II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Model
Model merupakan benda tiruan dari prototipe dengan skala atau dimensi
hidrauliknya diperkecil atau diperbesar dengan skala model tertentu dan terhadap
model tersebut akan dilakukan penyelidikan atau penelitian-penelitian hidraulik
dengan melakukan percobaan-percobaan pengaliran dengan air.
Secara umum, langkah-langkah atau persiapan pembuatan model meliputi :
1. Mengkaji prototype
2. Penentuan jangkauan penyelidikan dan model test yang diperlukan
3. Penentuan prototipe yang akan jadi modeltest
4. Penentuan jenis, jumlah model dan batas bagian prototype yang akan di-
modeltest
5. Penentuan lokasi atau tempat model dan batas model
6. Penentuan skala model
7. Penentuan tenaga laboran dan tenaga pembantu penyelidikan
B. Skala Model
Skala Model dan Penjabaran Skala-skala Model Hidraulik adalah sebagai berikut:
5
1. Sebangun Geometrik
Sebangun geometrik dipenuhi apabila model dan prototip mempunyai bentuk
yang sama tetapi berbeda ukuran. Hal ini berarti bahwa perbandingan antara
semua ukuran panjang yang bersangkutan termasuk kekasaran antara model
dan prototip adalah sama. Perbandingan ini disebut dengan skala geometrik
model (nL) :
ukuran di prototipe
ukuran di model …........……………….….……………….(1)
Semua ukuran yang ada di sebarang titik pada model dan prototip harus
mempunyai skala yang sama.
Skala panjang :
nL
L
L
L
L
m
p
m
p
2
2
1
1
…………………………………………...……….…..(2)
Skala Luas :
2
2
1
2
1
1
1nL
L
L
A
A
m
p
m
p
………………………………………………………(3)
Skala Volume :
3
3
1
3
1
1
1nL
L
L
V
V
m
p
m
p
……………………………………………………….(4)
Sebangun geometrik sempurna tidak selalu mudah dicapai. Sebagai contoh
kekasaran permukaan dari model yang kecil mungkin tidak merupakan hasil
dari skala model, tetapi hanya dibuat permukaan yang lebih kecil daripada
prototip.
m
p
L
LnL =
6
2. Sebangun Kinematik
Sebangun kinematik terjadi antara prototipe dan model jika prototip dan
model sebangun geometrik dengan perbandingan kecepatan dan percepatan di
dua titik yang bersangkutan pada prototip dan model untuk seluruh pengaliran
adalah sama.
v
m
p
m
pn
V
V
V
V
2
2
1
1
………………………………………………….……...(5)
dan
a
m
p
m
pn
a
a
a
a
2
2
1
1
………………………………………………....……...(6)
Besaran kinematik seperti kecepatan, percepatan, debit aliran dan sebagainya
dapat diberikan dalam bentuk skala panjang dan skala waktu.
Skala kecepatan :
nT
nL
T
L
T
L
v
vn
m
m
p
p
m
p
v
……………………………………………………….(7)
Skala Percepatan :
2
2
2
nT
nL
T
L
T
L
a
an
m
m
p
p
m
p
a
……………………………………………………..(8)
Skala debit :
nT
nL
T
L
T
L
Q
Qn
m
m
p
p
m
p
Q
3
3
3
………………………………………………...…..(9)
7
1)(
)(
m
p
Fr
Fr
3. Sebangun Dinamik
Jika prototip model sebangun geometrik dan kinematik, dan gaya-gaya yang
bersangkutan pada model dan prototip untuk seluruh pengaliran mempunyai
perbandingan yang sama dan bekerja pada arah yang sama, maka dikatakan
sebagai sebangun dinamik.
m
p
m
p
F
F
F
FnF
2
2
1
1
……………………………………………………..(10)
4. Penjabaran skala besaran-besaran
a. Skala Kecepatan Aliran (nv)
Yang menentukan macam keadaan aliran adalah bilangan Froude (Fr)
2/1)(gh
vFr ………………………………………………….(11)
Supaya macam aliran di model sama dengan di prototype maka
(Fr)p = (Fr)m ; (Froude criteria, flow pattern criteria).
