PENGEMBANGAN BAHAN AJAR
ILMU NEGARA
KONSEPSI FUNDAMENTAL NEGARA
PENYUSUN:
MADE NURMAWATI, S.H., M.H.
I NENGAH SUANTRA, S.H., M.H.
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS HUKUM
DENPASAR
2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat karuniaNya,
penulisan materi yang merupakan pengembangan bahan ajar Ilmu Negara berhasil
diselesaikan. Bahan Ajar dari mata kuliah Ilmu Negara ini dimaksudkan sebagai
pengembangan pelaksanaan proses pembelajaran, baik untuk mahasiswa maupun bagi dosen
dan tutor, sehingga diharapkan pelaksanaan perkuliahan berjalan lebih baik dan sesuai
dengan rencana dan jadwal yang ditentukan di dalam buku ajar.
Substansi merupakan pengembangan dari materi tentang “Negara” , yang kemudian
dirubah menjadi “ Konsepsi Fundamental Negara”, karena materi yang diberikan merupakan
materi-materi fundamental terkait “Negara”. Dalam Pengembangan mata kuliah ini dimuat :
identitas mata kuliah, tim penyusun, tugas-tugas, latihan , tutorial dan bahan bacaan.
Dengan selesainya Pengembangan Bahan Ajar ini, sepatutnya diucapkan terima kasih
yang tulus kepada: Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah menerbitkan
surat tugas dalam penyusunan bahan kajian ini. Terimakasih pula kepada kolega yang
bersama-sama merampungkan pengembangan bahan ajar ini.
Akhirnya, mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan pada bahan kajian ini.
Semoga bermanfaat terhadap pelaksanaan proses pembelajaran dan mencapai hasil sesuai
dengan kompetensi yang direncanakan.
Denpasar, 14 Desember 2017
Penyusun.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................iii
IDENTITAS MATA KULIAH ............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 2
KONSEPSI FUNDAMENTAL NEGARA ........................................................................................... 4
1. Pendahuluan .................................................................................................................................. 4
2. Capaian Pembelajaran ................................................................................................................... 4
3. Indikator Capaian .......................................................................................................................... 4
4. Istilah dan Pengertian Negara ....................................................................................................... 4
5. Hakikat Negara ........................................................................................................................... 13
6. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Negara ................................................................................................ 19
7. Tujuan dan Fungsi Negara .......................................................................................................... 35
8. Penutup ....................................................................................................................................... 43
Bahan Bacaan ................................................................................................................................. 45
TUTORIAL ........................................................................................................................................ 47
UNSUR-UNSUR, CIRI-CIRI, TUJUAN DAN FUNGSI NEGARA .................................................. 47
1.Pendahuluan ................................................................................................................................. 47
2. Study Task ................................................................................................................................... 47
3. Discussion task ........................................................................................................................... 48
4.Penutup ........................................................................................................................................ 49
BAHAN BACAAN ............................................................................................................................ 49
IDENTITAS MATA KULIAH
Program Studi : Sarjana (S1) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Nama /Kode : Ilmu Negara/BNI 1303
Jumlah SKS : 3
Pengajar : 1. Made Nurmawati, S.H., M.H.
2. I Nengah Suantra, S.H., M.H.
Capaian Pembelajaran : Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
memahami aspek-aspek keilmuan dari Ilmu Negara; kualifikasi, hakikat, tujuan dan
fungsi negara; teori-teori kekuasaan dan ajaran kedaulatan; timbul dan lenyapnya negara;
tipe-tipe negara; bentuk negara dan pemerintahan; serta susunan dan hubungan antar-
negara.
Indikator Capaian: mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan terminologi dan pengertian Ilmu Negara; kedudukan Ilmu Negara dalam
kurikulum dan Ilmu Hukum.
2. Menjelaskan obyek, runglingkup, dan menggambarkan sistematika Ilmu Negara,
menjelaskan metode, dan hubungan Ilmu Negara dengan ilmu-ilmu kenegaraan lain.
3. Menjelaskan istilah, pengertian negara, dan hakikat negara; membedakan unsur-unsur
dan ciri-ciri negara serta tujuan dan fungsi negara.
4. Menjelaskan pengertian kekuasaan dan kewibawaan, serta menggambarkan legitimasi
kekuasaan, dan teori kedaulatan.
5. Menjelaskan dan menguraikan teori-teori timbul negara dan lenyapnya negara.
6. Menguraikan dan memberikan contoh tipe-tipe negara berdasarkan sejarah dan
hukum/hubungan pemerintah dan rakyat.
7. Membedakan pengertian bentuk negara dan pemerintahan, menjelaskan dan
menggambarkan teori-teori bentuk negara dan bentuk pemerintahan; serta
menjelaskan susunan negara dan hubungan antarnegara.
Mata kuliah Prasyarat : -
Deskripsi mata Kuliah : Ilmu Negara merupakan mata kuliah wajib di dalam kurikulum
inti Fakultas Hukum di Indonesia, yang menjadi ilmu pengetahuan dasar mengenai negara
dan hukum yang akan didalami lebih lanjut dalam mata kuliah pada cabang-cabang ilmu
hukum, terutama Hukum Tata Negara; Hukum Administrasi Negara dan Hukum
Internasional. Karena itu, bahasan dalam mata kuliah meliputi aspek-aspek keilmuan Ilmu
Negara; kualifikasi, hakikat, tujuan dan fungsi negara; teori-teori kekuasaan dan ajaran
2
kedaulatan; timbul dan lenyapnya negara; tipe-tipe Negara; bentuk negara dan
pemerintahan; serta susunan dan hubungan antar-negara.
Perkuliahan berusaha sejauh mungkin untuk mengkorelasikan teori-teori mengenai
negara dan hukum dengan realita melalui berbagai contoh yang diberikan dalam
perkuliahan terutama didiskusikan dalam kegiatan tutorial. Dengan demikian, pada akhir
perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu memahami aspek-aspek keilmuan dari Ilmu
Negara; kualifikasi, hakikat, tujuan dan fungsi negara; teori-teori kekuasaan dan ajaran
kedaulatan; timbul dan lenyapnya negara; tipe-tipe Negara; bentuk negara dan
pemerintahan; serta susunan dan hubungan antar-negara.
PENDAHULUAN
1. Pengembangan bahan ajar ”Konsepsi Fundamental Negara” mencakup materi mengenai
peristilahan, pengertian, kualifikasi, ciri-ciri, hakikat, tujuan dan fungsi negara.
2. Capaian pembelajaran yang diharapkan dari bahan ajar ini adalah pada akhir perkuliahan
mahasiswa mampu memahami konsep-konsep fundamental negara.
3. Mahasiswa akan lebih mudah memahami materi bahan ajar ini apabila mahasiswa telah
memiliki capapai pembelajaran atas bahan ajar mengenai aspek-aspek keilmuan dari Ilmu
Negara, terutama mengenai obyek Ilmu Negara.
4. Capaian pembelajaran atas bahan ajar ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa, secara
teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis bagi mahasiswa adalah mahasiswa memiliki
kemampuan menguraikan konsep-konsep fundamental negara. Sedangkan manfaat praktis
bagi mahasiswa yaitu mahasiswa memiliki kemampuan mengemukakan pendapat dan
menganalisis mengenai peristilahan, pengertian, kualifikasi, ciri-ciri, hakikat, tujuan dan
fungsi negara.
5. Sistematika penyajian atas bahan ajar ini adalah sebagai berikut:
a. Istilah dan Pengertian Negara.
b. Hakekat Negara.
c. Unsur dan Ciri-Ciri Negara.
d. Tujuan dan Fungsi Negara.
6. Petunjuk Belajar:
a. Mahasiswa melakukan self study, melakukan penelusuran sumber belajar paling
kurang yang sudah dicantumkan dan digunakan dalam bahan ajar ini. Membaca bahan
ajar dan melakukan pengayaan berdasarkan hasil bacaan dari sumber belajar.
3
b. Membuat rangkuman atas bahan ajar ini dan mencatat hasil membaca sumber belajar.
c. Berdiskusi – bertanya kepada dosen yang memberikan kuliah atas substansi yang
dianggap belum jelas dalam bahan ajar ini.
d. Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari paling banyak 10 orang. Berdiskusi di
dalam kelompok dan membuat laporan hasil diskusi.
4
KONSEPSI FUNDAMENTAL NEGARA
1. Pendahuluan
Pada Pengdembangan Bahan Ajar ini dibahas beberapa hal pokok terkait negara yaitu:
istilah dan pengertian negara, hakikat negara, unsur-unsur dan sifat-sifat negara serta tujuan
dan fungsi negara. Melalui perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memahami hal-hal yang
berkaitan dengan negara seperti arti negara, apa unsur-unsur negara,ciri-ciri dan sifat negara
serta apa yang merupakan tujuan dan fungsi negara.
2. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari dan mendiskusikan materi bahan ajar ini, mahasiswa memahami
peristilahan dan pengertian negara, hakikat negara, unsur-unsur dan ciri-ciri negara serta
tujuan dan fungsi negara.
3. Indikator Capaian
Capaian pembelajaran dinilai berdasarkan indikator capaian pembelajaran dari
masing-masing mahasiswa. Adapun indikator capaian yaitu, mahasiswa mampu:
a. menjelaskan peristilahan dan pengertian Negara;
b. menjelaskan hakikat Negara dalam perspektif historis dan doktrin;
c. menguraikan unsur dan ciri-ciri negara serta mampu membedakan negara dan organisasi
lain dalam negara; dan
d. menguraikan tujuan dan fungsi negara.
4. Istilah dan Pengertian Negara
Istilah Negara dalam perkembangannya sudah digunakan sejak zaman dahulu.
Bahkan, F. Fukuyama mengkonstantir negara sebagai lembaga purba manusia yang sudah
ada sekitar 10.000 tahun yang lampau ketika masyarakat pertanian pertama tumbuh di
5
Mesopotamia.1 Perkembangan eksistensi negara dapat dilihat berdasarkan periodisasi zaman
menurut rentang waktu, yaitu Zaman Kuno/klasik, Zaman Tengah, Zaman Modern dan
Zaman Kontemporer. Namun ada juga yang menggunakan pembagian pemikiran berdasarkan
tempat, yakni: Yunani,Romawi, Cina, Arab dan sebagainya.2 Penggunaan periodisasi
misalnya pada zaman Yunani Kuno, Plato menulis buku dengan judul Politeia atau soal-soal
kenegaraan. Buku Plato yang lain berjudul Politics atau Ilmu Kenegaraan – ilmu tentang
Polis atau negara kota. Aristoteles (384-322 SM) dalam bukunya Politica sudah merumuskan
pengertian Negara. Saat itu, istilah polis diartikan sebagai Negara kota (city state) yang
berfungsi sebagai tempat tinggal bersama warga Negara dengan pemerintah dan benteng
untuk menjaga keamanan dari serangan musuh. Pada waktyu itu Negara hanya meliputi
lingkungan kota – seluas kota sehingga disebut sebagai negara kota. Contoh Negara dalam
bentuk polis misalnya adalah Sparta dan Athena yang pada saat itu sudah mengenal
pemerintahan dengan sistem demokrasi langsung.
Selanjutnya istilah Negara dikenal di berbagai belahan dunia. Di Cina sudah dikenal
adanya negara dengan birokrasi yang terlatih dalam ribuan tahun lalu. Sementara itu di
Eropa, dalam mana dipersepsikan sebagai lahirnya negara modern timbul sekitar empat atau
lima ratus tahun sejak konsolidasi kerajaan-kerajaan Prancis, Spanyol dan Swedia.3
Di Negara-negara Barat pada mulanya, bahkan hingga sekarang masih ada kesan
bahwa Negara disamakan artinya dengan kerajaan. Ada beberapa istilah yang berkonotasi
pada kerajaan seperti Rijk, Reich, dan Imperium. Kata Rijk (bahasa Belanda) dan Reich
(bahasa Jerman) berasal dari perkataan dalam bahasa Latin yaitu rex yang artinya kerajaan.
Hingga sekarang masih ada yang menggunakan perkataan ini. Misalnya untuk menamakan
negara Perancis disebut Frankrijk atau Frankreich, padahal Perancis tidak lagi sebuah
1 Francis Fukuyama, 2005, Memperkuat Negara Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21, Terjemahan:
State-Building: Governance and World Order in the 21st Century, Penerjemah: A. Zaim Rofiqi, Kerja sama
Kedutaan Besar Amerika Serikat, Freedom Institute, dan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1. 2Pudja Pramana, 2009, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogyakarta, hlm.31
3Francis Fukuyama, 2005, Loc. Cit.
6
kerajaan, melainkan sudah menjadi republik. Ada pula yang mengartikan negara sama
dengan raja. Hal itu tampak dari ucapan maharaja Louis XIV: L’etat c’est Moi. Timbulnya
pandangan yang menganalogkan negara dengan raja karena kekuasaan raja yang demikian
besar dan kuat, bahkan absolut serta turun temurun sehingga setiap yang berpikir tentang
negara sudah tentu tertuju pada raja, padahal raja tidak sama dengan negara.
Istilah Imperium digunakan sejak zaman Romawi, namun masih ada bekasnya hingga
sekarang. Misalnya perkataan Imperium Romanium yang berarti daerah kekuasaan atau
negara Romawi.4 Pada abab XV orang-orang Romawi menggunakan istilah stato ( Bahasa
Latin). Dari kata stato inilah kemudian lahir kata staat atau state yang berarti negara. Kata
stato digunakan oleh Kedutaan Itali untuk menyatakan sebagaian dari pangkat negeri.
