Download docx - Case Papilloma Inverted

Transcript
Page 1: Case Papilloma Inverted

LAPORAN KASUS

PAPILLOMA INVERTED

Pembimbing :

Dr. Maranatha Lumban Batu, Sp.THT-KL

Page 2: Case Papilloma Inverted

Disusun Oleh :

Amelia Kristin Simanjuntak

0761050103

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG

TENGGOROKAN-BEDAH KEPALA LEHER

PERIODE 26 SEPTEMBER 2011 - 22 OKTOBER 2011

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

RUMAH SAKIT MARDI WALUYO METRO

LAMPUNG

2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-

Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Papilloma inverted”.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam

menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga

Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher.

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua Dosen pembimbing di

bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas

Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dan Dosen Pembimbing di bagian Ilmu Penyakit

Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher di RS Mardi Waluyo Metro Lampung,

dr.Maranatha Lumban Batu, Sp.THT-KL. Semoga Laporant ini dapat bermanfaat bagi kita

semua, Tuhan memberkati.

Lampung, 14 Oktober 2011

Page 3: Case Papilloma Inverted

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I

1.1PENDAHULUAN …………………………………………………………….. 1

BAB II

2.1 Anatomi Hidung ……………......……………………………………….......... 2

2.1.1 Perdarahan ....................………......……………………………………. 5

2.1.2 Persarafan ……….....………………………….....……………………… 6

2.2 Histologi Hidung .................………………………….……....……………….. 6

2.2. 1 Mukosa Hidung ........…………........……………………………………. 6

2.2.2 Silia …................…….....………………..…..…………………..……… 8

2.2. 3 Area Olfaktorius .......…………........…………………………………….. 9

2.3 Fisiologi Hidung ........…………………....……………………………………. 9

2.3. 1 Fungsi Respirasi ........…………........……………………………………. 10

2.3.2 Fungsi Penghidu ……….....………………..…..………………………… 11

2.3. 3 Fungsi Fonetik .........…………........……………………………………. 11

2.3.4 Refleks Nasal …...…….....………………..…..………………………… 11

2.4 Definisi ……….....…………………………....……..………………………… 12

2.5 Etiologi .....………………………………......……........……………………... 13

2.6 Faktor Resiko .................………………………..……....…………………….. 13

Page 4: Case Papilloma Inverted

2.7 Gejala Klinis ....................……………….………………....…………….….... 13

2.8 Pemeriksaan Penunjang ...................……………….…....…………………….. 14

2.9 Staging .................……………..............….………………....……………….... 15

2.10 Tatalaksana .....................................……………….…....…………………….. 16

2.11 Prognosis .................……………..............….………………....……………….... 16

BAB III

LAPORAN KASUS ………………………………………………....……………... 17

BAB IV

ANALISA KASUS ………………………………………………....……………... 30

BAB V

KESIMPULAN ……………….......………………………………....……………... 32

DAFTAR PUSTAKA ……………..…………………………………..…..………… 33

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 1854, untuk pertama kalinya Ward memperkenalkan Schneiderian

papilomas (Sps) dari hidung (misalnya, sinonasal papilloma). Lesi tumor jinak ini diberi

nama sesuai dengan penemunya sekaligus untuk menghormati penemunya, yaitu C. Victor

Schneider, yang mana pada tahun 1600-an menunjukkan bahwa mukosa hidung

menghasilkan catarh dan bukan CSF yang diidentifikasi berasal dari ektoderm. Kramer dan

Som mengklasifikasikan SPs sebagai neoplasma sejati pada hidung dan mendeskripsikannya

sebagai papilloma sejati, yang mana dapat membedakannya dengan polip hidung. Ringertz

adalah orang pertama yang menidentifikasi kecenderungan dari SPs menjadi stroma jaringan

ikat, yang membedakannya dengan jenis papilloma.

Page 5: Case Papilloma Inverted

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 ANATOMI

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1

1. pangkal hidung (bridge),

2. dorsum nasi,

3. puncak hidung,

4. ala nasi,

5. kolumela dan

6. lubang hidung (nares anterior).

Page 6: Case Papilloma Inverted

Gambar 2.1 Anatomi Hidung Bagian Luar 2

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari: 1

1. tulang hidung (os nasalis),

2. prosesus frontalis os maksila dan

3. prosesus nasalis os frontal

Page 7: Case Papilloma Inverted

Gambar 1.2. Anatomi Kerangka Hidung 3

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung, yaitu: 1

1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),

3. beberapa pasang kartilago alar minor dan

4. tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. 1

Page 8: Case Papilloma Inverted

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares

anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. 1

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior

dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis

os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum

(lamina kuadrangularis) dan kolumela. 1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian depan dinding

lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. 1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, lebih kecil lagi ialah

konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema disebut juga

rudimenter. 1

Gambar 2.3. Anatomi Hidung Bagian Dalam 4

Page 9: Case Papilloma Inverted

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan

superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada

meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum

etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat

muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.1

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior merupakan

dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap

hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga

tengkorak dari rongga hidung. 1

2. 1. 1. PERDARAHAN

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan

posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika berasal dari

a.karotis interna.1

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris

interna, di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari

foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di

belakang ujung posterior konka media. 1

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina,

a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus

Kiesselbach. Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma,

sehingga sering menjadi sumber epistaksis terutama pada anak. 1

Page 10: Case Papilloma Inverted

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke

v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak

memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran

infeksi sampai ke intrakranial. 1

2. 1. 2. PERSARAFAN

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari

n.oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris

dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina. 1

Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.Ganglion ini

menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari n.petrosus

superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus.Ganglion

sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media. 1

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina

kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel

reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. 1

II. 2 HISTOLOGI HIDUNG

2. 2. 1. MUKOSA HIDUNG

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa

olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan

permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar

epithalium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. 1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan

kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan

normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut

Page 11: Case Papilloma Inverted

lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar

mukosa dan sel-sel goblet. 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.

Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke

arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan

dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam

rongga hidung. 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat.Gangguan gerakan silia dapat disebabkan

oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan. Di

bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah,

kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel

dan longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler

perigalnduler dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke

rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan

otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai sfingter otot. Selanjutnya

sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula.

Dengan susunan demikian mukosa hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang

erektil, yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi

pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom.1

Gambar 2.4. Mukosa hidung 5

Page 12: Case Papilloma Inverted

2. 2. 2. SILIA

Silia yang panjangnya sekitar 5-7 mikron terletak pada lamina akhir sel-sel

permukaan eptelium dan jumlahnya sekitar 100 per mikron persegi, atau sekitar 250

per sel pada saluran pernapasan atas. Silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral

tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus, semuanya terbungkus dalam

membran sel berlapis tiga yang tipis dan rapuh. Masing-masing silium terdiri dari

suatu batang, ujung yang makin mengecil, dan korpus basalis. Tidak semua

mikrotubulus berlanjut hingga ke ujung silia. Kedua mikrotubulus sentral tunggal

tidak melewati bagian bawah permukaan sel. Namun, tepat dibawah permukaan sel,

tiap pasang mikrotubulus perifer bergabung dengan mikrotubulus ketiga dalam korpus

basalis, yaitu struktur yang ditemukan dalam sitoplasma apikal. Triplet ini terus

berjalan turun ke dalam sitoplasma apikal sebagai radiks silia, dan perlahan-lahan

menghilang.6

Dalam hal melecut, masing-masing silia tidak hanya bergerak ke depan dan ke

belakang seperti tangkai gandum di ladang. Tiap lecutan memiliki suatu fase dengan

kekuatan penuh yang berlangsung cepat searah aliran di mana silium tegak dan kaku,

yang dikuti suatu fase pemulihan yang lebih lambat dimana silium membengkok.

Hubungan waktu antara fase efektif dan fase pemulihan tengah diteliti dengan

percobaan memakai tikus. Rasionya adalah 1:3, yaitu fase efektif memerlukan

sepertiga dari waktu fase pemulihan. Lecutan itu bukannya tidak mirip kayuhan

lengan perenang. 6

2. 2. 3. AREA OLFAKTORIUS

Variasi antar individu yang besar mencirikan struktur regio penghidu;

perbedaan ini dapat menyangkut ketebalan mukosa (biasanya sekitar 60 mikron)

ukuran sel, dan vesikel olfaktorius. Pada manusia, epitel penhidu bertingkat toraks

terdiri dari tiga jenis sel: (1) sel saraf bipolar olfaktorius; (2) sel sustentakular

penyokong yang besar jumlahnya; dan (3) sejumlah sel basal yang kecil, agaknya

merupakan sel induk dari sel sustentakuler. 6

Masing-masing sel olfaktorius merupakan suatu neuron bipolar. Dalam

lapisan epitel, sel-sel ini tersebar merata di antara sel-sel penyokong. Sel-sel penghidu

ini merupakan satu-satunya bagian sistem saraf pusat yang mencapai permukaan

tubuh. Ujung distal sel ini merupakan suatu dendrit yang telah mengalami modifikasi

yang menonjol di atas permukaan epitel, membentuk apa yang disebut vesikel

Page 13: Case Papilloma Inverted

olfaktorius. Pada permukaan vesikel terdapat 10 sampai 15 silia non motil. Ujung

proksimal sel mengecil membentuk suatu tonjolan yang halus berdiameter sekitar 0,1

mikron, yaitu aksonnya. Akson ini bergabung dengan akson lainnya membentuk saraf

olfaktorius, yang menembus lamina kribriformis dan membentuk bulbus olfaktorius

dimana terjadi sinaps dengan dendrit neuron kedua. Akson-akson neuron kedua

mebentuk traktus olfaktorius, yang berjalan ke otak untuk berhubungan dengan

sejumlah nuklei, fasikuli dan traktus lainnya. Aparatus olfaktorius sentral merupakan

struktur yang sangat kompleks.6

II. 3 FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah: 1

1. Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam pertukaran

tekanan dan mekanisme imunologik local.

2. Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu.

3. Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.

4. Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala.

5. Reflex nasal.

Page 14: Case Papilloma Inverted

2. 3. 1. FUNGSI RESPIRASI

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares

anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah

nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan

udara inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin akan terjadi

sebaliknya. 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37º Celcius. Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan

adanya permukaan konka dan septum yang luas. 1

Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh: 1

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin.

2. 3. 2. FUNGSI PENGHIDU

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya

mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut

lendir atau bila menarik napas dengan kuat. 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan

rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis

strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal

dari cuka dan asam jawa. 1

Page 15: Case Papilloma Inverted

2. 3. 3. FUNGSI FONETIK

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,

sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,

sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan

konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole

turun untuk aliran udara. 1

2. 3. 4. REFLEKS NASAL

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks

bersin dan nafas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi

kelenjar liur, lambung dan pankreas.1

II. 4 DEFINISI

Lapisan mukosa hidung dan sinus paranasal dikenal sebagai membran

Schneiderian untuk mengingat Victor Conrod Schnider yang menemukan gambaran

histologinya. Papilloma yang timbul di daerah ini sangat unik karena ditemukan

dalamnya dan dikenal sebagai Papilloma inverted. 7

Papilloma yang terletak vestibule tidak termasuk dalam Papiloma inverted karena dari

gambaran histologis, biologis serta sifatnya berbeda. 7

Lapisan mukosa hidung dan sinus paranasal secara embriologi unik karena

berasal dari ektoderm, berbeda dengan lapisan epitel saluran laringobronkial yang

berasal dari jaringan endoderm. 7

Sifat inverted Papilloma adalah neoplasma, yang muncul dari

cadangan/penggantian sel-sel yang terletak di membran basal mukosa. Stimulus yang

menyebabkan sel ini berproliferasi tidak diketahui. Hasil dari penebalan epitelium ini

Page 16: Case Papilloma Inverted

dapat menjadi inverted ataupun fungiform ataupun keduanya. Jarang Papilloma dapat

seluruhnya terdiri dari sel clylinderical, dan karenanya isitilah cylinderical papilloma

cell digunakan untuk menggambarkan subtipe ini. 7

Papilloma inverted juga sering d isebut papilloma Schneiderian yang namanya

berasal dari mukosa tempatnya berasal, biasanya terletak di dinding lateral hidung;

dan jarang ditemukan di septum. Insidensi tumor ini adalah antara 0,5% dan 7,0% dari

semua tumor hidung. Penyebab dari tumor ini masih belum diketahui, walaupun

begitu, ada hubungannya dengan human papilomavirus (HPV) tetapi bukan

dikarenakan oleh alergi ataupun polip hidung. Papilloma inverted biasanya mengenai

meatus medial dan setidaknya satu rongga sinus; sinus yang paling sering terkena

adalah sinus maksilaris dan sinus etmidalis, diikuti sinus sphenoidalis dan sinus

frontalis. 8

Papilloma inverted biasanya unilateral, tetapi ada juga yang bilateral dan

dilaporkan kasusnya sekitar 13%. Tumor ini dapat menyebar melalui septum ke

rongga hidung yang kontralateral. Tumor multifokal kasusnya tercatat 4%. Belum

diketahui apakah karena multicentricity ataupun eksisi yang tidak komplit, neoplasma

ini sering muncul kembali atau kambuh dengan berbagai penyebab, yaitu tingkat

kekambuhannya 75%. Pasien Papilloma inverted juga memiliki resiko sebesar 5-15%

untuk menjadi karsinoma sel skuamosa. 8

II. 5 ETIOLOGI

Etiologi dari Papilloma inverted tidak sepenuhnya dimengerti; walaupun

begitu etiologinya diperkirakan karena infeksi seperti infeksi human papillomavirus

(HPV). Pada penilitian yang pernah dilakukan ditemukan DNA virus HPV pada 16

pasien dari 21 pasien yang didiagnosis Papilloma inverted. 9

II. 6 FAKTOR RESIKO

USIA

Papilloma inverted bisa dialami oleh semua tingakatan usia akan tetapi puncak

insidensi terjadinya Papilloma inverted adalah antara pada dekade kelima sampai

ketujuh. 9

JENIS KELAMIN

Page 17: Case Papilloma Inverted

Pria lebih banyak menderita Papilloma inverted dibandingkan dengan wanita

dengan perbandingan 4 sampai 5:1 9

ROKOK

Rokok merupakan faktor resiko paling penting dalam menyebabkan tingkat

kekambuhan pa berbagai macam kanker sel skuamosa. Beberapa penelitian

mengindikasikan bahwa paparan lama pada asap rokok dapat mengakibatkan

depresi dari respon imun dan menurunkan resistensi dari sel tumor 10

IATROGENIK

Penggunaan endoskopi nasal pada pasien yang didiagnosis Papilloma inverted dan

telah dioperasi akan meningkatkan kekambuhan dari penyakit tersebut dan

biasanya kekambuhan yang terjadi menyerang cavum nasi bilateral. Sehingga

penggunaan endoskopi harus dilakukan secara benar dan perlu diperhatikan

tingakt sterilisasinya.

