Upload
dinhdan
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UJI SENSITIVITAS SARI BAWANG PUTIH (Allium sativum)
TERHADAP JAMUR Malassezia furfur
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH :
AMSAR JAMBIA
P00341015003
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
5
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Amsar Jambia
NIM : P00341015003
Tempat, Tanggal Lahir : Ampera, 2 mei 1996
Suku/bangsa : Buton/Indonesia
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Kel. Bugi, Kec. Sorawolio, Kota Baubau
B. Pendidikan
1. SD Negeri Bugi, Tamat tahun 2008
2. SMP Negeri 1 Sorawolio, Tamat tahun 2011
3. SMA Negeri 6 Baubau, Tamat tahun 2014
4. Tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
v
6
MOTTO
Kita tak perlu menjadi malu karena
Pernah berbuat kesalahan, selama kita
Menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya
“..Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
(QS Al-Baqarah:153)
Karya Tulis ini Kupersembahkan Kepada
Almamaterku,
Kedua orang tuaku
Keluargaku tersayang
Sahabat-sahabatku tersayang
Agama, bangsa dan negaraku
vi
7
ABSTRAK
Amsar Jambia. Uji Sensitivitas Sari Bawang Putih (Allium Sativum)
Terhadap Jamur Malassezia furfur Di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan
Analis Kesehatan Poltekkes Kendari Tahun 2018, dibimbing oleh Fonnie E.
Hasan dan Reni Yunus. (xv + 1 tabel + 5 gambar + 9 lampiran). Malassezia
furfur merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel
rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Jamur ini merupakan
bagian dari flora normal pada kulit manusia dan hanya menimbulkan gangguan
pada keadaan-keadaan tertentu misalnya pada saat banyak keringat. Pengobatan
penyakit yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur biasanya menggunakan
ketokonazole.. Masyarakat meyakini bahwa bawang putih termasuk salah satu
jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati
penyakit panu. Menurut Rustama dkk, (2005) bawang putih mengandung senyawa
alkaloid, saponin, dan tannin. Jenis penelitian ini adalah Experimental
Laboratories. Metode yang digunakan adalah difusi agar dengan 2 pengulangan.
Konsentrasi sari bawang putih yang digunakan adalah 20%, 40% 60%, 80% dan
100%. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan zona hambat sari bawang putih
terhadap jamur Malassezia furfur pada konsentrasi 20% sebesar 6,75 mm
(resisten) karena zona hambatnya ≤12 mm. Pada konsentrasi 40% sebesar 13,25
mm dan 60% sebesar 15,25 mm (intermediate) karena zona hambatnya 13-17 mm.
Sedangkan pada konsentrasi 80% sebesar 18,25 mm dan konsentrasi 100%
sebesar 27,4 (sensitif) karena zona hambatnya ≤18 mm. Kesimpulan penelitian ini
adalah Sari bawang putih pada konsentrasi 80% dan 100% mampu menghambat
pertumbuhan jamur Malassezia furfur. Peneliti menyarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang uji sensitivitas sari bawang putih
terhadap jenis jamur lain.
Kata kunci : sari bawang putih, Malassezia furfur, antijamur.
Daftar Pustaka : 31 buah (1989-2015)
vii
8
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT
atas segala rahmat, hidayah dan kemudahan yang selalu diberikan kepada
hamba-Nya, sehingga karya tulis ilmiah dengan judul “Uji Sensitivitas Sari
Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Jamur Malassezia furfur”.
Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program Diploma III (DIII) pada Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
Rasa hormat, terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada Ayahanda La Itemba Dan Ibunda Wa Pinja tercinta atas semua
bantuan moril maupun materil, motivasi, dukungan dan cinta kasih yang
tulus serta doanya demi kesuksesan studi yang penulis jalani selama
menuntut ilmu sampai selesainya karya tulis ini.
Proses penulisan karya tulis ilmiah ini telah melewati perjalanan
panjang, dan penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga
menghaturkan rasa terima kasih kepada Fonnie E. Hasan, DCN., M.Kes
selaku pembimbing I dan Reni Yunus, S.Si., M.Sc selaku pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan, kesabaran dalam membimbing dan atas
segala pengorbanan waktu dan pikiran selama menyusun karya tulis ini.
Ucapan terima kasih penulis juga tujukan kepada:
1. Askrening, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Kendari
2. Dr. Ir. Sukanto Toding, MSP. MA selaku Kepala Kantor Badan
Riset Sultra yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis
dalam penelitian ini.
3. Anita Rosanty, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan.
4. Anita Rosanty, SST., M.Kes dan Supiati, STP., MPH selaku penguji
dalam Karya Tulis Ilmiah ini.
viii
9
5. Seluruh Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan
pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.
6. Teristimewa dan tak terhingga penulis ucapkan terima kasih kepada
seluruh keluarga besarku yang selalu menemani dalam suka dan
duka, membantu, mendukung, memotivasi dan mendoakan penulis.
7. Terimakasih kepada sahabat-sahabat saya (AGODA) dan seluruh
teman-teman Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kendari Angkatan
2015 yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis
dalam menyusun karya tulis ilmiah ini.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan
dan keterbatasan yang ada, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kekeliruan, dan
kekurangan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat membawa
manfaat untuk menambah khasanah ilmu khususnya bagi ilmu pengetahuan
dan penelitian selanjutnya. Karya ini merupakan tugas akhir yang wajib
dilewati dari masa studi yang telah penulis tempuh, semoga menjadi awal
yang baik bagi penulis Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Kendari, 31 Mei 2018
Peneliti
ix
10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Bawang Putih .............................................................. 5
1. Pengertian Bawang Putih .................................................................... 5
2. Klasifikasi Bawang Putih ................................................................... 5
3. Sinonim .............................................................................................. 5
4. Sejarah Tanaman Bawang Putih ........................................................ 6
5. Sifat Sifat Botani Bawang Putih ........................................................ 6
6. Kandungan Bawang Putih ................................................................. 9
7. Manfaat Bawang Putih ..................................................................... 10
B. Tinjauan Umum Jamur Malassezia Furfur ........................................... 11
x
11
1. Jamur ................................................................................................ 11
2. Pengertian Jamur Malassezia furfur ................................................ 12
3. Klasifikasi Jamur Malassezia furfur ................................................ 12
4. Morfologi Jamur Malassezia furfur ................................................. 12
5. Gejala Klinis .................................................................................... 13
6. Pengobatan ....................................................................................... 14
C. Tinjauan Umum Uji Daya Hambat Jamur Malassezia furfur .............. 14
1. Uji Daya Hambat Atau Sensitivitas ................................................ 14
2. Media Pertumbuhan ......................................................................... 15
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ................................................................................... 18
B. Kerangka Pikir ....................................................................................... 19
C. Variabel Penelitian ............................................................................... 20
D. Definisi Operasional Dan Criteria Objektif ........................................... 20
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 23
B. Waktu Dan Tempat Penelitian .............................................................. 23
C. Subjek dan Objek Penelitian ................................................................. 23
D. Bahan Uji .............................................................................................. 23
E. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 24
F. Prosedur Penelitian ............................................................................... 24
G. Jenis Data .............................................................................................. 27
H. Pengolahan Data ................................................................................... 28
I. Analisis Data ......................................................................................... 28
J. Penyajian Data ...................................................................................... 28
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 29
B. Hasil penelitian ..................................................................................... 29
C. Pembahasan .......................................................................................... 32
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................... 37
xi
12
B. Saran ..................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
13
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Zona hambat sari bawang putih (Allium sativum) terhadap
pertumbuhan jamur Malassezia Furfur…….………………………………..31
xiii
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Akar bawang putih..……………………………………………...7
Gambar 2.2. Umbi bawang putih……………………………………………...7
Gambar 2.3. Batang bawang putih..……………………………………………8
Gambar 2.4. Daun bawang putih….……………………………………………8
Gambar 2.5. Morfologi jamur Malassezia furfur perbesaran 40X…………...8
Gambar 5.1 Zona hambat sari bawang putih (Allium sativum) terhadap
jamur Malassezia Furfur…………………………………………30
xiv
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat izin penelitian dari jurusan analis kesehatan
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kendari
Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 4 : Dokumentasi Penelitian
Lampiran 5 : Rumus zona hambat
Lampiran 6 : Rumus pengenceran
Lampiran 7 : Master Data
Lampiran 8 : Tabulasi Data
Lampiran 9 : Lembar hasil penelitian
Lampiran 10 : Surat keterangan telah melakukan penelitian
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pityriasis versicolor adalah infeksi superficial (infeksi hanya
terbatas pada lapisan terluar kulit, kuku dan rambut) ringan kronis pada
stratum korneum (lapisan kulit paling luar) akibat malassezia globasa,
malassezia restricta, dan anggota lain dari kompleks malassezia furfur
(Jawetz, 2014). Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih sampai
coklat bersisik. Kelainan umumya menyerang badan sering diketiak, sela
paha, leher, muka, tungkai atas dan kulit kepala (Onggowaluyo, 2003).
