Inverted Papilloma 1

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    1/22

    BAB 2

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    2.1. Anatomi Hidung

    Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh

    septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri (Corbridge,

    1998).

    2.1.1. Septum Nasi

    Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium

    pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya

    dilapisi juga dengan mukosa nasal.

    Bagian tulang terdiri dari dua tulang nasal yang bersatu pada garis tengah dan

    berada pada bagian atas prosesus nasalis tulang frontal.

    Sedangkan bagian tulang rawan terdiri dari :

    A. Kartilago lateral atasB. Kartilago lateral bawah (alar cartilages)C. Kartilago lesser alar (sesamoid)D. Kartilago septum (Dhingra, 2007)

    2.1.2. Perdarahan

    Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang

    merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari a.karotis eksterna). Septum nasi

    bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari

    a.maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang

    dari a.fasialis) memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    2/22

    membentuk fleksus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior

    septum. Daerah ini disebut juga Littles area yang merupakan sumber perdarahan

    pada epistaksis.

    Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri

    etmoidalis anterior dan superior.

    Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke

    fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian

    superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang

    berhubungan dengan sinus sagitalis superior (Lund, 1997).

    2.1.3. Sinus Paranasal

    Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak

    di sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan kavum nasi melalui ostiumnya

    (Mangunkusumo, 1999).

    Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontalis, sfenoidalis,

    etmoidalis, dan maksilaris. Sinus maksilaris dan etmoidalis mulai berkembang

    selama dalam masa kehamilan. Sinus maksilaris berkembang secara cepat hingga

    usia tiga tahun dan kemudian mulai lagi saat usia tujuh tahun hingga 18 tahun dan

    saat itu juga air-cell ethmoidtumbuh dari tiga atau empat sel menjadi 10-15 sel per

    sisi hingga mencapai usia 12 tahun (Jhosephson dan Roy, 1999).

    Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami

    modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke

    dalam rongga hidung. Selaput lendir mukosa akan menjerat bakteri dan bahan

    berbahaya yang dibawa oleh silia, kemudian mengeluarkannya melalui ostium dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    3/22

    ke dalam nasal untuk dibuang. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara

    (Adams, 1997).

    2.2. Inverted Papilloma

    Papilloma sinonasal secara klasik dikategorikan berdasarkan gambaran

    histologinya. Tiga subtipe telah ditetapkan oleh World Health Organization

    terhadap lesi ini yaitu inverted papilloma, cylindrical cell papilloma danfungiform

    papilloma (Jacob et al, 2007, Klimeket al, 2000).

    IP merupakan tumor jinak yang berasal daripseudostratified ciliated columnar

    epithelium regio sinonasal, umumnya dinding lateral rongga hidung kebanyakan

    pada meatus media, jarang dari septum nasi ataupun sinus paranasal. Pertama kali

    dideskripsikan pada tahun 1854 oleh Ward. (Carrau et al, 2006; Kainuma et al,

    2011).

    Tumor ini masih jarang ditemukan 0,5%-4% dari seluruh tumor hidung dan

    sinus paranasal, menyerupai polip tetapi lebih padat bila dibandingkan polip nasi,

    biasanya bersifat unilateral, secara histologi jinak tapi berkemampuan untuk

    tumbuh cepat dan bertendensi menjadi keganasan 5-15%. Umumnya terjadi pada

    orang dewasa umur 40-70 tahun. Pada laki-laki cenderung lebih banyak dari

    perempuan dengan perbandingan 4 : 1 (Stern, 1996; Chessman, 1997; Carrau, 2006;

    Lalwani, 2007; Shik Kim et al, 2010).Sampai saat ini penyebab yang pasti dari IP ini belum diketahui. Faktor-faktor

    yang diduga berpengaruh seperti alergi, sinusitis kronis, terpapar zat karsinogen dan

    infeksi virus (Lalwani, 2007; Katori et al, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    4/22

    Sinusitis paranasal banyak ditemukan pada pasien dengan IP, dan beberapa

    peneliti menyimpulkan bahwa sinusitis tersebut disebabkan oleh tumor yang

    mengobtruksi sinus dan bukan sebaliknya (Kim et al, 2003).

