25
BAB 1 KODE ETIK JURNALISTIK A. PENGERTIAN dan TUJUAN KODE ETIK Kode etik memiliki pengertian yang searah dengan etika. Secara asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti adat istiadat / kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan dengan kumpulan asas / nilai yang berkenaak dengan akhlak, nilai mengenai mana yang benar dan salah yang dianut dalam sebuah organisasi atau profesi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kode etik berarti norma dan asas yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Adapun kode etik jurnalistik (menurut KBBI) berarti aturan tata susila kewartawanan; norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata krama penerbitan. Secara umum, Kode etik merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat atau organisasi tertentu. Kode etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tatacara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik yaitu untuk membuat seorang proffesional dalam pekerjaannya dapat memberikan jasa sebaik-baiknya kepada konsumen atau dalam pers dikenal sebagai ruang publik. Kode etik pers

Tugas PKN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gh

Citation preview

BAB 1KODE ETIK JURNALISTIK

A. PENGERTIAN dan TUJUAN KODE ETIK

Kode etik memiliki pengertian yang searah dengan etika. Secara asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti adat istiadat / kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan dengan kumpulan asas / nilai yang berkenaak dengan akhlak, nilai mengenai mana yang benar dan salah yang dianut dalam sebuah organisasi atau profesi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kode etik berarti norma dan asas yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Adapun kode etik jurnalistik (menurut KBBI) berarti aturan tata susila kewartawanan; norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata krama penerbitan.Secara umum, Kode etik merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat atau organisasi tertentu. Kode etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tatacara sebagai pedoman berperilaku.Tujuan kode etik yaitu untuk membuat seorang proffesional dalam pekerjaannya dapat memberikan jasa sebaik-baiknya kepada konsumen atau dalam pers dikenal sebagai ruang publik. Kode etik pers akan melindungi seorang jurnalistik dari perbuatan yang tidak proffesional sehingga mengakibatkan kerugian dan dampak negatif bagi masyarakat.

B. PENGERTIAN JURNALISTIKPada prinsipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi kepada khalayak ramai, yang tujuannya adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti menyebarluaskan informasi yang diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu Diurna dan dalam bahasa Inggris Journal yang berarti catatan harian.Jurnalistik dalam KBBI (2003:326) adalah yang berkenaan dengan wartawan. Sedangkan seorang yang bergelut di bidang jurnalistik biasa disebut jurnalis atau wartawan. Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bab I ketentuan umum pasal 1 poin 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalis meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis saluran lainnya.

