Transcript

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Alasan Pemilihan Judul

Judul merupakan unsur pokok yang harus terdapat dalam sebuah karya

tulis, baik dalam karya tulis yang bersifat ilmiah maupun non ilmiah. Dengan

adanya judul, maka pembaca akan lebih mudah untuk menemukan atau

memperkirakan fokus yang menjadi bahasan yang akan dibaca dalam karya

tulis tersebut. Dalam karya tulis, judul berfungsi sebagai penunjuk untuk

menunjukkan kepada pembaca mengenai hakekat dari obyek dan fokus

penelitian, wilayah, serta metode yang digunakan.

Penelitian ini mengambil judul tentang “Evaluasi Program Keluarga

Harapan Berbasis Masyarakat”

Secara teoritis, judul dalam penelitian ini memiliki keterkaitan dengan

ilmu yang digeluti serta terdapat aspek aktualitas dan orisinalitas. Berikut

alasan-alasan yang mendasari penelitian dengan judul tersebut antara lain:

I.1.1. Aktualitas

Hingga saat ini, Indonesia masih dihadapkan dengan permasalahan

kemiskinan yang tak kunjung usai dalam penanganannya.

Permasalahan kemiskinan yang ada di Indonesia telah membentuk

suatu rantai kemiskinan yang apabila tidak ditangani secara bijak,

maka masyarakat miskin akan terus berada pada rantai kemiskinan

2

tersebut. Untuk menangani permasalahan kemiskinan di Indonesia,

sebenarnya telah banyak kebijakan yang dirancang dan diterapkan oleh

pemerintah dalam upaya pemberantasan kemiskinan. Namun, pada

kenyataannya kebanyakan dari kebijakan tersebut, justru menimbulkan

permasalahan baru dan menambah beban pemerintah dalam upaya

penyelesaiannya. Seperti hasil evaluasi mengenai Program Bantuan

Siswa Miskin (BSM) yang dikemukakan oleh Dr. Elan Satriawan

bahwa, masih banyak ditemukan permasalahan pada program tersebut,

salah satunya adalah Bantuan Siswa Miskin (BSM) hanya menutupi

30% dari biaya pendidikan (ugm.ac.id). Hal ini menunjukkan bahwa,

program-program yang selama ini digulirkan oleh pemerintah, yang

tujuannya adalah untuk membantu masyarakat miskin, belum mampu

menunjukkan hasil yang efektif terhadap perubahan kondisi kehidupan

masyarakat miskin, dalam memenuhi kebutuhan yang ada dalam

hidupnya. Oleh karena itu, isu mengenai program-program

pengentasan kemiskinan masih sangat menarik untuk dibahas,

terutama dalam hal evaluasi program.

I.1.2. Orisinalitas

Pada orisinalitas penulisan karya tulis sebuah penelitian,

seharusnya merupakan hasil karya asli dari seorang peneliti, dan bukan

hasil dari jiplakan (plagiat) pada penelitian sebelumnya. Sudah banyak

hasil dari penelitian sebelumnya, yang juga membahas mengenai

Program Keluarga Harapan (PKH) yang diterapkan hampir diseluruh

3

daerah di Indonesia. Sebagai contoh penelitian yang ditulis oleh

Slamet Agus Purwanto, Sumartono, dan M. Makmur, Jurusan Ilmu

Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, pada tahun 2013,

mengenai “Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan

(PKH) dalam Memutus Rantai Kemiskinan di Kecamatan Mojosari,

Kabupaten Mojokerto”. Penelitian tersebut lebih berfokus kepada

pengamatan dari proses berjalannya Program Keluarga Harapan (PKH)

dari segala aspek yang terkait dalam upaya memutus rantai

kemiskinan, di Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Selain itu,

penelitian lain mengenai Program Keluarga Harapan (PKH) juga

dilakukan oleh Debora Hemi Manongko pada tahun 2011 mengenai,

“Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan di Kecamatan

Belang Kabupaten Minahasa Tenggara”. Penelitan tersebut bertujuan

untuk mengetahui ketersesuaian jalannya Program Keluarga Harapan

terhadap pedoman dan ketentuan umum dari penyelenggaraan Program

Keluarga Harapan (PKH). Sedangkan pada penelitian ini, peneliti

memiliki tema yang agak berbeda dengan penelitian tersebut, yaitu

“Evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) Berbasis Masyarakat di

Desa/Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Bantul, DIY”.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengevaluasi pelaksanaan Program

Keluarga Harapan (PKH) dengan berbasis kepada masyarakat, yang

ada di Desa/Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Bantul, DIY.

4

I.1.3. Relevansi dengan Jurusan Ilmu Pembangunan Sosial dan

Kesejahteraan

Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan

cabang ilmu sosial yang mempelajari berbagai aspek mengenai

kehidupan sosial yang ada dimasyarakat dan bersifat kompleks,

dengan berbagai permasalahan yang muncul beserta solusi dalam

penyelesaiaanya.

Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan memiliki 3

konsentrasi yaitu Social Policy, Community Development, dan

Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam penelitian ini, fokus

yang akan dibahas adalah mengenai Program Keluarga Harapan (PKH)

yang juga termasuk dalam salah satu konsentrasi Jurusan

Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, yaitu Kebijakan Sosial

(Social Policy). Program Keluarga Harapan (PKH) ini merupakan

bagian dari kebijakan pemerintah yang dirancang sebagai jembatan

untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan, terutama pada bidang

kesehatan dan pendidikan.