Selanjutnya diartikan juga sebagai pegawai-pegawai negeri dan orang yang memegang
kekuasaan beserta para pengikutnya. Akhirnya, kata stato diartikan pula sebagai susunan
kekuasaan di suatu daerah tertentu.5
Ada berbagai istilah asing berkaitan dengan ”negara” antara lain; staat (Bahasa
Belanda), state (Inggris), d,etat (Prancis), estado (Spanyol), Stato (Italia). Istilah staat, state
ataupun d’etat ini secara etimologis berasal dari istilah dalam Bahasa Latin status atau
statum, yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri; membuat berdiri; menempatkan
berdiri.6 George Jellinek (yang kemudian dikenal sebagai bapak Ilmu Negara) menyatakan
bahwa kata statum ketika itu diartikan sebagai konstitusi atau die Verpassung, die Ordnung.7
Pada masa Cicero, seorang filosof kenamaan yang hidup sekitar tahun 104 – 43 SM, statum
diartikan sebagai station atau standing yang dihubungkan dengan kedudukan orang
perorangan seperti dalam kata republicae atau res publica. Selanjutnya istilah statum
berkembang di beberapa Negara menjadi beberapa istilah, misalnya personal estate, artinya
4Victor Situmorang, 1987, Intisari Ilmu Negara, Cetakan pertama, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 14. 5Victor Situmorang, 1987, Op. Cit. hlm. 15. 6 Soetomo, 1993, Ilmu Negara, Usaha Nasional, Surabaya, hlm. 20. 7http://astriboy.blogspot.co.id/2015/07/kajian-ilmu-negara-bab-i-istilah-dan.html
7
suatu majelis perwakilan rakyat, suatu dewan golongan sosial masyarakat.8 Rudolf
Krannenburg dalam bukunya Algemene Staatsleer, menyatakan bahwa kata le state pada
bahasa Italia juga berasal dari kata status yang mempunyai dua arti yaitu: pertama,
merupakan keseluruhan jabatan-jabatan tetap dan kedua merupakan pejabat dari jabatan
tersebut.
Sementara itu, dalam kepustakaan Ilmu Politik dikenal istilah State dei Medici, State
die Firene dan State delle Chesa. Sedangkan Fred Isjwara dalam bukunya “Pengantar Ilmu
Politik” menyatakan bahwa kata Le State tidak dapat dipergunakan bagi polis Yunani
maupun Negara Feodal dari abad pertengahan yang pada waktu itu masih merupakan estate
atau standen staat. Istilah le State itu tepat untuk menunjukkan sistem fungsi dan segenap
orang umum yang tersusun rapi yang mendiami suatu territorial tertentu dan muncul pada
abad XVII.9
Orang yang pertama menggunakan dan mengalihkan kata state dari kata status adalah
Niccolo Machiavelli dalam bukunya yang termasyur Il Principle (The Prince atau Sang
Penguasa. Ia mengartikan Negara sebagai kekuasaan yang mengajarkan bagaimana raja
memerintah dengan sebaik-baiknya. Machiavelli dalam suratnya kepada yang mulia Lorenzo
De’ Medici ada menyatakan bahwa “Saya yang berasal dari kalangan rendah kedudukan
sosialnya, tidak ingin dianggap terlalu lancang membicarakan dan memberikan petunjuk
bagaimana para raja harus memerintah; …” Selanjutnya dinyatakan bahwa “…, untuk dapat
memahami sepenuhnya sifat dan ciri rakyat, orang harus menjadi raja, dan untuk memahami
sepenuhnya ciri dan sifat raja-raja, orang harus menjadi seorang warga negara biasa.”10
Meskipun Machiavelli adalah orang pertama yang menggunakan dan mengalihkan istilah
state dari kata statum tersebut sebagai pengertian Negara yang konkrit, tidak berarti
8Ibid. 9F.Isjawara, 1980, Pengantar Ilmu Politik, Cetakan ke-7, Bina Cipta, Jakarta, hlm. 91.. 10 Niccolo Machiavelli, 1987, Sang Penguasa Surat Seorang Negarawan Kepada Pemimpin Republik, alih
bahasa: C. Woekirsari, PT Gramedia, Jakarta, hlm. 2.
8
pengertian Negara pada masa Machiavelli itu sama seperti apa yang dikenal sekarang.
Pengertian “Negara” masa tersebut (masa Machiavelli) diartikan sebagai “Negara kota”,
karena “Negara (khsususnya Italia) ketika itu berupa “negara-negara kota atau “republik-
repulik kota”.
Di Indonesia perkataan Negara telah dikenal sejak zaman purbakala. Dalam Bahasa
Jawa Kuno kata Negara sama artinya dengan kerajaan, keraton, atau juga rakyat.11 Dari segi
etimologi, istilah ”negara” berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu ”nagari” atau ”negara” yang
berarti ”kota”, yang sudah dipergunakan sejak abad V. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya penamaan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Nama negara juga digunakan
sebagai nama raja-raja terkenal seperti pada abad XIII kata negara digunakan untuk nama raja
kerajaan Singosari ialah Kertanegara; raja Jayanegara dan Rajasanegara sebagai raja
kerajaaan Majapahit pada abad XIV. Pada tahun 1365 istilah “nagara” dipakai sebagai
penamaan kitab Majapahit yang sangat termasyur “Negara Kertagama” oleh Mpu Prapanca
yang menggambarkan keadaan pemerintahan Majapahit. Istilah negara juga digunakan untuk
penyebutan suatu persekutuan hidup di dalam wilayah negara Indonesia seperti nagari di
Sumatra Barat, dan ada pula pepatah Jawa yang menyatakan Desa mawa cara, negara mawa
tata. Jadi, istilah "negara" sudah dipakai terlebih dahulu di Indonesia jauh sebelum bangsa
Eropa.
Dengan demikian perkataan negara (modern) dalam istilah maupun pengertiannya,
sesungguhnya merupakan anak kandung dunia barat, tepatnya Eropa Barat. Istilah tersebut
melalui pertumbuhan secara evolusi berabad-abad. Ia baru lahir pada abad ke XVI.12 Sejak
kata "negara" diterima sebagai pengertian yang menunjukkan organisasi bangsa yang bersifat
teritorial (kewilayahan) dan mempunyai kekuasaan tertinggi, yang perlu ada untuk
11E. Utrecht; 1966, Pengantar Ilmu Hukum, Ichtiar, Jakarta, hlm. 288.
12E. Utrecht; Loc. Cit.
9
menyelenggarakan kepentingan bersama dan mencapai tujuan bersama, sejak itu pula kata
"negara" ditafsirkan dalam berbagai arti antara lain sebagai berikut:
1) "Negara" dipakai dalam arti penguasa, yaitu orang yang melakukan kekuasaan
tertinggi atas persekutuan rakyat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu;
2) "Negara" dipakai dalam arti persekutuan rakyat, yaitu suatu bangsa yang hidup di
suatu daerah, dengan di bawah kekuasaan tertinggi menurut kaidah-kaidah hukum
yang sama.
Dengan demikian maka dari penafsiran di atas dapat diketahui bahwa pengertian negara dapat
dibedakan menjadi dua yaitu dalam arti formal dan material. Dalam arti formal, pengertian
negara adalah suatu organisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat. Negara diartikan
seagai pemerintah (staat-overheid). Karakteristik negara yaitu kewenangan pemerintah untuk
menjalankan paksaan fisik secara legal. Dalam pengertian ini, negara selalu merupakan
organisasi kekuasaan yang mencakup seluruh wilayah, bangsa dan pemerintahannya. Dalam
arti material, negara adalah suatu masyarakat (staat-gemenschaap) atau negara sebagai
persekutuan hidup13 Di sini negara sebagai suatu wadah bersekutu orang-orang sebagai suatu
kawan – berkawan, sebagai suatu keluarga menurut Plato; negara sebagai suatu ikatan orang-
orang yang memiliki kepentingan yang sama di dalam suatu wilayah tertentu. Dalam arti
material, negara dipandang sebagai institusi social sehingga sebagai salah satu institusi
daripada institusi-institusi lain dalam suatu masyarakat. Negara dipersonifikasi sebagai
individu dalam suatu masyarakat.
Pengertian negara secara formal dan material tersebut tampak pula dianut dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa negara diartikan sebagai14:
13http://www.artikelsiana.com/2015/05/sifat-negara-hakikat-negara-pengertian.html.
14 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Ketujuh, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, hlm.
685.
10
1. organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan
ditaati oleh rakyat; dan
2. kelompok sosial yg menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di
bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai kesatuan politik,
berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Sebagai perbandingan pengertian negara dalam Kamus Bahasa Indonesia maka,
dikemukakan di sini pengertian negara berdasarkan Black’s Law Dictionary bahwa kata state
diberikan pengertian sebagai berikut15:
1. The political system of a body of people who are poilitically organized; the system of
rules by which jurisdiction and authority are exercised over such a body of people.
2. An institution of self-government within a larger political entity.
Selain pengertian tersebut di atas, terdapat berbagai pendapat dari para sarjana/ahli
tentang difinisi negara antara lain:
a. Aristoteles (Pemikir negara dan hukum zaman Yunani Kuno, 384 – 322 SM),
mengatakan negara adalah merupakan suatu kesatuan masyarakat – persekutuan daripada
keluarga dan desa/kampung – yang bertujuan untuk mencapai kebaikan yang tertinggi
bagi umat manusia.16
b. Marsillius (Pemikir negara dan hukum abad pertengahan, 1280 – 1317).Negara adalah
suatu badan atau organisme yang mempunyai dasar-dasar hidup dan mempunyai tujuan
tertinggi yaitu menyelenggarakan dan mempertahankan perdamaian.17
c. Logemann, dalam bukunyaStaatrecht Van Nederlands IndieNegara adalah organisasi
kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan
15 Bryan A. Gerner, Editor in Chief, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, Thomson, West, hlm. 1443
16 Soehino, Op Cit, hlm. 24.
17 Soehino, Op cit, hlm. 64.
11
suatu masyarakat. (De staat is teen matschapelijke organisatie die tot doel heft om mit
haar gezag een bepalqe samenliving te ordenen en te verzor gen.).18
d. Woodrow Wilson, menyatakan bahwa negara adalah rakyat yang terorganisir untuk
hukum dalam wilayah tertentu.19
Selain sarjana-sarjana tersebut Mac Iver dalam bukunya The Web of Government
mengatakan bahwa Negara tidak lain daripada suatu persekutuan hukum, karena bibit Negara
adalah keluarga, From family to State. In the simplest societies we know the main focus of
government is the family circle. Dalam pernyataannya yang lain, Mac Iver mengatakan : The
State is an association, which, acting through law as promulgated by a government endowed
to this end with coercive power main trains with in a community territorially democrated the
universal external conditions of social order.20
Sementara itu Hans Kelsen, seorang filosof dari Wina, dengan ajaran atau teorinya
yang terkenal yaitu Reine Rechtslehere, memandang negara dari teori ilmu hukum murni.
Negara dipandang dari satu segi yaitu segi yuridis belaka. Menurut Kelsen, Negara tidak lain
daripada “normenordening”, semata-mata suatu ketertiban norma-norma hukum. Ketertiban
Negara adalah tidak lain daripada ketertiban hukum, dengan demikian Negara adalah identik
dengan hukum, an organ of the state is organ of the law. Atau dengan kata lain negara
adalah suatu sistem tata tertib hukum yang menentukan atau mengatur bagaimana orang di
dalam masyarakat itu harus bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya, yang mana
hukum itu dikeluarkan oleh pemerintah atau penguasa berwenang. Tertib hukum tersebut
timbul karena diciptakannya peraturan-peraturan hukum, yang menentukan bagaimana orang
18 M. Solly Lubis, 2002, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung. hlm.1. 19 Max Bolli Sabon, 1992, Ilmu Negara, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 25. C.F. Strong mengutip
pendapat Woodrow Wilson mengenai definisi negara: ‘A state is a people organized for law within a definite
territory’. Lihat: C. F. Strong, 1952, Modern Political Constitutions An Introduction to The Comparative Study
of Their History and Existing Form, Revised Edition, Sidgwick & Jackson Limited, London, p. 4., Bandingkan
C. F. Strong, 2004, Konstitusi-konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk-
bentuk Konstitusi Dunia, Terjemahan: SPA Teamwork, Cetakan I, Diterbitkan atas kerjasama Penerbit Nuansa
dengan Penerbit Nusamedia, Bandung, hlm. 7. 20http://www.ilmusiana.com/2015/04/pengertian-negara-paling-lengkap.html.
12
di dalam masyarakat atau negara itu harus bertanggung jawab terhadap perbuatan-
perbuatannya. Jadi negara itu adalah suatu tertib hukum yang memaksa. 21
Mengenai klasifikasi negara, Kelsen membagi negara menjadi empat jenis:
heteronom, autonom, totaliter, dan liberal. Pembagian tersebut didasarkan atas sifat
kebebasan warga negara, yang ditentukan oleh sifat mengikatnya peraturan-peraturan hukum
yang dibuat atau dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang, dan sifat keleluasaan penguasa
atau pemerintah dalam mencampuri atau mengatur peri kehidupan para warga negaranya.
Berbeda dengan Hans Kelsen, George Jellinek memandang negara dari dua segi,
yaitu segi sosial dan segi yuridis. Dalam bukunya yang berjudul “Zwei Zeiten Theorie”,
maka Negara dipandangnya tidak lain dari suatu kesatuan ikatan dari orang-orang yang
bertempat tinggal/kediaman tertentu dan di perlengkapi dengan kekuasaan yang sifatnya asli
untuk memerintah ( Der Staat ist die mit usprunglicher Herrscher macht susgestate
verbanseinhei sessafter Manschen).22
Dari definisi-definisi tersebut maka tampak adanya perbedaan pemikiran diantara para
sarjana tentang arti negara. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan sudut pandang,
lingkungan dimana mereka hidup serta perbedaan situasi, jaman dan keadaan dimana mereka
hidup. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa negara mempunyai dua tugas, yakni23:
1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang a-sosial, yaitu yang
bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan ke arah
tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana
21Ibid, Baca lebih lanjut buku Hans Kelsen, 1995, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif
Sebagai Ilmu Hukum Emperik-Deskriptif (Judul asli General Theory of Law and State), Alih Bahasa Soemardi,
Rimdi Press.
22Ibid.
23Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Cetakan pertama, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2008, hlm. 48.
13
kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
kepada tujuan nasional.