II. 7 GEJALA KLINIS

Pasien yang didiagnosis menderita Papilloma inverted datang dengan keluhan

obstruksi hidung, rhinorrhea, serta pistaksis dari salah satu hidung. Gejala lain, yaitu

tekanan pada wajah (facial pressure), sakit kepala, dan anosmia. Pada pemeriksaan

biasa, tidak ada gejala tertentu yang membedakan secara jelas antara Papilloma

inverted dengan polip karena inflamasi, meskipun bentuk Papilloma inverted lebih

tegas dan kurang translucent daripada polip pada umumnya. Pada pemeriksaan

histopatologis, gambaran yang membedakan Papilloma inverted adalah proliferasi

epitel dengan inversi fingerlike ke epitel yan mendasarinya. 8

II. 8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

ENDOSKOPI

Pada pemeriksaan dengan endoskopi biasanya didapatkan gambaran sel

hiperkrom, sel heterogen dan sel bervakuola sedangkan pada kanker sel skuamosa

terlihat gambaran sel heterogen, sel hiperkrom, anisokaryosis, pleomorfik nuklear,

mitosis, keratosis dan gambaran pembuluh atipikal atau corkscrew vessel.11

Page 18: Case Papilloma Inverted

(a) (b)

(c)

Gambar 2.5 (a) corkscrew vessel, (b) sel vakuola, (c) atypical vessel 11

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan massa unilateral di hidung yang harusnya

dilakukan biopsi hidung pada semua pasien dewasa yang dievaluasi dengan

keluhan sumbatan di hidung, epistaksis yang berulang, dan bila ada remodelling

tulang. 12

BIOPSI

Merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti dari

Papilloma inverted dan dilakukan dengan mengambil jaringan dari hidung yang

terkena. 8

II. 9 STAGING

Meskipun sistem staging dapat membantu dalam perencanaan bedah, tetapi

belum dapat memprediksi klinis dari pasien. 3

Tabel 2.1 Klasifikasi Pembagian Stage untuk Papilloma Inverte

Page 19: Case Papilloma Inverted

Sistem Krouse

T1 Terbatas pada rongga hidung

T2 Ostiomeatal ke sinus ethmoid atau maksilaris medial

(dengan atau tanpa keteribatan rongga hidung)

T3 Setiap dinding sinus maksilaris medial, sinus frontalis

ataupun sphenoidalis dengan atau tanpa kriteria T2

T4 Setiap daerah extra sinus ataupun keganasan

Sistem Han

Grup I Terbatas pada rongga hidung, dinding lateral hidung, sinus

maksilaris medial, sinus etmoidalis dan sinus sphenoid

Grup II Sepanjang dinding maksilaris lateral sampai medial

dengan atau tanpa kriteria grup I

Grup III Sampai ke sinus frontalis

Grup IV Sudah keluar dari semua sinus

Sistem Cannady

Grup A Papilloma inverted terbatas pada rongga hidung, sinus

etmodalis ataupun dinding maksilaris medial

Grup B Sudah mengenai semua dinding maksilaris (selain dinding

medial)

Grup C Sudah mengenai semua sinus paranasal

Tabel 2.1 Klasifikasi Pembagian Stage untuk Papilloma Inverted 11

II. 10 TATALAKSANA

Penatalaksanaan Papilloma inverted terdiri dari eksisi tumor total.

Pendekatan paling sering adalah rhinotomi lateral atau pendekatan degloving

midfacial, sampai maksilektomi medial untuk menghilangkan tumor secara

keseluruhan. Osteoplastik sinus frontalis kadang-kadang diperlukan untuk penyakit

yang sudah menyebar ke sinus frontalis. Untuk memastikan reseksi yang lebih

lengkap, mikroskopik dapat digunakan untuk melihat visualisasi dari mukosa. Baru-

baru ini, dengan kemajuan teknologi endoskopi sinus, reseksi endoskopi tumor telah

Page 20: Case Papilloma Inverted

dianjurkan sebagai pilihan pengobatan. Prosedur berdasarkan reseksi transnasal

sampai ke endoscopic modified Lothrop dan harus dilakukan oleh ahli berdah yang

berpengalaman. Keuntungan dari pendekatan endoskopi yaitu meningkatkan

visualisasi dari mukosa yang sakit serta memerlukan reseksi. Tumor yang paling

cocok untuk dilakukan endoscopic resection adalah untuk neoplasma yang terbatas

pada meatus inferior atau meatus media atau turbinate tengah. 8

Sebuah gambaran penting dalam penatalaksanaan pasien dengan neoplasma

adalah bahwa semua spesimen yang dipotong harus diperiksa dengan cermat untuk

menyingkirkannya dari diagnosis bandingnya. 8

II. 11 PROGNOSIS

Angka kekambuhan dari operasi terbuka maupun secara pendekatan endoskopi adalah

8-10% hingga 49-75% berdasarkan berbagai sumber. 8

BAB III

LAPORAN KASUS

3. 1. IDENTITAS

Nama : Tn. T

No. Rekam medik : 176157

Umur : 65 tahun

Page 21: Case Papilloma Inverted

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Alamat : Ganjar Agung Metro

Tanggal masuk : 10 Oktober 2011

3. 2. ANAMNESIS

Anamneis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 10 Oktober 2011

Keluhan Utama : bengkak dalam lubang hidung kiri.