I.2 Latar Belakang

Permasalahan kemiskinan nampaknya masih menjadi permasalahan yang

masih sulit untuk diselesaikan bagi negara-negara berkembang hingga saat ini,

salah satunya adalah Negara Indonesia. Padahal, apabila dilihat dari sumber

daya alamnya, Indonesia termasuk negara yang kaya. Jika sumber daya alam

5

tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, tentunya dapat mencukupi

kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia secara layak. Berdasarkan hasil

sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah

penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa (BPS, 2010), dan 27,73 juta

jiwa (BPS, September 2014) diantaranya, masih hidup dibawah garis

kemiskinan. Tingginya jumlah penduduk miskin di Indonesia, menunjukan

masih buruknya penanganan permasalahan kemiskinan yang ada di Indonesia.

Berbagai kebijakan penanganan kemiskinan telah diupayakan oleh pemerintah

Indonesia, dengan harapan bahwa kebijakan tersebut dapat mengurangi angka

kemiskinan. Namun, pada kenyataannya kebijakan pemerintah justru

cenderung menambah permasalahan baru yang semakin kompleks.

Permasalahan kemiskinan yang masih sulit untuk diselesaikan hingga saat

ini, tentunya memiliki penyebab pada awal kemunculannya. Pada dasarnya,

kemiskinan dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu secara Struktural dan

Kultural. Kemiskinan Struktural merupakan kemiskinan yang terjadi bukan

dikarenakan ketidakmampuan si miskin untuk bekerja (malas), melainkan

karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan

kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin untuk bekerja.

Sedangkan Kemiskinan Kultural merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian

diri sekaligus merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal

mereka dalam masyarakat yang berstrata kelas, individualis dan berciri

kapitalis (Edi Suharto, 2010). Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan

Kultural ini, akan menjadi dasar dari penyebab munculnya permasalahan

6

kemiskinan, yang dapat disebabkan dari permasalahan sistem kebijakan

maupun sikap yang dihasilkan dari budaya masyarakat miskin.

Permasalahan kemiskinan yang saat ini muncul, dapat dihubungkan

dengan dua penyebab kemiskinan tersebut. Kebijakan maupun program

pemberantasan kemiskinan yang digulirkan oleh pemerintah, memang

diperuntukkan bagi masyarakat miskin. Tetapi pada kenyataannya, program

maupun kebijakan yang ada, kurang memperhatikan kondisi dan kebutuhan

masyarakat. Dalam menyusun program dan kebijakan, pemerintah cenderung

melihat secara top down, sehingga program yang digulirkan kurang

memberikan manfaat kepada masyarakat, karena sulitnya akses dan

ketidaksesuaian program terhadap kebutuhan masyarakat. Selain itu,

kebudayaan masyarakat yang cenderung sering menerima bantuan, juga dapat

menumbuhkan budaya malas dan bergantung, sehingga masyarakat sulit

untuk mengembangkan diri, dan mengusahakan kebutuhannya secara

mandiri. Kemiskinan yang masih menjadi permasalahan dan masih sulit

untuk diselesaikan, merupakan tanggung jawab pemerintah. Dalam upaya

penyelesaiannya, pemerintah telah menyusun berbagai kebijakan yang

seringkali diwujudkan melalui berbagai program bantuan pengentasan

kemiskinan, seperti penjelasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Seringkali

pemerintah hanya merumuskan kebijakan dengan melihat secara top down

dalam mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan masyarakat.

Seharusnya, untuk mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada di

masyarakat, pemerintah hendaknya menggunakan identifikasi secara bottom

7

up, sehingga apa yang akan diberikan kepada masyarakat dapat sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi dimasyarakat (Soetomo, 2013).

Hingga saat ini, telah banyak program pemerintah yang sudah digulirkan,

dengan tujuan mengurangi beban masyarakat miskin dalam memenuhi

kebutuhannya. Program-program bantuan tersebut merupakan bagian dari

realisasi kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah, dengan

menggunakan strategi-strategi kebijakan yang ada. Program-program yang

diperuntukkan untuk mengurangi permasalahan kemiskinan, sering disebut

juga dengan Program Pengentasan Kemiskinan. Setelah orde baru, program-

program mengenai pengentasan kemiskinan, diawali oleh pemerintah yang

telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, mengenai

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan Presiden tersebut

diterbitkan sebagai penyempurnaan Peraturan Persiden yang sebelumnya,

yaitu Peraturan Presiden No 13 Tahun 2009, mengenai Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan. Dari diterbitkannya Peraturan Presiden

tersebut, kemudian dibentuklah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan (TNP2K) ditingkat pusat yang keaggotaannya terdiri dari unsur

pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya.

Sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, dibentuk Tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota (TNP2K,

2011).

Melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K),

kemudian dibuatlah instrumen pokok penanggulangan kemiskinan, yang

8

dijadikan menjadi beberapa kluster dalam Program Pengentasan Kemiskinan.

