38
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta tokoh masyarakat tertentu dengan suatu pengaturan keprotokolan; b. bahwa dalam upaya penyesuaian terhadap dinamika yang tumbuh dan berkembang dalam sistem ketatanegaraan, budaya, dan tradisi bangsa, dipandang perlu suatu pengaturan keprotokolan secara menyeluruh; c. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Keprotokolan; Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPROTOKOLAN. BAB I . . .

UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2010

TENTANG

KEPROTOKOLAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para

Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan

negara asing dan/atau organisasi internasional,

serta tokoh masyarakat tertentu dengan suatu

pengaturan keprotokolan;

b. bahwa dalam upaya penyesuaian terhadap

dinamika yang tumbuh dan berkembang dalam

sistem ketatanegaraan, budaya, dan tradisi bangsa,

dipandang perlu suatu pengaturan keprotokolan

secara menyeluruh;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987

tentang Protokol sudah tidak sesuai dengan

perkembangan sistem ketatanegaraan sehingga

perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c

perlu membentuk Undang-Undang tentang

Keprotokolan;

Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPROTOKOLAN.

BAB I . . .

Page 2: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang

berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan

atau acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata

Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk

penghormatan kepada seseorang sesuai dengan

jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara,

pemerintahan, atau masyarakat.

2. Acara Kenegaraan adalah acara yang diatur dan

dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat,

dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden,

serta Pejabat Negara dan undangan lain.

3. Acara Resmi adalah acara yang diatur dan

dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga

negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi

tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara

dan/atau Pejabat Pemerintahan serta undangan

lain.

4. Tata Tempat adalah pengaturan tempat bagi

Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan

negara asing dan/atau organisasi internasional,

serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara

Kenegaraan atau Acara Resmi.

5. Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan

upacara dalam Acara Kenegaraan atau Acara

Resmi.

6. Tata . . .

Page 3: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 3 -

6. Tata Penghormatan adalah aturan untuk

melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat

Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara

asing dan/atau organisasi internasional, dan

Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara

Kenegaraan atau Acara Resmi.

7. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota

lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang secara tegas

ditentukan dalam Undang-Undang.

8. Pejabat Pemerintahan adalah pejabat yang

menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan,

baik di pusat maupun di daerah.

9. Tamu Negara adalah pemimpin negara asing yang

berkunjung secara kenegaraan, resmi, kerja, atau

pribadi ke negara Indonesia.

10. Tokoh Masyarakat Tertentu adalah tokoh

masyarakat yang berdasarkan kedudukan

sosialnya mendapat pengaturan Keprotokolan.

11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga

perwakilan rakyat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah.

BAB II

ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Keprotokolan diatur berdasarkan asas:

a. kebangsaan;

b. ketertiban dan kepastian hukum;

c. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; dan

d. timbal balik.

Pasal 3 . . .

Page 4: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 4 -

Pasal 3

Pengaturan Keprotokolan bertujuan untuk:

a. memberikan penghormatan kepada Pejabat

Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara

asing dan/atau organisasi internasional, serta

Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu

Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara,

pemerintahan, dan masyarakat;

b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu

acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur

sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang

berlaku, baik secara nasional maupun

internasional; dan

c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan

antarbangsa.

Pasal 4

(1) Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang

ini meliputi:

a. Tata Tempat;

b. Tata Upacara; dan

c. Tata Penghormatan.

(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberlakukan hanya dalam Acara Kenegaraan atau

Acara Resmi bagi;

a. Pejabat Negara;

b. Pejabat Pemerintahan;

c. perwakilan negara asing dan/atau organisasi

internasional; dan

d. Tokoh Masyarakat Tertentu.

BAB III . . .

Page 5: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 5 -

BAB III

ACARA KENEGARAAN DAN ACARA RESMI

Pasal 5

(1) Penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara

Resmi dilaksanakan sesuai dengan aturan Tata

Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan.

(2) Acara Kenegaraan dan Acara Resmi dapat berupa

upacara bendera atau bukan upacara bendera.

