Upload
sapto-adi-wibowo
View
823
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
INDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Bahan Industri
Semester Genap
Disusun Oleh :
Dwi Surya Atmaja J2C 008 087
Ina Noprastika J2C 008 0
Noermala Syari Rosdiana J2C 008 046
Sapto Adi Wibowo J2C 008 062
Yeni Setyaningsih J2C 008 076
Diah Kurnia Sari J2C 008 087
Mike L.T J2C 006 034
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
MEI, 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kayu putih (Malaleuca leucadendron L) telah tersebar secara alami
di kepulauan Indonesia dan berkembang secara luas di Indonesia, terutama di pulau
Jawa dan Maluku dengan memanfaatkan daunnya untuk disuling menjadi minyak
atsiri yang bernilai ekonomi tinggi yang disebut minyak kayu putih, yang warna
minyaknya dari warna kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan. Daun yang telah
disuling menjadi minyak kayu putih memiliki beberapa kegunaan sebagai : anti
rematik, menghilangkan nyeri pada tulang dan syaraf (neuralgia), menghilangkan
sakit karena radang usus, diare, perut kembung, menghilangkan radang kulit,
menghilangkan Ezkema (sakit kulit karena elergi), dll. Karena pada daun yang
disuling mengandung : minyak atsiri, yang terdiri dari sineol 50%-65%, Alfa-
terpineol, valeraldehida, dan benzaldehida. Karena penggunaan minyak kayu putih
yang luas itu, minyak kayu putih yang dijual dipasaran perlu mendapat perhatian. Dan
lahirlah standar nasional minyak kayu putih sesuai dengan SNI 06-3954-2001.
Standar tersebut menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan,
dan penandaan minyak kayu putih yang digunakan sebagai pedoman pengujian
minyak kayu putih yang diproduksi di Indonesia. Mutu minyak kayu putih
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu utama (U), dan mutu pertama (P). Keduanya
dibedakan oleh kadar sineol yang terkandung. Sineol merupakan senyawa kimia
golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu
putih. Minyak kayu putih (U) mempunyai kadar sineol ≥ 55%, sedangkan mutu (P)
kadar sineolnya kurang dari 55%.
Secara umum minyak kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau
khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 15oC sebesar
0,90-0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar antara 1,46-1,47 dan putaran
optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o-0o. Indeks bias adalah bilangan yang
menunjukkan perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias cahaya,
sedangkan yang dimaksud dengan putaran optik adalah besarnya pemutaran bidang
polarisasi suatu zat. Disamping itu, minyak kayu putih yang bermutu akan jernih
apabila dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%, yaitu dalam perbandingan 1:1,
1:2, dan seterusnya sampai 1:10. Dalam minyak kayu putih tidak diperkenankan
adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak merupakan minyak yang
berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak sapi dan minyak kelapa, yang
mungkin ditambahkan sebagai bahan pencampur dalam minyak kayu putih. Demikian
juga minyak pelican yang ditambahkan yang merupakan golongan minyak bumi
seperti minyak tanah (kerosene) dan bensin yang digunakan sebagai bahan pencampur
minyak kayu putih, sehingga merusak minyak kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standard tersebut, selain penetapan mutu diatas,
adalah cara uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih, baik yang tercantum di
dalam dokumen maupun kemasan. Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
uji visual dan cara uji laboratorium. Cara uji visual dilakukan dengan cara uji bau
sedangkan cara uji laboratorium dilaksanakan untuk menguji kadar sineol, berat
jenis, indeks bias, putaran optik, uji kelarutan dalam alkohol 80%, kandungan minyak
lemak, dan kandungan minyak pelican. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
proses produksi dan cara menganalisis minyak kayu putih secara garis besarnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan minyak kayu putih dan apa saja senyawa kimia
yang terkandung di dalamnya ?
