40
ACARA V ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN A. TUJUAN Praktikum Acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan ini memiliki beberapa tujuan, antara lain: 1. Untuk melihat pengaruh cara pemasakan, asam dan alkali terhadap zat warna tanaman. 2. Untuk mengatahui pengaruh pemanasan dari larutan curing terhadap zat warna hewan. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teori Warna menjadi bagian paling sensitif dari setiap komoditas tidak hanya untuk daya tarik tetapi juga meningkatkan penerimaan konsumen. Selain itu, warna dari bahan makanan yang penting untuk menunjukkan kesegaran dan keamanan yang juga indeks nilai-nilai estetika dan pengindraan yang baik. Untuk warna alami dan aditif, kepatuhan terhadap norma-norma protokol biosafety (Chattopadhyay, 2008). Beberapa tanaman telah memiliki zat warna alami yang biasa dikenal dengan istilah pigmen. Warna berhubungan dengan rasa, bau, tekstur, nilai gizi, dan keutuhan. Pigmen yang terdapat pada tumbuhan dapat berupa karotenoid, klorofil, dan antosianin. Karoten memberi warna kuning dan jingga, pada sayuran hijau berwarna tua, warna kuning atau jingga, pigmen

Zat warna hewan dan tanaman

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Zat warna hewan dan tanaman

ACARA V

ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN

A. TUJUAN

Praktikum Acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan ini memiliki beberapa

tujuan, antara lain:

1. Untuk melihat pengaruh cara pemasakan, asam dan alkali terhadap zat warna

tanaman.

2. Untuk mengatahui pengaruh pemanasan dari larutan curing terhadap zat warna

hewan.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teori

Warna menjadi bagian paling sensitif dari setiap komoditas tidak hanya

untuk daya tarik tetapi juga meningkatkan penerimaan konsumen. Selain itu,

warna dari bahan makanan yang penting untuk menunjukkan kesegaran dan

keamanan yang juga indeks nilai-nilai estetika dan pengindraan yang baik. Untuk

warna alami dan aditif, kepatuhan terhadap norma-norma protokol biosafety

(Chattopadhyay, 2008).

Beberapa tanaman telah memiliki zat warna alami yang biasa dikenal

dengan istilah pigmen. Warna berhubungan dengan rasa, bau, tekstur, nilai gizi,

dan keutuhan. Pigmen yang terdapat pada tumbuhan dapat berupa karotenoid,

klorofil, dan antosianin. Karoten memberi warna kuning dan jingga, pada sayuran

hijau berwarna tua, warna kuning atau jingga, pigmen karotenoid tidak dapat

dilihat karena pigmen tersebut diliputi hijau daun pada tanaman tersebut.

Kerusakan sayuran hijau biasanya teramati saat terjadinya warna hijau berkurang

dan warna kuning muncul, di mana proses ini dikenal sebagai degreening

(Ferrante, 2008).

Antosianin adalah pigmen yang sifatnya polar dan akan larut dengan baik

dalam pelarut-pelarut polar. Adanya kadar gula yang tinggi akan menyebabkan

degradasi warna merah sehingga warna merah terlihat makin pudar. Konsentrasi

gula yang lebih tinggi dan adanya oksigen akan mengakibatkan kerusakan

Page 2: Zat warna hewan dan tanaman

pigmen yang lebih besar. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju kerusakan

antosianin selain lama penyimpanan dan suhu yang tinggi, peningkatan kadar

gula juga akan mengurangi kandungan pigmen. Suhu dan lama pemanasan

menyebabkan terjadinya dekomposisi dan perubahan struktur pigmen sehingga

terjadi pemucatan (Winarti, 2008).

Antosianin stabil dan memberikan warna cerah pada pH asam dan

perlahan-lahan akan kehilangan warna seiring dengan meningkatnya pH, menjadi

tak berwarna pada pH 4-5. Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi

oleh pH atau tingkat keasamaan, dan akan lebih stabil apabila dalam suasana

asam atau pH yang rendah. Dalam pH asam antosianin berwarna merah orange

sedangkan dalam pH basa antosianin berwarna biru-ungu atau kadang-kadang

kuning (Arja, 2013).

Karotenoid adalah keluarga senyawa pigmen yang disintesis oleh tanaman

dan mikroorganisme tetapi tidak hewan. Pada tumbuhan, mereka berkontribusi

pada fotosintesis yang mesin dan melindungi mereka dari kerusakan. Karotenoid

adalah penting untuk distribusi mereka yang luas, keragaman struktural, dan

berbagai fungsi. Mereka terutama berlimpah dalam buah-buahan berwarna

kuning-oranye dan sayuran dan sayuran berdaun hijau gelap (Sahabi, 2012).

Secara umum zat warna alami terbentuk dari tiga kombinasi unsur, yakni

karbon, hidrogen, dan oksigen. Tetapi ada beberapa zat warna yang mengandung

unsur lain, seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium pada klorofil. Klorofil

adalah katalisator fotosintesis yang paling penting dan terdapat di semesta

sebagai pigmen hijau dalam semua jaringan tumbuhan berfotosintesis. Zat ini

terdapat dalam kloroplas dalam jumlah nisbi banyak, sering terikat longgar

dengan protein, tetapi mudah diekstraksi ke dalam pelarut lipid seperti aseton dan

eter. Secara kimia semuanya mengandung satu inti porfirin, satu tetrapirol,

dengan satu atom magnesium terikat secara kelat di tengah, dan satu rantai

samping hidrokarbon panjang (fitil) tergabung melalui asam karboksilat

(Harborne, 1987).

Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas

bersama-sama dengan karoten dan xantofil. Ada dua jenis klorofil yang telah

berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a termasuk dalam

pigmen yang disebut porfirin. Klorofil dalam daun yang masih hidup berikatan

Page 3: Zat warna hewan dan tanaman

dengan protein. Dalam proses pemanasan proteinnya terdenaturasi dan klorofil

dilepaskan. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi coklat akibat

subtitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan

magnesium). Selama pemasakan bayam dan petai, terbentuk asam-asam organik

yang dapat menurunkan pH. Bila tutup dibuka, asam-asam itu dapat teruapkan

keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan (Winarno, 2008).

Klorofil terurai oleh panas dan memproduksi zaitun warna hijau. Waktu

pemanasan dan suhu mempengaruhi tingkat dekomposisi, misalnya suhu tinggi di

pressure cooker dan keasaman tidak menurun karena asam volatil dipertahankan,

sehingga perubahan itu cepat. Penggunaan senyawa alkali seperti air alkali

mengurangi keasaman medium. Namun, jika digunakan pada kelebihan jumlah,

klorofil bereaksi dengan basa. Reaksi klorofil dengan asam menghilangkan ion

magnesium menggantinya dengan dua atom hidrogen memberikan zaitun coklat

solid, phaeophytin-a. Hidrolisis ini merupakan kebalikan dari esterifikasi dan

memberikan phaeophorbide-a. Senyawa yang sama juga diperoleh jika klorofil b

digunakan (Inanc, 2011).