(3) Dalam hal terjadi situasi dan kondisi tertentu

yang tidak memungkinkan terlaksananya atau

berlangsungnya Acara Kenegaraan atau Acara

Resmi, pelaksanaan acara dimaksud

menyesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu

tersebut.

(4) Penyesuaian pelaksanaan Acara Kenegaraan atau

Acara Resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diputuskan oleh inspektur upacara.

Pasal 6

(1) Acara Kenegaraan diselenggarakan oleh negara

dan dilaksanakan oleh panitia negara yang

diketuai oleh menteri yang membidangi urusan

kesekretariatan negara.

(2) Dalam hal Acara Kenegaraan diselenggarakan di

lingkungan lembaga negara lain, pelaksanaannya

dilakukan oleh kesekretariatan lembaga negara

dimaksud berkoordinasi dengan panitia negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penyelenggaraan . . .

Page 6: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 6 -

(3) Penyelenggaraan acara kenegaraan dapat

dilaksanakan di Ibukota Negara Republik Indonesia

atau di luar Ibukota Negara Republik Indonesia.

Pasal 7

(1) Penyelenggaraan Keprotokolan Acara Resmi

dilaksanakan oleh petugas protokol yang merupakan

bagian dari kesekretariatan lembaga negara dan/atau

instansi pemerintahan.

(2) Penyelenggaraan Acara Resmi dilakukan oleh:

a. lembaga negara yang kewenangannya disebutkan

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam

Undang-Undang;

c. kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian;

d. instansi pemerintah pusat dan daerah; dan

e. organisasi lain.

(3) Penyelenggaraan Acara Resmi diselenggarakan di

Ibukota Negara Republik Indonesia dan/atau dapat di

luar Ibukota Negara Republik Indonesia.

BAB IV

TATA TEMPAT

Pasal 8

Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara

asing dan/atau organisasi internasional, Tokoh

Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara

Resmi mendapat tempat sesuai dengan pengaturan Tata

Tempat.

Pasal 9 . . .

Page 7: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 7 -

Pasal 9

(1) Tata Tempat dalam Acara Kenegaraan dan Acara

Resmi di Ibukota Negara Republik Indonesia

ditentukan dengan urutan:

a. Presiden Republik Indonesia;

b. Wakil Presiden Republik Indonesia;

c. mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden

Republik Indonesia;

d. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia;

e. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia;

f. Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia;

g. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia;

h. Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia;

i. Ketua Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia;

j. Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia;

k. perintis pergerakan kebangsaan/

kemerdekaan;

l. duta besar/Kepala Perwakilan Negara Asing

dan Organisasi Internasional;

m. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia, Wakil Ketua Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Wakil

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Gubernur Bank Indonesia, Ketua

Badan Penyelenggara Pemilihan Umum, Wakil

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia, Wakil Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia, Wakil Ketua Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia, dan Wakil

Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia;

n. menteri, . . .

Page 8: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 8 -

n. menteri, pejabat setingkat menteri, anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

dan anggota Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia, serta Duta Besar Luar

Biasa dan Berkuasa Penuh Republik

Indonesia;

o. Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut,

dan Angkatan Udara Tentara Nasional

Indonesia;

p. pemimpin partai politik yang memiliki wakil di

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

q. anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia, Ketua Muda dan Hakim Agung

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Hakim

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan

anggota Komisi Yudisial Republik Indonesia;

r. pemimpin lembaga negara yang ditetapkan

sebagai pejabat negara, pemimpin lembaga

negara lainnya yang ditetapkan dengan

undang-undang, Deputi Gubernur Senior dan

Deputi Gubernur Bank Indonesia, serta Wakil

Ketua Badan Penyelenggara Pemilihan Umum;

s. gubernur kepala daerah;

t. pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan

tertentu;

u. pimpinan lembaga pemerintah

nonkementerian, Wakil Menteri, Wakil Kepala

Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan

Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia,

Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Wakil Jaksa Agung Republik

Indonesia, Wakil Gubernur, Ketua Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, pejabat

eselon I atau yang disetarakan;

v. bupati/walikota dan Ketua Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah kabupaten/kota; dan

w. Pimpinan . . .