Pityriasis versicolor tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi
yang di laporkan sebanyak 50% di lingkungan yang panas dan lembab di
kepulauan Samoa Barat dan hanya1,1% di temperatur yang lebih dingin di
Swedia (Burkhart, 2013). Dinegara berkembang prevalensinya lebih tinggi
di bandingkan negara maju. Penyakit ini terutama terdapat pada remaja dan
dewasa muda, terbanyak pada usia 16-40 tahun. Perbedaan antara pria dan
wanita tidak ada, walapun di Amerika Serikat dilaporkan bahwa penderita
berusia 20-30 tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan 0,6% wanita
(Kumala, 2009)
Indonesia memiliki iklim yang tropis dan sangat memungkinkan
akan perkembangan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur. Oleh
karena itu, penyakit-penyakit akibat jamur sering kali menginfeksi
masyarakat. Banyak masyarakat tidak menyadari bahwa dirinya terkena
penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur. Bahkan jamur bisa
menginfeksi seluruh bagian tubuh manusia dari kepala sampai ujung kaki.
Jamur juga bisa menginfeksi semua umur mulai dari bayi, dewasa dan lanjut
usia. Banyak orang meremehkan penyakit yang disebabkan oleh jamur,
seperti Pityriasis versicolor atau kurap. Penyakit ini dapat menular lewat
sentuhan kulit atau juga dari pakaian yang terkontaminasi spora jamur
(Hayati, 2013).
1
2
Malassezia furfur adalah spesies tunggal yang menyebabkan
penyakit Pityriasis versicolor. Jamur ini menyerang lapisan kulit paling luar
(stratum korneum) dari epidermis kulit yang biasa diderita oleh seseorang
yang sudah mulai banyak beraktivitas dan mengeluarkan keringat.
Malassezia furfur yang pada kondisi tertentu dapat berubah dari fase ragi
kefase miselia patologis yang menyerang stratum korneum kemudian
stratum korneum yang terkena akan ditemukan banyak sel tunas ragi dan
hifa pendek. Invasi ini akan menyebabkan gangguan struktur stratum
korneum dan akan mengalami peningkatan kerapuhan dari daerah stratum
korneum yang terkena (Hald et al., 2014). Jamur Malassezia furfur sangat
mudah menginfeksi kulit orang yang selalu mengalami kontak langsung
dengan air dalam waktu yang lama dan kurangnya kesadaran akan
kebersihan diri dan lingkungan disekitar (Koes Irianto, 2014).
Bawang putih (Allium sativum) merupakan tanaman yang
berpotensi sebagai antijamur, manfaat lain dari tanaman ini yaitu sebagai
campuran dalam pengolahan masakan, tapi disamping itu dapat juga
digunakan untuk pengobatan tradisional yang memiliki beragam khasiat
seperti antimikroba, antikolesterol, antihipertensi dan imunomodulator
(meningkatkan sistem kekebalan tubuh) (Hardianto, 2005). Kandungan
senyawa kimia yang terdapat pada bawang putih yaitu allixin, adenosin,
ajoene, flavonoid, saponin, tuberholosida, scordinin (Sukma, 2016).
(Ganiswarna1995) juga mengatakan bahwa pada bawang putih mengandung
senyawa flavonoid dan polifenol yang merupakan kelompok senyawa fenol
yang berfungsi sebagai antijamur.
Flavonoid bersifat merusak membran sel sehingga terjadi
perubahan permeabilitas sel yang mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan sel atau matinya sel dan polifenol dapat mendenaturasi protein
sel jamur. Saponin dapat mengubah tegangan permukaan dengan mengikat
lipid yang dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel bakteri
(Pelczar dan Chan, 1988).
3
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Violita (2013)
melaporkan bahwa air perasan lengkuas merah dan air perasan lengkuas
putih dapat menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur penyebab
panu. Air perasan lengkuas merah pada konsentrasi 20% sudah
menghasilkan diameter zona hambat sebesar 11,25 mm sedangkan pada air
perasan lengkuas putih sebesar 10 mm, pada konsentrasi 40% rerata
diameter zona hambat air perasan lengkuas merah sebesar 12,5 mm
sedangkan pada lengkuas putih 10,75 mm, pada konsentrasi 60% rerata zona
hambat pada lengkuas merah sebesar 14,5 mm sedangkan pada lengkuas
putih didapatkan rerata diameter zona hambat sebesar 11,5 mm, pada
konsentrasi 80% rerata zona hambat lengkuas merah sebesar 15 mm
sedangkan pada lengkuas putih 12,25 mm, pada konsentrasi 100% rerata
zona hambat lengkuas merah sebesar 17,5 mm sedangkan pada lengkuas
putih diameter zona hambat sebesar 12,75 mm. Menurut (Trevor, 1995)
Kandungan ekstrak lengkuas yang mempunyai efek antimikroba yaitu
minyak atsiri, flavanoid, terpenoid dan fenol
Berdasarkan uraian diatas peneliti berkeinginan untuk meneliti
sensitivitas sari bawang putih dalam menghambat jamur Malassezia furfur
dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%.
B. Rumusan Masalah
Apakah sari bawang putih (Allium sativum) mempunyai
sensitivitas terhadap jamur Malassezia furfur atau tidak?
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah untuk mengetahui sensitivitas sari bawang putih
(Allium sativum) terhada jamur Malassezia furfur.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui zona hambat sari bawang putih (Allium sativum)
terhadap jamur Malassezia furfur dengan konsentrasi 20%, 40%,
60%, 80% dan 100%.
4
2. Mengetahui konsentrasi yang efektif dari larutan bawang putih yang
menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Memberikan bukti ilmiah tentang antijamur alami dari sari bawang putih
(Allium sativum) terhadap pertumbuhan jamur Malassezia furfur
penyebab Pityriasis versicolor.
b. Manfaat praktis
1. Dapat meningkatkan kualitas ilmu dalam bidang mikrobiologi dan
pengembangan profesi Analis Kesehatan.
2. Meningkatkan pemanfaatan sari bawang putih sebagai antijamur
Malassezia furfur dengan harapan dapat membantu untuk
menurunkan angka kejadian penyakit kulit khususnya penyakit
Pityriasis versicolor.
3. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat terkait manfaat
sari bawang putih (Allium sativum) yang dapat digunakan sebagai
antijamur Malassezia furfur penyebab penyakit Pityriasis versicolor.
4. Dapat digunakan sebagai landasan riset penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Bawang Putih (Allium sativum)
1. Pengertian Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak
dan berumpun. Tanaman ini dapat tumbuh meninggi hingga mencapai
30-60 cm. bagian-bagian tanaman ini meliputi akar, cakram (merupakan
batang tidak sempurnah), umbi dan daun (Suriana, 2011).
Bawang putih (Allium sativum) adalah salah satu tanaman tertua
dari semua tanaman budidaya. Telah digunakan sebagai bumbu,
makanan dan banyak terdapat pada cerita rakyat untuk obat selama lebih
dari 4000 tahun dan merupakan salah satu tanaman obat yang paling
banyak diteliti (Thomson dan Ali, 2003).
2. Klasifikasi Bawang Putih (Allium sativum)
Klasifikasi ilmiah atau toksonomi dari bawang putih adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Monocotyledonae
Bangsa : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium sativum (Sumetriani, 2013).
3. Sinonim
Bawang putih termasuk familia Liliaceae, tanaman ini memiliki
beberapa nama lokal yaitu, dason putih (Minangkabau), bawang bodas
(Sunda), bawang putih (Jawa Tengah), bhabang poote (Madura),
kasuna(Bali), lasuna mawura (Minahasa), bawa badudo (Ternate) dan
bawa flufer (Irian Jaya) (Santoso, 2000).
5
6
4. Sejarah tanaman bawang putih
Bawang putih (Allium sativum) sudah dikenal sekitar 3.000 tahun
SM. Bawang putih (Allium sativum) mempunyai sejarah panjang dalam
penggunaannya sebagai obat. Aristoteles menguji bawang putih
(Alliumsativum) pada tahun 335 SM untuk pengobatan. Bawang putih
(Allium sativum) telah digunakan oleh bangsa-bangsa Babilonia sebagai
makanan sekaligus obat, demikian pula bangsa Yunani dan orang Mesir
Kuno. Orang-orang Yunani menyebutnya sebagai obat penawar racun.
Orang Yunani dan Romawi menggunakannya untuk mengobati lepra dan
asma, serta menghalau Kalajengking. Pada tahun 2700-1900 sebelum
masehi bawang putih (Allium sativum) telah digunakan oleh pekerja-
pekerja bangunan piramid sebagai obat penangkal penyakit dan rasa
letih. Dalam catatan sejarah Mesir Kuno, para budak yang membangun
piramida Kheops sekitar 4.600 tahun yang lalu dianjurkan
memakanbawang putih (Allium sativum) agar tetap sehat, kuat dan
memiliki daya tahan tubuh luar biasa. Hipocrates yang hidup 460 tahun
SM juga memuji bawang putih (Allium sativum) sebagai obat yang
manjur. Pada abad II, bangsa Roma menganggap bawang putih (Allium
sativum) sebagai sumber kekuatan tubuh sekaligus berkhasiat untuk
mengatasi berbagai penyakit (Sumetriani, 2010).
5. Sifat-Sifat Botani Bawang Putih
Bawang putih termasuk tanaman semusim yang memiliki
ketinggian 30-60 cm, membentuk rumpun, dan berumbi lapis. Umbi
berbentuk bulat telur warna putih dan beraroma menyengat. Tanaman ini
tumbuh baik di daerah terbuka dengan ketinggian 600 mdpl yang
banyak sinar mataharinya dan berhawa sejuk.
