Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ZAT WARNA ALAM
ALTERNATIF WARNA BATIK YANG MENARIK1
Dr. I Ketut Sunarya, M.Sn.2
Abstract
The purpose that wants to be reached in this research is finding color contraction
that being appeared by various types of leafs on tenun sutera, serta nanas, and katun
with fixation by tawas. This research also wants to know the quality of the natural color
with sun shine heat and soap washed.
The approach that being used in this research is Research and Development
(R&D) with steps: 1) Define (Preface Study) that is about the material that going to be
worked with. In this research is more on explanations about tenun, leafs, and other helper
material; 2) Design that is design about the work phases that going to be done by
preparing the tools as a fist phase; 3) Development that is working with the material as
various types of leafs that being the ready material as natural color with fixation by
tawas.
The result of the research said that:
First from 75 types of leaf that was being worked as the color of sutera, serat nanas, and
katun with fixation by tawas founded different variety of colors, they are cream, dark
yellow, yellow, light yellow, brown, light brown, green, moss green, and orange. The
result of the enduring power of natural color in sutera is good, whether by soap washed
test or sun shine heat test. In this test there is no low score and this is proof that the
enduring power of natural color absorption in sutera is very good. That is as well as
natural color on serat nanas. While there is variation that found in the quality of natural
color on katun, they are low quality category is seen in soap washed test in kates leaf,
aponika, lengki, leresede, belimbing manis, remujung, sukun, mangsi-mangsian,
mangkokan, makuto dewo, jarak kepyar, kupu-kupu leaf, pace, puring, akasia, leaf
bunga terompet, nangka, jambu air, melinjo, adam eva, yodium and suji leaf. It’s
different from sunshine heat test shows pretty good result. Both, the special
characteristics that owned by natural color is the color intensity is very calming to the
cornea. Variation colors that close to the soft color. In the near future development
natural color that is pleasant, secure, and interesting will used as batik color alternative.
Key words: Natural Color as Batik Color Alternative.
A. Latar Belakang Masalah
Kerajinan umumnya memiliki nilai budaya tinggi dan merupakan bagian penting
dalam pembangunan ekonomi bangsa. Nilai budaya produk kerajinan yang terungkap
dalam corak, gaya, teknik dan pola khas yang menunjukkan asal, sejarah, hubungan
sosial dan way of life masyarakat, seperti misalnya dalam kerajinan batik yang disebut
1Hasil Penelitian dibiayai oleh Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional sesuai
Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: 018/SP3/PP/DP2M/II/2006, tanggal 01 Pebruari 2006.
Terbit pada Jurnal INOTEK, Vol 16 Nomor 2 Agustus 2012 Universitas Negeri Yogyakarta 2Dosen Jurusan Pendidikan Seni Rupa, FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
2
juga kerajinan dengan proses warna rintang. Pada masa lalu antara tahun 70-80an
kerajinan ini mengalami berkembangan yang cukup pesat. Industri batik tumbuh bagai
cendawan dimusim hujan, dan pengrajinpun menyebar tidak saja dikota-kota besar
bahkan dipelosok pedesaan. Soedarso (1998) mengatakan bahwa batik memiliki
hubungan erat dengan bangsa Indonesia, dilihat dari sudut ekonomi kerajinan ini
mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar, namun belakangan ini keadaan
berbalik. GKR. Hemas (Ketua DEKRANASDA DIY, 2000), bahwa kami belakangan
ini tidak merasakan dinamka industri, tapi justru merasakan hilangnya berbagai
keunggulan daerah. Tidak lagi terdengar hentakan penenun tradisional di Kulon Progo
bahkan industri batik semakin mengecil di Purwataman, Bantul, Gunung Kidul dan
lainnya. Bakul-bakul di Pasar Bringharjo pun tidak lagi sumringah dengan banyaknya
tamu bule yang memilih batik seperti beberapa tahun yang silam. Kelihatan sekali
para pengrajin batik menjadi korban, dengan penghasilan yang semakin kecil dan
tidak menentu pula. Hal ini diakibatkan adanya kecendrungan para konsumen
khususnya luar negeri tidak tertarik bahkan menghindari produk kerajinan yang
memakai bahan baku sintetik.
Hendri Suprapto (2000) mengatakan bahwa pada tahun 1996 (tgl 1 Agustus
1996) muncul keputusan yang tertuang dalam surat CBI (Centre for Promotion of
Import from Develeping Countries) ref. CBI/HB – 1996, batik yang memakai warna
sintetik (buatan pabrik) dilarang dieksport ke Belanda. Keputusan berdasar atas
dampak dari bahan warna sintetik (warna buatan pabrik) yang merusak lingkungan,
serta zat warna yang mengandung gugus Azo ( Naphtol, Rapid dan Direk) diperkirakan
dapat menyebabkan penyakit kanker, dan keputusan ini diikuti juga dinegara seperti
Amerika, Jerman, Malaysia dan Jepang. Metode akstrasi zat warna indigo (kimia)
3
mengakibatkan hal-hal kurang menguntungkan baik bagi tubuh sipemakai (Sugeng
Sudiatso (1999).