C. KODE ETIK JURNALISTIK

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, pengertian kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma penertiban. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi.Di Indonesia terdapat banyak Kode Etik Jurnalistik. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya organisasi wartawan di Indonesia, untuk itu kode etik juga terdiri dari berbagai macam, antara lain Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ-PWI), Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis Independen (KEJ-AJI), Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia, dan lainnya.1. Sejarah perkembangan Kode Etik Jurnalistik Sejarah perkembangan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan pers di Indonesia. Jika diurutkan, maka sejarah pembentukan, pelaksanaan, dan pengawasan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia terbagi dalam 5 periode. Berikut lima periode tersebut.a) Periode tanpa kode etik jurnalistik.Periode ini terjadi ketika Indonesia baru lahir sebagai bangsa yang merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Meski baru merdeka, di Indonesia telah lahir beberapa penerbitan pers baru. Berhubung masih baru, pers pada saat itu masih bergulat dengan persoalan bagaimana dapat menerbitkan atau memberikan informasi kepada masyarakat di era kemerdekaan, maka belum terpikir soal pembuatan Kode Etik Jurnalistik. Akibatnya, pada periode ini pers berjalan tanpa kode etik.Dengan demikian pada masa tanpa kode etik, dunia jurnalistik Indonesia rentan dengan perbuatan yang tidak proffesional dan membawa dampak buruk bagi masyarakat.b) Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 1.Pada tahun 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di Solo, tetapi ketika organisasi ini lahir pun belum memiliki kode etik. Saat itu baru ada semacam konvensi yang ditungakan dalam satu kalimat, inti kalimat tersebut adalah PWI mengutamakan prinsip kebangsaan. Setahun kemudian, lahirlah Kode Etik PWI yang pertama.c) Periode Dualisme Kode Etik Jurnalistik PWI dan Non PWI.Setelah PWI lahir, kemudian muncul berbagai organisasi wartawan lainnya. Walaupun dijadikan sebagai pedoman etik oleh organisasi lain, Kode Etik Jurnalistik PWI hanya berlaku bagi anggota PWI sendiri, padahal organisasi wartawan lain juga memerlukan kode etik Jurnalistik. Berdasarkan pemikiran itulah Dewan Pers membuat dan mengeluarkan pula Kode Etik Jurnalistik. Waktu itu Dewan Pers membentuk sebuah panitia yang terdiri dari tujuh orang, yaitu Mochtar Lubis, Nurhadi Kartaatmadja, H.G Rorimpandey, Soendoro, Wonohito, L.E Manuhua, dan A. Aziz.Setelah selesai, Kode Etik Jurnalistik tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Pers masing masing Boediarjo dan T. Sjahril, dan disahkan pada 30 September 1968. Dengandemikian, waktu itu terjadi dualisme Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik PWI berlaku untuk wartawan yang menjadi anggota PWI, sedangkan kode etik Jurnalistik dewan pers berlaku untuk Non PWI.d) Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 2.Pada tahun 1969, keluar peraturan pemerintah mengenai wartawan. Menurut pasal 4 Peraturan Menteri Penerangan No.02/Pers/MENPEN/1969 mengenai wartawan, ditegaskan, wartawan Indonesia diwajibkan menjadi anggota organisasi wartawan Indonesia yang telah disahkan pemerintah. Namun waktu itu belum ada organisasi wartawn yang disahkan oleh pemerintah. Baru pada tanggal 20 Mei 1975 pemerintah mengesahkan PWI sebagai satu satunya organisasi wartawan Indonesia.Sebagai konsekuensi dari pengukuhan PWI tersebut, maka secara otomatis Kode Etik Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia adalah milik PWI.e) Periode Banyak Kode Etik Jurnalistik.Seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru, dab berganti dengan era reformasi, paradigma dan tatanan dunia pers pun ikut berubah. Pada tahun 1999, lahir Undang Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yaitu Pasal 7 ayat 1, Undang Undang in, muncullah berbagai organisasi wartawan baru. Akibatnya,dengan berlakunya ketentuan ini maka Kode Etik Jurnalistik pun menjadi banyak. Pada tangga l 6 Agustus 1999, sebanyak 25 organisasi wartawan di Bandung melahirkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), yang disahkan Dewan Pers pada 20 Juni 2000. Kemudian pada 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasi pers membuat Kode Etik Jurnalistik baru, yang disahkan pada 14 Maret 2006.

2. Fungsi Kode Etik JurnalistikKode etik Jurnalistik menempatkan posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan dibandingkan dengan perundang undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekalipun. Kode etik Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan. M. Alwi Dahlan sangat menenkankan betapa pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan. Menurutnya, Kode Etik Jurnalistik setidak tidaknya memiliki 5 fungsi, yaitu:a. Melindungi keberadaan seorang Pers proffesional dalam berkiprah di bidangnya.b. Melindungi masyarakat dari malpraktek (berita palsu) oleh beberapa jurnalis yang kurang proffesional.c. Mendorong persaingan sehat antar pers.d. Mencegah kecurangan antar rekan seprofesi.e. Menegah menipulasi informasi yang disampaikan oleh narasumber.

3. Asas Kode Etik Jurnalistik.Kode Etik Jurnalistik yang lahir pada 14 Maret 2006, oleh gabungan organisasi pers dan ditetapkan sebagai Kode Etik Jurnalistik baru yang berlaku secara nasional melalui keputusan Dewan Pers No.03/SK-DP/III/2006 tanggal 24 Maret 2006, dimana sedikitnya mengandung 4 asas, antara lain:a) Asas Demokratis.Demokratis berarti berita harus disiarkan secara berimbang dan independen. Selain itu, Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi, dan pers harus mengutamakan kepentingan publik.Asas demokratis ini juga tercermin dari pasal 11 yang mengharuskan, Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Sebab dengan adanya hak jawab dan koreksi ini, pers tidak boleh menzalimi pihak manapun. Semua pihak yang terlibat harus diberi kesempatan untuk menyatakan pandangan dan pendapatnya, tentu secara proporsional.b) Asas Profesionalitas.Secara sederhana, pengertian asas ini adalah wartawan Indonesia harus menguasai profesinya, baik dari segi teknis maupun filosofinya. Misalnya Pers harus membuat, menyiarkan, dan menghasilkan berita yang akurat dan faktual. Dengan demikian, wartawan Indonesia terampil secara teknis, bersikap sesuai norma yang berlaku, dan paham terhadap nilai nilai filosofi profesinya.Hal lain yang ditekankan kepada wartawan dan pers dalam asas ini adalah harus menunjukkan identitas kepada narasumber, dilarang melakukan plagiat, tidak mencampurkan fakta dan opini, menguji informasi yang didapat, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record, serta pers harus segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang tidak akurat dengan permohonan maaf.