7
Gambar 2.1. Akar bawang putih
Akar yang tumbuh pada batang pokok redumenter (tidak
sempurna) berfungsi sebagai alat penghisap makanan.
Gambar 2.2. Umbi bawang putih
Umbi bawang putih berlapis-lapis, maka bawang putih termasuk
jenis tanaman umbi lapis. Umbi bawang putih terdiri atas 8 – 20 siung
(anak bawang). Antara siung yang satu dengan siung yang lain
dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, sehingga membentuk satu kesatuan
yang rapat. Akar bawang berbentuk serabut dengan panjang maksimum
10 cm. Umbi bawang putih mengandung minyak atsiri 0,2-1% dengan
unsur utama alliin. Alliin dalam proses pengeringan akan berubah
menjadi allicin yang memberikan aroma khas dari umbi bawang putih.
Kandungan lainnya allil sulfida, allil propel disulfide, allil divinil
sulfide, allil vinil sulfoksida, diallil trisulfida, adenosin, allistin, garlisin,
tuberkulosid, dan senyawa fosfor.
8
Gambar 2.3. Batang bawang putih
Tanaman bawang putih memiliki pelepah yang membentuk batang
semu.
Gambar 2.4. Daun bawang putih
Tumbuhan bawang putih memiliki daun panjang, pipih, rata, dan
tidak berlubang. Banyaknya daun 7-10 helai per tanaman. Bentuk bunga
bawang putih adalah majemuk bulat dan dapat membentuk biji. Biji
tersebut tidak biasa dipergunakan untuk pembiakan. Memang tidak
semua jenis bawang putih dapat berbunga. Kalau siung bawang dibelah
menjadi dua, di dalamnya terdapat lembaga, dan lembaga ini nanti akan
tumbuh menerobos pucuk siung. Di samping lembaga, dalam siung
bawang putih terdapat daging pembungkus lembaga. Fungsi daging
pembungkus lembaga adalah melindungi lembaga, sekaligus menjadi
gudang persediaan makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman baru. Sedangkan bagian dasar siung/umbi pada
hakikatnya adalah batang pokok redumenter (Hieronymus Budi Santosa,
1989).
9
6. Kandungan Bawang Putih
Komposisi kimia bawang putih per 100 gr: protein 4,5 gram, lemak
0,20 gram, hidrat arang 23,10 gram, vitamin B1 0,22 mg, vitamin C15
mg, kalori 95 kalori, posfor 134 mg, kalsium 49 mg dan besi 1 mg. Dari
beberapa penelitian bawang putih mengandung zat aktip allicin, enzim
alinase, germanium (mampu mencegah rusaknya sel darah merah),
sativine (mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan serta merangsang
susunan sel saraf), selenium (mikromineral penting yang berfungsi
sebagai antioksidan), skordinin (antioksidan). kandungan bawang putih
bermanfaat sebagai bakterisida, fungisida dan dapat menghambat
pertumbuhan jamur maupun mikroba lainnya. (Solihin,2009)
Tanaman bawang putih juga terkandung zat aktif pertama yaitu
allicin yang menghasilkan bau bawang putih (aroma) yang khas
dihasilkan ketika senyawa sulfur dan allicin bereaksi dengan enzim
alinase (Evennett, 2006). Adapun kandungan sulfur lainnya adalah aliiri,
ajoene, allylpropyl disulfide, diallyl trisulfide, sallylcysteine,
vinyldithinnes, dan lainnya. Selain itu juga terdapat enzim-enzim antara
lain : allinase, peroxides, mirosinase dan lain-lain ( Kemper, 2000).
Bawang putih (Allium sativum) memiliki konsentrasi senyawa
sulfur yang lebh tinggi daripada spesies Allium lainnya, yang
bertanggung jawab baik untuk bau tajam bawang putih dan banyak efek
obat. Salah satu yang paling aktif adalah senyawa biologis allicin.
Allicin dianggap sebagai antioksidan utama, namun studi terbaru
menunjukkan bahwa senyawa lain mungkin memainkan peran yang
lebih, seperti senyawa polar fenolik dan steroid, yang menawarkan
berbagai sifat farmakologi tanpa bau dan juga panas yang stabil
(Gebreyohannes, 2013).
Menurut Rustama dkk, (2005) bawang putih mengandung senyawa
alkaloid, saponin, dan tanin, sedangkan berdasarkan penelitian Safithri
(2004), bawang putih mengandung karbohidrat, protein, sterol, alkoloid,
flavonoid, fenol hidroquinon dan saponin.
10
7. Manfaat bawang putih
Selain sebagai penyedap makanan, bawang putih memiliki
beberapa manfaat, seperti :
a. Potensi Antimikroba
Studi In vitro telah menunjukkan bahwa bawang putih
memiliki aktivitas melawan banyak bakteri gram negatif dan bakteri
gram positif. Beberapa bakteri yang telah diuji sensitivitasnya
terhadap bawang putih antara lain ialah Escherichia, Salmonella,
Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus, Bacillus,
Clostridium dan Mycobacterium tuberculosis. Kandungan bawang
putih yang berfungsi sebagai antimikroba yaitu Flavonoid, Fenol dan
minyak atsiri (Bayan, 2013).
b. Pada Metabolisme Lemak dan Kolesterol
Bawang putih membantu metabolisme lemak dan
menurunkan level kolesterol tubuh. Meningkatkan kolesterol baik,
HDL dan menurunkan kadar kolesterol jahat, LDL dan trigliserida.
Melindungi pembuluh darah dan jantung. Secara signifikan
mengurangi aktivitas HMG CoA dan enzim lainnya. Kandungann
kimia bawang putih yang membantu metabolisme lemak dan
menurunkan level kolesterol tubuh yaitu allicin (Bayan, 2013).
c. Terhadap Sistem Kardiovaskular
allicin merupakan kandungan bawang putih yang dapat
memperbaiki keseimbangan profil lipid, mempengaruhi tekanan
darah, menginhibisi fungsi platelet, antioksidan dan aktivitas
fibrinolisis (Bayan, 2013).
d. Kemampuan sebagai larvasida
Tanaman bawang putih dapat menjadi salah satu pilihan
alternatif pengendalian vektor penyakit DBD secara alamiah.
Kandungan senyawa yang sudah ditemukan pada bawang putih di
antaranya adalah Allicin dan Sulfur Amonia Acid Allin. Sulfur
amonia acid allin ini oleh Enzim Allicin Lyase diubah menjadi
11
Piruvic Acid, Amonia, dan Allicin Anti Mikroba. Selanjutnya Allicin
mengalami perubahan menjadi Diallyl Sulphide.Senyawa Allicin dan
Diallyl Sulphide inilah yang memiliki banyak kegunaan dan
berkhasiat sebagai obat.Allicin dan turunannya juga bersifat
larvasida (Puja, 2010).
e. Potensi Antijamur
Kandungan bawang putih telah terbukti memiliki fungistatic
dan aktivitas fungisida in vitro dan in vivo, kandungan kimia bawang
putih yang berfungsi sebagai antijamur yaitu minyak atsiri,
polifernol, allicin, saponin, plavonoid dan terpenoid.
B. Tinjauan Umum Jamur Malassezia furfur
1. Jamur
Jamur adalah tumbuhan rendah yang tidak memiliki klorofil
(pigmen hujau daun), sehingga tidak mampu mensintesis zat-zat
makanan sendiri dalam tubuhnya (Onggowaluyo, 2003)
Jamur merupakan organisme protista eukariotik, kemoheterotrof,
reproduksi secara seksual dan aseksual, struktur vegetatif berupa sel
tunggal atau berfilamen (Harti, 2014).
Untuk pertumbuhannya, jamur memerlukan kondisi habitat dan
lingkungan fisik yang sesuai, misalnya habitat tersebut mempunyai
kelembaban tinggi, tersedia zat organik cukup tersedia oksigen dan
tidak membutuhkan cahaya matahari (fotofobik). Pada umumnya jamur
hidup dari bahan organik yang sudah mati atau mengalami pembusukan
(Onggowaluyo, 2003).
Jamur menginfeksi manusia ada yang menahun dan beberapa
diantaranya ada yang resisten terhadap obat-obatan. Infeksi jamur
superfisial menyerang kulit, kuku dan rambut biasanya berlangsung
menahun (kronik) dan biasanya resisten terhadap obat. Kasus ini jarang
mempengaruhi kesehatan umum penderita. Sedangkan jamur profunda
bersifat sebaliknya, yaitu dapat menimbulkan gangguan-gangguan
sistemik yang kadang-kadang berakibat fatal. Penyakit yang disebabakan
12
oleh jamur disebut mikosis. Mikosis profunda (sistemik) disebabkan oleh
jamur-jamur mikroskopik yang biasanya hiduo bebas dialam
(Onggowaluyo, 2003).
Sifat umum jamur yaitu, termasuk protista eukariotik, saprofit atau
parasit, struktur vegetative berupa uniseluler (yeast atau khamir) atau
multiseluler/ berfilamen ( molds atau kapang, cendawan) (harti, 2014).
