dan keluhan tambahan demam, batuk dan pilek. Dalam 24 jam terjadi 2 kali kejang. Saat kejang, mulut pasien mengatup rapat, mata mendelik ke atas, kejang di seluruh tubuh. Sebelum kejang pasien sadar dan tidak ada kelumpuhan, selama kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar, langsung menangis dan tidak ada kelumpuhan. Pada saat kejang pasien sedang demam tinggi. 1 hari SMRS pasien panas lagi dan tidak kunjung turun, 6 jam setelah demam pasien mengalami kejang pada seluruh tubuh selama kurang lebih 3-5 menit. Setelah itu dilakukan pengobatan panas turun sebentar namun naik lagi. 5 jam setelah kejang pertama pasien mengalami kejang kembali pada seluruh tubuh selama kurang lebih 35 menit. Tidak ada keluar cairan dari telinga, tidak memiliki riwayat perdarahan juga tidak terdapat ruam-ruam pada kulit. Tidak ada keluhan perut kembung dan muntah. Pasien buang air besar lancar dan tidak ada keluhan. Buang air kecil juga lancar dan pasien masih batuk pilek. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, cengeng, tanda vital didapatkan nadi 84 x/menit, suhu 37,7 0C, pernafasan 36 x/menit, status gizi normal, pemeriksaan hidung terdapat sekret berwana jernih, pemeriksaan mulut faring hiperemis, pemeriksaan telinga tidak ada kelainan, pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal, pemeriksaan abdomen dalam batas normal, hasil pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan dari jumlah leukosit. D. DIAGNOSIS KERJA Kejang demam kompleks

10

Infeksi Saluran Pernafasan Atas

E. DIAGNOSIS BANDING G. PENATALAKSANAAN H. IVFD D5 saline 1100 cc/24 jam Injeksi cefotaxim 3x250 mg IV (skin test) Mucopect 1/6 tab + cetirizin 1 mg : 2x1 pulv Sanmol 4x1 sendok takar Diazepam 3x1 mg pulv (bila suhu > 38,50C) Makan Lunak 1250 kcal Kejang demam kompleks Infeksi Saluran Pernafasan Atas Kejang demam sederhana Epilepsi yang disebabkan oleh demam Demam dengue Demam berdarah dengue Otitis media akut

F. RENCANA PEMERIKSAAN

PROGNOSIS Quad ad vitam Quad ad functionam Quad ad sanationam : ad bonam : ad bonam : dubia ad bonam

I. S

FOLLOW UP 13 Januari 2011 pasien masih demam, S 14 Januari 2011 tidak ada kejang, demam S 15 Januari 2011 sejak semalam pasien tidak

11

batuk pilek masih ada, pasien tidak mengalami kejang lagi, tidak ada mual dan muntah, makan dan minum pasien sedikit.

masih ada, terdapat batuk dan pilek namun sudah berkurang, makan dan minum masih sedikit

demam, pagi hari jam 04.30 WIB pasien demam namun tak lama turun lagi. Batuk dan pilek masih ada namun berkurang. Dari semalam belum normal, makan BAB, kurang BAK (+) minum banyak, bernafsu,

O

tidak ada mual dan muntah. Ku/ Kes : tampak sakit O Ku/ Kes : tampak sakit O Ku/ Kes : tampak sakit sedang, composmentis TTV : HR : 80x/menit, RR : 34x/menit, Suhu : 38,40C Kepala rambut merata, : normocephal, distribusi mudah tidak hitam, sedang, composmentis TTV : N : 80 x/menit, RR : 35 x/menit, Suhu : 37,5 0C Kepala merata, : normocephal, tidak mudah rambut hitam, distribusi dicabut, ubun-ubun besar tidak sudah menutup Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik Hidung : bentuk normal, ada sekret berwarna jernih Mulut : tidak ada sianosis, mukosa hiperemis tenang Telinga : Bentuk daun basah, (-), faring T1-T1 sedang, composmentis TTV : N : 120 x/menit, RR : 28 x/menit, Suhu : 37,9 0C Kepala rambut merata, dicabut Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik Hidung : bentuk normal, ada sekret berwarna jernih berkurang Telinga : Bentuk daun telinga normal, liang telinga lapang, sekret tidak ada, nyeri tekan tidak ada Mulut : tidak ada sianosis, : normocephal, distribusi mudah tidak hitam,

dicabut, ubun-ubun besar sudah menutup Mata : Palpebra edema, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik Hidung : bentuk normal, ada sekret berwarna jernih Mulut : tidak ada sianosis, mukosa basah, faring hiperemis, T1-T1 tenang Telinga : Bentuk daun telinga normal, liang telinga lapang, sekret tidak