p = prototype
m = model
Skala bilangan Froude = Frn =
……..………...(12)
mpgh
v
gh
v)
)()
)( 2/12/1
2/1
2/12/1
.)()(
m
p
m
p
m
p
mm
m
pp
p
h
h
g
g
v
v
gg
v
gg
v
)(2/1
hgv nnn
)(2/1
hv nn ..................................................................................... (13)
8
mp gg
b. Skala Waktu Aliran (nt)
Dari rumus : waktu ( t ) = )(
)(
vKecepatan
LJarak
tn =
v
L
n
n (t) =
v
L maka akan didapat
vv = ( hn ) 21
= (t) =
h
L
n
n2
1
......................................... (14)
Untuk undistorted model tn = hn 21
(2.3) Skala Debit
Dengan rumus Q = v . Qn F ; F = luas basah = L . h
Maka :
Qn = vn . Fn
vn = ( hn ) 21
Qn = ( hn ) 21
Ln .........................................(15)
Fn = Ln . hn
c. Skala Koefesien Chezy
Dari rumus Chezy : v = C Ih. (untuk saluran lebar)
Maka :
Qn = vn . ( hn ) 2
1
. ln 21
ln =
L
h
n
n ln =
L
h
n
n2
1
.................(16)
9
vn = hn 21
Untuk undistorted model cn = 1 .................................…..………(17)
d. Skala koefesien Manning
Dari rumus Manning : n
lRv
21
82
dalam metris system
atau : n
lRv
21
82
49.1 dalam feet system maka didapat:
vn =…...................…........................................…………………(18)
Untuk undistorted model : Rn = hn Jadi hn = 6
1
hn . ................. (19)
e. Skala kekasaran untuk undistorted model :
C = 18 log
a
R6 dimana
C = Coeffecient Chezy
R = h, untuk saluran yang lebar
a = tingkat kekasaran = ½ k ; dimana k = kekasaran
v
6.11 dimana v = ghI
= kinematic viscosity
1. Untuk keadaan hidrolis kasar : a >>
18 log k
h12 ................................................................................... (20)
Untuk undistorted model cn = 1 akan memberikan
kn = hn = ..................................................................................... (21)
10
2. Untuk keadaan hidrolis halus dari
n =v
6.11 di dapat;
n = n . 1kvn ; kv
n = 21
hn ....................................................... (22)
n = n . nh-2
Tidak ada efek skala bilamana = nh
na = nh = nl . nh -1/2
nl = nh -3/2
Ini berarti bahwa untuk keadaan hidrolis halus bilamana di
kehendaki tidak terjadi effek skala harus di model dipergunakan
macam zat cair yang lain dengan skala seperti tersebut diatas. Hal
ini biasanya sukar dipenuhi. (bila terbukti pula bahwa efek skala
tidak akan terjadi bilamana bilangan Reynold
Re = 1.
Lv .................................................. (23)
f. Kesalahan Maksimum
Untuk menentukan kesalahan maksimum yang diijinkan ditentukan oleh
persamaan (Shaap, J.J, 1981) sebagai berikut :
Hr = Hm – Kh
Dengan :
Hr = tinggi air di prototip
Hm = tinggi air di model
Kh = ho pada model yaitu tinggi kecepatan = v2/2g
11
Hubungan secara proporsioal antar debit per satuan lebar dengan tinggi air
di atas pelimpah (Hd) adalah :
Q = Cd (Hr 3/2 – Hm 3/2)
Dengan Cd adalah koefisien debit dengan asumsi nilai Cd di prototip dan
di model adalah sama, maka :
Hm
HrQ
23
1 ........................................................................... (24)
Dalam hal ini Q adalah kesalahan maksimum yang selanjutnya diberi
notasi Km, sehingga :
Hm
KhHrKm
)(1
23
................................................................. (25)
Dengan menggunakan persamaan di atas, nilai Km harus lebih kecil
atau sama dengan 5% (≤5%)
g. Perhitungan skala diameter butir dasar sungai untuk penyelidikan
Local Scouring
Dipakai kriteria :
Harga
cr
di model harus sama dengan di prototype. (Brousers, 1967)
= tractive force = g . h . i
cr = critical tractive force
Harga cr = dapat diketahui misalnya dari :
1. Rumus White :
12
wscr
gd = n
6
tg ...................................................... (26)
Dimana;
s = Spesific density dari material dasar
w = Spesific density dari air
= Suatu koefesien yang berhubungan dengan deviasi dari
garis gerak dengan titik berat butir.