Keluhan Tambahan : Pilek, serta pendengaran berkurang di kedua telinga.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan ± 3 tahun sebelum masuk Rumah Sakit pasien

mengeluh bengkak dalam lubang hidung kirinya. Bengkak dalam lubang hidung kiri

ini semakin lama semakin membesar dan mengganggu keseharian pasien. Karena

adanya bengkak ini hidung pasien jadi tersumbat sehingga pasien sulit untuk

bernapas. Perdarahan dari pembengkakan di hidung (-). Pasien sudah pernah berobat

sebelumnya dan diberikan obat tetes dihidung akan tetapi keluhan tidak berkurang.

Selain keluhan tersebut pasien juga mengeluh pilek, cairan berwarna jernih kental,

tidak berbau, darah (-). Pasien juga merasa pendengarannya berkurang di kedua

telinga, tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Demam (-), pusing (-). Riwayat

darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis disangkal, riwayat asma disangkal,

tidak ada riwayat alergi terhadap obat.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah menderita penyakit ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Kebiasaan Pribadi :

Pasien memiliki kebiasaan merokok ± 50 tahun yang lalu selama ± 10 tahun tapi

sekarang sudah tidak

3. 3. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Page 22: Case Papilloma Inverted

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Frekuensi nadi : 90 kali/menit

Frekuensi napas : 20 kali/menit

Suhu : 36,7 ºc

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan = kiri

Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan = kiri

Perkusi : Sonor kanan = kiri

Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar

Auskultasi : Bising usus 4 kali permenit

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)

Genitalia : Tidak diperiksa

Anggota gerak : Atrofi (-), normotonus

Kulit : Dalam batas normal

Refleks fisiologis

Biceps : ++/++

Triceps : ++/++

APR : ++/++

KPR : ++/++

Refleks patologis : -/-

B. Status THT

Telinga

KANAN KIRI

Page 23: Case Papilloma Inverted

Daun telinga ;

Bentuk

Infeksi

Trauma

Tumor

Normotia

(-)

(-)

(-)

Normotia

(-)

(-)

(-)

Pre auriculae :

Fistel

Auricula accessories

Abses

Sikatrik

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Retro auriculae :

Pembengkakan

Abses

Fistel

Sikatrik

Nyeri tekan

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Infra auriculae :

Parotis Tidak teraba membesar Tidak teraba membesar

Liang telinga :

Liang telinga

Warna

Sekret

Serumen

Kelainan lain

Lapang

Merah muda

(-)

(-)

(-)

Lapang

Merah muda

(-)

(-)

(-)

Membran timpani :

Utuh / tidak

Warna

Refleks cahaya

Posisi

Perforasi

Kelainan lain :

Jaringan granulasi

Utuh

Putih keabuan

(+)

Normal

(-)

(-)

Utuh

Putih keabuan

(+)

Normal

(-)

(-)

Page 24: Case Papilloma Inverted

Polip

Kolesteatoma

Tumor

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Hidung

KANAN KIRI

Bentuk Biasa Biasa

Vestibulum nasi Normal Normal

Cavum nasi Lapang Sempit

Mukosa Merah muda Hiperemis

Konka inferior & media

Besar

Warna

Permukaan

Eutrofi

Merah muda

Licin

Hipertrofi

Hiperemis

Licin

Meatus inferioa & media Sekret (+) Sekret (+)

Septum Ditengah Ditengah

Sekret Sekret jernih tidak

berbau

Sekret jernih tidak

berbau

Kelainan lain Massa (-) Massa (+)

Tenggorokan

Mukosa Warna merah muda

Uvula Ditengah, deviasi (-)

Faring Warna merah muda, arcus faring

simetris, massa (-), granul (-)

Refleks muntah (+)

Mulut

Deviasi : (-)

Page 25: Case Papilloma Inverted

Leher

Kelenjar Submandibula Tidak teraba membesar

Kelenjar Cervicalis anterior (superior, media,

inferior)

Tidak teraba membesar

Kelenjar Cervicalis posterior Tidak teraba membesar

Kelenjar supraclavcula Tidak teraba membesar

Thyroid Tidak teraba membesar

Tumor (-)

Abses submandibula (-)

Abses cervical (-)

3. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan darah ( tanggal 10 Oktober 2011)

