1
BAB II
LANDASAN TEORI DAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Agency theory menjelaskan bahwa terjadinya hubungan keagenan
muncul ketika investor sebagai pemilik perusahaan memberikan
kepercayaan kepada manajemen untuk mengelola perusahaan dan
mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan kepada manajemen.
Antara investor dengan manajemen merupakan hubungan keagenan
sebagai suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) melibatkan
orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka
yang melibatkan mendelegasikan sebagian kewenangan pengambilan
keputusan.1
Dalam hubungan keagenan semacam ini seringkali
menimbulkan konflik yang disebut konflik agensi.
Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen dengan
principal. Agen adalah manajemen peusahaan dan principal adalah
pemilik perusahaan, keduanya terikat dalam sebuah kontrak. Agen yang
bertindak sebagai pengambil keputusan dikontrak untuk melakukan tugas-
tugas tertentu bagi prinsipal, dan prinsipal bertindak sebagai evaluator
informasi menutup kontrak untuk memberi imbalan pada agen. Dalam hal
ini agen bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan manajerial di
perusahaan yang mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada principal,
1 Sochib, “Good Corporate Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan”
(Yogyakarta: Penerbit CV Budi Utama, 2016), hlm 3
2
sedangkan principal kepentingan terhadap investasi yang ditamankan-nya
di perusahaan. Teori keagenan memberikan tiang pokok bagi peranan
akuntansi dalam menyediakan informasi, hal ini diasosiasikan dengan
peran pengurusan (stewardship) akuntansi, sehingga hal ini memberikan
akuntansi sebagai nilai umpan balik selain nilai prediktif-nya. Teori
keagenan juga mengimplikasikan adanya asimetri informasi, ketika tidak
semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak dan sebagai akibatnya
ada konsekuensi yang tidak dipertimbangkan oleh pihak-pihak tersebut.
Sehingga laporan keuangan yang disampaikan dengan segera dan tepat
waktu dapat mengurangi asimetri informasi tersebut.2
Dalam hubungan keagenan manajer sebagai pihak yang memiliki
akses langsung terhadap informasi perusahaan, seperti kreditor dan
investor. Di mana ada informasi yang tidak diungkapkan oleh pihak
manajemen kepada pihak eksternal perusahaan, termasuk investor. Untuk
memperkecil asimetri informasi, maka pengelolaan perusahaan harus
diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan
dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang
berlaku termasuk ketercapaian kinerja perusahaan sebagai bentuk
pertanggungjawab agen terhadap principal. Upaya ini menimbulkan apa
yang disebut sebagai agency cost, yang menurut teori ini harus dikeluarkan
sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul
2
Akbar taufiq, “kajian kinerja profitabilitas bank pada perspektif bank umum
berdasarkan kegiatan usaha”, (Sidarjo: Penerbit Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), hlm 13
3
karena ketidak patuhan setara dengan peningkatkan biaya enforcement-
nya.3
Satu hal penting dalam manajemen keuangan bahwa tujuan
perusahaan adalah memakmuran pemegang saham yang diterjemahkan
sebagai memaksimumkan harga saham. Tetapi dalam kenyatannya tidak
jarang manajer memiliki tujuan lain yang mungkin bertentangan dengan
tujuan utama tersebut. Karena manajer diangkat oleh pemegang saham
maka idealnya mereka bertindak on the best of interest of stockholders,
tetapi dalam praktik sering terjadi konflik. Konflik kepentingan antar agen
sering disebut dengan agency problem. Hubungan antar agen terjadi pada
saat satu orang atau lebih disebut pincipals mengangkat satu lebih orang
lain. Disebut agen bertindak atas nama pemberi wewenang dan
memberikan kekuasaan dalam pengambilan keputusan. Agency problem
biasanya terjadi antara manajer dan pemegang saham atau antara
debtholders dan stockholders.4
Pengendalian perusahaan dewasa ini sering diserahkan kepada
manajer profesional yang bukan pemilik perusahaan. Pemilik tidak mampu
lagi karena keterbatasanannya untuk mengendalikan perusahaan yang
menjadi semakin besar dan komplek. Manajemen dapat dipandang sebagai
agen dari pemilik perusahaan yang memperkerjakan mereka, memberikan
wewenang dan kekuasaan untuk mengambil keputusan terbaik yang
menguntungkan perusahaan. Michael Jensen dan William Meckling
3 Ibid, hlm 14
4 Sunyoto Danang, Susanti Eka Fathonah, “Manajemen Keuangan Untuk Perusahaan
Konsep dan Aplikasi” (Jakarta: Penerbit PT Buku Seru 2015) hlm 12-13
4
mendefinisikan hubungan keangenan sebagai suatu kontrak, di mana satu
atau beberapa orang (pemberi kerja atau principal) memperkerjakan orang
lain (agen) untuk melaksanakan sejumlah jasa dan mendelegasikan
wewenang untuk mengambil keputusan kepada agen tersebut.
Konflik antar kelompok atau agency problem merupakan konflik
yang timbul antara pemilik, karyawan dan manajer perusahaan dimana ada
kecenderungan manajer lebih mementingkan individu dari pada tujuan
perusahaan. Agency problem muncul terutama karena perusahaan
menghasilkan free cah flow yang sangat besar. Selain itu konflik antara
manajemen dan pemegang saham sering timbul dalam transaksi pembelian
suatu perusahaan oleh perusahaan besar dengan menggunakan utang yang
sering disebut dengan leveraged buyout (LBO).