Kluster I merupakan Bantuan Sosial Terpadu berbasis Keluarga. Program

Bantuan Kluster 1 ini, ditujukan untuk mengurangi beban rumah tangga

miskin melalui peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan,

air bersih dan sanitasi. Contoh program pengentasan kemiskinan yang

menjadi bagian dari Kluster 1 adalah Program Keluarga Harapan (PKH),

Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Program Beras untuk

Keluarga Miskin (RASKIN). Untuk Kluster II, merupakan penanggulangan

kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program Bantuan Kluster II

ini ditujukan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas

kelompok masyarakat miskin, untuk terlibat dalam pembangunan yang

didasarkan pada prinsip-prinsip. Contoh program pengentasan kemiskinan

yang menjadi bagian dari Kluster II adalah Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) dan Program Perluasan, dan Pengembangan

Kesempatan Kerja/ Padat Karya Produktif. Dan Kluster III merupakan

penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro

dan kecil. Program bantuan Kluster III ini ditujukan untuk memberikan akses

dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Contoh

program pengentasan kemiskinan yang menjadi bagian dari Kluster III adalah

Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Bersama (KUBE). (TNP2K,

2011)

9

Menyusul 3 Kluster Program Bantuan Pengentasan Kemiskinan yang

sebelumnya telah ditetapkan, Pemerintah kemudian menerbitkan Keputusan

Presiden Nomor 10 Tahun 2011, mengenai Tim Koordinasi Peningkatan dan

Perluasan Program Pro-Rakyat. Upaya peningkatan dan perluasan Program

Pro Rakyat ini, kemudian di kelompokan menjadi Kluster IV. Contoh dari

program yang menjadi bagian dari Kluster IV adalah Program Rumah Sangat

Murah, Program Kendaraan Angkutan Umum Murah, Program Air Bersih

untuk Rakyat, Program Listrik Murah dan Hemat, Program Peningkatan

Kehidupan Nelayan, dan Program Peningkatan Kehidupan Masyarkat Miskin

Perkotaan (TNP2K, 2011). Program-program tersebut digulirkan berdasarkan

subyek dan kondisi dari masyarakat miskin, yang sebelumnya telah dilakukan

pendataan maupun survey, untuk menetapkan pantas atau tidaknya

masyarakat miskin tersebut menerima bantuan, dengan tujuan ketepatan

sasaran.

Program-program yang menjadi bagian dari strategi penanggulangan

kemiskinan tersebut, telah direncanakan dan disertai dengan berbagai macam

persyaratan, prosedur, dan tujuan sebagai pedoman pada implementasinya.

Namun, berdasarkan hasil evaluasi program-program penanggulangan

kemiskinan yang telah dilaksanakan, masih banyak ditemukan kegagalan dan

ketidakefektifan program yang dikarenakan adanya penyimpangan terhadap

aturan yang telah ditetapkan. Seperti hasil evaluasi pada Program Bantuan

Siswa Miskin (BSM), yang dikemukakan oleh Dr. Elan Satriawan dalam

seminarnya yang berjudul “Peningkatan Kualitas Pembangunan Daerah

10

melalui Penerapan Perencanaan dan Penganggaran Berbasis Bukti”. Dr. Elan

Satriawan mengemukakan bahwa, masih banyak ditemukan permasalahan,

yaitu Bantuan Siswa Miskin (BSM) justru diterima oleh seluruh kelompok

pendapatan. Bantuan Siswa Miskin (BSM) hanya menutupi 30% dari biaya

pendidikan, dan periode pendistribusian Bantuan Siswa Miskin (BSM) belum

mengikuti periode tahun ajaran (ugm.ac.id). Melalui hasil evaluasi dari

Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) tersebut menunjukkan bahwa,

program-program pengentasan kemiskinan yang telah diimplementasikan

kepada masyarakat, belum sepenuhnya memberikan manfaat yang nyata

dalam mengurangi beban masyarakat miskin. Di dalam evaluasi tersebut,

masih ditemukan ketidaksesuaian terhadap prosedur dan tujuan yang ingin

dicapai dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM).

Sama halnya seperti Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga

Harapan (PKH) juga merupakan bagian dari Program Bantuan Pengentasan

Kemiskinan Kluster I, yaitu Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga.

Program Keluarga Harapan (PKH) ini termasuk dalam Program Conditional

Cash Transfer (CCT), atau sering disebut juga dengan Bantuan Tunai

Bersyarat (BTB). Program Conditional Cash Transfer (CCT) ini, dianggap

berhasil dalam menangani permasalahan kemiskinan dibeberapa negara

berkembang. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia kemudian mengadopsi

Program Conditional Cash Transfer (CCT) ini, ke dalam bentuk Program

Keluarga Harapan (PKH), yang diperuntukkan bagi Keluarga Sangat

Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin. Kemudian, Program Keluarga

11

Harapan (PKH) mulai digulirkan oleh pemerintah pada tahun 2007.

(Pedoman Umum PKH, 2013)

Program Keluarga Harapan (PKH) dimaksudkan untuk melaksanakan

percepatan penanggulan kemiskinan sekaligus melakukan pengembangan

kebijakan di bidang perlindungan sosial kepada masyarakat miskin, dalam

rangka mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan sosial, sekaligus

memotong rantai kemiskinan yang terjadi di Indonesia selama ini. Tujuan

dari dilaksanakannya Program Keluarga Harapan (PKH) adalah untuk

meningkatkan jangkauan dan aksesibilitas Keluarga Sangat Miskin/Rumah

Tangga Sangat Miskin (KSM/RTSM) terhadap pelayanan pendidikan dan

kesehatan. Untuk jangka pendek, program ini diharapkan mampu mengurangi

beban pengeluaran Keluarga Sangat Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin

(KSM/RTSM) dengan memberikan bantuan uang tunai. Sedangkan untuk

jangka panjangnya, program ini diharapkan mampu merubah pola pikir dan

perilaku masyarakat, serta adanya perubahan yang berkesinambungan

terhadap kesehatan ibu hamil, balita, serta tingkat pendidikan Keluarga

Sangat Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin (KSM/RTSM) (Pedoman

Umum PKH, 2013).