12

ada, nyeri tekan tidak ada Leher : KGB tidak teraba membesar Thorax : Cor : BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop Paru : SN vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Extremitas : Akral hangat, kekuatan normal, tidak ada edema, perfusi baik Reflek Fisiologis Refleks normal Refleks normal Refleks normal Refleks normal Refleks Patalogis Refleks Babinski (-) Refleks Oppenheim (-) achilles (+/+) patella (+/+) triseps (+/+) biseps : (+/+)

telinga

normal,

liang

mukosa

basah,

faring

telinga lapang, sekret tidak ada, nyeri tekan tidak ada Leher : KGB tidak teraba membesar Thorax : Cor : BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop Paru : SN vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Extremitas : Akral hangat, kekuatan normal, tidak ada edema, perfusi baik Reflek Fisiologis Refleks normal Refleks normal Refleks normal Refleks normal Refleks Patalogis Refleks Babinski (-) achilles (+/+) patella (+/+) triseps (+/+) biseps : (+/+)

hiperemis (-), T1-T1 tenang Leher : KGB tidak teraba membesar Thorax : Cor : BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop Paru : SN vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Extremitas : Akral hangat, kekuatan normal, tidak ada edema, perfusi baik Reflek Fisiologis : Refleks biseps (+/+) normal Refleks triseps (+/+) normal Refleks patella (+/+) normal Refleks normal Refleks Patalogis Refleks Babinski (-) Refleks Oppenheim (-) achilles (+/+)

13

A

kejang demam kompleks ISPA

Refleks Oppenheim (-) A kejang demam kompleks ISPA

A riwayat kompleks

kejang

demam

P

Injeksi

IVFD D5 P cefotaxim

jam mg IV

IVFD D5 P

ISPA teratasi Aff infus Injeksi cefotaxime stop, ganti dengan cefalexime 3x125 mg p.o Pulv dilanjutkan Sanmol (k/p) Diazepam 3x1 mg pulv p.o Diet MB 3x/hari 4x1 batuk cth

saline 1100 cc/24 jam 3x250 mg IV Mucopect 1/6 tab + cetirizin 1 mg : 2x1 pulv Sanmol 4x1 cth Diazepam 3x1 mg Makan Lunak 1250 Ekstra nebulizer :

saline 1100 cc/24 Injeksi 3x250

cefotaxim

Mucopect

1/6 tab + cetirizin 1 mg : 2x1 pulv cth Diazepam Makan 3x1 mg pulv Lunak 1250 kcal Sanmol 4x1

pulv kcal NaCl 0,9%

Bila sampai siang demam (-) : boleh pulang siang

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diagnosis Kerja 1. Definisi Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi (suhu rektal diatas 380C). Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.1,2 Angka kejadian (insidens) kejang demam Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan. Kejang disertai demam pada bayi KEJANG DEMAM

15

berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.1,2 Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa kejang demam lebih sering dijumpai pada anak laki-laki daripada perempuan, dengan perbandingan yang berkisar antara 1,4 : 1 dan 1,2 : 1.1 Tabel usia waktu kejang demam pertama. Usia (bulan) 01 16 6 12 Usia (tahun) 12 23 34 45 56 67 78 89 Jumlah Jumlah penderita 5 74 89 85 19 12 4 2 2 2 3 297 Persen (%) 1,7 25 30 28,6 6,3 4 1,3 0,7 0,7 0,7 1 100

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar kejang demam pertama yaitu 83,6% terjadi pada kurun usia 1 bulan sampai 2 tahun.1 Klasifikasi kejang demam 1. Menurut Prichard dan Mc Greals1 a. Kejang demam sederhana 1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan.