2. Manajemen Laba
a. Pengertian manajemen laba
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (1993)
manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disegaja dalam
membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga
menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat
pertimbangan yang akhirnya menyebabkan orang yang membacanya
akan mengganti atau mengubah pendapat keputusannya. Menurut
Fisher dan Rosenzweig manajemen laba adalah tindakan-tindakan
manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari
5
sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikkan
(menurunkan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.5
Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999) manajemen laba
muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam
pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan
keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui
kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi
hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang
dilaporkan itu.6
Secara umum para praktis, yaitu pelaku ekonomi, asosiasi
profesi dan regulator lainnya, beragumen bahwa pada dasarnya
manajemen laba merupakan perilaku oportunis seorang manajer untuk
mempermainkan angka-angka dalam laporan keuangan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapainya. Perbuatan ini dikategorikan sebagai
kecurangan karena secara sadar dilakukan manajer perusahaan agar
stakeholder yang ingin mengetahui ekonomi perusahaan tertipu karena
memperoleh informasi palsu. Sebagai upaya manajer perusahaan untuk
mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan
keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.7
5 Sulistyanto Sri, “Manajemen Laba Teori Dan Model Empiris”, (Jakarta: Penerbit PT
Grasindo 2014) Hlm 49 6 Ibid hlm 50
7 Sulistyanto Sri, “Manajemen Laba Teori Dan Model Empiris”, (Jakarta: Penerbit PT
Grasindo 2014) hlm 4-6
6
Upaya untuk mengungkapkan metode dan prosedur akuntansi
yang digunakan atau diubah perusahaan dalam laporan keuangannya
dapat meminimalisir upaya rekayasa manajerial. Ada harapan dengan
pengungkapan itu pemakai lapoan keuangan dapat mengetahui apa yang
digunakan dan telah diubah perusahaan dalam menginformasikan
laporan keuangannya. Meski demikian, ada keterbatasan pemakaian
laporan keuangan dalam menginterprestasikan laporan keuangan yang
mengakibatkan manajemen laba dapat secara leluasa dilakukan manajer
perusahaan.8
1. kriteria penyajian laporan keuangan merupakan hal rawan terhadap
kebijakan manajerial sehingga seorang manajer memiliki peluang
untuk menetapkan rekayasa kebijakan, yang merupakan
fleksibilitas dalam memperhitungkan nilai laba yang dilaporkan
karena memang akuntasi memberikan peluang manajer untuk
mencatat fakta tertentu dengan cara tertentu dan melibatkan
subjektivitas dalam menyusunan estimasi.
2. Tidak ada observasi yang sempurna terhadap kebijakan
manajemen, mengingat tidak semua kebijakan manajemen dapat
diobservasi oleh pemakai laporan keuangan. Meski ada kewajiban
bagi perusahaan untuk mengungkapkan semua metode dan
prosedur akuntansi yang digunakan namun tidak semua kebijakan
manajerial dapat diketahui atau diakses secara leluasa oleh pemakai
8 Ibid hlm 57-58
7
laporan keuangan. Banyak informasi yang tetap tersembunyi yang
sulit diketahui oleh publik.
Metode perhitungan manajemen laba menggunakan rumus
Healy, untuk memperoleh nilai discretionary accruals sebagai proksi
manajemen laba, karena model ini banyak digunakan dalam penelitian
akuntansi dan merupakan model yang sejalan dalam mendeteksi
manajemen laba serta memberikan hasil yang paling kuat.
Discretionary accruals dihitung dengan menggunakan rumus sebgai
berikut:
DA = TAC - NDA
Keterangan :
DA = Discretionary accruals periode t
TAC = Total accruals periode t
NDA = Non Discretionary Accruals periode t
Menurut sulistyanto (2014) mengungkapkan ada tiga hipotesis
dalam teori akuntansi positif yang dipergunakan untuk menguji perilaku
etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan
keuangan, antara lain sebagai berikut:9
1. Bonus plan hypothesis, menyatakan bahwa rencana bonus atau
kompensasi menajerial akan cenderung memilih dan menggunakan
metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang
dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa
9 Ibid hlm 63-64
8
bonus yang dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak
hanya memotivasi manajer untuk bekerja dengan lebih baik tetapi
juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial.
Agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang memberikan bonus,
manajer memanipulasi besar kecilnya angka-angka akuntansi
dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapatnya
setiap tahun. Hal inilah yang mengakibatkan pemilik mengalami
kerugian ganda, yaitu memperoleh informasi palsu dan
mengeluarkan sejumlah bonus untuk sesuatu yang tidak
semestinya.
2. Debt (equity) hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan yang
mempunyai rasio antara utang dan ekuitas lebih besar, cenderung
memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan
laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar
perjanjian utang apabila ada menfaat dan keuntungan tertentu yang
dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan laba
agar kewajiban utang-piutang dapat ditunda untuk periode
berikutnya sehingga semua pihak yang ingin mengetahui kondisi
perusahaan yang sesungguhnya memperoleh informasi yang keliru
dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula. Akibatnya,
terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumber daya.
3. Political cost hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan cenderung
memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat
9
memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep
ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar
regulasi pemerintah, seperti undang-undang perpajakan, apabila
ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya.
Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran
tidak terlalu tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan
kemampuan perusahaan.
b. Manajemen laba dalam persepektif islam
Jika dilihat dari pengertian-pengertian manajemen laba tidaklah
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam hal berbisnis. Ada empat
pilar etika manajemen bisnis yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW, yakni:10
tauhid, adil, kehendak bebas (sesuai aturan syariah), dan
bertanggung jawab. Penjelasan Al-Qur’an mengenai larangan
mengambil keuntungan dari jalan menipu diantaranya Q.S An-Nisa ayat
29:
يا أيها الذيه آمىىا لا تأكلىا أمىالكم بيىكم بالباطل إلا أن تكىن تجارة عه
ىكم ولا تقتلىا أوفسكم إن الل ﴾٩٢كان بكم رحيما ﴿تزاض م
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
10
Yosy Arisandi, “manajemen laba dalam persepektif islam”, Jurnal Mizani, Vol. 25, No.