HASIL NILAI NORMAL

Leukosit 7200 5.000-10.000/µl

Eritrosit 4,71 4,5-6,5 juta

Hemoglobin 13,9 12,0-16,0

Hematokrit 41,0 38-47 %

MCV 87,0 82-92 fl

MCH 29,5 27-31

MCHC 33,9 32-37 gr%

Trombosit 354.000 150-450 ribu/µl

Colt time 11’ 5’-15’

Bled time 3’ 1’-5’

Gula darah sewaktu 120 <200 mg%

Ureum 28 10-50 mg%

Kreatinin 1,4 L < 1,3 mg %

P < 1,1 mg %

SGOT 33 L <37 U/L

P <31 U/L

SGPT 32 L <40 U/L

P <31 U/L

Page 26: Case Papilloma Inverted

B. CT Scan ( tanggal 10 Oktober 2011)

Page 27: Case Papilloma Inverted

Head / SPN CT Scan potongan axial dan coronal, interval slice 5mm dan 10 mm

Torus tubarius simetris

Nasofaring tampak baik

Tampak penebalan mukosa sinus maxillaris bilateral

Concha nasalis sinistra tampak membesar

Tampak lesi radioopaq pada sellulae ethmoidalis sinistra

Tampak deviasi septum nasi kearah sinistra

Tak tampak lesi hipo/hiper/isodens pada intracranial

Tak tampak destruksi pada tulang yang tervisualisasi

KESAN :

Hiperthrophy concha nasalis sinistra

Sinusitis maxillaris bilateral dan sinusitis ethmoidalis sinistra

Deviasi septum ke arah sinistra

3. 5. RESUME

Page 28: Case Papilloma Inverted

Pasien datang dengan keluhan ± 1 tahun sebelum masuk Rumah Sakit pasien

mengeluh bengkak dalam lubang hidung kirinya. Bengkak dalam lubang hidung kiri

ini semakin lama semakin membesar dan mengganggu keseharian pasien. Karena

adanya bengkak ini hidung pasien jadi tersumbat sehingga pasien sulit untuk

bernapas. Perdarahan dari pembengkakan di hidung (-). Pasien sudah pernah berobat

sebelumnya dan diberikan obat tetes dihidung akan tetapi keluhan tidak berkurang.

Selain keluhan tersebut pasien juga mengeluh pilek, cairan berwarna jernih kental,

tidak berbau, darah (-). Pasien juga merasa pendengarannya berkurang di kedua

telinga, tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Demam (-), pusing (-). Riwayat

darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis disangkal, riwayat asma disangkal,

tidak ada riwayat alergi terhadap obat. Pasien memiliki kebiasaan merokok ± 50 tahun

yang lalu selama ± 10 tahun tapi sekarang sudah tidak

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Frekuensi nadi : 90 kali/menit

Frekuensi napas : 20 kali/menit

Suhu : 36,7 ºc

STATUS THT

Pada hidung kiri didapatkan massa dengan sekret dikedua cavum nasis sinistra

dan dextra berwarna jernih dan tidak berbau.

Pada hidung kiri terlihat hipertrofi konka inferior serta hiperemis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Peningkatan kadar kreatinin dalam darah, yaitu 1,4 mg%

CT Scan

Didapatkann kesan :

Page 29: Case Papilloma Inverted

Hiperthrophy concha nasalis sinistra

Sinusitis maxillaris bilateral dan sinusitis ethmoidalis sinistra

Deviasi septum ke arah sinistra

3. 6. DIAGNOSA

A. Diagnosa Kerja : Suspek papilloma inverted sinonasal sinistra

B. Diagnosa Banding : Polip hidung

3. 7. PENATALAKSANAAN

Persiapan operasi rhinotomi lateral

Rawat inap

IVFD : RL 18 tetes /menit

MM :

Ceftriaxone 2x1 gram

Dexamethason 2x 10 mg

Tramadol 3x10 gram

Asam tranexamat 3x250 mg

Periksa DL cito post op. Rhinotomi lateral

3. 8. FOLLOW UP

Telah dilakukan rhinotomi lateral pada tanggal 10 Oktober 2011 yang berlangung dari

jam 16.50 sampai dengan 18.50

Hasil Pemeriksaan darah lengkap post operasi rhinotomi lateral :

HASIL NILAI NORMAL

Leukosit 11.700 5.000-10.000/µl

Eritrosit 3,71 4,5-6,5 juta

Hemoglobin 11,0 12,0-16,0

Hematokrit 32,3 38-47 %

MCV 87,1 82-92 fl

MCH 29,6 27-31

MCHC 34,1 32-37 gr%

Trombosit 278.000 150-450 ribu/µl

Page 30: Case Papilloma Inverted

Follow up Post operasi rhinotomi lateral

Jam 20.50

S O A P

Susah bernapas

karena hidung

tertutup kassa

Keluar darah

bercampur liur

sedikit

Muka bengkak

sebelah kiri

TD: 110 /70 mmHg

N : 100 kali/menit

RR : 20 kali/menit

S : 36,7 º c

Post op.