Adanya permasalah di atas jelas diperlukan suatu pengkajian guna
menghasilkan langkah kebijakan yang memberi peluang langsung bagi para pengrajin
yang selama ini tidak mampu menikmati hasil jerih payahnya. Berangkat dari beberapa
pertimbangan maka, pada kesempatan ini diajukan tema penelitian yang menyangkut
pemanfaatan zat warna alami sebagai alternatif pewarna kerajinan batik sutera, serat
nanas dan katun.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jenis tumbuhan (daun) serta konstraksi warna yang dimunculkan pada
tenun sutera, serat nanas dan katun dengan fiksasi tawas.
2. Mengetahui tata keselarasan atau keindahan warna alami daun pada sutera, serat
nanas dan katun..
C. Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and
Development (R&D). Pendekatan ini digunakan guna mengembangkan bahan
bakupewarnaan kerajinan batik. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah (1) Studi Pendahuluan (Define) yakni tentang bahan yang akan
diolah. Dalam kajian ini lebih pada uraian bahan seperti tenun, daun dan bahan
bantu lainya. (2) Perencanaan (Design) yakni merancang langkah kerja yang akan
dilakukan dengan mempersiapkan alat sebagai langkah awal. (3) Pengembangan
(Development) yakni mengolah bahan baku berupa berbagai jenis daun menjadi
bahan baku yang siap sebagai pewarna alami dengan fiksasi tawas.
4
D. Unit Eksperimen dan Sampel Uji
Unit Eksperimen dalam penelitian ini adalah ekstrasi warna daun pada
sutera waja singkang yaitu tenun sutera murni yang dihasilkan dari teknik tenun
tradisional (ATBM), katun dobi (ATM) dan tenun serat nanas (Organdi dengan
perbandingan 70 : 30), dengan fiksasi atau pengunci warna larutan tawas.
Pengambilan sampel uji berdasar pada prosedur Laboratorium Evaluasi Tekstil
(Evatek) FTI - UII sebagai berikut.
a. Tenun Sutera uji sinar (panas), dan uji kwalitas cuci sabun.
b. Tenun Serat Nanas uji sinar dan uji kwalitas cuci sabun.
c. Katun uji sinar (panas) dan uji kwalitas cuci sabun.
E. Teknik Analisis Data
Berdasar metode dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka
teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif, yakni menguraikan ekstrasi warna
yang ditimbulkan oleh daun dengan fiksasi tawas. hal ini dilakukan dengan cara
pengumpulan data, menyusun dan mengelompokkan data, reduksi data dan
interpretasi, kesimpulan dan verifikasi.
F. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Karakteristik Bahan
a. Sutera
Sutera adalah suatu serat yang berbentuk figmen yang dihasilkan oleh sejenis
serangga, dan serat ini tergolong ke dalam serat protein yang diperoleh dari
kepompong ulat. Dilihat dari jenisnya sutera dapat disebutkan sebagai berikut.
5
a). Sutera Bombyx Mori, sutera filament halus dengan kwalitas tinggi.
b). Sutera liar atau sutera tussah, berasal dari sarang kepompong yang selalu
ditembus oleh kupu-kupu sehingga seratnya pendek-pendek dan
warnanya coklat, merupakan zat dari makanannya.
c). Sutera Dopion berasal dari kepompong yang berdempetan.
d). Sutera Rejaan atau Chape Silk berasal dari filament yang terdapat pada
bagian kepompong.
e). Sutera mentah atau belum diolah (grey), di mana mengandung zat
perekat kaku dan kasar.
f). Sutera Bourette (merupakan sisa sutera rejaan) tenunannya kotor dan
mudah remuk.
g). Sutera pintal (spunsilk), berasal dari sarang kepompong yang sudah
ditembus kupu-kupu dan berserat pendek.
Dijelaskan lebih jauh oleh Enny Zuhdi Khayati (1997, Santi Kartika Dewi,
2005), bahwa secara umum sutera memiliki sifat-sifat ringan, licin, berkilauan dan
dapat menyesuaikan dengan temperatur. Benang sutera merupakan benang yang halus
dalam keadaan basah kekuatannya menyusut 15 %.Dingin bila dipakai. Sangat
higrokopis. Sutera dapat membangun static electricity. Tidak tahan ngengat dan tahan
jamur. Lebih tahan lindi bila disbanding dengan wool. Tidak tahan C1 yang pekat dan
tidak tahan panas. Tidak tahan terhadap asam pekat, asam yang cair dapat
menyebabkan berkilauan dan kilatnya tahan cuci. Pengaruh alkali, larutan kaustik
soda pekat dan dingin dalam waktu yang singkat yang diikuti pencucian hanya
berpengaruh sedikit. Pemanasan yang lama di dalam air menyebabkan kilau dan
kekuatan benangnya berkurang, perunaham ini dipercepat bila panasnya lebih dari 100
derajat Celcius. Pengaruh penyinaran yang lama dengan sinar matahari atau
6
penyinaran yang pendek dengan sinar ultraviolet menyebabkan kekuatan berkurang.
Menurut Sewan Susanto (1974) secara khusus sutera memiliki sifat yaitu density
sutera antara 1,22 – 1,25 artinya bobotnya lebh ringan dari pada katun. Mempunyai
daya isolator yang baik terhadap listrik dan panas ini menyangkut kena gosokan
mudah timbul electrosfatic. Daya serap terhadap air besar, sampai 30% sutera masih
terasa kering. Kekuatan tarik tinggi atau 2 kali kekuatan katun. Daya mulur sampai 20
% dan mulur tidak kembali. Ketahanan terhadap panas, sampai 140 derajat Celcius,
sedangkan lembab nisbi 40%-60%. Kekuatan makin lembab atau basah makin
menurun golongan serat protein terdiri dari Amino-acid-polipeptide chains, sutera
akan rusak atau hancur dalam larutan asam pada PH di bawah 2,5 dan pada larutan
alkali di atas PH 9,5.