16

2. Usia penderita antara 6 bulan 4 tahun. 3. Suhu 1000F (37,780C) atau lebih. 4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit. 5. Keadaan neurologi (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal. 6. EEG yang dibuat setelah tidak demam adalah normal. b. Kejang demam tidak khas Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam tidak khas. 2. Menurut Livingston1 a. Kejang demam sederhana 1. Kejang bersifat umum. 2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit). 3. Usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun. 4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun. 5. EEG normal. b. Epilepsi yang dicetuskan oleh demam Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut di atas disebut sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Contoh epilepsi yang dicetuskan oleh demam menurut livingston, ialah : 1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal atau setempat.

17

2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan pertama kejang demam. 3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun. 4. Gambaran EEG, yang dibuat setelah anak tidak demam lagi, adalah abnormal. 3. Menurut Fukuyama1 a. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria) 1. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi. 2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun. 3. Serangan kejang demam pertama terjadi antara usia 6 bulan 6 tahun. 4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit. 5. Kejang tidak bersifat fokal. 6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang. 7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan. 8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat. b. Kejang demam kompleks Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, maka digolongkan sebagai kejang demam kompleks. 4. Klasifikasi lain2

18

a. Kejang demam sederhana (merupakan 80% di antara seluruh kejang demam) 1. Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. 2. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik (tanpa gerakan fokal). 3. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. b. Kejang demam kompleks (dengan salah satu ciri) 1. Kejang lama >15 menit. 2. Kejang fokal atau parsial satu sisi , atau kejang umum yang didahului kejang parsial. 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Penjelasan : 1. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. 2. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. 3. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam satu hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang demam. Etiologi Paling sering3 : 1. Infeksi virus saluran pernafasan atas.

19

2. Roseola 3. Otitis media akut Kejang demam juga dapat menandakan penyakit infeksi akut serius yang mendasari seperti sepsis atau meningitis bakteria.3 Tabel Penyebab demam pada 297 penderita kejang demam1 Penyebab demam Tonsilitis dan/atau faringitis Otitis media akut Enteritis/gastroenteritis Enteritis/gastroentiritis disertai dehidrasi Bronkitis Bronkopneumonia Morbili Varisela Dengue (demam berdarah) Tidak diketahui Jumlah penderita 100 91 22 44 17 38 12 1 1 66

Dari tabel diatas ternyata insiden tonsilitis/faringitis, otitis media akut dan gastroenteritis cukup tinggi, yaitu berturut 34%, 31%, dan 27%. Faktor genetik1 Sekitar 20%-25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (orang tua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam. Tsuboi mendapatkan bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam adalah 17% dan pada saudara kandungnya 22%. Pada penderita kejang demam, risiko saudara kandung berikutnya auntuk mendapat kejang demam adalah 10%. Namun bila satu dari orang tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami kejang demam, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%. Annegers mendapatkan bahwa risiko saudara kandung penderita kejang demam untuk mendapat kejang demam ialah 2-3 kali lebih besar daripada populasi umum.

20

Manifestasi klinis Manifestasi klinis dari kejang demam disesuaikan dengan klasifikasi. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis.3 Jika ada keragu-raguan berkenaan dengan kemungkinan meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) terindikasi.3 Patofisiologi Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran sel, dengan akibat terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.4 Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih.4 Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangan perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.4

21

Gambar Patofisiologi Kejang Demam Diagnosis banding Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.2

22

Pungsi lumbal Pemeriksaan adalah 0,6%-6,7%.2 Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada2 : 1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan. 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan. 3. Bayi >18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Elektroensefalografi Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.2 Pencitraan Foto x-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atau MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti2 : 1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis). 2. Paresis nervus VI. 3. Papiledema. Prognosis Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis

23

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.2 Kemungkinan mengalami kematian Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.2 Kemungkinan berulangnya kejang demam Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam : 1. Riwayat kejang demam pada keluarga. 2. Usia kurang dari 12 bulan. 3. Temperatur yang rendah saat kejang. 4. Cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.2 Tsunoda 1992 mendapatkan bahwa dari 188 penderita kejang demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa pengobatan dengan antikonvulsan, 97 penderita mengalami kambuh.1 Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar sepertiga penderita kejang demamakan mengalami kekambuhan satu kali atau lebih.1 Thorn I 1990, meneliti 1.587 penderita kejang demam pertama yang diikutinya selama lebih dari 2 tahun. Didapatkannya bahwa kejang demam kambuh pada 44% penderita yang tidak diobati, pada 21% penderita yang mendapat terapi