n = d2 x jumlah butir persamaan luas
n = packing coefficient n << 1
2. Grafik Shield
Penggunaan grafik Shield lebih mudah dari pada dengan penggunaan
rumus White meskipun pada grafik Shield tidak dimasukkan faktor
yang lebih lengkap ( , dan n).
(a). Dari grafik Shield terlihat bahwa untuk diameter butir d 4
mm, maka cr = 800 d
Dengan demikian skala butir dapat dihitung sebagai berikut :
pcr
p =
mcr
.................................................................... (27)
p
th
pp
d
ppg
800
... =
m
mmmm
d
thg
800
... ................................................ (28)
m
p
d
d =
m
=
mh
h =
mt
t Untuk undistorted model ;
mt
t = 1
dn = n . hn dimana (gp = gm = g )
13
Bilamana di model dipakai material yang spesifikasi densitinya sama
dengan di prototype maka n = 1
Jadi nd = nh .................................................................................. (29)
(b). Bilamana di model dipakai material dengan butir < 4 mm maka
untuk mencari skala butir kita dapat langsung mempergunakan
grafik Shield.
cr
dengan mudah dapat dihitung :
()p = ihgp ... ............................................................................ (30)
cr = akan didapat dari grafik Shield bilamana diameter dp di
prototype diketahui
Selanjutnya :
mcr
=
cr
........................................................................... (31)
mcr
mmm ihghm
... =
cr
p ihgh ... =
mt
t = 1 Untuk undistorted model
(cr)m = (cr)p .
h
hmm . .................................................................. (32)
(cr)m = (cr)p . 1
n
1
hn ............................................................ (33)
Bila kita menentukan/ mengetahui :
o Jenis material di prototype dan jenis material di model yang
dipakai ( n diketahui)
14
o Skala h ( hn diketahui).
Dan (cr)p sudah diketahui maka (cr)m dapat dihitung.
Dengan menggunakan grafik Shield maka dengan harga (cr)m
tertentu kita akan dapati dm, kemudian harga nd = md
d akan
diketahui.
Catatan :
Untuk sungai prototype debit sungai selalu berubah, sehingga
perhitungan skala diameter butir pada suatu macam debit akan
memberikan skala butir lain untuk debit yang lainnya. Dengan
demikian karena banyaknya variasi debit di sungai perhitungan skala
butir tidak mungkin dilakukan dengan tepat, hanyalah pendekatan
saja. Pemilihan diameter butir dasar sungai untuk dipakai di model
merupakan hal yang sulit dalam hydraulic model investigation.
h. Penjabaran skala kecepatan aliran dengan memperhatikan adanya
penggerakan bedload transport di dalam sungai.
Pada rumus-rumus bedload transport antara lain seperti :
1. Meyer-Peter Muller (M.P.M)
S = 8 3d . g
d
hi
- 0,0473/2 ....................................... (34)
Dimana : S = sediment transport rate m3/det/m1
D = diameter butir rata-rata material
w
ws
.................................................................................... (35)
15
s = Spesific density dari material (pasir)
w = Spesific density dari air
g = Percepatan gaya berat
= ripple factor =
23
90
5
c
c o
C50 = Koefesien Chezy dengan perhitungan berdasarkan diameter butir
d50
C90 = Koefesien Chezy dengan perhitungan berdasarkan diameter butir
d90
h = dalamnya air
i = kemiringan garis energy
2. Frylink
X = 5 Y-3/2 e -0.27 ..................................................................... (36)
Y ; dimana X =2
13)( dg
s
Y =
hi
d
3. Einstein
g
s
s
b
.