2. Apa saja khasiat yang dimiliki oleh minyak kayu putih ?
3. Bagaimana proses produksi minyak kayu putih yang berjalan dalam pabrik ?
4. Bagaimana analisis minyak kayu putih yang sesuai dengan standard mutu
minyak kayu putih ?
5. Bagaimana cara pengolahan limbah minyak kayu putih yang dihasilkan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian minyak kayu putih dan kandungan senyawa kimia
yang terkandung di dalamnya.
2. Mengetahui khasiat yang dimiliki oleh minyak kayu putih.
3. Mengetahui proses produksi minyak kayu putih yang berjalan di dalam pabrik.
4. Mengetahui cara menganalisis minyak kayu putih yang sesuai dengan
standard mutu.
5. Mengetahui cara pengolahan limbah minyak kayu putih yang dihasilkan.
BAB II
ISI
2.1 Tanaman Kayu Putih
Gelam atau Kayu putih (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) meru-
pakan pohon anggota suku jambu-jambuan (Myrtaceae) yang dimanfaatkan sebagai
sumber minyak kayu putih (cajuput oil). Minyak diekstrak (biasanya disuling dengan
uap) terutama dari daun dan rantingnya. Namanya diambil dari warna batangnya
yang memang putih. Tumbuhan ini terutama tumbuh baik di Indonesia bagian timur
dan Australia bagian utara, namun demikian dapat pula diusahakan di daerah-daerah
lain yang memiliki musim kemarau yang jelas.
Tanaman minyak kayu putih berupa pohon tinggi lebih kurang 10 m. Batang
berkayu, bulat, kulit mudah mengelupas, bercabang, warna kuning kecokletan. Daun
tunggal, bentuk lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, permukaan berbulu, per-
tulangan sejajar, warna hijau. Bunga majemuk, bentuk bulir, panjang 7-8 cm,
mahkota 5 helai, warna putih. Buah kotak, beruang tiga, tiap ruang terdapat banyak
biji.
Gambar Tanaman Kayu Putih
Tanaman ini tumbuh di daerah berawa-rawa bahkan dalam air, dataran rendah
ataupun di pegunungan. Kandungan kimia dari minyak kayu putih adalah minyak at-
siri (Kayuputol, terpineol) dan Tanin.
2.2 Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal
luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih
(Melaleuca leucadendron Linn.) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga
banyak dipakai sebagai kelengkapan kasih sayang ibu terhadap anaknya, terutama
ketika masih bayi. Minyak kayu putih digosokkan hampir di seluruh badan untuk
memberikan kesegaran dan kehangatan pada si jabang bayi.
Minyak kayu putih mengandung eukaliptol (1,8-cineol) (komponen paling
banyak, sekitar 60%, α-terpineol dan ester asetatnya, α-pinen, dan limonen.
Tumbuhan ini terutama tumbuh di Indonesia bagian timur dan Australia bagian utara,
namun demikian dapat pula diusahakan di daerah-daerah lain yang memiliki musim
kemarau yang jelas. Minyak kayu putih mudah menguap. Pada hari yang panas orang
yang berdekatan dengan pohon ini akan dapat membauinya dari jarak yang cukup
jauh.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U)
dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa kimia
golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu
putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55% sedangkan mutu P
kadar cineolnya kurang dari 55%. Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu apa-
bila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada
suhu 15oC sebesar 0,90 – 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar antara
1,46 – 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o – 0o. Indeks bias
adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara sinus sudut datang dengan
sinus sudut bias cahaya, sedangkan yang dimaksud putaran optik adalah besarnya pe-
mutaran bidang polarisasi suatu zat.
2.3 Khasiat Tanaman Kayu Putih
Kayu putih telah dimanfaatkan sejak zaman nenek moyang sebagai bahan
yang digunakan untuk mengatasi aneka gangguan kesehatan. Daun kayu putih
misalnya, sejak dulu dimanfaatkan untuk mengurangi rasa sakit maupun bengkak
akibat gigitan serangga. Daunnya yang telah dijadikan ekstrak atau dikeringkan biasa
dimanfaatkan untuk ramuan penambah stamina.