24

rumat dengan fenobarbital dan pada 21% penderita yang diberi terapi intermiten dengan diazepam per rektum.1 Faktor risiko terjadinya epilepsi Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah : 1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama. 2. Kejang demam kompleks. 3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung. Masing masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.1,2 Selain itu faktor risiko kejang demam untuk menjadi epilepsi adalah kejang demam pertama sebelum umur 9 bulan. Kemungkinan anak kejang demam jadi epilepsi pada yang tidak mempunyai faktor risiko adalah 1%.3 Penatalaksanaan Pada sebagian besar kasus kejang demam, kejang berlangsung singkat. Ketika penderita samapi di rumah sakit atau di tempat praktek dokter, kejang telah berhenti. Dalam hal demikian tindakan yang perlu ialah mencari penyebab demam, memberikan pengobatan yang adekuat terhadap penyebab tersebut, misalnya memberikan antibiotik yang sesuai untuk infeksi.1 Pada anak yang sedang mengalami kejang, dilakukan perawatan yang adekuat. Penderita dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka lega, tujuannya adalah agar suplai oksigen tetap terjamin. Bila perlu berikan oksigen. Fungsi vital, keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran perlu diikuti dengan seksama.1

25

Bila penderita masih belum sadar dan keadaan tersebut berlangsung lama, harus diperhatikan kebutuhan dan keadaan cairan, kalori dan elektrolit. Suhu yang tinggi harus segera diturunkan dengan kompres dingin atau mandi air dingin atau ditempatkan di kamar ber AC. Selimut dan pembungkus badan harus dibuka agar pendinginan badan berlangsung dengan baik.1 Selain itu, apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 12mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20mg.2 Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah adalah diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak usia dibawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak usia diatas 3 tahun.2 Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.2 Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tatap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,30,5 mg/kgBB.2 Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.2 Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat diruang intensive. Bila kejang berhenti, pemberian obat selannjutnya tergantung dari jeniskejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.2

26

Pemberian obat pada saat demam Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa pengguanaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.2 Anak yang hanya diberikan antipiretik tidak terlindung dari kambuhnya kejang demam.1 Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/ kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetil salisilat tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan sindrom Reye.2 Antikonvulsan Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu >38,50C. Dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritable dan sedasi yang cukup berat pada 25%-39% kasus.2 Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.2 Pemberian obat rumat Kejang demam sederhana tidak membutuhkan pengobatan rumat.1 Indikasi pemberian obat rumat2 Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukan cirri sebagai berikut : 2. 3. mental, hidrosefalus Kejang lama > 15 menit Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau

sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi

27

4.

Kejang fokal

Lama pemberian terapi rumat yang dianjurkan ialah sampai sekurangkurangnya 2 tahun, atau sampai 1 tahun sejak kejang terakhir. Penghentian antikonvulsan dilakukan bertahap selama 1-2 bulan. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila: 1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. 2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan. 3. Kejang demam 4 kali per tahun Penjelasan : 1. Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. 2. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. 3. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukan bahwa anak mempunyai fokus organik. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat. Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.2 Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping , maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.2 Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB per hari dalam 1-2 dosis.2

28

Edukasi pada orang tua: Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya2 : 1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 2. Memberitahukan cara penanganan kejang. 3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali. 4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat. Vaksinasi Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.2 2. INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) Definisi ISPA Istilah ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut :5

29

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernafasan. 3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut. Etiologi ISPA Secara umum, penyebab ISPA terbanyak (> 90%) adalah virus.6 Virus virus yang banyak ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak anak adalah Respiratory Sinsitial Virus (RSV), Adenovirus, Parainfluenza dan virus Influenza A dan B. Namun dalam beberapa jenis ISPA tertentu, bakteri berperan penting. Bahkan dalam epiglotitis yang merupakan salah satu kegawatan pediatrik, hampir selalu disebabkan oleh Haemophilus influenza. Banyak bakteri penyebab ISPA namun ada dua bakteri terpenting yaitu Streptococcus pneumonia (bakteri gram positif) dan Haemophilus influenza (bakteri gram negatif). Selain itu, bakteri lain yang perlu mendapat perhatian adalah Streptococcus pyogenes.6 Gejala ISPA6 a. Gejala ISPA Ringan Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1. Batuk.