Page 9: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 9 -

w. Pimpinan tertinggi representasi organisasi

keagamaan tingkat nasional yang secara

faktual diakui keberadaannya oleh Pemerintah

dan masyarakat.

(2) Tata Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

yang diadakan di luar Ibukota Negara Republik

Indonesia diatur dengan berpedoman pada urutan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 10

(1) Tata Tempat dalam Acara Resmi di provinsi

ditentukan dengan urutan:

a. gubernur;

b. wakil gubernur;

c. mantan gubernur dan mantan wakil gubernur;

d. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

provinsi atau nama lainnya;

e. kepala perwakilan konsuler negara asing di

daerah;

f. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

provinsi atau nama lainnya;

g. sekretaris daerah, panglima/komandan

tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua

angkatan, kepala kepolisian, ketua pengadilan

tinggi semua badan peradilan, dan kepala

kejaksaan tinggi di provinsi;

h. pemimpin partai politik di provinsi yang

memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah provinsi;

i. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

provinsi atau nama lainnya, anggota Majelis

Permusyawaratan Ulama Aceh dan anggota

Majelis Rakyat Papua;

j. bupati/walikota; . . .

Page 10: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 10 -

j. bupati/walikota;

k. Kepala Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa

Keuangan di daerah, Kepala Kantor Perwakilan

Bank Indonesia di daerah, ketua Komisi

Pemilihan Umum Daerah;

l. pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh

Masyarakat Tertentu tingkat provinsi;

m. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

kabupaten/kota;

n. wakil bupati/wakil walikota dan Wakil Ketua

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

kabupaten/kota;

o. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

kabupaten/kota;

p. asisten sekretaris daerah provinsi, kepala

dinas tingkat provinsi, kepala kantor instansi

vertikal di provinsi, kepala badan provinsi, dan

pejabat eselon II; dan

q. kepala bagian pemerintah daerah provinsi dan

pejabat eselon III.

(2) Penyelenggara negara, perwakilan negara asing

dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh

Masyarakat Tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (1) hadir dalam Acara Resmi di

provinsi menempati urutan Tata Tempat terlebih

dahulu.

Pasal 11

(1) Tata Tempat dalam Acara Resmi di

kabupaten/kota ditentukan dengan urutan:

a. bupati/walikota;

b. wakil bupati/wakil walikota;

c. mantan bupati/walikota dan mantan wakil

bupati/wakil walikota;

d. Ketua . . .

Page 11: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 11 -

d. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

kabupaten/kota atau nama lainnya;

e. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

kabupaten/kota atau nama lainnya;

f. sekretaris daerah, komandan tertinggi Tentara

Nasional Indonesia semua angkatan, kepala

kepolisian, ketua pengadilan semua badan

peradilan, dan kepala kejaksaan negeri di

kabupaten/kota;

g. pemimpin partai politik di kabupaten/kota

yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah kabupaten/kota;

h. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

kabupaten/kota atau nama lainnya;

i. pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh

Masyarakat Tertentu tingkat kabupaten/kota;

j. asisten sekretaris daerah kabupaten/kota,

kepala badan tingkat kabupaten/kota, kepala

dinas tingkat kabupaten/kota, dan pejabat

eselon II, kepala kantor perwakilan Bank

Indonesia di tingkat kabupaten, ketua komisi

pemilihan umum kabupaten/kota;

k. kepala instansi vertikal tingkat

kabupaten/kota, kepala unit pelaksana teknis

instansi vertikal, komandan tertinggi Tentara

Nasional Indonesia semua angkatan di

kecamatan, dan kepala kepolisian di

kecamatan;

l. kepala bagian pemerintah daerah

kabupaten/kota, camat, dan pejabat eselon III;

dan

m. lurah/kepala desa atau yang disebut dengan

nama lain dan pejabat eselon IV.

(2) Dalam . . .