Pengaruh larutan asam dan basa pada sayuran yang dimasak sebagai

berikut. Sayuran berwarna merah dan ungu, seperti bit, kol merah, atau ungu

dalam larutan asam warnanya menjadi lebih cerah dan segar. Hal ini karena

adanya zat antosianin dalam sayuran. Sebaliknya, dalam basa, warna merah

menjadi kebiru-biruan. Perubahan ini juga terjadi pada buah-buahan, seperti

strawberry, raspberries, dan plums. Pada tomat, semangka, dan cabe merah,

perubahan ini tidak terlihat jelas atau tidak banyak berubah. Sayuran berwarna

hijau mengandung klorofil. Warna hijau ini akan menjadi hijau segar dalam

larutan basa dan akan menjadi kecoklatan bila ditambah larutan asam misalnya

cuka (Tarwotjo, 1998).

Dalam proses curing dikenal tiga metode kering, basah dan kombinasi

dengan injeksi. Pada metode kering, bahan curing terdiri dari campuran garam;

gula; nitrat atau nitrit dengan perbandingan 6:3:3 dibalurkan pada seluruh

permukaan bahan pangan dengan penekanan. Proses ini diikuti dengan

pengemasan dan penyimpanan suhu 3.6-4°C selama 4-7 hari. Keuntungan dari

proses ini adalah sederhana dan penetrasi bahan curingnya cukup rendah, namun

kerugiannya adalah bahwa waktu prosesnya lama dan tingkat keasinannya

Page 4: Zat warna hewan dan tanaman

berlebih. Pada metode basah, daging 1 kg direndam dalam larutan curing yang

terdiri dari 8 lb garam, 3 once nitrit dan 5 galon air sampai seluruh daging

terendam, perendaman dilakukan pada suhu 3.6-4°C selama 5-7 hari. Sedangkan

untu kobinasi injeksi, untuk mereduksi waktu curing maka sebagian bahan curing

(10% berat daging) diinjeksi sedang sisanya diaplikasikan secara konvensional

(Handajani, 2010).

Warna merah daging disebabkan oleh turunan pigmen miyoglobin dan

bahan-bahan lain. Hal ini dilihat pada pemotongan ternak. Makin tua ternak,

daging makin merah. Pada waktu dipotong, terlihat darah merah tua karena

oksidasi myoglobine menjadi oksimiyo-globine. Tenunan ikan menjadi susut dan

tebal bila daging dipanaskan, dan membutuhkan waktu lama untuk menjadi

empuk. Keempukan daging tergantung dari keadaan berikut: serat daging (makin

besar garis tengah serat daging makin kurang keempukannya), makin tua umur

ternak (makin besar garis tengah serat dan makin keras dagingnya), daging

kerbau mempunyai serat besar dan kasar dibandingkan dengan daging sapi, maka

daging kerbau lebih keras dibandingkan dengan daging sapi), ternak jantan lebih

keras daripada ternak betina yang sama umurnya) (Tarwotjo, 1998).

2. Tinjauan Bahan

Tomat adalah sayur yang toleran terhadap ketinggian tempat. Dataran

tinggi, medium, ataupun rendah dapat menjadi tempat hidupnya. Hanya pilihan

jenis yang cocok untuk dataran rendah lebih sedikit. Tak seperti sayur lainnya

yang menyukai tanah ber-pH netral, tomat menyukai tanah yang tergolong asam

dengan pH 5-6. Air merupakan kebutuhan mutlak bagi tomat, namun kelebihan

air tidak disukainya. Penyakit layu bakteri mudah sekali menyerang bila

tergenang air. Sayuran yang satu ini sering dimasukkan juga dalam kategori buah.

Memang banyak yang menyukai tomat segar. Rasanya enak, segar dan sedikit

asam (Nazaruddin,1998).

Tomat memiliki berbagai vitamin dan senyawa anti penyakit yang baik

bagi kesehatan, terutama likopen. Tomat mengandung lemak dan kalori dalam

jumlah rendah, bebas kolesterol, dan merupakan sumber serat dan protein yang

baik. Selain itu, tomat kaya akan vitamin A dan C, beta-karoten, kalium dan

antioksidan likopen. Satu buah tomat ukuran sedang mengandung hampir

setengah batas jumlah kebutuhan harian vitamin C untuk orang dewasa. Pigmen

Page 5: Zat warna hewan dan tanaman

utama pada tomat adalah likopen dan karoten. Pada pembentukan likopen, suhu

mempunyai peranan yang penting, jika suhu naik maka likopen akan semakin

banyak terbentuk (Kailaku, 2007).

Tomat yang banyak digunakan dalam industri makanan di seluruh dunia

dan memiliki sifat kuat antikanker. Terdiri dari buaah tanaman Solanum

lycopersicum segar matang. Gambar tanaman telah ditunjukkan dalam klasifikasi

ilmiah kingdom: Plantae (unranked); angiospermae; Orde Eudicots: Solanes;

keluarga: Solanaceae; genus: Solanum; Spesies S.lycopersicum; Pigmen: likopen,

alfa beta karoten dan lutein, zeaxanthin dan bcryptoxanthin. Likopen adalah

karotenoid yang hadir dalam tomat bertanggung jawab untuk warna merah.

Sekitar 80-90% dari total kandungan karotenoid dalam tomat redtipe. Karoten,

pigmen kuning wortel adalah isomer likopen (Chengangaiah, 2010).

Buncis ialah sayuran polong yang cukup digemari masyarakat. Selain

karena rasanya yang enak, buncis juga memiliki kandungan gizi yang tinggi.

Kandungan gizi biji buncis dalam 100 gram ialah air sekitar 10ml, protein 24

gram, lemak 1,7 gram, karbohidrat 57 gram, serat 4 gram, kalsium 110 mg dan

besi 8 mg. Buncis juga memiliki kandungan zat-zat berkhasiat obat yang

bermanfaat bagi kesehatan. Misalnya, kandungan gum dan pektin dapat

menurunkan kadar gula darah, kandungan lignin berkhasiat untuk mencegah

kanker usus besar dan kanker payudara (Utami, 2012).

Bawang merah (Allium cepa) merupakan salah satu sayuran yang

berfungsi sebagai bumbu penyedap dan obat-obatan. Bawang merah banyak

diproduksi di daerah Brebes, Jawa Tengah. Setelah dipanen, bawang merah harus

segera dijemur untuk melayukan dan menguapkan air pada daun dan umbi serta

mengeringkan tanah yang melekat pada umbi agar mudah terlepas untuk

selanjutnya disimpan di gudang. Pada waktu penjemuran, umumnya bawang

merah dengan daunnya diikat dan dibolak-balik agar umbi bertambah besar

(Astuti, 2008).

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran

tinggi, yaitu pada ketinggian 0-1000 m dpl. Meskipun demikian ketinggian

optimalnya 0-400 m dpl saja. Beberapa kalangan menyebut bawang merah

(Allium ascalonicum) sebagai sayuran bumbu. Hal ini disebabkan oleh fungsinya

Page 6: Zat warna hewan dan tanaman

yang kebanyakan sebagai pemberi rasa dan bukan bahan yang dimasak

(Nazaruddin, 1998).