21
3
1
gd = f
RI
d ........................................................... (37)
Sb = sediment transport rate
secm
N
Dari rumus-rumus diatas terlihat bahwa di dalam setiap selalu terdapat
dua parameter yang tidak berdimensi yaitu yang dinamakan :
a. Transport parameter X =2
13)( dg
s
dan
16
b. Flow parameter Y =
hi
d
Jadi rumus-rumus bedload transport tersebut berbentuk
X = f (Y)
Agar tidak terjadi efek skala maka syaratnya ialah bahwa
harga-harga parameter tersebut sama baik diprototype maupun
di model.
nY = 1
nX = 1
syarat tersebut menghasilkan :
ns = nd3/2 . nΔ ½ dan nh i = nΔd ......................................... (38)
dengan menggunakan rumus Chezy v = C h i maka
persamaan terakhir akan menjadi :
2
vn = dn . 2
cn . 1
vn
..................................................... (39)
Ini adalah merupakan skala kecepatan aliran dimanan terdapat
pergerakan bedload transport.
Skala kecepatan ini disebut ideal velocity scale.
Seperti tersebut di 3.1. berdasarkan flow pattern criteria
(Floerde criteria) :
vn = 21
hn atau 2
vn = hn ..................................................... (40)
Dengan mempersamakan kedua rumus 2
vn tersebut maka
hn = dn . 2
cn . 1
vn
..................................................... (41)
Untuk undistrorted model 2
cn = 1
17
Jadi hn = dn . . 1
vn
...................................................... (42)
Dengan rumus ini maka akan didapat skala diameter butir bila
telah kita tetapkan skala dalam, macam criteria yang dipakai
yang mempengaruhi harga ripple factor.
i. Skala waktu pergerakan sediment tansport/bedload transport
(Undistorted model)
Dapat dijabarkan bahwa skala waktu pergerakan sediment transport adalah
nT
s
h
n
n3
dimana m
p
ss
sn ........................................................................... (43)
Sp = sediment (bedload) transport rate di prototype
Sm = sediment (bedload) transport rate di model
Jadi skala waktu pergerakan air nt tidak sama dengan skala waktu
pergerakan bedload;
nT = 21
hn ................................................................................................ (44)
Catatan : Secara teoritis skala waktu bedload transport tersebut dihitung
tetapi pada prakteknya untuk suatu sungai dimana Sp selalu berubah
berhubungan dengan perubahan debit maka nT juga untuk suatu model
tidak akan tetap harganya. Tetapi bilamana debit yang mengalir disungai
konstan dalam jangka waktu tertentu n masih dapat dihitung.
Harga n juga tidak akan mungkin teliti karena meskipun debit yang
mengalir constant harga S tidak teliti pula (sampai sekarang belum ada
18
rumus bedload transport yang tepat karena banyaknya asumsi-asumsi
parameter antara lain gradasi, ripple factor dan sebagainya).
j. Ringkasan
Ringkasan besaran antara model dan prototype disajikan pada tabel 2.1 di
bawah ini:
Tabel 2.1 Besaran antara Model dengan Protoype
No B e s a r a n Notasi Skala besaran
1 Besaran geometris
- Panjang, lebar
- Dalam, tinggi
L
Ln
2 Kecepatan Aliran H hn
3 Waktu Aliran V
4 D e b i t T vn = 2
1
hn
5 Kekasaran Q tn = 2
1
hn
6 Butir material dasar K Qn = 2
1
hn
7 Koefesien Chezy d kn = 2
1
hn
8 Koefesien Manning C dn = hn
9 V o l u m e N vn = 1
10 G a y a V nn = 6
1
hn
Bedload transport rate G
11 E n e r g y S vn =
s
hn
Percepatan grafitasi E Gn =
3
hn
12
13
Specific density
Skala waktu Pergerakan
Bedload
G
T
sn =ms
p
En
gn =
n =
2
3
h
s
n
n
19
C. Aliran Debris
Aliran debris (debris flow) adalah aliran campuran antara air (air hujan atau
air yang lain) dengan sedimen konsentrasi tinggi yang meluncur kebawah
melalui lereng atau dasar alur berkemiringan tinggi. Aliran ini seringkali
membawa batu-batu besar dan batang-batang pohon, meluncur kebawah
dengan kecepatan tinggi (biasanya masih dibawah kecepatan mudflow)
dengan kemampuan daya rusak yang besar terhadap apa saja yang dilaluinya
seperti bangunan rumah atau fasilitas lainnya sehingga mengancam
kehidupan manusia. Aliran debris tidak terkait langsung dengan letusan
gunung api, namun dapat terjadi di daerah vulkanik maupun non-vulkanik.
