BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
candi, oleh karenanya sebagai suatu hasil karya seni, relief tidak
hanya berkaitan dengan agama saja, relief juga merupakan perwujudan alam
dan dapat berupa lambang dari kejiwaan manusia sendiri. Relief dapat
dinyatakan sebagai salah satu sumber untuk mengajarkan nilai-nilai budaya
dan nilai-nilai pendidikan. Relief selain hasil budaya yang bisa diamati untuk
menyelidiki sosial-ekonomi dan budaya pada masyarakat lampau sekaligus
menjadi sumber dalam mewariskan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai
pendidikan ini dapat dipelajari baik dari tampilan relief maupun dari cerita
yang melatarbelakanginya. Relief sebagai wahana menggambarkan kisah
yang sifat nya didaktik. Berperan mengingatkan umat dan masyarakat tentang
ajaran moral dibalik seni tersebut. Melalui visualisasi relief-relief ini. Para
seniman penciptanya ingin menyampaikan pesan atau informasi kepada
masyarakat. Pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat menjadi pandangan
hidup, pegangan hidup bahkan perjuangan hidup khususnya bagi generasi
penerus.
Relief dapat dijadikan ilmu pengetahuan dan juga sebagai sarana
untuk menanamkan nilai-nilai kearifan dan pendidikan yang dapat
ditanamkan pada pelajar dan masyarakat. Saat ini masih banyak masyarakat
yang memandang candi sebagai benda peninggalan sejarah yang tidak
memiliki arti apapun. Khususnya relief-relief yang terdapat pada candi.
akibatnya banyak masyarakat yang tidak sempat meluangkan waktu
berkunjung ke candi khususnya memaknai arti relief yang terpahatkan pada
candi dengan alasan kuno dan gengsi. Jika semua kalangan masyarakat dan
pelajar mau meluangkan waktu untuk berkunjung dan memahami setiap
makna yang terkandung pada relief-relief yang terdapat pada candi. maka
akan menjadi suatu peralihan warisan budaya bangsa dari generasi terdahulu
kepada generasi sekarang.
Relief adalah hiasan candi yang digambarkan atau dipahatkan pada
badan candi. candi sendiri merupakan hasil pengaruh hindu-budha di
Indonesia. Relief dari hasil wujud kebudayaan dapat digolongkan dalam
kompleks kebudayaan fisik atau disebut artefak. Berbagai cerita yang
digambarkan dalam relief merupakan hasil dari kompleks aktifitas yang
digerakan oleh ide-ide. Kompleks ide terdiri dari gagasan-gagasan, norma,
dan nilai-nilai yang bersifat abstrak. (koentjaraningrat,1990:186).
Kompleks ide atau gagasan bersumber dari pedoman hidup yang
merupakan identitas diri dari suatu masyarakat. Gagasan-gagasan tersebut
saling berkaitan dan menjadi suatu sistem yang disebut sistem budaya. Sistem
budaya suatu bangsa memiliki nilai-nilai yang khas. Hal tersebut dapat
terlihat dari hasil budaya yang dihasilkan seperti hal nya relief candi.
Salah satu kemampuan lokal masyarakat jawa dapat dipahami melalu
candi dan ragam hias candi. candi sebagai tinggalan monumental pada masa
lalu, banyak ditemukan di pulau jawa. Khususnya jawa tengah dan jawa
timur. Candi baik arsitektur maupun ragam hias yang ada didalamnya
termasuk juga relief adalah bukti majunya tingkat kebudayaan masyarakat
pendukung kebudayaan tersebut. Hartoko menyatakan bahwa :
Masa kejayaan kebudayaan jawa kita miliki dan kita amati lewat
peninggalan-peninggalan monumental, seperti candi Borobudur dan candi
prambanan, endapan keindahan terlihat dari bentuk batu ataupun perunggu.
Ekspresi artistitik lainnya seperti tarian dan music telah melewati saringan
tradisi, sehingga bentuk nya yang sekarang kita saksikan tidak seratus persen
asli lagi (Hartoko, 1984:76).
Selain peninggalan-peninggalan monumental seperti candi borobudur
dan candi prambanan, terdapat pula peninggalan sejarah yang bercorak hindu
yang mungkin pada kalangan sejarawan tidak terlalu sering di ulas, yaitu
candi kidal. Candi kidal merupakan peninggalan masa kerajaan singasari.