Pengendalian tersebut dilakukan berdasarkan sistem hukum dengan perantaraan
pemerintah beserta segala alat-alat perlengkapannya. Kekuasaan negara mempunyai
organisasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu semua golongan atau asosiasi yang
memperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan diri dalam rangka ini24
5. Hakikat Negara
Hakikat negara diartikan sebagai penggambaran tentang sifat hakiki dari negara,
mengenai apakah sesungguhnya negara tersebut. Hal itu sangat tergantung pada perspektif
yang digunakan. Penelusuran mengenai hakikat negara dapat dilakukan paling tidak dari
perspektif doktrin dan historis. Doktrin mengenai hakikat negara dikemukakan di sini antara
lain sebagai berikut. Leon Duguit menjelaskan bahwa pentingnya pembicaraan hakikat
negara agar dapat mengetahui luasnya kekuasaan negara, serta kebebasan dari warga
negaranya. Sebab yang menjadi persolan pokok dalam negara itu adalah pertimbangan antara
kekuasaan negara itu disatu pihak dengan kebebasan warga negara dipihak lain.25 Kedua hal
itu, kendatipun dapat dibahas secara terpisah, namun sesungguhnya saling terkait dan saling
memperkuat satu dengan yang lain. Dengan demikian, hakikat negara menurut Leon Duguit
adalah kekuasaan dan kebebasan. Dalam kaitan itu, Rizal Mallarangeng menyatakan bahwa
kebebasan dan bahkan kesejahteraan ekonomi tidak mungkin akan tercapai jika nihilnya
negara dalam menjalankan perannya secara efektif. Sebaliknya, negara yang kuat sekalipun,
jika tidak menjamin kebebasan dan kesejahteraan warga negaranya tidak akan mampu
bertahan lama.26
24Ibid. 25 Soehino, 1980, Ilmu Negara, Liberty, Jogyakarta, hlm. 136. 26Rizal Malarangeng dalam Francis Fukuyama, Op. Cit. hlm. xv.
14
Plato mengemukakan bahwa Negara hakikatnya adalah sebuah keluarga. You are all
brothers in he city. … whomever a man meets he will think he is meeting a brother or a
sister, or afather or a mother, or a son or daughter … … the city be neither small nor
seeming to be large… Dengan demikian, semua penduduk Negara bersaudara. Karena itu,
luas lingkup Negara tidak diukur berdasarkan luas atau sempitnya wilayah, melainkan
ditentukan menurut kemampuan untuk menjaga dan memelihara kesatuan itu di dalam
negara. Itulah hakikat negara idealnya Plato, dalam mana moralitas harus menjadi yang
utama diperhatikan dan merupakan hal yang hakiki menentukan eksistensi negara, dan juga
menentukan keberadaan hidup para penguasa dan seluruh warga negara.27
Menurut Soehino28, dalam membicarakan hakikat negara berarti menggambarkan
sifat dari negara. Hakikat negara berbeda-beda karena pengaruh aliran filsafat yang dianut
oleh sarjana Ilmu Negara serta keadaan pemerintahan yang dialaminya.29 Ada enam (6) teori
tentang hakikat negara yakni:30
a. Teori Sosiologis; memandang negara sebagai suatu institusi sosial yang tumbuh dalam
masyarakat karena diperlukan untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan
kepentingan masyarakat. Tokohnya: Rudolf Smend.
b. Teori Organis; menurut teori ini negara dipandang sebagai suatu organisasi yang hidup
dan mempunyai kehidupan sendiri yang dalam berbagai hal menunjukkan persamaan
dengan organisme manusia, bahkan mempunyai kehendak sebagai manusia, dipengaruhi
oleh teori evolusi kehidupan mulai dari lahir, kemudian bertumbuh menjadi muda, tua
dan akhirnya mati. Jadi, negara pada hakikatnya sebagai organisme yang keberadaanya
27J.H. Rapar, 1988, Filsafat Politik Plato, Cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta. Selanjutnya ditulis J.H.
Rapar 1, … Plato, hlm. 59-60. 28Ibid, hlm.146 29I Dewa Gede Atmadja, Ilmu Negara Sejarah, Konsep Negara, dan Kajian Kenegaraan, Cetakan 1,
Malang, Setara, 2012, hlm.41. 30 I Dewa Gede atmadja, Opcit, hlm.42-46
15
mulai dari proses lahir, tumbuh – berkembang, dan akhirnya mengalami kematian.
Tokohnya: Johann Kaspar Bluntscli dari Swiss.
c. Teori Ikatan Golongan; hakikat negara dipandang sebagai ikatan atau gabungan
kelompok masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Negara mengikat gabungan
kelompok masyarakat itu kearah perumusan kehendak bersama dan bukan kepentingan
golongan atau kelompok tertentu.
d. Teori Hukum Murni (Reine Rechtsleer); teori ini memandang negara sebagai suatu
sistem hukum semata-mata, dimana ketertiban negara adalah merupakan ketertiban
hukum. Negara merupakan tatanan dari tertib norma-norma hukum yang mengikat yang
disebut dengan ”tata hukum” (legal order) maka sebagai konsekuensi logisnya negara
mempunyai kekuasaan. Oleh karena itu negara identik dengan hukum, dan tata negara
sama dengan tata hukum. Teori ini diintrodusir oleh Hans Kelsen dalam bukunya
General Theory of Law and State.
e. Teori Dua Sisi atau Dua Segi (Zwizeitenteorie) yang dikemukakan oleh G. Jellinek.
Teori ini mengkaji negara dari 2 (dua) sudut dipandang – dua segi, yaitu:
1) Negara dipandang sebagai sociale factum, yaitu negara sebagai suatu kenyataan sosial
yang ada dalam masyarakat. Negara dilihat sebagai institusi dalam masyarakat (social
istitutions).
2) Negara dipandang sebagai Rechtliche Institution, yaitu sebagai suatu lembaga hukum
dimana nampak sebagai suatu struktur atau organisasi yang terdiri dari lembaga-
lembaga negara.
Teori Modern. Ada beberapa sarjana yang dikelompokkan sebagai penganut paham
modern mengenai hakikat negara, sebagai berikut:
1) Kranenburg, negara dipandang pada hakikatnya sebagai organisasi yang diciptakan
oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa. Dengan demikian di sini yang utama
16
adalah sekelompok manusia yang sudah berstatus sebagai bangsa. Bangsa itulah yang
primer, yang mendauhuli pembentukan negara, sehingga negara bersifat sekunder.
Bangsa itulah yang mendirikan negara untuk memelihara dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya. Kranenburg menyatakan bahwa kelompok menjadi
semakin teratur jika memenuhi unsur-unsur yaitu: keadaan hidup bersama; susunan
kelompok yang tergantung pada sifat khusus, keadaan hidup yang sama atau serupa;
dan tujuan bersama yang ditetapkan berdasarkan persamaan kepentingan.31
2) J. H. Logemann, menyatakan bahwa negara pada hakikatnya adalah organisasi
kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang disebut ”bangsa”.
Dengan demikian maka yang primer adalah negara, sedangkan bangsa sekunder.
Negara pada mulanya merupakan organisasi kekuasaan, kemudian memiliki
kewibawaan (gezag, authority) sehingga dapat memaksakan kehendak kepada setiap
orang yang termasuk dalam lingkup negara untuk menyelenggarakan dan memenuhi
kepentingan bersama32.
3) Harold J.Laski, berpendapat bahwa hakikat negara adalah suatu persekutuan
manusia yang mengikuti cara hidup tertentu, jika perlu dengan sistem paksaan.
Padmo Wahjono menjelaskan hakikat negara berdasarkan pada pendekatan historis
sehingga tampak hakikat negara dari zaman Yunani, Abad Pertengahan, awal zaman modern,
dan zaman modern.33 Pada zaman Yunani negara hakikatnya adalah suatu Polis. Jika dilihat
dari negara sekarang ini, maka Polis itu merupakan negara seluas kota sehingga disebut
sebagai City-State atau Stadstaat.34 Dalam kaitan itu, C. F. Strong menjelaskan bahwa The
31 Azhary, 1983, Ilmu Negara Pembahasan Buku Prof. Mr. R. Kranenburg, Cetakan Keempat, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hlm. 34. 32 H. Abu Daud Busroh, 1990, Ilmu Negara, Cetakan pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 25, 26. 33 Padmo Wahjono, 1982, Negara Republik Indonesia, Edisi baru, CV. Rajawali, hlm. 52-54. 34 Kota zaman Yunani itu sangat berbeda dengan kota zaman sekarang, sehingga ada pandangan bahwa
negara orang-orang Yunani Kuno itu bukanlah negara kota melainkan negara suku (Tribal State atau
Stammstaat). Lihat dalam Deliar Noer, 1982, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Edisi pertama, CV. Rajawali,
Jakarta, Deliar Noer 1, hlm. 7.
17
state to the Greek was his whole scheme of association, a city wherein all his needs, material
and spiritual, were satisfied.35 Dengan demikian, bagi bangsa Yunani, negara bukanlah
sekedar wadah berorganisasi, melainkan seluruh pola pergaulannya untuk terpenuhinya
semua kebutuhan material dan spiritualnya. Dalam Polis itu berlangsung kehidupan
ketatanegaraan dengan sistem demokrasi langsung.
Hakikat negara sebagai Polis dikemukakan oleh Socrates dan Aristoteles, walaupun
terdapat perbedaan dalam aksentuasi. Socrates menyatakan Polis identik dengan masyarakat
dan masyarakat identik dengan negara. Karena itu, di situ tidak hanya mempersoalkan
organisasinya saja, melainkan juga mengenai kepribadian orang-orang di sekitarnya.36
Aristoteles menyatakan hakikat negara sebagai persekutuan hidup politis (he koinonia
politike), maksudnya adalah persekutuan hidup yang berbentuk polis. Hal itu mengandung
makna adanya hubungan yang bersifat organik antara warga negara yang satu dengan yang
lainnya. Negara bukan sekedar instrumen atau kumpulan yang teratur dari bagian-bagian
mesin yang menyebabkan terbentuknya mesin itu, melainkan sesungguhnya adalah suatu
organisme. Karena itulah Aristoteles dinyatakan sebagai peletak dasar teori organisme
tentang negara. Dalam hakikat yang demikian, maka terdapat hubungan yang bersifat khusus,
yang sangat erat, akrab, mesra, dan bahkan lestari antara warga negara satu dengan yang
lainnya dalam polis. Itu juga berarti bahwa terdapat kewajiban bagi negara untuk menjaga,
memelihara dan melestarikan hubungan khusus bagi warga negara tersebut.37
Pada zaman Abad Pertengahan hakikat negara sebagai organisasi masyarakat yang
disebut Civitas. Saat itu terdapat dua organisasi kemasyarakatan yaitu Civitas Dei
(masyarakat keagamaan- Negara Teokrasi) dan Civitas Terena (masyarakat keduniawian –
35 C. F. Strong, Op. Cit, p. 15., Bandingkan SPA Teamwork, Op. Cit., hlm. 24. 36 Abu Daud Busroh, Op. Cit., hlm. 21. 37J.H. Rapar, 1988, Filsafat Politik Aristoteles, Cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta. Selanjutnya ditulis
J.H. Rapar 2 … Aristoteles, hlm. 33-35.
18
Negara Sekuler). Selain itu ada pula Civitas Academica (masyarakat akademis – masyarakat
ilmiah).
Pada permulaan Abad Modern, hakikat negara adalah milik suatu dinasti atau
imperium. Wujud hakikat negara saat itu masih tampak dari eksesnya yang dikenal luas
karena sangat terkenal yaitu adanya ungkapan L’etat c’est moi – negara adalah saya. Selain
hakikat negara seperti itu, dijumpai pula pandangan bahwa hakikat negara adalah suatu ikatan
tertentu atau status tertentu (staat – state). Status yang dimaksudkan adalah status bernegara
(status civil) sebagai lawan daripada status belum bernegara atau status alamiah (status
naturalis). Dalam status civil terdapat pengakuan terhadap hak-hak sivil atau hak asasi
manusia. Sebaliknya dalam status alamiah yang sering juga disebut sebagai keadaan hukum
rimba belum ada pengakuan hak asasi manusia.
Dalam zaman modern, hakikat negara ditinjau secara sosiologis dan yuridis. Secara
sosiologis, negara dilihat sebagai ikatan suatu bangsa, negara sebagai suatu organisasi
kewibawaan, atau ada pula yang menyatakan hakikat negara sebagai organisasi jabatan.
Sedangkan dari segi yuridis memandang ada tiga hakikat negara yaitu:
1. Sifat hakikat negara dari segi hukum kepemilikan dalam hukum perdata, seperti yang
dijadikan landasan dalam teori-teori feodal. Ini merupakan pengaruh hukum dogmatik
Romawi.
2. Sifat hakikat negara sebagai suatu perjanjian timbal balik antara dua pihak. Pihak
yang mengadakan perjanjian tersebut ada kemungkinan dua kelompok yang berbeda
dan kepentingannya juga berbeda; atau oleh suatu kelompok dengan kepentingan
yang sama, misalnya teorinya J. J. Rousseau.
3. Sifat hakikat negara sebagai suatu penjelmaan tata hukum nasional dari ide bernegara.
19
6. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Negara
Unsur-unsur Negara berbeda dengan ciri-ciri negara. Unsur disebut juga elemen
merupakan bagian terkecil dari suatu benda, yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, sebagai
pembentuk sesuatu – benada dan lain-lain. Sedangkan ciri adalah tanda-tanda khas –
karakteristik yang Nampak ke luar yang membedakan sesuatu deangan yang lain. Dengan
demikian, unsur-unsur negara adalah bagian-bagian pokok atau elemen-elemen esensial yang
harus ada sebagai pembentuk dan menjadikan Negara itu ada. Sedangkan ciri-ciri negara
adalah karakterisitik negara yang membedakan suatu negara dengan organisasi lain dalam
masyarakat.
Unsur-unsur pembentuk Negara yang pokok disebut unsur konstitutif Negara.38
Oppenheimer Lauterpacht39 menyatakan bahwa untuk dapat disebut sebagai negara maka
harus memenuhi syarat:
1. harus ada rakyat;
2. harus ada daerah/wilayah; dan
3. harus ada pemerintahan yang berdaulat.
