Download doc - NYERI

Transcript
Page 1: NYERI

NYERINyeri merupakan suatu fenomena kompleks yang meliputi komponen sensori

diskriminatif dan motivasional afektif (Galer et al, 2002). Komponen sensori

diskriminatif nyeri tergantung pada proyeksi traktus (meliputi traktus spinotalamikus

dan traktus trigeminotalamikus) menuju kortek serebri. Pengolahan sensori pada

level yang lebih tinggi menghasilkan persepsi kualitas nyeri (tusukan, terbakar, dan

sakit), lokasi rangsangan nyeri, intensitas nyeri, dan durasi nyeri. Komponen afektif

motivasional merespons terhadap rangsangan nyeri meliputi perhatian dan arousal,

refleks somatik dan otonomik, respons endokrin, dan perubahan emosional. Hal-hal

tersebut dapat menimbulkan rangsangan nyeri yang tidak nyaman.

Definisi nyeri yang disepakati oleh Internasional Association for The Study

of Pain menegaskan bahwa sifat kompleks nyeri merupakan suatu kondisi fisis,

emosional, dan psikologis. Sudah diakui bahwa nyeri tidak memiliki hubungan yang

berarti dengan derajat kerusakan jaringan yang muncul. Kegagalan untuk menilai

faktor kompleks yang mempengaruhi rasa nyeri dan percaya sepenuhnya terhadap

temuan pemeriksaan fisik dan tes laboratorium dapat menimbulkan kesalahpahaman

dan terapi nyeri yang tidak adekuat. Secara sederhana konsep anatomis

mempengaruhi intervensi terapi yang sederhana seperti neuroktomi atau rhizotomi,

yang dapat memperparah nyeri atau menimbulkan nyeri baru dan nyeri yang lebih

hebat.

Pada kenyataannya, sistem nosiseptif sangat kompleks dan mudah

menyesuaikan diri. Sensitivitas pada kebanyakan komponen tersebut dapat diulang

lagi pada kondisi fisiologis dan patologis yang berbeda. Inovasi pengobatan yang

dikembangkan adalah target penyebab nyeri dengan melibatkan peran transduksi

nyeri, transmisi, interpretasi, dan modulasi pada sistem saraf tepi dan sistem saraf

pusat (Tabel 44-1).

1

Page 2: NYERI

Pengaruh Sosial

Nyeri (nyeri pinggang, sakit kepala, dan nyeri sendi) merupakam salah satu

alasan paling sering kunjungan ke dokter. Diperkirakan bahwa nyeri kronik dapat

terjadi pada 40 % populasi dewasa (Glajchen, 2001). Prevalensi nyeri pinggang

berkisar antara 8% sampai 37% dan terutama menonjol pada pasien berusia 45-60

tahun. Diperkirakan pula bahwa 40 juta pasien mengalami nyeri muskuloskeletal

(Helmick et al 1995). Pasien dengan penyakit keganasan sering mengalami

peningkatan rasa nyeri sesuai dengan perkembangan penyakitnya. Biaya sosial yang

berkaitan dengan nyeri kronik sangat besar dengan suatu asumsi bahwa biaya

perlengkapan tahunan yang terkait dengan nyeri punggung, sakit kepala migrain, dan

nyeri sendi adalah sebesar 40 juta dolar (tidak termasuk prosedur pembedahan untuk

mengobati nyeri, dan kehilangan waktu untuk bekerja).

Neurobiologi Nyeri

Pengalaman nyeri meliputi suatu rangkaian kompleks proses neurofisiologi

yang menggambarkan empat komponen yang berpengaruh : transduksi, transmisi,

modulasi, dan persepsi. Transduksi merupakan suatu proses dimana rangsangan yang

berbahaya diubah ke impuls elektrik pada akhiran saraf sensori. Transmisi

merupakan penghantaran impuls elektrik ke sistem saraf pusat dengan hubungan

utama terjadi pada cornu dorsalis medula spinalis dan talamus pada proyeksi korteks

cingulata, insular, dan somatosensori. Modulasi nyeri merupakan proses perubahan

transmisi nyeri. Hal ini kemungkinan karena mekanisme inhibisi dan eksitasi

memodulasi transmisi impuls nyeri (nosiseptif) pada sistem saraf tepi dan sistem

saraf pusat. Persepsi nyeri dipikirkan terjadi pada talamus dimana korteks berperan

penting dalam membedakan pengalaman sensori yang spesifik.

Nyeri dapat terjadi pada ketidaklengkapan empat tahapan di atas. Misalnya

nyeri pada neuralgia trigeminal terjadi karena tidak adanya transduksi suatu

rangsangan kimiawi pada nociceptor reflecting axonal yang menghambat inisiasi

pada sisi saraf yang terkompresi atau mengalami demyelinisasi. Modulasi impuls

nyeri dapat tidak terjadi jika suatu traktus sistem saraf rusak. Contohnya, nyeri

phantom-limb terjadi karena tidak adanya nociception atau nociceptor (reseptor

nyeri).

2

Page 3: NYERI

Modulasi Nociception

Modulasi rangsangan nosiseptif dapat terjadi di perifer dan pada semua titik

di mana terjadi transmisi sinaps

Modulasi Perifer

Modulasi perifer rangsangan nosisepsi terjadi karena pembebasan atau

eliminasi zat kimia di dekat nosiseptor. Kerusakan jaringan mengaktifasi nosiseptor

di perifer dengan cara pelepasan neurotransmiter seperti substansi P dan glutamat

yang secara langsung mengaktifkan nosiseptor. Mediator lainnya ( bradiknin,

histamin, prostaglandin, serotonin, potasium dan ion hidrogen, asam laktat)

selanjutnya mensensitisasi dan mengeksitisasi nosiseptor dan berperan sebagai

mediator inflamasi. Sumber substansi-substansi tersebut meliputi sel yang mati

karena iskemik dan sel mast pada area injuri, dan juga plasma dan platelet di area

sekitar nosiseptor. Aspirin, NSAID, dan specific cyclooxygenase inhibitors

menggunakan efek analgesik dengan cara menghambat sintesis prostaglandin.