Untuk itu dalam penelitian ini ditentukan tenun Sutera waja singkang (bermotif)
ATBM 100% all sutera, terlihat dalam gambar sebagai berikut.
Gambar 1. Sutera Singkang
b. Katun.
Katun merupakan serat pendek yang termasuk ke dalam serat-serat selulosa atau
tumbuhan, katun berasal dari serat kapas. Sewan Susanto (1974), menguraikan bahwa
serat katun terdiri dari polimir lurus dari glukosa, letak glukosa berselang-seling, jarak
7
antara dua glukosa berposisi sama. Dalam rendaman air mengembang cukup besar
sehingga pori-pori dapat dimasuki zat warna. Sifat katun (serat kapas) mempunyai ciri
yaitu berserat pendek, serabut kapas sangat kuat, tahan ngengat, tahan panas. dan
mengandung zat lilin yang dapat dihilangkan dengan zat kimia kostik soda (NaOH).
Kelemahannya adalah kurang kenyal atau mudah kusut, tidak tahan asam dan jamur.
Gambar 2. Katun Primisima
c. Serat Nanas
Tenun serat nanas merupakan tenunan yang diambil dari bagian serat yang ada
pada daun nanas, dengan cara pengambilan dilakukan lewat perendaman
(pembusukan) sehingga bagian-bagian serat akan terpisah dari daging daun.
Dilihat secara khusus serat nanas mempunyai sifat-sifat kaku, kasar, mudah
putus, tidak mempunyai daya lentur. Tidak tahan direndam dalam air, dan mampu
menyerap warna. Warna dasarnya kecoklatan dan kekuatan serat ini terletak pada
benang pakan dengan memakai bahan lain seperti katun, serat sutera dan lainnya,
maka dalam penelitian ini ditentukan tenun serat nanas (Organdi 70 : 30).
8
Gambar 3. Serat Nanas
e. Soda Abu
Soda Abu (Na2CO3) berupa porder agak kasar atau batu api yang mudah pecah
berwarna putih dalam penelitian ini dipergunakan sebagai bahan mordanting
khususnya pada kain katun.
f. TRO (Turkish Red Oil atau minyak Turki merah)
Powder berwarna putih yang berfungsi sebagai pemerata basah serat atau kain
(sama dengan fungsi sabun porder).
d. Tawas
Tawas atau Aluminium Potasium Sulfat (Ka Al SO4) berbentuk bongkahan
kristal putih. Bahan ini tidak berbau, tidak beracun dan larut dalam air, sehingga
sering juga dipakai dalam menjernihkan air sumur. Pada proses penelitian ini tawas
dipakai sebagai bahan mordanting dan pengunci warna (sarenan).
9
Gambar 4. Tawas
g. Air dan berbagai Jenis daun
Air merupakan bahan baku dalam pengolahan daun menjadi bahan baku
warna ini cukup penting baik sebagai pencuci daun sebelum diolah, mencampur dan
mengencerkan daun sebelum digodog dan juga dalam proses mordantin maupun
fiksasi. Sedangkan pertimbangan lain dalam memilih daun sebagai bahan baku zat
warna alami adalah pertama sebagian besar tanaman tidak mengenal musim artinya
bahan ini tetap tersedia. Kedua jika dilakukan pemetikan secara baik tentunya tidak
merusak tanaman dibanding dengan pemakaian akar, batang dan buah yang sangat
tergantung dengan musim. Ketiga daun relatif murah dan gampang didapat, dan yang
lebih penting adalah daun khususnya yang segar meiliki kandungan zat warna alami
4 % dari konversi 40 atau di bawah kayu.
Asumsi peneliti masing-masing daun memiliki kandungan intensitas warna
yang berbeda-beda, untuk itu guna mendapatkan intensitas warna yang bervariatif
peneliti melakukan uji sebanyak 75 macam jenis daun (lihat tabel warna)
2. Pengolahan Bahan Baku dengan Tahapan sebagai berikut
a. Mordanting
10
Proses mordanting merupakan proses yang sangat menentukan
keberhasilan dalam pewarnaan kain atau serat dengan warna alami. Karena
proses ini adalah suatu proses memasukkan unsur logam ke dalam serat atau kain
yang akan diwarna.
Resep Standar Mordanting
Berat kain : 500 gram
Tawas : 100 gram
Air : 10-15 liter
b. Pengolahan Daun Menjadi Bahan Warna
Langkah-langkah ini dilakukan dengan cara:
1). Menimbang daun.
2). Menumbuk daun.
3). Dipanaskan hingga mendidih.
4). Pendinginan.
5). Penyaringan.
Resep Standar Warna Alam
Berat kain : 50 gram
Daun : 500 gram
Air : 500 cc
c. Pencelupan Kain
a). Membasahi kain dengan larutan TRO.
b). Pencelupan kain atau memasukan kain dalam cairan warna alam. Lama
celupan dilakukan 3 sampai 5 menit dengan dibolak-balik hingga rata.
c). Diangkat dan ditiriskan.