Program Keluarga Harapan (PKH) ini juga, dimaksudkan untuk

berkontribusi dalam percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

atau yang disebut dengan Millenium Development Goals (MDGs). Dalam

Program Keluarga Harapan (PKH) ini, terdapat 5 komponen yang terkait

dengan tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan tersebut

12

adalah penanggulangan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, pencapaian

pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan, pengurangan angka kematian anak dan peningkatan kesehatan

bagi ibu hamil dan menyusui (Pedoman Umum PKH, 2013). Aspek

kebutuhan dasar manusia yang terkait dengan Program Keluarga Harapan

(PKH) adalah Aspek Pendidikan dan Aspek Kesehatan. Oleh karena itu,

Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan program dari Kementrian

Sosial, yang kemudian bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, Kementrian Kesehatan, Kementrian Agama, dan Kementrian

Ketenagakerjaan, dalam upaya mempermudah akses masyarakat miskin

terhadap pelayanan kesehatan maupun pelayanan pendidikan.

Berdasarkan hasil survey untuk bidang kesehatan, pada tahun 2000 hingga

2005 terdapat penambahan kasus gizi buruk dari angka 24,5% pada tahun

2000 menjadi 29% pada tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2007 terjadi

penurunan angka gizi buruk, yaitu menjadi 18,4% (Riskesdas, 2007). Pada

tahun 2010, angka gizi buruk pada balita sempat mengalami penurunan, yaitu

sebesar 17,9 dan pada tahun 2013, angka gizi buruk pada balita, kembali

mengalami peningkatan dengan angka presentase mencapai 19,6%

(Riskesdes, 2013). Tingginya angka gizi buruk, akan berdampak kepada

menurunnya produktivitas masyarakat termasuk dalam hal pendidikan.

Rendahnya kesehatan yang dialami oleh siswa yang berasal dari keluarga

miskin akan berpengaruh juga terhadap rendahnya kehadiran pada kegiatan

13

belajar mengajar disekolah. Hal ini tentunya akan menghambat prestasi

mereka dan masa depan mereka.

Sedangkan dalam bidang pendidikan, sebagian dari anak Keluarga Sangat

Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin (KSM/RTSM), masih terdapat anak

yang sama sekali belum pernah mengenyam bangku pendidikan karena alasan

keterbatasan biaya dan membantu orangtua untuk mencari nafkah. Meskipun

saat ini angka partisipasi sekolah sudah cukup tinggi, tetapi dapat diketahui

bahwa banyak diantaranya anak-anak yang berasal dari Keluarga Sangat

Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin (KSM/RTSM) mengalami putus

sekolah. Menurut data dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, setiap

tahunnya terdapat 1,5 juta anak yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang

yang lebih tinggi (voaindonesia.com). Kondisi inilah yang pada akhirnya

membuat kualitas penerus keluarga miskin menjadi rendah dan terperangkap

dalam lingkaran kemiskinan (Pedoman Umum PKH, 2013).

Pada umumnya, Program Keluarga Harapan (PKH) ini, dilaksanakan

hampir serentak diseluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang

memiliki jumlah masyarakat miskin dengan angka yang tinggi. Di Indonesia

sendiri, jumlah Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) untuk setiap

tahunnya terus mengalami penambahan. Seperti pada tahun 2013, penerima

Program Keluarga Harapan (PKH) berjumlah 2.400.000 dan yang terealisasi

berjumlah 2. 326.523 Keluarga Sangat Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin

(KSM/RTSM), sedangkan pada tahun 2014 target dari penerima Program

Keluarga Harapan (PKH) ditingkatkan menjadi 3.200.000 Keluarga Sangat

14

Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin (KSM/RTSM). Untuk tahun 2015 ini,

pemerintah akan menambahkan jumlah penerima Program Keluarga Harapan

(PKH) sebanyak 500.000 Keluarga Sangat Miskin/Rumah Tangga Sangat

Miskin (KSM/RTSM). Penambahan jumlah penerima Pogram Keluarga

Harapan (PKH) disetiap tahunnya, bertujuan untuk memperluas bantuan

kepada masyarakat miskin yang ada diseluruh daerah, di Indonesia

(tnp2k.go.id).

Salah satu daerah yang menjadi sasaran dari Program Keluarga Harapan

(PKH) ini adalah Kabupaten Bantul yang terletak di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Bantul, selama ini dianggap aktif dalam

menjalankan program ini, karena banyak masyarakat yang ada di Kabupaten

Bantul telah menjadi peserta Program Keluarga Harapan (PKH). Program

Keluarga Harapan (PKH) ini aktif dilaksanakan di Kabupaten Bantul

Yogyakarta, karena sebagian besar masyarakat Kabupaten Bantul masih

hidup dibawah garis kemiskinan dan masuk di dalam kriteria Program

Keluarga Harapan (PKH). Jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Bantul

pada tahun 2014 berjumlah 122.021 jiwa (tkpk.bantulkab.go.id). Mayoritas

Pekerjaan dari penduduk Kabupaten Bantul bekerja sebagai buruh yang tidak

tetap penghasilannya, sehingga faktor pendapatanlah yang menjadi penyebab

utama dari permasalahan kemiskinan yang ada di Kabupaten Bantul,

Yogyakarta (Profil Kemiskinan Kabupaten Bantul, 2007). Banyaknya

Keluarga Miskin di Kabupaten Bantul juga disebabkan oleh Bencana Alam

Gempa Bumi yang terjadi pada tahun 2006. Bencana tersebut telah merenggut

15

ribuan korban jiwa khususnya masyarakat Bantul. Akibat bencana tersebut,

banyak masyarakat Bantul yang kehilangan rumah dan harta benda mereka

karena telah diluluh lantahkan oleh gempa bumi. Masyarakat Bantul

kemudian hidup pada kondisi yang serba kekurangan karena harus

membangun kehidupan mereka dari awal kembali. Tepat setahun setelah

terjadinya bencana tersebut pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan

yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) yang dapat membantu Keluarga

Miskin yang ada di Kabupaten Bantul karena adanya bencana tersebut.