3

Page 4: NYERI

Modulasi Spinal

Modulasi pada medula spinalis terjadi dari kerja substansi neurotransmiter

pada cornu dorsalis atau dari refleks spinal, yang membawa impuls eferen kembali

ke area nosisepsi perifer. Eksitasi asam amino, transmiter glutamat dan aspartat, serta

beberapa neuropeptida (vasoactive intestinal peptida, calcitonin, neuropeptide Y),

memodulasi transmisi sinyal nosisepsi aferen. Substansi P juga merupakan ssalah

satu neuromodulator penting yang dapat mempertinggi atau memperburuk kondisi

nyeri. Substansi inhibitor meliputi regulasi impils aferen pada cornu dorsalis yang

terdiri dari asam gama aminobutirat, glisin, enkepalin, endorfin, norepinefrin,

dopamin, dan adenosin.

Modulasi Supraspinal

Penurunan traktus inhibitotris pada tingkatan batang otak berasal dari sel

bodies yang teletak di regio periaueductal gray matter. Traktus inhibitiris tersebut

turun menuju fasiculus dorsolateral dan bersinapsis di cornu dorsalis.

Neurotransmiter bekerja pre-sinaps pada neuron ordo pertama dan post-sinaps pada

neuron ordo kedua pada traktus spinotalamikus. Serabut saraf diidentifikasi sebagai

bagian dalam modulasi inhibisi termasuk sistem opioid dan neurotransmister asosiasi

(endorfin, enkefalin, neuropeptida lainnya). Analgesik diproduksi selama stimulasi

elektrik periaqueductal gray matter. Neurotransmiter dilepaskan dari proyeksi

hiperpolarisasi A-delta dan C-fibers yang menjalankan ke arus yang meniadakan

depolarisasi yang mendekati terminal endplate sehingga mengurangi pelepasan

neurotransmiter seperti substansi P. Di samping opioid menurunka jalur inhibisi,

jalur monoamine memulai dari lokasi di periaqueductal gray matter. Stimulasi jalur

ini menghambat transmisi sinapsis di cornu dorsalis, serupa dengan hambatan yang

diproduksi oleh sistem opioid. Hiperpolarisasi saraf menghasilkan penurunan

transmisi potensial aksi dan penurunan pelepasan neurotransmiter yang disimpan.

Hiperpolarisasi saraf paling sering mungkin terjadi karena pembukaan kanal ion

potasium dan penghambatan pergerakan ion kalsium.

4

Page 5: NYERI

Modulasi Kognitif

Modulasi kognitif nyeri melibatkan kemampuan pasien untuk

menghubungkan pengalaman nyeri terhadap kejadian lain. Misalnya, nyeri dirasakan

pada situasi yang menyenangkan mendatangkan respons yang kurang hebat daripada

nyeri yang dirasakan pada situasi depresi. Persepsi terhadap area lain merupakan

perhatian yang menduga hanya suatu impuls aferen tertentu dapat mencapai pusat

kortikal. Jika pasien nyeri berkonsentrasi memisahkan dan membayangkan sesuatu

yang tidak berhubungan, hal tersebut memungkinkan untuk menurunkan efek sensasi

nyeri (biofeedback atau hypnosis).

Neuroplastisitas

Neuroplastisitas menggambarkan modulasi yang dinamis dari suatu

rangsangan. Seperti halnya saraf perifer mengalami peningkatan, perubahan lain juga

terjadi pada eksitabilitas neuron medula spinalis, merubah responya ke impuls

aferen. Sensitisasi sentral ke impuls aferen dihasilkan dari perubahan fungsional pada

medula spinalis dalam suatu proses yang disebut neuroplastisitas. Kajian terakhir

sementara mengenai jumlah dan durasi potensial aksi yang diperoleh pada setiap

stimulasi yang terjadi di neuron kornu dorsalis masih diarahkan sebagai “wind-up

phenomenon”. Wind-up phenomenon dihasilkan dalam suatu potensial aksi yang

terus menerus sampai lebih dari 60 detik setelah tidak adanya stimulus, dan

menghasilkan perubahan proses medula spinalis yang dapat bertahan 1 sampai 3 jam.

Elastisitas sinaptik medula spinalis melibatkan ikatan glutamat pada reseptor

N-methyl-D-aspartate (NMDA) sama baiknya dengan ikatan substansi P dan

neurokinin. Ikatan glutamat dengan reseptor NMDA mengubah blok ion kanal yang

terkait magnesium (magnesium dependent block), kemudian meningkatkan

permeabilitas seluler terhadap semua kation, khususnya ion kalsium dan sodium.

Glutamat juga mengaktifkan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-

4isoxazoleproprionate (AMPA) yang mengatur depolarisasi terutama melalui

modulasi influks sodium ke dalam sel.

Selain modulasi dengan menambah eksitabilitas, transmiter tersebut dan mekanisme

seluler memperantarai perubahan pada sel post-sinapsis, menyebabkan perubahan

yang lebih lama pada konduksi saraf.

5

Page 6: NYERI

FISIOLOGI SARAF TEPI

Nosiseptor (Reseptor Nyeri)

Nosiseptor merupakan akhiran reseptor saraf yang ada pada kulit, otot, sendi,

visera, dan vaskular. Nosiseptor mampu merespons untuk mendeteksi keberadaan

rangsangan yang berbahaya yang berasal dari kima, suhu (panas, dingin), atau

perubahan mekanik. Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai dirangsang

dengan energi yang cukup untuk mencapai ambang batas rangsang (Galer et al,

2002). Jadi, nosiseptor mencegah perambatan sinyal secara acak (mempunyai fungsi

skrining) pada sistem saraf pusat dalam menginterpretasikan rasa nyeri.

Neuron nosiseptif bersinapsis pada cornu dorsalis medua spinalis dengan

interneuron dan neuron proyeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang

lebih tinggi di batang otak dan talamus. Berbeda dengan reseptor sensori lainnya ,

reseptor nyeri tidak mampu beradaptasi. Ketidakmampuan reseptor nyeri untuk

beradaptasi merupakan suatu pelindung karena hal tersebut menyebakan individu

untuk tetap sadar selama terjadi kerusakan jaringan. Setelah kerusakan jaringan tidak

terjadi lagi, rasa nyeri biasanya timbul minimal. Onset nyeri pada jaringan membuat

iskemik akut yang berhubungan dengan kecepatan metabolisme jaringan tersebut.

Misalnya, nyeri terjadi selama 15 sampai 20 detik pada otot skekeletal yang sedang

mengalami iskemi pada saat latihan, tetapi pada kulit yang mengalami iskemi dapat

terjadi 20-30 menit.

Tipe spesifik nosiseptor bereaksi terhadap tipe rangsangan yang berbeda.