    Keberadaan human papiloma virus (HPV) telah dibuktikan pada beberapa

    laporan dengan frekuensi yang berbeda. Respler et al, menemukan DNA HPV11

    pada 2 orang pasien mereka. Weberet al, menemukanDNA HPVpada 16 dari 21

    pasien mereka.Weiner et al, menemukanDNAHPV6 danHPV11 sebanyak 6,8 %

    dari 69 kasus (Kim et al, 2003; Jee-Yeon et al, 2007).

    2.2.1. Mikroskopik Inverted Papilloma

    Gambaran makroskopis IP mirip seperti polip tetapi lebih padat dan permukaan

    bergerombol, dengan warna bervariasi dari merah muda sampai agak pucat, lebih

    banyak jaringan vaskularnya dari polip (Carrau, 2006; Cardesa, 2006).

    Lesi dari IP ini umumnya berasal dari mukosa dinding lateral dari nasal dan

    dapat melibatkan sinus paranasal, orbital dan anterior basis kranii, telah dilaporkan

    juga bisa melibatkan nasofaring, duktus lakrimalis dan bahkan tulang temporal

    pada cavum mastoid (Carrau, 2006; Cardesa, 2006).

    IP merupakan bentuk kelainan yang ditandai dengan epitel yang hiperplastik

    terlihat membalik (inverted) dan terdapat pertumbuhan yang endofitik ke stroma di

    bawahnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    5/22

    Gambar 2.1. Histopatologi Inverted Papilloma(Cardesa, 2006)

    2.2.2. Gejala Klinis

    Lamanya timbul gejala IP bervariasi antara beberapa minggu sampai tahunan,

    tidak ada gejala spesifik yang dapat membedakan IP dan IP dengan keganasan.

    Gejala utama yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita IP ini adalah sumbatan

    hidung yang bersifat unilateral, diikuti oleh gejala rinorhea dan perdarahan hidung.

    Kemudian gejala proptosis dan epipora, pada kondisi yang lebih lanjut melibatkan

    orbita dan duktus lakrimalis (Lalwani, 2007).

    2.2.3. Diagnosis

    Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:

    - Anamnesa yang cermat dari gejala klinis- Pemeriksaan fisik- Pemeriksaan penunjang:

    o Radiologiso Histopatologi

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    6/22

    2.2.4. Penatalaksanaan

    Prinsip pengobatan IP adalah pengangkatan tumor secara keseluruhan, tanpa

    meninggalkan sisa, mengingat tumor ini cenderung kambuh.

    Sebagai pilihan pengobatan utama adalah pengangkatan tumor dan eksisi

    dengan pendekatan rinotomi lateral atau degloving bila massa tumor ada di traktus

    sinonasal dan dengan mastoidektomi untuk massa tumor di telinga tengah dan

    kavum mastoid.

    Terapi IP adalah tindakan bedah. Eksisi komplit penting untuk mencegah

    rekuren. Angka rekuren yang tinggi terjadi pada eksisi tak komplit dari tumor,

    reseksi secara endoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi komplikasi

    pendekatan eksternal (Baruah, 2003)

    Pendekatan degloving atau rinotomi lateral yang dikombinasi dengan medial

    maksilektomi sangat menurunkan angka rekurensi.

    A. Rinotomi LateralMyers dan Thawley menganjurkan rinotomi lateral pada dinding samping

    hidung diikuti dengan pengangkatan dengan hati-hati semua mukosa lainnya yang

    ada pada ipsilateral sinus paranasal.

    Sessions, Larson dan Pope menganjurkan cara rinotomi lateral yang

    dilanjutkan dengan etmoidektomi dan maksilekstomi medial untuk mengangkat

    tumor-tumor yang terlokalisir di hidung, baik jinak maupun ganas.

    Teknik rinotomi lateral telah mengalami beberapa modifikasi. Moure,

    membuat insisi di samping hidung setinggi kantus medial samapai ke ala nasi,

    diteruskan sampai ke dasar kolumela, bila insisi Moure dilanjutkan ke bawah

    melalui sulkus infranasal dan mendorong bibir atas disebut insisi Weber. Bila insisi

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    7/22

    Weber ini diperluas sampai dibawah kelopak mata disebut insisi Weber-Ferguson.

    Insisi dapat diteruskan sampai bersambung dengan insisi gingivobukal.