Angka keikutsertaan terhadap Program Keluarga Harapan (PKH) di

Kabupaten Bantul menunjukkan angka yang cukup besar, dengan jumlah

penerima Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 877 Keluarga Sangat

Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin (KSM/RTSM) (Rekapitulasi Data

PKH, 2008). Untuk mengetahui apakah Program Keluarga Harapan (PKH)

yang digulirkan di Kabupaten Bantul, telah memberikan manfaat perubahan

terhadap masyarakat miskin yang mendapatkan bantuan tersebut, maka

diperlukan adanya evaluasi terhadap Program Keluarga Harapan (PKH) yang

dijalankan di Kabupaten Bantul, khususnya Desa/Kelurahan Tamantirto,

Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Evaluasi yang

dilakukan, tentunya harus melibatkan masyarakat. Evaluasi dalam hal ini,

disebut juga Evaluasi Program dengan berbasis kepada masyarakat. Dalam

Evaluasi Program dengan berbasis kepada masyarakat ini, diharapkan agar

masyarakat aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada pada program,

serta dapat mengetahui potensi maupun kebutuhan yang ada pada dirinya.

16

Sehingga melalui evaluasi ini, masyarakat akan mengalami perubahan yang

berguna bagi dirinya. Dalam melakukan evaluasi ini, tentunya juga dapat

diketahui seberapa besar program ini dapat memberikan hasil-hasil ataupun

pencapaian, yang pada awalnya telah ditetapkan sebagai tujuan dari Program

Keluarga Harapan (PKH) (ACCES Seri, Evaluasi Dampak Berbasis

Masyarakat).

I.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian kali ini adalah sebagai berikut :

- Bagaimanakah hasil evaluasi dari Program Keluarga Harapan (PKH)

dengan berbasis kepada masyarakat, di Desa Tamantirto, Kecamatan

Kasihan, Bantul, Yogyakarta?

I.4. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian

I.4.1. Tujuan Penelitian

I.4.1.1. Tujuan Operasional

1. Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan skripsi

sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana, di Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM.

2. Memberikan tambahan referensi bagi civitas akademika, baik

oleh peneliti umum maupun yang berasal dari Jurusan

Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, terutama terhadap isu

yang terkait dengan Kebijakan Sosial.

17

3. Sebagai penerapan ilmu yang telah dipelajari dalam studi

Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan.

I.4.1.2. Tujuan Substansial

Tujuan Substansial dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui hasil Evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH)

dengan berbasis masyarakat dan memberikan gambaran

mengenai pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH)

yang ada di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Bantul

Yogyakarta

I.4.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah referensi yang

dimiliki oleh Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK),

FISIPOL, UGM dan bermanfaat bagi pihak-pihak dari kalangan

akademis maupun non akademis yang berkepentingan dan terkait

dengan penelitian ini.

I.5. Tinjauan Pustaka

I.5.1. Konsep Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial

Di dalam penelitian ini, konsep yang peneliti gunakan adalah Konsep

Kebijakan Publik yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye. Thomas R. Dye

merupakan salah satu tokoh yang mengemukakan mengenai konsep dari

kebijakan publik. Kebijakan Publik pada dasarnya merupakan bagian dari

studi Ilmu Administrasi yang bersifat multidisipliner, karena banyak

meminjam teori, metode, dan teknik dari Studi Ilmu Sosial, Ilmu Ekonomi,

18

Ilmu Politik, dan Ilmu Psikologi. Studi mengenai Kebijakan Publik ini

pertama kali berkembang pada awal tahun 1970, dengan munculnya tulisan

dari Harold D. Laswell mengenai Policy Sciences. Fokus utama dari studi

Kebijakan Publik ini adalah, penyusunan agenda kebijakan, formulasi

kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Thomas R. Dye (1981 :1) mengemukakan

bahwa, Kebijakan Publik merupakan apapun pilihan pemerintah untuk

melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments

choose to do or not to do). Defenisi tersebut mengandung makna bahwa

Kebijakan Publik dibuat oleh pemerintah, bukan merupakan organisasi swasta

serta kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak

dilakukan oleh badan pemerintah (Subarsono, 2013).

Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Thomas R. Dye, James

Anderson (1979 : 3) mendefinisikan bahwa, kebijakan publik merupakan

kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah, walaupun

dapat kita ketahui bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor

dan faktor dari luar pemerintah. Selain itu, David Easton juga

mengungkapkan pandangannya bahwa, ketika pemerintah membuat kebijakan

publik, maka ketika itu pula pemerintah mengalokasikan nilai-nilai kepada

masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di

dalamnya. Harold Laswell dan Abraham Kaplan juga berpendapat bahwa

Kebijakan Publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktik - praktik

sosial yang ada di dalam masyarakat (Dikutip Thomas R. Dye, 1981). Hal ini

kemudian dapat diartikan bahwa Kebijakan Publik hendaknya tidak boleh

19

bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat. Apabila

Kebijakan Publik tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di

masyarakat, maka Kebijakan Publik tersebut akan mendapatkan resistensi

ketika diimplementasikan. (Subarsono,2013)