2. Pengertian Jamur Malassezia furfur
Malassezia furfur merupakan jamur lopofilik yang normalnya
hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan
di luar masa itu. Jamur ini merupakan bagian dari flora normal pada kulit
manusia dan hanya menimbulkan gangguan pada keadaan-keadaan
tertentu misalnya pada saat banyak keringat. Bagian tubuh yang sering
terkena adalah punggung, lengan atas, lengan bawah, dada, dan leher.
Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah beriklim panas (Zulkoni,
2010).
3. Klasifikasi Jamur Malassezia furfur
Klasifikasi jamurMalassezia furfur:
Kingdom : Fungi
Kelas : Basidiomycota
Divisio : Ustilaginomycotina
Sub Divisio :Malasseziales
Genus : Malassezia
Spesies : Malassezia furfur (Partogi, 2008).
4. Morfologi Jamur Malassezia furfur
Jamur tampak sebagai kelompok kecil pada kulit penderita, sel ragi
berbentuk lonjong uniselular atau bentuk bulat bertunas (4-8 um) dan
hifa pendek, berseptum dan kadang bercabang, diameter 2,5-4 um dan
panjangnya bervariasi. Bentuk ini dikenal sebagai spaghetti dan meat
ball, pada biakan, Malassezia furfur membentuk khamir, kering dan
13
berwarna putih sampai krem. Pada kulit penderita jamur tampak sebagai
spora bulat dan hifa pendek (Sutanto, 2008).
Makrokonidianya berbentuk garis yang memiliki indeks bias lain
dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau
butir-butir seperti kalung, hifa tampak pendek, lurus atau bengkok
disertai banyak butiran kecil yang bergerombol (Siregar, 2005).
Gambar 2.5. Morfologi jamur Malassezia furfur perbesaran 40x
Sumber :Prianto, 2008
5. Gejala Klinis
Manusia mendapatkan infeksi bila sel jamur malassezia melekat
pada kulit. Lesi dimulai dengan bercak kecil tipis yang kemudian
menjadi banyak dan menyebar, disertai adanya sisik. Kelainan kulit pada
penderita panu tampak jelas, sebab pada orang yang memiliki kulit
berwarna hitam panu ini merupakan bercak dengan hipogpigmentasi,
sedangkan pada orang warna kulit putih, sebagai bercak dengan
hiperpigmentasi. Dengan demikian warna kelainan kulit ini dapat
bermacam-macam (versicolor). Kelainan kulit tersebut terutama pada
tubuh bagian atas (leher, muka, lengan, dada, perut dan lain-lain), berupa
bercak-bercak yang bulat-bulat kecil (nummular), atau bahkan lebar
seperti plakat pada paru-paru yang sudah menahun. Biasanya tidak ada
Spora
Hifa
14
keluhan, ada rasa gatal bila berkeringat, ada perasaan malu yang
beralasan kosmetik (Gandahusada, 2008).
Awal infeksi jamur tampak sebagai sel ragi (saprofit) dan setelah
sel ragi menjadi miselium (hifa) maka akan berubah menjadi patogen
sehingga menyebabkan timbulnya lesi di kulit. Akibat pertumbuhan
jamur meningkat sehingga terjadi kolonisasi jamur di kulit. Hal ini
sering dihubungkan dengan beberapa faktor tertentu, seperti kulit yang
berminyak, prematuritas, pengobatan anti mikrobial dalam waktu lama,
kortikosteroid, penumpukan glikogen ekstraseluler, infeksi kronik,
keringat berlebihan, pemakaian pelumas kulit dan kadang kehamilan
(Sutanto, 2008).
6. Pengobatan
Pengobatan lokal (topikal) seperti preparat salisil (tinkur salisil
spirtus), preparat derivat imidazol (salep mikonazol, isokonazol, salep
klotrimazol, ekonazol), krem terbinafin 1%, solusio siklopiroks 0,1 %
dan tolnaftat bentuk tinkur atau salep pengobatan ini dapat digunakan
pada kelainan yang kecil. Shampo yang mengandung antimikotik juga
dapat dipakai seperti selenium sulfid 2,5%, ketokonazol 2% dan zinc
pyrithione. Shampo dioleskan selama 5-10 menit pada lesi kemudian
dicuci sampai bersih. Pemakaian shampo satu kali dalam sehari selama 2
minggu dan dapat diulang satu atau dua bulan kemudian. Apabila
kelainan menginfeksi hampir seluruh badan digunakan ketokonazol yaitu
obat oral sebanyak 200 mg per hari selama 5-7 hari, flukonazol 400 mg
dosis tunggal dan diulang dalam satu minggu sertaitrakonasol 200 mg
per hari selama 5-7 hari (Sutanto, 2008).
C. Tinjauan Umum Uji Daya Hambat Jamur Malassezia furfur
1. Uji Daya Hambat Atau Sensitivitas
Uji senstivitas mikroorganisme merupakan suatu metode untuk
menentukan tingkat kerentanan jamur terhadap zat anti jamur dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antijamur. Metode
uji sensitivitas jamur adalah metode cara bagaimana mengetahui dan
15
mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan antijamur serta
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan dan
mematikan jamur pada konsentrasi yang rendah. Uji sensitifitas jamur
merupakan satuan metode untuk menentukan tingkat kerentanan jamur
terhadap zat antijamur dan untuk mengetahui senyawa murni yang
memiliki aktivitas antijamur (Hastowo, 1992)
Diameter zona hambatan pertumbuhan jamur menunjukan
sensitivitas jamur terhadap zat antijamur. dikatakan bahwa semakin luas
diameter zona hambatan yang terbentuk maka semakin sensitif zat
antijamur tersebut (Hastowo, 1992)
Pada umumnya metode yang digunakan dalam uji sensitifitas
mikroorganisme adalah metode difusi agar yaitu dengan cara mengamati
daya hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak atau sari yang
diketahui dari daerah disekitar kertas cakram yang tidak ditumbuhi oleh
mikroorganisme. Zona hambat pertumbuhan inilah yang menunjukan
senstivitas jamur terhadap bahan antifungi (Dwidjoseputro, 2005).
Nilai diameter zona hambatan dianalisa secara deskriptif
berdasarkan kategori respon hambat:
1. Resistensi : <12mm
2. Intermediet : 13-17 mm
3. Sensitive : >18 mm (CLSI, 2014)
2. Media Pertumbuhan
Media adalah bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan
(nutrisi) baik bahan alami maupun buatan, yang di perlukan
mikroorganisme untuk perkembangbiakan di laboratorium secara invitro.
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul
kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Syarat media yang
baik harus berupa molekul-molekul rendah dan mudah larut dalam air,
nutrient dalam media harus memenuhi kebutuhan dasar mikroorganisme
yang meliputi air, karbon, energi, mineral dan faktor tumbuh, tidak
mengandung zat-zat penghambat dan media harus steril (Yuniarti, 2014).
16
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang
terdiri atas campuran nutrisi (nutrient) yang digunakan oleh suatu
mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak pada media
tersebut.
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi pada media berupa
molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel-nya.
Dengan media pertumbuhan juga bisa digunakan untuk mengisolasi
mikroorganisme, identifikasi dan membuat kultur murni. Komposisi
media pertumbuhan dapat dimanipulasi untuk tujuan isolasi dan
identifikasi mikroorganisme tertentu sesuai dengan tujuan masing-
masing pembuatan suatu media.
Sabouraud Dextrose Agar (SDA) merupakan modifikasi dari
Dextrose Agar dengan Sabouraud. SDA digunakan untuk budidaya
jamur patogen & komensal dan ragi.Konsentrasi dekstrosa yang tinggi
dan pH asam dari rumus memungkinkan selektivitas fungi. George
meningkatkan SDA dengan penambahan cycloheximide, streptomisin,
dan penisilin untuk menghasilkan media yang sangat baik untuk isolasi
terutama dermatofit. Sabouraud Dextrose Agar digunakan untuk
menentukan kandungan mikroba dalam kosmetik, juga digunakan dalam
evaluasi mikologi makanan, dan secara klinis membantu dalam
diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi.
a. Jenis Media Sabouraud Dextrose Agar
1) Menurut konsistensinya: media Sabouraud Dextrose Agar
merupakan media berbentuk padat (solid).
2) Menurut fungsinya: media Sabouraud Dextrose Agar
merupakan media selektif untuk pertumbuhan jamur dan
menghambat pertumbuhan bakteri.
3) Menurut bahan penyusunnya: media Sabouraud Dextrose Agar
tersusun dari bahan sintetis.
4) Menurut wadahnya: media Sabouraud Dextrose Agar
merupakan media yang disimpan dalam plate (cawan petri).
17
b. Fungsi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
Adapun fungsi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yaitu:
1) solasi mikroorganisme menjadi kultur murni,
2) Memanipulasi komposisi media pertumbuhannya,
3) Menumbuhkan mikroorganisne,
4) Memperbanyak jumlah,
5) Menguji sifat-sifat fisiologisnya
6) Menghitung jumlah mikroba.
7) Media SDA banyak di gunakan untuk media jamur, di media ini
pertumbuhan jamur akan optimal di suhu 25 - 30 drajat celcius
c. Komposisi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
1) Mycological peptone 10 g
2) Glucose 40 g
3) Agar 15 g
d. Fungsi dari komponen dalam Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
1) Mycological peptone: menyediakan nitrogen dan sumber
vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan organisme dalam
Sabouraud Dextrose Agar.