Beberapa C-nociceptor dan A-delta nociceptor bereaksi hanya terhadap rangsangan

panas atau dingin, sebaliknya nosiseptor lain berekasi terhadap rangsangan yang

multipel (kimia, panas, dingin) (Galer et al.,2002). Beberapa reseptor A-beta

memiliki aktivitas yang mirip nosiseptor. Serabut sensori A-beta mechanoreceptor

dapat digunakan untuk meneruskan sinyal yang akan diinterpretasikan sebagai nyeri

ketika kondisinya berubah karena inflamasi. Mechanical allodynia ( sensasi nyeri

atau panas yang disebabkan sentuhan yang halus) diakibatkan oleh rekruitmen A-

beta mechanoreceptor (Bennett,2000).

6

Page 7: NYERI

Nosiseptor visera, tidak seperti nosiseptor kutan, tidak semata-mata sebagai

reseptor nyeri karena organ interna jarang terekspos kerusakan. Banyak rangsangan

yang menyebabkan rusak (sayatan, luka bakar, tusukan) tidak menghasilkan nyeri

ketika mengenai struktur visera. Inflamasi, iskemik, peregangan mesenterk, dilatasi,

atau spasmevisera yang lemah dapat menyebabkan spasme yang parah. Rangsangan

tersebut biasanya terkait dengan proses patologis, dan nyeri yang dipicu masih dapat

memungkinkan untuk berfungsi dengan imobilisasi

Transduksi

Energi mekanik, kima, dan suhu diubah menjadi sebuah aksi potensial

elektrik (transduksi) yang mampu menyebarkan (transmisi) sepanjang serabut saraf

menuju medula spinalis ketika ambang batas nosiseptor terlampaui. Penyebaran

potensial aksi terjadi melalui pembukaan dan penutupan kanal ion sodium dan

potasium. Nosiseptor mampu mendeteksi suatu rangsang (sentuhan objek yang

panas) dan menghasilkan potensial aksi yang menghasilkan persepsi nyeri sebelum

terjadi kerusakan jaringan (protektif).

Di samping membangkitkan aksi potensial, terdapat beberapa kejadian yang

terjadi setelah deteksi noxious stimuli (rangsangan yang berbahaya) (Galer et al,

2002). Inflamasi akut yang berkembang pada respons terhadap kerusakan jaringan

memberikan perlindungan terhadap jaringan yang rusak dan menyebabkan proses

penyembuhan luka. Beberapa mediator inflamasi (bradikinin, prostaglandin,

serotonin, histamin, sitokin) dilepaskan pada respons terhadap kerusakan jaringan.

Bradikinin dipandang sebagai mediator pertama yang menyebabkan aktivasi second

messenger yang akhirnya meningkatkan konduksi dan sensitisasi kanal ion sodium.

Prostaglandin meningkatkan aktivitas bradikinin dan berperan pada respons

inflamasi.

Paparan terhadap mediator-madiator inflamasi tersebut menyebabkan A-delta

fibers dan C-fibers mengalami sensitisasi perifer sehingga ambang batas rangsang

menurun dan pelepasan dan intensitasnya meningkat serta lebih lama. Akhirnya

dalam peningkatan sinyal frekuensi nyeri mencapai sistem saraf pusat. Pada

mayoritas kasus inflamasi akut, proses tersebut berubah secara alami sebagai

penyembuhan jaringan dan mengurangi sensitisasi perifer dan nosiseptor kembali

7

Page 8: NYERI

pada ambang batas semula. Nyeri kronik, bagaimanapun juga, terjadi ketika alasan

kondisi yang tidak diketahui terkait dengan inflamasi yang tidak berubah,

menghasilkan sensasi nyeri persisten karena rangsangan nyeri normal (hiperalgesia)

dan munculnya sensasi nyeri pada respons terhadap rangsang yang secara normal

tidak nyeri (alodinia).

Hiperalgesia

Hiperalgesia merupakan penurunan ambang batas nyeri pada area inflamasi

misalnya pada kejadian rangsangan sepele yang menyebabkan nyeri. Hal tersebut

kemungkinan besar karena pelepasan mediator kimia lokal dari sel yang rusak pada

area yang terinflamasi, yang akhirnya terjadi sensitisasi reseptor nyeri. Metabolit dari

asam arakidonat dan bradikinin memunculkan peran penting dalam sensitisasi

reseptor nyeri (Dahl dan Kehlet, 1991).

Transmisi

Sinyal nyeri ditransmisikan dari nosiseptor sepanjang myelinated A-delta

fiber (konduksi cepat untuk respons awal) dan unmyelinated C-fibers (konduksi

lambat untuk respons yang lebih akhir). Serabut aferen tersebut masuk medula

spinalis melalui radix saraf dorsalis dan berakhir pada sel di cornu dorsalis.

8

Page 9: NYERI

Perasaan Sakit type cepat dan lambat

Merupakan dua type dari sakit secara kualitatif yang dapat dinilai

perbedaanya secara mudah. (gambar 44-2 dan 44-3) (Guyton and Hall 2000). Sakit

type cepat memiliki karakteristik durasi pendek, terlokalisasi dengan baik, sensasi

tusukan yang sesuai dengan stimulus, seperti tusukan peniti atau sobekan kulit pada

operasi. Rasa sakit terasa secara tiba-tiba ketika stimulus diberikan dan berakhir

secara cepat/tepat ketika rangsangan di hilangkan. Rasa sakit type cepat merupakan

hasil dari rangsangan serabut saraf type A-delta yang termyelinasi dengan kecepatan

12 sampai 20 m/s. Myelinasi dari akson menyediakan hubungan yang menjadikan

signal elecktrik sakit dapat meloncat, menghasilkan transmisi sinyal listrik yang

cepat. Type dari rasa sakit yang kedua adalah rasa sakit type lambat, yang memiliki

karakteristik seperti sensasi dentaman(denyut), panas, atau sakit yang susah untuk

diketahui lokasinya dan kurang spesifik terhadap rangsangan. Rasa sakit type ini

akan terus dirasakan setelah penghilangan stimulus/rangsangan. Rasa sakit tpe

lambat berasal dari rangsangan yang lebih primitife,melalui serabut saraf type C

yang tidak termyelinasi dengan kecepatan hantaran 0,5 sampai 2 m/s. Semakin

jauh/banyak rangsangan yang berasal dari otak akan memperbesar perbedaan dari

dua type sakit ini secara sementara. Ini dekat/dengan segera, memberitahukan secara

langsung bahwa ada kerusakan jaringan akibat tusukan, sebaliknya rasa panas

9

Page 10: NYERI

menjadi sumber dari rasa tidak nyaman yang terus menerus. Serabut saraf untuk suhu

mengikuti jalur yang sama dengan serabut saraf untuk rasa sakit. Tentu saja,

pemberian rasa sakit buatan seperti rangsangan suhu yang melebihi 43 derajat celcius

akan menimbulkan rasa sakit pada hampir semua individu.