Kebijakan dalam implementasinya juga dapat berbentuk menjadi suatu

sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen pembentuknya. Seperti yang

digambarkan oleh Thomas R. Dye (dalam Dunn : 2000), bahwa kebijakan

terdiri dari elemen kebijakan publik (public policy), pelaku kebijakan (policy

stakeholder) dan lingkungan kebijakan (policy environment). Elemen-elemen

ini kemudian membentuk suatu sistem kebijakan, yang dapat digambarkan

sebagai berikut,

Bagan I.1

Hubungan Elemen Sistem Kebijakan

Sumber : Dunn, 1994 : 71

Gambar tersebut menggambarkan hubungan antara elemen-elemen kebijakan

yang masing-masing memiliki peran ataupun tugas yang saling

mempengaruhi, sehingga sistem kebijakan tersebut dapat berjalan secara

semestinya.

PELAKU

KEBIJAKAN

LINGKUNGAN

KEBIJAKAN

KEBIJAKAN

PUBLIK

20

Begitu juga dengan adanya sistem kebijakan yang ada didalam

implementasi program. Dalam berjalannya implementasi Program Keluarga

Harapan (PKH), juga terbentuk suatu sistem, dimana terdapat keterkaitan

antara Pelaku Kebijakan, Kebijakan Publik, dan Lingkungan Kebijakan.

Masing-masing aspek tersebut memiliki masing-masing peran dan fungsi,

sehingga program dapat berjalan dengan efektif. Gambar skema di atas

merupakan gambaran dari berjalannya sistem kebijakan yang terdiri dari

pelaku kebijakan, kebijakan publik dan lingkungan kebijakan. Dalam

penjelasannya :

a. Pelaku Kebijakan

Pelaku Kebijakan merupakan Individu atau Kelompok Individu yang

mempunyai andil atau peran dalam menjalankan kebijakan karena mereka

dipengaruhi atau mempengaruhi keputusan pemerintah (repository.usu.ac.id).

Pelaku Kebijakan dalam Program Keluarga Harapan dapat dilihat dari 2 sisi

yaitu Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai penerima manfaat

(beneficieries) dan pemerintah yang diwakilkan melalui pendamping program

sebagai penyelenggara program. Keduanya memiliki masing-masing peran

yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam berjalannya program.

b. Kebijakan Publik

Thomas R. Dye (1981 :1) mengemukakan bahwa Kebijakan Publik

merupakan apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

(public policy is whatever governments choose to do or not to do). Definisi

tersebut mengandung makna bahwa Kebijakan Publik dibuat oleh pemerintah,

21

bukan merupakan organisasi swasta serta Kebijakan Publik menyangkut

pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah

(Subarsono, 2013). Kebijakan Publik dalam hal ini diwujudkan melalui

kebijakan sosial yang dibuat oleh pemerintah guna menangani permasalahan

kemiskinan dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH). Di dalam

Program Keluarga Harapan (PKH) ini, tentunya telah disertakan nilai-nilai,

prosedur, dan landasan sebagai batasan dan pedoman dalam pelaksanaan

implementasinya.

c. Lingkungan Kebijakan

Lingkungan Kebijakan dalam hal ini merupakan konteks khusus dimana

kejadian-kejadian yang terjadi di sekeliling terjadinya kebijakan, yang

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan maupun pelaku

kebijakan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan kebijakan

adalah seperti karakteristik geografi, variabel demografi yang terdiri dari

banyaknya penduduk, distribusi umur penduduk, lokasi spasial, kebudayaan

politik, struktur sosial, dan sistem ekonomi (Subarsono, 2013). Lingkungan

Kebijakan yang ada dalam Program Keluarga Harapan (PKH) ini adalah

Desa/Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan Bantul, Yogyakarta yang di

dalam lingkungannya masih terdapat sebagian Keluarga Sangat

Miskin/Rumah Tangga Sangat Miskin (KSM/RTSM), yang kemudian akan

mempengaruhi berjalannya Program Keluarga Harapan (PKH).

Kebijakan Sosial merupakan bagian dari Kebijakan Publik. Kebijakan

publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, seperti

22

kebijakan ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanan keamanan (militer),

serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (air bersih dan listrik) (Edi Suharto,

1997). Kebijakan Sosial merupakan Kebijakan pemerintah yang berkaitan

dengan tindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan

warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial atau bantuan sosial

(Marshall, 1965). Konsep mengenai kebijakan sosial ini, kemudian dapat

dikaitkan dengan Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan bagian

dari kebijakan pemerintah, dalam menanggulangi permasalahan kemiskinan,

yang masih menjadi permasalahan yang sulit untuk diselesaikan. Dalam

kaitannya, pemerintah telah menentukan pilihannya untuk melakukan

kebijakan melalui Program Keluarga Harapan (PKH), yang didasarkan

kepada permasalahan kemiskinan di Indonesia, dan dititikberatkan pada

bidang kesehatan dan pendidikan, yang merupakan bagian dari kebutuhan

dasar manusia. Program Keluarga Harapan (PKH) yang salah satunya

diadakan di Desa/Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Bantul. Pemerintah juga telah menetapkan tujuan-tujuan dari dirancangnya

program tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk memutus rantai kemiskinan

yang saat ini telah terjadi dimasyarakat miskin, karena ketidakmampuan

untuk mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan yang disebabkan oleh

keterbatasan biaya. Tentunya, pada pelaksanaan program ini, pemerintah

tetap menyesuaikan nilai-nilai yang telah tercipta di masyarakat sekitar.