    Setelah kulit diinsisi dan periosteum dilepaskan dari tulang muka, dilakukan

    osteotomi untuk mengangkat tulang hidung. Mukosa hidung dipotong sepanjang

    pinggir aperture piriformis sehingga pyramid hidung bisa ditarik ke sisi yang

    berlawanan. Semua kasus-kasus yang ditemui bersama KSS telah ditanggulangi

    dengan cara seperti di atas tanpa terjadi kekambuhan kembali tumor tersebut dan

    didapat hasil yang cukup baik mengenai aspek kosmetik dan fungsionalnya (Stern,

    1996; Mark, 2000).

    B. DeglovingTeknik pembedahan degloving yang digunakan ada 2 jenis yaitu:

    I. Menurut Conley dan Price serta Magnila:Pada prinsipnya dibuat 4 macam insisi yaitu:

    1. Insisi sublabial seperti pada operasi Caldwell luc, mulai dari tuberositasmaksila satu sisi sampai tuberositas maksila sisi lainnya. Insisi diteruskan

    sampai mencapai periosteum dan jaringan lunak muka dilepaskan dari

    dinding depan maksila sampai mencapai foramen infraorbita. Saraf dan

    pembuluh darah infraorbita dipertahankan.

    2.Dilakukan insisi transfiksi yang akan memisahkan tulang rawan septum

    dengan kolumela.

    3. Insisi interkartilago pada kedua sisi, sehingga memisahkan jaringan lunakhidung dengan kartlago lateral atas hidung. Periosteum di atas tulang

    dilepaskan ke lateral sejauh mungkin dan juga ke superior sampai mencapai

    pangkal hidung.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    8/22

    4. Insisi sekeliling apertura piriformis pada kedua sisi (Stern, 1996; Mark,2000).

    II.Cara Pavolainen dan Malmberg1.Dilakukan insisi sublabial bilateral seperti cara Conley.2.Mukosa hidung hanya diinsisi sepanjang bagian bawah apertura piriformis.3.Dilakukan osteotomi lateral pada kedua sisi, yang juga memotong mukosa

    hidung sampai mencapai sutura naso frontal.

    4.Tulang rawan septum bersama mukosa yang menutupinya digunting mulaidari spina nasalis anterior ke atas sampai mencapai sutura nasofrontal, yaitu

    pada batas atas osteotomi sejajar dengan arah osteotomi (Sautter, 2007).

    2.2.5. Prognosis

    Prognosisnya dipengaruhi banyak faktor seperti usia penderita, lokasi dan

    penyebaran tumor dan keterlibatan organ sekitar serta jenis terapi dan teknik

    pendekatan yang dilakukan, keterlibatan kelenjar limfe leher dan gambaran

    histologi (Lalwani, 2007).

    2.3. Karsinoma Sel Skuamosa

    Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal

    dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing

    dan non keratinizing (Barnes et al, 2005; Wolpoe

    Enam puluh persen tumor sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris,

    20-30% di dalam rongga nasal, 10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1%

    di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis. Apabila hanya melibatkan sinus-sinus

    paranasal tersendiri, 77% tumor maligna muncul di dalam sinus maksilaris, 22% di

    et al, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    9/22

    dalam sinus etmoidalis dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis. Neoplasma

    maligna pada tempat-tempat ini dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan

    dalam jumlah yang signifikan (Adams, 1997; Barnes, 2005; Dhingra, 2007).

    Secara makroskopik, KSS kemungkinan berupa exophytic, fungating atau

    papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated,

    demarcatedatau infiltratif (Barnes

    2.3.1.MikroskopikKeratinizing Squamous Cell Carcinoma

    et al, 2005).

    Secara histologi, tumor ini identik dengan KSS dari lokasi mukosa lain pada

    daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin

    ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik)

    dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau

    sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak

    beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai berupa

    diferensiansi baik, sedang atau buruk (Barnes

    2.3.2. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) Carcinoma

    et al, 2005; Wolpoe et al, 2006).

    Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang

    dikarakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat

    menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini

    dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal

    sebagai skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau

    karsinoma neuroendokrin (Barneset al, 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    10/22

    Gambar 2.2. Karsinoma sel skuamosa,non-keratinizing. Pulau-pulau sel-sel tumor

    kohesif menginvasi ke dalam stroma dibawahnya. Permukaan karsinoma

    in situ terlihat (Barneset al, 2005)

    2.3.3. Gejala Klinis

    Tumor nasal dan sinus paranasal dalam keadaan tertentu tidak memberikan

    gejala yang tetap. Mungkin hanya berupa rasa penekanan atau nyeri, atau tidak

    dijumpai rasa nyeri. Sumbatan nasal satu sisi dapat diduga suatu tumor sampai

    dapat dibuktikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain. Sekret dapat

    encer, serosanguinosa atau purulen. Mungkin ditemukan parastesia, anestesia atau

    paralisis saraf-saraf otak. Nyeri apabila dijumpai, lebih terasa di malam hari atau

    bila pasien berbaring. Mungkin pula gejalanya menjalar ke gigi atas atau gigi palsu

    bagian atas terasa menjadi tidak pas lagi. Dapat terjadi pembengkakan wajah

    sebelah atas seperti sisi batang nasal dan daerah kantus medius, penonjolan daerah

    pipi, pembengkakan palatum durum, palatum mole, tepi alveolar atau lipatan

    mukosa mulut dan epistaksis. Pada 9% hingga 12% pasien sering asimtomatik

    sehingga diagnosis sering terlambat dan penyakit telah memasuki stadium lanjut

    (Bailey, 2006; Ballenger, 1994).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    11/22

    Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah

    berada dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal

    bervariasi dari 1% hingga 26%, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak

    adalah kurang dari 10%. Hanya 15% pasien dengan keganasan sinus paranasal

    berkembang menjadi metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini

    berkurang hingga 11% pada pasien yang mendapat terapi radiasi pada leher (Bailey,

    2006).

    2.3.4. Diagnosis

    Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

    radiologi dan biopsi. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

    histopatologi (Wong dan Krause, 2001; Dhingra, 2007).

    2.3.5. Klasifikasi TNM dan Sistem Staging

    Cara penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal yang terbaru

    adalah menurutAmerican Join Committee on Cancer (AJCC) 2010 yaitu:

    Tumor Primer (T)

    Sinus maksilarisTX Tumor primer tidak dapat ditentukan

    T0 Tidak tampak tumor primer

    Tis Karsinoma in situ

    T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi

    tulang

    T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau

    meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan

    fossa pterigoid

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    12/22

    T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan

    subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus

    etmoidalis

    T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,

    fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal

    T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa

    kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus

    trigeminal V2, nasofaring atau klivus

    Kavum Nasi dan Sinus EtmoidalisTX Tumor primer tidak dapat ditentukan

    T0 Tidak tampak tumor primer

    Tis Karsinoma in situ

    T1 Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang

    T2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan

    melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi

    tulang

    T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris,

    palatum atau fossa kribriformis

    T4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung

    atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid,

    sinus sfenoidalis atau frontal

    T4b Tumor menginvasisalah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial

    medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    13/22

    Kelenjar getah bening regional (N)

    NX Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

    N0 Tidak ada pembesaran kelenjar

    N1 Pembesarankelenjar ipsilateral 3 cm

    N2 Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar

    ipsilateral

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    14/22

    IVA T4a N0 M0

    T4a N1 M0

    T1 N2 M0

    T2 N2 M0

    T3 N2 M0

    T4a N2 M0

    IVB T4b Semua N M0

    Semua T N3 M0

    IVC Semua T Semua N M1 (Green, 2010)

    2.3.6.PenatalaksanaanA. Pembedahan

    A.1. Drainage/Debridement

    Drainage adekuat (seperti nasoantral window) seharusnya dibuka pada pasien

    dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi radiasi sebagai

    pengobatan primer (Bailey, 2006).

    A.2. Resection

    Surgical resection selalu direkomendasikan dengan tujuan kuratif. Palliative

    excision dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri yang parah, untuk dekompresi

    cepat dari struktur-struktur vital, atau untuk debulking lesi massif, atau untuk

    membebaskan penderita dari rasa malu. Pembedahan merupakan penatalaksanaan

    tunggal untuk tumor maligna traktus sinonasal dengan angka ketahanan hidup

    5 tahun sebesar 19% hingga 86% (Bailey, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    15/22

    Dengan kemajuan-kemajuan terbaru dalam preoperative imaging,

    intraoperative image-guidance system, endoscopic instrumentation dan material

    untuk hemostasis, teknik sinonasal untuk mengangkat tumor nasal dan sinus

    paranasal mungkin merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk traditional

    open technique. Pendekatan endoskopik dapat dipakai untuk melihat tumor dalam

    rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial frontal dan sinus maksilaris medial. Frozen

    section harus digunakan untuk melihat batas bebas tumor (Poetker et al, 2005;

    Bailey, 2006; Zinreich, 2006; Lundet al, 2007; Nicolai et al, 2008).