Minyak kayu putih (Cajuput oil, Oleum-melaleuca-cajeputi, atau Oleum
cajeputi) dihasilkan dari hasil penyulingan daun dan ranting kayu putih (M.
Leucadendra). Minyak atsiri ini dipakai sebagai minyak pengobatan, dapat
dikonsumsi per oral (diminum) atau, lebih umum, dibalurkan ke bagian tubuh.
Khasiatnya adalah sebagai penghangat tubuh, pelemas otot, dan mencegah perut
kembung. Minyak kayu putih banyak menjadi komponen dalam berbagai salep dan
campuran minyak penghangat. Salep macan dan minyak telon diketahui
menggunakan minyak kayu putih sebagai penyusunnya. Sebagai tumbuhan industri,
kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk hutan usaha (agroforestri).
2.4 Industri Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal
luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih
(Melaleuca leucadendron Linn.) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga
banyak dipakai sebagai kelengkapan kasih sayang ibu terhadap anaknya, terutama
ketika masih bayi. Minyak kayu putih digosokkan hampir di seluruh badan untuk
memberikan kesegaran dan kehangatan pada si jabang bayi.
Minyak kayu putih merupakan komponen utama dalam pembuatan berbagai
salep dan campuran minyak penghangat. Salep macan dan minyak telon diketahui
menggunakan minyak kayu putih sebagai penyusunnya. Minyak kayu putih yang
bermutu akan tetap jernih bila dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%, yaitu
dalam perbandingan 1 : 1, 1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak kayu putih
tidak diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak
merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak sapi
dan minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan pencampur dalam
minyak kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang merupakan golongan minyak
bumi seperti minyak tanah (kerosene) dan bensin biasa digunakan sebagai bahan
pencampur minyak kayu putih, sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standar tersebut, selain penetapan mutu di atas,
adalah cara uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih, baik yang tercantum di
dalam dokumen maupun kemasan. Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
uji visual dan cara uji laboratories. Cara uji visual dilakukan untuk uji bau, sedangkan
uji laboratories dilaksanakan untuk menguji kadar cineol, berat jenis, indeks bias,
putaran optik, uji kelarutan dalam alkohol 80%, kandungan minyak lemak dan
kandungan minyak pelican.
Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk hutan
usaha (agroforestri). Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih untuk
memproduksinya. Minyak kayu putih yang diambil dari penyulingan biasa dipakai
sebagai minyak balur atau campuran minyak pengobatan lain (seperti minyak telon)
atau campuran parfum serta produk rumah tangga lain.
2.5 Produksi Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih dapat dibuat dengan proses penyulingan atau destilasi
tanaman minyak kayu putih.
Penyulingan dengan Uap
Penyulingan minyak atsiri secara langsung dengan uap memerlukan biaya
yang cukup besar karena harus disiapkan dua buah ketel dan sebagian peralatan yang
terbuat dari stainless stell (SS) atau mild stee (MS). Walaupun memerlukan biaya
yang besar tetapi kualitas minyak atsiri yang dihasilkan memang jauh lebih sempurna.
Prinsip kerja penyulingan ini hampir sama dengan cara menyuling dengan air
dan uap (indirect distillation), tetapi antara ketel uap dan ketel penyulingan harus
terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan, lalu uapnya dialirkan ke ketel
penyulingan yang berisi bahan baku. Partikel-partikel minyak pada bahan baku
terbawa bersama uap dan dialirkan ke alat pendingin. Di dalam alat pendingin itulah
terjadi proses pengembunan, sehingga uap air yang bercampur minyak akan
mengembun dan mencair kembali. Selanjutnya dialirkan ke alat pemisah yang akan
memisahkan minyak atsiri dengan air.