Daging mengandung zat protein, zat lemak, zat kolesterol, zat besi, zat

kalsium, zat pospor dan vitamin B komplek. Zat protein dan zat lemak hewani

mudah dicerna, dan mempunyai nilai biologi tinggi. Daging terdiri atas zat

protein yang disebut miyosin. Bagian yang terlihat putih-putih di antara sel-sel

daging disebut elastin atau tenun ikat. Makin banyak elastinnya, daging makin

keras dan liat. Tendon terdapat pada bagian skengkel atau kaki (Tarwotjo, 1998).

Larutan asam cuka merupakan larutan yang digunakan sebagai bahan

tambahan makanan. Biasanya dimanfaatkan sebagai pengasam, pengawet dan

juga penyedap makanan mempunyai kemampuan mengikat logam (chelating

agent) sehingga dapat menurunkan kadar logam cadmium pada beberapa jenis

ikan dan kerang sebelum pengolahan menjadi makanan (Sari, 2005).

Fe3+ dari FeCl3 yang memiliki potensial reduksi standar (E°) relatif tinggi

yaitu +0,77 V bila dalam suasana asam. Tingginya harga E° suatu unsur

memungkinkan mengoksidasi unsur lain yang memiliki E° lebih rendah. Padatan

di material komponen akan teroksidasi berubah menjadi ion logam yang terlarut

dalam media perendam FeCl3. Apabila Fe3+ tidak berjalan dalam suasana asam

maka ada kemungkinan pembentukan Fe(OH)3 yang akan tereduksi menjadi

Fe(OH)2 (Yuliasari, 2012).

Nitrit dan nitrat ditambahkan dalam proses curing dalam bentuk garamnya

baik garam natrium maupun kalium. Keduanya sengaja ditambahkan pada produk

daging untuk mempertahankan warna cerah daging. Yang berfungsi sebagai anti

mikroba terutama adalah nitrit sedangkan nitrat berperan utama dalam

mempertahankan konsentrasi nitrit. Mekanisme anti mikroba dari nitrit sendiri

belum jelas benar, akan tetapi diduga kuat disebabkan oleh asam nitrous yang

dihasilkan dari nitrit. Dalam proses curing dikenal tiga metode kering, basah dan

kombinasi dengan injeksi (Handajani, 2010).

Asam askorbat merupakan nama lain dari vitamin C memiliki rumus

C6H8O6. Asam askorbat sangat mudah larut dalam air (1:3), tetapi tidak larut

dalam zat-zat pelarut lemak. Zat ini sangat mudah dirusak oleh oksidasi. Tidak

terpengaruh oleh cahaya dan sangat sedikit oleh panas pada larutan asam. Ia cepat

terurai oleh oksigen dalam larutan basa, tetapi stabil dalam larutan netral jika ada

Page 7: Zat warna hewan dan tanaman

oksigen. Logam berat dalam jumlah sangat sedikit, misalnya zat tembaga, dengan

cepat akan menyebabkan terjadinya oksidasi asam askorbat (Nazaruddin, 1998).

C. METODOLOGI

1. Alat

a. Kompor

b. Panci

c. pH meter

d. Gelas beker

e. Gelas ukur

f. Tabung reaksi

g. Pisau

h. Batang pengaduk

i. Penjepit tabung

j. Pipet tetes

k. Pipet volume

l. Rak tabung

m. Timbangan

2. Bahan

a. Tomat

b. Buncis

c. Bawang merah

d. Larutan FeCl3 50ppm

e. Asam cuka 95%

f. NaHCO3 kristal

g. Larutan MgCl2 50ppm

h. Aquadest

i. Air ledeng

j. Daging sapi

k. Vitamin C

l. NaNO2

m. NaNO3

Page 8: Zat warna hewan dan tanaman

3. Cara Kerja

A. Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Buah atau Sayuran

Tomat, buncis, bawang merah

Dicatat warnanya

4 buah beker glass disiapkan untuk setiap bahan

Beker glass yang berisi bahan tersebut dipanaskan pada penangas air yang

mendidih selama 15 menit

Diamati perubahan yang terjadi (warna dan pH sebelum dan sesudah

dipanaskan)

Percobaan tadi dilakukan juga pada sampel buncis dan bawang merah

secara bersamaan

25gr tomat + 50ml air ledeng

+ NaHCO3 0,5 gr

Masing-masing bahan dimasukkan ke dalam beker

glass yang berbeda

25gr tomat + 50ml air ledeng + 2,5ml asam

cuka 95%

25 gr tomat + 25ml FeCl3 50

ppm

25gr tomat + 25ml MgCl2

50 ppm

Page 9: Zat warna hewan dan tanaman

B. Pengaruh Perlakuan Pemanasan

Masing-masing bahan dimasukkan ke dalam 2 buah beker glass yang berbeda

Tomat, buncis, bawang merah

Dipotong kecil-kecil dan diambil 25gram

Air ledengDitambahkan ke semua beker glass,

masing-masing sebanyak 50ml

Setiap bahan dipanaskan dalam penangas air dengan cara terbuka dan tertutup

Diamati perubahan yang terjadi pada masing-masing bahan (warna dan pH

sebelum dan sesudah dipanaskan)

Page 10: Zat warna hewan dan tanaman

C. Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Daging

Daging Segar

diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi setiap 10 menit selama 30 menit

dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah aquadest dan dipanaskan dalam air mendidih

diamati dan dicatat warna permukaan irisan, serta warna daging setelah berhubungan dengan udara selama 10, 20, dan 30 menit

diiris menjadi beberapa bagian

Irisan daging (sebagian)

Page 11: Zat warna hewan dan tanaman

-Pembuatan Larutan Curing

-Penggunaan Larutan Curing

dimasukkan 0,1 g NaNO3, 0,1 g NaNO2, 0,05 Vit Cdan aquadest 100 ml ke dalam gelas beaker 1

dimasukkan 0,2 g NaNO3 dan aquadest 100 ml ke dalam Gelas beaker 2

dimasukkan 0,2 g NaNO2 dan aquadest 100 ml ke dalamGelas beaker 3

dimasukkan 0,2 g Vit. C dan aquadest 100 ml ke dalamGelas beaker 4

dimasukkan ke dalam gelas beaker

ditambahkan 2-3 tetes asam cuka 95% ke masing-masing tabung

diisikan daging yang sudah dicacah ke dalamnyaSampai kira-kira 1/3 tinggi tabung

ditambahkan masing-masing larutan curing sesuai denganmasing-masing urutan gelas ukur, Kira-kira setinggi ¾ tabung

diambil 4 tabung reaksi

dimasukkan air di dalamnya sampai tabung terendam sedikitdi atas bagian yang terisi daging

dipanaskan pelan-pelan sampai mendidih

diamati perubahan warna setiap 10 menit selama 30 menit

Page 12: Zat warna hewan dan tanaman

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 5.1 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna TomatKel Perlakuan Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan

Warna Larutan pH Warna Larutan pH1 Tomat + 50ml air

ledeng (terbuka)Bening 5,21 Kuning

kemerahan6,53

2 Tomat + 50ml air ledeng (tertutup)

Bening 5,21 Oranye bening 4,22

3Tomat + 50ml air

ledeng + NaHCO3 0,5gr

Bening 8,55 Oranye kuning 8,83

4 Tomat + 25ml FeCl3 50ppm

Bening 4,25 Oranye keruh 4,23

5 Tomat + 25ml MgCl2 50ppm

Bening 4,18 Oranye bening 4,17

6Tomat +

50ml air ledeng + 2,5ml asam cuka

95%

Oranye muda 2,98 Oranye tua 3,16

Sumber: Laporan Sementara

Tomat adalah sayur yang toleran terhadap ketinggian tempat dan menyukai

tanah yang tergolong asam dengan pH 5-6. Pigmen utama pada tomat adalah likopen

dan karoten. Pada pembentukan likopen, suhu mempunyai peranan yang penting,

jika suhu naik maka likopen akan semakin banyak terbentuk (Kailaku, 2007).

Menurut Chengangaiah (2010), likopen adalah karotenoid yang hadir dalam tomat

bertanggung jawab untuk warna merah. Sekitar 80-90% dari total kandungan

karotenoid terdapat dalam tomat redtipe. Senyawa karotenoid ini dikenal baik

sebagai senyawa yang memiliki daya antioksidan tinggi, senyawa ini mampu

melawan radikal bebas akibat polusi dan radiasi sinar UV. Likopen juga dapat

menurunkan risiko terkena kanker, terutama kanker prostat, lambung, tenggorokan

dan usus besar.

Pada percobaan zat warna pada tomat dilakukan 6 perlakuan yang berbeda.

Pertama tomat dipotong kecil-kecil dengan menggunakan pisau. Kemudian tomat

tersebut dimasukkan kedalam 6 gelas beker yang berbeda masing-masing 25 gram.

Gelas beker yang pertama ditambahkan air ledeng sebanyak 50 ml, pH larutan

tersebut 5,21 dengan warna awal larutan bening. Setelah dilakukan pemanasan

selama 15 menit dengan cara terbuka, warna larutan menjadi kuning kemerahan dan

pH larutan berubah menjadi 6,53. Sementara itu untuk gelas beker yang kedua berisi

Page 13: Zat warna hewan dan tanaman

25 gram tomat dan ditambahkan dengan 50ml air ledeng, warna awal larutan bening

dengan pH 5,21. Berbeda dengan beker glass yang pertama, beker glass kedua ini

dilakukan pemanasan dengan cara tertutup selama 15 menit. Warna larutan berubah

menjadi oranye bening dan pH turun menjadi 4,22.

Pada warna larutan setelah pemanasan terbuka mengalami perubahan dari

bening menjadi kuning kemerahan. Hal ini dimungkinkan karena terjadinya

degradasi atau kerusakan jaringan atau sel-sel penyusun bahan yang terjadi selama

proses pemanasan. Pigmen likopen dapat mengalami reaksi autooksidasi dalam

jumlah ikatan ganda yang besar. Oksidasi menyebabkan warna sayuran menjadi

lebih terang. Menurut Kailaku (2007), likopen sangat mudah teroksidasi sehingga

warnanya menjadi sedikit pucat. Sedangkan pada pemanasan secara tertutup, warna

larutan setelah dilakukan pemanasan menjadi oranye bening. Hal ini disebabkan

karena uap panas tidak dapat keluar sehingga dapat mendegradasi likopen. Intensitas

kekeruhan pada pemanasan tertutup lebih besar daripada intensitas kekeruhan pada

pemanasan terbuka. Hal tersebut dimungkinkan karena pada pemanasan tertutup

lebih banyak jaringan-jaringan sel penyusunnya yang mengalami kerusakan dan

terlarut dalam larutan. Untuk tomat pada pemanasan tertutup warnanya lebih merah

dibandingkan dengan tomat pada pemanasan terbuka, hal ini disebabkan pada

pemanasan tertutup air yang menguap lebih sedikit sehingga dapat mempertahankan

warna tomat. Hal ini telah sesuai dengan teori Kaikulu (2007), bahwa pemanasan

tertutup lebih baik daripada pemanasan terbuka. Sayuran yang mengandung likopen

sebaiknya dimasak tertutup atau dimasak dengan cepat untuk mengurangi terjadinya

reaksi kehilangan warna karena pigmen likopen dapat mengalami reaksi

autooksidasi dalam jumlah ikatan ganda yang besar.

Gelas beker yang ketiga berisi 25 gram tomat ditambah 50ml air ledeng dan

NaHCO3 0,5 gram. Warna awal larutan adalah bening dengan pH 8,55. Setelah

dilakukan pemanasan selama 15 menit, warna larutan menjadi oranye kekuningan

dengan pH akhir larutan 8,83. Gelas beker yang keempat berisi 25 gram tomat

ditambah dengan 25ml FeCl3 50 ppm. Warna awal larutan bening, setelah dilakukan

pemanasan selama 15 menit berubah menjadi oranye keruh. Begitu juga dengan pH

terjadi perubahan sedikit dari sebelum pemanasan 4,25 dan setelah dilakukan

pemanasan menjadi 4,23.

Page 14: Zat warna hewan dan tanaman

Gelas beker yang kelima berisi 25 gram tomat ditambah 25 ml MgCl2 50

ppm, memiliki warna awal larutan bening dengan pH 4,18. Setelah dilakukan

pemanasan warna larutan berubah menjadi oranye bening dengan pH 4,17. Gelas

beker yang terakhir berisi tomat 25 gram ditambah 2,5 ml asam cuka 95% dan 50 ml

air ledeng. Larutan ini memiliki warna awal oranye muda dengan pH yang cukup

rendah yaitu 2,98. Setelah dilakukan pemanasan selama 15 menit warna larutan

berubah menjadi oranye tua dengan pH akhir larutan naik menjadi 3,16.

Pada gelas beker pertama dan kedua yang ditambah dengan air ledeng, warna

tomat sebelum dan sesudah pemanasan tidak begitu berbeda dan warna larutan

berubah menjadi agak kekuningan. Hal ini menandakan bahwa zat warna pada tomat

yaitu likopen mengalami oksidasi. Pada gelas beker ketiga dan keenam dengan

penambahan asam yaitu NaHCO3 dan asam cuka, warna akhir larutan adalah oranye

tua dari warna awal bening. Pada keadaan asam, warna likopen juga akan lebih

terjaga. Tetapi dibandingkan dengan likopen dalam keadaan basa, intensitas

kenaikan warna akan lebih besar dalam keadaan alkali atau basa. Dibuktikan dengan

pada gelas beker keempat dan kelima dengan penambahan alkali atau basa yaitu

FeCl3 dan MgCl2, warna akhir larutan menjadi lebih oranye bening dibanding

dengan warna akhir dengan penambahan asam yaitu oranye tua. Maka dapat

dikatakan bahwa pada keadaan alkali atau basa, intensitas warna likopen akan lebih

terjaga. Menurut Chengangaiah (2010), perlakuan setelah pemanasan likopen

memiliki warna bahan pada kontrol, asam, alkali, ion Fe3+, ion Mg2+ yang umumnya

menjadi lebih oranye dengan intensitas yang berbeda–beda. Intensitas likopen yang

lebih akan tebentuk dalam keadaan alkali atau dengan penambahan alkali.