Dilihat dari gaya atau model arsitektur nya. Candi kidal sangat kental dengan
budaya yang berkembang dikerajaan jawa timur. Pada bagian candi kidal
terpahatkan 3 buah relief indah yang menggambarkan cerita legenda garudeya
(garuda), mitologi hindu yang sangat popular dikalangan masyarakat jawa
saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan dari
perbudakan,kepahlawanan dan nilai pendidikan sejarah. Candi kidal terletak
di desa rejokidal, kecamatan tumpang sekitar 20km sebelah timur kota
malang jawa timur, candi kidal dibangun pada tahun 1248m, bertepatan
dengan berakhirnya rangkaian upacara pemakaman yang disebut gradha
untuk menghormati raja anusapati yang telah meninggal, setelah selesai
pembugaran kembali pada decade 1990an, candi ini sekarang berdiri dengan
tegak dan kokoh serta menampakan keindahannya.
Candi ini memiliki panjang: 10.8 meter, lebar 8.36 meter dan tinggi
12.26 meter. Secara vertical candi ini dapat dibagi menjadi kaki candi,tubuh
candi, dan atap candi, di dalam bilik candi tidak ditemukan arca selain yoni di
tengah-tengah ruangan. Ketika ditemukan sudah berada diluar ruangan,
diduga berasal dari ruangan candi. candi kidal memiliki beberapa kelebihan
menarik dibanding dengan candi-candi lainnya, candi kidal terbuat dari batu
andesit dan berdimensi geometris vertical. Kaki candi nampak agak tinggi
dengan tangga yang masuk ke atas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga
masuk sesungguhnya. Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki dan
atap candi sehingga memberi kesan ramping.
Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan medallion serta sabuk
melingkar menghiasi badan candi, atap candi terdiri dari 3 tingkat yang
semakin ke atas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai
permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna (cirri khas candi hindu)
atau stupa (cirri khas candi budha). Masing-masing tingkat disisakan ruang
agak luas dan diberi hiasan. Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang
dipahatkan di atas pintu masuk dan bilik-bilik candi. kala, salah satu aspek
dewa siwa dan umumnya dikenal sebagai bangunan suci. Hiasan kepala kala
candi kidal Nampak menyeramkan dengan matanya melotot, mulut nya
terbuka dan Nampak dua taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan
dominan. Adanya taring tersebut juga merupakan cici khas candi corak jawa
timuran. Disudut kiri dan kananya terdapat jari tangan dengan mudra (sikap)
mengancam. Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa pondasi dari sebuah
tembok keliling yang berhasil digali kembali sebagai hasli pemugaran tahun
1990-an. Terdapat tangga masuk yang menuju kompleks candi di sebelah
barat melalui tembok tersebut namun sulit dipastikan apakah memang
demikian aslinya jika dilihat dari perspektif sekeliling dengan dataran
kompleks candi, Nampak agak menjorok kedalam sekitar 1 meter dari
permukaan sekarang ini, apakah dataran candi merupakan permukaan tanah
sesungguhnya akibat bencana alam seperti banjir atau gunung meletus tidak
dapat diketahui dengan pasti. Dirunut dari usianya, candi kidal merupakan
candi tertua dari peninggalan candi-candi periode jawa timur pasca jawa
tengah (abad ke 5-10M). Hal ini karena periode Mpu sindok (abad 10M),
airlangga (abad 11M) dan Kediri (abad 12M) sebelumnya tidak meninggalkan
sebuah candi, kecuali candi belahan dan jolotundo yang sesungguhnya bukan
merupakan candi melainkan petirtaan. Bertitik tolak dari uraian di atas,
dengan masih memiliki corak jawa tengahan dan mengandung unsur jawa
timuran maka candi kidal dibangun pada masa transisi dari kedua periode
tersebut.