Cara ini biasanya dilakukan oleh perusahaan atau perorangan yang kaya
karena proses ini membutuhkan modal yang besar. Kualitas produk minyak atsiri
yang dihasilkan jauh lebih sempurna dibandingkan dengan kedua cara lainnya
sehingga harga jual minyaknya pun jauh lebih tinggi.
Salah satu kelebihan model ini antara lain sebuah ketel uap dapat melayani
beberapa buah ketel penyulingan yang dipasang sehingga proses produksi akan
berlangsung lebih cepat. Namun sayangnya proses penyulingan dengan model ini
memerlukan kontruksi ketel yang lebih kuat. Alat-alat pengaman yang lebih baik dan
sempurna, serta biaya yang diperlukan pun lebih mahal (Santoso, 1992).
2.6 Analisis Minyak Kayu Putih
Satu masalah penting yang perlu mendapat pengawasan lebih terhadap
komoditas minyak atsiri yaitu adanya kemungkinan praktek pemalsuan. Oleh karena
itu perlu adanya suatu pengujian yang akurat mengenai tingkat kemurnian minyak
atsiri yang bersangkutan dan hendaknya disesuaikan dengan mutu baku skala
internasional.
Dahulu, pengujian mutu bagi minyak atsiri hanyalah dilakukan secara visual.
Selanjutnya berkembang dengan diterapkannya pengujian melalui metode analisis
kimia biasa dan menggunakan alat kromatografi gas. Hasilnya tentu saja kurang atau
bahkan tidak memuaskan sehingga para konsumen minyak atsiri diberbagai negara
mencari metode pengujian lain yang lebih akurat.
Alat yang paling mutakhir untuk menguji kemurnian minyak atsiri dengan
ketelitian lebih tinggi yaitu kromatografi gas-cairan atau GLC. Alat gas kromatografi
berbeda dengan gas liquid chromatography. Perbedaan ini terletak pada fasa yang
digunakan : pada alat kromatografi gas tanpa adanya fasa cair, sedangkan alat
kromatografi gas-cairan dengan fasa cair. Alat penguji mutu minyak atsiri ini antara
lain diproduksi oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang.
Alat gas liquid chromatography (GLC) beredar dengan merk seperti “Varian”
dan “Hitachi”. Alat ini dapat dioperasikan dengan cara yang sangat mudah. Pada
dasarnya alat ini terdiri dari dua komponen utama. Kromatografi sebagai bagian
utama dilengkapi dengan recorder yang berfungsi sebagai pencatat sinyal-sinyal hasil
analisis, sedangkan bagian lainnya berupa automatic sampler yang boleh dipakai
tetapi boleh juga tidak. Sampler biasanya baru digunakan apabila jumlah sampel yang
dianalisis cukup banyak dan biasanya alat ini bekerja secara otomatis.
Selain recorder, bagian lain yang terdapat pada kromatografi ialah detektor,
untuk mendeteksi komponen minyak yang dianalisis, ada dua macam yaitu TDC
(detektor hantaran panas) atau FUID (detektor nyala ionisasi). Komponen lain yang
terdapat di dalam kromatografi ini diantara carier gas yang berfungsi sebagai
pembawa gas, injection port (penyimpan alat injeksi) dan amplifier yang berperan
sebagai penguat sinyal.
Uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih, dilakukan dengan dua cara,
yaitu cara uji visual dan cara uji laboratories. Cara uji visual dilakukan untuk uji bau,
penentuan warna, sedangkan uji laboratories dilaksanakan untuk menguji kadar
cineol, berat jenis, indeks bias, putaran optik, uji kelarutan dalam etanol, kandungan
minyak lemak dan kandungan minyak pelican.
