Upload
fuji-masela-erlita
View
16
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS MAKALAH MATA KULIAH
STUDI ISLAM III
“ TRANSPLANTASI ORGAN DALAM PANDANGAN ISLAM”
DISUSUN OLEH:
NABIAL CHIEKAL GIBRAN (1108010115)
FUJI MARSELA ERLITA (1108010117)
NAELARIZQI (1108010121)
DINAR KUSETIAWATI
AMALIA AGAMASI
IRMA PRASTIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhannahuwata’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah Studi Islam III ini dengan judul Transplantasi
organ dalam pandangan Islam.
Makalah ini disusun dan dikembangkan dengan tujuan untuk memenuhi target pembelajaran
mata kuliah Studi Islam III mengenai bagaimana Islam memandang transplantasi organ. Mengingat
bahwa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, Islam mempunyai standar aturan bagi
masyarakatnya. Allah Swt berfirman:
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat)
kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS al-Baqarah [2]: 178)
Makalah ini membahas tentang definisi transplantasi, cara-cara transplantasi, tujuan
transplantasi dan bagaimana islam memandang transplantasi tersebut. Untuk itu kami berharap
dengan makalah ini dapat membantu kelompok kami dan mahasiswa yang lain dalam mengkaji dan
memahami lebih baik lagi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam terutama tentang
konsep bagaimana Islam dalam memandang transplantasi organ tersebut.
Akhir kata, saran dan kritik sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
Studi Islam III selanjutnya.
Purwokerto, Oktober 2013
TIM PENYUSUN
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1. PENGERTIAN TRANSPLANTASI ORGAN…………………......1
2. SEJARAH TRANSPLANTASI ORGAN……………….................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................7
1. TRANSPLANTASI ORGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM............7
2. ASPEK HUKUM TRANSPLANTASI DALAM UUD…………….. 8
3. ASPEK ETIK TRANSPLANTASI……….....................…………..10
BAB III PENUTUP................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
TRANSPLANTASI ORGAN DALAM PANDANGAN ISLAM
A. PENGERTIAN TRANSPLANTASI ORGAN
Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ dari satu
individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda
spesies. Saat ini yang lazim di kerjakan di Indonesia saat ini adalah pemindahan suatu
jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan
pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu
tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama.
Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada
penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari pendonor.
Berikut terdapat empat jenis transplantasi
1. Transplantasi Autograft : yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain
dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
2. Transplantasi Alogenik : yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang
sama spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan
keluarga.
3. Transplantasi Isograf : yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang
identik,misalnya pada gambar identik.
4. Transplantasi Xenograft :yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang
tidak sama spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor
yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri
didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup
seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ yang
diambil dari jenazah adalah jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel
otak. Semua upaya dalam bidang transplantasi tubuh tentu memerlukan peninjauan
dari sudut hokum dan etik kedokteran.
Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindahan organ tubuh
yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak
sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila apabila diobati dengan prosedur
medis biasa. Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
1
Ada 3 tipe donor organ tubuh ;
1. Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat
dan pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun
resipien untuk menghindari kegagalan karena penolakan tubuh oleh resipien
dan untk mencegah resiko bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege. Untuk
tipe ini pengambilan organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya
alat bantu pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan
organ selesai. itu.
3. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secara
medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara
medis dan yuridis.
Tipe Donor 1
Donor dalam keadaan sehat. Yang dimaksud disini adalah donor anggota
tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor
semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt memperbolehkan memberikan
pengampunan terhadap qisash maupun diyat.
Allah Swt berfirman:
ـه� ا�لـيـ� ا�د�اء و� و�ف� ـع�ر� ب�الم� اع ـاتـ�بـ� ف� يئ ش�� ـي�ه� ا�خ� م�ن� ل�ه� ي� ع�ـف� م�ن� ف�
ة م� ح� و�ر� بــ�ك�م� ر� م�ن� يف ـف� تـخ� ذل�ك� ـان+ ــس� بــإ�ح�
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang
baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang
sangat pedih. (TQS al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut
tidak mengakibatkan kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung,
limpha atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si
2
pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang
lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.
Allah Swt berfirman:
ــك�م� س� ا�نـــف� ا تــقــتل�و� و�ال�
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (TQS an-Nisa [4]: 29).