(Setelah kain kering dilakukan pencelupan sampai 3 kali).
11
d. Fiksasi.
Fiksasi adalah proses mengunci dan membangkitkan warna yang telah masuk
ke dalam serat kain. Dalam penelitian ini fiksasi dilakukan dengan larutan tawas
dengan langkah (1) Melarutkan tawas dalam ember pelastik. (2) Menasukan hasil
celupan dan dibolak-balik hingga rata. (3) Kain dicuci dengan air bersih.
Resep Standar Fiksasi
Kain : 500 gram
Tawas : 50 gram
Air : 5 - 7 liter air
3. Hasil Warna Yang Dicapai
Dari 74 jenis tanaman atau jenis daun yang diolah memunculkan berbagai
variasi warna, seperti yang tertera dalam table berikut ini.
Tabel 1.
No
.
NAMA
TANAMAN
LATIN WARNA PADA
SUTERA S. NANAS KATUN
1 Pandan Wangi Pandanustectories Krem Krem Krem
2 Kates Carica papaya Kuning Kuning Kuning gading
3 Aponika Aponika Coklat Coklat Coklat
4 Daun Sirih Piper betle Coklat Muda Coklat Muda Coklat Muda
5 Lengki Kuning Muda Kuning Coklat Krem
6 Cocor Bebek Kalanco pinnata
7 Daun Soka Coklat Coklat Coklat
8 Esok Sore Mirabilis jalapa Coklat Muda Coklat Coklat Muda
9 Leresede Glyricidia sepium Kuning Muda Kuning
Kehijauan
Krem
10 Belimbing
Manis
Averrhoa cambola Kuning Hijau
kekuningan
Kuning
11 Kemlandi-
ngan
Loranthus spec Kuning Tua Kuning Tua Kuning Tua
12 Jengger Ayam
Ungu
Celosia cristata Coklat Muda Hijau Lumut Abu-abu
13 Kopi Coffea arabica Oranye
Kecoklatan
Coklat Coklat Muda
14 Romujung Orthosiphar
gradiflorus
Kuning Tua Kuning Tua Kuning
15 Waru Hibiscus tiliaceus Coklat Muda Coklat Muda Coklat Muda
16 Jambu Klutuk Psidium guajava Kuning Tua Kuning Tua Kuning
12
17 Glodog Kuning Tua Kuning Tua Kuning Muda
18 Daun kathu Sauropus albicaus Kuning Tua Kuning Tua Kuning Muda
19 Ketepeng
Kebo
20 Daun Otok-
otok
Hijau Kehijauan Coklat Muda
21 Rambutan Nephelium
playantha
Coklat Muda Coklat Muda Coklat
22 Avokat Persia americana Coklat Muda Coklat Muda Coklat Muda
23 Johar Cassia siamealanik
24 Mindi Melia azedarach Kuning Tua Kuning Tua Kuning
25 Bayur Pterospermum Coklat Muda Coklat Muda Coklat Muda
26 Sukun Artocarpus altilis Kuning Kuning Kuning Muda
27 Mangsi-
mangsian
Acalypha wilkesiana Hijau Hijau Hijau
28 Tom Indigofera Hijau Lumut Hijau Tua Hijau Lumut
29 Mangkok-
mangkokan
Notopanax
soutellorrius
Kuning Kuning Kuning Muda
30 Nyamplung Calaophyllum
inophyllum
Kuning Kuning Kuning Muda
31 Makuto Dewo Phaleria
macrocarpa
Kuning Kuning Kuning
32 Klengkeng Nephelium longana Coklat Muda Coklat Muda Oranye
33 Beringing Ficus berijamina Coklat Muda Oranye Krem
34 Durian Durio zibethinus Kuning Muda
35 Randu Caiba pentandra Coklat Coklat Coklat
36 Jati Tectona grandis Merah Hati Merah Hati Coklat Susu
37 Jarak Kepyar Ricinus communis Kuning Kuning Kuning Muda
38 Petai Parkia speciosa Coklat
kekuningan
Coklat Coklat
39 Sengon Albizia falcutaria Kuning
kecoklatan
Kuning Coklat
40 Kersen Muntingiacalabord Kuning
Kehijauan
Kuning
Kehijauan
Kuning
Kehijauan
41 Daun Kupu-
kupu
Bauhimia tomentosa Coklat Krem Coklat Krem Coklat Krem
42 Daun Salam Eugenia plyantha Kuning Tua Kuning Tua Kuning
Kehijauan
43 Ketepang Terminalis catappa Coklat Krem Coklat Krem Coklat Krem
44 Dadap Erythayna
lithoperna
Kuning Kuning Krem
45 Matoa Pometia pinnata Coklat Krem Coklat Krem Coklat
46 Cempaka Michalla alla Krem Krem Krem
47 Belimbing
Wuluh
Averahoa blimbi Kuning Kuning Kuning
48 Srikaya Annona squamosa Kuning Kuning
Kecoklatan
Oranye
49 Sawo Kecik Manilkara kauki Kuning Tua Kuning Coklat
13
Lumut kekuningan
50 Mentega Kuning Kuning Coklat
51 Manggis Garcinia
mangostana
Coklat Krem Oramye Oranye
52 Kepundung Baccaurea racemosa Coklat Krem Coklat Krem Oranye
Kecoklatan
53 Kemuning Murraya paniculata Kuning Kuning Muda Kuning
Kehijauan
54 Duku Lansium domesticum Coklat Krem Coklat Krem Coklat Krem
55 Kepel Stelechocarpus
Burahol
Oranye Oranye Oramye
56 Kos-kosan Lansium aqueum Coklat Krem Coklat Krem Coklat Krem