2, 2015, hlm 139
10
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”. Ada empat pilar etika manajemen bisnis yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yakni: tauhid, adil, kehendak
bebas (sesuai aturan syariah), dan bertanggung jawab.
c. Keterbatasan manajemen laba
Meskipun perusahaan mempunyai keleluasaan untuk
merekayasa informasi-informasi yang disampaikannya kepada publik,
upaya ini tidak mungkin dilakukan secara terus menerus. Sebagai
sebuah informasi mengenai kinerja yang berisi angka-angka akuntansi
maka upaya untuk menyembunyikan menunda, atau memalsukan
informasi sebenarnya hanyalah merupakan upaya untuk mengundur
pengakuan atau pencatatan suatu transaksi atau peristiwa. Atau dengan
kata lain, upaya-upaya seperti ini hanyalah permainan di atas kertas
belaka. Secara garis besar keterbatasan manajemen laba adalah sebagai
beriktu:11
1. Publik akan mengetahui apa saja yang dilakukan perusahaan. Hal ini
bisa terjadi pada saat perusahaan harus menjalani proses
pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh akuntan publik. Akuntan
publik pada saat melakukan pemeriksaan harus melakukan
crosscheck terhadap komponen-komponen laporan keuangan,
termasuk meminta konfirmasi dari perusahaan atau pihak lain yang
menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan bersangkutan. Upaya
11
Ibid hlm 74-75
11
ini merupakan usaha untuk mengidentifikasi terjadi kecurangan-
kecurangan korporasi. Apabila menemukan indikasi perusahaan
melakukan kecurangan maka akuntan publik bersangkutan
mempunyai kewajiban untuk menolak memberikan opini dan
melaporkan kepada regulator yang berwewenang untuk menangani
kecurangan-kecurangan itu.
2. Perusahaan pada suatu saat akan kehilangan kemampuannya untuk
melanjutkan untuk melanjutkan proses rekayasa manajerial itu.
Apabila pada saat perusahaan harus menginformasikan nilai dan
kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Bahkan secara tidak
langsung perusahaan harus mengungkapkan semua upaya rekayasa
yang pernah dilakukan dalam laporan keuangannya. Apabila upaya
rekayasa manajerial yang dilakukannya berpola penurunan laba
maka suatu ketika perusahaan harus menanggung konsekuensinya
yang berupa penaikkan kinerja (overperformance). Sebaliknya
apabila upaya rekayasa manajerial yang dilakukannya berpola
menaikkan laba maka suau ketika perusahaan harus menanggung
konsenkuensinya berupa penurunan kinerja (underperformance).
3. Arus Kas Bebas (Free Cash Flow)
1. Pengertian Arus Kas Bebas (Free Cash Flow)
Arus kas bebas (free cash flow) adalah arus kas yang benar-benar
tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang saham dan pemilik
12
utang) setelah perusahaan melakukan investasi dalam asset tetap produk
baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi
yang sedang berjalan. Lebih spesifik lagi, nilai operasi suatu perusahaan
akan tergantung pada perkiraan arus kas bebas masa depannya (free cash
flow-FCF), yang dinyatakan sebagai laba operasi setelah pajak dikurangi
dalam modal kerja dan aset yang dibutuhkan untuk mempertahankan
usaha. Jadi, arus kas bebas mencerminkan kas benar-benar tersedia untuk
dibayarkan kepada investor. Oleh karena itu, manajer membuat
perusahaannya menjadi lebih bernilai dengan meningkatkan arus kas
bebasnya.12
Disebut sebagai free cash flow (arus kas bebas) karena istilah ini
menunjukkan arus kas yang tersedia untuk didistribusikan kepada pemodal
kepada para pemodal (baik pemegang saham maupun obligasi) setelah
perusahaan melakukan investasi pada tambahan aktiva tetap, peningkatan
modal kerja yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan
perusahaan. Sebagai misal, depresiasi memang dimaksudkan untuk
mengganti aktiva tetap yang nantinya usang, dengan aktiva tetap baru.
Tetapi apabila perusahaan mengalami pertumbuhan, maka mungkin dana
dari depresiasi saja tidak cukup untuk membeli tambahan aktiva tetap yang
baru. Demikian juga apabila perusahaan mengalami pertumbuhan, maka
modal kerja yang diperlukan akan menjadi lebih besar. Hal ini berarti dana
12
Houston dan Brigham, “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Essentials Of Financial
Management”, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2010), hlm 109
13
yang diperoleh dari operasi akan dipakai sebagai untuk penambahan aktiva
tetap dan penambahan modal kerja.13
Adapun rumus menghitung arus kas bebas atau yang bisa disebut
free cash flow adalah sebagai berikut:14
2. Melaporkan laporan arus kas
Laporan arus kas (statement of cash flow) melaporkan arus kas
masuk dan arus kas keluar utama dari sebuah perusahaan selama periode
tertentu. Laporan arus kas menyediakan informasi yang berguna mengenai
kemampuan perusahaan untuk:15
1. Menghasilkan kas dari kegiatan operasi
2. Mempertahankan dan meningkatkan kapasitas operasi
3. Memenuhi kewajiban keuangan
4. Membayar deviden
Laporan arus kas sering kali digunakan oleh manajer dalam
mengevaluasi kegiatan operasi yang telah lalu dan dalam membuat
perencanaan aktivitas pendanaan dan investasi di masa depan. Laporan ini
juga digunakan oleh investor, kreditur, dan pihak lainnya dalam menilai
kemungkinan laba yang diperoleh perusahaan. Selain itu, laporan arus kas
13
Husnan Suad Dan Pudjiastuti Enny, “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”
(Yogyakarta: Penerbit UPP STIM YKPN, 2015), hlm 67-68 14
Opcit, Houston dan Brigham hlm 109 15
Warren Carl.s dkk, “Pengantar Akuntansi Adaptasi Indonesia” (Jakarta: Salemba
Empat, 2016), hlm 786
𝐅𝐂𝐅 = 𝐀𝐫𝐮𝐬 𝐊𝐚𝐬 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐎𝐩𝐞𝐫𝐚𝐬𝐢 − 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐌𝐨𝐝𝐚𝐥
14
merupakan dasar menilai kemampuan perusahaan dalam membayar utang
yang jatuh tempo dan membayar deviden.