Nama kidal sendiri sangat mungkin berasal dari bentuk ragam hias
candi makam anusapati yang tidak lazim, dimana umumnya ragam hias
terutama relief-relief pada candi bersifat pradaksina (sansekerta=searah jarum
jam), tetapi candi kidal justru bersifat praswya ( sansekerta = berlawan arah
jarum jam), kidal sendiri dalam bahasa jawa kuno bermakna “kiri” (Agus
sunyoto, 2000:57). Dengan memahami bahwa nama kidal memiliki arti “kiri”
atau prasawya yaitu berlawan dengan arah kelajiman, maka keberadaan
anusapati dapat dilihat dari dua aspek pertama, anusapati adalah pengikut
aliran saiva yang menyimpang dari paham saiva yang lazim di anut masyrakat
dewasa itu. Kedua, anusapati adalah putra “kiri” dari raja rajasa sang
amurwabhumi menurunkan rajawangsa, perpaduan kedua wangsa itu melalui
perkawinan yang melahirkan wangsa baru yang berientitas “Rajasa, Girindra,
dan Wardhana” sebagaimana pada nama kertarajasa
jayawarddhana,Tribhuwanatunggadewi, Maharajasa Jayawisynuwarddhani,
Rajasawarddhana, Girindrawarddhana (Agus Sunyoto, 2000:57-58).
Pada bagian kaki candi terpahatkan tiga buah relief indah yang
menggambarkan cerita legenda garudeya (Garuda). Cerita ini sangat popular
dikalangan masyrakat jawa saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan.
Kesusastraan Jawa kuno berbentuk kakawin tersebut mengisahkan tentang
perjalanan Garuda dalam perbudakan dengan penebusan air suci amerta.
Cerita ini juga terdapat pada candi sukuh (lereng utara Gunung Lawu).
Terdapat nya relief Garuda pada candi yang bersifat saiva seperti candi kidal
semakin memperkuat anggapan bahwa Anusapati mengikuti ajaran yang
menyimpang dari Sivaisme yang lazim, karena kisah Garuda lebih bersifat
Vaisnava.
Cerita Garuda sangat dikenal masyrakat pada waktu berkembang
pesat agama hindu aliran waisnawa (Wisnu) terutama pada periode kerajaan
Kahuripan dan Kediri. Airlangga, raja kahuripan setelah meninggal
diwujudkan sebagai dewa wisnu pada candi belahan dan jolotundo, dan
patung Wisnu di atas garuda paling indah sekarang mashi tersimpan di
museum Trowulan dan diduga berasal dari Candi Belahan.
Cerita Garudeya adalah cerita kepahlawanan yang biasa disebut
dengan epos atau wiracarita. Wiracarita Garudeya berasal dari kebudayaan
hindu yang sarat dengan ajaran agama. Narasi cerita Garudeya pada candi
kidal dipahatkan dalam 3 relief dan masing-masing terletak pada bagian
tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu masuk. Berikut adalah penggambaran
dari setiap relief yang dilakukan secara pradaksina (berjalan searah jarum jam
dimulai dari sisi sisi sebelah utara atau sisi kiri candi.
a. Sisi Utara
Garuda digambarkan dengan sikap badan jongkok, kaki kanan ditekuk
dengan lutut menumpu landasan. Tangan kanan di angkat di atas dengan
sikap menyangga suatu benda yang bulat. Di atas kepala garuda duduk
seorang wanita diatas padma. Kaki kiri wanita tersebut dalam sikap
bersila, kaki kanannya menggantung ke bawah disangga oleh tangan
kanan garuda. Disampingnya terukir 3 ekor naga.
b. Sisi Timur
Garuda digambarkan dengan sikap yang sama seperti sisi utara, tangan
kanan memegang seberkas ikatan yang ditafsirkan sebagai seikat kuca
rumput, Di atas kepala garuda terdapat guci amerta.
c. Sisi Selatan
Garudamasih digambarkan dengan sikap yang sama, di atas kepalanya
ada 3 ekor padma, ekor naga menggantung kebawah disangga oleh tangan
garuda, sedangkan arah pembacaan relief dilakukan dengan cara prasawya
(berjalan berlawan dengan arah jarum jam, dimulai dari sisi sebelah
selatan atau sisi kanan tangga masuk candi) maka akan didapatkan
susunan :
a. Sisi selatan
Garuda dalam kekuasaan para naga. Ibu Garuda masih dalam
perbudakan Sang Kadru
b. Sisi Timur
Garuda telah mendapatkan amerta sebagai penebus ibu nya, seikat
kuca (rumput) menjelaskan pada kita bahwa amerta telah direbut dari
para dewa dan kini disangkutkan pada kuca, sementara para naga
disuruh oleh garuda membersihkan badannya sebelum minum amerta.