57 Pace Morinda citrifolia Kuning Kuning Kuning
58 Puring Codiacum
variegatum
Hijau Hijau Hijau Muda
59 Akasia Acacia
auriculiformis
Kuning Kuning Muda Kuning
60 Jambu Mente Anacardium
occidentale
Kuning Kuning Kuning
Kehijauan
61 Bunga
Terompet
Thevetia peruviana Kuning Kuning Kuning
62 Asparagus Asparagus officinalis Kuning Kuning Muda Kuning Muda
63 Alamanda Alamanda cathartica Kuning Tua Kuning Tua Kuning Tua
64 Mangga Roystonea regia Kuning Kuning Tua Kuning
65 Bunga Merak Caesalpinia
puceherrima
Kuning Tua Kuning Tua Kuning Tua
66 Sirsak Annona muricata Kuning Tua Kuning Tua Kuning Muda
67 Nangka Artocarpus integra Krem Krem Krem
68 Coklat Theobroma cacao Coklat Coklat Kuning
Kehijauan
69 Jambu air Eugenia aquea Kuning Muda Kuning Kuning Muda
70 Melinjo Gnetum gnemon Kuning Kuning Kuning
71 Adam Eva Coklat Krem Coklat Susu Merah
Kecoklatan
72 Andong Cordyline fruticosa Hijau Hijau Hijau Krem
73 Yodium Kuning Kuning Kuning
74 Daun Suji Kuning Kuning Kuning Muda
75 Awar-awar Ficus septica Kuning Kuning Kuning Muda
4. Daya Serap Warna Alam pada Sutera, Serat Nanas, dan Katun
Berbagai variasi warna yang dimunculkan oleh daun, seperti telah diuraikan pada
bagian atas tulisan ini, tentunya akan memberikan inspirasi bagi para peneliti untuk
menggali kekayaan alam ini lebih jauh. Begitu pula dalam setiap penampilan produk
14
baru atau galian baru sangat perlu dilakukan proses uji, sejauh mana produk tersebut
bermanfaat bagi manusia pengguna. Uji akan menentukan layak tidaknya suatu produk
dilanjutkan atau diterapkan untuk produk lain. Sejalan dengan hal tersebut proses uji
yang dilakukan dalam pewarnaan ini adalah tentang daya tahan luntur terhadap cuci
sabun dan panas sinar matahari.
Berdasar pertimbangan kelengkapan laboratorium warna batik, maka untuk
melakukan pengujian peneliti bekerjasama dengan Universitas Islam Indonesia (UII)
khususnya Laboratorium Evaluasi Tekstil Jurusan Teknik Kimia-Konsentrasi Teknologi
Tekstil-FTI-UII. Sebagai standard penilaian hasil pengujian tahan luntur warna
digunakan standard skala abu-abu (Grey Schale). Alat ini merupakan alat untuk menilai
perubahan warna pada uji tahan luntur warna baik pada uji luntur cuci sabun maupun
luntur panar sinar matahari. Nilai grey schale menentukan perbedaan atau kekontrasan
warna dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi yang tergambar dalam tabel berikut
ini.
Tabel 2.
No
Nilai Tahan Luntur Warna
Evaluasi Tahan Luntur Warna
1 5 Baik Sekali
2 4 - 5 Baik
3 4 Baik
4 3 - 4 Cukup Baik
5 3 Cukup
6 2 - 3 Kurang
7 2 Kurang
8 1 - 2 Jelek
9 1 Jelek
Sumber : Lab. Evaluasi Tekstil Jur. Teknik Kimia Konsentrasi Teknologi Tekstil FTI-
UII
5. Proses
a. Uji Cuci Sabun
15
a). Menyiapkan larutan sabun dalam gelas pemanas di atas kompor
pemanas uji.
b). Memasukkan kain dalam larutan sabun yang telah disiapkan.
c). Dipanasi hingga 40° - 50° dengan perbandingan Vlot 1 : 30.
d). Kain diaduk-aduk dan ditekan-tekan pada dinding gelas pada setiap 2
menit dengan tetap masih dalam proses pemananas.
e). Setelah 30 menit kain diambil dan dibilas dengan air suling yang dingin
kemudian dibilas dengan air mengalir selama 10 menit.
f). Kain diperas dan diangin-anginkan hingga kering
g). Tahap berikutnya yaitu dilakukan penilaian dengan gray schale.
b. Uji Panas Sinar Matahari
Proses uji panas ini dilakukan guna mendapatkan hasil seberapa
jauh daya tahan warna alami pada sutera, serat nanas dan katun terhadap
panas sinar matahari, dengan langkah sebagai berikut.
1). Kain (sutera, serat nanas dan katun) dilembarkan pada sebidang triplek
secara berjejer.
2). Setengah dari ukuran kain uji tersebut ditutup dengan lipatan kertas dengan
ketebalan + 1 mm.
3). Selanjutnya dijemur pada sinar matahari langsung.
4). Lama penjemuran 5 jam atau dari jam 09.00 sampai 14.00.
5). Kain diambil dan dilakukan pengukuran dengan alat grey schale.
