IDENTIFIKASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 26 th
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat : tulang bawang
Masuk RS : 17 Maret 2012
Jam masuk RS : 21.15 WIB
II. ANAMNESIS (SUBYEKTIF)
A. Keluhan utama :
Kejang-kejang
B. Anamnesa khusus :
P2A0 telah melahirkan seorang bayi laki-laki 1 hari SMRS ditolong oleh bidan
datang dengan keluhan kejang-kejang segera setelah melahirkan. Menurut suami
pasien, pasien mengalami kejang-kejang sebanyak kurang lebih 3 kali, setiap kali
kejang kurang lebih selama 3 menit, selama kejang ibu tidak sadar. Riwayat
tekanan darah tinggi diakui ibu sejak hamil 8 bulan saat kontrol ke Posyandu,
selama hamil ibu tidak kontrol teratur. Karena keluhannya itu ibu dibawa ke
RSAM.
C. Riwayat Obstetri
Anak 1 : Bidan, 9 bulan, spontan, perempuan, 8 tahun, hidup.
Anak 2 : Bidan, 9 Bulan, Spontan, laki-laki, 1 hari, hidup.
D. Riwayat Perkawinan :
Status : Menikah untuk pertama kali
Case Report Page 1
Usia saat menikah : Perempuan : 16 tahun, SD, Ibu Rumah Tangga
Laki-laki : 22 tahun, SD, Petani
E. Haid
Siklus haid : teratur
Lama haid : 3-4 hari
Banyaknya darah : Banyak
Nyeri haid : (- )
Menarche usia : Lupa
H.P.H.T : Lupa
F. Riwayat kontrasepsi
Suntik 3 bulan, sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2010
Alasan berhenti Kb : banyak keluhan
G. Prenatal Care
Bidan, Puskesmas, Posyandu
H. Keluhan Selama Kehamilan
Tekanan darah tinggi
I. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Liver, Penyakit Hipertensi
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 180/110 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 38,5 °C
Pernafasan : 24 x/menit
Kepala : Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
Cor : Bunyi Jantung I – II murni dan reguler
Pulmo : Sonor, Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/
Abdomen : Datar, lembut
Hepar dan lien : Sulit dinilai
Case Report Page 2
Ekstremitas : Edema +/+, Varises -/-
STATUS OBSTETRIK
Pemeriksaan luar:
Tinggi Fundus Uteri / Lingkar Perut : 2 jari dibawah pusat / ( - )
Kontraksi : Baik
Letak Anak : ( - )
His : ( - )
Djj: ( - )
Pemeriksaan dalam:
Tidak dilakukan
DIAGNOSIS (ASSESMENT) :
P2A0 dengan Eklampsia Post Partum
RENCANA PENGELOLAAN:
Infus RL jaga
Drip MgSO4 20% 4 gram ( Habis dalam 15 menit )
Drip MgSO4 20% 10 gram ( Maintenance )
Inj.vicellin
Nifedipin 2X10 mg
R/ EKG, Konsul IPD
Observasi KU, Input-Output
Case Report Page 3
LABORATORIUM TANGGAL 17 MARET 2012
1. HEMATOLOGI
Darah rutin
Hemoglobin 11,2 gr / dl
Hematokrit 32 %
Lekosit 26,700 / mm3
Trombosit 116,000 / mm3
Eritrosit 5,71 juta / mm3
2. KIMIA KLINIK
AST (SGOT) 159
ALT (SGPT) 80
Ureum 27
Kreatinin 0,93
Glukosa Darah Sewaktu 110
3. URINE
Urine Rutin
Kimia Urine
Berat Jenis Urine 1,025
pH Urine 5,5
Nitrit Urine Negatif
Protein Urine POS (++++)
Glukosa Urine Negatif
Keton Urine Negatif
Urobilinogen Urine NORMAL
Bilirubin Urine Negatif
Case Report Page 4
LABORATORIUM TANGGAL 20 MARET 2012
URINE
Urine Rutin
Kimia Urin
Berat jenis urine 1,025
pH urine 6,5
Nitrit urine Negatif
Protein urine POS (++)
Glukosa urine Negatif
Keton urine Negatif
Urobilinogen
urine
Normal
Bilirubin urine Negatif