2) Glucose: dalam konsentrasi yang tinggi dimasukkan sebagai
sumber energi
3) Agar: berperan sebagai bahan pemadat
e. Digunakan pada mikrobiologi
Untuk budidaya jamur patogen & komensal dan ragi
1) Baik untuk isolasi terutama dermatofit
2) Digunakan untuk menentukan kandungan mikroba dalam
kosmetik
Digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, dan secara klinis
membantu dalam diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi.
18
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Bawang putih (Allium sativum) merupakan tanaman yang
berpotensi sebagai antijamur. Sari bawang putih mempunyai efek daya
hambat terhadap pertumbuhan jamur Malazzesia furfur karena memiliki
kandungan flavonoid, saponin, polifenol, minyak atsiri dan allicin sebagai
antifungi. Sari bawang putih dapat digunakan sebagai antijamur dengan
proses pembuatan yang sederhana dan tidak mengeluarkan biaya tinggi.
Penyebaran Malassezia furfur tergantung pada iklim terutama daerah yang
beriklim tropis dan juga kebersihan individu sehingga di Sulawesi Tenggara
menjadi salah satu tempat penyebaran penyakit ini.
Untuk mengetahui daya hambat sari bawang putih terhadap
pertumbuhan jamur Malassezia furfur maka dilakukan pembuatan sari
bawang putih dengan menimbang bawang putih sebanyak 600 gram
kemudian di haluskan dengan cara di blender setelah didapatkan sarinya,
dimasukan kedalam beaker glass dan diukur pHnya, lalu di buat
pengenceran dengan berbagai varian konsentrasi mulai dari 20%, 40%,
60%, 80%, sampai 100%. Untuk media pertumbuhannya menggunakan
Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dan inkubasi dilakukan pada suhu 28oC
selama 3 x 24 jam, uji daya hambat jamur ini menggunakan metode difusi
agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan
mikroorganisme oleh sari yang diketahui dari daerah disekitar kertas cakram
(piper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Zona hambat
pertumbuhan inilah yang menunjukan sensivitas jamur terhadap bahan
antifungi.
18
19
B. Kerangka Pikir
Keterangan : Variabel diteliti :
Variabel tidak diteliti :
Memiliki kandungan kimia
yaitu flavonoid, saponin,
polifenol, minyak atsiri dan
allicin sebagai antifungi.
600 gram bawang dihaluskan
dengan blender untuk
memperoleh sari yang pekat
Bawang putih dibuat konsentrasi
20%, 40%, 60%, 80%, 100%
Temperatur Cahaya
Menghambat pertumbuhan
malassezia furfur pH Nutrisi
Media Di uji dengan metode
difusi agar
Diinkubasi selama 3 x
24 jam
Pengukuran zona hambat
Negatif (-) Tidak terbentuk
zona hambat
Positif (+) Terbantuk zona
hambat
20
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independen)
Variabel Independen pada penelitian ini yaitu sensitivitas sari
bawang putih (Allium sativum) terhadap pertumbuhan jamur malassezia
furfur.
2. Variabel Terikat (Dependen)
Variabel dependen pada penelitian ini yaitu zona hambat
pertumbuhan jamur malassezia furfur.
D. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
1. Uji sensitifitas sari bawang putih terhadap jamur Malassezia furfur
adalah uji untuk mengetahui daya hambat sari bawang putih terhadap
pertumbuhan jamur Malassezia furfur dengan metode difusi agar. Cara
membuat sari bawang putih yaitu bawang putih dengan kematangan
yang baik ditimbang sebannyak 600 gram lalu dihaluskan dengan cara di
blender, kemudian disaring dengan kertas saring untuk mendapatkan
sarinya, sari yang sudah didapat diukur pHnya dan di lanjutkan dengan
pengenceran untuk dibuat berbagai varian konsentrasi.
Kriteria objektif: konsentrasi bawang putih yang digunakan pada
penelitian ini adalah 20%, 40%, 60%, 80%, dan
100%.
Nilai diameter zona hambatan dinalisis berdasarkan kategori
respon hambat yaitu :
1. Resisten : <12 mm
2. Intermediet : 13 – 17 mm
3. Sensitive : > 18 mm
2. Sari bawang putih merupakan subjek penelitian yang digunakan untuk
menguji sensitivitas terhadap pertumbuhan jamur Malassezia furfur.
Bawang putih memiliki kandungan flavonoid, saponin, polifenol, allicin
dan minyak atsiri sebagai antifungi.
3. Daya hambat sari bawang putih yaitu kemampuan sari bawang putih
dalam menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur pada
21
konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% yang dapat memberi
pengaruh terhadap pertumbuhan jamur Malassezia furfur yang ditandai
dengan terbentuknya zona bening di daerah sekitar paper disk.
volume sari bawang putih ( larutan uji ) yang di ambil dihitung
dengan rumus pengenceran sebagai berikut :
Keterangan :
V1 : Volume Larutan Stok
M1 : Konsentrasi Larutan Stok
V2 : Volume Larutan Perlakuan
M2 : Konsentrasi Larutan yang Diinginkan
Kriteria objektif :
Sensitif : Ditandai dengan sari bawang putih dapat
menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur.
Tidak sensitif : Ditandai dengan sari bawang putih tidak dapat
menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur.
Nilai diameter zona hambatan dinalisis berdasarkan kategori
respon hambat yaitu :
1. Resisten : <12 mm
2. Intermediet : 13 – 17 mm
3. Sensitive : > 18 mm (CLSI, 2014)
4. Malassezia furfur merupakan obyek penelitian yang digunakan untuk
menguji efektifitas sari bawang putih dalam menghambat pertumbuhan
jamur. Malassezia furfur jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin
kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu.
Jamur ini merupakan bagian dari flora normal pada kulit manusia dan
hanya menimbulkan gangguan pada keadaan-keadaan tertentu misalnya
pada saat banyak keringat. Malassezia furfur pada media Sabouraud
Dextrose Agar (SDA) membentuk khamir, kering dan berwarna putih
V1×M1 = V2×M2
22
sampai krem. Pada kulit penderita jamur tampak sebagai spora bulat dan
hifa pendek.
5. Mortalitas jamur Malassezia furfur yaitu jamur Malassezia furfur yang
dianggap mati atau tidak tumbuh.
Kriteria objektif :
Sensitif : Ditandai dengan tidak ada zona hambatan (wilayah
jernih) di sekitar kertas cakram.
Tidak sensitif : Ditandai dengan ada zona hambatan (wilayah
jernih) di sekitar kertas cakram.
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitan
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratories, dengan
menggunakan desain One-shot Case Study yaitu desain penelitian dengan
perlakuan terhadap variabel independen (Sugiyono, 2011). Pada penelitian
ini dilakukan 2 kali pengulangan pada bahan uji.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah di laksanakan pada 28 Maret – 6 Mei 2018.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah sari bawang putih. Sedangkan obyek
penelitian yang digunakan yaitu jamur biakan murni Malassezia furfur yang
sudah tersedia di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
D. Bahan Uji
Bahan uji dari penelitian ini adalah Bawang putih (Allium sativum).
Bawang putih (Allium sativum) yang digunakan adalah bawang putih dengan
kematangan yang baik ditimbang sebanyak 600 gram kemudian dihaluskan
dengan cara diblender, setelah diblender larutan bawang putih yang
diperoleh disaring dengan kertas saring. Sehingga diharapkan mendapatkan
sari bawang putih yang pekat sebanyak 300 ml dan dimasukan kedalam
erlenmeyer lalu diukur pH sarinya kemudian sari bawang putih dibuat dalam
5 variasi konsentrasi yaitu pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%
yang akan di uji terhadap jamur Malassezia furfur.
23
24
E. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer
yaitu meliputi biakan murni sari bawang putih segar yang telah terpilih
sebagai bahan penelitian dibawa ke Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan,
kemudian dialakukan pemeriksaan uji daya hambat menggunakan sari
bawang putih terhadap pertumbuhan Malassezia furfur dengan
menggunakan biakan murni Malassezia furfur yaitu diawali dengan
Penanganan bawang putih (Allium sativum) terlebih dahuludilakukannya
pengenceran dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%.
Selanjutnya Uji Daya Hambat dan Penentuan Konsentrasi Hambat
Minimum kemudian dilakukan pengamatan secara langsung daya hambat
pertumbuhan jamur Malassezia furfur pada media Sabouraud Dextrose Agar
(SDA).
F. Prosedur Penelitian
a. Pra analitik
1) Persiapan sampel : bawang putih
2) Metode : Difusi agar
3) Prinsip : Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan
pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan
berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen
antimikroba pada permukaan media Agar.
4) Persiapkan alat dan bahan :
a) Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Autoclave, Oven,
incubator, Cawan Petri, Tabung Reaksi, Rak Tabung, Gelas Ukur,
Blender, Drigle sky, Pipet Ukur & Karet Penghisap, Ose, Labu
Erlenmyer, Timbangan Analitik, Batang Pengaduk, Lampu
spiritus, Sendok tanduk, Kaki tiga, Asbes, Beaker glass, Cawan
porselin, Pulpen, Pinset dan Jangka sorong.