10

Page 11: NYERI

Sakit neuropathic

Sakit neuropathic yang berasal dari daerah perifer merupakan salah satu type

dari rasa sakit kronik yang terjadi pada reaksi inflamasi lengkap/complete. Luka

secara langsung pada saraf perifer menghasilkan pelepasan rasa sakti ectopic yang

kontinu dari signal sakit (sakit neuropathic).

Dan lagi, keterlibatan region anatomy menjadi sensitive oleh rangsangan

(mechanical, suhu) menimbulkan sakit kronik yang parah, peningkatan kepekaan

terhadap perasaan nyeri yang abnormal (hyperalgesia) dan nyeri yang diakibatkan

stimulus yang tidak berbahaya (allodyna) (Bennett, 2000). Sensasi perifer ini dapat

berkontribusi pada hyperalgesia sekunder dan sensitization central.

Physiology Central Nervous System

Penghantaran rasa sakit dari nocireceptor(reseptor sakit) perifer ke medulla

spinalis dan sktruktur yang lebih tinggi dari CNS merupakan sebuah proses dinamis

yang melibatkan beberapa jalur, banyak receptor, neurotransmitter, dan penghubung

11

Page 12: NYERI

kedua(second messenger) ( galer et al. 2002).Fungsi dari cornu dorsalis adalah

sebagai saklar utama untuk nociceptive dan aktivitas sensoris yang lain. Derajat dari

aktivasi kenaikan proyeksi rasa sakit tergantung oleh banyak factor (tabel 44-2)

Cornu dorsalis dan penjalaran nociceptive keatas

Badan sel dari serabut saraf afferent primer di dorsal akar ganglion,

berhubungan dengan sel neuronal kedua, yang berada di cornu posterior di medulla

spinalis. Serabut afferent yang berasal

dari nocireceptor perifer memasuki medulla spinalis di akar bagian belakang dan

naik atau turun beberapa segment melalui tractus Lissauer sebelum bersynaps di

cornu posterior.

Cornu posterior terdiri dari 6 buah lamina. (lihat gambar 44-2) (Guyton and Hall,

2000). Lamina I dan II adalah tempat berakhirnya serabut saraf afferent C dan dua

lamina ini diketahui sebagai substansia gelatinosa. Substansia gelatinosa sangat

penting untuk integrasi dan modulasi (pengaturan) informasi nociceptive(rasa nyeri)

yang datang.

Lamina V merupakan tempat dari permintaan kedua (second order) wide dynamic

range (WDR) dan nociceptive specific (NS) neurons yang menerima input dari

neuron nociceptive dan neuron nonnociceptive. NS hanya berespon pada stimuli

noxious di lingkungan perifer, sedangkan neuron WDR berespon pada rangsangan

innocuous dan noxious dari banyak jenis. Kedua type neuron ini dipercaya sebagai

12

Page 13: NYERI

bagian penting pada percepsi dari informasi nociceptive. Banyak perasaan sakit yang

kronik dapat dijelaskan berdasarkan input kepada sel ini dan hubungan

supraspinalnya.

Penghantaran (transmission) dan Pengaturan (modulasi)

Cornu dorsalis dan laminanya menjadi tempat penerimaan bagi aktivitas awal

dari potensial aksi yang datang dari perifer lewat neuron afferent primer. Neuron

afferent primer ini berakhir di cornu dorsalis dan bersynapsis dengan neuron afferent

secunder. Neuron secunder ini bertindak sebagai sell gerbang yang menyediakan

pengaturan awal dari potensial aksi di cornu dorsalis. Dua kelompok utama

neurotransmitter yang berhubungan dengan penghantaran nociceptive(rasa sakit)

melalui afferent primer ke cornu dorsalis- asam amino perangsang adalah glutamate

dan peptide neurokin seperti substpansi P.

Thalamus dan Cortex Cerebral

Setelah melewati cornu dorsalis dan naik melalui spinothalamic dan jalur

perasaan sakit yang lain, potensial aksi nociceptive (rasa sakit) menjangkau pusat

otak yang lebih tinggi ( Formatio reticular, otak tengah, hypothalamus, cortex

cerebral). Masing-masing area dari otak berkontribusi pada perkembangan rasa sakit

dan reaksi lainnya di rasa sakit. Area ini bertindak sebagai alarn bagi individu untuk

rasa sakit dan bahaya yang bersamanya, meringankan sakit dengan pengaturan rasa

sakit dan mencegah bertambahnya kerusakan jaringan. Dan lagi, fungsi autonom,

fungsi motoric, dan jalur pengaturan rasa sakit yang menurun merupakan respon dari

aktivitas area central ini. Sepertinya system otak multiple yang complex dilibatkan

ketika signal sakit mencapai otak. Cortex cingulated penting dalam memproses

informasi nociceptive.

Sel spinothalamic berada pada lamina I dan V, dan hampir 75% serabutnya

berasal dari sel ini menyeberangi tractus spinothalamic yang contralateral. Tractus

spinothalamic yang baru secara phylogenetic (neospinothalamic tract) berproyeksi

kebagian posterior dari thalamus dan terhubung ke bagian spatial dan temporal untuk

persepsi sakit. Tractus spinothalamic yang lama (paleospinothalamic tract)

berproyeksi kebagian medial thalamus dan bertanggung jawab untuk perasaan tidak

13

Page 14: NYERI

menyenangkan sebagaimana system saraf otonom berespon terhadap sakit. Jalur lain

melalui penghantaran rasa sakit melalui chepalad(ke arah kepala), seperti tractus

spinocervical, tractus spinoreticuar, dan tractus spinomesencephalic. Impulse sakit

berjalan dari thalamus ke area somatosensory di kortek cerebral. Pengambilan area

cortical ini secara komplet tidak menghilangkan kemampuan dari individu untuk

merasakan sakit, memberi kesan bahwa thalamus berpartisipasi pada kesadaran

dalam merasakan sakit. Ini memberi spekulasi bahwa cortex serebral penting untuk

menginterpretasikan intensitas dari sakit sekalipun persepsi dari sakit yang paling

utama merupakan fungsi dari pusat otak bagian bawah.