c. Sisi Utara
Garuda siap berangkat bersama ibu nya meninggalkan para naga
karena telah bebas dari perbudakan sang kadru
Relief cerita garudeya merupakan kisah garudeya yang terdapat pada
kita adiparwa, kisah ini merupakan kisah kesustraan jawa kuno yang sangat
popular dikalangan rakyat pada masa itu. Berkisah tentang perjalanan Garuda
dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci
amerta. Pada zaman dahulu ada seorang pendeta bernama kasyapa, anak
pendeta bernama marici dan cucu dari dewa brahma. Pendeta itu diberi oleh
pendeta daksa empat belas orang gadis untuk diperistrikannya, masing-
masing bernama Dewi Aditii, Diti, Danu, Aristi, Anayusa, Kasa, Surabi,
Winata, Kadru, Ira, Tamra, Mregi, Krodawasa, dan Parwa. Dari semua orang
istri tersebut hanya kadru dan winata yang tidak mempunyai anak, kemudian
mereka menghadap pendeta kasyapa member mereka masing-masing seribu
telur untuk dewi kadru dan dua buah telur untuk winata. Setelah 500 tahun
menetaslah semua telur dewi kadru dan lahir menjadi ular dan naga.
Sedangkan telur dewi winata hanya satu yang menetas dan akhir nya menjadi
garuda, kadru memiliki sifat yang pemalas kadru mulai merasa bosan dan
lelah mengurusi anak nya yang nakal-nakal karena sering menghilang
diantara semak-semak. Kadru memiliki niat jahat untuk menyerahkan tugas
ini kepada winata.
Kemudian diajaklah winata untuk bertaruh mengenai warna kuda
ucchaihsrawa yang muncul bersama air amrtha ketika samudra purba diaduk.
Kadru menganggap warna kuda adalah hitam. Sedangkan winata menganggap
warna kuda itu adalah warna putih. Dari sengitnya perselisihan pendapat
antara kadru dan winata kedua nya sepakat untuk bertaruh :
“yang kalah akan menjadi budak yang menang”. Kemudian para ular dan
naga itu mendengar percakapan antara kadru dan winata, para ular dan naga
pun tahu bahwa ibu mereka kadru salah. Kemudian mereka memberi tahu
kepada ibu nya. Kadru pun mengatur rencana licik nya dan menyuruh kedua
anaknya, para ular untuk mengubah warna kuda uccaihswara dengan
bisanya.rencana licik nya pun berhasil, lalu dewi kadru dan winata bersama-
sama pergi ketempat kuda ucchaiswara untuk membuktikan kebenaran kata-
katanya, mereka melalui tempat pengadukan samudra purba, akhir nya
sampailah mereka di tempat kuda ucchaiswara. Tubuh nya berwarna putih,
tetapi ekor nya berwarna hitam. Winata kalah dan dijadikan budak oleh
kadru, sejak saat itu Winata diperintahkan melayani segala keperluan kadru
dan mengasuh para ular dan naga setiap hari. Winata selanjut nya meminta
tolong kepada garuda untuk membantunya. Bagian ini digambarkan pada
fragmen pertama relief ( dilakukan secara prasawya, dari sisi selatan candi)
garuda digambarkan dengan sikap badan jongkok, di atas kepalanya ada tiga
ekor padma, ekor naga menggantung kebawah disangga oleh tangan garuda,
Pada bagian relief kedua ketika garuda tumbuh besar, dia bertanya
kepada ibu nya mengapa dia harus ikut mengasuh dan menjaga ular dan naga.
Setelah dicertikan tentang pertaruhan kuda uccaihswara maka garuda
mengerti, Dewi kadru meminta kepada garuda untuk bertanya kepada ular
dan naga. Tentang apa yang mereka khendaki sebagai tebusan agar Winata
tidak dijadikan budak. Ular dan naga kemudian berkata “ Bila kamu khendak
menebus ibumu, sehingga ia tiada lagi menjadi budak kami, perbuatlah
seperti yang kami minta, bawakanlah aku air suci amerta yang disimpan
dikhayangan serta dijaga para dewa dan berasal dari lautan susu” Garuda
menyanggupi dan segera memohon ijin ibu nya untuk berangkat ke
khayangan.