Penggunaan terminologi pergerakan massa debris atau sedimen yang tidak
konsisten. Sebagai contoh istilah mudflow dapat dikonotasikan dengan cepat
sebagai suatu proses geologi deformasi plastisitas kemiringan tanah liat mulai
dari sangat lambat sampai dengan sangat cepat (Skempton and Hutchinson,
1969), atau sebagai suatu aliran turbulen air berlumpur yang mengangkut
sedimen berbutir kasar (termasuk batu besar) sebagai angkutan dasar atau bed
load (Kurdin, 1973).
1. Bentuk tipikal aliran debris
a. Tipe bor bergelombang, terjadi apabila aliran debris banyak
mengandung batu-batu yang berukuran besar
20
b. Tipe bor pisau, terjadi apabila aliran debris banyak mengandung
material pasir campur kerikil atau batu-batu berukuran kecil sampai
sedang
c. Tipe bor bergelombang memutar, terjadi apabila aliran debris yang
banyak mengandung lumpur mengalir pada palung sungai yang relatif
halus atau kemiringan dasar sungai landai.
Gambar 2.1 Propile memanjang dan melintang aliran debris
( H.Suwa & S.Okuda, 1985)
2. Sifat Fisik Aliran Debris
Terdapat berbagai macam aliran debris, aliran piroklastik merupakan
aliran debris dengan sedimen yang kering, sedang aliran lahar merupakan
aliran debris dengan sedimen jenuh air. Perbedaan sedimen kering dan
sedimen jenuh air
21
n = t
v
V
V=
tv
v
VV
V
Vt = (l – n) Vt
Vv = Va + Vv = nVt
S = vV
V =
wS = v
w
V
V aS =
v
a
V
V
1 aw SS
= .anS
s = (1-n)1
Gambar 2.2 .; Sifat fisik sedimen aliran debris (sumber: Thomas Blanc, 2008)
Dalam aliran debris sedimen jenuh air, volume fase padat antara 50% s/d 80%,
sedang volume fase cair berkisar antara 20% s/d 50%. Kerapatan fase padat
berkisar antara 2500 kg/m³ s/d 3000 kg/m³, sedang kerapatan fase cair berkisar
n = ruangan pori diantara fase padat
Vv = volume ruangan
Vt = volume total campuran tiga fase tanah
Vs = volume fase padat
V2 = volume fase udara
Vw = volume fase air,
Sα = derajat kejenuhan air
Sw = derajat air dalam ruangan pori
Ss = derajat udara dalam ruangan pori
= kepadatan fase cair (α)
s = kepadatan fase padat
w = kepadatan air (1000 kg/m3 )
s = kepadatan partikel padat (2650 kg/m3)
sediment jenuh air, jika Sa = 0 dan Sw = 1 seluruh ruangan pori terisi air
sediment kering, jika Sa = 1 dan Sw = 0
sediment setengah jenuh air, jika 0 < Sw < 1, ruangan pori terisi oleh air
dan udara
22
antara 1000 kg/m³ s/d 1200 kg/m³. Kekentalan aliran debris sedimen jenuh air,
berkisar antara 0,001 kg/m.dt s/d 0,1 kg/m.dt, sudut geser dalam berkisar antara
250 s/d 450. Oleh karena aliran didominasi face padat, maka yang berlaku hukum
mekanika bukan hukum hidrolika. Faktor air, seperti limpasan hujan dan air tanah,
hanyalah sebagai pemicu terjadinya aliran debris.