Serat afferent yang menyalurkan type panas dan sakit berakhir di area

reticular di batang otak. Area ini mengirimkan signal yang teraktivasi ke hampir

semua area dari otak, khususnya melewati thalamus ke kortek cerebral dan

hypothalamus.Rangsangan dari system reticular yang teraktivasi oleh panas dan rasa

sakit membangunkan individu dari tidur dan menghasilkan proses aktivasi dari

system saraf umum. Signal ini susah di cari lokasinya dan hanya berfungsi sebagai

peringatan pada individu yang mengalami kerusakan jaringan terus menerus.

Walaupun signal perasaan sakit lemah melewati jalur ini, rasa sakit ini bisa

diakumulasikan sejalan dengan waktu, mengubah perasaan tidak nyaman ke rasa

sakit yang tidak dapat ditolerir.

Keduanya, baik rangsangan afferent sentuhan dan panas, mempunyai

penghambat yang mempengaruhi persepsi dari sakit. Dasar dari teori control gerbang

(Gate Kontrol) adalah serabut A-delta merangsang aktivasi dari interneurons di cornu

dorsalis yang menghambat aktivitas dari neuron tranmisi nosiseptif. Inhibisi ini

merupakan dasar terjadinya stimulasi saraf elektrik transkutan, sama seperti pada

stimulasi medula spinal dan stimulasi talamus untuk nyeri kontrol.

Sel Gate

Sel gate menutupi potensial aksi dengan menentukan yang mana yang di

transmisi ke sistem saraf pusat untuk menimbulkan persepsi. Sel tersebut juga

terlibat dalam menentukan potensial aksi mana yang mengakibatkan respons refleks

yang berjalan untuk menggerakkan jaringan menjauh dari rangsangan yang

berbahaya dan mencegah cedera lebih lanjut. Keterlibatan interneuron inhibisi yang

14

Page 15: NYERI

melepaskan neurotransmiter seperti asam gama-aminobutirat (GABA), yang juga

mempunyai reseptor pada neuron afferen kedua dan memproduksi potensial aksi

inhibitorik post-sinap, adalah menetralkan transmisi potensial aksi eksitatori yang

didapat dari neuron aferen primer. Fungsi sel gate ini menentukan sifat eksitasi dan

inhibisi dari sebuah potensial aksi dan menghasilkan efek pada transmisi sinyal

selanjutnya.

Pada kondisi normal, neuron aferen kedua tidak aktif secara spontan, tetapi

lebih diaktivassi oleh potensial aksi yang dibangkitkan di perifer. Sama seperti pada

nosiseptor perifer, sel gate mempunyai peran fisiologi khusus (mengatur masuknya

potensial aksi) dan suatu ambang batas rangsang yang harus dicapai agar terjadi

depolarisasi.

Glutamat

Beberapa tipe reseptor asam amino eksitatori terlibat pada inisiasi eksitasi

yang menyebabkan transmisi informasi nyeri. Glutamat merupakan suatu asam

amino eksitatori yang dilepaskan dalam akhiran presinaps pada neuron aferen primer

yang berakhir di kornu dorsalis (Hudspith, 1997). Asam amino eksitatori ini

mengaktivasi reseptor yang meliputi reseptor kainate, AMPA, dan NMDA. Aksi

glutamat pada reseptor AMPA menyebabkan depolarisasi neoron aferen kedua secara

cepat dan pembangkitan potensia aksi. Lagi pula, ikatan glutamat dapat

menghasilkan aktivasi proses cascade enzim dan sistem second massenger yang

terlibat dalam nociception dan mampu merespons modulasi inisiasi nyeri daripada

dapat terjadi di medula spinalis. Mirip kebanyakan modulator perifer (bradikinin),

glutamat bekerja sebagai mediator pusat nyeri pada hampir seluruh neuron aferen

kedua termasuk pada proses nosiseptif (Woolf dan Mannion, 1999).

Reseptor NMDA

Reseptor NMDA merupakan postsinaps ke neuron aferen primer yang

terletak pada neuron aferen sekunder. Kanal ion NMDA diblok oleh ion magnesium

dan pada keadaan normal neuron aferen sekunder tidak didepolarisasi cukup lama

untuk membuat ion magnesium dikeluarkan dan ion kalsium melintas. Glutamat

dengan cepat dipindah dari celah sinapsis dan dengan demikian tidak ada lagi

15

Page 16: NYERI

aktivitas pada reseptor NMDA selama proses transmisi nosiseptif yang normal.

Tetapi, adanya nyeri yang terus menerus timbul dari kondisi abnormal (sensitisasi

perifer, nyeri neuropatik, nyeri kronik), frekuensi transmisi sinyal nyeri dapat

meningkat yang akhirnya meningkatkan jumlah glutamat yang tersedia di celah

sinaps. Pada akhirnya, neuron aferen sekunder didepolarisasi cukup lama bagi

magnesium untuk memblok pengeluarkan reseptor NMDA. Aktivasi reseptor NMDA

selanjutnya menyebabkan aktivasi secondary massenger dan proses enzim serta

membangkitkan berbagai substansi nitrric oxide yang dipercaya memiliki peran

untuk meningkatkan sensitivitas neuron yang disebut sebagai sensitisasi sentral..

Protein kinase C yang diaktifkan oleh aktivasi asam amino eksitatori pada

reseptor NMDA mampu melepaskan mekanisme reseptor opioid yang menghasilkan

penurunan respons terhadap opioid. Pada akhirnya pemberian opioid yang terus

menerus dapat menghasilkan sensitisasi spinal dan pelepasan asam amino eksitatori

yang terus menerus, (terjadi dengan status neuropati) dan menurunkan respon

terhadap opioid (Pockett, 1995).

Sensitisasi Sentral

Sensitisasi sentral dipercaya sebagai sumber dari banyak kondisi nyeri

kronik, khususnya yang diklasifikasikan sebagai neuropati (Woolf dan Mannion,

1999). Sensitisasi sentral menggambarkan peningkatan eksitabilitas neuron aferen

sekunder yang dipicu oleh perubahan neurokimia yang menghasilkam aktivasi

reseptor NMDA. (Petrenko et all, 2003). Peningkatan eksitabilitas neuron aferen

kedua mengubah respons selanjutnya dari neuron tersebut untuk input selanjutnya.