Dewi Winata berkata : “anakku garuda, untuk bekal perjalananmu
bunda akan member petunjuk kepadamu. Dipulau kusa tinggalah orang-orang
jahat yang pekerjaannya hari-hari hanyalah membunuh dan menganaya
makhluk lain. Makan lah mereka itu sebagai bekal perjalanan. Akan tetapi
bila tenggorokanmu terasa panas, itu tanda nya kamu menelan seorang
brahmana, berilah hidup kepada mereka dan jangan sampai terbunuh, karena
ayahmu pendeta kasyapa adalah seorang brahmana, jangan sekali-kali kau
berani menghina seorang brahmana. Pantang dan bedosa besar orang yang
membunuh seorang brahmana, sekian petuahku kepadamu anakku. Selamat
jalan semoga perjalananmu mendapat berkah dewata raya, dewa bayu akan
menjaga kedua belah sayapmu, dewa candra akan menjaga punggungmu,
Dewa agni dan dewa angin akan menjaga seluruh tubuhmu, pergilah anakku,
semoga berhasil usahamu.”
Tentu saja para dewa tidak meyetujui keinginan garuda sehingga
terjadi perkelahian, namun para dewa dapat dikalahkan. Melihat hal ini Dewa
Wisnu turun tangan dan garuda dapat dikalahkan, setelah mendengar cerita
garuda tentang keinginannya mendapatkan air suci amerta, maka dewa wisnu
memperbolehkan dengan syarat Garuda harus dijadikan kendaraan
tunggangannya. Garuda menyetujui, sehingga bisa membawa air amerta
kembali turun ke bumi. Bagian ini digambarkan pada fragmen kedua relief
(dilakukan secara prasawya, dari sisi timur candi). Dan digambarkan sikap
garuda tetap sama dengan fragmen pertama, tangan kanan memegang
seberkas ikatan yang di tafsirkan sebagai seikat kuca rumput. Diatas kepala
garuda terdapat air suci amerta.
Pada relief ketiga menggamabarkan air amerta yang ada didalam
kundi dan diikat dengan ilalang kemudian diserahkan oleh garuda kepada ular
dan naga, lalu garuda berkata “ Wahai Ular dan Naga, air amerta ini yag aku
dapatkan dari dewa-dewa inilah tebusanku untuk ibuku, sejak saat ini ibuku
tidak lagi menjadi budakmu, jangan kau berbuat aniaya lagi kepada ibuku.
Aku ingin memberi tahu kepada kalian, kalau kalian hendak meminum air
suci amerta kalian harus bersuci diri dahulu, mandilah dulu dan buatlah saji-
sajian:.
Setelah garuda berkata demikian, kemudian garuda pergi dengan ibu
nya, kembali ke tempat kediamannya. Diceritkanlah tentang ular dan naga
yang hendak meminum air amerta. Tidak ada seekor pun yang mau tinggal
menjaga kundi amerta itu, semua nya mau bersuci diri bersama-sama karena
takut ketiggalan. Setelah selesai mandi mereka kembali hendak minum air
amerta, tetapi kundi itu telah hilang karena telah diambil oleh dewa indra,
pada waktu mereka beramai-ramai mandi bersama.