c) Asas MoralitasSebagai sebuah lembaga, media massa atau pers dapat memberikan dampak sosial yang sangat luas terhadap tata nilai, kehidupan, dan penghidupan masyarakat luas yang mengandalkan kepercayaan. Kode Etik Jurnalistik menyadari pentingnya sebuah moral dalam menjalankan kegiatan profesi wartawan. Untuk itu, wartawan yang tidak dilandasi oleh moralitas tinggi, secara langsung sudah melanggar asas Kode Etik Jurnalistik. Hal hal yang berkaitan dengan asas moralitas antara lain Wartawan tidak menerima suap, Wartawan tidak menyalahgunakan profesi, tidak merendahkan orang miskin dan orang cacat (jiwa maupun fisik), tidak menulis dan menyiarkan berita berdasarkan diskriminasi SARA dan gender, tidak menyebut identitas korban kesusilaan, tidak menyebut identitas korban dan pelaku kejahatan anak anak, dan segera meminta maaf terhadap pembuatan dan penyiaran berita yang tidak akurat atau keliru.

d) Asas Supremasi HukumDalam hal ini, wartawan bukanlah profesi yang kebal dari hukum yang berlaku. Untuk itu, wartawan dituntut untuk patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Dalam hal memberitakan sesuatu, wartawan juga diwajibkan menghormati asas praduga tak bersalah.

4. Isi Kode Etik JurnalistikKode etik jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh dewan pers. Kode etik jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Kode etik tersebut adalah sebagai berikut.

PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak.Mengingat Negara Republik Indonesia adalah negara berdasar atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, seluruh wartawan menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggungjawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia. KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIKBAB IKEPRIBADIAN DAN INTEGRITASPasal 1Wartawan Indonesia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila , taat kepada Undang-Undang Dasar Negara, Ksatria, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara serta terpecaya dalam mengemban profesinya.Pasal 2Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tulisan atau gambar, yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan dan keyakinan suatu golongan yang dilindumgi oleh Undang-undang.Pasal 3Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis dan sensasi berlebihan.Pasal 4Wartawan Indonesia tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak. KODE ETIK JURNALISTIKBAB IICARA PEMBERITAANPasal 5Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta mencampuradukkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.Pasal 6Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang merugikan nama baik atau perasaan susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.Pasal 7Wartawan Indonesia dalam pemberitaan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.Pasal 8Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila tidak menyebut nama dan identitas korban. Penyebutan nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih dibawah umur, dilarang.Pasal 9Wartawan Indonesia menulis judul yang mencerminkan isi berita. KODE ETIK JURNALISTIKBAB IIISUMBER BERITAPasal 10Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan berita, gambar, atau tulisan dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita.Pasal 11Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab serta proporsional kepada sumber dan atau obyek berita.Pasal 12Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.

Pasal 13Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip berita, tulisan, atau gambar tanpa menyebut sumbernya.Pasal 14Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini.Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.Pasal 15Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimasukkan sebagai bahan berita serta atas kesepakatan dengan sumber berita tidak menyiarkan keterangan off the record. KODE ETIK JURNALISTIKBAB IVKEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIKPasal 16Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa penataan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.Pasal 17Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.Tidak satu pihak pun di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.

KODE ETIK JURNALISTIKKODE ETIK AJI(ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)

1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan.Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.16.Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik. D. TANGGUNG JAWAB WARTAWAN TERHADAP KODE ETIK

Kode etik jurnalistik adalah acuan moral yang mengatu tindak-tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran yang lain. Namun secara umum berisi hal-hal yang menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:1. Tanggung jawabtugas atau kewajiban seorang wartawan adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dengan member masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.

2. KebebasanKebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah mili setiap anggota masyarakat (milik publik) dan wartawan menjamin bahwa urusan public harus diselenggarakan secara public. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok.3. IndependensiWartawan harus mencegah terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest) dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan integritasnya sebagai penyampai informasi atau kebenaran.4. Kebenaran Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembacanya. Dia harus senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang ditulisnya adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias.5. Tak MemihakLaporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.6. Adil dan FairWartawan harus menghormati hak-hak orang yang terlibat dalam berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawabkan kepada public bahwa berita itu akurat serta fair. Orang yang dipojokkan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk menjawab.

BAB 2KEBEBASAN PERS DAN DAMPAKNYA

A. PENGERTIAN KEBEBASAN PERSMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kebebasan berarti suatu keadaan yang bebas. Bebas berarti lepas atau tidak terhalang. Adapun Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat, baik secara tulisan maupun lisan, melalui media pers, seperti harian, majalah, dan buletin. Kebebasan pers dituntut tanggung jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, bukan untuk merusakkannya. kebebasan pers merupakan hak yang diberikan oleh konstitusi atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media atau bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, percetakan dan penerbitan melalui surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.Kebebasan pers harus disertai tanggung jawab, sebab kekuasaan yang besar dan bebas yang dimiliki manusia mudah sekali disalahgunakan dan dibuat semena-mena. Demikian juga pers harus mempertimbangkan apakah berita yang disebarkan dapat menguntungkan masyarakat luas atau memberi dampak positif pada masyarakat dan bangsa. Inilah segi tanggung jawab dari pers. Jadi, pers diberi kebebasan dengan disertai tanggung jawab sosial.Kebebasan pers disini mempunyai kekuatan hukum dengan perlindungan dari pemerintah dan pers mempunyai sifat netral dengan semua kejadian atau informasi yang diberikan (tidak memihak pihak manapun) dan dalam hal ini pers dituntut lebih jujur dalam menginformasikan berita, dan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam dunia pers. Serta pers menjunjung tinggi azas azas, norma norma, kaidah kaidah agama dan adat istiadat disuatu wilayah agar dapat tercipta suatu keselarasan hidup yang harmonis khalayak umum.

B. DAMPAK DAMPAK KEBEBASAN PERS

1. Dampak PositifDampak positif dari pers adalah sejalan dengan fungsi pers dalam kedudukannya yaitu memberi ruang kepada publik untuk menginformasikan segala sesuatu yang berguna untuk khalayak umum dari semua golongan yang ada dalam masyarakat, dan dapat memberi tambahan wawasan nusantara dalam kehidupan bernegara ataupun memberi ruang pendidikan secara umum. Dengan bebasnya kedudukan pers di Indonesia, maka informasi yang akan diterima masyarakat juga semakin banyak dan up to date. Bebasnya pers di Indonesia juga semakin menguatkan eksistensi dunia jurnalistik di kalangan masyarakat. Secara rinci, beberapa dampak positif kebebasan pers memiliki manfaat sebagai berikut.1. Pers menjadi penyalur aspirasi rakyat;2. Pers bebas mencari/mendapatkan kebenaran, sehingga dapat mewujudkan keadilan;3. Pers menjadi kontrol sosial yang bebas memberikan kritik, saran dan pengawasan;4. Pers menjadi penyebar informasi yang dapat memenuhi hak masyarakat;5. Pers menjadi wahana komunikasi massa;6. Pers menjadi penghubung antar sesama manusia;7. Pers menjadi pendidik karena bebas menyebarkan IPTEK;8. Pers menjadi pemberi hiburan kepada masyarakat.2. Dampak NegatifDampak negatif yang ditimbulkan oleh Pers sangatlah banyak apabila masyarakat tidak bisa memilah mana yang harus ditonton atau didengarkan, apalagi untuk golongan muda, yang sangatlah rawan dengan dampak buruk kebebasan Pers, karena pers dampak mempengaruhi tingkah laku, pola pikir seseorang secara tidak sadar dan dapat menimbulkan ketagihan akan hal yang disenangi pemirsa, karena perkembangan mode yang ditampilkan oleh pers cenderung mempengaruhi tred dan gaya anak muda zaman sekarang salah satunya trend berbusana, model potongan rambut, dan trend perawatan tubuh. Saat ini saja kebebasan Pers yang sudah tersentuh arus globalisasi dapat memimbulkan pola konsumtif seseorang. Contohnya adalah banyaknya iklan di media baik media elektronik maupun media massa yang dapat meningkatkan seseorang ingin berbelanjaan secara berlebihan.