30

2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis). 3. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir dari hidung. 4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37C. b. Gejala dari ISPA Sedang Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji. 2. Suhu lebih dari 39C (diukur dengan termometer). 3. Tenggorokan berwarna merah. 4. Timbul bercak - bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak. 5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga. 6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). c. Gejala ISPA Berat Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1. Bibir atau kulit membiru. 2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas. 3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun. 4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah. 5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas. 6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. 7. Tenggorokan berwarna merah. B. Diagnosis Banding

31

1. Demam Dengue7 Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Manifestasi klinis Masa tunas berkisar antara 3-5 hari. Awal penyakit umumnya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malaise. Dijumpai trias sindrom yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali. Gejala klinis lain yang sering terdapat adalah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk epistaksis, dan disuria. Disamping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Kelainan darah tepi demam dengue adalah leucopenia selama periode pra-demam dan demam, neutrofilia relative dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relative dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. 2. Demam berdarah dengue7 Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue Manifestasi klinis Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. Diagnosis Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan gejala klinis dan laboratorium : Klinis 1. demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari. 2. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena. 3. Pembesaran hati.

32

4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun, tekanan darah menurun disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah dan timbul sianosis di sekitar mulut.

Laboratorium 1. Trombositopenia ( 100.000/uL) 2. Hemokonsentrasi yang ditandai dengan peningkatan nilai hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesens. Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. 3. Otitis Media Akut8 Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering. Penyebab

33

Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus da da dan n kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.

Manifestasi klinis Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien, pada usia anak anak umumnya keluhan berupa

rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penih. Pada bayi gejala khas Otitis Media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit.

Diagnosis Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

Penyakitnya muncul mendadak (akut)

34

Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:o o o o

menggembungnya gendang telinga terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga cairan yang keluar dari telinga

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:o o

kemerahan pada gendang telinga nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.

35

BAB III ANALISA KASUS 1. Anamnesis : Dari anamnesis didapatkan pada saat kejang pasien sedang demam tinggi dan tidak ada penurunan kesadaran baik sebelum maupun sesudah kejang, hal itu menunjukkan demam pada saat kejang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Hal-hal tersebut mendukung ditegakkannya diagnosis kejang demam sesuai dengan Konsensus penatalaksanaan kejang demam tahun 2006 IDAI. Selain itu usia pasien juga memperkuat kejang demam karena menurut kepustakaan mengatakan biasanya kejang demam terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun dan puncaknya pada usia 14 18 bulan. Pasien mengalami kejang berulang sebanyak 2 kali, selama 3-5 menit dalam 24 jam, kejang berhenti sendiri, kejang bersifat umum. Hal tersebut diatas mendukung ditegakkannya diagnosis kejang demam kompleks karena sesuai dengan klasifikasi kejang demam kompleks menurut Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam tahun 2006 IDAI. Hal itu juga melemahkan diagnosis epilepsi yang dicetuskan oleh demam seperti kriteria Livingston. Pada anamnesis juga didapatkan pasien menderita batuk dan pilek sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan secret yang keluar jernih sehingga