Sedihlah hati para ular dan naga itu, bingung tak tahu apa yang akan
dibuatnya. Ada setetes air amerta yang tercecer pada ilalang, dijilatlah tetesan
air amerta itu oleh para ular. Apa yang terjadi? Karena tajam nya ilalang,
lidah ular itu berbelah dan itulah sebabnya sampai sekarang lidah ular itu
terbelah, dan ilalang itu menjadi suci, karena tersentuh amerta dan dipakai
selalu dalam segala pekerjaan korban. Cerita sang garuda membebaskan ibu
nya dari perbudakan juga di pandang suci, dan orang yang mendengar cerita
sang garuda ini pun akan menjadi suci juga. Hal ini di gambarkan pada relief
ketiga dimana garuda dengan gagah perkasa menggendong ibu nya dan bebas
dari perbudakan. Bagian ini digambarkan pada fragmen ketiga relief
(dilakukan secara prasawya, dari sisi utara candi) dan digambarkan sikap
garuda teteap dengan sikap yang sama pada fragmen kedua, yaitu sikap badan
jongkok, kaki kanan ditekuk dengan lutut menumpu pada landasan. Tangan
kanan diangkat di atas dengan sikap menyangga suatu benda yang bulat,
diatas kepala garuda duduk seorang wanita di atas padma. Kaki kiri wanita
tersebut dalam sikap bersila, kaki kananya menggantung ke bawah disangga
oleh tangan kanan garuda. Disampingnya terukir 3 ekor naga.
B. Identifikasi Masalah
1. Banyak masyarakat yang belum tahu jelas tentang kisah garudeya di candi
kidal.
2. Masih banyak masyarakat dan kalangan pendidikan yang memandang
candi hanya sebagai benda peninggalan sejarah yang tidak memiliki arti
apapun, khusus nya relief-relief pada candi.
3. Masyarakat yang sedikit meluangkan waktu untuk berkunjung ke candi,
khusus nya untuk memaknai arti relief yang ada pada candi dengan alasan
kuno dan gengsi.
4. Relief garudeya pada candi kidal tidak sering di ulas sehingga kurangnya
pengetahuan masyrakat terhadap cerita relief garudeya di candi kidal
5. Relief garudeya di candi kidal memiliki cerita yang kaitannya dengan
cerita garudeya di candi sukuh.
6. Masyarakat dan kalangan pendidikan banyak yang belum mengetahui
pesan moral yang ada pada cerita relief garudeya.
7. Masyarakat dan kalangan pendidikan belum sepeuh nya tahu tentang
nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada cerita relief garudeya.
8. Masyarakat dan kalangan pendidikan belum sepenuhnya tahu deskripsi
relief garudeya candi kidal di jawa timur.
9. Relief garudeya belum sepenuh nya di lestarikan oleh masyrakat.
10. Kurang nya minat masyrakat terhadap sejarah cerita garudeya candi kidal
11. Belum ada nya media informasi yang membahas tentang cerita relief
garudeya.
C. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang di uraikan, maka batasan masalah
hanya yang berkaitan pada media informasi, di antara nya adalah :
1. Perlunya media informasi yang dapat menjelaskan cerita relief garudeya
untuk menyampaikan pesan moral yang ada di dalam cerita relief
garudeya. Sehingga masyarakat mengerti akan maksud cerita relief
garudeya di candi kidal.
2. Perlunya media informasi yang dapat mengunggah minat masyarakat
untuk melestarikan budaya Indonesia, khusus nya peninggalan relief yang
terdapat pada candi.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara merancang media informasi yang menarik dan informatif
sehingga dapat mengunggah minat serta ketertarikan pada budaya yang
ada di Indonesia, khusunya relief yang terdapat pada candi.
2. Bagaimanakah deskripsi nilai garudeya candi kidal jawa timur.
3. Apakah masyarakat dapat memanfaatkan
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang diidentifikasikan peneliti, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah media informasi dalam bentuk animasi
dapat mengunggah minat serta ketertarikan masyarakat pada budaya
yang ada di Indonesia, khususnya relief yang terdapat pada candi.
2. Untuk mendeskripsikan relief garudeya candi kidal jawa timur
melalui media informasi yaitu animasi.
3. Untuk mengetahui apakah media informasi dalam bentuk animasi dapat
menyampaikan nilai-nilai pendidikan pada masyarakat dan kalangan
pendidikan dalam cerita relief garudeya candi kidal sebagai sumber
pembelajaran sejarah dan dapat melestarikan budaya Indonesia, khusus
nya peninggalan relief yang terdapat pada candi.
4. Untuk merancang media informasi yang baik dan menarik, Untuk
menciptkan media informasi dalam bentuk animasi yang unik, inofativ,
kreatif dan komunikatif. yang mudah dipahami oleh masyarakat sehingga
masyarakat khususnya remaja, paham tentang cerita dibalik relief
garudeya di candi kidal.