6. Hasil Uji
Berdasar tujuan penelitian yaitu pemanfaatan warna alami untuk kerajinan
batik, dan kerajinan batik merupakan produk fungsional yang tidak lepas dari
16
kegiatan di luar ruang, maka sangat tepat dilakukan pengujian cuci sabun dan panas
sinar matahari. Hasil uji sebanyak 75 jenis daun dipaparkan dalam table berikut ini.
Tabel 3.
No.
NAMA
TANAMAN
LATIN
WARNA PADA
SUTERA SERAT
NANAS
KATUN
UJI
CUCI
UJI
SINAR
UJI
CUCI
UJI
SINAR
UJI CUCI UJI SINAR
1 Pandan
Wangi
Pandanustecto
ries
Cukup
Baik
cukup Cukup Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
2 Kates Carica papaya Cukup
Baik
Baik Baik Baik Kurang Cukup Baik
3 Aponika Aponika cukup Baik Ku-
rang
Baik Kurang Cukup
4 Daun Sirih Piper betle Baik Baik Ku-
rang
Baik Cukup Ckup
5 Lengki Baik Baik
Sekali
Ku-
rang
Baik Kurang Baik
6 Cocor Bebek Kalanco
pinnata
Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
7 Daun Soka Baik Baik Baik Baik Cukup Baik
8 Esok Sore Mirabilis
jalapa
Baik Baik Ku-
rang
Baik Cukup Cukup Baik
9 Leresede Glyricidia
sepium
Baik Baik Ku-
rang
Baik Kurang Baik
10 Belimbing
Manis
Averrhoa
cambola
Kurang Cukup
Baik
Cukup Cukup Kurang Cukup
11 Kemlandi-
ngan
Loranthus spec Baik Baik Cukup
Baik
Baik Cukup
Baik
Baik
12 Jengger Ayam
Ungu
Celosia
cristata
Baik Cukup
Baik
Baik Baik
Sekali
Cukup Cukup Baik
13 Kopi Coffea arabica Baik Baik Baik
Sekali
Baik
Sekali
Cukup
baik
Baik Sekali
14 Romujung Orthosiphar
gradiflorus
Cukup Baik
Sekali
Cukup Baik
Sekali
Kurang Cukup
15 Waru Hibiscus
tiliaceus
Cukup Baik Baik
Sekali
Baik
Sekali
Baik Baik
16 Jambu Klutuk Psidium
guajava
Kurang Cukup
Baik
Baik Cukup
Baik
Baik Cukup Baik
17 Glodog Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
18 Daun kathu Sauropus
albicaus
Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
19 Ketepeng
Kebo
Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
20 Daun Otok-
otok
Cukup Baik
Sekali
Baik Baik
Sekali
Cukup Baik Sekali
21 Rambutan Nephelium Cukup Cukup Baik Baik Baik Cukup
17
playantha Baik Baik Sekali Sekali
22 Avokat Persia
americana
Cukup
Baik
Baik Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup Baik
23 Johar Cassia
siamealanik
Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
24 Mindi Melia
azedarach
Baik Baik
Sekali
Baik
Sekali
Baik
Sekali
Cukup Baik
25 Bayur Pterospermum Baik Baik Baik Baik
Sekali
Cukup Baik
26 Sukun Artocarpus
altilis
Baik Baik
Sekali
Baik
Sekali
Baik
Sekali
Kurang Baik
27 Mangsi-
mangsian
Acalypha
wilkesiana
Cukup Baik Baik Baik
Sekali
Kurang Baik
28 Tom Indigofera Cukup Baik
Sekali
Baik Baik Baik Baik
29 Mangkok-
mangkokan
Notopanax
soutellorrius
Baik Baik Baik
Sekali
Bak
Sekali
Kurang Baik
30 Nyamplung Calaophyllum
inophyllum
Cukup
Baik
Baik Cukup
baik
Baik
Sekali
Cukup Baik Sekali
31 Makuto Dewo Phaleria
macrocarpa
Baik
Sekali
Baik
Sekali
Baik Baik
Sekali
Kurang Baik Sekali
32 Klengkeng Nephelium
longana
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
33 Beringing Ficus
berijamina
Baik Baik Baik Baik Cukup Cukup
34 Durian Durio
zibethinus
Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
35 Randu Caiba
pentandra
Cukup Baik
Sekali
Baik Baik
Sekali
Cukup
Baik
Baik
36 Jati Tectona
grandis
Cukup Baik Cukup
baik
Baik Cukup Cukup Baik
37 Jarak Kepyar Ricinus
communis
Baik Baik Baik Baik Kurang Baik
38 Petai Parkia
speciosa
Baik Cukup
Baik
Baik
Sekali
Baik
Sekali
Baik Baik
39 Sengon Albizia
falcutaria
Baik
Sekali
Cukup
Baik
Baik Baik Cukup
baik
Baik
40 Kersen Muntingiacala
bord
Cukup
Baik
Baik Baik Baik Baik Baik
41 Daun Kupu-
kupu
Bauhimia
tomentosa
Baik Baik
Sekali
Cukup
baik
Baik
Sekali
Kurang Baik
42 Daun Salam Eugenia
plyantha
Baik Baik Cukup
baik
Baik Baik Baik
43 Ketepang Terminalis
catappa
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sekali
44 Dadap Erythayna
lithoperna
Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Baik
Sekali
Cukup
baik
Cukup baik
45 Matoa Pometia
pinnata
Cukup Baik Baik
Sekali
Baik
Sekali
Baik Baik
18
46 Cempaka Michalla alla Cukup Cukup