    B. RehabilitasiTujuan utama rehabilitasi post operasi adalah penyembuhan luka primer,

    memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang terpisah

    kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi setelah reseksi

    pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap seperti

    flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau

    microvascular free myocutaneous dan cutaneous flap (Bailey, 2006).

    C. Terapi RadiasiRadiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau

    sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi

    tidak menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang

    sedikit dapat dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang

    pembedahan dan penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan (Bailey,

    2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    16/22

    D. KemoterapiPeran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif,

    penggunaan efekcytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau

    untuk mengecilkan lesi eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis

    tinggi dapat digunakan secara bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan

    karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien

    yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk

    dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi dan

    kemoterapi (Bailey, 2006).

    2.3.7.PrognosisPada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang

    mempengaruhi prognosis keganasan nasal dan sinus paranasal, cara tepat dan

    akurat. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis histologi, asal tumor

    primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas

    sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan

    banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan

    hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.

    Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan

    memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan

    meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium

    tumor (Nazaret al, 2004; Roezin, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    17/22

    2.4.Peran p63Tumor protein p63, juga dikenal sebagai transformation-related protein 63

    adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen TP63 pada kromosom

    3q27-29 yang homolog dengan p53 (suatu tumor supressor gene), yang meregulasi

    pertumbuhan dan perkembangan epitel kulit, serviks, payudara dan traktus

    urogenital. p63 membantu mengatur diferensiasi dan proliferasi sel-sel progenitor

    epitel (Oncel et al,2011).

    Dalam mengatur diferensiasi atau memperbaharui sel sendiri (self-renewal),

    p63 berperan sehubungan dengan isoform yang dipunyainya yaitu TAp63 dan

    Np63. Np63 mengatur ekspresi gen sel-sel basal dari epidermal, sedang Np63

    bersama-sama dengan TAp63 berfungsi untuk membentuk sel-sel yang

    berdiferensiasi akhir (Blanpain, 2007).

    Gambar 2.3. Peran p63 dalam perkembanganstratified epithelium (Blanpain, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    18/22

    p63 membantu mengatur diferensiasi dan proliferasi sel-sel progenitor epitel.

    Np63 mempunyai banyak fungsi dalam mengembangkan kulit dan sel epitel,

    mengatur dan memproliferasi sel stem/progenitor pada orang dewasa. Sebaliknya

    kerja TAp63 terbatas pada fungsi apoptosis (Oncel et al,2011; Anonim, 2012).

    Dari gambar (2.3) terlihat bahwa pada jaringan tertentu misalnya epidermis kulit,

    p63 secara langsung menimbulkan proliferasi sel progenitor dan memperbaharui

    diri sendiri. Pada jaringan lain misalnya thymus, p63 mempertahankan ke stem-an

    sel dengan merangsang hidupnya sel tersebut (Blanpain, 2007).

    Sedangkan dari gambar (2.4), dengan ketiadaan p63, maka sel-sel stem dan

    progeni-progeninya akan mati akibat apoptosis (panah merah), karena sel-sel stem

    yang rusak tidak dapat lagi merangsang proliferasi dan perbaikan diri sendiri

    (Blanpain, 2007).

    Gambar 2.4. Mekanisme potensial p63 dalam mempertahankan

    populasistem-cell(Blanpain, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    19/22

    2.4.1. Hubungan p63 dengan Lesi-lesi Jinak dan Karsinoma

    Ekspresi p63 dapat dijumpai baik pada sel-sel neoplastik dan non-neoplastik

    yang berasal dari skuamosa atau mampu berdiferensiasi menjadi skuamosa,

    termasuk karsinoma sel skuamosa dari semua tempat, urothelium, endometrium,

    karsinoma tiroid papiler dan timoma. Sebaliknya, sel-sel epitel ginjal dan

    metaplastik Barrett, dan adenokarsinoma yang berhubungan dengannya, oleh

    karena kurang berkemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel skuamosa,

    maka p63 nya tetap negatif (Emanuel, 2005).