Laporan arus kas melaporkan arus kas dari ketiga jenis kegiatan yaitu:
1. Arus kas dari kegiatan operasi (cash flows from operating activities)
adalah arus kas yang berasal dari transaksi yang mempengaruhi laba
bersih. Contoh: pembelian dan penjualan barang.
2. Arus kas dari kegiatan investasi (cash flows from investing activities)
adalah arus kas yang berasal dari transaksi yang mempengaruhi
investasi dalam asset non lancar. Contoh: penjualan dan pembelian
asset tetap, seperti peralatan dan gedung.
3. Arus kas dari kegiatan pendanaan (cash flows from investing activities)
adalah arus kas yang berasal dari transaksi yang mempengaruhi utang
dan ekuitas perusahaan. Contoh: penerbitan atau penebusan surat
berharga.
Menurut KR. Subramanyam dan Jhon J. Wild laporan arus kas
melaporkan penerimaan kas dan pembayaran kas berdasarkan aktivitas
operasi, investasi, dan pendanaan yang merupakan aktivitas utama dalam
bisnis perusahaan yaitu:
1. Aktivitas Operasi merupakan aktivitas perusahaan yang terkait dengan
laba. Juga meliputi arus kas masuk dan arus kas keluar bersih berasal
dari aktivitas operasi terkait, seperti pemberian kredit kepada
pelanggan, investasi dlam persediaan dan perolehan kredit dari
pemasok.
15
2. Aktivitas Investasi merupakn cara untuk memperoleh dan menghapus
asset non kas. Aktivitas ini meliputi aset yang diharapkan untuk
menghasilkan bagi perusahaan, seperti pembelian dan penjualan aset
tetap investasi. Aset ini juga meliputi pemberian pinjaman dan
penagihan pokok pinjaman.
3. Aktivitas Pendanaan merupakan cara untuk mendistribusikan, menarik,
dan mendapatkan dana untuk mendukung aktivitas usaha. Aktivitas ini
meliputi perolehan pinjaman dan pelunasan dana dengan obligasi dan
pinjaman lainnya. Aktivitas ini juga meliputi kontribusi dan penarikan
oleh pemilik serta pengembalian atas investasi (dividen).
Arus kas bebas tidak dapat dipertahankan terus-menerus kecuali, jika
aktiva tetap yang didepersiasi diganti dan produk-produk baru
dikembangankan, sehingga manajemen tidak sepenuhnya bebas untuk
menggunakan arus kas semaunya.
4. Good Corporate Governance
a. Pengertian Corporate Governance
Corporate Governnace menurut Turnbull Report adalah sebagai
suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama
mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui
pengamanan asset perushaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang
saham dalam jangka panjang. Menurut Bank Dunia (world bank) good
corporate governance adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-
16
kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-
sumber perusahaan unutk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai
ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang
saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.16
Menurut Forum Corporate Governance on Indonesia (FGCI),
corporate governance adalah seperangkat pertauran yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pemgurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemangku kepentingan
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan
perusahaan. Istilah corporate governance ini muncul karena adanya
agency theory, dimana keperguraan suatu perusahaan terpisah dari
kepemilikan.17
Secara definisi good corporate governanve diartikan sebagai sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan agar perusahaan itu
menciptakan nilai tambahan (value added) untuk semua stakeholder-nya.
Untuk itu ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu hak
pemegang saham yang harus dipenuhi perusahaan dan kewajiban yang
harus dilakukan perusahaan. Pemegang saham mempunyai hak untuk
memperoleh semua informasi secara akurat dan tepat waktu. Artinya,
semua pemegang saham tanpa terkecuali mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh informasi yang sama (fairness). Tidak ada informasi yang
16
Effendi Muh. Arief, “The power of Good Corporate Governance teori dan
implementasi”, (Jakarta Penerbit: Salemba Empat, 2016) hlm 2 17
Ibid hlm 3
17
disembunyikan dari pemegang saham tertentu untuk kepentingan pribadi
pihak-pihak lain (transparancy).18
Penerapan konsep corporate governance diharapkan memberikan
kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan
pemilik (investor), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan
melakukan suatu kecurangan untuk mensejahterakan agen. Masalah
keagenaan yang muncul antara principal dan agen mendorong penerapan
good corporate governance yang diharapkan dapat meminimalkan potensi
kecurang.19
b. Prinsip Good Corporate Governance
Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia, yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG, 2006), ada 5 asas good corporate governance adalah sebagai
berikut:20
a. Transparansi (transparency)
Prinsip dasar dalam asas transparansi adalah bahwa perusahaan
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara
yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan dalam
menjalankan bisnisnya. Lebih lanjut lagi, perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan
oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk
18
Sulistyanti Sri, “Manajemen Laba: teori dan model empiris’, (Jakarta Penerbit: PT
Grasindo, 2014), hlm 134 19
Manossoh Hendrik, “Good Corporate Governance untuk meningkatkan laporan
keuangan” (Jakarta Penerbit: PT Norlive Kharisma Indonesia, 2016), hlm 19 20
Ibid hlm 22-27
18
pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
Kemudian ditegaskan bahwa informasi yang harus diungkapkan
meliputi, tetapi tidak terbatas pada visi, misi, sasaran usaha dan strategi
perusahaan, kondisi perusahaan, susunan dan kompensasi pengurus,
pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam
perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem
pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG
serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan.