3. Ciri – Ciri Aliran Debris
Karakteristik aliran debris sangat berpengaruh terhadap kerusakan yang
ditimbulkan. Beberapa ciri aliran debris penyebab besarnya kerusakan yang
ditimbulkan antara lain adalah :
a. Aliran debris mengalir menuruni lembah atau kelerengan dengan
kecepatan sangat tinggi. Untuk aliran debris tipe batuan (gravel type
debris flow) dengan kandungan batu-batu besar dapat mencapai
kecepatan 5½ - 10 m/dtk, sementara itu aliran debris tipe Lumpur
(mudflow type debris flow) dengan kandungan batu sangat sedikit
mengalir dengan kecepatan 10½ - 20 m/dtk.
b. Aliran debris mengandung batu-batu besar dan seringkali juga
membawa batang-batang kayu. Batu besar yang terbawa di bagian
depan aliran debris dapat mencapai diameter beberapa meter,
sedangkan batang kayu hutan yang terbawa mencapai panjang 10 meter,
sehingga bagian depan aliran debris ini akan mempunyai kekuatan yang
sangat besar.
c. Aliran debris terjadi secara mendadak dan cepat sekali, tidak dapat
diduga sebelumnya karena tanda-tanda awal akan terjadi aliran debris
23
sangat sulit dideteksi. Setelah terjadi baru terdengar suara gemuruh. Hal
inilah yang menyulitkan bagi penduduk untuk menghindar dan
mengungsi karena sulitnya memberikan peringatan secara dini (early
warning sistem), sehingga ketika mengetahui kedatangan aliran debris
dan akan menghindar sudah terlambat.
4. Proses Erosi dan Deposisi
a. Proses erosi
Kemampuan debris saat mengalir (disebut sebagai “aliran debris”)
mengerosi endapan sedimen yang ada di dasar sungai, seperti gambar di
bawah ini.
Gambar.2.3 Sket erosi oleh aliran debris (sumber: Thomas Blanck, 2008)
Laju besarnya endapan sedimen di dasar sungai yang tererosi oleh
aliran debris dirumuskan, sebagai berikut :
hvctvee rsr ....................................................................... (45)
Dimana :
24
er adalah laju besarnya endapan sedimen di dasar sungai yang tererosi
oleh aliran debris. C* adalah konsentrasi volumetrik endapan sedimen
di dasar sungai, θ adalah sudut kemiringan dasar sungai, θe adalah
sudut kemiringan equilibrium dasar sungai, v adalah ratarata kecepatan
aliran debris, h adalah kedalaman aliran, DS adalah jarak yang
ditempuh aliran debris selama waktu Dt.
Selanjutnya dari rumus (9) diperoleh
v
er = s
hc
....................................................................................... (46)
Hukum Egashira mengenai kemampuan aliran debris mengerosi
endapan- endapan sedimen didasar sungai dibangun berdasarkan rumus
(2) dengan memasukan parameter (θ - θe) = arctan (Dh/DS), sehingga
diperoleh;
re = evc tan ........................................................................... (47)
Dengan :
e = tan-1
tan
wws
ws
c
c
................................................... (48)
dimana; VS adalah kepadatan endapan sedimen di dasar sungai yang
tererosi oleh aliran debris. w adalah kepadatan aliran debris, C adalah
konsentrasi sedimen aliran debris, Ø adalah sudut geser dalam endapan
sedimen di dasar sungai, yang kurang lebih besarnya sama dengan
kemiringan kekasaran dasar sungai tan Øb .
25
Berdasarkan penelitian Takahashi (1992), besarnya konsentrasi sedimen
aliran debris C tidak akan melebihi konsentrasi volumetrik endapan
sedimen di dasar sungai, C*, sehingga;
cc 9.0 ............................................................................................ (49)
Menurur Hungr (1995), proses erosi yang terjadi selama perjalanan
aliran debris dirumuskan :
re = Es x h x v .................................................................................... (50)
dimana; h adalah kedalaman aliran debris dan v adalah kecepatan rata-
rata aliran debris. Dalam hal ini, parameter ES adalah laju perpindahan
partikel akibat proses erosi, disebut sebagai laju penambahan erosi,
yaitu; berkurangnya dasar sungai per satuan kedalaman aliran debris.