Mikroskopis Urine
Eritrosit 50
Lekosit 3-4
Sel Epitel 10-15
Bakteri Negatif
Kristal Negatif
Silinder Negatif
Case Report Page 5
LABORATORIUM TANGGAL 21 MARET 2012
URINE
Urine Rutin
Kimia Urin
Berat jenis urine 1,015
pH urine 7,0
Nitrit urine Negatif
Protein urine POS (++)
Glukosa urine Negatif
Keton urine Negatif
Urobilinogen
urine
Normal
Bilirubin urine Negatif
FOLLOW UP DOKTER
Tanggal/ Jam
CATATAN INSTRUKSI
17/03/12 S = Tidak ada keluhan
O = - KU : Somnolen
- T : 180/110 mmHg
- N : 102 /menit
- R : 20 /menit
- S : 37 oC
- Mata : Konjungtiva
anemis :-/-
Sklera ikterik : -/-
- Abdomen : datar,
lembut
P =
- Infus MgSO4 20% 10 gr /
500 cc RL 20 gtt/menit
- Inj. vicellin
- Nifedipin 3 x 10 gr
- Konsul IPD, dan Neurologi
- Observasi KU,
Input - Output
Case Report Page 6
Tanggal/ Jam
CATATAN INSTRUKSI
TFU : 2 jari di bawah pusat
NT (-), DM (-)
Kontraksi : baik
Lochia : rubra
BAK/BAB: DC/-
(diuresis ± 200 cc / 3 jam)
A = P2A0 post partum 1 hari dgn
eklampsia
18/03/12 S = Tidak ada keluhan
O = - KU : Compos Mentis
- T : 127/80 mmHg
- N : 87 /menit
- R : 16 /menit
- S : 37 oC
- Mata : Konjungtiva
anemis :-/-
Sklera ikterik : -/-
- Abdomen : datar,
lembut
TFU : 2 jari di bawah pusat
NT (-), DM (-)
Kontraksi : baik
Lochia : rubra
BAK/BAB: DC/-
(diuresis ± 200 cc / 3 jam)
A = P2A0 post partum 1 hari dgn
eklampsia
P =
- Infus MgSO4 20% 10 gr /
500 cc RL 20 gtt/menit
- Inj. vicellin
- Nifedipin 3 x 10 gr
- Jawaban konsul IPD, dan
Neurologi tidak ditemukan
adanya kelainan
- Observasi KU,
Input - Output
19/03/12 S = Tidak ada keluhan P =
Case Report Page 7
Tanggal/ Jam
CATATAN INSTRUKSI
O = - KU : Somnolen
- T : 140/80 mmHg
- N : 80 /menit
- R : 20 /menit
- S : 37 oC
- Mata : Konjungtiva
anemis :-/-
Sklera ikterik : -/-
- Abdomen : datar,
lembut
TFU : 2 jari di bawah pusat
NT (-), DM (-)
Kontraksi : baik
Lochia : rubra
BAK/BAB: DC/-
(diuresis ± 200 cc / 3 jam)
A = P2A0 post partum 1 hari dgn
eklampsia
- Cek Protein Urine
- Lepas DC
20/03/12 S = Tidak ada keluhan
O = - KU : Compos Mentis
- T : 140/100 mmHg
- N : 84 /menit
- R : 20 /menit
- S : 36,5 oC
- Mata : Konjungtiva
anemis :-/-
Sklera ikterik : -/-
- Abdomen : datar,
lembut
TFU : 2 jari di bawah pusat
P =
- Menunggu hasil protein
urine
Case Report Page 8
Tanggal/ Jam
CATATAN INSTRUKSI
NT (-), DM (-)
Kontraksi : baik
Lochia : rubra
BAK/BAB: -/-
A = P2A0 post partum 1 hari dgn
eklampsia
Lab (20/05/10) protein urin (++)
21/03/12 S = Tidak ada keluhan
O = - KU : Compos Mentis
- T : 150/110 mmHg
- N : 80 /menit
- R : 20 /menit
- S : 36,6 oC
- Mata : Konjungtiva
anemis :-/-
Sklera ikterik : -/-
- Abdomen : datar,
lembut
TFU : 2 jari di bawah pusat
NT (-), DM (-)
Kontraksi : baik
Lochia : rubra
BAK/BAB: +/-
A = P2A0 post partum 1 hari dgn
eklampsia
P =
- Nifedipin 3 x 10 gr
PEMBAHASAN KASUS
Case Report Page 9
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosa pasien pada kasus ini sudah benar ?
2. Apakah prosedur penanganan pada pasien ini sudah tepat?
3. Apa saja komplikasi dari eklampsia dan komplikasi apa yang mungkin terjadi pada
pasien ini?
4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosa pasien pada kasus ini sudah benar ?
