BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan adalah salah satu sektor pembangunan masa depan
Indonesia karena memiliki potensi untuk berkontribusi dalam pemenuhan
gizi masyarakat Indonesia. Produk hasil perikanan pada umumnya
mengandung protein yang tinggi dan merupakan bahan makanan yang
umum dikonsumsi masyarakat (KKP, 2011).
Rumput laut atau sea weeds merupakan komoditi hasil laut yang
melimpah di Indonesia. Pada mulanya orang menggunakan rumput laut
hanya untuk sayuran tanpa tahu kandungan zat-zat yang terdapat
didalamnya. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan peradaban
yang semakin maju akhirnya diketahui kandungan zat-zat yang terdapat
didalam rumput laut tersebut sehingga pemanfaatannya akan dapat
dioptimalkan tidak hanya sebagai bahan pangan yang dikonsumsi
langsung secara sederhana tetapi juga merupakan bahan dasar
pembuatan produk pangan rumah tangga maupun industri makanan skala
besar (Anggadireja, dkk., 2008).
1.1 Rumasan Masalah
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas bakso ikan
layang dengan konsentrasi rumput laut (sea weads) terhadap mutu kimia
Serta uji organoleptik pembuatan biskuit. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengolahan hasil
perikaan dengan menggunakan bahan baku tepung tepung rumput.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut Eucheuma cottonii
Rumput laut termasuk dalam anggota alga (tumbuhan memiliki
klorofil atau zat hijau daun). Tumbuhan yang hidup diperairan dangkal dan
menempel pada karang yang mati ini dibagi ke dalam 4 kelas besar, yaitu
Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga biru hijau),
Chlorophyceae (alga biru hijau). Rumput laut banyak digunakan sebagai
bahan baku industri. Contohnya adalah alga coklat, yang digunakan untuk
bahan baku es krim, pengolahan tekstil, pabrik farmasi, semir sepatu, dan
pabrik cat. Alga merah untuk bahan baku industri makanan, farmasi,
penyamakan kulit, dan pembuatan bir. Selain itu, rumput laut dapat juga
digunakan sebagai bahan untuk pupuk tanaman, campuran makanan
ternak dan juga bahan baku kosmetik. Rumput laut diketahui kaya akan
nutrisi essensial, seperti enzim, asam nukleat, asam amino, minerals,
trace elements, dan vitamin A,B,C,D,E dan K. Karena kandungan gizinya
yang tinggi, rumput laut mampu meningkatkan sistem kerja hormonal,
limfatik, dan juga syaraf. Selain itu, rumput laut juga bisa meningkatkan
fungsi pertahanan tubuh, memperbaiki sistem kerja jantung dan peredaran
darah, serta sistem pencernaan. Rumput laut dikenal juga sebagai obat
tradisional untuk batuk, asma, bronkhitis, TBC, cacingan, sakit periu,
demam, rematik, bahkan dipercaya dapat meningkatkan daya seksual.
Kandungan yodiumnya diperlukan tubuh untuk mencegah penyakit
gondok (Abumiedi, 2007).
Rumput laut termasuk jenis ganggang pada umumnya ganggang
dapat diklasifikasikan menjadi kelas yaitu : ganggang hijau
(chloropheceae), ganggang hijau biru (cyanophyceae), ganggang coklat
(pheaceophyceae) dan ganggang merah (rhodophyceae). Ganggang hijau
dan ganggang hijau biru banyak hidup dan berkembang biak di air tawar,
sedangkan ganggang coklat dan ganggang merah memiliki habitat laut
yang biasanya lebih dikenal dengan rumput laut (Anonim, 2008).
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Rumput Laut Eucheuma cottonii
2.1.2 Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma cottonii
Rumput laut sebagai sumber gizi memiliki kandungan karbohidrat
(gula atau vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian
besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Rumput laut juga
mengandung vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, serta mineral seperti kalium,
kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan yodium (Anggadireja, et al., 2008).
Komposisi kimia Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma cottonii
No Komposisi Nilai
1 Air 13.90 %
2 Protein 2.69 %
3 Lemak 0.37 %
4 Serat Kasar 0.95 %
5 Mineral Ca 22.39 ppm
6 Mineral Fe 0.121 ppm
7 Mineral Cu 2.763 ppm
8 Tiamin 0.14 (mg/100 g)
9 Ribovlamin 2.7 (mg/100 g)
10 Vitamin C 12 (mg/100 g)
11 Karagenan 61.52 %
12 Abu 17.09 %
13 Kadar Pb 0.04 ppm
Sumber : Istini, et al., 1986 dalam Yani 2006
2.2 Ikan Layang
2.2.1 Klasifikasi morfologi ikan layang (Decapterus sp.)
Klasifikasi ikan layang menurut klasifikasi Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
Phyllum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Familia : Carangidae
Genus : Decapterus
Spesies : Decaptersus sp.
Ikan layang (Decapterus sp.) termasuk ikan pelagis, dan
berdasarkan ukurannya dikelompokkan sebagai ikan pelagis kecil. Ikan ini
yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya
sekitar 15 cm meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 cm. Ciri khas
yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil ( finlet)
di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin
yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line) (Nontji, 2002).
2.2.2 Komposisi Gizi Ikan Layang
Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis
kelamin dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat
dan kondisi lingkungan. Umumnya komposisi kimia daging ikan terdiri dari
air 66-84%, protein 15- 24%, lemak 0,1-22%, karbohidrat 1-3% dan bahan
anorganik 0,8-2% (Abdillah, 2006). Besarnya komposisi kimia daging ikan
sangat bervariasi tergantung spesies, jenis kelamin, umur, musim dan
kondisi lingkungan dimana ikan tersebut ditangkap. Menurut Irianto dan
Soesilo (2007), ikan layang memiliki kandungan gizi yang tinggi, protein
sebesar 22,0 %, kadar lemak rendah 1,7% sehingga lebih
menguntungkan bagi kesehatan.
2.3 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida
dalam 1000 gram lemak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak
tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode
iodometri (Ketaren.1986)
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa
oksidasi dan hidrolitik, baik ensimatik maupun nonensimatik. Di antara
kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena
autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil
yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak,
aldehid, dan keton. Bau tengik atau rancid terutama disebabkan oleh
aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat
dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat
(TBA). (Sudarmadji. S,1989).
BAB IIIMETODOLOGI PRAKTEK
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Alat
3.3 Bahan
DAFTAR PUSTAKA
Recommended