Ketiga unsur tersebut merupakan hal yang pokok menurut pandangan tradisional
tentang unsur-unsur negara. Bahkan secara politis, unsur pemerintahan tidak mensyaratkan
harus berdaulat, sehingga unsur-unsur negara menurut konsep Ilmu Politik yaitu: penduduk
yang menetap, wilayah tertentu, dan pemerintahan.40 Hal itu tampak pada negara-negara yang
tergabung dalam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), seperti: Filipina, Israel, Ukrainia, dan
Belarousia. Namun, Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik
menunjukkan unsure-unsur negara terdiri dari: wilayah, penduduk, pemerintah, dan
kedaulatan. Tetapi dinyatakan pula bahwa kedaulatan merupakan konsep yuridis yang tidak
38Razikin Daman, 1993, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 39Dalam Max Bolli Sabon, Op Cit,hlm.15. 40 H.M. Laica Marzuki, Mula Keberadaan Negara Republik Indonesia dalam Jimly Asshiddiqie, 2007,
“Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer”, Cetakan pertama, The Biography Institute, Jakarta,
hlm. 180.
20
selalu sama dengan komposisi dan letak kekuasaan politik serta tidak ada kedaulatan yang
bersifat mutlak.41 Dengan demikian, unsue-unsur negara dalam Ilmu Politik yang
dikemukakan oleh Miriam Budiardjo pada prinsipnya hanya tiga, yaitu: wilayah, penduduk,
pemerintah. Selain ketiga unsur negara tersebut, saat ini muncul pandangan baru tentang
unsur negara dimana unsur negara ditambah satu unsur lagi yakni pengakuan negara lain
tentang kedaulatan negara tersebut.
Mengenai unsur-unsur negara telah dituangkan kedalam Konvensi Montevideo Tahun
1933 (Montevideo Convention on Rights and Duties of States of 1933), di dalam Pasal 1
ditentukan bahwa: The state as a person of international law should possess the following
qualifications:
(a) apermanent population;
(b) a defined territory;
(c) government; and
(d) capacity to enter into relations with the other states.
Dengan demikian, maka ada 4 (empat) unsur Negara yakni: ada penduduk yang tetap,
wilayah tertentu atau wilayah yang jelas, pemerintah dan kemampuan untuk mengadakan
hubungan dengan Negara lain. Keempat unsur ini menjadi elemen dasar dari adanya suatu
negara dalam pandangan Hukum Internasional. Disamping keempat unsur di atas, secara
doktrinal menurut pendapat Huala Adolf42 dan Wayan Parthiana43, unsur-unsur tersebut
ditambahkan lagi adanya unsur negara dapat mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan
pejabat-pejabatnya terhadap pihak negara lain, dan negara harus merdeka.
A permanent population (Penduduk yang menetap).
Unsur esensial pertama untuk terbentuknya suatu negara yang ditentukan dalam
Konvensi Montevideo adalah penduduk, bukan rakyat, bangsa atau pun warga negara.
41 Miriam Budiardjo, Op. Cit., hlm 51-54. 42Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hlm. 2-8. 43Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm. 63-67
21
Penduduk merupakan landasan personal yang menentukan keberadaan negara, namun
dipersyaratkan penduduk yang menetap atau yang bertempat tinggal tetap di suatu wilayah
dalam negara. Karena itu, rakyat yang berkeliaran, yang berpindah-pindah dari suatu daerah
ke daerah lain (a wandering people) tidak termasuk unsur negara.44
Penduduk suatu negara terdiri dari warga negara dari negara bersangkutan (warga
negara sendiri) dan warga negara asing. Pasal 26 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa
penduduk negara ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. Pembedaan penduduk negara atas warga negara sendiri dan warga negara asing
berkaitan dengan status warga negara tersebut dalam hubungannya dengan negara, yakni
kedudukan hukum warga negara terhadap negara. Ada empat jenis status warga Negara
dalam hubungan dengan negara, yakni:45
1. Status positif, maksudnya bahwa warga negara berhak memperoleh fasilitas dan
jaminan terhadap hak dan kewajiban warga negara.
2. Status negatif. Ini merupakan kebalikan dari status positif, negara tidak berhak
mencampuri hak asasi warga negara, kecuali hal itu sangat diperlukan.
3. Status aktif, mengandung makna bahwa setiap warga negara berhak ikut serta dalam
pemerintahan negara.
4. Status pasif, artinya setiap warga negara tunduk terhadap perintah negara dan
mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk pemerintah.
A defined territory (wilayah tertentu atau wilayah yang jelas).
Wilayah negara adalah daerah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan suatu
Negara, dalam mana kekuasaan Negara berlaku atas penduduk yang bertempat tinggal
menetap di dalam daerah territorial tersebut.46 Wilayah merupakan landasan materiil atau
44Huala Adolf, 1991, Op. Cit., hlm. 3. 45Padmo Wahjono, Op. Cit., hlm. 64; Djokosutono, 1982, Ilmu Negara, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hlm. 34, 35. 46 Razikin Daman, Op Cit, hlm. 15.
22
fisik sebagai unsur mutlak adanya Negara. Namun dipersyaratkan harus diakui secara efektif.
Artinya bahwa di dalam wilayah itu tidak ada kekuasaan lain daripada kekuasaan Negara
yang bersangkutan.47 Tetapi dalam praktek Negara dan putusan pengadilan maupun arbitrase
tidak ditentukan adanya syarat wilayah yang tetap atau batas-batas wilayah Negara tidak
dalam sengketa, melainkan asalkan wilayah tersebut cukup konsisten (sufficient consistency),
meskipun batas-batasnya belum secara akurat dibatasi. Misalnya, Israel sejak merdeka pada
tanggal 14 Mei 1948 tetap sebagai Negara walaupun wilayah perbatasannya masih
bermasalah. Demikian juga PLO, ketika wilayahnya diserobot oleh Israel, maka praktis
wilayahnya bermasalah. Dalam kaitan itu, J.G. Starke menyatakan bahwa unsur wilayah
bukanlah sebagai persyaratan pokok bagi keberadaan suatu Negara, walaupun fakta
menunjukkan bahwa semua Negara modern berada dalam batas-batas wilayah tertentu.48
Contoh Negara yang wilayahnya belum jelas batas-batasnya, misalnya Israel yang sudah
diterima sebagai anggota PBB pada Mei 1949 padahal wilayahnya belum belum ditentukan
dengan tepat karena masih menunggu hasil perundingan mengenai demarkasi. Karena itu
menurut Starke, perubahan wilayah suatu Negara – entah bertambah luas atau menyempit
tidaklah otomatis mengubah identitas Negara tersebut.
Wilayah Negara pada umumnya terdiri dari tiga bagian yaitu: wilayah darat, laut dan
udara. Wilayah Negara Republik Indonesia meliputi wilayah darat, wilayah perairan, dasar
laut, dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan
yang terkandung di dalamnya (Pasal 4 UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara).
Konvensi Montevideo 1933 menentukan bahwa wilayah Negara harus jelas batas-batasnya.
Perbatasan wilayah antara Negara yang satu dengan Negara yang lain, pada umumnya antar
dua Negara ditentukan berdasarkan perjanjian internasional. Demikian pula dengan Negara
Indonesia bahwa, “batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya
47 Padmo Wahjono, Loc. Cit. 48 J. G. Starke, 1988, Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi kesembilan, Cetakan Pertama, Alih Bahasa:
Sumitro L.S. Danuredjo, PT Aksara Persada Indonesia, hlm. 83.
23
serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral
mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan hukum internasional” (Pasal 5 UU No. 43 Tahun 2008).
Perbatasan wilayah darat dapat berupa perbatasan alami dan buatan. Perbatasan yang
menggunakan faktor alam antgara lain menggunakan gunung, sungai, atau laut. Misalnya
antara Indonesia di wilayah Kalimantan Barat dengan Malaysia di Negara Bagian Serawak
dibatasi dengan pegunungan Kapuas Hulu. Uni Soviet (Rusia) dan Republik Rakyat Cina
dibatasi oleh Sungai Amur. Sedangkan perbatasan yang menggunakan laut, misalnya antara
Indonesia dan Australia serta Indonesia dan Filipina. Perbatasan buatan wilayah darat antar
Negara misalnya Tembok Berlin – Berlin Wall (bahasa Jerman: Berliner Mauer)49 yang
dibangun pada tanggal 13 Agustus 1961 menjadi perbatasan antara Jerman Barat dan Jerman
Timur. Berbeda dengan itu, perbatasan di antara Belgia, Nederland dan Luxemburg dibuat
dengan tonggak atau kawat berduri. Sementara itu, Korea Utara dan Korea Selatan
dipisahkan dengan perbatasan berupa garis linier yakni garis lintang (bumi) 380 lintang
selatan yang dibuat sesudah berakhirnya perang Korea pada tahun 1950 – 1953 yang
mengakibatkan terbelahnya Korea menjadi dua bagian.50
Wilayah udara suatu negara adalah udara di atas wilayah daratan dan laut teritoral,
apabila negara memiliki lautan sebagai wilayah territorial, yang ditarik vertikal ke atas dari
perbatasan wilayah darat dan laut negara yang bersangkutan. Namun demikian belum
terdapat instrument hukum nasional maupun internasional yang menentukan mengenai batas
49Tembok Berlin adalah sebuah tembok pembatas terbuat dari beton yang dibangun oleh Republik
Demokratik Jerman (Jerman Timur) yang memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur serta daerah Jerman
Timur lainnya sehingga membuat Berlin Barat sebuah enklave. Tembok ini mulai dibangun pada tanggal 13
Agustus 1961. Oleh otoritas Jerman Timur, Tembok Berlin dikatakan sebagai "Benteng Proteksi Anti-Fasis.
Tanggal ketika tembok ini mulai dihancurkan adalah 9 November 1989 merupakan keruntuhan Tembok Berlin
yang membuka jalan terbentuknya Reunifikasi Jerman, 3 Oktober 1990. Lihat:
http://id.wikipedia.org/wiki/Tembok_Berlin. 50 FX. Adji Samekto, 2009, Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, Cetakan ke-1, PT Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 7.
24
ketinggian wilayah udara. Para ahli pada umumnya menggunakan teori ICAO (International
Civil Aviation Organization) yang merujuk Konvensi Chicago 1944 (Convention on
Internasional Civil Aviation 1944) yang mengatur kepentingan umum yang menjadi tanggung
jawab pemerintah dalam kegiatan penerbangan sivil internasional. Berdasarkan teori ini,
batas ketinggian wilayah udara dihitung berdasarkan ketinggian maksimal yang mampu
dicapai oleh pesawat udara biasa yang terbang dengan mendapat gaya angkat aerodinamis
dari udara, bukan dengan mesin pendorong seperti roket. Ada pula Teori yang mengandalkan
pada kemampuan negara di bawah ruang udara untuk nelaksanakan kekuasaannya secara
efektif untuk menghitung ketinggian ruang udara suatu negara.51
Wilayah peraian tidak dimiliki oleh setiap negara. Sebab ada negara yang memiliki
laut (coastal state atau littoral state), sebaliknya ada pula negara yang tidak memiliki laut
(landlocked state). Di dunia terdapat 40 Negara yang tidak mempunyai Laut.52 Negara
tersebut hanya berbatasan darat dengan satu negara atau dengan beberapa negara. Di Benua
Eropa terdapat paling banyak negara yang tidak memiliki laut. Kazakhstan adalah negara
dengan wilayah terluas di Benua Asia yang tidak memiliki laut. Tetapi, sebenarnya
Kazakhstan memiliki perbatasan darat dengan sebuah danau air asin yaitu danau Kaspia yang
kadang-kadang disebut juga sebagai laut Kaspia.
Berdasarkan pada United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 penggunaan
dan wilayah-wilayah laut dibedakan atas: laut territorial, zona tambahan (continuous zone),
zona ekonomi ekslusif, dan landas kontinen. Di laut territorial pada prinsipnya negara
memiliki kedaulatan penuh pada udara di atasnya, kolam air, dasar laut, dan tanah di
51Ibid, hlm. 8 52 Di Benua Afrika terdapat 16 Negara yang tidak mempuyai Laut, yaitu: Botswana, Burkina Faso, Burundi,
Chad, Ethiopia, Lesotho, Malawi, Mali, Niger, Republik Afrika Tengah, Rwanda, Sudan Selatan, Swaziland,
Uganda, Zambia, Zimbabwe. Di Benua Amerika: Bolivia dan Paraguay. Di Benua Asia,10 Negara:
Afghanistan, Bhutan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Laos, Mongolia, Nepal, Tajikistan, Turkmenistan, Uzbekistan.
Di Benua Eropa,17 Negara: Andorra, Armenia, Austria, Azerbaijan, Belarus, Ceko, Hungaria, Kosovo,
Liechtenstein, Luksemburg, Makedonia, Moldova, San Marino, Serbia, Slovakia, Swiss dan Vatikan. Lihat:
KYNSTAR, http://kynstar.com/daftar-negara-yang-tidak-mempunyai-laut.php, Kamis, 7 Agustus
2014, hlm. 1-3.
25
bawahnya. Dengan demikian, negara pantai berhak untuk menetapkan regulasi berkaitan
dengan pertahanan keamanan dan perekonimian. Lebar laut teritorial adalah tidak melebihi
12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan Konvensi ini. Namun di
wilayah laut teritorial itu berlaku prinsip hak lintas damai (the right of innocent passage).
Kapal semua Negara, baik berpantai maupun tidak berpantai, menikmati hak lintas damai
melalui laut teritorial.
Zona tambahan merupakan suatu zona yang berbatasan dengan laut teritorialnya,
dalam mana Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk
mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter
di dalam laut teritorialnya. Selain itu, juga untuk menghukum pelanggaran peraturan
perundang-undangan tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
Lebar zona tambahan tidak dapat melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial diukur.