36

ditegakkan juga diagnosis Infeksi Saluran Napas Akut bagian atas. Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang diderita oleh pasien ini sebagai proses ektrakranial yang bisa memicu terjadinya kejang demam pada pasien ini. Pada saat demam tidak disertai keluar cairan dari telinga dan sebelumnya juga tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga melemahkan diagnosis Otitis Media Akut. Tidak terdapat ruam-ruam pada kulit, tidak memiliki riwayat perdarahan seperti bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah darah dan buang air besar berdarah. Hal itu melemahkan diagnosis demam dengue dan demam berdarah dengue. Tidak adanya riwayat trauma pada kepala dan riwayat epilepsy di keluarga melemahkan diagnosis epilepsi. 2. Pemeriksaan fisik : Suhu tubuh pasien pada saat diperiksa 37,7oC, hal tersebut menunjukan bahwa suhu tubuh pasien berada diatas normal ( N axila= 34,7 37,30C). Nadi 84 x/menit reguler, kuat, isi cukup masih dalam batas normal (80150x/menit) hal tersebut melemahkan salah satu kriteria diagnosis DBD. Pada pemeriksaan hidung ditemukan sekret berwarna jernih dan pada pemeriksaan mulut didapatkan faring hiperemis. Hal-hal tersebut mendukung ditegakkannya diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang menjadi penyebab terjadinya kejang demam pada pasien ini. Tidak ada secret pada liang telinga dan tidak ada nyeri tekan telinga melemahkan diagnosis otitis media akut. Tidak ada pembesaran hati melemahkan salah satu kriteria diagnosis DBD. Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya peningkatan refleks fisiologis, tidak ditemukan adanya refleks patologis. Hal ini membuktikan adanya proses ekstrakranial yang memicu kejang demam dan tidak

37

didapatkannya deficit neurologis setelah demam. Hal tersebut juga melemahkan diagnosis epilepsi. Tidak adanya defisit neurologis setelah demam menunjukan bahwa prognosis pada pasien baik. Pemeriksaan rangsang meningeal tidak dilakukan karena menurut kepustakaan bila pasien datang dalam keadaan tidak kejang maka dokter sebagai penolong adalah mencari penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. 3. Pemeriksaan penunjang : Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium darah didapatkan leukosit meningkat yang menunjukkan kemungkinan besar adanya proses infeksi oleh bakteri. Hematokrit tidak meningkat dan trombosit dalam batas normal melemahkan kriteria laboratorium diagnosis DBD. Untuk pemeriksaan lumbal pungsi dan pecitraan kurang dibutuhkan pada pasien ini, Karena indikasi pungsi lumbal adalah menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Bila pasti bukan meningitis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) pada pasien ini tidak perlu dilakukan karena sesuai dengan kepustakaan, EEG dilakukan pada pasien dengan kejang demam yang tidak khas misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. Sedangkan pencitraan dilakukan hanya atas indikasi seperti adanya kelainan neurologik fokal yang menetap, paresis nervus VI dan papiledema. 4. Penatalaksanaan Pada penatalaksanaan pasien ini diberikan : A. IVFD Dextrose 5% - Saline 1100 cc/ 24 jam.

38

Normal salin (saline 0,9%) mempunyai osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Jika konsentrasi ion Na+ lebih rendah daripada serum maka cairan akan bersifat hipotonik yang menyebabkan cairan keluar dari dalam pembuluh darah ke jaringan sekitarnya. Terapi cairan hipotonik yang cepat dapat menyebabkan terjadinya efek merusak seperti hemolisis. Penambahan dekstrosa 5% akan menyebabkan cairan infus mempunyai osmolaritas yang sama atau lebih tinggi dari plasma, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.9 Pada pasien ini pemberian infus sangat dianjurkan karena untuk mencegah terjadinya hiperpireksia yang dapat mengakibatkan kehilangan cairan yang berlebihan. Penambahan dekstrosa 5% ini juga merupakan sumber kalori, dimana 5% dextrose berarti mengandung 200 kalori. Penentuan kebutuhan cairan menurut Holiday-Segar : Sampai 10 kg 11- 20 kg > 20 kg 100 ml/ kgBB 1000 ml + 50 ml/kgBB 1500 ml + 20 ml/kgBB

Maka kebutuhan cairan pada pasien ini (BB 11 kg) adalah : 1000 ml + (1 x 50)ml = 1050 ml/24 jam Pasien mendapat terapi cairan sebanyak 1100 cc melalui infus, hal ini kurang lebih sesuai dengan penghitungan rumus kebutuhan cairan Holiday Segar. A. Diet makanan lunak 1250 kcal. Dengan perhitungan kalori menggunakan RDA Calorie : Usia : 16 bulan (1 tahun 4 bulan), kebutuhan menurut RDA Calorie adalah 100 kcal. BB sekarang : 11 kg Kebutuhan kalori : 11 x 100 = 1100 kcal