P2A0 Post Partum 1 hari dgn Eklampsia
Ibu telah melahirkan anak yang ke dua satu hari smrs, sebelumnya telah melahirkan
satu kali, dan belum pernah keguguran.
Kriteria Diagnosis Eklampsia Post Partum :
1. Tekanan Darah Diastol ≥ 110 mmHg
2. Proteinuri ≥ +2 g/24 jam atau ≥ 2 + dalam pemeriksaan kualitatif ( dipstick)
3. Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat
sebelumnya. Disertai oligouri ( <400 ml / 24 jam)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Angiolisis mikroangiopati (LDH meningkat)
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral
8. Nyeri epigastrium yang menetap
9. Edema paru disertai sianosis
10. Adanya “the HELLP syndrome” ( H: hemolysis; EL : Elevated Liver enzime; LP;
Low Platelet count)
Pada pasien ini di diagnosa dengan eklampsia karena pada anamnesa kita lihat
beberapa tanda eklampsia, antara lain riwayat kejang yang kemudian diikuti dengan
Case Report Page 10
penurunan kesadaran dan tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelum
kehamilan namun pada pemeriksaan fisik dan Laboratorium ditemukan :
TD : 180 / 110 mmHg sejak usia kehamilan 8 bulan
Proteinuri +4
Kreatinin serum 0,93 mg/dl
Edema pada kedua ekstremitas bawah
Adanya “the HELLP syndrome” ( H: hemolysis; EL : Elevated Liver enzime;
LP; Low Platelet count)
Meningkatnya kadar SGOT menjadi 159 U/L dan SGPT menjadi 80 U/L
Trombosit 116.000/ mm3
2. Apakah prosedur penanganan pada pasien ini sudah tepat?
Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian yang terkait
(Penyakit dalam, Penyakit saraf)
Pengobatan medisinal :
1. Obat anti kejang
a. Pemberian MgSO4 melalui intravena secara kontinyu sesuai dengan
pengelolaan preeklamsi berat (menggunakan infusion pump).
Dosis awal :
4 gram ( 20 cc MgSO4 20% dilarutkan dalam 100 cc ringer laktat,
diberikan selama 15-20 menit).
Dosis pemeliharaan :
10 gram ( 50 cc MgSO4 20% ) dalam 500 cc cairan RL. Diberikan dengan
kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit).
b. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala
Dosis awal: 4 gram MgSO4 (20cc MgSO4 20 %) diberikan secara i.v
dengan kecepatan 1 gram/menit.
Dosis pemeliharaan: selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram ( 10 cc
MgSO4 40%) i.m untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.
2. Obat-obat suportif :
a. Diuretikum, tidak diberikan kecuali bila ada :
Edema paru
Case Report Page 11
Payah jantung kongestif
Edema anasarka
b. Obat-obat Antihipertensi diberikan bila Tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg,
diastolik ≥110mmHg. Obat antihipertensi yang diberikan :
Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-pelan selama
5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai
tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan MAP ( Mean Arterial
Pressure ) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan
setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian
setiap jam sampai tekanan darah stabil. Apabila hidralazin tidak tersedia,
dapat diberikan :
- Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit ( maksimal 120
mg/24jam ) sampai terjadi penurunan tekanan darah.
c. Kardiotonika
Indikasi : bila ada tanda-tanda payah jantung.
d. Lain-lain :
Antipiretik
Antibiotika
Antinyeri
3. Perawatan pasien dengan serangan kejang :
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
c. Kepala direndahkan, daerah orofaring dihisap.
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendur guna menghindari fraktur.
e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus),
diberikan pengobatan sebagai berikut :
Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v. perlahan-lahan.
Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulang.
Benzodiazepin i.v. setiap ½ jam sampai 3 kali berturut-turut.
Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang
ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2
kapsul) pada hari kedua, dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan
seterusnya.
Case Report Page 12
Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v. 3 kali berturut-turut pasien
masih tetap kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul
di dalam 250 cc NaCl 0.9 %) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2
hari.
f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :
Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada tidaknya perdarahan otak.
Punksi lumbal, bila ada indikasi.
Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin,
SGOT, SGPT, analisis gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang
lain.
4. Perawatan pasien dengan koma :
a. Rawat bersama dengan Bagian Saraf :
Diberikan infus cairan Manitol 20 % dengan cara : 200 cc (diguyur), 6 jam
kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi
(diguyur). Total pemberian 500 cc sehari. Pemberian dilakukan selama 5
hari.