b. Akuntabilitas (accountability)
Dalam asas akuntabilitas, prinsip dasar penerapan good corporate
governance mengandung makna bahwa perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
c. Responsibilitas (responsibility)
Prinsip dasar dalam asas responsabilitas adalah bahwa perusahaan
harus memenuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
19
mendapatkan pengakuan sebagai good corporate citizen. Dalam
pelaksanaanya, organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-
hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan. Juga, perusahaan
harus melaksanakan tanggung jawab social dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang
memadai.
d. Independensi (independency)
Prinsip dasar untuk melancarkan pelaksanaan asas independensi,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain. Pedoman pelaksanaan asas ini adalah bahwa masing-
masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh
pihak manapun, tidak berpengaruh oleh kepentingan dan dari segala
pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif. Kemudian, masing-masing organ peusahaan
harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan angggaran dasar
dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau
melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
e. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)
Prinsip dasar berdasarkan asas kewajaram dan kesetaraan bahwa
dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
20
memperhatikan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan prinsip ini, perusahaan harus memberikan kesempatan
kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan
menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka
akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam
lingkup kedudukan masing-masing. Juga, perusahaan harus
memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
kepada perusahaan.
c. Struktur Good Corporate Governance
Struktur Corporate Governance diantaranya kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris independen serta
opini audit, namun yang proksikan dalam penelitian ini yaitu kepemilikan
manajerial dan proporsi dewan komisaris independen. Berikut pengertian
dan tugas dari kepemilikan manajerial dan dewan komisaris independen
adalah sebagai berikut:
1. Proporsi Dewan Komisaris independen
Proporsi Dewan Komisaris Independen merupakan sebuah badan
dalam perusahan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang
berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja
perusahaan secara luas dan keseluruhan (Susiana dan Herawaty, 2007)
Proporsi Dewan Komisaris Independen ini diukur dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
21
2. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Manajerial adalah pemegang saham perusahaan
publik yang dimiliki oleh individu-individu ataupun kelompok elit yang
berasal dari dalam perusahaan yang mempunyai kepentingan langsung
komisaris, direktur, dan manajer (Wiryadi dan Sebrina, 2013)
Kepemilikan Manajerial ini diukur menggunakan rumus sebagai
berikut:
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terlebih dahulu yang meneliti mengenai
topik terkait yang dibahas dalam skripsi ini, dan selanjutnya digunakan
sebagai rujukan bagi penulis dalam penelitian ini, yaitu:
Penelitian yang dilakukan oleh Tuti Sriwedari (2012) yang berjudul
Pengaruh Good Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja
Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2006-2008. Hasil penelitian menyatakan bahwa kepemilikan
institusional, dan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan
terhadap manajemen laba, sedangkan proporsi dewan komisaris independen
𝐊𝐞𝐩𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐧𝐚𝐣𝐞𝐫𝐢𝐚𝐥 = 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐡𝐚𝐦 𝐦𝐚𝐧𝐚𝐣𝐞𝐦𝐞𝐧
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐡𝐚𝐦 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐞𝐝𝐚𝐫
𝐏𝐃𝐊𝐈 = 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐨𝐦𝐢𝐬𝐚𝐫𝐢𝐬 𝐢𝐧𝐝𝐞𝐩𝐞𝐧𝐝𝐞𝐧
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐢𝐬𝐚𝐫𝐢𝐬
22
tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, dan komite audit
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba.21
Penelitian yang dilakuak oleh Arri Wiryadi dan Nurzi sebrina (2013)
yang berjudul Pengaruh Asimetri Informasi, Kualitas Audit, dan Struktur
Kepemilikan terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010. Hasil penelitian
menyatakan bahwa asimetri informasi, kualitas audit, kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.22
Penelitian yang dilakukan oleh Dian Agustia (2013) yang berjudul
Pengaruh Free Cash Flow Dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun
2007-2011. Hasil penelitian menyatakan bahwa free cash flow berpengaruh
negatif tehadap manajemen laba, sedangkan kualitas audit tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba.23
Penelitian yang dilakukan oleh Afifa Nabila (2013) yang berjudul
Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, dan
Reputasi Auditor terhadap Manajemen Laba yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2008-2010. Hasil penelitan yang menyatakan proporsi
dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba,
21
Sriwedari tuti, “pengaruh good corporate governance, manajemen laba dana kinerja
keuangan” JURNAL MEDIASI Vol. 4 No. 1 Juni 2012 hlm 78-88 22
Wiryadi Arri, “pengaruh asimetri informasi, kualitas audit dan struktur kepemilikan
terhadap manajemen laba” WRA, Vol. 1, No. 2 Oktober 2013 hlm 155-180 23
Agustia Dian, “pengaruh free cash flow dan kualitas audit terhadap manajemen laba”
AKRUAL 4 (2) (2013): 105-118 e-ISSN: 2502-6380 hlm 114
23
sedangkan komite audit, ukuran komite tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.24
Penelitian yang dilakukan oleh Kadek Emi Kristiani, Ni Luh Gede
Sulindawati dan Nyoman Trisna Herawati (2014) yang berjudul Pengaruh
Mekanisme Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2009-2013. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba, kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba, ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan positif
terhadap manajemen laba, komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba, komite audit berpengaruh tidak
signifikan terhadap manajemen laba, ukuran perusahaan berpengaruh tidak
signifikan terhadap manajemen laba, secara simultan corporate governance
dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.25
Penelitian yang dilakukan oleh Tegar Rahardi dan Andri Prastiwi
(2014) yang berjudul Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen
Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdatar Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2012. Hasil penelitian menyatakan bahwa proporsi dewan
komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba,
24
Nabila Afifa, “pengaruh proporsi dewan komisaris independen, komite audit, dan
reputasi auditor terhadap manajemen laba” Journal Of Accounting Volume 2, Nomor 1, Tahun
2013 hlm 1-10 25
Kristiani Kadek Emi, “pengaruh mekanisme corporate governance dan ukuran
perusahaan terhadap manajemen laba” e-Journal AK Universitas Pendidikan Ganesha Volume: 2
No. 1 Tahun 2014
24
sedangkan untuk variabel lain yaitu komite audit, struktur kepemilikan
manajerial, struktur kepemilikan institusional memiliki pengaruh negatif
terhadap manajemen laba.26
Penelitian yang dilakukan Luh Made Dwi Parama Yogi dan I Gusti Ayu
Eka Damayanthi (2016) yang berjudul Pengaruh Arus Kas Bebas, Capital
Adequancy Ratio dan Corporate Governance Terhadap Manajemn Laba Pada
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian
menyatakan bahwa arus kas bebas berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba, sebaliknya, capital adequancy ratio berpengaruh positif terhadap
manajemen laba, GCG yang diproksi dengan dewan komisaris independen,
komite audit, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.27
Penelitian yang dilakukan oleh Selvy Yulita Abdillah dan R. Anatasia
Endang Susilawati Nanang Purwanto (2016) yang berjudul Pengaruh
Corporate Governance Terhadap Terhadap Manajemen Laba yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa proporsi dewan
komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap manajemen laba.28
26
Rahardi Tegar dan Prastiwi Andri, “pengaruh corporate governance terhadap
manajemen laba” Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, hlm 1-14 ISSN: 2337-3806 hlm 12 27
Yogi Luh Made Dwi Parama dan Damayanthi I Gusti Ayu Eka, “pengaruh arus kas
bebas, capital adequancy ratio dan good corporate governance” ISSN: 2302-8556 E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana Vol.15.2. Mei (2016): 1056-1085 28
Abdillah Selvy Yulita dan Susilawati R. Anastasia Endang, “pengaruh good corporate
governance terhadap manajemen laba” Journal Riset Mahasiswa Akuntansi (JRMA) ISSN: 2337-
56xx. Volume: xx Nomor: xx
25
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani Almalita (2017) yang berjudul
Pengaruh Corporate Governance dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen
Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2012-2013. Hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa leverage dan
market to book berpengaruh terhadap manajemen laba, sebaliknya ukuran
komite audit, proporsi komisaris independen, kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, ukuran dewan komisaris, free cash flow,
profitabilitas, rugi keuangan, kualitas audit, dan ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.29
Penelitian yang dilakukan oleh Emy Puji Puspitasari, Nur Diana, dan
M. Cholid Mawardi (2019) yang berjudul Pengaruh Faktor Good Corporate
Governance, Free Cash Flow, Dan Leverage Pada Manajemen Laba (Studi
Empiris Pada Perusahaan Manufakur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara parsial dewan
komisaris independen, ukuran komite audit, kepemilikan institusional,
leverage, dan free cash flow terhadap manajemen laba berpengaruh positif
dan signifikan, sedangkan kepemilikan manajerial tidak mempunyai pengaruh
terhadap manajemen laba.30
Penelitian yang dilakukan oleh Satiman (2019) yang berjudul Pengaruh
Free Cash Flow, Good Corporate Governance, Kualitas Audit, Dan Leverage
29
Almalita Yuliana, “pengaruh corporate governance dan faktor lainnya terhadap
manajemen laba” JURNAL BSINIS DAN AKUNTANSI Vol. 19, No. 2, Desember 2017 ISSN:
1410-9875 hlm 183-194 30
Puspitasari Emy Puji, Diana Nur, dan Mawardi Cholid, “pengaruh factor good
corporate governance, free cash flow, dan leverage terhadap manajemen laba” E-JRA Vol. 08
No. 03 februari 2019 hlm 87
26
Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa free cash flow
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sedangkan good corporate
governance, kualitas audit, dan leverage tidak berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.31
Tabel 2.1
Penelitan Terlebih Dahulu
No Nama
Penelitian
Judul
Penelitian
Hasil
Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Tuti
Sriwedari
(2012)
Pengaruh
Good
Corporate
Governance,
Manajemen
Laba dan
Kinerja
Keuangan
Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2006-
2008
Kepemilikan
institusional,
dan
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif tidak
signifikan
terhadap
manajemen
laba, proporsi
dewan
komisaris
independen
berpengaruh
tidak
signifikan
terhadap
manajemen
laba, dan
komite audit
berpengaruh
positif tidak
signifikan
terhadap
manajemen
laba
1. Pengolahan
data
menggunaka
n SPSS
2. Pengambilan
metode
purposive
sampling
1. Pada penelitian
terdahulu
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
2. Teknik
menggunakan
analisis regresi
berganda
2. Arri Pengaruh Asimerti 1. Pengolahan 1. Pada penelitian
31
Satiman, “pengaruh free cash flow, good corporate governance, kualita audit, dan
leverage terhadap manajemen laba” p-ISSN 2615-3009 e-ISSN 2621-3389 Vol. 2, No. 3, july
2019 hlm 319
27
Wiryadi,
dan Nurzi
Sebrina
(2013)
Asimerti
Informasi,
Kualitas
Audit, dan
Struktur
Kepemilikan
terhadap
Manajemen
Laba pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
(BEI) Tahun
2007-2010
informasi,
kualitas
audit,
kepemilikan
manajerial,
dan
kepemilikan
institusional
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen
laba
data
menggunaka
n program
SPSS
2. Pengambilan
sampel
menggunaka
n purposive
sampling
terdahulu objek
penelittian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
2. Teknik analisis
menggunakan
analisis regresi
berganda
3. Dian
Agustia
(2013)
Pengaruh
Free Cash
Flow dan
Kualitas
Audit
terhadap
Manajemen
Laba Pada
Perusaahaan
Manufaktur
yang
terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2007-
2011
Free cash
flow
berpengaruh
negatif
terhadap
manajemen
laba, dan
kualitas
audit tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba.