5. Untuk mengenalkan cerita relief garudeya candi kidal jawa timur ke
masyarakat luas khusunya masyarakat kota malang, kalangan anak dan
remaja.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan serta dapat
memberikan sumbangan dan manfaat bagi perkembangan studi desain
komunikasi visual sebagai bahan acuan bagi studi-studi bidang terkait.
Dan menambah pengetahuan bagi peneliti untuk melanjutkan penelitian
dengan topik yang sama dan dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan
nilai-nilai budaya luhur yang terkadung dalam relief candi agar dapat
dikenal, dihayati, dan dilestarikan oleh masyarakat.
2. Manfaat Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan bagi peneliti tentang sejarah,nilai-nilai budaya luhur yang
terkandung dalam relief candi. Serta dapat melestarikan budaya Indonesia
dan memperkenalkan nilai-nilai budaya luhur yang terkandung dalam
relief candi melalui animasi yang unik, inofativ, kreatif dan komunikatif.
Sehingga bermanfaat untuk masyarakat luas.
3. Manfaat Sosial
Penelitian ini diharapkan dapat mengunggah minat masyarakat untuk
melestarikan budaya Indonesia, mengetahui deskripsi relief garudeya
candi kidal jawa timur dan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai budaya luhur
yang terkandung dalam cerita relief garudeya candi kidal jawa timur.
G. Rencana Penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada candi kidal di desa rejokidal,
kecamatan tumpang sekitar 20km sebelah timur kota malang jawa
timur.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yang di awali dengan
persiapan awal sampai menyusun laporan.
B. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini peneliti akan menggunakan metode
pengumpulan data dan teknik analisi data yang di akan di gunakan
sebagai persyaratan analisis.
1. Metode pengumpulan data digambarkan secara jelas dalam metode
dan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data, misalnya
metode sensus, metode survei, metode eksperimen, metode sejarah,
metode kepustakaan, atau metode lainnya. Disebutkan juga alasan
pemilihannya dan dilanjutkan dengan teknik pengumpulan data serta
instrument yang digunakan.
C. Sumber data
Adapun jenis data atau informasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Informan yang terdiri dari ahli-ahli arkeologi, juru kunci candi, guru
sejarah SMP Negeri 10 Malang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Sebagai berikut :
1. Wawancara mendalam atau in-depth interviewing “the purpose of
interviewing is to find out what is in and on some one else’s mind”
(patton, 1983:196), Wawancara mendalam ( indepth interview ) yang
dilakukan lebih menyerupai suatu bentuk dialog antara peneliti dan
narasumber dilakukan dalam suasana santai. Agar wawancara
mendalam lebih terarah maka dipersiapkan pedoman wawancara
(interview guide) yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan kepada
informan yang terdiri dari ahli-ahli arkeologi, juru kunci candi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Tesis
Nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya candi kidal Jawa
Timur sebagai sumber pembelajaran sejarah pada siswa kelas
VII SMP NEGERI 10 MALANG,
Oleh : I Gede Wayan Wisnuwardana
NIM : S861008015
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAH MARET
SURAKARTA, 2012
Tesis ini menceritakan mengenai Candi Kidal dan membahas cerita
mengenai Relief Garudeya, Dalam tesis ini juga sangat bermanfaat untuk
masyarakat mengetahui deskripsi relief garudeya candi kidal jawa timur dan
nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita relief garudeya candi
kidal jawa timur. Tesis ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk
melakukan penelitian sejarah lokal dapat menggali dan mengetahui potensi
daerah masing-masing. Sehingga diharapkan mahasiswa dapat
mengembangkan penelitian yang sejenis, khususnya mahasiswa desain
komunikasi visual, dengan cara melakukan penelitian yang sejenis dan
mengumpulkan data yang sebenar-benar nya sehingga dapat memberikan
solusi dengan cara membuat media informasi yang menarik dan informatif
dan dapat mengunggah minat serta ketertarikan masyarakat untuk
melestarikan budaya di Indonesia dan memelihara warisan budaya nusantara
khusus nya relief yang terdapat pada candi kidal.