Peningkatan jumlah potensial aksi yang dibangkitkan oleh input C-fiber ditunjuk

sebagai sentral-wind up atau sensitisasi sentral. Input yang terus menerus dari

sensitisasi sentral dihasilkan dari inflamasi atau spontan discharge yang berhubungan

dengan kerusakan saraf yang menyebabkan sensitisasi sentral yang kronik (Bennet,

2000). Hal ini memungkinkan banyak kondisi nyeri kronik yang menimbulkan

sensitisasi sentral yang dihasilkan dari tahanan input sensori dari sensori sistem saraf

perifer yang tertahan ke medula spinalis dan aksi reseptor NMDA. Lagi pula, fungsi

penjagagan pada neuron aferen kedua sudah disepakati, menyisakan efek eksitatori

transmisi nyeri yang ditentang. Hasil tersebut mengakibatkan bangkitan spontan

16

Page 17: NYERI

sinyal nyeri dan membesarnya respon sistem saraf terhadap rangsangan sensoris

(Woolf dan Mannion, 1999). Nyeri yang persisten dapat juga menyebabkan

perubahan anatomi baik pada sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi. Menyertai

kerusakan saraf, dapat terjadi perubahan elastisitas neural yang berbeda-beda, seperti

penumbuhan dendrit pada neuron yang memproyeksi ke kornu dorsalis atau tidak

tumbuhnya serabut simpatetik ke radix ganglia dorsalis. Perubahan anatomi

kemungkinan menghasilkan perubahan karakteristik fungsional pada kondisi nyeri

kronik (Baron et al, 2002).

Karena tingkatan otak yang lebih tinggi tidak dapat mengetahui asal sinyal

nyeri, pasien dalam kondisi nyeri terus menerus. Tidak diketahui kapan kejadian

normal yang berhubungan dengan nyeri akut menjadi berubah menghasilkan nyeri

patologis dan pada titik mana terjadi aktivitas di kornu dorsalis yang menyebabkan

neuron aferen kedua menjadi tersensitisasi secara kronik. Apa yang diketahui bahwa

reseptor NMDA penting dalam memfasilitasi sensitisasi sentral dan pengembangan

toleransi opioid.

Stres emosional atau stres fisik memperburuk nyeri neuropatik sentral pada

lebih dari 50 % kasus tetapi jarang menyertai nyeri neuropatik perifer. Allodynia

yang ditimbulkan dingin lebih sering dengan nyeri neuropatik sentral. Deskripsi yang

paling umum pada nyeri spontan pada nyeri neuropatik sentral adalah rasa terbakar

dan panas. Gabapentin oral, diberikan pada sukarelawan yang sehat dengan

pemberian yang sama yang digunakan untuk terapi nyeri neuripatik kronik,

menurunkan ukuran sensitisasi sentral yang dipicu oleh capsaicin intradermal

(Gottrup et al.2004). Ini mengesankan bahwa penurunan efek nyeri pada nyeri

neuropatik kronik berhubungan terhadap efek gabapentin pada sensitisasi sentral.

Glial Cells (sel Glia)

Sel glia (mikroglia, astrosit, oligodendrosit) menggambarkan tiga kuarter dari

seluruh sel di sistem saraf pusat dan menurut sejarah dipandang memberikan support

fisik untuk neuron. Sekarang telah diketahui bahwa sel glia mempunyai

neuromodulator yang penting dan efek neurotropik serta bahwa sel glia secara kritis

penting pada penyediaan fungsi imun yang menyertai injuri, inflamasi, atau infeksi.

Menyertai nyeri saraf , terdapat aktifasi cepat sel glia dalam sistem saraf pusat

17

Page 18: NYERI

dengan pelepasan substansi yang mengaktifasi astrosit. Mikroglia menginisiasi

respons imun sementara astrosit mempertahankannya. Kedua tipe sel memprodukasi

sitokin proinflamasi termasuk interleukin IL-1 dan IL-6 dan tumor nekrosis faktor

yang dapat menyebarkan melalui lingkungan sekitar sel. Substansi inflamasi

memiliki peran modulasi nyeri melalui intervensi dengan transduksi nosiseptif,

konduksi, dan transmisi sinyal nosiseptif dan menghasilkan sinyal yang permanen

atau terus menerus ke pusat kognitif otak pada pada ketidakadaan nyeri karena zat

yang berbahaya, atau rangsanag yang berbahaya. (Dugong et al, 2003). Modulasi ini

mungkin dapat dihasilkan dari perubahan kecepatan transkripsi dan atau perubahan

post translational pada protein yang dilibatkan dalam pathway nyeri.

Sitokin penting dalam nyeri kronik maupun akut karena dapat menginduksi

pelepasan substansi yang bervariasi yang ikut serta dalam sensitisasi neuron sensori.

Hal tersebut meliputi cyclooxygenase-2, bisa menginduksi sintesis nitric oxyde

synthase, dan substansi P. Aktivitas sel glial juga melepaskan glutamat, nirtic oxyde,

reactive oxygen spesies, ecisanoids, dan substansi lain yang yang bekerja melalui

reseptor NMDA untuk memproduksi sensitisasi spinal. IL-6 merupakan sitokin yang

disintesisi setelah keusakan saraf di saraf perifer, gangguan radix dorsal, dan medula

spinalis.

Preemptive Analgesik

Analgesik preemptive berdasarkan pada konsep bahwa blok input nociceptive

afferent atau efeknya pada neuron kornu dorsalis sebelum mulainya kerusakan

jaringan yang memperlambat atau menghentikan proses sensitisasi sentral (Wolf dan

Hong, 1993). Secara klinis, perlu dipertimbangkan bahwa nyeri post operasi anda

menjadi turun dengan analgesia preemptive. Tetapi, efikasi analgesik preemptive

tergantung pada luas di mana impuls aferen dikontrol selama periode perioperative.

Oleh karena itu, strategi preemptive yang komprehensif harus mulai sebelum

rangsangan nyeri (surgical incision) dan ditenangkan selama semua periode stimulasi

nosiseptif yang hebat. Pendekatan ini lebih benar ditinjau dari segi analgesi

peroperatif lebih cepat daripada analgesik preemptive (Katz, 2002)

18

Page 19: NYERI

JALUR SUPRESI NYERI ENDOGEN

Terdapat variasi antara individu dalam respons terhadap nyeri pada bagian

reflek kemampuan otak untuk menekan input sinyal nyeri ke sistem saraf oleh

aktivasi jalur supresi nyeri endogen (Gambar 44-4) (Guyton dan Hall, 2000). Sistem

supresi nyeri endogen terdiri dari tiga komponen utama (tabel 44-3).