    Ekspresi p63 lebih tinggi pada jaringan maligna dibandingkan dengan jaringan

    normal, dan karsinoma diferensiasi jelek menunjukkan jumlah sel p63 positif yang

    lebih banyak dibandingkan dengan karsinoma diferensiasi baik. p63 kuat

    terekspresi pada karsinoma sel skuamosa, tapi negatif pada small cell carcinoma

    dan adenokarsinoma(Oncel et al,2011; Anonim, 2012).

    Pada inverted papilloma, sel dengan p63 positif terutama pada daerah basal dan

    secara difus terlihat di dalam kelompokan epitel. Pada lesi benigna antara lain

    sinusitis kronik, ekspresi p63 terutama dijumpai pada sel-sel basal, sedangkan pada

    lapisan permukaan lainya dan stroma tidak menonjol. Terdapat peningkatan berarti

    p53 dan p63 pada karsinoma sel skuamosa dari saluran sinonasal dibandingkan

    dengan inverted papilloma (Oncel et al,2011; Ozolek, 2007).

    Perbedaan tampilan p63 berhubungan dengan progresi kanker atau suatu

    prognosis yang jelek pada beberapa kanker, dimana tampilan berlebihan pada

    ovarium dan karsinoma sel skuamosa oral, penurunan tampilan pada saluran kemih

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    20/22

    atas dan prostat serta tampilan aberant cytoplasmic pada adenokarsinoma paru

    ((Dillon et al, 2009).

    Mutasi p63 terjadi pada berbagai jenis kanker dan jalur karsinogenesisnya

    sama dengan p53 (Hagiwara et al, 1999). Knudson mengajukan teori yang

    kemudian dikenal sebagai Knudson Hypothesis yang menyatakan bahwa terdapat

    gen yang dalam keadaan normal dapat mencegah pertumbuhan tumor dan bahwa

    tumor akan timbul bila kedua copy dari gen ini hilang. Berbagai nama kemudian

    diberikan pada golongan gen ini diantaranya anti onkogen, cancer susceptibility

    genes dan tumor suppressor genes. Tumor suppressor gene sering menjadi target

    mutasi resesif pada berbagai penyakit keganasan pada manusia dan mice.

    Kehilangan ekspresi p53 dan p63 wild-type pada sel-sel tumor tampaknya

    memberikan keuntungan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel secara in vivo.

    Mice yang tidak memiliki ekspresi tumor suppressor genes menunjukkan bahwa

    gen ini tidak dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan sel normal. Namun

    bagaimanapun, meningkatnya kejadian tumor pada mice yang tidak memiliki tumor

    suppressor genes dan juga pada mice mutan transgenik dibandingkan dengan tikus

    normal menunjukkan peran penting p53 dan p63 dalam menekan pertumbuhan

    tumor (Leis et al, 1996; Fearon et al, 1997; Levrero et al, 2000; Kumaret al, 2005).

    Disfungsi dan inaktifasi tumor supressor genes karena delesi, mutasi genetik

    atau interaksi dengan protein seluler dan virus dapat mengakibatkan sel kehilangan

    kontrol pertumbuhan, sehingga terjadi pertumbuhan tidak terkendali.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    21/22

    2.4. Kerangka Teori

    HPV

    Gambar 2.5. Skema Kerangka Teori

    Infeksi sinonasal olehHPV6/11 Paparan karsinogen lingkungan,

    infeksi bakteri, inflamasi kronik,alergi

    Infeksi pada mukosa

    septum nasi

    Infeksi pada dinding

    lateral hidung / mukosa

    sinus paranasal

    Exophytic papilloma Inverted papilloma

    Mutasi genp63

    Degradasi dan inaktifasi

    genp63

    Proliferasi sel meningkat

    dan apoptosis berkurang

    Displasia dan perkembangan

    karsinoma sel skuamosa sinonasal

    Delesi genp63 Interaksi dengan protein

    seluler dan virus

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 Inverted Papilloma 1

    22/22