Selanjutnya Allah Swt berfirman:
ـــق� بــال�ح� ا�ال9 الله م� حــر9 الـ9ت�ى النـ=ف�س� ا تــقــتل�و� و�ال�
Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab)
yang benar. (QS al-An’am [6]: 151)
Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang
dapat mengakibatkan terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya,
donor testis bagi pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah
melarang untuk menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.
Allah Swt berfirman:
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (TQS
al-Mujadilah [58]: 2)
Selanjutnya Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau
mengurus sesuatu yang bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat
Allah, Malaikat dan seluruh manusia”.
Sebagaiman sabda Nabi saw:
“Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga
haram atasnya”
Begitu pula dinyatakan oleh beliau saw:
3
“Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum
padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak
akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang menolak anaknya padahal dia
mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab Diri-Nya dari
laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya) dihadapan orang-orang
yang terdahulu maupun yang kemudian”.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Ra, dia berkata:
: ـول� س� يـار� نـا ـقــلـ� ف� ، ن�ســاء لــنـا ـس� لـيـ� النـ9ـبي� ع� م� و�ا غ�ــز� نـ� نـا كـ�
ذ�ل�ك ع�ن� هـانــا فــنـ� ؟ ـت�خ�ص�ي ن�س� ال�أ� .الله
“ Kami dulu pernah berperang bersama Rasulullah sementara pada kami tidak
ada isteri–isteri. Kami berkat :”Wahai Rasulullah bolehkah kami melakukan
pengebirian ?” Maka beliau melarang kami untuk melakukannya,”
Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan
mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk
memelihara keturunan.
Tipe donor 2
hukum Islam pun tidak membolehkan karena salah satu hadist mengatakan
bahwa ”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri
orang lain.” (HR. Ibnu Majah). Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh
membahayakan orang lain untuk keuntungan diri sendiri. Perbuatan tersebut
diharamkan dengan alasan apapun sekalipun untuk tujuan yang mulia.
Tipe Donor 3
Menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan.
Yang membolehkan menggantungkan pada syarat sebagai berikut:
1. Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam
dirinya setelah menmpuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih
gawat
3. Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong
bukan untuk memperjual-belikan
yang tidak membolehkan alasannya :
4
Seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ
tubuhnya atau mewasiatkan untuk menyumbangkannya. Karena seorang dokter tidak
berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang telah meninggal dunia
untuk ditransplantasikan kepada orang yang membutuhkan. Adapun hukum
kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah
menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara
sebagaimana orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap
pelanggaran kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran kehormatan orang
hidup.Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
ا Mــيـ ح� ر�ه� ـس� ك�كـ� ـت� ـيـ� الم� ـم� ع�ظـ� ــر� س� كـ�
“Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang
hidup” (HR. Ahmad, Abu dawud, dan Ibnu Hibban)
Tindakan mencongkel mata mayat atau membedah perutnya untuk diambil
jantungnya atau ginjalnya atau hatinya untuk ditransplantasikan kepada orang lain
yang membutuhkan dapat dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah
melarang perbuatan ini. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid
Al-Anshasi RA, dia berkata :
ـة� لـ9 ـثـ� و�الم� ـب�ي الـنRه� ع�ن� الله ــو�ل� س� ر� نـه�ى
“ Rasulullah SAW telah melarang ( mengambil ) harta hasil rampasan dan
mencincang (mayat musuh ).”(H.R. Bukhari)
B. SEJARAH TRANSPLANTASI ORGAN
Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam menurut
manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi
jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa
as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as.seorang ahli bedah
bangsa Hindu telah berhasil rnemperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan,
dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan iemak yang diambil dari.
lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali,
pada tahun 1S97M untuk raencoba rnemperbaiki cacat hidung seseorang dengan
menggunakan kulit milik kawannya.
Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan jaringan,
namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil menyambung pembuluh
darah pada binatang percobaan, baruiah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ
dari manusia ke manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya
5
berhasil, meskipun ia menghabiskan WaktU ClilQip lama yaitu SatU setengah abad. Pada
tahun 1954. M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginja! kcpada seorang anak
yang. berasal dari saudara kembarnya yang membawa perkembangan pesat dan ltbib muju
dalam bidang transplautasi.
Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Maselu, liinu bedah sudah. dikenal di berbagai
negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adi daya Romawi
dan Persi.Naroun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti,
meskipun sudah ditempuh bcrbagai upaya untuk mengembangkannya.Selama ribuan tahun
setelah melewati bantak eksperirnen baruiah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk
pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ
manusia. Di masa Nabi saw. negara Islam telah memperhatikan rnasalah kesehatan rakyat,
bahkan senantiasa berupaya menjamin kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya
secara cuma-cuma. Ada beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti
Al-Harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita.
Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu, namun operasi
plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw,,
sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin
Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) “bahwa kakeknya ‘Arfajah bin As’ad pernah
terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak,
namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), raaka Nabi saw. menyoruhnya untuk
memasang hidung (palsu) dari logam etnas”. Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya Qll/58)
juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa ‘Utsman (bin ‘Affan) pernah
memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).
Pada periode Islam selanjutnya berkat doktrin Islam tentang urgensi kedokteran mulai
bertebaran karya-karya monumental kedokteran yang banyak memuat berbagai praktek
kedokteran: termasuk transplantasi dan sekaligus mencuatkan banyak nama besar dari
ilmuwan muslim dalam bidang kesehatan dan ilmu kedokteran, diantaranya adalah; Al-Rozy
(Thi251-311 H.) yang telah raenemukan dan membedakan pembuluh vena dan arteri
disamping banyak membahas masalah kedokteran yang lain seperti, bedah tulang dan gips
dalam bukunya Al-Athibba, Lebih jauh dari itu, mereka bahkan telah merintis proses
spesialisasi berbagai: kajian dari suatu bidang dan disiplin. Az-Zahrawi ahli kedokteran
muslim yang meninggal di Andalusia sesudah tahun 400-an Hijriyah telah berhasil dan
menjadi orang pertama yang memisahkan ilmu bedah dan memadikannya subjek tersendiri
dari bidang Ilmu Kedokteran. Beliau telah menulis sebuah buku besar yang monumental
dalam bidang kedokteran khususnya ilmu bedah dan diberi judul “At-tashrif. Buku ini telah
menjadi referensi utama dii Eropa dalam bidang kedokteran selama kurang-lebih lima abad
dan sempat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia termasuk bahasa latin pada tabun
1497 M. Dan pada tahun 1778 M. dicetak dan diterbitkan di London dalam versi arab dan
latin sekaligus. Dan masih banyak lagi nama-nama populer lainnya seperti Ibnu Sina.
6
BAB II
PEMBAHASAN
PANDANGAN ISLAM TERHADAP TRANSPLANTASI ORGAN
A. TRANSPLANTASI ORGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Sampai saat ini, transplantasi organ tubuh yang banyak dibicarakan di kalangan
ilmuan dan agamawan adalab mengenai tiga macam organ tubuh yaitu mata, ginjal, dan
jantung, Hal ini dapat di makluni karena organ tubuh tersebut sangatlah vital bagi kehidupan
manusia. Namun, sebagai akibat ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih,
maka di masa yang akan datang, transplantasi mungkin juga berhasil dilakukan untuk organ-
organ tubuh lainnya, mularai dari kaki dan telapaknya sampai kepalanya, termasuk organ
tubuh bagian dalam, seperti rahim wanita. Namun apa yang bisa dicapai oleh teknologi,
belum tentu diterima begitu saja oleh agama dan hukum yang ada dimasyarakat. Mengingat
bahwa transplantasi adalah masalah ijtihadi yang dalil-dalilnya tidak disebut secara eksplisit
di dalam al-qur’an dan hadis.
Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat
kapan pelakasanaannya. Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan,
yaitu jika pada saat donor masih hidup sehat dan donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat
akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal, Berikut hukum transplantasi
sesuai keadaannya masing-masing. Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di
mana donor dalam keadaan sehat wal afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk
Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut, Allahberfirmandalam
surat Al-Baqaroah 195 yang artinya“ Danjanganlahkamumenjatuhktm dirimu ke dalam
kebinasaah” Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya
kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal kemungkin ia akan menghadapi
resiko sewaktu-waktu merigalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau
ginjalnya yang tinggal sebuah itu.
Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit
(koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolenkan berdasarkan
alasan-alasan sebagaimana hadits RasuluUah mengatakan yang Artinyai’TttM boleh
membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain” (HR. Ibnu Majah),
Dalain kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor
yang dalam keadaan sakit (koma). Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain.
Dalam kasus ini orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ
tubuhnya tersebut. Sekalipun tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk
menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).