19

Page 20: NYERI

Stimulasi elektrik baik di area periakueduktal abu-abu atau di nukleus raphe magnus

dapat menekan hampir seluruh sinyal nyeri yang masuk dari dorsal spinal roots.

Neurotransmitter, terutama enkephalin dan serotonin terlibat dalam system supresi

nyeri endogen.

Enkephalin dipercaya meyebabkan inhibisi presinaptik dan postsinaptik dari serat

nyeri tipe C dan tipe A-delta dimana mereka bersinaps di kornu posterior. Inhibisi

presinaptik mungkin didapatkan dengan jalan bloking chanel ion kalsium dan ion

kalsium yang menyebabkan pelepasan neurotransmitter di sinaps. Jalur turun nyeri

diaktivasi sebagai hasil dari deteksi nyeri, diskriminasi, dan persepsi pada level yang

lebih tinggi di CNS. Jalur neuroanatomik inhibisi dan eksitasi bermula di batang otak

dan turun ke fasikulus longitudinal dorsal untuk mengatur persepsi nosisepsi dan

nyeri. Ketika teraktivasi, jalur tersebut menghambat stimuli nosiseptif.

Neurotransmitter yang teridentifikasi di jalur turun termasuk norepinephrine,

serotonin, dan opioids endogen. Jalur inhibisi diaktivasi dengan opioids dan jalur

eksitasi diinhibisi dengan opioids sehingga menyediakan mekanisme analgesia yang

terinduksi obat seperti morfin(juga tricyclic antidepresan dan alpha-2 adrenergik

agonis). Tricyclic antidepresan memblok reuptake presinaptik serotonin dan

norepinephrine sehingga menambah aksi postsinaptiknya pada jalur turun supresi

nyeri.

20

Page 21: NYERI

KLASIFIKASI NYERI

Pengalaman nyeri adalah unik pada masing-masing individu pasien bahkan ketika

luka fisik yang sama terjadi pada pasien yang lain. Adanya perasaan takut, marah,

cemas, depresi, dan lelah dapat mempengaruhi bagaimana nyeri tersebut diterima.

Subjektivitas nyeri membuatnya sulit untuk mengelompokkannya dan untuk

mengetahui mekanisme nyeri. Salah satu pendekatan adalah dengan

mengklasifikasikan nyeri dengan memperhatikan durasinya(akut vs kronik) dan

patofisiologinya(nosiseptik vs neuropatik)

NYERI AKUT DAN KRONIK

Nyeri akut secara umum berkaitan dengan kerusakan jaringan yang tertentu

dan durasinya berakhir setelah nosiseptor kembali ke ambang stimulus istirahat

normal. Pendekatan terapinya termasuk medikasi analgesic yang umum(opioids dan

nonopioids). Nyeri kronik dapat dikategorikan sebagai malignan atau nonmalignan.

Nyeri kronik malignan biasanya memiliki faktor patologis dan terutama pada

penyakit yang mengancam kehidupan seperti kanker, disfungsi organ stage akhir atau

infeksi HIV. Nyeri kronik dapat memiliki komponen nosiseptik maupun neuropatik.

21

Page 22: NYERI

Nyeri kronik nonmalignan(nyeri boyok, nyeri kepala migrain, artritis, neuropatik

diabetika) sering tidak memiliki dasar patologis dan perubahan neuroplastik yang

telah terjadi di daerah yang jauh(kornu posterior dari medula spinalis) membuat

terapinya sulit.

Pasien dengan nyeri akut maupun kronik dapat menampakkan tanda dan

gejala sistem saraf otonom (takikardia, peningkatan tekanan darah, diaphoresis,

napas cepat) ketika pasien periksa. Guarding(penjagaan) lebih umum terlihat pada

pasien dengan nyeri kronik yang menampakkan allodinia. Namun demikian, ada atau

tidak adanya tanda dan gejala otonom tidak memastikan bahwa nyeri benar-benar

terjadi atau tidak.

NYERI NOSISEPTIK DAN NEUROPATIK

Nyeri organik dapat dibagi menjadi nyeri nosiseptik atau neuropatik. Nyeri

nosiseptik termasuk nyeri viseral dan somatik dan merupakan nyeri yang terjadi

karena stimulasi perifer pada nosiseptor di struktur viseral maupun somatik. Nyeri

nosiseptik biasanya responsif pada analgetik opioid atau nonopioid. Nyeri neuropatik

melibatkan jalur saraf aferen perifer atau sentral dan biasanya dideskripsikan sebagai

nyeri terbakar atau teriris. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering tidak

berespon terhadap analgesik opioid.

NYERI VISERAL

Reseptor nyeri di visera mirip dengan yang ada pada kulit hanya saja lebih

terdistribusi sercara jarang daripada pada struktur somatik. Oleh karena itu,

kerusakan berat yang terlokalisir pada suatu viskus, sebagaimana terjadi pada insisi

pisau bedah, tidak menghasilkan nyeri yang sangat. Namun demikian, kapsul liver

sangat sensitif terhadap trauma langsung dan peregangan, dan saluran empedu

sensitif terhadap nyeri. Berbagai kejadian yang menyebabkan stimulasi pada akhiran

saraf melalui viskus menyebabkan nyeri hebat yang bersifat difuse, tidak terlokalisir,

dan sering berkaitan dengan mual dan tanda aktivasi sistem saraf otonom. Nyeri

viseral biasanya menjalar dan dapat terjadi pada area permukaan tubuh yang jauh

22

Page 23: NYERI

dari viskus yang menghasilkan nyeri tetapi dengan asal dermatom yang sama. Nyeri

viseral sering terjadi sejalan dengan kontraksi ritmik dari otot polos. Tipe kram dari

nyeri viseral sering menyertai gastroenteritis, penyakit kandung empedu, obstruksi

ureter, menstruasi, dan distensi uterus selama kala satu persalinan. Nyeri viseral,

seperti nyeri somatik dalam, menyebabkan refleks kontraksi otot lurik yang dekat,

yang menyebabkan dinding abdomen kaku ketika proses inflamasi melibatkan

peritoneum. Nyeri viseral karena invasi keganasan pada viskus yang berlumen atau

yang solid sering dideskripsikan sebagai difuse, perih, atau kram jika viskus yang

berlumen terlibat dan tajam atau sakit jika viskus solid yang terlibat.