Penyalahgunaan Kebebasan Pers Dampak negatif kebebasan pers tidak terlepas dari banyaknya penyalahgunaan kebebasan yang diberikan oleh para jurnalis. Beberapa hal yang menyebabkan penyalahgunaan kebebasan pers antara lainLebih mengutamakan kepentingan ekonomis (oriented bisnis) Campur tangan pihak ketiga Keberpihakan KepribadianTidak mempertimbangkan kondisi sosial budaya aaimasyarakatBentuk bentuk dari penyalahgunaan pers yang dilakukan oleh media massa antara lain1.Penyiaran berita/informasi yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik, seperti penyebutan nama tersangka dan gambar lengkap tersangka untuk melengkapi informasi kriminal.2.Peradilan oleh pers (trial by press) seperti berita yang menyimpulkan bahwa seorang atau golongan atau instansi telah melakukan kesalahan tanpan melalui informasi yang seimbang dan lengkap tanpa melalui proses peradilan.3. Membentuk opini yang meyesatkan, seperti penulisan berita yang tidak memperhatikan objektifitas dan membela kepentingan tertentu sehingga disadari atau tidak disadari rangkaian informasi yang disampaikan dapat menyesatkan pola pikir pembaca dan penontonnya.4.Berisi tulisan/siaran yang bersifat profokatif seperti isi berita dan tayangan yang mengarahkan pembaca dan penontonnya untuk membenci individu, golongan, pejabat, atau instansi tertentu.5. Iklan yang menipu, yaitu iklan yang bersifat tidak jujur, menipu, menyesatkan, dan merugikan suatu pihak baik secara moril, material maupun kepentingan umum.Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dampak kebebasan pers dapat ditinjau dari berbagai kepentingan, antara lain :1.Bagi Kepentingan PribadiJasa Pers dapat meningkatkan citra positif seseorang. Sebaliknya karena pers, reputasi seseorang hancur. Padahal kenyataan dapat sebaliknya. Jadi, nama baik seseorang dapat dirugikan apabila terjadi penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan penyampaian informasi. 2.Bagi Kepentingan masyarakatDengan bantuan media massa, fakta dapat dikamuflase dengan tulisan lain yang berkesan membenarkan. Masyarakat dapat tertipu karena mendapat informasi yang tidak benar. Misalnya kebijakan seorang tokoh tidak tepat bila dikaji secara ilmiah. Namun karena informasi yang diberikan berulang-ulang dan diekspos secara besar-besaran, masyarakat jadi terpengaruh. 3.Bagi kepentingan NegaraPenyalahgunaan kebebasan pers dapat merugikan kepentingan negara, karena tulisan-tulisan yang kurang mempeertimbangkan kepentingan nasional. Hal semacam itu akan menimbulkan dampak antara lain : Tingkat kepercayaan masyarakat menjadi berkurang. Masyarakat menjadi apatis terhadap program pemerintah. Kepercayaan luar negeri menjadi luntur. Akibatnya minat kerjasama, terutama kerjasama ekonomi, penanaman investasi, pemberian bantuan, pemberian pinjaman akan menurun. Timbulnya pergesekan hubungan antara pers dengan institusi tertentu, yang menyebabkan renggangnya hubungan karena pemberitaan yang tidak seimbang. Misalnya, TNI saat melakukan operasi militer menumpas GAM di Aceh.

Untuk kedepannya kebebasan Pers haruslah diimbangi oleh pemikiran pemikiran yang logis yang akan memberi contoh positif untuk kalangan muda agar bangsa ini lebih bisa menguatkan jati dirinya sendiri tanpa haruslah meniru atau berpatokan oleh bangsa asing, karena sesuatu yang dari luar tidaklah semuanya baik dan benar.Dan akhirnya bangsa ini bisa memberi contoh kebebasan pers yang positif, jujur, benar benar transparan, menjunjung tinggi norma, nilai, kaidah agama dan adat istiadat kepada dunia luar.