Namun kekurangan tesis ini tidak mencantumkan daftar pustaka
sehingga sedikit kesulitan untuk mencari daftar pustaka yang ada kaitannya
dengan objek penelitian, Bahasa yang digunakan sebenarnya sangat baik,
namun mungkin agak sedikit sulit di pahami untuk kalangan masyarakat
biasa. Secara keseluruhan tesis ini cukup membantu mahasiswa yang
melakukan penelitian objek yang serupa.
2. Buku
Judul : Motif Ornamentasi Situs Candi Kerajaan Singosari
Penulis : Dr.Ir. Lalu Mulyadi, MTA.LAI
Lay Out : Wawan S. Fauzi
ISBN : 978-602-95802-1-1
Penerbit : Intimedia (Kelompok In-Trans Publishing)
Kota Terbit : Malang
Tahun Terbit : 2010
Ukuran : 15,5 x 23 CM
Halaman : 67 Hal
Daerah Malang merupakan daerah yang kaya akan seni budaya dan
sejarah namun di bidang sejarah kita belum dapat menggali potensinya secara
maksimal dikarenakan kurangnya buku atau referensi yang membahas
mengenai peninggalan sejarah khususnya candi-candi secara menyeluruh.
Mengingat akan pentingnya nilai sejarah yang terkandung di dalam situs
sejarah tersebut bagi generasi muda, maka perlu dilakukan pengkajian yang
bertujuan untuk melestarikan situs-situs sejarah.
Secara umum candi-candi d Kota Malang khususnya Kabupaten
Malang memiliki relief dan ornamen yang unik serta berbeda dengan candi-
candi yang ada di Jawa Tengah, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh
kerajaan Singosari dan kerajaan Majapahit yang masih sangat kental. Di
setiap candi itu memiliki suatu cerita tersendiri di balik relief yang terdapat di
dinding candi. Candi-candi tersebut bercorak Hindu-Budha yang dapat saling
melengkapi secara harmonis terutama mengenai desain dari kedua budaya
tersebut. Apabila kita secara serius menggali situs-situs ini maka banyak
sekali karya seni yang terdapat didalamnya, seperti seni pahat, seni lukis,dan
seni ornamen arsitektur. Hal ini menjadi perhatian bagi penulis mengingat
masih kurangnya buku ajar bagi pelajar baik ditingkat SD, SMP maupun
SMA atau bagi mahasiswa. Buku ini mengulas tentang makna relief candi
yang ada di Malang secara lengkap dan spesifik.
Buku ini membahas tentang ornamentasi candi sebagai sumber seni
kota malang, Pengenalan sejarah kerajaan di malang, mulai dari pengenalan
sejarah singosari, sejarah candi jago, sejarah candi kidal dan membahas
lengkap mengenai deskripsi relief.
Buku ini berwarna hitam putih pada bagian isi nya, hanya cover saja
yang berwarna, sehingga bagian dalam buku ini sedikit kurang menarik jika
dilihat, namu tetap bermanfaat sebagai media informasi.
Foto Candi dan Relief dalam buku ini berwarna hitam putih dan
terlihat tidak begitu jelas sehingga pembaca tidak bisa melihat secara jelas
ornamen candi dan relief tersebut.
B. Tinjauan Karya
1. Kisah Borobudur
Pada tinjauan karya animasi berbentuk 3D yang menceritakan “Kisah
Borobudur” dibuat secara menarik agar anak-anak dapat memahami cerita
dibalik kisah Borobudur ini dan dapat menumbuhkan ketertarikan anak
bangsa terhadap peninggalan sejarah dan budaya, dan dapat melestarikan
budaya nusantara didalam nya. Pengembangan media visual yang baik dapat
mengangkat cerita nusantara dengan unsur budaya di dalamnya. Salah satu
nya juga bisa melalui animasi. Dengan animasi “Kisah Borobudur” yang
dibuat dengan gaya simple dengan warna-warni, mudah dipahami, ringan dan
menarik bagi anak-anak.
Dengan tinjauan karya ini penulis mendapatkan bahan referensi untuk
membuat media visual dengan gaya desain yang serupa. Namun lebih
dikemas secara menarik dan baik sehingga pesan yang ingin disampaikan
melalui media visual animasi lebih dapat menarik perhatian dan mudah untuk
dipahami.
Recommended