Page 12: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 12 -

(2) Dalam hal penyelenggara negara, perwakilan

negara asing dan/atau organisasi internasional,

serta Tokoh Masyarakat Tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10

ayat (1) hadir dalam Acara Resmi di

kabupaten/kota, para pejabat tersebut menempati

urutan Tata Tempat terlebih dahulu.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Tempat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan

Pasal 11 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 13

Tata Tempat bagi penyelenggara dan/atau pejabat

tuan rumah dalam pelaksanaan Acara Resmi sebagai

berikut:

a. dalam hal Acara Resmi dihadiri Presiden dan/atau

Wakil Presiden, penyelenggara dan/atau pejabat

tuan rumah mendampingi Presiden dan/atau

Wakil Presiden.

b. dalam hal Acara Resmi tidak dihadiri Presiden

dan/atau Wakil Presiden, penyelenggara dan/atau

pejabat tuan rumah mendampingi Pejabat Negara

dan/atau Pejabat Pemerintah yang tertinggi

kedudukannya.

Pasal 14

(1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan

negara asing dan/atau organisasi internasional,

serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara

Kenegaraan dan/atau Acara Resmi dapat

didampingi istri atau suami.

(2) Istri . . .

Page 13: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 13 -

(2) Istri atau suami sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) menempati urutan sesuai Tata Tempat

suami atau istri.

Pasal 15

(1) Dalam hal Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan,

kepala perwakilan negara asing dan/atau

organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat

Tertentu berhalangan hadir pada Acara

Kenegaraan atau Acara Resmi, tempatnya tidak

diisi oleh yang mewakilinya.

(2) Seorang yang mewakili sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mendapat tempat sesuai dengan

kedudukan sosial dan kehormatan yang

diterimanya atau jabatannya.

BAB V

TATA UPACARA

Bagian Kesatu

Upacara Bendera

Pasal 16

Upacara bendera hanya dapat dilaksanakan untuk

Acara Kenegaraan atau Acara Resmi:

a. Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia;

b. hari besar nasional;

c. hari ulang tahun lahirnya lembaga negara;

d. hari ulang tahun lahirnya instansi pemerintah;

dan

e. hari ulang tahun lahirnya provinsi dan

kabupaten/kota.

Pasal 17 . . .

Page 14: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 14 -

Pasal 17

Tata upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara

Kenegaraan dan Acara Resmi meliputi:

a. tata urutan dalam upacara bendera;

b. tata bendera negara dalam upacara bendera;

c. tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera; dan

d. tata pakaian dalam upacara bendera.

Pasal 18

Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17 huruf a meliputi tata urutan upacara

bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan tata

urutan upacara bendera dalam upacara bendera

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b

sampai dengan huruf e.

Pasal 19

Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17 huruf a sekurang-kurangnya meliputi:

a. pengibaran bendera negara diiringi dengan lagu

kebangsaan Indonesia Raya;

b. mengheningkan cipta;

c. pembacaan naskah Pancasila;

d. pembacaan Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

e. pembacaan doa.

Pasal 20

Tata urutan upacara bendera dalam rangka

peringatan hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 sekurang-kurangnya meliputi:

a. pengibaran . . .

Page 15: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 15 -

a. pengibaran bendera negara diiringi dengan lagu

kebangsaan Indonesia Raya;

b. mengheningkan cipta;

c. mengenang detik-detik Proklamasi diiringi dengan

tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng gereja

dan lain-lain selama satu menit;

d. pembacaan Teks Proklamasi; dan

e. pembacaan doa.

Pasal 21

Tata bendera negara dalam upacara bendera

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b

meliputi:

a. bendera dikibarkan sampai dengan saat matahari

terbenam;

b. tiang bendera didirikan di tempat upacara; dan

c. penghormatan pada saat pengibaran atau

penurunan bendera.

Pasal 22

(1) Tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c

meliputi:

a. pengibaran atau penurunan bendera negara

dengan diiringi lagu kebangsaan;

b. iringan lagu kebangsaan dalam pengibaran

atau penurunan bendera negara dilakukan

oleh korps musik atau genderang dan/atau

sangkakala, sedangkan seluruh peserta

upacara mengambil sikap sempurna dan

memberikan penghormatan menurut keadaan

setempat.

(2) Dalam . . .