23

Page 24: NYERI

Penyebab nyeri viseral termasuk iskemi, peregangan perlekatan ligamen,

spasme otot polos, atau distensi struktur berlumen seperti kandung empedu, saluran

empedu, atau ureter. Distensi viskus berlumen menghasilkan nyeri yang disebabkan

karena peregangan jaringan dan mungkin karena iskemia karena kompresi pembuluh

darah dengan adanya overdistensi jaringan.

Impuls nyeri dari kebanyakan organ viseral abdomen dan torak dihantarkan

melalui serat aferen yang berjalan dengan sistem saraf simpatis, sebaliknya impuls

dari esofagus, trakea, dan faring dimediasi melalui aferen vagal dan glossofaringeal,

dan impuls dari struktur yang dalam di pelvis ditransmisikan melalui saraf

parasimpatik sakral. Impuls nyeri dari jantung dihantarkan melalui sistem saraf

simpatis ke ganglia cervical media, ganglion stelata, dan lima atau empat ganglion

torakal yang pertama dari rantai simpatik. Impuls tersebut memasuki medula spinalis

melalui saraf torakal keuda, ketiga, keempat dan kelima. Peyebab impuls nyeri dari

jantung hampir selalu iskemia myokard. Parenkim otak, liver, dan alveoli paru sama

sekali tidak memiliki reseptor nyeri. Namun demikian, bronkus dan pleura parietal

sangat sensitif terhadap nyeri.

NYERI SOMATIK

Nyeri somatik dideskripsikan sebagai nyeri yang tajam, menusuk, dan

terlokalisir yang secara khas berasal dari kulit, otot skelet, dan peritoneum. Nyeri

dari insisi bedah, kala dua persalinan, atau iritasi peritoneum adalah nyeri somatik.

Penyakit pada viskus yang menyebar ke dinding parietal, menyebabkan nyeri

menusuk yang ditransmisikan oleh saraf spinal. Pada kasus ini, dinding parietal

menyerupai kulit dalam hal terinervasi secara ekstensif oleh saraf spinal. Karena itu,

insisi bedah pada peritoneum parietal menghasilkan nyeri yang sangat hebat,

sebaliknya insisi peritoneum viseral tidaklah nyeri. Secara kontras dengan nyeri

viseral yang difus dan tidak terlokalisir, nyeri parietal biasanya terlokalisir secara

langsung diatas area yang rusak.

Adanya jalur nyeri viseral dan parietal dapat menghasilkan lokalisasi nyeri

dari visera pada dua area permukaan tubuh pada waktu yang sama. Sebagai contoh,

impuls nyeri dari appendix yang mengalami inflamasi berjalan melalui serabut nyeri

viseral sistem saraf simpatik ke rantai simpatik dan kemudian ke medula spinalis

24

Page 25: NYERI

pada T10 dan T11. nyeri ini menunjuk pada area disekitar umbilikus dan karakternya

sakit atau terasa kram. Sebagai tambahan, impuls nyeri berasal dari peritoneum

parietal dimana appendix yang mengalami inflamasi menyentuh dinding abdomen,

dan impuls tersebut berjalan melalui saraf spinal ke medula spinalis pada L1 dan L2.

Nyeri menusuk ini terlokalisir secara langsung diatas permukaan peritoneum yang

mengalami iritasi pada kuadran kanan bawah.

RESPON SISTEM SARAF SIMPATIK

Stimulasi nyeri dapat menyebabkan reflek peningkatan aktivitas sistem saraf

simpatik eferen. Mungkin bahwa vasokonstriksi yang terjadi menyebabkan asidosis,

iskemi jaringan, dan pelepasan zat kimiawi yang lebih jauh mengaktivasi reseptor

nyeri. Stimulasi nyeri terus menerus yang dihasilkan menyebabkan peningkatan lebih

jauh aktivitas sistem saraf simpatik, dan siklus yang jahat yang dinamakan reflek

simpatik distrofi(sindrom nyeri komplek regional) dapat terjadi.

Setelah terjadi kerusakan saraf tipe tertentu, nyeri dapat terjadi tanpa aktivasi

reseptor nyeri. Nyeri spontan yang terjadi dari saraf perifer yang teluka, khususnya

sebagai respon dari stimulasi sistem saraf simpatik, dapat menggambarkan proliferasi

reseptor alpha adrenergik pada peningkatan jumlah rebung neuroma. Nyeri spontan

dapat juga terjadi dari dorsal root ganglia jika ada interupsi pada proyeksi perifer,

sebagaimana terjadi setelah transeksi saraf atau amputasi anggota gerak.

LOKASI YANG DAPAT MENERIMA IRISAN BEDAH DARI JALUR NYERI

Banyak lokasi di sitem saraf perifer dan sentral dapat menerima prosedur

ablatif bedah untuk menghilangkan nyeri. Irisan bedah melalui kuadran anterolateral

medula spinalis(cordotomy) pada tingkat torak mengganggu traktus spinotalamikus

anterolateral dan menghilangkan nyeri dari anggota gerak pada sisi yang berlawanan

dengan transeksi medula. Cordotomy bisa gagal karena beberapa serabut nyeri tidak

menyilang ke sisi yang berlawanan dari medula spinalis hingga mereka mencapai

otak. Lebih jauh lagi, nyeri yang lebih hebat dari pada nyeri asalnya dapat terjadi

beberapa bulan setelah cordotomy.

25

Page 26: NYERI

ASAL EMBRIOLOGI DAN LOKALISASI NYERI

Posisi dalam medula spinalis dimana serabut viseral aferen lewat untuk

masing-masing organ tergantung dari segmen(dermatom) dari tubuh darimana organ

tersebut berkembang secara embriologi.

Hal ini menjelaskan fenomena referred pain ke lokasi lebih distal dari jaringan yang

menyebabkan nyeri. (Gambar 44-6) (Guyton and Hall 2000).

Sebagai contoh, jantung bermula dari leher dan toraks atas yang mana viseral aferen

masuk ke medula spinalis pada C3 sampai C5. sebagai hasilnya, referred pain dari

iskemia myokard terjadi di leher dan lengan. Kandung empedu bermula dari segmen

torak kesembilan, jadi viseral aferen dari kandung empedu masuk ke medula spinalis

pada T9. Spasme otot skelet yang disebabkan kerusakan jaringan disekitarnya juga

dapat menjadi penyebab referred pain. Sebagai contoh, nyeri dari ureter dapat

menyebabkan reflek spasme dari otot lumbar.

26


Recommended