Zona ekonomi eksklusif (ZEE) adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan
laut teritorial, yang luasnya tidak boleh melebihi 200 mil laut dan tunduk pada rezim hukum
khusus dalam mana Negara pantai tidak berdaulat penuh melainkan mempunyai hak-hak
berdaulat dan yurisdiksi pada bidang-bidang tertentu. Negara pantai memiliki hak berdaulat
untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan
alam hayati maupun non-hayati. Selain itu, juga melakukan produksi energi dari air, arus dan
angin untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut. Yurisdiksi negara
pantai yaitu: pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan; riset ilmiah
kelautan serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Namun demikian, Negara Pantai
memikul kewajiban berkaitan dengan status perairan ZEE sebagai perairan laut lepas, antara
lain: tidak boleh menghalang-halangi kebebasan berlayar, penerbangan di atas ZEE dan
pemasangan kabel-kabel di bawah laut serta melakukan konservasi kekayaan hayati laut.
26
Landas kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari
daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan
alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen. Batas terluar landas
kontinen adalah sampai dengan batas terluar tepian kontonen atau sampai dengan jarak 200
mil laut dari garis pangkal apabila batas terluar tepian kontinen tersebut kurang dari 200 mil
dari garis pangkal. Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan
mengeksplorasinya dan mengekploitasi sumber kekayaan alamnya. Hak berdaulat tersebut
bersifat eksklusifnya artinya bahwa apabila Negara pantai tidak mengekplorasi landas
kontinen atau mengekploitasi sumber kekayaan alamnya, tiada seorang pun dapat melakukan
kegiatan itu tanpa persetujuan tegas Negara pantai.
A government (Pemerintah).
Adanya pemerintah atau pemerintahan yang berkuasa atas seluruh wilayahnya dan
segenap rakyatnya merupakan syarat mutlak keberadaan negara. Pemerintahan lain atau
negara lain tidak berkuasa di wilayah dan atas rakyat negara itu.
Pemerintah adalah seseorang atau beberapa orang yang memimpin dalam suatu
organisasi yang disebut Negara, atau pemerintah adalah organisasi yang mengatur,
menyelenggarakan dan melaksanakan kekuasaan Negara.53 C.F. Strong menerangkan arti
kata government, sebagai berikut:
1. Pemerintah pada hakikatnya adalah kekuasaan yang terorganisir atau suatu oraganisasi
yang diberikan hak untuk melaksanakan kekuasaan yang berdaulat.
2. Pengertian yang lebih luas (in the broad sense) bahwa pemerintah adalah sesuatu yang
lebih besar daripada kabinet. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya terdiri dari Presiden
atau Perdana Menteri dengan menteri-menterinya, melainkan termasuk juga aparatur di
luar itu di lingkungan pemerintah.
53 Razikin Daman, Op Cit, hlm. 21
27
3. Pengertian yang lebih luas lagi (in the broader sense) bahwa pemerintah meliputi:
kekuatan militer atau yang mengendalikan angkatan bersenjata; kekuasaan legislatif,
kekuasaan finansial, dan kekuasaan penegakan hukum yang dibentuk atas nama Negara.
Atau secara singkat dinyatakan sebagai kekuasaan legislatif, eksekutif dan judisial.54
Kekuasaan eksekutif digunakan untuk dua pengertian yaitu: pertama, eksekutif dalam
pengertian luas (the broader sense) adalah kepala pemerintahan: presiden atau perdana
menteri termasuk keseluruhan menteri-menteri, pelayanan sivil, polisi, dan militer. Kedua,
eksekutif dalam arti lebih sempit (narrower sense) adalah pimpinan tertinggi kekuasaan
eksekutif ialah presiden atau perdana menteri, sesuai dengan sistem pemerintahannya.55
Sedangkan arti pemerintah menurut Utrecht meliputi 3 pengertian yang tidak sama
yaitu:
1) Pemerintah sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah
dalam arti kata yang luas. Jadi meliputi legislatif, eksekutif dan yudikatif.
2) Pemerintah sebagai gabungan badan-badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa
memerintah di wilayah suatu Negara. Misalnya: Raja, presiden, sultan, dsb.
3) Pemerintah dalam arti kepala Negara (presiden) bersama-sama dengan menteri-
menterinya, yang berarti organ eksekutif yang biasa disebut dewan mentri atau kabinet.
Pemerintah memiliki kedaulatan atau mempunyai kekuasaan baik ke dalam ataupun
kedaulatan ke luar wilayah negaranya. Kedaulatan ke dalam artinya pemerintah memiliki
wewenang tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi negara sesuai dengan
peraturan perudang-undangan yang berlaku. Kedaulatan ke luar, artinya pemerintah berkuasa
bebas, tidak terikat dan tidak tunduk kepada kekuatan lain, selain kekuatan-kekuatan yang
telah ditetapkan.Starke menyatakan bahwa pada zaman modern ini kedaulatan memiliki arti
yang jauh lebih terbatas daripada masa abad ke-18 atau ke-19. Kedaulatan suatu negara
54 C.F. Strong, Op. Cit., hlm. 6. 55 C.F. Strong, Op. Cit., hlm. 213.
28
merupakan residu daripada kekuasaan yang dimiliki dalam batas-batas yang ditetapkan dalam
Hukum Internasional. Selain itu, secara praktis kedaulatan yang dimiliki suatu negara tidak
sama dengan negara lain. Sebagian besar negara lebih berkuasa dan lebih bebas daripada
negara lain, bahkan terdapat diskrepansi antara negara-negara merdeka – berdaulat dengan
negara-negara atau entitas yang tidak merdeka. Karena itu, kedaulatan lebih merupakan suatu
art daripada ekspresi hukum yang dapat diformulasikan secara tepat.56
A capacity to enter into relations with other states (kemampuan untuk mengadakan
hubungan dengan Negara lain).
Unsur ini merupakan unsur khusus yang ditambahkan dalam Hukum Internasional.
Persoalannya adalah apakah yang merupakan “kemampuan” apakah secara fisik atau
yuridis?, atau apa yang menjadi kriterianya? Dalam Hukum Internasional (HI) maka
pengertian kemampuan adalah secara yuridis, artinya bahwa Negara tersebut memiliki
kewenangan (kedaulatan) untuk mengadakan hubungan dengan Negara lain. Sedangkan
kriterianya belum ada ukurannya, lebih banyak didasarkan pada faktor politik subyektif
praktis.57
Dari sudut pandang HI Pengakuan dari negara lain sangatlah penting sebelum negara
baru tersebut menjalin hubungan dengan negara lain. Starke menyatakan unsur keempat
merupakan unsur terpenting. Suatu negara harus mmemiliki kemampuan atau kekuasaan
untuk mengadakan hubungan dengan negara lain, yang membedakan dengan anggota-
anggota suatu federasi atau protektorat-protektorat yang tidak memiliki kekuasaan luar negeri
dan tidak diakui sebagai anggota masyarakat internasional yang sepenuhnya berdiri sendiri.58
Pengakuan dari negara lain terdapat dua jenis, yaitu: pengakuan de facto dan de jure.
Pengakuan de facto adalah pengakuan berdasarkan kenyataan (fakta-fakta) bagi negara baru
56 J.G. Starke, 1988, Op. Cit., hlm 87. 57 Wayan Parthiana, Op Cit, hlm.66 58J.G. Starke, 1988, Op. Cit., hlm 83.
29
yang telah memenuhi unsur konstitutif. Pengakuan defacto sifatnya adalah sementara, karena
menunggu perkembangan negara tersebut. Jika suatu negarabaru dapat berlangsung dalam
jangka waktu lama dan dapat diterima menurut hukum maupun kebiasaan internasional maka
dapat memperoleh pengakuan secara de jure. Pengakuan de jure adalah pengakuan terhadap
sah berdirinya suatu negara menurut HI. Dengan memperoleh pengakuan secara de jure,
maka suatu negara akan mendapat hak dan kewajibannya menurut HI. Negara yang
bersangkutan akan memiliki kedaulatan penuh terhadap negaranya. Contoh pengakuan secara
de jure pada bangsa Indonesia, yaitu: Inggris pada tanggal 31 Maret 1947, Amerika Serikat
pada tanggal 17 April 1947, Uni Soviet pada tanggal 26 Mei 1948 (sekarang negara Rusia),
dan Belanda pada tanggal 27 Desember 1949
Jika unsur-unsur Negara tersebut di atas dikorelasikan dengan teori pengakuan
terhadap berdirinya Negara, terdapat perbedaan pandangan tentang unsur adanya Negara.
Ada 2 (dua) teori yakni:
1. Teori deklaratif (Declaratory Theory atau Evidentiary Theory), yang menyatakan
bahwa Negara dianggap ada atau berdiri jika ada 3 (tiga) unsur yakni penduduk,
wilayah, dan pemerintahan. Dengan terpenuhinya ketiga unsur tadi maka suatu negara
sudah dianggap berdaulat dan memiliki hak serta kewajiban. Pengakuan sifatnya
hanyalah administratif yakni pencatatan terhadap keberadaan negara tersebut.
2. Teori konstitutif (Constitutive Theory), negara baru dianggap ada atau berdiri jika
memenuhi ke empat unsur sesuai dengan konvensi Montefideo. Suatu negara belum
dianggap ada jika hanya memenuhi ke 3 unsur tersebut yakni penduduk, wilayah dan
pemerintahan. Untuk diakui sebagai sebuah negara yang memiliki kedaulatan maka
diperlukan pengakuan oleh negara-negara lainnya.
Akan halnya dengan Negara Republik Indonesia, keempat unsur-unsur Negara yang
ditetapkan di dalam Konvensi Montefideo 1933 telah diformulasikan secara konstitusional di
30
dalam UUD 1945, baik dalam Pembukaan maupun Batng Tubuh. Namun demikian, dalam
tahun-tahun awal Indonesia berdiri pernah diragukan eksisitensinya sebagai sebuah Negara
yang berdaulat, tidak hanya oleh Negara Belanda dan sekutunya yang tidak rela Indonesia
lepas dari cengkraman penjajahannya; tetapi juga terdapat perdebatan di antara anak bangsa
Indonesia. Perdebatan tersebut berpangkal pada unsur-unsur Negara, terutama unsur
pemerintahan.
A.G. Pringgodigdo menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia berdiri pada
tanggal 18 Agustus 1945 karena pada tanggal 17 Agustus 1945 belum semua syarat – unsur-
unsur Negara terpenuhi, yakni belum ada unsur pemerintahan. Menurut Pringgodigdo dengan
merujuk pada ilmu kenegaraan, suatu bangsa dikatakan bernegara jika sudah memenuhi 4
(empat) syarat, yaitu: ada rakyatnya; ada daerahnya; ada pemerintahnya; dan ada
kedaulatannya. Keberadaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 baru
memenuhi 3 (tiga) syarat, yakni: rakyatnya yaitu bangsa Indonesia; daerahnya yaitu tanah air
Indonesia, yang dahulu disebut Hindia-Belanda; dan kedaulatan yaitu sejak diucapkan
Proklamasi Kemerdekaan. Sedangkan unsure pemerintahan belum jelas. Selain itu, belum
jelas pula mengenai bentuk Negara yang akan didirikan sebab Proklamasi 17 Agustus 1945
tidak menyebutkan mengenai bentuk Negara, melainkan hanya menyatakan kemerdekaan.59
Sependapat dengan Pringgodigdo ialah Assaat dan Notonagoro, tetapi dengan
argumentasi yang berbeda. Assaat mengkonstantir bahwa Undang-Undang Dasar (UUD)-lah
sebagai dasar adanya suatu Negara sebab UUD merupakan dasar dari segala hukum yang
berlaku dalam Negara. Segala peraturan umum harus berdasarkan pada dan tidak dapat
menyimpang dari UUD. UUD Proklamasi 1945 baru ditetapkan sehari setelah kemerdekaan
Indonesia. Dengan demikian, Negara Republik Indonesia baru dinyatakan ada pada tanggal
59 A.G. Pringgodigdo, “Sejarah Pembuatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945”,
Majalah Hukum dan Masyarakat tahun ke III nomor 2, Mei 1958, hlm. 17 dan 19 dalam J.C.T. Simorangkir,
1984, Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia, Gunung
Agung, Jakarta, hlm. 161, 162.
31
18 Agustus 1945, saat mana UUD 1945 ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Notonagoro menyatakan bahwa Proklamasi 17 Agustus
1945 merupakan pembentukan Negara dalam makna in concreto karena belum terdapat
unsur-unsur Negara, melainkan baru sebatas potensi adanya Negara. UUD 1945 hanya
mengatur organisasi Negara yang sudah ada. Namun, Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan
tanggal 18 Agustus 1945 sebagai staats fundamental norm, yang tidak dapat diubah dengan
jalan apa pun, merupakan saat dimulainya tata tertib hukum baru. Saat itulah dimulai adanya
Negara karena telah terpenuhinya syarat-syarat adanya tertib hukum sebagai syarat
terbentuknya Negara. Notonagoro menyatakan adanya 4 (empat) syarat bagi adanya tertib
hukum, yaitu60:
1. Adanya kesatuan subyek (penguasa) yang mengadakan aturan-aturan hukum, yakni
pemerintah Negara Indonesia.
2. Adanya kesatuan asas kerohanian yang meliputi atau menjadi dasar keseluruhan
aturan-aturan hukum itu, yaitu Pancasila.
3. Adanya kesatuan daerah, tempat bagi keseluruhan aturan-aturan hokum itu berlaku.
4. Adanya kesatuan waktu, saat keseluruhan aturan-aturan hokum itu berlaku.
Sementara itu, terdapat lebih banyak pandangan yang menyatakan bahwa Negara
Republik Indonesia telah berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka yang menyatakan
demikian antara lain: pihak pemerintah, Simorangkir, B.P. Paulus, Tolchah Mansoer, Mas
Soebagio dan M. Nasroen. Pihak pemerintah menggunakan dokumen otentik sebagai
argumentasi, antara lain: Peraturan Presiden No. 2 Tahun 1945, tanggal 10 Oktober 1945; dan
UU No. 6 Tahun 1947 tentang Perubahan atas UU No. 3 tahun 1946 tentang Warga Negara
dan Penduduk Negara, yang diberlakukan surut mulai tanggal 17 Agustus 1945.61
60 H.M. Laica Marzuki, Op. Cit., hlm. 181, 182. 61H.M. Laica Marzuki, Op. Cit., hlm. 182.
32
Simorangkir menambahkan dokumen otentik selain yang sudah dikemukakan oleh
pihak pemerintah dan argumentasi yang lain atas pendapatnya bahwa Negara Republik
Indonesia berdiri tanggal 17 Agustus 1945, yaitu62:
1. Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik
Indonesia tanggal 19 Mei 1950. Dalam persetujuan tersebut disepakati antara lain:
“kami menyetujui dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama-sama melaksanakan
Negara Kesatuan, sebagai jelmaan daripada Republik Indonesia berdasarkan
Proklamasi 17 Agustus 1945...”