Page 16: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 16 -

(2) Dalam hal tidak ada korps musik atau genderang

dan/atau sangkakala pengibaran atau penurunan

bendera negara diringi dengan lagu kebangsaan

oleh seluruh peserta upacara.

(3) Waktu pengiring lagu untuk pengibaran atau

penurunan bendera tidak dibenarkan

menggunakan musik dari alat rekam.

Pasal 23

(1) Tata pakaian upacara bendera sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 huruf d dalam Acara

Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan

menurut jenis acara.

(2) Dalam Acara Kenegaraan digunakan pakaian sipil

lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, atau

pakaian nasional yang berlaku sesuai dengan

jabatannya atau kedudukannya dalam

masyarakat.

(3) Dalam Acara Resmi dapat digunakan pakaian sipil

harian atau seragam resmi lain yang telah

ditentukan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian sipil

lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran,

pakaian nasional, pakaian sipil harian, atau

seragam resmi diatur dalam Peraturan Presiden.

Pasal 24

(1) Untuk melaksanakan upacara bendera dalam

Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, diperlukan

kelengkapan dan perlengkapan.

(2) Kelengkapan . . .

Page 17: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 17 -

(2) Kelengkapan upacara sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), antara lain, meliputi:

a. inspektur upacara;

b. komandan upacara;

c. perwira upacara;

d. peserta upacara;

e. pembawa naskah;

f. pembaca naskah; dan

g. pembawa acara.

(3) Perlengkapan upacara sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), antara lain, meliputi:

a. bendera;

b. tiang bendera dengan tali;

c. mimbar upacara;

d. naskah Proklamasi;

e. naskah Pancasila;

f. naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

g. teks doa.

Pasal 25

Dalam hal terjadi situasi dan kondisi yang tidak

memungkinkan terlaksananya tata upacara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, tata upacara

dilaksanakan dengan menyesuaikan situasi dan

kondisi tersebut.

Bagian Kedua

Upacara bukan Upacara Bendera

Pasal 26

Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan

untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.

Pasal 27 . . .

Page 18: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 18 -

Pasal 27

Tata Upacara bukan upacara bendera dalam

penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi

meliputi tata urutan upacara dan tata pakaian

upacara.

Pasal 28

Tata urutan acara bukan upacara bendera

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dalam Acara

Kenegaraan atau Acara Resmi, antara lain, meliputi:

a. menyanyikan dan/atau mendengarkan Lagu

Kebangsaan Indonesia Raya;

b. pembukaan;

c. acara pokok; dan

d. penutup.

Pasal 29

(1) Tata pakaian upacara bukan upacara bendera

dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi

disesuaikan menurut jenis acara.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata pakaian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

Peraturan Presiden.

Pasal 30

Bendera negara dalam Acara Kenegaraan atau Acara

Resmi upacara bukan upacara bendera dipasang

pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah

kanan mimbar.

BAB VI . . .

Page 19: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 19 -

BAB VI

TATA PENGHORMATAN

Pasal 31

(1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan

negara asing dan/atau organisasi internasional,

serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara

Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat

penghormatan.

(2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi:

a. penghormatan dengan bendera negara;

b. penghormatan dengan lagu kebangsaan;

dan/atau

c. bentuk penghormatan lain sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Tata penghormatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

BAB VII

TAMU NEGARA, TAMU PEMERINTAH, DAN/ATAU

TAMU LEMBAGA NEGARA LAINNYA

Pasal 32

Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu

lembaga negara lain yang berkunjung ke Negara

Indonesia mendapat pengaturan keprotokolan sebagai

penghormatan kepada negaranya sesuai dengan asas

timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan

dalam tata pergaulan internasional.

Pasal 33 . . .

Page 20: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 20 -

Pasal 33

(1) Tamu Negara terdiri atas presiden, raja, kaisar,

ratu, yang dipertuan agung, paus, gubernur

jenderal, wakil presiden, perdana menteri,

kanselir, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan

Bangsa-Bangsa.

(2) Tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga negara

lainnya dapat terdiri atas pejabat tinggi lembaga

negara asing lain, mantan kepala

negara/pemerintahan atau wakilnya, wakil

perdana menteri, menteri atau setingkat menteri,

kepala perwakilan negara asing, utusan khusus

dan tokoh masyarakat asing/internasional

tertentu lain yang akan diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

(3) Kunjungan Tamu Negara sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat berupa:

a. kunjungan kenegaraan;

b. kunjungan resmi;

c. kunjungan kerja; atau

d. kunjungan pribadi.

Pasal 34

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan

keprotokolan terhadap Tamu Negara, tamu

pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 35

Penyelenggaraan keprotokolan di daerah khusus atau

daerah istimewa dilaksanakan dengan menghormati

kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut

sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-

Undang ini.

Pasal 36 . . .

Page 21: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 21 -

Pasal 36

Pendanaan keprotokolan dalam Acara Kenegaraan

dan Acara Resmi dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang

Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3363) dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 38

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua

peraturan perundang-undangan yang merupakan

peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363)

dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 39

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar . . .

Page 22: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 22 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-Undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 19 November 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 19 November 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 125

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

Page 23: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2010

TENTANG

KEPROTOKOLAN

I. UMUM

Negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara, Pejabat

Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi

internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dengan Tata

Pengaturan mengenai Keprotokolan. Pengaturan Keprotokolan tersebut

perlu disesuaikan dengan dinamika yang tumbuh dan berkembang

dalam sistem ketatanegaraan, budaya, dan tradisi bangsa.

Perubahan ketatanegaraan di Indonesia setelah perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

berimplikasi pada perubahan pengaturan keprotokolan negara.

Perubahan mendasar antara lain diwujudkan dengan ditiadakannya

lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara yang selanjutnya

menjadi lembaga negara. Perubahan tersebut dan dengan telah

disahkannya berbagai Undang-Undang baru menghasilkan lembaga

baru yang belum diatur keprotokolannya dalam Acara Kenegaraan

atau Acara Resmi. Pengaturan Keprotokolan juga diperlukan terhadap

lembaga negara yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol pada

saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sistem

ketatanegaraan sehingga diperlukan Undang-Undang baru dalam

rangka penyempurnaan pengaturan mengenai Keprotokolan

khususnya mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata

Penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan,

perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, Tokoh

Masyarakat Tertentu, dan/atau tamu negara sesuai dengan

kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat.

Ruang . . .

Page 24: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 2 -

Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi

Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan yang

diberlakukan dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi bagi Pejabat

Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau

organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat tertentu.

Pengaturan Keprotokolan dalam Undang-Undang ini berasaskan

kebangsaan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, serta

keselarasan dan timbal balik yang bertujuan:

a. memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat

Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi

internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu Negara

sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan

masyarakat;

b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan

tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan

kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun

internasional; dan

c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antarbangsa.

Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai penyelenggaraan

Acara Kenegaraan dan Acara Resmi yang dilaksanakan sesuai dengan

Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan baik dalam

upacara bendera maupun bukan upacara bendara. Penyelenggara

Acara Kenegaraan dilaksanakan oleh Panitia Negara yang diketuai oleh

menteri yang membidangi urusan kesekretariatan negara, sedangkan

penyelenggara Keprotokolan Acara Resmi dilakukan oleh:

12. lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

13. lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam Undang-

Undang;

14. kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian;

15. instansi pemerintah pusat dan daerah; dan

16. organisasi lain.

Undang-Undang . . .

Page 25: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 3 -

Undang-Undang ini mengatur pula mengenai tata upacara

bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi

yang meliputi tata urutan upacara bendera, tata bendera negara dalam

upacara bendera, tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera, dan

tata pakaian dalam upacara bendera.

Ketentuan mengenai Keprotokolan bagi Tamu Negara, tamu

pemerintah dan/atau tamu lembaga negara lain yang berkunjung ke

negara Indonesia merupakan penghormatan kepada negaranya dan

dilaksanakan sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma,

dan/atau kebiasaan dalam pergaulan internasional dengan tetap

memperhatikan nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia yang

berkembang, tanpa mengabaikan kebiasaan yang berlaku dalam

pergaulan internasional.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kebangsaan” adalah keprotokolan

harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang

pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip

negara kesatuan Republik Indonesia.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “ketertiban dan kepastian hukum''

adalah keprotokolan harus dapat menimbulkan ketertiban

dalam masyarakat melalui adanya kepastian hukum.