Rhinotomi

lateral

IVFD :

RL 18 tetes /menit

MM :

Ceftriaxone 2x1gram

Dexamethason 2x 10mg

Tramadol 3x10 gram

As.tranexamat 3x250mg

Hari pertama, Selasa 11 Oktober 2011

Jam 06.30

S O A P

Susah bernapas

karena hidung

tertutup kassa

Darah (-)

Muka bengkak

sebelah kiri

TD: 130 /80 mmHg

N : 72 kali/menit

RR : 20 kali/menit

S : 36,7 º c

Post op.

Rhinotomi

lateral hari

pertama

Kompres pipi dengen

air hangat

Diet : bebas

IVFD :

RL : D5 = 2:1

= 18 tetes /menit

MM :

Ceftriaxone 2x1gram

Dexamethason 2x 10mg

Tramadol 3x10 gram

Ranitidin 2x1 amp

Jam 17.00

Page 31: Case Papilloma Inverted

S O A P

Susah bernapas

karena hidung

tertutup kassa

Darah (-)

Muka bengkak

sebelah kiri

TD: 120 /80 mmHg

N : 72 kali/menit

RR : 20 kali/menit

S : 36,4 º c

Post op.

Rhinotomi

lateral hari

pertama

Kompres pipi dengen

air hangat

IVFD :

RL : D5 = 2:1

= 18 tetes /menit

Diet : bebas

MM :

Ceftriaxone 2x1gram

Dexamethason 2x 10mg

Tramadol 3x10 gram

Ranitidin 2x1 amp

Hari kedua, Selasa 12 Oktober 2011

Jam 06.15

S O A P

Susah bernapas

karena hidung

tertutup kassa

Darah (-)

Muka bengkak

sebelah kiri

berkurang

TD: 110 /90 mmHg

N : 72 kali/menit

RR : 20 kali/menit

S : 36,2 º c

Post op.

Rhinotomi

lateral hari

kedua

Kompres pipi dengen

air hangat

Diet : bebas

IVFD :

RL : D5 = 2:1

= 18 tetes /menit

MM :

Ceftriaxone 2x1gram

Dexamethason 2x 10mg

Tramadol 3x10 gram

Ranitidin 2x1 amp

Jam 17.15

Page 32: Case Papilloma Inverted

S O A P

Susah bernapas

karena hidung

tertutup kassa

Darah (-)

Muka bengkak

sebelah kiri

berkurang

TD: 120 /70 mmHg

N : 80 kali/menit

RR : 20 kali/menit

S : 36,6 º c

Post op.

Rhinotomi

lateral hari

kedua

Kompres pipi dengen

air hangat

Diet : bebas

IVFD :

RL : D5 = 2:1

= 18 tetes /menit

MM :

Ceftriaxone 2x1gram

Dexamethason 2x 10mg

Tramadol 3x10 gram

Ranitidin 2x1 amp

Hari ketiga, Kamis 13 Oktober 2011

Jam 06.15

S O A P

Susah bernapas

karena hidung

tertutup kassa

Darah (-)

Tenggorokan

kering

Muka tidak

bengkak

TD: 140 /90 mmHg

N : 76 kali/menit

RR : 20 kali/menit

S : 36,4 º c

Post op.

Rhinotomi

lateral hari

ketiga

Diet : bebas

IVFD :

RL : D5 = 2:1

= 18 tetes /menit

MM :

Ceftriaxone 2x1gram

Dexamethason 2x 10mg

Avamys spray 2x3tetes

Tramadol STOP

Ranitidin STOP

Aff tampon + perawatan luka jam 08.00

Page 33: Case Papilloma Inverted

Jam 17.00

S O A P

Darah (-)

Tenggorokan

kering (-)

Muka tidak

bengkak

TD: 110 /70 mmHg

N : 76 kali/menit

RR : 16 kali/menit

S : 36,7 º c

Post op.

Rhinotomi

lateral hari

kedua

Diet : Lunak

IVFD :

RL : D5 = 2:1

= 18 tetes /menit

MM :

Ceftriaxone 2x1gram

Dexamethason 2x 10mg

Avamys spray 2x3tetes

Hari Keempat, Jumat 14 Oktober 2011

Jam 06.15

S O A P

Tidak ada keluhan TD: 120 /70 mmHg

N : 84 kali/menit

RR : 20 kali/menit

S : 36,1 º c

Post op.

Rhinotomi

lateral hari

keempat

Boleh pulang

Kontrol 21 Oktober

2011

Page 34: Case Papilloma Inverted

BAB III

ANALISA KASUS

Sifat inverted Papilloma adalah benign, yang muncul dari cadangan/penggantian sel-sel

yang terletak di membran basal mukosa.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan bengkak pada rongga

hidung sebelah kiri dan menyebabkan sumbatan pada hidung sehingga pasien sulit untuk

bernapas. Selain itu pasien juga mengeluhkan pilek dengan cairan yang keluar dari hidung

berwarna jernih serta kental. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada pasien

yang didiagnosis menderita Papilloma inverted datang dengan keluhan obstruksi hidung pada

salah satu rongga hidungnya dan juga rhinorrhea.