7
Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik
secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolenkan dan ada
yang mengharamkan. Yang membolebkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut;
pertama Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah
menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. kedua Pencangkokan
tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan
keadaan sebelum pencangkokan.
Adapun alasan racmbolehkannya adalah sebagaimana yang disenyalir dalam Al
Qur’an Surat AI Baqarah 195 yang berbunyi: “Dan belanjakanlah (harla bendamu) dijalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orangyang berbuat baik”. Ayat tersebut
secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan
dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berrungsi organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa
ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya. Dalam Surat Al-Maidah:
32 juga disinggung yang artinya adalah “Dan barang siapa yang memelihara kehtdupan
seorang manusia, maka seolah-oiah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” Ayat ini
sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyeleraatkan jiwa manusia. Dalam
kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal,
maka Islam membolehkan, Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan
yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesaraa manusia atau membantu berfungsinya
kerabali organ tubuh sesamanya yang tidak berrungsi.
Nabi sendiri dalam Haditsnya bersabda: “Berobatlah wahai hamba Allah, karen
sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali
satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.” Dalam kasus ini, pengobatannya
adalah dengan cara transplantasi organ tubuh. Dalam; Kaidah hukum Islam juga
dissbutkan:”Kemadharatan harus dihilangkan” tentunta dalam kasus ini bahaya (penyakit)
harus dihilangkan dengan cara transplantasi.
B. ASPEK HUKUM TRANSPLANTASI DALAM UUD
Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai
suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,
walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hokum pidana yaitu tindak
pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya pengecualian maka perbuatan tersebut
tidak lagi diancam pidana dan dapat dibenarkan.
Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana
transplantasi pada satu sisi dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat
menyelamatkan hidup pasien (resipien). Di beberapa negara yang telah memiliki
Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam pelaksanaan transplantasi,
misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan ovarium baik untuk
8
tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara yang
mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk
kepentingan penelitian saja.
Diindonesia sudah ada undang undang yang membahasnya yaitu UU No.36 Tahun
2009 mengenai transplantasi :
Pasal 64
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan,
bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Pasal 65
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan
pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 66
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat
dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
Pasal 67
9
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen
atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 68
(1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan
obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
C. ASPEK ETIK TRANSPLANTASI
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan
kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini
wajib dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah
mencakup aspek etik,mengenai larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh
untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.Yang perl u
diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan
10
diambil organnya,yang dilakukan oleh (2) orang dokter yang tidak ada sangkut paut
medik dengan dokter yang melakukan transplantasi,ini erat kaitannya dengan
keberhasilan transplantasi,karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik
hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil
organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan
dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat
kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung
secara spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter
transplantasi agar hasilnya lebih objektif.
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat
maka hukumnya haram.
2. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit
(koma), hukumnya haram.
3. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah
meninggal, ada yang berpendapat boleh dan ada yang berpendapat
haram.
4. Undang – undang yang mengatur tentang transplantasi organ terdapat
dalam UU No. 39 Tahun 2009 pasal 64 – 70
Transplantasi merupakan hal yang sangat rumit dalam pengambilan tindakan
yang tepat, karena banyak pendapat yang menentang dan mendukung tentang
pelaksanaan transplantasi dengan berbagai alasan yang berbeda-beda. dari uraian
pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum pelaksanaan transplantasi
organ itu bergantung pada alasana mengapa harus melakukan hal tersebut. jika
alasannya tidak mendukung maka kegiatan transplantasi tesebut sangat dilarang dan
hukumnya haram serta ilegal.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ahkamul Fuqaha’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mu’tamar,
Munas dan Kombes Nahdlatul Ulama’ 1926-2004, (M, khalista, Surabaya, 2007)
cet.III, hal.459
http://pabondowoso.com/berita-1 54-pandangan~hukumrislam-terhadap-
transplantasi-organ-tubuh-dan-tranfusi-darah.html
http://buyung30,wordprcss.com/2009/02/27/ sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-
jaringan-tubuh-menurut-islam/
Kutbuddin Aibak, Kajianfiqih Kontemporer, (yokyakarta, sukses offset, 2009) cet.I,
hal.121
Al-Baghdadi, Atthib Minal kitab wa al-sunnah, hal.187
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. Fikih kesehatan. Penerbit Serambi. Jakarta. 2007
Hanafiah,Jusuf.1999.Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Jakarta:EGC
13