1. Teknik
pengambilan
sampel
secara
purposive
sampling
2. Pengolahan
data
menggunaka
n SPSS
1. Pada penelitian
terdahulu objek
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
2. Alat penguji
data
menggunakan
casewise
diagnostics
3. Teknik analisis
menggunakan
multiple
regression
analysis
4. Afifa
Nabila
(2013)
Pengaruh
Proporsi
Dewan
Komisaris
Independen,
Komite
Audit, dan
Reputasi
Auditor
terhadap
Manajemen
Laba pada
Perusahaan
Proporsi
dewan
komisaris
independen
berpengaruh
negatif
terhadap
manajemen
laba, dan
komite audit,
ukuran
komite audit
tidak
1. Pengolahan
sampel
menggunaka
n metode
purposive
sampling
2. Pengolahan
data
menggunaka
n
3. SPSS 19
1. Penelitian
terdahulu objek
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
2. Metode
penelitian
menggunakan
eksplanatory
3. Teknik
menggunakan
analisis regresi
28
Manufaktur
yang
terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2008-
2010
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba
linear berganda
5. Tegar
Rahardi
dan Andri
Prastiwi
(2014)
Pengaruh
Corporate
Governance
terhadap
Manajemen
Laba pada
Perusahaan
Manufktur
yang
terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2009-
2012
Proporsi
dewan
komisaris
independen
tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba,
sedangkan
komite audit,
struktur
kepemilikan
manajerial
dan struktur
kepemilikan
institusional
berpengaruh
negatif
terhadap
manajemen
laba.
1. Pengambilan
sampel
menggunaka
n purporsive
sampling
2. Pengolahan
data
menggunaka
n SPSS
1. Pada penelitian
terdahulu objek
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
6. Luh Made
Dwi
Parama
Yogi, dan
I Gusti
Ayu Eka
Damayant
hi (2016)
Pengaruh
Arus Kas
Bebas,
Capital
Adequacy
Ratio, dan
Good
Corporate
Governance
terhadap
Manajemen
Laba Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
terdaftar di
Bursa Efek
Arus kas
bebas
berpengaruh
negatif
terhadap
manajemen
laba,
sebaliknya
capital
adequancy
ratio
berpengaruh
positif
terhadap
manajemen
laba, dewan
komisaris
1. Pengelohan
data
menggunaka
n metode
purposive
sampling
2. Pengolahan
data
menggunaka
n SPSS
1. Pada penelitian
terdahulu objek
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
2. Teknik
menggunakan
analisis regresi
linear berganda
29
Indonesia
Tahun 2009-
2014
independen,
komite audit,
kepemilikan
institusional
tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba.
7. Selvy
Yulita
Abdillah,
R.
Anatasia
Endang
Susilawat
i, dan
Nanang
Purwanto
(2016)
Pengaruh
Corporate
Governance
terhadap
Manajemen
Laba pada
Perusahaan
Manufaktur
di Bursa
Efek
Indonesia
Tahun 2013-
2014
Komite audit
berpengaruh
negatif
terhadap
manajemen
laba,
komisaris
indenpenden
dan
kepemilikan
institusional
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
manjemen
laba,
sedangkan
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
manajemen
laba.
1. Pengelohan
data
menggunaka
n purposive
sampling
2. Pengelolah
data
menggunaka
n SPSS
1. Pada penelitian
terdahulu objek
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
2. Jenis penelitian
menggunakan
explanatory
research
3. Teknik
menggunakan
analisis regresi
linier berganda
8. Yuliani
Almalita
(2017)
Pengaruh
Corporate
Governance
dan Faktor
lainnya
terhadap
Manajemen
Laba pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Leverage dan
market to
book
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba,
sebaliknya
ukuran
komite
audit,
1. Pengelohan
data
menggunaka
n purporsive
sampling
2. Pengolahan
data
menggunaka
n SPSS 19
1. Pada penelitian
terdahulu objek
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
2. Teknik
menggunaka
analisis regresi
berganda
30
terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2012-
2013
proporsi
komisaris
independen,
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial,
ukuran
dewan
komisaris,
free cash
flow,
profitabilitas
, rugi
keuangan,
kualitas
audit, dan
ukuran
perusahaam
tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba
9. Emy Puji
Puspitasar
i, Nur
Diana,
dan M.
Cholid
Mawardi
(2019)
Pengaruh
Faktor Good
Corporate
Governance,
Free Cash
Flow, dan
Leverage
terhadap
Manajemen
Laba pada
Perusahaan
Batu Bara
yang
terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2013-
2015
Secara parsial
dewan
komisaris
independen,
ukuran
komite audit,
kepemilikan
institusional,
leverage, dan
free cash
flow
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
manajemen
laba, dan
kepemilikan
manajerial
tidak
berpengaruh
terhadap
1. Pengelohaan
data
menggunaka
n purporsive
sampling
2. Pengolahan
data
menggunaka
n SPSS
1. Pada penelitian
terdahulu objek
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
2. Teknik
menggunaka
analisis regresi
linier berganda
31
manajemen
laba
10. Satiman
(2019)
Pengaruh
Free Cash
Flow, Good
Corporate
Governanve,
Kualitas
Audit, dan
Leverage
terhadap
Manajemen
Laba Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
(2012-2017)
Free cash
flow
berpengaruh
negatif
terhadap
manajemen
laba, good
corporate
governance,
kualitas audit
dan leverage
tidak
bepengaruh
signifikan
terhadap
manajemen
laba.