Huruf c Huruf c . . .

Page 26: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 4 -

Yang dimaksud dengan “keseimbangan, keserasian, dan

keselarasan” adalah keprotokolan harus mencerminkan

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara

kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan

bangsa dan negara.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “timbal balik” adalah keprotokolan

diberikan setimpal atau balas jasa terhadap keprotokolan

dari negara lain.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan ”situasi dan kondisi tertentu”, antara

lain, kondisi tempat dan ruangan yang tersedia, hujan yang

berkepanjangan, gempa, banjir, longsor, bencana lainnya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “panitia negara” adalah panitia yang

susunan keanggotaannya ditetapkan dengan keputusan

presiden untuk melaksanakan Acara Kenegaraan.

Ayat (2) Ayat (2) . . .

Page 27: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 5 -

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k Huruf k . . .

Page 28: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 6 -

Cukup jelas.

Huruf l

Yang dimaksud dengan ”Kepala Perwakilan Negara

Asing” adalah orang yang ditugaskan oleh negara

pengirim bagi Negara Republik Indonesia untuk

bertindak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Yang dimaksud dengan ”Kepala Organisasi

Internasional” adalah orang yang ditunjuk sebagai

kepala organisasi antar pemerintah untuk bertindak

sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Huruf m

Yang dimaksud dengan ”Badan Penyelenggara

Pemilihan Umum” adalah Komisi Pemilihan Umum dan

Badan Pengawas Pemilihan Umum.

Huruf n

Pejabat setingkat menteri adalah pejabat yang

ditetapkan oleh Presiden berdasarkan peraturan

perundang-undangan seperti: Jaksa Agung, Panglima

Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia (Kapolri).

Pengertian pejabat setingkat menteri dalam Undang-

Undang ini hanya terkait dengan Tata Tempat pada

Acara Kenegaraan dan Acara Resmi di Ibukota Negara

Republik Indonesia.

Huruf o

Cukup jelas.

Hurup p

Yang dimaksud dengan “pemimpin partai politik”,

adalah ketua umum atau sebutan lain, pemimpin

tertingggi partai politik sesuai dengan anggaran

dasar/anggaran rumah tangga partai politik.

Huruf q Huruf q . . .

Page 29: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 7 -

Cukup jelas.

Huruf r

Cukup jelas.

Huruf s

Cukup jelas.

Huruf t

Yang dimaksud dengan ”pemilik tanda jasa dan tanda

kehormatan’’ adalah pemilik tanda kehormatan Bintang

Republik Indonesia.

Huruf u

Cukup jelas.

Huruf v

Cukup jelas.

Huruf w

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “nama lainnya” adalah Dewan

Perwakilan Rakyat Aceh di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua di

Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Huruf e

Cukup jelas. Huruf e . . .

Page 30: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 8 -

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “pemimpin partai politik”,

adalah ketua umum atau sebutan lain, pemimpin

tertingggi partai politik sesuai dengan anggaran

dasar/anggaran rumah tangga partai politik.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Yang dimaksud dengan “pemuka agama di tingkat

provinsi” adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua

Konferensi Wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan

Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma

Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan

Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh

peraturan perundang-undangan di provinsi.

Yang dimaksud dengan “pemuka adat” adalah tokoh

atau pemimpin kesatuan masyarakat adat dengan

penyebutan nama jabatan adat dan/atau nama tokoh

atau gelar pada suatu daerah tertentu.

Tokoh masyarakat tertentu di provinsi antara lain rektor

perguruan tinggi setempat.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Cukup jelas. Huruf n . . .

Page 31: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 9 -

Huruf o

Cukup jelas.

Huruf p

Cukup jelas.

Huruf q

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penyelenggara negara”, antara lain,

Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan yang hadir dalam

Acara Resmi di provinsi.