Page 15: Zat warna hewan dan tanaman

Tabel 5.2 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna BuncisKel Perlakuan Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan

Warna Larutan pH Warna Larutan pH1 Buncis + 50ml air

ledeng (terbuka)Bening 7,2 Hijau

kekuningan7,32

2 Buncis + 50ml air ledeng (tertutup)

Bening 7,21 Kuning kehijauan

7,81

3Buncis + 50ml air

ledeng + NaHCO3 0,5gr

Bening 8,50 Bening kehijauan

9,26

4Buncis +

25ml FeCl3 50ppmBening 5,45 Bening

kehijauan5,83

5Buncis +

25ml MgCl2 50ppmBening 5,45 Putih keruh 6,18

6Buncis +

50ml air ledeng + 2,5ml asam cuka 95%

Bening kehijauan 2,69 Hijau keruh 3,08

Sumber: Laporan Sementara

Sayuran buncis berwarna hijau karena pigmen yang terdapat di dalam buncis

adalah pigmen klorofil. Pada percobaan zat warna pada buncis ini dilakukan 6

perlakuan yang berbeda. Pertama buncis dipotong kecil-kecil dengan menggunakan

pisau. Kemudian buncis tersebut dimasukkan kedalam 6 gelas beker yang berbeda

masing-masing 25 gram. Gelas beker yang pertama ditambahkan air ledeng

sebanyak 50 ml, pH larutan tersebut 7,2 dengan warna awal larutan bening. Setelah

dilakukan pemanasan selama 15 menit dengan cara terbuka, warna larutan menjadi

hijau kekuningan keruh dan pH larutan berubah menjadi 7,32. Sementara itu, pada

gelas beker yang kedua berisi 25 gram buncis dan ditambahkan dengan 50 ml air

ledeng, warna awal larutan bening dengan pH 7,21. Berbeda dengan beker glass

yang pertama, beker glass kedua ini dilakukan pemanasan dengan cara tertutup

selama 15 menit. Warna larutan berubah menjadi kuning kehijauan dan pH naik

menjadi 7,81.

Pada hasil percobaan sampel buncis dengan pemanasan terbuka, warna akhir

buncis lebih cerah dibanding dengan warna akhir pada pemanasan secara tertutup,

tetapi warna hijau setelah proses pemanasan tidak jauh berbeda dengan warna hijau

sebelum pemanasan. Hal ini disebabkan karena klorofil merupakan senyawa yang

tidak stabil sehingga sulit untuk mempertahankan molekulnya agar tetap utuh dan

berwarna hijau. Untuk warna larutan akhir pada proses pemanasan secara terbuka

ternyata lebih keruh (kehijauan) dibanding dengan pemanasan secara tertutup

Page 16: Zat warna hewan dan tanaman

(kekuningan). Hal ini telah sesuai dengan teori Winarno (2008), bahwa selama

pemasakan sayuran hijau terbentuk asam-asam organik yang dapat menurunkan pH.

Bila pemasakan dilakukan dengan cara terbuka, asam-asam itu dapat teruapkan

keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan.

Gelas beker yang ketiga berisi 25 gram buncis ditambah 50 ml air ledeng dan

NaHCO3 0,5 gram. Warna awal larutan adalah bening dengan pH 8,50. Setelah

dilakukan pemanasan selama 15 menit, warna larutan menjadi bening kehijauan

dengan pH akhir larutan naik menjadi 9,26. Gelas beker yang keempat berisi 25

gram tomat ditambah dengan 25 ml FeCl3 50 ppm. Warna awal larutan bening,

setelah dilakukan pemanasan selama 15 menit berubah menjadi bening kehijauan.

Begitu juga dengan pH terjadi perubahan sedikit dari sebelum pemanasan 5,45 dan

setelah dilakukan pemanasan menjadi 5,83. Gelas beker yang kelima berisi 25 gram

tomat ditambah 25 ml MgCl2 50 ppm, memiliki warna awal larutan bening dengan

pH 5,45. Setelah dilakukan pemanasan warna larutan berubah menjadi putih keruh

dengan pH 6,18. Gelas beker yang terakhir berisi tomat 25 gram ditambah 2,5 ml

asam cuka 95% dan 50 ml air ledeng. Larutan ini memiliki warna awal bening

kehijauan dengan pH yang cukup rendah yaitu 2,69. Setelah dilakukan pemanasan

selama 15 menit warna larutan berubah menjadi hijau keruh dengan pH akhir larutan

naik menjadi 3,08.

Dari hasil percobaan diatas, terlihat bahwa warna akhir buncis dan warna

larutan tiap beker glass berbeda, selain itu nilai pH pada masing-masing perlakuan

sebelum dan sesudah pemanasan berubah. Diketahui bahwa warna awal buncis

yaitu hijau segar dan kemudian menjadi hijau muda atau layu, hal tersebut terjadi

karena klorofil dalam buncis yang masih hidup berikatan dengan protein, namun

setelah proses pemanasan proteinnya terdenaturasi dan klorofil dilepaskan, sehingga

dapat juga berpengaruh pada warna larutan yang menjadi tidak sebening sebelum

proses pemanasan dan karena protein terdenaturasi. Pada penambahan air ledeng

pada buncis, terdapat perubahan warna dari hijau segar dengan warna larutan bening

menjadi warna hijau yang mulai memudar dan warna larutan menjadi hijau

kekuningan. Hal tersebut menandakan bahwa klorofil larut dalam air, terbukti bahwa

pH awal sebelum dilakukan pamanasan lebih kecil dibandingkan pH setelah

pemanasan.

Page 17: Zat warna hewan dan tanaman

Klorofil sifatnya sangat labil dan mudah berubah. Ion Mg yang terdapat

dalam klorofil mudah diganti oleh ion H sehingga berubah menjadi pheophitin

(feofitin) yang warnanya coklat. Tetapi klorofil stabil dalam suasana basa. Pada

penambahan dengan asam cuka, warna awal bahan yaitu hijau segar dengan warna

larutan bening kehijauan dan setelah dilakukan pemansan warna bahan berubah

menjadi hijau layu dengan warna larutan keruh. Selain dengan penambahan asam

cuka, perubahan yang serupa yaitu terjadi pada gelas beker ketiga dengan

penambahan NaHCO3. Dengan penambahan larutan yang bersifat asam, perubahan

yang terjadi yaitu warna larutan akan semakin keruh atau hijau kecoklatan. Hasil

percobaan tersebut telah sesuai dengan teori Tarwotjo (1998), bahwa warna hijau

sayuran yang mengandung klorofil ini akan menjadi kecoklatan bila ditambah

larutan asam. Hal tersebut terjadi karena klorofil yang berwarna hijau dapat berubah

menjadi hijau kecoklatan akibat subtitusi magnesium oleh hidrogen membentuk

feofitin chlorofil yang kehilangan magnesium. Reaksi tersebut berjalan cepat pada

larutan yang bersifat asam. Tetapi, pada praktikum ini tidaklah begitu terlihat adanya

perubahan warna menjadi coklat, hal tersebut terjadi karena proses pemanasan

praktikum ini hanya 15 menit atau hingga larutan mendidih, sebab jika terlalu lama

pemanasan larutan akan menguap karena jumlah air dalam larutan hanya sedikit.