BAB 3PERS PANCASILA

A. PENGERTIAN PERS PANCASILAPerlu diingat bahwa Pancasila sebagai dasar negara kita sudah terlalu banyak masuk diberbagai sistem dan roda-roda kehidupan. Pancasila jika kita telah pernah menjadi sesuatu yang sangat diagungkan, bahkan segala yang sedikit saja berseberangan harus rela angkat kaki. Begitu juga halnya dengan dunia jurnalistik atau pers. Serangkaian kegiatan yang ada dalam dunia pers harus sesuai dengan yang terdapat di Pancasila. Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984) merumuskan Pers Pancasila sebagai berikut: "Pers Indonesia adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945." Hakekat Pers Pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.Pers Pancasila dilatarbelakangi oleh filsafat Pancasila dan sistem sosial dan politik serta sistem hukum sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945, hal ini menunjukkan bahwa pers Pancasila memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sistem pers di negara lain. Pers Pancasila diluar paham liberal dan otoriter yang dikenal luas di seluruh dunia.B. CIRI CIRI PERS PANCASILADengan mengacu pada Isi dari Pancasila, dunia Pers Indonesia seharunya memiliki ciri sebagai berikut. Setiap berita yang disiarkan selalu memupuk rasa Ketuhanan YME dan tidak pernah atheis. (Sila 1) Menghormati nilai nilai kemanusiaan & HAM dan tidak memberikan peluang kepada perbudakan, penindasan dan sadisme. (Sila 2) Selalu membina persatuan bangsa, tidak pernah memecah belah hingga menghilangkan stabilitas nasional dan menghindari SARA. (Sila 3) Selalu menghormati pendapat dan jalan pikiran orang lain dalam musyawarah dan kemufakatan sebagai penghormatan terhadap hak rakyat. (Sila 4) Membela dan memperjuangkan keadilan sosial di tengah tengah masyarakat, hingga merata ke seluruh WNI. (Sila 5)

Jika dilihat dari pengertian Pers Pancasila seharusnya pers kita pada saat ini sudah berjalan sesuai fungsinya (seperti sudah disebutkan diatas). Tapi yang terjadi saat ini adalah masih adanya ketakutan pers akan pemerintah, misalkan sulit dibayangkan pers Indonesia secara lugas dan terbuka bisa memuat isu tuduhan korupsi/kolusi/monopoli terhadap Presiden atau keluarganya. Pada hal di negara demokratis Presiden bukanlah jabatan suci yang tak bisa tersentuh (orang yang hanya menyindir saja sudah di ancam somasi).Berdasar hal tersebut, perlu kiranya dikaji kembali apakah hakikat Pers Pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai dalam Pancasila? Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan berangkat dari hakikat manusia. Mengapa manusia, karena pelaku pers adalah manusia dan keberadaan pers tidak lain ditujukan untuk manusia.Pers pancasila harus meletakkan kepentingan individu maupun masyarakat sebagai sosialitas yang lebih luas, secara seimbang an adil. Dengan demikian pemberitaan mengenai sesuatu hal, hendaknya dilakukan secara seimbang. Misalnya terdapat sebuah kasus mengenai seorang pejabat yang mempunyai penerbitan surat kabar tertentu, dan menjadi angota sebuah parpol tertentu.ketika parpol tersebut terlibat kasus money politics, maka hendaknya kasus tersebut diberitakan secara terbuka dalam surat kabar yang dimiliki pejabat tersebut. Nilai keadilan umum, tetap harus diutamakan dalam sebuah pemberitaaan media massa.Sementara itu, manusia sebagai pelaku subjek pers, seringkali melakukan kesalahan orientasi sikap dan tindakan, ketika berhubungan dengan manusia lain. Fenomena yang berkembang adalah sikap menuhankan manusia lain, dengan ketaatan yang demikian besar. Misalnya ketaatan yang demikian besar yang dimiliki seorang wartawan kepada pemilik saham ia tempat bekerja, sehingga menghilangkan nilai-nilai kebenaran yang seharusnya disampaikan kepada khalayak. Kemungkinan lain yaitu terdapatnya manusia yang justru memanfaatkan manusai lain demi hal-hal yang sifatnya material. Hal tersebut juga jelas bertentangan dengan hakiakt kodrat manusia serta hakikat hubungan manusai dengan realitas.Prinsip interaksi positif antara pemerintah, pers dan masyarakat yang termuat dalam Pers pancasila yang sesungguhnya telah ada sejak masa orde baru, namun tidak pernah dilaksanakan secara nyata dalam kehidupan pers di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: