PLASENTA PREVIA1. Pengertian
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).
2. Etiologi Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa
pendapat para ahli, penyebab plasenta previa yaitu :a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
3. PredisposisiMenurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian
plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
4. Komplikasi
Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba (2001), adapun komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu : a. Komplikasi pada ibu, antara lain : perdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta dengan inersio di depan., infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta
di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui. b. Komplikasi pada janin, antara lain : prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterine sampai dengan kematian. Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara lain : a. Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak
plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok.
b. Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke parametrium dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan mungkin inkerta.
c. Servik dan segmen bawah raim yangrapuh dan kaya akan pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.
5. PatofisiologiMenurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada
trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
6. PenangananPenanganan aktif bila : a. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.b. Anak mati
Perawatan konservatif berupa :a. Istirahat.b. Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
c. Memberikan antibiotik bila ada indikasii.d. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
Penanganan aktif berupa :a. Persalinan per vaginam.b. Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan:
a. Plasenta previa marginalisb. Plasenta previa letak rendahc. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang,
kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
Indikasi melakukan seksio sesar :a. Plasenta previa totalisb. Perdarahan banyak tanpa henti.c. Presentase abnormal.d. Panggul sempit.e. Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang).
7. Tanda dan GejalaTanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :a. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.b. Darah biasanya berwarna merah segar.c. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.e. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali
bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
SULOSIO PLASENTA
1. Pengertian Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang
normal pada uterus (korpus uteri), sebelum janin dilahirkan. (Wiknjosastro,2007)Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu. (Mochtar,1998)
Batasan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester ketiga (Manuaba,1998)
2. EtiologiSebab primer solusio plasenta belum jelas tapi diduga bahwa penyebabnya
adalah :
a. Hipertensi assentiaus atau pre eklamsi, dekompresi uterus mendadak.
b. Tali pusat yang pendek, anomali atau tumor uterus defisiensi gizi.
c. Trauma, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan kokain.
d. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior.
e. Uterus yang sangat mengecil (hydramnion/ gemeli) obstruksi vena kava
inferior dan vena ovarika
Disamping itu juga ada pengaruh terhadap :
a. Umur lanjut
b. Multiparitas
c. Defisiensi ac. Folicum
Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam decidua basalis,
terjadilah hematoma dalam decidua yang mengangkat lapisan-lapisan
diatasnya. Hematoma ini makin lama makin besar, sehingga bagian plasenta
yang terlepas dan tak berfaal. Akhirnya hematoma mencapai pinggir placenta
dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim.(Mansjoer, 2001)
3. Kasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta
a. Solusio plasenta partsialis
Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari tepat pelekatnya.
b. Solusio plasenta totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya
c. Prolapsus plasenta
Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
Menurut derajat solusio plasenta dibagi menjadi :
a. Solusio plasenta ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak
berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginan berwarna
kehitaman dan sedikit. Perut terasa agk sakit atau terus menerus agak tegang.
Bagian janin masih mudah diraba, perdarahan kurang dari 100 – 200 cc, uterus
tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang
dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%.
b. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat timbul
perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan
pervaginan. Dinding uterus teraba tegang.
Perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pra renjatan, gawat
janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ sampai 2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita shock.
Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, biasanya janin
telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada lebih dari 2/3 bagian
permukaan atau keseluruhan bagian permukaan.
4. Predisposisi
Faktor predisposisi solusio plasenta antara lain : a. usia ibu semakin tuab. multi paritasc. preeclampsiad. hipertensi kronike. ketuban pecah pada kehamilan pretermf. merokokg. trombofiliah. pengguna kokaini. riwayat solusio plasenta sebelumnyaj. mioma uteri.
5. Kompikasi
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III .
Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terlihat.
b.Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang
umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik.
c.Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan
di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi
biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
Fetal distress, Gangguan pertumbuhan/perkembangan, Hipoksia, anemia, Kematian.
6. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak
jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan
tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta
lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya
dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah
besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina; atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban; atau mengadakan
ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat, seluruh permukaaanuterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini
disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus
seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan
miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke
dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,
yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darahtidak hanya di
uterus,akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.Perfusi ginjal akan terganggu
karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi
akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat
nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan
kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh
sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan
ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai
persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.
(Wiknjosastro, 2007)
7. Penanganan
Penanganan solusio plasenta menurut Manuaba:
a. Solusio plasenta ringan.
b. Perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak.
c. Keadaan janin masih dapat dilakukan penanganan konservatif.
d. Perdarahan berlangsung terus ketegangan makin meningkat, dengan janin
yang masih baik dilakukan sectio cesaria.
e. Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur
dilakukan perawatan inap
Solusio plasenta tingkat sedang dan berat.
Penanganannya dilakukan di rumah sakit karena dapat membahayakan
jiwa penderita. Tatalaksananya adalah:
a. Pemasangan infus dan tranfusi darah.
b. Memecahkan ketuban.
c. Induksi persalinan atau dilakukan SC.
Oleh karena itu, penanganan solusio plasenta sedang dan berat harus
dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang mencukupi.