Tabel 5.3 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Bawang MerahKel Perlakuan Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan

Warna Larutan pH Warna Larutan pH

1Bawang merah + 50ml air ledeng

(terbuka)Bening 7,41 Kuning keruh 7,43

2Bawang merah + 50ml air ledeng

(tertutup)Bening 7,41 Putih keruh 7,20

3Bawang merah + 50ml air ledeng +

NaHCO3 0,5grPutih keruh 8,73 Hijau keruh 9,18

4Bawang merah +

25ml FeCl3 50ppmBening 4,93 Putih keruh 5,39

5Bawang merah +

25ml MgCl2 50ppmBening 5,52 Bening

kecoklatan5,67

6Bawang merah + 50ml air ledeng +

2,5ml asam cuka 95%

Bening keunguan 2,7

Ungu kemerahan 3,12

Sumber: Laporan Sementara

Page 18: Zat warna hewan dan tanaman

Pigmen yang terkandung dalam bawang merah adalah antosianin, sehingga

bawang merah tampak berwarna ungu. Menurut Winarti (2008), antosianin adalah

pigmen yang sifatnya polar dan akan larut dengan baik dalam pelarut-pelarut polar.

Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut

dalam air. Flavonoid mengandung dua cincin benzena yang dihubungkan oleh tiga

atom karbon. Ketiga karbon tersebut dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga

terbentuk cincin diantara dua cincin benzena. Antosianin dalam tanaman dapat

berupa glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa,

ramnosa, dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral

pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula.

Pada percobaan zat warna pada bawang merah dilakukan 6 perlakuan yang

berbeda. Pertama bawang merah dipotong kecil-kecil dengan menggunakan pisau.

Kemudian bawang merah tersebut dimasukkan kedalam 6 gelas beker yang berbeda

masing-masing 25 gram. Gelas beker yang pertama ditambahkan air ledeng

sebanyak 50 ml, pH larutan tersebut 7,41 dengan warna awal larutan bening. Setelah

dilakukan pemanasan dengan cara terbuka selama 15 menit, warna larutan menjadi

kuning keruh dan pH larutan menjadi 7,43. Gelas beker yang kedua berisi 25 gram

bawang merah dan ditambahkan dengan 50 ml air ledeng, warna awal larutan bening

dengan pH 7,41. Berbeda dengan beker glass yang pertama, beker glass kedua ini

dilakukan pemanasan dengan cara tertutup selama 15 menit. Warna larutan berubah

menjadi putih keruh dan pH naik turun menjadi 7,20. Pemanasan secara tertutup ini

berbeda dengan cara terbuka karena digunakan penutup pada penangas air,

sementara pada pemanasan terbuka, penangas air dibiarkan terbuka.

Hasil praktikum pada pemanasan terbuka, warna larutan berubah menjadi

kuning keruh disebabkan karena degradasi antosianin dipercepat dengan adanya

oksigen dan asam-asam organik yang dibebaskan selama pemanasan. Pigmen yang

ada pada bawang merah larut dalam air dan pada pemanasan terbuka air menguap

keluar sistem sehingga warna larutan menjadi lebih keruh. Selain itu, pigmen

antosianin yang ada pada bahan bersifat larut dalam air, sehingga ikut teruapkan.

Sedangkan pada pemanasan tertutup, warna akhir larutan yang menjadi putih

keruh disebabkan karena degradsi antosianin dipercepat dengan adanya oksigen dan

asam-asam organik yang dibebaskan selama pemanasan, tidak keluar dari sistem dan

kembali, lalu bereaksi mendegradasi pigmen antosianin pada bahan. Hal ini sesuai

Page 19: Zat warna hewan dan tanaman

dengan teori Winarti (2008), bahwa pemasakan sayuran yang mengandung pigmen

antosianin lebih direkomendasikan dilakukan secara tertutup untuk menjaga warna

sayuran. Untuk pH setelah pemanasan mengalami kenaikan, kenaikan ini disebabkan

karena asam-asam organik menguap sehingga membebaskan atom H, hal inilah yang

menyebabkan pH bahan menjadi naik. Namun pada pemanasan tertutup pH akhir

lebih kecil dari pH awal, kemungkinan ini bisa terjadi karena ketidaktelitian dalam

pengukuran pH dengan pHmeter.

Gelas beker yang ketiga berisi 25 gram bawang merah ditambah 50 ml air

ledeng dan NaHCO3 0,5 gram. Warna awal larutan adalah putih keruh dengan pH

8,73. Setelah dilakukan pemanasan selama 15 menit, warna larutan menjadi hijau

keruh dengan pH akhir larutan naik menjadi 9,18. Gelas beker yang keempat berisi

25 gram bawang merah ditambah dengan 25 ml FeCl3 50 ppm. Warna awal larutan

bening, setelah dilakukan pemanasan selama 15 menit berubah menjadi putih keruh.

Begitu juga dengan pH terjadi perubahan dari sebelum pemanasan 4,93 dan setelah

dilakukan pemanasan menjadi 5,39. Gelas beker yang kelima berisi 25 gram bawang

merah ditambah 25 ml MgCl2 50 ppm, memiliki warna awal larutan bening dengan

pH 5,52. Setelah dilakukan pemanasan warna larutan berubah menjadi bening

kecoklatan dengan pH 5,67. Hal ini sudah sesuai dengan teori Winarno (1996),

karena reaksi oksidasi yang terjadi menyebabkan pigmen antosianin berubah

menjadi kecoklatan. Gelas beker yang terakhir berisi bawang merah 25 gram

ditambah 2,5 ml asam cuka 95% dan 50 ml air ledeng. Larutan ini memiliki warna

awal bening keunguan dengan pH yang cukup rendah yaitu 2,7. Setelah dilakukan

pemanasan selama 15 menit warna larutan berubah menjadi ungu kemerahan dengan

pH akhir larutan naik menjadi 3,12.

Dari data percobaan diatas, pada gelas beker ketiga didapat pH akhir setelah

pemanasan dalam suasana basa dengan warna larutan lebih keruh. Hal ini telah

sesuai teori Markakis (1982), bahwa pemberian suasana basa pada pH 5 keatas

mengakibatkan kerusakan pigmen antosianin yang warnanya berubah menjadi tidak

berwarna dan keruh (terjadi pemucatan warna). Wijaya (2001) menyatakan bahwa

suhu dan lama pemanasan menyebabkan terjadinya dekomposisi dan perubahan

struktur pigmen sehingga terjadi pemucatan.