25
b) Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Media
Sabouraud Dextrose Agar (SDA), Bawang putih (Allium
sativum), Biakan murni jamur malassezia furfur, NaCl 0,9 %,
Aquades steril, ketokonazole, Kertas cakram dan Kertas ph
5. Sterilisasi alat penelitian
Disterilkan dalam oven untuk alat-alat yang terbuat dari kaca
atau logam yang tidak memiliki tingkat skala atau keakuratan tinggi
dengan suhu 180ºC selama 24 jam. Dan sterilkan alat-alat yang
terbuat dari kaca yang memiliki tingkat keakuratan atau plastik
dalam autoclave dengan suhu 121ºC selama 15 menit.
6. Pembuatan media inokulasi fungi
Media yang digunakan untuk inokulasi fungi yaitu Media
Sabouraud Dextrose Agar (SDA)berikut cara pembuatannya:
a) Ditimbang serbuk media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) 8,2
gram
b) Dipindahkan serbuk media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) ke
beaker glass, lalu ditambahkan aquades sebanyak 126 ml,
dipindahkan ke dalam erlenmeyer.
c) Dihomogenkan larutan dengan bantuan pemanasan dan
pengadukan.
d) Pelarutan tidak boleh sampai mendidih (pelarutan harus sempurna
sehingga tidak ada kristal yang tersisa).
e) Dicek pH larutan sesuai petunjuk media (pH = 5,6 ± 0,2) pada
suhu 25°C
f) Ditambahkan NaOH 0,01N jika pH larutan kurang basa dan
ditambahkan HCl 0,01N jika pH larutan kurang asam.
g) Disterilisasi menggunakan autoklaf ±121°C (1 atm) selama ±15
menit.
h) Dikeluarkan larutan dari autoklaf , saat suhu rendah (200C) dan
tekanan telah turun (dilihat indikator autoklaf).
26
i) Dituangkan ke cawan petri steril yang telah disediakan sebanyak
6 cawan petri.
j) Dibiarkan media pada petri disk membeku dengan sempurna.
k) Dimasukkan media ke inkubator (± 37°C) ,selama ± 24 jam untuk
uji kualitas media, dengan posisi petri disk terbalik.
l) Disimpan pada suhu 4°C- 8°C untuk menyimpan media.
7. Pembuatan sari bawang putih (allium sativum)
a) Ditimbang 600 gram bawang putih kemudian di blender
b) Bawang putih yang telah halus disaring dengan kertas saring
sampai cairan terpisah, maka diperoleh sari bawang putih
sebanyak 300 ml untuk di buat 5 varian konsentrasi.
c) Ditampung dalam beaker glass steril lalu diukur pH sarinya dan
ditutup
d) Sari bawang putih kemudian dibuat beberapa pengenceran
menggunakan aquades steril dengan rumus pengenceran pada
halaman 21 untuk di buat berbagai varian konsentrasi yaitu
konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%.
b. Analitik
Uji Daya Hambat dan Penentuan Konsentrasi Hambat
Minimum:
1) Siapkan biakan murni jamurMalassezia furfur
2) Buat supensi jamur dengan cara inokulasi biakan pada NaCl 0,9%,
3) Pembuatan susupensi dilakukan dengan cara mengambil satu mata
ose biakan murni Malazzsia furfur dari stok kultur murni dan
dimasukan dalam tabung reaksi yang berisi NaCl 0,9 % sebanyak 3
ml kemudian dikocok hingga homogen.
4) Dimasukan 0,1 ml suspensi jamur pada medium Sabouraud Dextrose
Agar (SDA) kemudian diratakan dengan drigle sky.
27
5) Diambil kertas cakram yang telah direndam di dalam sari bawang
putih dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dan
diletakan diatas media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang telah
diinokulasi jamur Malassezia furfur.
6) Sebagai kontrol neatif digunakann aquadest dan control positif
digunakan ketokonazol.
7) Bungkus cawan petri dengan menggunakan kertas, kemudian Di
inkubasi pada suhu ruang 28 oC selama 3 x 24 jam.
8) Diamati ada atau tidaknya zona hambatan (wilayah jernih) yang
terbentuk di sekitar kertas cakram
c. Pasca analitik
sensitif : Terjadi zona hambatan (wilayah jernih) di sekitar
kertas cakram
tidak sensitif : Tidak terjadi zona hambatan (wilayah jernih) di
sekitar kertas cakram. (Lay.B, 1994)
Nilai diameter zona hambatan dianalisa secara deskriptif
berdasarkan kategori respon hambat :
1. Resisten : <12 mm
2. Intermediet : 13 – 17 mm
3. Sensitive : > 18 mm (CLSI, 2014)
G. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah bawang putih yang diperoleh dari Pasar
Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kendari. data lainnya diperoleh dari
pemeriksaan di Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan Politeknik
Kesehatan Kendari.
b. Data Sekunder
Data dikumpulkan dari hasil penelitian terdahulu dan dari buku-
buku yang dipublikasikan kemudian dijadikan landasan teoritis dalam
penulisan karya tulis ilmiah ini.
28
H. Pengolahan Data
Pengolahan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian
dikerjakan melalui beberapa proses dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data (editing) bertujuan untuk meneliti data yang telah
diperoleh dari pengukuran dengan cara memeriksa kelengkapan dan
konsistensi data yang ada.
2. Pengkodean data (coding) betujuan untuk memudahkan dalam
menganalisa data dengan cara memberikan kode atau atribut pada data.
3. Mentabulasi (tabulating) tabulasi merupakan lanjutan langkah coding
untuk mengelompokan data kedalam suatu data tertentu menurut sifat-
sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.
I. Analisis Data
Pada penelitian ini dianalisa dengan metode deskriptif berdasarkan
kategori respon hambat (Resisten) <12 mm, (Intermediet) 13 – 17 mm dan
(Sensitive) > 18 mm.
J. Penyajian Data
Data yang tersedia disajikan dalam bentuk tabel kemudian
dinarasikan
29
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian uji sensitivitas sari bawang putih (Allium sativum)
terhadap jamur Malassezia furfur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kendari.
B. Hasil Penelitian
Bawang putih yang dipilih pada penelitian ini yaitu bawang putih
dengan kematangan yang baik. Sari bawang putih dibuat dengan cara
bawang yang telah di peroleh terlebih dahulu dibersihkan kemudian
ditimbang sebanyak 600 gram, lalu di blender sampai halus, bawang yang
telah halus di saring dengan kertas saring untuk mendapatkan Sari bawang
putih yang pekat.
Suspensi jamur Malassezia furfur dibuat dengan NaCl 0,9%
kemudian dimasukkan dalam media Sabouraud Dextrose Agar (SDA).
Suspensi jamur didiamkan selama 5 - 15 menit agar berdifusi dalam media
dan kemudian masukan piper disk yang telah dicelup pada sari bawang
putih dengan dua kali pengulangan. Setelah itu, inkubasi selama 3 × 24 jam
dan lakukan pengamatan dan pengukuran zona hambat.
Pengujian aktivitas antijamur dilakukan secara difusi agar
dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar zona bening yang terbentuk di
sekitar piper disk yang telah dicelupkan pada sari bawang putih. Pada
pengujian ini digunakan kontrol positif menggunakan ketokonazole dan
kontrol negatif menggunakan aquadest.
29
30
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 5.1. Zona hambat sari bawang putih (Allium sativum) terhadap
jamur Malassezia furfur pada media SDA
Keterangan:
a. Konsentrasi 20%
b. Konsentrasi 40%
c. Konsentrasi 60%
d. Konsentrasi 80 %
e. Konsentrasi 100 %
f. (+) kontrol positif dan (-) kontrol negatif
Semua varian konsentrasi bawang putih (Allium sativum) mulai
dari konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% menghasilkan zona
hambat terhadap jamur Malassezia furfur. Adapun besar zona hambat sari
bawang putih dapat dilihat pada tabel berikut ini:
31
Tabel 5.1 Zona hambat sari bawang putih (Allium sativum)
terhadap jamur Malassezia Furfur
No Konsentrasi
(%)
Waktu
Pengamatan
Diameter
zona hambat
(mm)
Rata
-rata Interpretasi
P1 P2
1 20% 3×24 1 12,5 6,75
Tidak
menghambat
(Resisten)
2 40% 3×24 5,5 21 13,25
Hambatan
lemah
(intermediet)
3 60% 3×24 6,5 24 15,25
Hambatan
lemah
(intermediet)
4 80% 3×24 10 26 18,5
Hambatan
kuat
(Sensitif)
5 100% 3×24 18,25 36,5 27,4
Hambatan
sangat kuat
(Sensitif)
6 Kontrol
positif 3×24 39 39
Hambatan
sangat kuat
(Sensitif)
7 Kontrol
negative 3×24 - - -
Sumber: Data Primer Diolah 2018
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil penelitian di
dapatkan zona hambat sari bawang putih terhadap jamur Malassezia furfrur
pada konsentrasi 20% sebesar 1 mm dan 12,5 mm. Pada konsentrasi 40%
sebesar 5,5 mm dan 21 mm. Pada kosentrasi 60% sebesar 6,5 mm dan 24
32
mm. Pada kosentrasi 80% sebesar 10 mm dan 26 mm. Sedangkan pada
konsentrasi 100% sebesar 18,25 mm dan 36,5 mm. Berdasarkan hasil dari
pengulangan pertama dan pengulangan kedua setelah di rata-ratakan
didapatkan hasil zona hambat pada konsetrasi 20% sebesar 6,75 mm,
konsentrasi 40% sebesar 13,25 mm, konsentrasi 60% sebesar 15,25 mm,
konsetrasi 80% sebesar 18,5 mm, sedangkan pada konsentrasi 100% sebesar
27,4 mm. Berdasarkan rata-rata dari pengulangan pertama dan pengulangan
kedua sari bawang putih memiliki kemampuan menghambat jamur
Malassezia furfur pada konsentrasi 20% (resisten) konsentrasi 40% dan
60% (intermediet) sedangkan pada konsentasi 80% dan 100% (sensitif).