Sikap bidan dalam menghadapi solusio plasenta.
Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan
pertolongan kebidanan, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian
ibu maupun perinatal. Dalam menghadapi perdarahan pada kehamilan, sikap bidan
yang paling utama adalah melakukan rujukan ke rumah sakit.
Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :
a. Pemasangan infus
b. Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
c. Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
d. Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya
e. Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan
pertolongan pertama
Pertolongan solusio plasenta di RS menurut Marmi:
a. Transfusi darah
b. Pemecahan ketuban
c. Infus oksitosin
d. Di SC, jika perlu
8. Tanda dan Gejala
Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa
saat kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga menyebabkan terjadinya
hematoma retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang
terkelupas menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.
Gejala klinik tergantung pada luas plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan
plasenta (concealed atau revealed). Pada 30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu
besar dan tidak memberikasn gejala dan diagnosa ditegakkan secara retrospektif
setelah anak lahir dengan terlihatnya hematoma retroplasenta
Bila lepasnya plasenta mengenai daerah luas, terjadi nyeri abdomen dan uterus
yang tegang disertai dengan :
a. Gawat janin (50% penderita)
b. Janin mati ( 15%)
c. Tetania uteri
d. DIC- Disseminated Intravascular Coagulation
e. Renjatan hipovolemik
f. Perdarahan pervaginam ( 80% penderita)
g. Uterus yang tegang (2/3 penderita)
h. Kontraksi uterus abnormal (1/3 penderita
Bila separasi plasenta terjadi dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan
tidak terdapat tanda-tanda uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi
biasanya tidak terlampau banyak ( 50 – 150 cc) dan berwarna kehitaman.
RUPTURA UTERI
1. Pengertian
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium.
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
2. Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:a. Ruptur Uteri Gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.b. Ruptur Uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:a. Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
b. Segmen Bawah RahimBiasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah
lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.c. Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi danekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
d. Kolpoporeksis-KolporeksisRobekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:a. Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga
uterus dengan bahaya peritonitis.b. Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Menurut etiologinya, ruptur uteri dapat dibedakan:a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter
dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion
dimana dinding rahim tipis dan regang.b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul
sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.
Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan traumlain seperti:
1) Ekstraksi Forsep2) Versi dan ekstraksi3) Embriotomi4) Versi Braxton Hicks5) Sindroma tolakan (Pushing syndrome)6) Manual plasenta7) Kuretase8) Ekspresi Kristeller atau Crede9) Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan10) Trauma tumpul dan tajam dari luar.
Menurut Gejala Klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:a. Ruptur Uteri Iminens (membakat=mengancam)b. Ruptur Uteri sebenarnya.
3. Etiologia. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterusb. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lamac. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah
uterus ).
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.a. Dramatis.b. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak.c. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyerid. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
e. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
f. Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulug. Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggulh. Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibui. Bagian janin lebih mudah dipalpasij. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak
ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengark. Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping
janin ( janin seperti berada diluar uterus ).l. Tenangm. Kemungkinan terjadi muntahn. Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomeno. Nyeri berat pada suprapubisp. Kontraksi uterus hipotonikq. Perkembangan persalinan menurunr. Perasaan ingin pingsans. Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )t. Perdarahan vagina ( kadang-kadang )u. Tanda-tanda syok progresifv. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau
kontraksi mungkin tidak dirasakanw. DJJ mungkin akan hilang
5. PredisposisiFaktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah :
a. Multiparitasb. stimulus oksitosin
6. Komplikasi
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada ruptura uteri. Syok hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infuse cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfuse darah segar. Infeksi berat umumnya terjadi pada kiriman di mana ruptura uteri telah terjadi sebelum tiba dirumah sakit dan telah mengalami manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Syok hipovolemik dan sepsis merupakan sebab-sebab utama yang meninggikan angka kematian maternal dalam obstertrik.
7. Diagnosis
Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptura uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala Ruptur Uteri Iminens/mengancam :a. Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan,
partus sudah lama berlangsung.b. Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperutc. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang
kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.d. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.e. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu
mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).f. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.g. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan
keras terutama sebelah kiri atau keduanya.h. Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan
SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.i. Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan
melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
j. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.
k. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)l. Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi,
seperti oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
8. Patofisiologik. Ruptur uteri spontan.
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pada suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.. Disini ditengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkab ruptur uteri.
l. Ruptur uteri traumatic.Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan. Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta. Disini karena dystosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain adalah ketika melakukan embriotomi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui terjadinya ruptur uteri.
m. Ruptur uteri pada luka bekas parut.Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pad bekas parut sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementar itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas luka. Jika arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok, janin dalam uterus meningggal pula
9. PenangananUntuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim,
bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada
kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa
dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak
akan bisa diterima.Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan
laparotomi dengan tindakan jenis operasi:a. Histerektomi, baik total maupun subtotal.b. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.c. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang
cukup.Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor,
antara lain:a. Keadaan umumb. Jenis ruptur, inkompleta atau kompletac. Jenis luka robekand. Tempat lukae. Perdarahan dari lukaf. Umur dan jumlah anak hidupg. Kemampuan dan keterampilan penolong