baik
Baik Baik
Sekali
Cukup
baik
Cukup baik
47 Belimbing
Wuluh
Averahoa
blimbi
Baik Baik Baik
Sekali
Baik
Sekali
Cukup Cukup Baik
48 Srikaya Annona
squamosa
Baik Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
49 Sawo Kecik Manilkara
kauki
Cukup Cukup
Baik
Baik Baik
Sekali
Baik Baik
50 Mentega Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
51 Manggis Garcinia
mangostana
Baik Baik Baik Baik Cukup Cukup
52 Kepundung Baccaurea
racemosa
Baik Cukup
Baik
Baik Cukup Cukup
Baik
Cukup
53 Kemuning Murraya
paniculata
Cukup Cukup
Baik
Baik Cukup
Baik
Cukup Cukup
54 Duku Lansium
domesticum
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Baik
Sekali
Baik
Sekali
Cukup
Baik
Baik
55 Kepel Stelechocarpus
Burahol
Baik Baik Baik Baik Cukup Baik
56 Kos-kosan Lansium
aqueum
Baik Baik Baik Baik
Sekali
Cukup
Baik
Baik
57 Pace Morinda
citrifolia
Cukup
Baik
Baik
Sekali
Cukup
baik
Baik
Sekali
Kurang Baik
58 Puring Codiacum
variegatum
Cukup Baik Cukup Baik Kurang Cukup
59 Akasia Acacia
auriculiformis
Baik Cukup Baik Cukup Kurang Cukup
60 Jambu Mente Anacardium
occidentale
Cukup Baik Baik Cukup Cukup Kurang
61 Bunga
Terompet
Thevetia
peruviana
Baik Baik
Sekali
Baik Baik
Sekali
Kurang Baik
62 Asparagus Asparagus
officinalis
Cukup Baik Baik Baik Kurang Cukup
63 Alamanda Alamanda
cathartica
Baik Baik Baik Baik Cukup Baik
64 Mangga Roystonea
regia
Cukup
Baik
Baik Baik Baik Baik Baik
65 Bunga Merak Caesalpinia
puceherrima
Cukup
Baik
Baik Baik Baik
Sekali
Baik Cukup
66 Sirsak Annona
muricata
Baik Baik Baik Baik Cukup
baik
Cukup
67 Nangka Artocarpus
integra
Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik
68 Coklat Theobroma
cacao
Cukup Cukup
Baik
Baik Baik Baik Kurang
69 Jambu air Eugenia aquea Baik Cukup Baik
Sekali
Baik Kurang Cukup Baik
70 Melinjo Gnetum
gnemon
Baik Baik Baik Baik
Sekali
Kurang Baik
19
71 Adam Eva Cukup Baik
Sekali
Baik Baik
Sekali
Kurang Cukup
72 Andong Cordyline
fruticosa
Cukup Baik Baik Baik Kurang Cukup
73 Yodium Cukup Baik
Sekali
Cukup Baik
Sekali
Kurang Baik
74 Daun Suji Baik
Sekali
Baik Cukup Baik Kurang Cukup
75 Awar-awar Ficus septica Cukup
Baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup
baik
Cukup baik
Dari table di atas dapat diuraikan; Pertama, daya tahan zat warna alami pada
sutra baik lewat uji cuci sabun dan sinar matahari menunjukkan hasil yang cukup baik,
menjadi bukti bahwa daya tahan serap zat warna alami pada sutra cukup baik. Kedua,
zat warna alami pada serat nanas diketemukan hasilnya tidak jauh berbeda dengan
kualitas daya tahan zat warna alami pada sutera. Ketiga kualitas zat warna alami pada
kain katun dengan hasil yang bervariatif. Hasil uji cuci sabun membuktikan kurang baik
pada adonan daun kates, aponika, lengki, leresede, belimbing manis, remujung, sukun,
mangsi-mangsian, mangkokan, makuto dewo, jarak kepyar, daun kupu-kupu, pace,
puring, akasia, daun bunga terompet, nangka, jambu air, melinjo, adam eva, yodium dan
daun suji, namun uji sinar zat warna alam pada katun memperlihatkan hasil cukup baik.
G. Penutup
Sumber daya alam Indonesia berlimpah, dan jika diolah akan memberikan
manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, demikian juga dalam keaneka ragaman
tumbuhan (daun).
Berdasar penelitian yang dilakukan terhadap 75 jenis daun menunjukkan hasil
warna yakni warna krem, kuning tua, kuning, kuning muda, coklat, coklat muda, hijau,
hijau lumut, dan oranye (lihat tabel 1). Ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh warna alami
yakni: 1) intensitas warna terhadap kornea mata terasa sangat menyejukkan artinya
20
warna-warna yang dimunculkan baik dalam sutera serat nanas dan katun tidak mencolok
(redup); 2) warna bervariatif dan uniq dengan kecendrungan warna mengarah warna-
warna soft; 3) zat warna alam nyaman dan aman, baik limbah yang ditimbulkan maupun
dalam bersentuhan dengan kulit; 4) warna alam cukup uniq dan sulit dicapai oleh warna
sintetik dan; 5) zat warna alam menarik sebagai pewarna kerajinan batik.