2. UU No. 7 tahun 1950 tentang Penetapan Perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950.
Pada bagian Menimbang dinyatakan antara lain: “...bahwa Negara yang berbentuk
Republik Kesatuan ini sesungguhnya tidak lain daripada Negara Indonesia yang
kemerdekaannya oleh rakyat diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945…”
3. UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 1 huruf
a menentukan bahwa “orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau
perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah warganegara Republik Indonesia”.
4. Bung Karno pada Proklamasi 17 Agustus 1945 menyampaikan pidato singkat,
sebagaimana dilukiskan oleh Osman Raliby dalam bukunya, mengatakan bahwa
“…kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air
dan bangsa kita 1 Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara merdeka, Negara
Republik Indonesia, merdeka kekal abadi. …”
B.P. Paulus menyatakan bahwa walaupun dalam UU No. 6 Tahun 1947 tidak
dinyatakan pemberlakukan surut pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai peristiwa mula
terbentuknya Negara Republik Indonesia, namun dengan menjadikan tanggal 17 Agustus
62 J.C.T. Simorangkir, Op. Cit., hlm 164,165.
33
1945 sebagai mula pemberlakuan perolehan status kewarganegaraan Indonesia berarti pada
saat tanggal 17 Agustus 1945 sudah ada Negara Republik Indonesia, sebab hal
kewarganegaraan merupakan salah satu sendi adanya Negara. Selanjutnya ditegaskan bahwa
pentingnya mengetahui saat berdirinya Negara Republik Indonesia karena berkaitan dengan
ketentuan adanya warga Negara Republik Indonesia yang secara yuridis telah menjadi WNI
sejak tanggal 17 Agustus 1945.63
Moh Tolchah Mansoer64 menyatakan bahwa “…, berdirinya Negara Republik
Indonesia adalah 17 Agustus 1945”. Ditegaskan bahwa lebih tepat jika dinyatakan bahwa
UUD berlaku sejak tanggal 18 Agustus 1945 sebagai satu rangkaian tidak terpisahkan dengan
Proklamasi 17 agustus 1945, yang bagaimana pun ia merupakan norma dasar. Tolchah
Mansoer juga mengemukakan bahwa A.G. Pringgodigdo telah meninggalkan pendapatnya
mengenai Negara Republik Indonesia baru ada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian
menyatakan Negara Indonesia berdiri tanggal 17 Agustus 1945. Perubahan pendapat itu
terjadi setelah beliau membaca teorinya Kelsen.
Mas Soebagio menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia lahir tanggal 17
Agustus 1945 sebab pada saat itu disamping mulainya tertib hukum baru, juga daerah, rakyat,
dan pemerintahan sudah ada. Sementara itu, M. Nasroen, walaupun tidak secara eksplisit
menyatakan saat berdirinya Negara Indonesia, namun pendapatnya inklusif di dalam
pernyataannya bahwa “… sesungguhnyalah Negara itu adalah dari, oleh dan untuk rakyat,
yaitu Negara itu adalah berasal dari kemauan rakyat, dan Negara itu hanya alat yang
diadakan oleh rakyat untuk mencapai ujudnya melalui Negara itu sebagai.... bernegara
menghendaki adanya kesadaran sebagai rakyat yang satu dan tertentu, memiliki suatu daerah
63 B.P. Pauluas, 1983, Kewarganeraan RI Ditinjau dari UUD 1945 Khususnya Kewarganegaraan
Peranakan Tionghoa Tinjauan Filosofis, Historis, Yuridis Konstitusional, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 105. 64 Moh. Tolchah Mansoer, 1977, Pembahasan Beberapa Aspek tentang Kekuasaan-kekuasaan Eksekutif
dan Legislatif Negara Indonesia, Cetakan kedua, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. IX, 11.
34
yang satu dan tertentu dan mempunyai pemerintahan yang tertentu.65 Bahkan, tidak sekedar
sebagai rakyat melainkan sebagai bangsa. Hal itu dengan jelas dapat dilihat pada teks
Proklamasi 17 Agustus 1945 bahwa yang memproklamasikan Negara Republik Indonesia
ialah bangsa Indonesia, bukan rakyat Indonesia.
Negara pada dasarnya merupakan organisasi kekuasaan. Sebagai organisasi, negara
memiliki ciri-ciri yang berbeda dibandingkan organisasi lainnya dalam masyarakat. Menurut
Miriam Budiardjo, ciri-ciri negara yaitu: 66
a. Negara Bersifat Memaksa - Negara bersifat memasak artinya bahwa negara
memiliki kekuasaan fisik sifatnya legal. Alat untuk itu adalah seperti tentara, polisi,
dan alat hukum lainnya. Dengan adanya sifat yang memasak, maka semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku diharapkan akan ditaati sehingga keamanan dan
ketertiban negara pun tercapai;
b. Negara Bersifat Monopoli - Negara bersifat monopoli artinya negara menetapkan
tujuan bersama masyarakat, yaitu dengan menentukan mana yang boleh/baik dan juga
mana yang tidak boleh/tidak baik karena akan dianggap bertentangan dengan tujuan
suatu negara dan masyarakat;
c. Negara Bersifat Mencakup Semua - Negara bersifat mencakup semua artinya
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk semua orang tanpa
kecuali.
Victor Situmorang menyatakan ciri-ciri negara yaitu: coercive instrument (alat yang
memaksa), zwang ordenung (tata tertib memaksa), top organisasi, physieke geweld, dan
exorbitante rechten (hak-hak luar biasa).67 Negara sebagai coercive instrument dikemukakan
oleh Harold J. Laski, yang ditunjukkan dengan fakta sosiologis bahwa negara memiliki
militer dan polisi serta adanya peraturan perundang-undang yang memuat ancaman sanksi
65M. Nasroen, 1957, Asal Mula Negara, Penerbit Ichtiar, Jakarta, hlm. 10-11, 118. 66Ibid,hlm 40-41 67Victor Situmorang, Op. Cit., hlm. 10, 11.
35
pidana sehingga perseorangan maupun organisasi tidak dapat menyimpang dari peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara.
Adanya peraturan perundang-undangan yang memuat sanksi dan adanya hak milik
bagi negara menunjukkan juga bahwa negara sebagai zwang ordenung. Walaupun demikian,
negara tidak serta merta secara sembarangan mengaplikasikan sifatnya tersebut. Negara akan
mengenakan sanksi hanya jika terjadi pelanggaran terhadap tata tertib yang telah ditetapkan.
Bahkan untuk itu, negara dapat menggunakan paksaan yang bersifat fisik - physieke geweld,
misalnya negara dapat melakukan penyitaan, penyandraan, dan menghukum.
Selain ketiga ciri-ciri negara tersebut di atas, negara adalah juga sebagai top
organisasi dibandingkan dengan berbagai organisasi lain dalam masyarakat. Negara dianggap
sebagai organisasi yang paling tinggi dan paling baik mengenai bentuk dan susunan
organisasinya, Undang-Undang Dasarnya, tujuan organisasi, maupun jumlah anggotanya –
warganya. Ciri ini membawa implikasi pada adanya hak-hak luar biasa - exorbitante rechten
yang melekat pada negara, misalnya: negara dapat memungut pajak, mencetak uang, bahkan
dapat mengambil nyawa orang melalui penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak
pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. Tujuan dan Fungsi Negara
Tujuan dan fungsi memiliki sifat yang abstrak dan idiil. Tujuan menunjukkan apa
yang dicita-citakan, apa yang hendak dicapai atau diwujudkan oleh “Negara”. Sedangkan
Fungsi adalah pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai atau diwujudkan. Fungsi bersifat
riil dan konkret. Fungsi adalah pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai. Fungsi adalah
riil dan konkret. Tujuan tanpa fungsi adalah steril, fungsi tanpa tujuan adalah mustahil.
Tujuan tanpa fungsi adalah steril, fungsi tanpa tujuan adalah mustahil. 68 Dengan demikian
Tujuan negara adalah cita-cita yang hendak dicapai oleh negara. Sedangkan fungsi negara
68http://www.artikelsiana.com
36
adalah peranan negara untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Karena itu, tujuan negara
merupakan konsepsi sosiologis, sedangkan fungsi negara merupakan konsepsi yuridis. Hal itu
dengan sangat jelas tampak dari teori bersegi dua – zweseiten theorie dari G. Jellinek.
Tujuan Negara.
Setiap Negara mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Apa yang menjadi tujuan Negara
merupakan hal yang penting, karena akan menjadi pedoman bagaimana Negara disusun dan
dikendalikan, dan bagaimana rakyatnya diatur sesuai dengan tujuan tersebut. Teori tujuan
Negara pada umumnya digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu: Teori tujuan Negara yang klasik
dan Teori tujuan Negara yang modern69
Teori Tujuan Negara Klasik.
Ada beberapa tokoh yang dapat digolongkan penganut Teori tujuan Negara klasik
yaitu: Lord Shang, Niccolo Macchiavelli, Dante Allegheire. Shang Yang adalah Menteri
Tiongkok yang terkenal pula dengan nama Lord Shang, hidup pada tahun 523-428 SM.
Bukunya yang terpenting adalah A classic of the Chinese School of Law. Pada masanya,
pemerintahan Tiongkok sangat kacau dan pemerintahannya sangat lemah, dimana daerah-
daerah yang diperintah oleh gubernur tidak tunduk pada pemerintah pusat. Lord Shang
menjelaskan bahwa di dalam setiap Negara terdapat subyek yang selalu berhadapan dan
bertentangan, yaitu pemerintah dan rakyat. Kalau yang satu lemah maka yang lainnya kuat.
Dalam hal itu sebaiknya pihak pemerintahlah yang lebih kuat daripada rakyat supaya jangan
timbul kekacauan dan anarchism.
Jadi Tujuan Negara yang utama adalah suatu pemerintahan yang berkuasa penuh
terhadap rakyat. Sistem Lord Shang ini dapat ditemukan pada peraturan yang dibuat oleh
tokoh seperti Dzengis Khan dan Timur Lenk.
69 I Dewa Gde Atmadja,Op. Cit.,hlm.50
37
Niccolo Macchiavelli adalah seorang diplomat Italia yang hidup Antara Tahun 1429
– 1527. Bukunya adalah Il Principe (kepala Negara). Gagasannya tentang tujuan Negara
hampir mirip dengan Lord Shang, yakni Negara harus lebih kuat daripada rakyatnya. Tujuan
Negara adalah untuk memupuk kekuasaan guna mencapai kemakmuran rakyat. Menurutnya
pemerintah harus selalu berusaha agar tetap berada diatas segala aliran yang ada, ia harus
lebih berkuasa, dan kadang-kadang harus bersikap sebagai singa terhadap rakyat, supaya
rakyat takut kepada pemerintah. Jadi disini menurut Macchiavelli, dalam upaya untuk
mencapai tujuan Negara yaitu “kekuasaan”, Raja dapat menghalalkan segala cara (ends
justifies means).
Dante Allegheire adalah seorang filosof dan penyair yang hidup antara Tahun 1265-
1321. Teorinya ditulis dalam bukunya Die Monarchia. Tujuan Negara menurutnya adalah
menciptakan perdamaian dunia, dengan jalan menciptakan undang-undang yang seragam
bagi seluruh umat manusia. Kekuasaan sebaiknya berada ditangan raja/kaisar supaya
perdamaian dan keamanan terjamin. Dengan demikian maka secara tersirat tujuan Negara
menurut Dante adalah menciptakan “kerajaan dunia” (world emperium).
Teori Tujuan Negara Modern
Teori Tujuan Negara Modern dianut oleh beberapa sarjana antara lain Immanuel
Kant, Jacobsen dan Lipman, danJ.Barents. Immanuel Kant adalah seorang filsuf Jerman
yang hidup Antara Tahun 1724-1804, ia menulis dalam bukunya; Mataphysische
Afangsrunde (ajaran metafisika dalam hukum). Menurut pendapatnya manusia dilahirkan
sederajat dan segala kehendak,kemauan dalam masyarakat Negara harus berdasarkan pada
UU. Peraturan hukum harus dirumuskan secara tertulis dan menjadi dasar pelaksanaan
pemerintahan.Selain itu juga ia memandang perlunya pemisahan kekuasaan dalam
Negara,sebagaimana dikemukakan oleh Montesquieu.
38
Tujuan Negara menurut Kant adalah menegakkan hak-hak dan dan kebebasan warga
Negara atau kemerdekaan individu. Untuk menjamin kebebasan individu harus berupa
jaminan perlindungan HAM dan harus diadakan pemisahan kekuasaan dalam Negara.
Jacobsen dan Lipman, adalah sarjana Belanda yang membedakan antara tujuan
dengan fungsi Negara. Dalam bukunya Political Science, tujuan dari Negara yaitu:
a. Pemeliharaan ketertiban,
b. Memajukan kesejahtraan individu dan kesejahtraan umum, dan
c. Mempertinggi moralitas.
Sementara fungsi Negara adalah: fungsi esensial (fungsi yang diperlukan demi kelanjutan
Negara), fungsi jasa, dan fungsi perniagaan.70
J.Barents, dalam bukunya De Wetenschap der Politiek (Ilmu Politik), tujuan Negara
dikelompokkan dalam 2 klasifikasi yakni:
1. Tujuan Negara yang sebenarnya (asli dan utama), meliputi: pemeliharaan keteriban dan
keamanan serta pemeliharaan kesejahtraan umum.
2. Tujuan Negara yang tidak sebenarnya, yaitu untuk mempertahankan kedudukan kelas
yang berkuasa.