Ukuran parameter ini “per meter”. Parameter er adalah laju erosi per
satuan waktu dan nilainya tergantung kecepatan aliran debris. ES tidak
tergantung oleh kecepatan aliran debris.
b. Proses deposisi
Apabila θe > θ, maka laju erosi (er) negatif, berarti terjadi pengendapan,
hal ini menyebabkan volume aliran debris berkurang selama perjalanan.
Ketika er > 0, maka dh/dt < 0. Dalam perhitungan, hukum Egashira
menilai besarnya pengendapan tidak berdasarkan pengurangan tinggi
partikel (pengurangan kedalaman aliran debris), melainkan berdasarkan
kecepatan partikel (kecepatan aliran debris) sama dengan 0 m/dt.
Hukum Egashira hanya digunakan untuk menghitung proses erosi.
26
Dengan demikia, jika laju erosinya negatif, berarti tidak terjadi
perubahan volume aliran debris.
D. Aplikasi Pengaman Pilar Jembatan
1. Pengaman Pilar Jembatan Dengan metode Bored Pile
Hampir di setiap proyek konstruksi pondasi tiang merupakan teknologi
pondasi dalam yang telah biasa dipergunakan. Salah satu metode
pemasangan tiang pondasi ini adalah dengan sistem bor. Meski tak
sepopuler pondasi tiang pancang, penggunaan tiang bor ini semakin
banyak dijumpai. Dalam kedalaman dan diameter dari tiang bor dapat
divariasi dengan mudah, pondasi tiang bor dipakai untuk beban ringan
maupun beban berat seperti bangunan bertingkat tinggi dan jembatan. Juga
dipergunakan pada menara transmisi listrik, fasilitas dok, kestabilan
lereng, dinding penahan tanah, pondasi bangunan ringan pada tanah lunak,
pondasi bangunan tinggi, dan struktur yang membutuhkan gaya lateral
yang cukup besar, dan lain-lain. alat yang digunakan disesuai pada kondisi
tanah dan teknik pengeboran tertentu saja. Salah satunya adalah fight
auger. Alat yang sederhana dan ringan ini mempunyai kemampuan
membuat lubang bor berdiameter 0,8-3,6 m. Cara kerjanya, rig akan
berputar masuk ke tanah sampai terisi penuh oleh tanah, kemudian ditarik
kembali ke atas dan diayun supaya tanah yang menempel lepas dari
pisaunya. Alat ini efektif pada jenis tanah clan batuan lunak. Tetapi karena
di lapangan biasanya mengalami kesulitan pada saat pengeboran, maka
dapat meggunakan mesin bor lainnya atau mengganti pisaunya dengan
27
yang lebih baik. Pisau berbenruk spiral melancip akan membantu dalam
pengeboran tanah yang keras dan batuan. Selain itu juga terdapat beberapa
peralatan lain bor seperti bucket auger. Berfungsi unruk mengumpulkan
basil galian dalam keranjang berbentuk spiral dengan cara mengambil
tanah dari galian ke atas dan dibuang, alat ini biasanya berfungsi baik pada
tanah pasir.
a. Metode Konstruksi Tiang Borpile
Cara konvensional untuk konstruksi tiang bored pile adalah dengan
menggali secara manual, kemudian melakukan pengecoran beton. Jenis
tiang bor yang dikerjakan dengan cara ini sering disebut tiang Strauz.
Cara ini amat membatasi kedalaman dan jenis tanah yang dapat
ditembus, sehingga terutama hanya digunakan untuk bangunan
residential atau bangunann ringan lainnya. Dengan ditemukannya alat-
alat bored pile modern, maka pelaksanaan konstruksi menjadi lebih
mudah. Untuk suatu jenis alat pembor, lama waktu pemboran
tergantung dari kemampuan dan tenaga dari mesin.
b. Pengeboran dengan cara kering (dry method)
Cara ini membutuhkan tanah jenis kohesif dan muka air tanah berada
pada kedalaman di bawah dasar lubang bor, atau jika permeabilitas
tanah sedernikian kecilnya sehingga pengecoran beton dapat dilakukan
sebelum pengaruh air terjadi.