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 28
maret - 6 mei tahun 2018 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari tentang Uji Sensitivitas Sari
Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Jamur Malassezia furfur dengan
menggunakan 5 varian konsentrasi yaitu konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%
dan 100% yang diamati dalam waktu 3×24 jam dan menggunakan 2 kontrol
yaitu kontrol positif dengan antijamur ketokonazole dan kontrol negatif
menggunakan aquadest steril konsentrasi 80% dan 100% mampu
menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur
Pada konsentrasi 20% dalam waktu 3×24 jam terbentuk zona
hambat di sekitar paper disk sebesar 6,75 mm dan pada konsentrasi ini sari
bawang putih masuk pada kategori resisten. Kategori resisten artinya bahwa
pada konsentrasi 20% sari bawang putih belum mampu menghambat
pertumbuhan jamur Malassezia furfur. Nilai diameter zona hambatan
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori respon hambat yaitu
Resisten <12 mm, Intermediet, 13 – 17 mm dan Sensitive > 18 mm (CLSI,
2014).
Pada konsentrasi 40% dalam waktu 3×24 jam terbentuk zona
hambatan disekitar paper disk sebesar 13,25 mm dan ini artinya sari bawang
33
putih pada konsentrasi 40% memiliki aktivitas daya hambat antijamur
terhadap jamur Malassezia furfur masuk pada kategori intermediate,
maksudnya pada konsentrasi 40% sari bawang putih belum kuat dalam
menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur. Pada konsentasi ini
perbandingan antara sari bawang putih dan aquadest yaitu 40 ml sari
bawang putih dan 60 ml aquadest.
Konsentrasi 60% terbentuk zona hambat di daerah paper disk
sebesar 15, 25 mm, pada konsentrasi ini memiliki aktivitas daya hambat
antijamur masuk pada kategori intermediate juga yang artinya pada
konsentrasi ini aktivitas antijamur pada sari bawang putih belum kuat dalam
menghambat pertumbuhan jamur, sehingga jamur tidak sepenuhnya di
hambat atau mati. Pada konsentasi ini perbandingan antara sari bawang
putih dan aquadest yaitu 60 ml sari bawang putih dan 40 ml aquadest.
Hasil zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi 80% sebesar
18,5 mm dan masuk dalam kategori sensitif yaitu mampu menghambat
pertumbuhan jamur Malassezia furfur. Pada konsentasi ini perbandingan
antara sari bawang putih dan aquadest yaitu 80 ml sari bawang putih dan 20
ml aquadest.
Konsentrasi 100% menunjukan zona hambat sebesar 27,4 mm dan
dikategorikan masuk dalam zona hambat yang sensitif. Pada konsentasi ini
memiliki aktivitas daya hambat yang paling luas dalm menghambat
pertumbuhan Jamur Malassezia furfur diantara konsentrasi bawang putih
yang lain. Peneliti sangat menyarankan dalam melakukan pengobatan
penyakit panu dengan cara tradisional sebaiknya menggunakan sari bawang
putih pada konsentrasi ini dimana sari bawang putih yang digunakan tanpa
penambahan aqudest. Peningkatan rata-rata diameter zona hambat yang
terbentuk diakibatkan oleh zat yang dikandungnya seperti flavonoid,
saponin, polifenol, minyak atsiri dan allicin yang banyak.
Pada penelitian ini digunakan antijamur ketokonazole sebagai
kontrol positif dan terbentuk zona hambat sebesar 39 mm, zona hambat ini
masuk dalam kategori sensitif, yang artinya antijamur ini mampu
34
menghambat dan membunuh jamur Malassezia furfur. Nilai diameter zona
hambatan dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori respon hambat
yaitu Resisten <12 mm, Intermediet, 13 – 17 mm dan Sensitive > 18 mm
(CLSI, 2014).
Menurut Rustama dkk 2005) bawang putih mengandung senyawa
alkaloid, saponin, dan tanin, sedangkan berdasarkan penelitian Safithri
(2004), bawang putih mengandung karbohidrat, protein, sterol, alkoloid,
flavonoid, fenol hidroquinon dan saponin.
Flavonoid dapat berperan langsung sebagai antibiotik dengan
menggangu fungsi dari mikroorganisme.Flavonoid merupakan senyawa
fenol yang bersifat dapat merusak membrane sel sehingga terjadi perubahan
permeabilitas sel yang dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel
atau mati nya sel (Pelczar and Chan, 1988).
Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan Etanol,
tetapi tidak larut dalam Eter.Saponin bekerja sebagai antimikroba dengan
mengganggu stabilitas membrane sel sehingga menyebabkan sel bakteri,
jamur atau virus lisis, jadi mekanisme kerja Saponin termasuk dalam
kelompok antijamur yang mengganggu permeabilitas membrane sel
jamur(Ganiswarna, 1995).
Minyak atsiri umumnya tidak bercampur dengan air, tetapi cukup
larut dalam air meskipun kelarutannya sangat kecil. Dalam keadaan murni
mudah menguap dalam suhu kamar, dan bersifat tidak stabil terhadap
pengaruh lingkungan seperti pengaruh oksigen di udara, sinar matahari dan
panas (Gunawan dan Mulyani, 2004).Minyak atsiri berperan sebagai
antimikroba dengan cara menggangu proses terbentuknya membran atau
dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurnah.
Minyak atsiri yang aktif sebagai mikroba pada umumnya mengandung
gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil (Ajizah, 2004).
Allicin adalah senyawa organosulfur yang bertanggungjawab
sebagai antimikrobial.Aliccin bersifat tidak stabil dan mudah terdekomposisi
menjadi senyawa turunan Aliccin seperti Dialilsulfida (DAS), Dialildisulfida
35
(DADS), Dialiltrisulfida (DATS), Dialiltetrasulfida (DATTS), Vinilditiin,
Ajoene dan senyawa organosulfur lainnya. Semua senyawa turunan Allicin
ini memiliki sifat sebagai antidiabetes, antibakteri, antijamur, antimikrobial
dan juga berfungsi sebagai antikanker (Danar, 2011).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan 600 gram bawang
putih menghasilkan 350 ml sari bawang putih. Dari sari 350 ml ini
kemudian dibuat berbagai varian konsentrasi yaitu konsentasi 20%, 40%,
60%, 80% dan 100%, sari bawang putih yang digunakan sebanyak 300 ml
dan sisanya di simpan.
Penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Violita
tahun 2013 yang melaporkan bahwa air perasan lengkuas merah dan air
perasan lengkuas putih dapat menghambat pertumbuhan jamur Malassezia
furfur penyebab panu. Air perasan lengkuas merah pada konsentrasi 20%
sudah menghasilkan diameter zona hambat sebesar 11,25 mm sedangkan
pada air perasan lengkuas putih sebesar 10 mm, pada konsentrasi 40% rerata
diameter zona hambat air perasan lengkuas merahs ebesar 12,5 mm
sedangkan pada lengkuas putih 10,75 mm, pada konsentrasi 60% rerata
zona hambat pada lengkuas merah sebesar 14,5 mm sedangkan pada
lengkuas putih didapatkan rerata diameter zona hambat sebesar 11,5 mm,
pada konsentrasi 80% rerata zona hambat lengkuas merah sebesar 15 mm
sedangkan pada lengkuas putih 12,25 mm, pada konsentrasi 100% rerata
zona hambat lengkuas merah sebesar 17,5 mm sedangkan pada lengkuas
putih diameter zona hambat sebesar 12,75 mm. Lengkuas dan bawang putih
sama-sama dapat menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur karena
mengandung zat aktif yang sama yaitu minyak atsiri, flavanoid, terpenoid
dan fenol.