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “nama lainnya” adalah dewan

perwakilan rakyat kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Yang dimaksud dengan ”pimpinan partai politik di

kabupaten/kota” adalah ketua wilayah atau sebutan

Huruf g . . .

Page 32: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 10 -

lain pemimpin tertinggi partai politik di kabupten/kota

sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah

Tangga partai politik.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Yang dimaksud dengan ”pemuka agama di tingkat

kabupaten/kota” adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia,

Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia, Ketua

Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada

Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha

Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan

yang diakui oleh peraturan perundang-undangan di

kabupaten/kota.

Yang dimaksud dengan “pemuka adat” adalah tokoh

atau pemimpin kesatuan masyarakat adat dengan

penyebutan nama jabatan adat dan/atau nama tokoh

atau gelar pada suatu daerah tertentu.

Tokoh masyarakat tertentu di kabupaten/kota antara

lain rektor perguruan tinggi.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

Ayat (2) Ayat (2) . . .

Page 33: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 11 -

Yang dimaksud dengan “penyelenggara negara”, antara lain,

Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan yang hadir dalam

Acara Resmi di kabupaten/kota.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tuan rumah” adalah gubernur,

dan/atau bupati/walikota sebagai kepala daerah yang

menyelenggarakan Acara Resmi di provinsi atau

kabupaten/kota.

Huruf b

Pejabat pemerintah yang tertinggi didasarkan pada tingkat

eselonisasi.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Huruf a

Pengibaran bendera diiringi dengan lagu kebangsaan pada

pagi hari dilakukan menjelang detik-detik proklamasi.

Huruf b

Huruf b . . .

Page 34: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 12 -

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 20

Huruf a

Pengibaran bendera diiringi dengan lagu kebangsaan pada

pagi hari dilakukan menjelang detik-detik proklamasi.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 21

Huruf a

Pelaksanaan upacara penurunan bendera dilakukan dengan

menghormati waktu kegiatan keagamaan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23 Pasal 23 . . .

Page 35: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 13 -

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “inspektur upacara” pada ayat

ini adalah pembina upacara atau sebutan lainnya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “komandan upacara” pada ayat

ini adalah pemimpin upacara atau sebutan lainnya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “perwira upacara” pada ayat ini

adalah penanggung jawab upacara atau sebutan

lainnya.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 25

Yang dimaksud dengan ”situasi dan kondisi yang tidak

memungkinkan”, antara lain, hujan yang berkepanjangan, gempa,

banjir, longsor, atau bencana alam lain.

Pasal 26

Cukup jelas. Pasal 26 . . .

Page 36: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 14 -

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kunjungan kenegaraan” adalah

kunjungan yang dilakukan oleh kepala negara (raja,

presiden, sultan, ratu, paus, atau yang dipertuan agung)

dalam suatu periode masa jabatan dan baru pertama

kali diadakan dengan tujuan memperkenalkan diri atau

mengawali suatu perjanjian kerja sama kedua negara

dalam bidang tertentu.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “kunjungan resmi” adalah

kunjungan yang dilakukan oleh kepala pemerintahan

Huruf b . . .

Page 37: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 15 -

(perdana menteri, kanselir) untuk pertama kalinya atau

kunjungan kepala negara untuk kedua kalinya atau

lebih dengan tujuan menindaklanjuti atau

mengembangkan suatu perjanjian kerja sama yang

disepakati sebelumnya atau berdasarkan undangan

negara yang bersangkutan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “kunjungan kerja” adalah

kunjungan yang ketiga kali atau lebih oleh kepala

negara/pemerintahan ke negara yang sama atau dalam

rangka menghadiri pertemuan-pertemuan internasional,

seperti konferensi tingkat tinggi.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “kunjungan pribadi” adalah

kunjungan yang dilakukan karena keperluan

pribadi/khusus dan semaksimal mungkin mengurangi

hal-hal yang bersifat keprotokolan.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 38 . . .

Page 38: UU 9 Tahun 2010 - ahok.orgahok.org/wp-content/uploads/2011/03/UU-9-Tahun... · Title: UU 9 Tahun 2010 Author: user Created Date: 12/14/2010 9:43:14 AM

- 16 -

Pasal 39

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5166