Penyesuaian nilai-nilai terhadap masyarakat sekitar dilakukan dengan adanya

Pendamping Program yang notabennya merupakan penduduk disekitar daerah

23

yang menjadi sasaran Program Keluarga Harapan (PKH). Fungsi dari

pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) adalah untuk mengontrol

para peserta dalam berbagai hal yang terjadi oleh peserta, sehingga Program

Keluarga Harapan (PKH) ini bisa menyesuaikan dengan keadaan peserta,

tetapi tetap menjalankan prosedur yang telah ada.

I.5.2. Tahapan Kebijakan Publik

Proses analisis Kebijakan merupakan rangkaian dari aktivitas intelektual

yang dilakukan sebagai proses kegiatan yang bersifat politis, dimana aktivitas

politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan

realiasasikan sebagai tahap yang saling berkesinambungan, yang diatur

menurut waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,

implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (William Dunn, 2003 :22).

Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting),

rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evalusai kebijakan

adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual. Kemudian dalam memcahkan

masalah yang dihadapi dalam kebijakan publik, Dunn mengemukakan

tahapan analisis yang harus dilalui, yaitu :

1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting)

Perumusan masalah dapat digunakan untuk menambah pengetahuan

yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi

yang mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan

kebijakan. Perumusan masalah dapat membantu dalam menemukan

asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-

24

penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan,

memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang

peluang-peluang kebijakan yang baru. Perumus kebijakan harus

difasilitasi dukungan berupa dukungan sosial, dukungan politik, dan

dukungan budaya.

2. Formulasi Kebijakan

Pada tahapan ini peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang

relevan dengan kebijakan mengenai masalah yang akan terjadi di masa

yang akan datang, sebagai dampak dari diambilnya alternatif, termasuk

tidak melakukan sesuatu.

3. Adopsi Kebijakan

Pada tahap adopsi kebijakan, pengambil kebijakan terbantu di dalam

rekomendasi yang membuahkan pengetahuan yang relevan dnegan

kebijakan mengenai manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang

akibatnya di masa yang akan datang telah diestimasikan melalui

peramalan.

4. Implementasi Kebijakan

Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan mengenai akibat dari kebijakan yang diambil

sebelumnya terhadap pengambil kebijakan pada tahap implementasi

kebijakan. Pemantauan ini membantu menilai tingkat kepatuhan,

menemukan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan

program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan

25

menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam setiap

tahap kebijakan. Proses implementasi membutuhkan fasilitas seperti,

tim, lembaga, peraturan, dan sumber daya.

5. Evaluasi Kebijakan

Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan

tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan

dengan yang benar-benar dihasilkan.

Dalam kaitannya dengan tahapan kebijakan, maka evaluasi kebijakan

merupakan bagian akhir dari tahapan implementasi kebijakan. Menurut

Thomas R.Dye dalam Parsons (2008: 547) Evaluasi kebijakan adalah

“Pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan publik”. Lebih tepatnya,

evalusai kebijakan adalah pemerikasaan yang objektif, sistematis, dan empiris

terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi

tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi kebijakan ini dilakukan untuk mengetahui

kesesuaian maupun ketidaksesuaian terhadap terhadap kebijakan yang

diharapkan dengan kebijakan yang benar-benar dihasilkan. Dalam hal ini,

evaluasi kebijakan akan dikaitkan dengan Evaluasi Program Keluarga

Harapan (PKH) yang berbasis kepada masyarakat. Evaluasi Program

Keluarga Harapan (PKH) berbasis masyarakat dilakukan untuk mengetahui

perubahan, manfaat, kerugian, serta dampak dari dilaksanakannya Program

Keluarga Harapan di Desa/Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan,

Bantul.

26

I.5.3. Evaluasi Dampak Berbasis Masyarakat

Pada awalnya, Australian Community Development and Civil Society

Support Scheme (ACCESS) muncul dari sebuah kerjasama antara Australia

dan Indonesia yang bertujuan dalam membantu program pengentasan

kemiskinan dengan cara mengembangkan dan menerapkan pendekatan-

pendekatan sebagai upaya peningkatan kapasitas dan memberdayakan potensi

masyarakat di 8 Kabupaten yang berada di kawasan timur Indonesia. Evaluasi

(Monev), muncul dengan didasarkan kepada pengalaman yang didapatkan

dari implementasi Program Australian Community Development and Civil

Society Supprot Scheme (ACCESS). Evaluasi (Monev) kemudian

menitikberatkan kepada perspektif masyarakat sebagai sumber utama dalam

penilaian program.

Evaluasi Dampak dengan berbasis kepada masyarakat merupakan model

evaluasi yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menilai dan

mendiskusikan perubahan-perubahan yang muncul, sebagai hasil dari sebuah

program yang mencangkup berbagai aspek, termasuk perubahan pendapatan,

kapasitas, hubungan sosial, dan faktor-faktor pendukung maupun yang

menghambat perubahan. Evaluasi ini ditujukan untuk membantu masyarakat

agar mampu memahami kondisi dasarnya, potensi apa yang dimiliki, serta

tantangan apa saja yang dihadapi, terkait dengan kondisi kemiskinan.