39

Pada pasien ini terdapat kenaikan suhu 1oC ( kenaikan 1oC ~ kenaikan 13 % kebutuhan kalori) = 1 x 13 %x 1100 kcal = 143 kcal Total kebutuhan kalori = 1100 kcal + 143 kcal = 1243 kcal ~ 1250 kcal. Jumlah tersebut sesuai dengan yang diberikan terhadap pasien. B. Injeksi Cefotaxime 3x250 mg IV. Obat ini merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Obat ini sangat aktif terhadap berbagai kuman Gram-positif maupun Gram-negatif aerobik. Obat ini juga efektif untuk pengobatan meningitis oleh bakteri Gram-negatif.10 Pemberian antibiotik ini saya setuju jika melihat hasil laboratorium yang lebih mengarah ke infeksi bakteri. Namun hal tersebut masih belum pasti sehingga kemungkinan infeksi akibat bakteri juga masih besar namun belum diketahui apakah bakteri Gram-positif atau Gram-negatif sehingga pemberian Cefotaxim sesuai karena spektrumnya luas. Dosis Cefotaxim pada anak adalah 50-200 mg/kgBB/hari IV dalam 4-6 dosis. 50 mg x 11 kg = 550 mg 200 mg x 11 kg = 2200 mg Dosis yang bisa diberikan pada pasien ini adalah 550 mg 2200 mg per hari. Pemberian 3 x 250 mg IV perhari sudah sesuai dan berada pada rentang dosis yang tepat. Pada hari ketiga cefotaxim IV diganti dengan cefalexin 3x125mg p.o., sefaleksin merupakan antibiotic golongan sefalosporin generasi pertama. Dosis cefalexin adalah 25-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.10 25 mg x 11 kg = 275 mg/hari 50 mg x 11 kg = 550 mg/hari Dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 275mg 550 mg perhari. Jika 3x125 mg = 375 mg perhari, maka dosis yang diberikan sudah tepat karena berada pada rentang dosis yang sesuai. C. Sanmol (Paracetamol) 4x1cth. Sanmol syrup mengandung 120mg/5ml parasetamol. 1 cth (sendok teh) = 5 ml. Parasetamol mempunyai efek sebagai

40

analgesik dan antipiretik.10 Pemberian antipiretik pada pasien ini sangat dibutuhkan karena jika tidak diberikan antipiretik di khawatirkan akan terjadi kejang kembali. Dosis diberikan pada pasien ini berdasarkan konsensus penatalaksanaan kejang demam tahun 2006 IDAI dosisnya 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari. 10 mg x 11 kg = 110 mg 15 mg x 11 kg = 165 mg Dosis yang dapat diberikan pada pasien ini antara 110 mg 165 mg. Dosis 1 cth diberikan 4 kali sehari sudah tepat. D. Mucopect 1/6 tablet + cetirizine 1 mg = 2x1 pulv. Mucopect merupakan nama dagang dari Ambroksol sedangkan cetirizine. Ambroksol merupakan mukolitik yaitu obat yang dapat mengencerkan sekret saluran nafas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum.11 Pemberian ambroksol ini sesuai mengingat pasien mengalami ISPA dengan sekret hidung positif. Dosis ambroksol untuk anak adalah 1,2 1,6 mg/kgBB/hari. 1,2 x 11 kg = 13,2 mg 1,6 x 11 kg = 17,6 mg Dosis yang dapat diberikan pada pasien ini antara 13,2 mg 17,6 mg per hari. Sediaan tablet yang ada adalah 30 mg. Jika diberikan 1/6 tablet maka dosis yang diberikan adalah 1/6 x 30 = 5mg/kali diberikan 2x/hari = 10 mg perhari, hal ini menurut saya dirasa kurang jika melihat rentang dosis yang dapa diberikan. Cetirizine merupakan antihistamin 1 generasi kedua.10 Cetirizine menghambat mediator histamin fase awal dari reaksi alergi, juga menurunkan migrasi sel inflamasi dan melepaskan mediator yang berhubungan dengan respon alergi yang sudah lama. Pemberian obat ini juga sesuai pada pasien yang mengalami ISPA karena bisa mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh reaksi inflamasi. Dosis cetirizine untuk anak usia 1-2 tahun adalah 250 mikrogram/kgbb, 2 x sehari.7 250 mikrogram x 11 kg = 2750 mikrogram (2,75 mg).sediaan yang ada adalah tablet