Pada penelitian ini peneliti melakukan pengerjaan sampel secara
Diplo, zona hambat pada pengulangan pertama tidak terlalu luas, sedangkan
zona hambat yang terbentuk pada pengulangan kedua sangat luas. Ada
beberapa hal yang mempengaruhi hasil ini antara lain pada pengulangan
pertama proses pengolahan untuk mendapatkan sari bawang putih di
36
laboratorium terlalu lama sehingga mempengaruhi hasil penelitian karena
minyak atsiri dan allicin pada bawang putih yang berfungsi sebagai
antijamur cepat menguap pada suhu ruang dan tidak tahan terhadap
pemanasan. selain itu juga karena Keadaan lingkungan saat proses
pengolahan sampel seperti, panas, sinar matahari dan oksigen udara juga
dapat mengurangi zat aktif sehingga kadarnya dapat berkurang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan waktu pengeringan
atau peresapan suspensi jamur kedalam media SDA tidak boleh melebihi
batas waktu yang telah ditentukan karena dapat mempersempit zona hambat
atau resisten.Pertumbuhan optimal jamur yaitu pada suhu 35 – 37⁰C, apabila
lebih atau kurang dari 35 – 37⁰C maka pertumbuhan jamur tidak stabil dan
antijamur tidak berdifusi dengan baik. Waktu inkubasi 3 × 24 jam, apabila
lebih dari waktu yang telah ditentukan maka pertumbuhan jamur akan lebih
sempurnah dan mengakibatkan diameter zona hambat yang kecil atau
resisten. Ketebalan media dan komposisi media merupakan suatu kesalahan
yang dapat dikontrol oleh peneliti sehingga tidak mempunyai pengaruh yang
besar pada penelitian ini.
37
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang uji sensitivitas
sari bawang putih (Allium Sativum) terhadap jamur Malassezia furfur pada
konsentrasi 80% dan 100% mampu menghambat pertumbuhan jamur
Malassezia furfur dan dapat di simpulkan:
1. Zona hambat sari bawang putih terhadap jamur Malassezia furfur pada
konsentrasi 20% sebesar 6,75 (resisten), konsentrasi 40% sebesar 13,25
(intermediet), konsentrasi 60% sebesar 15,25 (intermediet), konsetrasi
80% sebesar 18,5 (sensitive) sedangkan konsentrasi 100% sebesar 27,4
(sensitive).
2. Konsentrasi sari bawang putih 80% dan 100% paling efektif dalam
menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur.
B. Saran
1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar memperhatikan waktu dalam
melakukan pemisahan sari bawang putih di dalam laboratorium Karena
bahan aktif antijamur pada bawang putih mudah menguap dan dapat
mempengaruhi hasil penelitian.
2. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan
penelitian tentang uji sensitivitas sari bawang putih terhadap jenis jamur
lain.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Bayan L, Koulivand P, Gorji A. 2013. Garlic: A Review Of Potential
Therapeutic Effects. Avicenna J Phytomed. 4 (1):7-21.
Burkhart CN, Burkhart CG, Morel DS Treatment Of Tinea Versicolor . In:
Maimbach H , Gorohi F Eds. Evidence Based Dermatologi. 2nd
Ed.
New York: Mc Graw Hill Companies;2009.P365-71.
Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI), 2014. Performance Standards
For Antimicrobial Susceptibility Testing;ggg Twenty-Fourth
Informational Suplements: M100-S24, Clinical and Laboratory
Standards Institute, Pennsylvania
Departemen kesehatan Indonesia, Profil Kesehatan Indonesia 2010.
Ganiswarna. 1995. Farmakologi Dan Terapi. Jakarta: EGC Kedokteran.
Gebreyohohannes, G. 2013. Fate Of Β Asarone In Ayurvedic Sodhana Process
Of Vacha. J. Ayuveda Integr Medreid.
Harti, Agnes Sri. 2015. Mikrobiologi kesehatan: Peran Mikrobiologi Dalam
Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Haryati, Suci Amiruddin. 2014. Daya Hambat Ekstrak Bawang Putih (Allium
Sativum) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans Secara
Invitro. Skripsi Tidak Di Publikasikan. Makassar: Universitas
Hassanuddin.
Hayati, Inayah. 2014. Identifikasi Jamur Malassezia Furfur Pada Nelayan
Penderita Penyakit Kulit di RT 09 Kelurahan Malabro Kota
Bengkulu.
Hieronymus, Budi Santosa. 1989. Bawang putih. Yogyakarta: kanisius.
Irianto, Koes. 2014 Bakteriologi Medis, Mikologi medis, dan Virologi medis.
Bandung : CV. Alfabeta.
Jawetz, Melnick, Dan Adelberg. 2014. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kemper, K.J. 2000. Garlic (Allium sativum). Longwood herbal task force. http:
www. Mep. Edu/herbal/default. Html (Diakses pada tanggal 28
januari 2018).
39
Komariah, Sjam R. Kolonisasi. 2013. Candida albicans dalam rongga mulut.
Majalah Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia.;28(1):39-47.
National committee for clinical laboratory standards. Performance standards
for antimicrobial disk susceptibility testing. Penssylvania: NCCLS.
2005.
Onggowaluyo, J.S .2003. Parasitologi Medik Untuk Profesi Keperawatan atau
Kebidanan. Bandung: politeknik kesehatan bandung
Pelczar, M.J Dan Chan, E.C.S. 2006. Dasar – Dasar Mikrobiologi (Jilid 2)
Jakarta: UI Press.
Prianto, Juni L.A. 2008. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia.
Rustama, MM, Sri RR, Joko K, Ratus. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri Dari
Ekstrak Air Dan Etanol Bawang Putih (Allium sativum L.)
Terhadap Bakteri Gram Negative Dan Gram Positif. Biota 2: 1-8.
Siregar, R.S. 2005. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta : Buku Keokteran.
Solihin. 2009. Manfaat Bawang Putih. Jakarta: Media Management.
Sukma, D. 2016. Sehat Tanpa Obat Dengan Bawang Merah Dan Bawang Putih.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Sumetriani, M. 2010. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum Linn)
untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Lagenidium SP.
Penyebab Penyakit pada Abalone (Holiotis asinina). Tesis.
Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Suriana , Neti. 2011. Bawang Bawang Untung Budidaya Bawang Merah Dan
Bawang Putih. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Sutanto, Inge., (2008) Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
Thomson, M., Dan Ali, M. 2003 Garlic( Allium Sativum): A Review Of Its
Potential Use An Anticancer Agen. Current Cancer Drug Target,
3(1),67-81.RetrievedFrom
Http://www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/12570662.
Violita, Yessika Sri Wantini, Eka Sulistianingsih. 2013. “Perbandingan Uji
Efektivitas Air Perasan Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K.
Schum) Dengan Air Perasan Lengkuas Putih (Alpinia galnga L.
40
Wild) Terhadap Pertumbuhan Jamur Malassezia furfur Penyebab
Panu.” Jurnal Analis Kesehatan: (2): 2.
WHO. Comprehensive Guidelines For Prevention And Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever. New Delhi: World Health
Organization, Regional Office for South-East Asia; 2011.
Yuniarti Tuty. 2014. Media dan Regensia. Bahan Ajar Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kementrian Kesehatan Kendari.
Zulkhoni, Akhsin. 2010 Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
45
LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI HASIL PENELITIAN
Bawang putih yang akan dijadikan bahan uji untuk jamur Malassezia
furfur
Tahap Penimbangan bawang putih Tahap Penimbangan Media SDA
46
Tahap Melarutkan Media SDA Tahap Sterilisasi Media
Tahap Penuangan Media SDA Tahap Pembuatan suspensi
Malassezia furfur
Tahap pengenceran bawang putih dengan Tahap pemberian Paper Disk
berbagai varian konsentrasi pada media SDA yang berisi
suspensi jamur Malassezia
furfur
48
LAMPIRAN 5
RUMUS ZONA HAMBATAN
Perhitungan Zona Hambat: K.20% =
Zona Hambat Rata – Rata =
Keterangan:
AB : Diameter Horizontal
CD : Diameter Vertikal
P1 : Pengulangan 1
P2 : Pengulangan 2
C
D
A B
49
LAMPIRAN 6
RUMUS PENGENCERAN
Rumus Pengenceran:
1. Pembuatan sari bawang putih konsentrasi 100%
V1 × 100% = 100 mL × 100%
V1 =
V1 = 100 mL
Jadi, untuk membuat sari bawang putih dengan konsentrasi 100% memakai 100
mL sari bawang putih murni
2. Pembuatan sari bawang putih konsentrasi 80%
V1 × 100% = 100 mL × 80%
V1 =
V1 = 80 mL
Jadi, untuk membuat sari bawang putih dengan konsentrasi 80% diambil 80 mL
sari bawang putih murni, ditambahkan dengan 20 mL aquadest dan kemudian
di homogenkan.
3. Pembuatan sari bawang putih konsentrasi 60%
V1 × 100% = 100 mL × 60%
V1 =
V1 = 60 mL
Jadi, untuk membuat sari bawang putih dengan konsentrasi 60% diambil 60 mL
sari bawang putih murni. kemudian ditambahkan dengan 40 mL aquadest dan
kemudian di homogenkan.
4. Pembuatan sari bawang putih konsentrasi 40%
V1 × 100% = 100 mL × 40%
V1 =
V1 = 40 mL
V1 × M1 = V2 ×M2
50
Jadi, untuk membuat sari bawang putih dengan konsentrasi 40% diambil 40 mL
sari bawang putih murni, ditambahkan dengan 60 mL aquadest dan kemudian
di homogenkan.
5. Pembuatan sari bawang putih konsentrasi 20%
V1 × 100% = 100 mL × 20%
V1 =
V1 = 20 mL
Jadi, untuk membuat sari bawang putih dengan konsentrasi 20% diambil 20 mL
sari bawang putih murni, ditambahkan dengan 80 mL aquadest dan kemudian
di homogenkan.