Evaluasi dampak berbasis masyarakat ini dilakukan karena sebuah program

dapat menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Apabila diamati,

dampak tersebut dapat berupa dampak yang direncanakan maupun dampak

27

yang tidak direncanakan. Dari dampak-dampak tersebut, kemudian dapat

digunakan sebagai kesempatan belajar untuk optimalisasi pendekatan maupun

pada implementasi program kedepannya. Evaluasi ini juga dapat memberikan

kesempatan belajar bagi semua pihak yang terlibat di dalam program tersebut,

sehingga dapat memastikan program yang lebih baik dimasa yang mendatang.

Fokus yang ingin dilihat dalam evaluasi dampak adalah perubahan dibidang

sosial (di keluarga dan di komunitas) dan bidang politik (terkait keterlibatan

masyarakat).

Pada model Evaluasi dampak berbasis masyarakat, hal-hal yang menjadi

fokus maupun aspek yang diamati adalah sebagai berikut :

1. Perubahan yang dialami pada tingkat individu dan keluarga, meliputi

perubahan keterampilan pengetahuan, perubahan pendapatan

(peningkatan atau penurunan), kesejahteraan hidup serta relasi antara

laki-laki dan perempuan dalam keluarga.

2. Perubahan yang terkait dengan keterlibatan orang miskin dan

perempuan dalam komunitasnya (masyarakat desa atau kelompok-

kelompok) dan peran perempuan dan orang miskin dalam pengambilan

keputusan di tingkat desa/komunitas sekaligus sejauh mana ada

perubahan pada para penguasa terkait mempertimbangkan keterlibatan

kepentingan kelompok orang miskin dan tujuan.

3. Perubahan yang terkait dengan kerja sama dengan pihak luar, terutama

yang terkait dengan perubahan hubungan, perubahan posisi tawar dan

28

kemampuan untuk mencari dukungan dari pihak lain bagi

pengembangan komunitas.

4. Pertanyaan kunci terkait keberlanjutan hasil program maupun proses,

terutama yang menyangkut kemampuan untuk memelihara dan

mengembangkan program.

5. Penilaian terhadap pelayanan yang diberikan oleh fasilitator/lembaga

pendamping.

6. Pandangan masyarakat miskin dan perempuan mengenai keuntungan

atau kerugian, ikut serta di dalam program baik dari segi ekonomi,

pembelajaran, dan sebagainya.

Aspek-aspek tersebut yang kemudian menjadi fokus utama untuk mengamati

atau melakukan evaluasi dengan berbasis kepada masyarakat. Dengan

melakukan evaluasi yang berbasis kepada masyarakat, kita dapat mengetahui

berbagai perspektif masyarakat sebagai subyek yang merasakan dan

mengalami secara langsung program terkait, untuk dapat menilai berjalannya

program, apakah program tersebut telah melaksanakan prosedur secara benar

dan mencapai tujuannya.

Evaluasi dampak berbasis masyarakat kemudian akan dikaitkan dengan

Evaluasi dari pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH). Evaluasi

Program Keluarga Harapan (PKH) yang dilaksanakan di Desa/Kelurahan

Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, akan dilakukan dengan

berbasis kepada masyarakat. Evaluasi pada Program Keluarga Harapan

(PKH) ini, akan dilakukan berdasarkan perspektif dari masyarakat sekitar,

29

yang diantaranya adalah peserta, pendamping, Kepala Bagian Perlindungan

dan Jaminan Sosial, serta masyarakat yang berada di luar program tersebut.

Sehingga melalui Evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) dengan

berbasis kepada masyarakat, masyarakat dapat terlibat aktif dalam proses

evaluasi ini, memiliki kesadaran untuk menjalankan program dengan sebaik-

baiknya, serta masyarakat dapat mengetahui dampak-dampak apa saja yang

muncul dari program ini (ACCES Seri, Evaluasi Dampak Berbasis

Masyarakat).

Pada Evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) dengan berbasis kepada

masyarakat ini, yang dijadikan sebagai acuan dalam mengevaluasi Program

Keluarga Harapan (PKH) yang ada di Desa/Kelurahan Tamantirto,

Kecamatan Kasihan, Bantul, hanya mengambil sebagian dari fokus atau aspek

dari Evaluasi dampak berbasis masyarakat. Sebagian fokus atau aspek yang

diambil dari Evaluasi dampak berbasis masyarakat untuk mengevaluasi

Program Keluarga Harapan yang ada di Desa Tamantirtio, Kecamatan

Kasihan, Bantul, adalah :

1. Perubahan yang dialami peserta/individu yang meliputi perubahan

pengetahuan, keterampilan, dan pendapatan yang dialami oleh peserta

Program Keluarga Harapan (PKH).

2. Penilaian peserta terhadap pelayanan yang diberikan oleh pendamping

maupun pelayanan yang diberikan oleh Dinas Sosial sebagai unit

pelaksanaannya.

30

3. Perubahan terkait keterlibatan peserta dan peran peserta dalam

pengambilan keputusan dalam kegiatan yang diadakan oleh Program

Keluarga Harapan (PKH)

4. Pandangan peserta/masyarakat miskin mengenai keuntungan dan

kerugian dalam keikutsertaannya dalam Program Keluarga Harapan

(PKH).

Aspek-aspek tersebut merupakan bagian dari aspek yang diamati dalam

model evalusi dampak berbasis masyarakat (ACCES Seri, Evaluasi Dampak

Berbasis Masyarakat). Dengan adanya aspek atau fokus yang diamati dalam

model evaluasi dampak berbasis masyarakat, maka akan semakin

mempermudah peneliti dalam melihat perubahan maupun hal-hal apa saja

yang terjadi pada peserta, setelah diterapkannya Program Keluarga Harapan

(PKH) di Desa/Kelurahan Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.


Recommended