28
c. Pemboran dengan Casing
Casing diperlukan karena runtuhan tanah (caving) atau deformasi
lateral dalam lubang bor dapat terjadi. Perlu dicatat bahwa slurry perlu
dipertahankan sebelum cosing masuk. Dalam kondisi tertentu, casing
harus dimasukkan dengan menggunakan vibrator. Penggunaan casing
harus cukup panjang dan mencakup seluruh bagian tanah yang dapat
runtuh akibat penggalian dan juga diperlukan bila terdapat tekanan
artesis. Casing juga dibutuhkan pada pengecoran di atas tanah atau di
tengah-tengah air misalnya pada pondasi untuk dermaga atau iembatan.
d. Pelaksanaan dengan Slurry
Metode borpile ini hanya dapat dilakukan untuk suatu situasi yang
membutuhkan casing. Tinggi slurry dalam lubang bor harus mencukupi
untuk memberikan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan air di sekitar
lubang bor. Bentonite yang dicampur dengan air adalah bahan yang
dipakai sebagai slurry. Umumnya diperlukan bentonite sebanyak 4%
hingga 6% untuk pencampuran tersebut.
Dalam penggunaan slurry, umumnya, dikehendaki agar tidak
membiarkan bahan ini terlalu lama dalam lubang galian sehingga
campuran tersebut tidak menyebabkan suatu bentuk bahan kental (cake)
yang menempel di dinding lubang bor. Bila lubang bor telah siap, maka
anyaman tulangan segera dimasukkan. selanjutnya dimasukkan
treminya.
29
Bilamana tiang bor hanya hanya memikul beban lateral di kepala tiang,
maka tulangan tidak harus sampai ke dasar pondasi. Cukup sampai
posisi di mana gaya- gaya tersebut harus dipikul oleh beton dan
tulangan bersama-sama.Tetapi bilamana tiang bor digunakan sebagai
shoulder pile, tuiangan umumnya harus dipasang pada seluruh
kedalaman. Karena momen terbesar berada di sekitar kedalaman batas
galian, maka kerapatan tulangan lebih besar pada lokasi tersebut.
Aspek penting lain dalam tulangan adalah kekakuan yang harus
dipertahankan pada saat pengangkatan tulangan, agar tidak berubah
bentuk dan tetap lurus pada saat rnasuk ke dalam lubang bor. Untuk
memproleh bentuk yang silindris kadang-kadang diperlukan pengkaku
(stiffener) pada penampang melintang dan tulangan. Tahu beton
(concrete decking) dapat diperlukan untuk mempertahankan adanya
selimut beton pada sisi luar tulangan.
Ada beberapa jenis pondasi bored pile yaitu:
1. Bored pile lurus unuk tanah keras;
2. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel;
3. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium
4. Bored pile lurus untuk tanah berbatuan
2. Pengaman Pilar Jembatan Dengan metode Sheet pile
Sheet pile merupakan salah satu jenis retaining wall. Sheet pile terbuat
dari baja, beton, kayu atau sheet pile dari plastik yang saling
30
berhubungan satu sama lainnya membentuk dinding yang kontinu
sepanjang tebing saluran. Dalam mendesain sheet pile perlu diperhatikan
adalah kedalaman sheet pile dan jenis tanah. Kedalaman sheet pile
menentukan kekuatan dari sheet pile tersebut. Kekuatan dari sheet pile
berada pada ujungnya dan gesekan pada selimut sheet pile. Jenis tanah
juga menentukan kekuatan sheet pile. Tanah kohesif dan nonkohesif
akan berbeda dalam menentukan Parameter yang digunakan dalam
penentuan kedalaman sheet pile adalah
Pa = Pa1 + Pa2 (tekanan tanah aktif) ............................................... (51)
Pa = γh1Ka + γ h2K a ...................................................................... (52)
K = Kp – Ka (Koefisien tanah) ........................................................... (53)