Padmo Wahyono, dalam bukunya “Negara Republik Indonesia”, menyatakan ada 4
kelompok teori tujuan Negara yaitu:
1. Teori Kekuasaan, bahwa tujuan Negara adalah semata-mata untuk mempertahankan
kekuasaan (machtstaat).
2. Teori Kemakmuran Negara (etatisme). Menurut teori ini pusat segala kehidupan ada
pada Negara, karena itu yang paling penting adalah Negara. Jadi Negara itu adalah
tujuan itu sendiri, dan bukan alat untuk mencapai kemakmuran (tipe polizeistaat ).
70 I Dewa Gde Atmaja,Op Cit.hlm54.
39
3. Teori Kemakmuran Individu. Menurut teori ini, tujuan Negara hanya dapat dicapai
melalui kebebasan individu (HAM) yang dijamin oleh UU.
4. Teori Kemakmuran Rakyat. Tujuan Negara mengutamakan kemakmuran rakyat, yang
harus dicapai secara adil.Dengan demikian maka dari segi tujuan Negara, tipe Negara
yang diidealkan adalah tipe Negara hukum-materiil (Social Service State).
Fungsi Negara
Fungsi Negara diartikan sebagai tugas organisasi Negara itu diadakan. Atau dapat
dikatakan bahwa fungsi Negara adalah dinamika Negara dengan segala aktifitas, peran yang
dimainkan dalam mencapai tujuan Negara.71 Ada bermacam-macam fungsi negara antara
lain:
1. Fungsi keamanan dan ketertiban: Negara memiliki fungsi kemanan dan ketertiban
yang mengandung maksud bahwa negara menjaga kemanan dan ketentraman dalam
masyarakat, serta mencegah bentrokan antarkelompok atau antar individu.
2. Fungsi kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya: Fungsi ini sngat penting, yakni
mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang pada hakikatnya merupakan
tujuan negara itu sendiri.
3. Fungsi pertahanan: Hal ini mengandung maksud bahwa negara berfungsi untuk
menjaga kemungkinan serangan dari luar. Oleh karena itu, negara perlu memiliki alat-
alat pertahanan yang kuat dan canggih.
4. Fungsi keadilan: Hal ini mengandung maksud bahwa negara memperlakukan setiap
orang secara adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 72
71 I Dewa Gede Atmadja, Op Cit,hlm.50. 72http://www.artikelsiana.com/2015/06/pengertian-negara-fungsi-unsur-unsur-sifat-sifat.html
40
Selain fungsi tersebut diatas, ada beberapa teori tentang fungsi Negara yang
dikemukakan oleh para sarjana yaitu:73John Locke, membagi fungsi Negara atas 3 (tiga)
fungsi yaitu:
a. Legislatif adalah fungsi membuat peraturan;
b. Eksekutif adalah fungsi melaksanakan peraturan; dan
c. Federatif adalah fungsi mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.
Selanjutnya Montesquieu, yang dikenal dengan teori “Trias Politika” nya membagi
fungsi negara menjadi:a. Legislatif yakni fungsi membuat peraturan/UU;b.Eksekutif yaitu
fungsi melaksanakan peraturan; dan c.Yudikatif yakni fungsi mengadili.Fungsi membuat
peraturan (legislative function) dilaksanakan oleh badan legislatif.Fungsi melaksanakan
Undang-undang (excecutive function) dilaksanakan oleh badan eksekutif.Fungsi Peradilan
(judicial function) dilaksanakan oleh badan peradilan. Dengan demikian ajaran trias politika
yang dikemukakan oleh montesqueiu merupakan ajaran tentang pemisahan kekusaan
(separation of power).Setiap fungsi tersebut terpisah satu dengan lainnya. Maksud pemisahan
fungsi tersebut, yaitu: sebagai berikut:
1. agar kekuasaan pemerintahan tidak terpusat pada satu tangan saja (raja);
2. untuk mencegah tindakan sewenang-wenang; dan
3. untuk menjamin adanya kebebasan berpolitik.
Hanya saja Ajaran trias politika tentang pemisahan kekuasaan dari Montesqie tersebut
sulit untuk diterapkan dinegara-negara modern karena beberapa hal:
a. fungsi negara modern tidak hanya terbatas dalam 3 fungsi itu, tetapi sudah bertambah
dengan fungsi-fungsi lain dan yang paling penting adalah fungsi kesejahteraan umum;
b. bahwa dalam negara-negara modern suatu fungsi tidak hanya dijalankan oleh satu organ
saja, tetapi oleh lebih dari satu organ.Misalnya dalam pembentukan undang-undang.
73 Soetomo, Op. Cit.,hlm. 37-38.
41
c. Pemisahan kekuasaan secara tegas akan memungkinkan timbulnya penyalahgunaan
kekuasaan (detournement de povoir).
d. Adanya prinsip checks and balances dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.
Van Vollen Hoven, dengan teorinya “Catur Praja” menyatakanfungsi Negara terdiri
dari:
a. Regeling; membuat peraturan
b. Bestuur; pemerintahan
c. Rechtspraak; mengadili
d. Politie; fungsi ketertiban dan keamanan
Goodnow. Teorinya disebut dengan “Dwipraja” (Dichotomy). Fungsi Negara ada 2
yaitu:
a. Policy making, adalah fungsi pembentukan kebijaksanaan Negara pada waktu tertentu
untuk seluruh masyarakat.
b. Policy Eksexuting, adalah fungsi melaksanakan kebijaksanaan yang dibentuk melalui
fungsipolicy making.
Moh.Koesnardi mengemukakan fungsi Negara terdiri dari fungsi melaksanakan
penertiban (Law and order) dan fungasi menghendaki kesejahtraan dan kemakmuran
rakyatnya.
Selain teori fungsi Negara sebagaimana dikemukakan oleh para sarjana diatas,
terdapat pula beberapa teori lain tentang fungsi Negara seperti: anarkisme-nihilisme,
individualisme-liberalisme,sosialisme-komunisme, sindikalisme,Guild sosialisme, facisisme-
naziisme, dan Kollektifisme empiris.74
Anarkhisme-Nihilisme.Anarkhisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tanpa
pemerintah” (non-rule). Anarkhisme didasarkan pada anggapan bahwa kodrat manusia adalah
74 Baca lebih lanjut dalam Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, 2009, Memahami Ilmu Negara dan Teori
Negara, Refika Aditama, Bandung, hlm. 49-56.
42
baik dan bijaksana. Karenanya manusia tidak memerlukan negara. Fungsi negara dapat
diselenggarakan oleh perhimpunan yang dibentuk secara sukarela (voluntary association).
Anarkhisme ada 2 golongan, yakni anarkhisme filofofis (dilaksanakan dengan cara damai dan
evolusioner) dan anarkhisme revolusioner (dilaksanakan dengan cara segala daya-upaya,
termasuk dengan kekerasan sekalipun).
Individualisme-Liberalisme.Ini menghasilkan bentukan negara yang liberal, yakni
konsepsi negara negatif, hanya menjaga individu tidak diganggu dalam keamanan dan
ketertibannya, hidup, kebebasan dan hak miliknya. Paham ini didasarkan atas 3 dasar :
a. Dasar ethis, kebebasan individu dapat menciptakan perkembangan harmonis.
b. Dasar ekonomis, semua individu selalu berusaha memenuhi kepentingannya sendiri.
c. Dasar ilmiah, berlakunya hukum survival of the fittest pada binatang dan mahluk
lainnya, yakni yang kuat yang akan bertahan.
Sosialisme-Komunisme. Gerakan ini menghendaki campur tangan pemerintah
seluas mungkin dalam bidang perekonomian. Sosialisme menghendaki penguasaan bersama
dari semua alat-alat produksi dan perluasan aktifitas negara sampai bidang perekonomian
yang sekecil-kecilnya. Sedangkan Komunisme adalah salah satu bentuk dari sosialisme.
Perbedaan antara sosialisme dengan komunisme:yaitu: bahwa Sosialisme dapat bersifat
evolusioner, sedang komunisme adalah sosialisme yang revolusioner. Sosialisme masih dapat
mempertahankan milik partikelir/swasta dalam batas-batas tertentu, sedang komunisme lebih
ekstrim dalam penghapusan semua milik partikelir.
Sindikalisme. Sindikalisme berasal dari kata perancis syndicate berarti ‘pekerja’.
Sindikalisme juga mempunyai tujuan-tujuan sosialisme, tapi bukan sosialisme kenegaraan
melainkan sosialisme serikat pekerja. Ajarannya bahwa, buruh yang memainkan peranan
utama, bukan negara. Alat-alat produksi harus dirampas dari tangan borjuasi, tapi tidak
dikuasai negara, namun dikuasai buruh.
43
Guild sosialisme. Ini merupakan gerakan yang bersifat khas inggris. Ajarannya
adalah badan-badan koorperasi umum akan menguasai alat-alat produksi dan akan
menyelenggarakan tugas-tugas negara dalam bidang kesejahteraan. Ide ajaran ini banyak
yang diambil dari sosialisme dan sindikalisme.
Fascisme. Fascisme berasal dari istilah fascio yang berarti kelompok atau kumpulan.
Sifat-sifat khas gerakan fascisme yaitu sifat kediktatoran dan ketotaliterannya, serta
dianutnya doktrin organis mengenai negara. Negara dipersamakan dengan mahluk hidup
yang mempunyai kemauan sendiri, terlepas dari warganya. Fascisme membenarkan
penguasaan dari semua alat-alat produksi oleh negara dan tidak mengenal batas dari fungsi-
fungsi yang dapat diselenggarakan oleh negara .
Kollektifismeempiris.Disebut aliran empiris, karena didasarkan atas pengalaman.
Disebut kolektifitis, karena berusaha mengajukan kesejahteraan kolektif dengan menyediakan
jasa-jasa yang tidak bisa disediakan oleh usaha-usaha swasta. Aliran ini menyetujui
penguasaan umum atas dinas-dinas umum yang vital seperti perusahaan gas dan listrik serta
angkutan umum.75
Sedangkan Fungsi negara di Indonesia jika dikaji menggunakna teori Trias
Politika,maka teori Trias Politika yang digunakan bukanlah teori yang memisahkan
kekuasaan secara tegas.
8. Penutup
Resume.
Dari paparan materi tersebut diatas maka perkembangan istilah negara sudah ada
sejak jaman dahulu dari jaman sebelum masehi hingga zaman modern. Ada berbagai istilah
untuk menyebut negara antara lain Polis, staat (Bahasa Belanda), state (Inggris), d’etat
(Prancis), estado (Spanyol), Stato (Italia), dan Negara.Demikian pula tentang apa itu negara,
75 Baca I Dewa Gde Atmadja,Op.Cit.,hlm. 54-60. juga, http://www.artikelsiana.com.
44
ada berbagai difinisi dari negara danperbedaan pemikiran diantara para sarjana tentang arti
negara. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan sudut pandang, lingkungan dimana mereka
hidup serta perbedaan situasi, jaman dan keadaan dimana mereka hidup.
Dalam perkuliahan dideskripsikan pula tentang sifat negara yang membedakannya
dengan organisasi lainnya seperti, monopoli, memaksa, dan mencakup semua. Tentang apa
hakikat dari negara ada berbagai pendapat yang dikemukakan oleh beberapa sarjana.Seperti:
J.J. Rousseau,Hobbes, Grotius dan sebagainya. Sedangkan unsur-unsur negara telah
disebutkan dalam Montevideo Convention on Rights and Duties of States of 1933), di dalam
Pasal 1 ditentukan bahwa: The state as a person of international law should possess the
following qualifications: (a) apermanent population; (b) a defined territory; (c) government;
and (d) capacity to enter intorelations with the other states.
Terkait tujuan dan fungsi negara maka, tujuan menunjukkan apa yang dicita-citakan,
apa yang hendak dicapai atau diwujudkan dalam konteks ini adalah oleh “Negara”.
Sedangkan Fungsi adalah pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai atau diwujudkan.
Fungsi bersifat riil dan konkret.Untuk tujuan negara, maka ada 2 teori yakni tujuan negara
klasik dan tujuan negara modern.Sedangkan fungsi negara terdapat beberapa pendapat seperti
yang dikemukakan oleh John Locke, Montesqueu,Goodnow dan lainnya.
Latihan.
Sebagai akhir dari bagian Penutup maka, disediakan soal latihan bagi mahasiswa agar
dikerjakan untuk mengetahui capaian pembelajaran. Mahasiswa wajib mengerjakan tugas-
tugas latihan, sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan negara, dan apa bedanya dengan organisasi lainnya?
2. Apakah unsur-unsur negara sebagaimana yang terdapat dalam Konvensi Montevideo
Tahun 1933 merupakan syarat mutlak adanya negara?
3. Apa tujuan dari negara Indonesia?
45
4. Apakah Indonesia menganut teori Montesqueu,yang memisahkan fungsi negara secara
ketat?
Bahan Bacaan Abu Daud Busroh, H., 1990, Ilmu Negara, Cetakan pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Azhary, 1983, Ilmu Negara Pembahasan Buku Prof. Mr. R. Kranenburg, Cetakan Keempat,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Budiarjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Cetakan pertama, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Deliar Noer, 1982, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Edisi pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
Djokosutono, 1982, Ilmu Negara, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.
E. Utrecht; 1966, Pengantar Ilmu Hukum, Ichtiar, Jakarta.
Fukuyama, Francis, 2005, Memperkuat Negara Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21,
Terjemahan: State-Building: Governance and World Order in the 21st Century,
Penerjemah: A. Zaim Rofiqi, Kerja sama Kedutaan Besar Amerika Serikat, Freedom
Institute, dan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gerner, Bryan A., Editor in Chief, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, Thomson, West.
Huala Adolf, 1991, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta.
Isjawara, F., 1980, Pengantar Ilmu Politik, Cetakan ke-7, Bina Cipta, Jakarta.
Kelsen, Hans, 1995, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu
Hukum Emperik-Deskriptif (Judul asli General Theory of Law and State), Alih Bahasa
Soemardi, Rimdi Press.
Laica Marzuki, H.M., Mula Keberadaan Negara Republik Indonesia dalam Jimly
Asshiddiqie, 2007, “Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer”, Cetakan
pertama, The Biography Institute, Jakarta.