Daftar Bacaan
BBKB, TT., “Eksplorasi Potensi Bahan Baku dan Warna Alam Dalam Industri
Tekstil Kerajinan, Makalah, Yogyakarta: Departemen Perindustrian dan
Perdagangan Yogyakarta.
Boas, Philip, TT., “Workshop Batik dan Pewarnaan Biru dari Bahan Alam”,
Makalah, Yogyakarta: UNY.
Hemas, GKR., (Ketua Dekranasda DIY), 2000, Tekstil Kerajinan Indonesia: Seni
Rakyat dan Potensinya dalam Perekonomian Rakyat, Makalah dan
Lokakarya, Yogyakarta: Dewan Kerajinan nasional DIY.
Irianto, Agus, (1998), Statistik Pendidikan (1), Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Miles, Mattehew, B and A. Michael Huberman, (Terj. Cecep Rohendi Rohidi),
Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia.
Proyek Balai Besar Industri batik, 1998, Perancangan Teknis Pengolahan
Pencemaran Industri Sekala Kecil Sentra batik DIY. Kerjasama Balai Besare
Industri Kerajinan dan Batik dengan sub Direktorat Pengendalian
Pencemaran Air, Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Laut, Balai
Pengendalian dan Lingkungan.
Styowati, FM., dan Waidah, 1996, Keanekaragaman Tumbuhan Penghasil Warna
Bahan Pewarna Alami, Yogyakarta: Puslitbang LIPI.
Susanto, Sewan, 1960, Zat Warna untuk Batik, Yogyakarta: Balai Penelitian
Kerajinan dan Batik Indonesia, Yogyakarta
Suprakto, Hendri, 2000, Pengembangan Zat Warna Alami untuk Batik, Yogyakarta:
Batik Batural Colour “Bixa” Collectipn.
Sumanto, Hatta, 1996, Budi Daya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam,
Yogyakarta: Kamisoro.
21
Sulaiman, Larasati Suliantoro, 1999, “Budidaya dan Peran Masyarakat Indonesia
dalam Penggunaan Zat Pewarna Alami”, Makalah, Yogyakarta: Dekranas
DIY.
Sudiatso, Sugeng, 1999, “Studi Kultivsi Tanaman Tarum (Indigofera arrecta
Hochst)”, Makalah, Yogyakarta: Dekranas DIY.
Biodata
Dr. I Ketut Sunarya, M.Sn. Lahir di Banjar Pekutatan Jembrana Bali (Bali Barat) tahun
1958. Pendidikan dari SD sampai SLTA (SMIK) di Gianyar Bali, tinggal di Silakarang
Singapadu yang terkenal dengan ukirannya. Tahun 1983 melanjutkan di ISI Yogyakarta
mengambil Jurusan Kriya Kayu, lulus tahun 1988. Tahun ini diterima sebagai staf
pengajar di Jur. Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan FBS Universitas Negeri
Yogyakarta. Tahun 2000 melanjutkan di Pascasarjana Penciptaan Seni ISI Yogyakarta
dengan spesialisasi Seni Kriya Kayu dan lulus tahun 2002. Tahun 2007 melanjutkan di
Pascasarjana UGM dan lulus (S3) tahun 2011.
Pengalaman dalam menulis, yakni tahun 1995 menulis di Jurnal Cakrawala Pendidikan
UNY berjudul Desain dan Gayaragam Kerajinan Sesuai Konstelasi Zaman. Tahun 1998
menulis di Jurnal Seni Diksi FBS berjudul Pelestarian dan Pengembangan Seni Kriya
Tradisional. Tahun 1996 Tulisan berjudul Karya Seni Kriya Cinderamata khas
Yogyakarta. Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Yogyakarta. Tahun 2001 judul
tulisan Menata Arah Program Studi Keterampilan Kerajinan dalam Persaingan Global,
terbit pada jurnal Cakrawala. Tahun 2003 judul tulisan Motivasi Penciptaan Karya Seni,
terbit pada jurnal EKSPRESI Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia (ISI)
Yogyakarta. Tahun 2003 judul tulisan Garis Lintang Penampang Seni Kriya Seni Jibaku
Zaman yang Ambigu, terbit pada jurnal IMAJI FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Tahun 2003 judul tulisan Jejak Tradisi Seni Rupa Bali, terbit pada Koran KR
Yogyakarta. Tahun 2004 judul tulisan Konsep TRIPATRI Penghapus Potret Buram
Kualitas Pendidkan Seni, terbit pada jurnal Cakrawala. Tahun 2004 judul tulisan Kritik
Kritis Membangun Kreativitas Seniman, terbit pada jurnal PPPGK. Tahun 2005 judul
tulisan Visi Pendidikan Kriya, Sikapi Konstelasi Zaman, terbit pada jurnal ISI
Yogyakarta. Tahun 2005 judul tulisan Kasta Seni Kriya Indonesia dalam Pendekatan
Teks dan Konteks, terbit pada jurnal Ornamen ISI Surakarta. Tahun 2012 judul tulisan
Ornamen pada Pura Jagatnatha di Bali, terbit pada Jurnal Ilmiah Tri Sakti. Tahun 2012
judul tulisan Pendidikan Tinggi Seni Berkarakter Budaya Adiluhung Estafet Generasi
Kreatif Berkelanjutan, terbit pada Jurnal Pendidikan Karakter LPPMP, UNY.