Dapat juga diberikan cairan gliserol 10 % dengan kecepatan 30 tetes/menit
selama 5 hari.
Dapat juga diberikan Dexamethason i.v. 4 x 8 mg sehari, yang kemudian di
tappering off.
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai Glasgow-
Pittsburgh-Coma Scale.
c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus.
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi melalui NGT (Naso Gastric Tube).
Pengelolaan pada pasien ini telah sesuai dengan pedoman terapi eklampsia, yaitu atasi
kejang dan diberikan pengobatan suportif :
Infus RL jaga
Drip MgSO4 20% 4 gram ( Habis dalam 15 menit )
Drip MgSO4 20% 10 gram ( Maintenance )
Inj. vicellin
Nifedipin 2X10 mg
R/ EKG, Konsul IPD
Observasi KU, Input-Output
Case Report Page 13
3. Apa saja komplikasi dari eklampsia dan komplikasi apa yang mungkin terjadi
pada pasien ini?
Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia.
Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat
dan eklampsia :
1. Solutio Plasenta.
Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada
preeklampsia.
2. Hipofibrinogemia.
Kadar fibrin dalam darah yang menurun.
3. Hemolisis.
Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang
tidak berwarna menjadi merah.
4. Perdarahan Otak.
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia
5. Kelainan mata.
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama seminggu.
6. Edema paru.
Pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
7. Nekrosis hati.
Nekrosis periportal pada preeklampsia, eklapmsia merupakan akibat vasopasmus
anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.
8. Sindrome Hellp.
Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.
9. Kelainan ginjal.
Kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan sitoplasma sel
endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain.
Lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang preumania
aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)
Case Report Page 14
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.
Tidak terdapat komplikasi yang cukup berarti pada pasien ini dikarenakan
penatalaksanaan yang tepat di RSAM.
4. Bagaimana prognosis pasien ini?
Eklampsia adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu,
prognosisnya kurang baik untuk ibu maupun anak. Bila pada pasien ini prognosisnya
cukup baik karena prognosis eklampsia dipengaruhi oleh paritas dan umur ibu, artinya
multipara mempunyai prognosis yang lebih buruk, terutama jika umurnya melebihi 35
tahun dan juga oleh keadaan pada waktu pasien masuk rumah sakit.
Diuresis juga mempengaruhi prognosisnya. Jika produksi urin lebih dari 800 cc
dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam, prognosisnya akan lebih baik. Sebaliknya, oliguri
dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala-gejala lain yang memperberatkan prognosis telah dikemukakan oleh Eden,
yaitu :
1. Koma yang lama
2. Nadi diatas 120x/menit
3. Suhu diatas 39ºC
4. Tensi diatas 200mmHg
5. Kejang yang lebih dari 10 kali serangan
6. Proteinuri 10 gram sehari atau lebih
7. Tidak adanya edema
Edema paru dan apopleksi merupakan keadaan yang biasanya mendahului
kematian.
Pada pasien ini :
1. Umur masih 26 tahun.
2. Anak ke 2
3. Tidak disertai koma
4. Nadi 84x/mnt
5. Suhu 36,5oC
Case Report Page 15
6. Tensi 180/110mmHg, dan menurun seiring pemberian obat suportif.
7. Proteinuria menurun dari awal masuk RS, Proteinuri +4 menjadi +2 setelah
perawatan.
8. Tidak terdapat edema paru
Sehingga prognosis pada pasien ini dubia ad bonam.
EKLAMPSIA
1.Definisi Eklampsia
Preeklampsia-eklampsia adalah penyakit pada orang hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai dengan proteinuri
akibat kehamilan setelah kehamilan 20 minggu atau segera setelah melahirkan, sedangkan
eklampsia merupakan preaklampsia yang disertai kejang dan disusul koma yang timbul
bukan akibat dari kelainan neruologi.
2. Etiologi
Sebab eklampsia belum diketahui pasti, tapi ada beberapa teori mencoba menjelaskan
perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai
the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia terdapat kerusakan pada endotel vaskuler
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal
meningkat. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran Faktor Immunologis
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
3. Peran Faktor Genetik/Familial
Case Report Page 16
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian PE-E
antara lain:
a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari
ibu yang menderita PE-E.
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
4. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).
3. Patofisiologi
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga
akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, adanya
vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter
yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan
merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri
memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu
metabolisme di dalam sel.
Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila
keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan,
maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada PE-E serum anti oksidan
kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan
pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang
berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah
melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang
dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut.
Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain
a) Adhesi dan agregasi trombosit.
b) Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
c) Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya
trombosit.
d) Produksi prostasiklin terhenti.
Case Report Page 17
e) Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
f) Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak
4. Kriteria Diagnosis
I) Preeklampsia berat
Apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di bawah
ini:
1.Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi
(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.
2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma.
4. Gangguan visus dan serebral.
5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
6. Edema paru dan sianosis.
7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
8. Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet count).
Apabila pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah sering
merupakan petunjuk terjadinya impending eklampsia. Jika keadaan ini tidak segera
ditanggulangi maka akan timbul kejang. Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan
yaitu:
1. Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat,
kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau kekiri.
2. Tingkat kejangan tonik
Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan
kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam. Pernafasan berhenti,
wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini akan disusul oleh
tingkat kejangan klonik.
3. Tingkat kejangan klonik
Berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot berkontraksi
dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan
lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar lidah yang
Case Report Page 18
berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan sianotis. Setelah kejang terhenti, pasien
bernafas dengan mendengkur.
4. Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita biasa
menjadi sadar lagi.
5. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia.
Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan
eklampsia :
12. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada preeklampsia.
13. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.
14. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma
darah yang tidak berwarna menjadi merah.
15. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia
16. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama
seminggu.
17. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
18. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan akibat
vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.
19. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.
20. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan
sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang
dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
21. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang
preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)
22. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.
6. Penatalaksanaan
a. Tujuan Terapi Eklampsia
- Menghentikan berulangnya serangan kejang
Case Report Page 19
- Menurunkan tensi, dengan vasosporus.
- Menawarkan hasmokonsentrasi dan memperbaiki diveres dengan pemberian glucose
5%-10%.
- Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas.
b. Penanganan Kejang
- Beri obat anti konvulsan
- Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan
tabung O2 ).
- Lindungi pasien dari trauma.
- Aspirasi mulut dan tonggorokkan.
- Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi.
- Beri oksigen 4-6 liter / menit.
c. Penanganan Umum
- Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolik
diantara 90-100 mmHg.
- Pasang infuse RL dengan jarum besar (18 gauge atau lebih).
- Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload.
- Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuri.
- Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam.
- Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam
- Pantau kemungkinan oedema paru.
- Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin.
- Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam
- Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru
hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik
- Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside
- Pemberian antikejang dengan dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai
larutan 20%, selama 5 menit.
- Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr setiap 4 jam kemudian dilanjutkan sampai
24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.
- Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16x /menit.
Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.
- Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < 16x/menit.
Case Report Page 20
- Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium
glukonas 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan lahan sampai pernafasan mulai
lagi.
Sebenarnya, pada pasien dengan preeklampsia atau eklampsia terapi cairan yang
diberikan adalah rumatan, karena pasien tidak berada dalam keadaan syok. Volume plasma
berkurang pada pasien preeklampsia. Mungkin pasien mendapat manfaat dari ekspansi
volume jika tujuannya meningkatkan sirkulasi ke ibu dan janin. Namun, metaanalisis tidak
memperlihatkan manfaat ekspansi volume untuk wanita preeklampsia. Restriksi cairan
dianjurkan untuk mengurangi kelebihan beban cairan selama persalinan dan postpartum.
Biasanya, jumlah cairan dibatas 80 ml/jam atau 1 ml/kg/jam. Terapi cairan sebaiknya dibatasi
dengan kristaloid rumatan
DAFTAR PUSTAKA
Cuningham G. Norman F. Et all. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Obstertri Williams.
Ed 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. 624-681
Krisnadi. Rifayani S. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSU
Dr. Hasan Sadikin. Bag pertama (Obstetrik). 2005; 60-70
Case Report Page 21
Mose J. Gestosis. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Ed 2. Penerbit Buku
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung. 2005. 68-82
Norwitz E. Schorge J. Gangguan hipertensi dalam kehamilan. At a glance Obstetri
dan Ginekologi. Ed 2. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2007. 88-9
Supriyadi, T., Gunawan. J. Hipertensi Selama Kehamilan. Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi. EGC. 2001. 235-346
Tjandra O. Rambulangi J. Preeklamsia dan Eklamsia. Pedoman Diagnostik dan
Terapi. Bagian/ SMF Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanudin: Perdarahan Uterus Disfungsional. Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo. Ujung Pandang. 1999 ; 153-166
Wiknjosastro H. Pre-eklamsi dan Eklamsi. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pistaka Sarwono
Prawirohardjo. 2006. 281-301
Case Report Page 22