Max Bolli Sabon, 1992, Ilmu Negara, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Nasroen, M., 1957, Asal Mula Negara, Penerbit Ichtiar, Jakarta.
Niccolo Machiavelli, 1987, Sang Penguasa Surat Seorang Negarawan Kepada Pemimpin
Republik, alih bahasa: C. Woekirsari, PT Gramedia, Jakarta.
Pantja Astawa, Gde dan Suprin Na’a, 2009, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara,
Refika Aditama, Bandung.
Parthiana, Wayan, 1990, Pengantar Hukum Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung.
46
Pauluas, B.P., 1983, Kewarganeraan RI Ditinjau dari UUD 1945 Khususnya
Kewarganegaraan Peranakan Tionghoa Tinjauan Filosofis, Historis, Yuridis
Konstitusional, Pradnya Paramita, Jakarta.
Pudja Pramana, 2009, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogyakarta.
Rapar, J.H., 1988, Filsafat Politik Plato, Cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
Razikin Daman, 1993, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, Raja Grafindo, Jakarta.
Situmorang, Victor, 1987, Intisari Ilmu Negara, Cetakan pertama, Bina Aksara, Jakarta.
Simorangkir, J.C.T., 1984, Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi Ilmu Hukum
Tata Negara Indonesia, Gunung Agung, Jakarta.
Soehino, 1980, Ilmu Negara, Liberty, Jogyakarta.
Soetomo, 1993, Ilmu Negara, Usaha Nasional, Surabaya.
Solly Lubis, M., 2002, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung.
Starke, J. G., 1988, Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi kesembilan, Cetakan Pertama,
Alih Bahasa: Sumitro L.S. Danuredjo, PT Aksara Persada Indonesia.
Strong, C. F., 1952, Modern Political Constitutions An Introduction to The Comparative
Study of Their History and Existing Form, Revised Edition, Sidgwick & Jackson Limited,
London.
_______, 2004, Konstitusi-konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan tentang Sejarah
dan Bentuk-bentuk Konstitusi Dunia, Terjemahan: SPA Teamwork, Cetakan I,
Diterbitkan atas kerjasama Penerbit Nuansa dengan Penerbit Nusamedia, Bandung.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Ketujuh, Balai Pustaka Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Jakarta.
Wahjono, Padmo, 1982, Negara Republik Indonesia, Edisi baru, CV. Rajawali.
http://www.ilmusiana.com/2015/04/pengertian-negara-paling-lengkap.html.
47
TUTORIAL
UNSUR-UNSUR, CIRI-CIRI, TUJUAN DAN FUNGSI NEGARA
1.Pendahuluan
Dalam tutorial kedua ini, mahasiswa berdiskusi mengenai apa yang merupakan unsur-
unsur,ciri-ciri, tujuan dan fungsi Negara. Setelah melakukan tutorial ini, mahasiswa
diharapkan memahami apa mengenaiunsur-unsur dari negara, bagaimana ciri-ciri dari negara
serta apa yang merupakan tujuan dan fungsi suatu negara. Materi tutorial kedua ini sangat
penting sebagai landasan untuk memahamikonsep-konsep terkait dengan negara pada
perkuliahan berikutnya. Karena itu, dalam tutorial ini mahasiswa harus mendiskusikan
mengenai apa itu unsur,ciri,tujuan dan fungsi negara yang terdapat dalam penyajian materi:
2. Study Task
INDIA KELUARKAN LARANGAN KELUAR RUMAH
Rabu, 1 Oktober 2008 | 17:39 WIB
BHUBANESWAR - Pihak berwenang memberlakukan larangan keluar rumah di
beberapa kota di India timur, Rabu (1/10), setelah serangan-serangan baru oleh warga
Hindu terhadap warga Kristen dalam bentrokan menyangkut perpindahan agama yang
meluas, kata para pejabat. Warga Hindu menentang usaha pekabar injil Kristen untuk
mengubah agama warga Hindu kasta rendah menjadi Kristen. Massa Hindu membakar
rumah-rumah di dua desa yang banyak dihuni warga Kristen, di Distrik Kandhamal,
negara bagian Orissa, Selasa kemarin, sehingga menewaskan seorang. Satu gereja juga
dibakar. "Kami sekarang memberlakukan larangan ke luar rumah siang dan malam di
paling tidak sembilan kota," kata Inspektur Polisi S Praveen Kumar. Sepuluh orang
ditahan.
Kerusuhan itu terjadi setelah serangkaian serangan terhadap warga Kristen di tiga
negara bagian yang menewaskan paling tidak 34 orang dan merusak lusinan gereja bulan
lalu. Pihak Kristen membalas dengan aksi kekerasan di Orissa. Lebih dari 3.700 polisi
federal dikerahkan di Orissa, lokasi kerusuhan, walaupun kelompok-kelompok Kristen
dan media lokal menuduh polisi dan pihak pejabat negara bagian itu menutup mata
terhadap beberapa serangan.
Para korban serangan-serangan itu mengatakan kelompok-kelompok politik
nasionalis Hindu seperti Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) yang berhaluan keras dan
Sangh Parivar terlibat. Kelompok-kelompok nasionalis Hindu membantah tuduhan ini.
Paus Benedictus mengecam serangan-serangan itu. Perdana Menteri Manmohan Singh
yang berulangkali ditanya tentang aksi kekerasan itu ketika mengunjungi Prancis,
menyebut serangan-serangan itu satu hal "yang memalukan" dan meminta pemerintah
negara bagian Orissa, yang dikuasai koalisi nasionalis Hindu menegakkan hukum dan
ketertiban.
Sumber: http://www.tribunkaltim.com/read/artikel/8783, Kamis, 16 Oktober 2008.
48
Tugas:
1 Jelaskan mengenai unsur-unsur, ciri-ciri, hakikat, tujuan dan fungsi negara
berdasarkan pada wacana di atas.
2 Apakah larangan ke luar rumah yang dikeluarkan oleh yang berwenang di India
Timur dapat dipertanggungjawabkan dari perspektif tujuan dan ciri-ciri negara ?
3. Discussion task
Berkat dukungan 4 negara ini, Indonesia pertahankan kemerdekaan
Senin, 17 Agustus 2015 06:17 Reporter : Ardyan Mohamad
Merdeka.com - Hari ini, Republik Indonesia merayakan 70 tahun kemerdekaan. Tidak
bisa dipungkiri, perjuangan bapak bangsa seperti Soekarno, Mohammad Hatta, ataupun
Sjahrir dalam mengupayakan proklamasi di Ibu Kota Jakarta, menjadi titik tolak utama
deretan upaya selanjutnya membebaskan wilayah nusantara dari otoritas kolonial
manapun.Namun tidak bisa dilupakan, proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No.56 itu
secara de facto maupun de jure belum mengubah keadaan. Semua sejarawan mengakui,
pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno didampingi Hatta cuma menegaskan adanya
kekosongan kekuasaan kolonial, setelah Jepang menyerah pada sekutu.
Di luar kemauan merdeka bangsa ini, ternyata dukungan negara lain juga diperlukan.
Apalagi setahun setelah proklamasi, Belanda (NICA) kembali berusaha merebut wilayahnya
bersama kedatangan militer Inggris.Agresi Militer I dan II, lagi-lagi oleh NICA, sekaligus
membuktikan vitalnya sokongan negara lain terhadap upaya mempertahankan kemerdekaan.
Berkat tekanan Dewan Keamanan PBB belaka, Belanda akhirnya menghentikan agresi, lalu
kembali ke meja perundingan jelang 1949.
Berdasarkan memoar A.H Nasution maupun beberapa teks sejarah primer,
merdeka.com berusaha merangkum empat negara yang berperan paling besar mendukung
Indonesia di awal-awal berdirinya republik. Keempat Negara tersebut yaitu: Mesir mengakui
de facto tangal 22 Maret 1946, kemudian pengakuan de jure pada tanggal 10 Juni 1947.
India. Negara mayoritas Hindu ini merdeka dua tahun setelah proklamasi Soekarno-Hatta.
Kesamaan nasib sebagai bangsa terjajah membuat India antusias mendukung republik anyar
tersebut. Tahta Suci Vatikan memberikan pengakuan de facto pada 6 Juli 1947, dengan
menunjuk delegasi apostolik Georges Marie Joseph, sebagai penghubung Vatikan-RI.
Vatikan menjadi entitas politik pertama di Eropa yang menerima kedaulatan bangsa
Indonesia. Secara de jure, Vatikan baru berhubungan resmi dengan RI setelah mendirikan
Apostolic Internunciatur di Jakarta pada 1950. Australia turut berjasa mengamankan
kemerdekaan dari rongrongan agresi militer. Hubungan bangsa Indonesia dan penduduk
Australia terjalin lewat korespondensi serikat pekerja perkapalan. Australia kemudian masuk
sebagai anggota Komisi Tiga Negara untuk menengahi proses gencatan senjata antara
Belanda-RI pada 25 Agustus 1947.
https://www.merdeka.com/dunia/berkat-dukungan-4-negara-ini-indonesia-pertahankan-
kemerdekaan.html
49
Tugas. Apakah pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia – berdirinya Negara Indonesia,
sebagaimana dideskripsikan pada wacana di atas, bersifat konstitutif ? Jelaskan dari
sisi pro dan kontra.
4.Penutup
Dalam penyajian materi: Study Task tersebut di atas dideskripsikan adanya berbagai
teori dan pendapat tentang apa yang merupakan unsur-unsur negara, ciri-ciri dari organisasi
yang disebut negara,apa yang menjadi hakekat, tujuan serta fungsi negara. Apa yang menjadi
tujuan serta fungsi negara ada berbagai pendapat/pandangan, termasuk apa yang menjadi
tujuan dan fungsi Negara Indonesia. karena itu harus diketemukan oleh mahasiswa di dalam
kegiatan tutorial Terhadap hal itu, mahasiswa berdiskusi untuk menguraikan aspek-aspek
tersebut.
Kemudian pada discussion task dideskripsikan mengenai pengakuan dari 4 (empat)
Negara, yaitu Mesir, India, Vatikan, dan Australia terhadap kemerdekaan Indonesia.
Pengakuan tersebut mengimbangi terhadap sikap Belanda dan sekutunya yang tidak iklas
dengan berdirinya Negara Indonesia.
Pada akhir tutorial, mahasiswa wajib menyetor laporan kegiatan tutorial, yang
mendeskripsikan secara rinci seluruh kegiatan.
BAHAN BACAAN
Abu Daud Busroh, H., 1990, Ilmu Negara, Cetakan pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Azhary, 1983, Ilmu Negara Pembahasan Buku Prof. Mr. R. Kranenburg, Cetakan Keempat,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Budiarjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Cetakan pertama, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Deliar Noer, 1982, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Edisi pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
Djokosutono, 1982, Ilmu Negara, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.
50
E. Utrecht; 1966, Pengantar Ilmu Hukum, Ichtiar, Jakarta.
Fukuyama, Francis, 2005, Memperkuat Negara Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21,
Terjemahan: State-Building: Governance and World Order in the 21st Century,
Penerjemah: A. Zaim Rofiqi, Kerja sama Kedutaan Besar Amerika Serikat, Freedom
Institute, dan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gerner, Bryan A., Editor in Chief, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, Thomson, West.
Huala Adolf, 1991, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta.
Isjawara, F., 1980, Pengantar Ilmu Politik, Cetakan ke-7, Bina Cipta, Jakarta.
Kelsen, Hans, 1995, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu
Hukum Emperik-Deskriptif (Judul asli General Theory of Law and State), Alih Bahasa
Soemardi, Rimdi Press.
Laica Marzuki, H.M., Mula Keberadaan Negara Republik Indonesia dalam Jimly
Asshiddiqie, 2007, “Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer”, Cetakan
pertama, The Biography Institute, Jakarta.
Max Bolli Sabon, 1992, Ilmu Negara, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Nasroen, M., 1957, Asal Mula Negara, Penerbit Ichtiar, Jakarta.
Niccolo Machiavelli, 1987, Sang Penguasa Surat Seorang Negarawan Kepada Pemimpin
Republik, alih bahasa: C. Woekirsari, PT Gramedia, Jakarta.
Pantja Astawa, Gde dan Suprin Na’a, 2009, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara,
Refika Aditama, Bandung.
Parthiana, Wayan, 1990, Pengantar Hukum Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung.
Pauluas, B.P., 1983, Kewarganeraan RI Ditinjau dari UUD 1945 Khususnya
Kewarganegaraan Peranakan Tionghoa Tinjauan Filosofis, Historis, Yuridis
Konstitusional, Pradnya Paramita, Jakarta.
Pudja Pramana, 2009, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogyakarta.
Rapar, J.H., 1988, Filsafat Politik Plato, Cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
Razikin Daman, 1993, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, Raja Grafindo, Jakarta.
Situmorang, Victor, 1987, Intisari Ilmu Negara, Cetakan pertama, Bina Aksara, Jakarta.
Simorangkir, J.C.T., 1984, Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi Ilmu Hukum
Tata Negara Indonesia, Gunung Agung, Jakarta.
Soehino, 1980, Ilmu Negara, Liberty, Jogyakarta.
51
Soetomo, 1993, Ilmu Negara, Usaha Nasional, Surabaya.
Solly Lubis, M., 2002, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung.
Starke, J. G., 1988, Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi kesembilan, Cetakan Pertama,
Alih Bahasa: Sumitro L.S. Danuredjo, PT Aksara Persada Indonesia.
Strong, C. F., 1952, Modern Political Constitutions An Introduction to The Comparative
Study of Their History and Existing Form, Revised Edition, Sidgwick & Jackson Limited,
London.
_______, 2004, Konstitusi-konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan tentang Sejarah
dan Bentuk-bentuk Konstitusi Dunia, Terjemahan: SPA Teamwork, Cetakan I,
Diterbitkan atas kerjasama Penerbit Nuansa dengan Penerbit Nusamedia, Bandung.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Ketujuh, Balai Pustaka Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Jakarta.
Wahjono, Padmo, 1982, Negara Republik Indonesia, Edisi baru, CV. Rajawali.
http://www.ilmusiana.com/2015/04/pengertian-negara-paling-lengkap.html.