Sedangkan pada gelas beker keempat hingga keenam, pH akhir larutan

setelah pemanasan dalam suasana asam (pH<5), dengan warna akhir larutan

Page 20: Zat warna hewan dan tanaman

kemerahan dan kecoklatan. Hal ini telah sesuai dengan teori Winarti (2008), bahwa

antosianin stabil dan memberikan warna cerah pada pH asam dan perlahan-lahan

akan kehilangan warna seiring dengan meningkatnya pH, menjadi tak bewarna pada

pH berkisar 4–5,7. Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi oleh pH atau

tingkat keasaman, dan akan lebih stabil apabila dalam suasana asam atau pH yang

rendah.

Tabel 5.4 Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Zat Warna Hewan

Kel Perlakuan

Pengamatan Zat Warna

Sebelum Pemanasan Setelah Pemanasan

0’ 10’ 20’ 30’ 0’ 10’ 20’ 30’

1Pemanasan

dengan curing IV

Merah segar

- - -Merah pucat

Merah muda

Merah muda pucat

Merah muda pucat

2Pemanasan

dengan curing III

Merah segar

- - -Merah pucat

Merah muda pucat

Coklat pucat

Coklat pucat

3Pemansan

dengan curing II

Merah segar

- - -Merah pucat

Merah muda pucat

Coklat pucat

Coklat pucat

4Pemanasan

dengan curing I

Merah segar

- - -Merah pucat

Merah muda pucat

Coklat pucat

Coklat pucat

5Pemanasan

dengan aquadest

Merah segar

- - -Merah pucat

Abu-abu

Abu-abu

pucat

Abu-abu

lebih pucat

6Dibiarkan di udara terbuka

Merah segar

Merah agak gelap

Merah lebih gelap

Merah gelap

- - - -

Sumber : Laporan Sementara

Daging merah merupakan daging yang menunjukkan warna merah ketika

sebelum dimasak. Daging mamalia (daging sapi) umumnya disebut daging merah.

Warna merah yang terdapat pada daging tersebut disebabkan karena adanya

kandungan mioglobin. Mioglobin meruparkan protein yang membawa oksigen pada

jaringan hewan ternak dengan cincin porfirinnya berupa Fe (pusat) dan mengikat

atom-N. Pada percobaan ini dilakukan berbagai perlakuan dalam mengidentifikasi

zat warna pada daging. Perlakuan tersebut diantaranya adalah membiarkan daging

pada keadaan terbuka (langsung kontak dengan oksigen), penambahan aquades,

nitrit, nitrat, vit.C (asam askorbat) sebelum kemudian dilakukan pemanasan. Daging

Page 21: Zat warna hewan dan tanaman

yang mula-mula berwarna merah segar ketika saat diiris berubah menjadi merah tua

atau sedikit mendekati warna kecoklatan, hal ini dapat terjadi karena adanya proses

oksidasi yang terjadi ketika daging dibiarkan pada keadaan terbuka dan berinteraksi

langsung dengan oksigen. Perubahan warna ini juga disebabkan karena adanya

perubahan zat warna daging yaitu perubahan menjadi oksimioglobin yang akhirnya

menjadi metmioglobin yang menyebabkan perubahan warna.

Perlakuan terhadap penambahan aquades kemudian dipanaskan

menyebabkan perubahan warna dari merah segar menjadi abu-abu pada menit ke-10,

abu-abu pucat pada menit ke-20 dan abu-abu lebih pucat pada menit ke-30. Hal ini

terjadi karena pembentukan globin yang berfungsi untuk mempertahankan heme

menjadi berkurang, akibatnya terjadi deoksigenasi oksimioglobin menjadi mioglobin

tereduksi yang tidak stabil. Kemudian mioglobin tereduksi yang tidak stabil tersebut

dioksidasi menjadi metmioglobin yang menjadikan warnanya semakin pucat.

Menurut teori Winarno (2002), apabila mioglobin kontak dengan oksigen akan

membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang (dalam daging segar), lalu

apabila berlangsung proses oksidasi yang berkelanjutan, maka akan terbentuk

metmioglobin yang berwarna coklat atau pucat. Hasil pengamatan praktikum sudah

sesuai dengan teori, pada menit ke-10 warna daging berubah menjadi abu-abu atau

semakin pucat dari warna awal, kemudian menit ke-20 dan ke-30 warnanya lebih

pucat lagi.

Curing atau pengawetan, pada umumnya melibatkan pemberian nitrat dan

garam. Perlakuan curing yang dilakukan pada percobaan ini menggunakan larutan

Na-nitrat, Na-nitrit, vitamin C, dan aquades. Perlakuan pemanasan dengan curing I

yaitu dengan menggunakan NaNO3 + NaNO2 + vitamin C + akuades + asam cuka

95% 2-3 tetes, warna daging merah segar menjadi merah muda pucat pada menit ke-

10, coklat pucat pada menit ke-20 dan coklat pucat pada menit ke-30. Warna coklat

pucat stabil pada menit ke-20 dan ke-30. Seharusnya warna akhir setelah perlakuan

adalah merah muda, karena pada pemanasan dengan nitrat atau nitrit, globin akan

terdenaturasi dan menghasilkan nitrosil mioglobin yang berwarna merah muda dan

selanjutnya menghasilkan nitrosil hemokromagen yang berwarna merah muda lebih

stabil. Ketidaksesuaian hasil praktikum dengan teori disebabkan karena kurang

telitinya praktikan dalam memperhatikan dan menyebutkan warna pada hasil

praktikum.

Page 22: Zat warna hewan dan tanaman

Perlakuan pemanasan dengan curing II yaitu dengan menggunakan NaNO3

ditambah akuades dan asam cuka 95% 2-3 tetes lalu dipanaskan selama-30 menit

terjadi perubahan warna dari warna merah segar menjadi merah muda pucat pada

menit ke-10, coklat pucat pada menit ke-20 dan coklat pucat pada menit ke-30.

Warna daging relatif stabil coklat pucat pada menit ke-20 dan ke-30. Hal ini

disebabkan pada penambahan NaNO3, nitrat akan tereduksi menjadi nitrit dan NO

yang mampu mereduksi Ferri menjadi Ferro, sehingga warna daging menjadi coklat.

Sedangkan perlakuan pemanasan dengan curing III yaitu NaNO2 ditambah

akuades dan asam cuka 95% 2-3 tetes, terjadi perubahan warna dari merah segar

menjadi merah muda pucat pada menit ke-10, coklat pucat pada menit ke-20 dan

coklat pucat pada menit ke-30. Warna yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan

perlakuan pemanasan curing II. Hal ini dikarenakan nitrit bereaksi dengan alfa

amino dari asam amino dalam larutan garam natrium, nitrit menaikkan asam nitrus

kemudian menjadi nitrikoksida.