41

10 mg. Jika diberikan 1 mg hal ini menurut saya dirasa kurang jika melihat dosis yang dibutuhkan sesuai umur dan berat badan pasien. Pemberian secara pulv (puyer) dilakukan untuk memudahkan pemberian kepada pasien mengingat umur pasien yang baru 16 bulan belum bisa untuk meminum obat tablet. E. Pada hari pertama pasien diberikan nebulisasi NaCl 0,9%. Tujuan nebulisasi adalah untuk mengencerkan sekret/dahak di saluran nafas dan paru-paru dengan menggunakan uap hangat sehingga mudah dikeluarkan. Uap hangat dihasilkan dari cairan PZ (NaCl 0,9%) yang telah diproses dalam nebulator. Bila perlu dapat ditambahkan dengan ventolin sebagai bronkodilator. Idealnya Nebulisasi dilakukan tiap 6 jam bila perlu sampai tiap 4 jam selama 10-15 menit. Hal ini sesuai untuk pasien mengingat ISPA yang dialami pasien dengan secret hidung yang positif.12 F. Diazepam 3 x 1 mg pulv. Pada pasien ini diberikan diazepam sesuai dengan kepustakaan bahwa pemberian diazepam oral dianjurkan sebagai metode yang efektif dan aman untuk mengurangi resiko kejang demam berulang. Pada mulanya setiap sakit demam dengan dosis 0,3 mg/kgBB/8 jam diberikan selama sakit yang biasanya pemberian 2-3 hari, karena memiliki efek samping yang ringan dibandingkan antikonvulsan lain, tetapi pemberian diazepam ini harus diperhatikan karena apabila pemberian dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan efek samping sedasi, ataksia dan iritabel. 0,3 mg x 11kg = 3,3 mg/ 8 jam. Jika hanya diberikan 1 mg tiap 8 jam menurut saya kurang jika melihat dosis yang disesuaikan dengan umur dan berat badan pasien.

5. Kesimpulan analisis kasus

42

Berdasarkan hasil analisis, saya setuju dengan diagnosis kejang demam kompelks dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Penatalaksanaan pada pasien ini juga sudah sesuai hanya saja pada beberapa obat ada yang dirasa dosisnya kurang. Pemberian rumatan pada pasien ini dipertimbangkan karena kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Obat pilihan pertama saat ini ialah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis; diberikan selama 1 tahun bebas kejang. Kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. 6. Prognosis Berdasarkan perjalanan penyakit dari pasien ini, prognosis dari pasien ini baik karena tidak ada penurunan kesadaran dan tidak ada defisit neurologis. Faktor risiko berulangnya kejang demam pada pasien ini tetap ada walaupun hanya 10-15%. Faktor risiko epilepsi pada pasien ini juga ada, meskipun hanya 4-6%. 7. Edukasi pada orang tua a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. b. Memberitahukan cara penanganan kejang. c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali. d. Pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

43

Daftar pustaka 1. Lumbantobing S M. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2004. 2. Pusponegoro, Hardiono D.,dkk.Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta:Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia,2006. 3. Nelson, Behrman, Kliegman, et al. Kejang-Kejang pada Masa Anak dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak,Volume 3,edisi 15 ,Jakarta:EGC,2000.Hal 2059-2063. 4. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Kejang Demam. Dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:FKUI,2002. Hal :847-855. 5. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut UntukPenanggulangan Pneumonia pada Balita. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2002

6. Rahajoe Nastiti N, Supriyatno Bambang, Setyanto Darmawan Budi. Buku AjarRespirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2008.

7. Soedarmo Sumarmo S. Poorwo, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2008 8. Soetomenggolo ,Buku Ajar Neurologi Anak.Jakarta:EGC.1999. Hal 245-251 9. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : Gaya Baru, 2007.

44

10. www.farmasiku.com 11. Bagaimana merawat trakheostomi. Diunduh tanggal 20 januari 2011 dari : http://afvantrikurniawan.com/surgery-articles/head-and-necksurgery/bagaimana-merawat-tracheostomi