1. Pengolahan
data
menggunaka
n purporsive
sampling
2. Pengolahan
data
menggunaka
n SPSS
1. Pada penelitian
terdahulu objek
penelitian di
BEI sedangkan
pada penelitian
ini di ISSI
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap
Manajemen Laba
Corporate governance adalah sebagai seperangkat peraturan yang
menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta peran pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan.32
Teori keagenan yang menyatakan bahwa hubungan keagenan itu
terjadi ketika investor memberikan kepercayaan kepada manajer
32
Sochib, “Good Corporate Governance, Manajemen Laba, Dan Kinerja Keuangan”
(Yogyakarta: Penerbit CV Bumi Utama, 2016), hlm 25
32
perusahaaan untuk mengelola perusahaaan. Berarti bahwa semakin besar
proporsi dewan komisaris independen menyebabkan kurang efektif
komunikasi dan koordinasi antar dewan komisaris independen sehingga
proses pengawasan terhadap manajer tidak optimal dan akhirnya dapat
menurunkan kinerja perusahan maka semakin besar juga kemungkinan
terjadi manajemen laba
Penelitian yang dilakukan oleh tegar rahardi dan andri prastiwi
(2014)33
menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan untuk variabel lain
yaitu komite audit, struktur kepemilikan manajerial, struktur institusional
memiliki pengaruh negatif terhadap manajemen laba. Penelitian yang
dilakukan oleh Selvy Yulita Abdillah, R. Anastasia Endang Susilawati,
dan Nanang Purwanti (2016)34
menyatakan bahwa komite audit
berpengaruh negatif, komisaris independen, dan kepemilikan institusional
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan
kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Kadek Emi Kristiani, Ni
Luh Gede Emi Sulindawati, dan Nyoman Trisna Herawati (2014)35
menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan
33
Rahardi Tegar dan Prastiwi Andri, “ pengaruh corporate governance terhadap
manajemen laba” Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, hlm 1-14 ISSN: 2337-3806 34
Abdillah Selvy Yulita, Susilawati R. Anastasia Endang, dan Purwanto Nanang,
“pengaruh good corporate governance terhadap manajemen laba” Journal riset mahasiswa
akuntansi (JRMA) ISSN: 2237-56 Volume: XX 35
Kristiani Kadek Emi, “pengaruh mekanisme corporate governance dan ukuran
perusahaan terhadap manajemen laba” e-Journal S2 Ak Universitas Ganesha Volume: 2 No. 1
Tahun 2014
33
komposisi dewan komisarsi independen tidak berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba, ukuran dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap manajemen laba, sedangkan komite audit dan ukuran perusahaan
berpengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba.
2. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Manajemen Laba
Kepemilikan manajerial sangat menentukan terjadinya manajemen
laba, karena kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan
dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan
pada perusahaan mereka kelola. Hal ini dapat menyebabkan para manajer
yang memiliki saham perusahaan cenderung mengambil kebijakan untuk
mengola laba dengan sudut pandang keinginan investor. Secara umum
dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak
manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba. Hal ini
telah dikemukakan oleh teori keagenan yang menjelaskan hubungan
keagenan terjadi ketika investor dan manajer perusahaan dapat terjalin
dengan baik.
3. Pengaruh Arus Kas Bebas terhadap Manajemen Laba
Arus kas bebas (free cash flow) adalah arus kas yang benar-benar
tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang saham dan pemilik
utang) setelah perusahaan melakukan investasi dalam asset tetap produk
baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi
34
yang sedang berjalan.36
Sesuai dengan teori keagenan (teori agensi)
dimana kepentingan pihak principal juga akan terpenuhi karena arus kas
bebas perusahaan yang tinggi menunjukkan bagaimana kemapuan
perusahaan dalam membagikan dividen, sehingga dengan arus kas bebas
yang tinggi tanpa adanya manajemen laba perusahaan sudah bisa
memberikan dividen yang tinggi pada pemegang saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Luh Made Dwi Parama Yogi, dan I
Gusti Ayu Eka Damayanthi (2016)37
menyatakan bahwa arus kas bebas
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sebaliknya capital
adequancy ratio berpengaruh positif terhadap manajemen laba, GCG yang
diproksi denan dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan
manajerial, dan kepemilikan institusioal tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Emy Puji Puspitasari, Nur
Diana, dan M. Cholid Mawardi (2019)38
menyatakan bahwa dewan
komisrais independen, ukuran komite audit, kepemilikan institusional,
leverage, dan free cash flow berpengaruh positif dan signifikan terhadap
manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial tidak mempunyai
pengaruh terhadap manajemen laba.
36
Houston dan Brigham, “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Essentials Of Financial
Management” (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2015), hlm 67 37
Yogi Luh Made Dwi Paramana dan Damayanthi I Gusti Ayu Eka, “pengaruh arus kas
bebas, capital adequancy ratio dan good corporate governance” ISSN: 2302-8556 E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana Vol.15.2 Mei (2016): 1056-1058 38
Puspitasari Emy Puji, Diana Nur, dan Mawardi Cholid, “pengaruh factor good
corporatd governance, free cash flow, dan leverage” E-JRA Vol. 08 No. 03 Februari 2019
35
D. Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tijauan
penelitian terdahulu maka kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber : Diolah oleh peneliti, 2019
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian dan kerangka pemikiran yang digambarkan di atas
maka penulis merumuskan suatu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1) Ho1 = Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
Index Saham Syariah Indonesia.
2) Ho2 = Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Manajemen Laba
Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Index Saham
Syariah Indonesia.
Arus Kas Bebas
Manajemen
Laba
H1
H2
H3
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen
Kepemilikan
Manajerial