Pada perlakuan pemanasan dengan curing IV yaitu vitamin C ditambah

akuades dan asam cuka 95% 2-3 tetes, terjadi perubahan warna dari merah segar

menjadi merah muda pada menit ke-10. Merah muda pucat pada menit ke-20 dan

merah muda pucat pada menit ke-30. Seharusnya warna terakhir yang dihasilkan

adalah coklat pucat. Warna merah muda disebabkan karena penambahan vitamin C

yang merupakan pencegah teroksidasinya Ferro menjadi Ferri sehingga warnanya

menjadi cerah. Kemudian setelah dimasak akan berubah menjadi coklat gelap sebab

untuk merubah warna merah yang lebih pekat akan dihasilkan nitrosil

hemokromogen yang lebih pula, sehingga warna warna coklat lebih pekat dan stabil.

Hasil akhir praktikum menunjukkan perubahan warna yang berbeda beda

pada daging yang diberi perlakuan kontak dengan oksigen, dipanaskan dengan

aquadest, curing I, curing II, curing III dan curing IV. Perubahan warna tersebut

terjadi secara bertahap sesuai dengan pengamatan kami yaitu pada menit ke-0, menit

ke-10, menit ke-20 dan menit ke-30. Menurut pengamatan kelompok kami curing 1

dengan komposisi NaNO3 + NaNO2 + vitamin C + akuades + asam cuka 95% 2-3

tetes mampu memberikan hasil pengawetan terbaik. Hal ini disebabkan karena nitrat

dan nitrit ditambahkan pada produk daging untuk mempertahankan warna cerah

daging dan berfungsi sebagai anti mikroba terutama adalah nitrit sedangkan nitrat

berperan utama mempertahankan konsentrasi nitrit (Handajani, 2010).

Page 23: Zat warna hewan dan tanaman

E. KESIMPULAN

Dari praktikum Acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Zat warna pada tomat adalah likopen, karotenoid.

2. Pada suasana alkali atau basa, intensitas warna likopen akan lebih terjaga

dibandingkan pada suasana asam.

3. Zat warna pada buncis adalah klorofil.

4. Sayuran berwarna hijau yang mengandung klorofil akan menjadi hijau segar

dalam larutan basa dan akan menjadi kecoklatan bila ditambah larutan asam.

5. Zat warna pada bawang merah adalah antosianin.

6. Antosianin menjadi stabil dan memberikan warna cerah pada suasana asam, dan

akan tidak berwarna atau keruh pada suasana basa.

7. Pemasakan sayuran yang mengandung pigmen antosianin lebih

direkomendasikan dilakukan secara tertutup untuk menjaga warna sayuran.

8. Zat warna atau pigmen yang terdapat dalam daging adalah mioglobin.

9. Pemanasan menyebabkan terbentuknya asam organik dan akan membuat pigmen

teroksidasi.

10. Pigmen dapat berubah warna jika dipengaruhi oleh asam atau basa, suhu, dan

panas atau cahaya. Semakin asam maka zat warna akan semakin pudar,

kemudian semakin tinggi suhu maka zat warna juga akan semakin pudar, begitu

juga sebaliknya.

11. Larutan curing yang paling baik untuk mempertahankan warna daging yaitu

curing I (nitrat dan nitrit).

Page 24: Zat warna hewan dan tanaman

LAMPIRAN

Gambar 5.1 Sampel Tomat, Bawang merah dan Buncis

Gambar 5.2 Sampel Tomat, Bawang merah dan Buncis dengan 25ml Larutan FeCl3

Page 25: Zat warna hewan dan tanaman

Gambar 5.3 Sampel Tomat, Bawang merah dan Buncis dengan 25ml Larutan FeCl3 setelah dipanaskan selama 15 menit

Gambar 5.4 Larutan Curing I Gambar 5.5 Curing I setelah Pemanasan 30 Menit

Gambar 5.6 Daging Setelah Pemanasan Selama 10 Menit

Gambar 5.7 Daging Setelah Pemanasan Selama 20 Menit

Page 26: Zat warna hewan dan tanaman

DAFTAR PUSTAKA

Arja, Fania Sari. 2013. Isolasi, Identifikasi, dan Uji Antioksidan Senyawa Antosianin Dari Buah Sikaduduk serta Aplikasi sebagai Pewarna Alami. Jurnal Kimia Unand, Vol.2 (1): 124-130.

Astuti, Sri Mulia. 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah dengan Cara Perlakuan Suhu dan Tekanan Vakum. Buletin Teknik Pertanian, Vol.13 (2): 79-85.

Chattopadhyay, Pritam. 2008. Biotechnological Potential of Natural Food Grade Biocolorants. African Journal of Biotechnology, Vol.7 (17): 2972-2985. India.

Chengaiah, B., et al. 2010. Medicina Importance of Natural Dyesa Riview. International Journal of PharmTech Research, Vol.2 (1).

Ferrante, A., Incrocci, L., Maggini, R., Serra, G. and Tognoni, F. 2008. Quality Changes During Storage of Fresh-cut or Intact Swiss Chard Leafy Vegetabels. Journal of Foods Agriculture & Environment, Vol.6 (3&4): 60-62.

Handajani, Sri. 2010. Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi Tradisional dan Terkini. UNS Press. Surakarta.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Terbitan ke II. ITB Press. Bandung.

Inanc, Levent. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and Its Occurrence in Virgin Olive Oils. Academic Food Journal, Vol.9 (2): 26-32.

Kailaku, Sari Intan., Kun Tanti Dewandari dan Sunarmani. 2007. Potensi Likopen dalam Tomat untuk Kesehatan. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, Vol.3: 1-7.

Nazaruddin. 1998. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Bogor.

Sahabi, D.M., R.A. Shehu, Y. Saidu, and A.S. Abdullahi. 2012. Screening for Total Carotenoids and β-Carotene in Some Widely Consumed Vegetables in Nigeria. Nigeria Journal of Basic and Applied Science, Vol.20 (3): 225-227.

Sari, Fitri Indah dan Soedjajadi Keman. 2005. Efektifitas Larutan Asam Cuka untuk Menurunkan Kandungan Logam Berat Cadmium dalam Daging Kerang Bulu. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.1 (2): 120-129.

Tarwotjo, C. Soejoeti. 1998. Dasar-Dasar Kuliner. Gramedia. Jakarta.

Utami, Christa Dyah Utami., Lilik Setyobudi dan Moch. Nawawi. 2012. Pengaruh Kepadatan Tanaman terhadap Hasil Tiga Varietas Baby Buncis (Phaseolus vulgaris). Jurnal Budidaya Pertanian.

Winarno, F.G. 2008.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Winarti, Sri., Ulya Sarofa dan Dhini Anggrahini. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.,) sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik Kimia, Vol.3 (1): 208-215.

Page 27: Zat warna hewan dan tanaman

Yuliasari, Nova., Muhammad Yanis dan Aprianto. 2012. Pengaruh Feri Klorida Terhadap Kedalaman Pengikisan dan Kekasaran Permukaan Aluminium Murni. Jurnal Penelitian Sains, Vol.15 (1).