Selain keluhan tersebut pasien juga mengeluh pendengarannya berkurang untuk telinga

kiri dan kanan. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena di teori tidak ada disebutkan bahwa

pasien dengan papilloma inverted mengalami keluhan pada telinganya. Keluhan tersebut

mungkin disebabkan karena proses degeneratif yang dialami oleh pasien. Untuk

memastikanya perlu dilakukan pemeriksaan audiometri.

Pasien berjenis kelamin laki-laki dan berusia 65 tahun, hal ini sesuai dengan teori yang

menyebutkan bahwa faktor resiko Papilloma inverted meningkat pada laki-laki dibandingkan

dengan wanita dengan perbandingan 2:1 dan insidensi kejadiannya memuncak pada usia 50

samapi 70 tahun.

Pada penatalaksanaan pasien diatas dilakukan tindakan operasi rhinotomi lateral. Hal

ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa penatalaksanaan pasien dengan Papilloma

inverted dilakukan dengan tindakan operasi rhinotomi lateral.

Pada pasien diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sebelum dan setelah

dilakukan tindakan operasi. Selain itu pasien juga diberikan antiinflamasi berupa

Page 35: Case Papilloma Inverted

dexamethason, pemberian analgetik berupa tramadol untuk mengurangi rasa sakit, asam

tranexamat untuk menghentikan perdarahan serta pemberian ranitidin untuk menjaga mukosa

lambung dari efek samping pemberian dexamethasone. Kortikosteroid topikal juga diberikan

pada pasien berupa obat spray yaitu avamys spray.

Kekambuhan pada papilloma inverted mungkin terjadi sehingga pasien yang telah

menjalani tindakan pembedahan sebaiknya kontrol ke dokter ahli untuk mendapatkan saran

agar angka kekambuhan dapat dikurangi.

Untuk mendapatkan diagnosis pasti dari Papilloma inverted harus dilihat gambaran

histologi dari jaringan yang diambil sehingga pada pasien ini sebaiknya dilakukan

pemeriksaan Patologi Anatom untuk mendapatkan diagnosis pasti.

Paparan terhadap rokok serta penggunaan endoskopi nasal sebaiknya dikurangi untuk

menghindari terjadinya kekambuhan pada pasien.

Page 36: Case Papilloma Inverted

BAB III

3. 1. KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa Papilloma inverted merupakan benign, yang muncul

dari cadangan/penggantian sel-sel yang terletak di membran basal mukosa. Etiologi

dari Papilloma inverted tidak sepenuhnya dimengerti; walaupun begitu etiologinya

diperkirakan karena infeksi seperti infeksi human papillomavirus (HPV). Pasien yang

didiagnosis menderita Papilloma inverted datang dengan keluhan obstruksi hidung,

rhinorrhea, serta pistaksis dari salah satu hidung. Gejala lain, yaitu tekanan pada

wajah (facial pressure), sakit kepala, dan anosmia. Pria lebih memiliki kemungkinan

lebih besar menderita Papilloma inverted bila dibandingkan dengan wanita dan lebih

sering menyerang usia 50-70 tahun. Penegakkan diagnosa dilakuakan dengan biopsi

hidung. Penatalaksaan pasien dapat dilakukan tindakan pembedahan.

Pada pasien ini sudah dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan teori yaitu

dilakukan tindakan pembedahan berupa rhinotomi lateral, akan tetapi belum dilakukan

biopsi hidung yang dapat menegakkan diagnosis pasti dari pasien ini. Setelah tidak

ada keluhan dan perdarah sudah tidak serta keadaan umum pasien telah baik, pasien

lalu dipulangkan tanggal 14 Oktober 2011.

3. 2. SARAN

Sebaiknya kita menjauhi faktor-faktor resiko dari terjadinya Papilloma inverted

seperti konsumsi rokok ataupun menjauhi paparan terhadap asap rokok dan juga

memperhatikan penggunaan alat endoskopi nasal bila ingin melakukan endoskopi

nasal.

Sebaiknya dilakukan biopsi untuk mendapatkan diagnosis pasti dari keluhan yang

dialami oleh pasien sehingga membantu dalam penatalaksanaan terhadap pasien.

Sebaiknya pasien tetap mengonrolkan diri kepada dokter spesialis THT untuk

mencegah terjadinya kekambuhan walaupun sudah dilakukan tindakan

pembedahan karena papilloma inverted dapat kambuh walaupun telah dilakukan

tindakan pembehdan

Page 37: Case Papilloma Inverted

Karena komplikasi Papilloma inverted yang tersering adalah Karsinoma Sel

Skuamosa maka perlu dilakukan kontrol ke dokter spesialis THT serta menjauhi

faktor resiko terjadinya Papilloma inverted sehingga mencegah terjadinya

komplikasi yang lebih buruk lagi.


Recommended