1. Klasifikasi mutu
Mutu minyak kayu putih dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelas mutu,
sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi mutu
No Klasifikasi mutu Tanda mutu
Dokumen Kemasan
1 Utama U U
2 Pertama P P
2. Persyaratan mutu
2.1 Persyaratan umum
2.1.1 Mempunyai bau khas minyak kayu putih
2.1.2 Berat jenis pada 15oC : 0,90 - 0,93.
2.1.3 Indeks bias pada 20oC : 1,46 - 1,47.
2.1.4 Putaran optik pada suhu 27,5oC : (- 4)o - 0o.
2.1.5 Uji kelarutan dalam alkohol 80 % :
1 : 1 jernih,
1 : 2 jernih,
1 : 3 dan seterusnya sampai dengan
1 : 10 jernih.
2.1.6 Minyak lemak : tidak diperkenankan.
2.1.7 Minyak pelikan : tidak diperkenankan.
2.2 Persyaratan khusus
2.2.1 Kadar cineol mutu Utama (U) : > 55 %
2.2.2 Kadar cineol mutu Pertama (P) : < 55 %
3. Cara pengambilan contoh
Contoh uji diambil dengan alat penarik contoh secara acak sebanyak
akar pangkat dua dari jumlah jerigen yang berisi minyak kayu putih yang telah
diaduk isinya sedemikian rupa sehingga mewakili isi seluruhnya.
Dari setiap jerigen diambil sebanyak 250 ml dengan alat penarik con-
toh, dan dicampurkan.
Kemudian diambil contoh uji sebagaimana ditentukan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah contoh uji
No. Jumlah populasi Jumlah contoh uji
1
2
3
4
≤ 5 jerigen
6 - 25 jerigen
26 - 50 jerigen
> 50 jerigen
1 contoh
2 contoh
3 contoh
4 contoh
Keterangan :
- volume 1 (satu) contoh uji adalah 250 ml
- berat minyak kayu putih 1 (satu) jerigen adalah 25 kg.
4. Cara uji
4.1 Cara uji visual
4.1.1 Uji bau
Metode ini menggunakan indra penciuman langsung terhadap contoh
minyak kayu putih dengan menggunakan kertas uji (test paper).
a. Peralatan
Peralatan yang dipakai untuk uji bau adalah pipet dan tabung reaksi.
b. Prosedur kerja
Ambil contoh uji dengan pipet sebanyak 20 ml, kemudian masukkan
ke dalam tabung reaksi 25 ml.
Dekatkan mulut tabung reaksi ke hidung dan gerak-gerakkan tangan di
atas mulut tabung reaksi sampai tercium bau minyak kayu putih.
4.1.2 Uji Penentuan Warna
Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan
indra penglihatan langsung, terhadap contoh minyak kayu putih.
a. Peralatan
b. Cara Kerja
c. Penyajian Hasil Uji
4.2 Cara uji laboratories
4.2.1 Uji Penentuan Kadar Sineol menggunakan Kromatografi Gas
Sineol dan komponen-komponen minyak kayu putih dipisahkan
dengan teknik kromatografi gas.
a. Bahan Kimia
Bahan pembanding standar.
b. Peralatan
c. Kondisi analisis
d. Cara Kerja
e. Penyajian Hasil Uji
Kadar sineol dinyatakan dalam persen.
4.2.2 Uji Berat Jenis
Perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan
suhu yang sama.
a. Peralatan
b. Cara Kerja
c. Penyajian Hasil Uji
4.2.3 Uji Penentuan Indeks Bias
Metode ini didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak
yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap.
a. Bahan Kimia
Air Suling
b. Peralatan
Refraktometer
c. Cara Kerja
d. Penyajian Hasil Uji
4.2.4 Uji Putaran Optik
Metode ini didasarkan pada pengukuran sudut bidang dimana sinar
terpolarisasi diputar oleh lapisan minyak yang tebalnya 10 cm pada suhu
tertentu.
a. Bahan kimia
Air suling
b. Peralatan
c. Cara kerja
d. Penyajian hasil uji
Putaran optis harus dinyatakan dalam derajat lingkar sampai mendekati
0,010. Putaran optic dekstro harus diberi tanda positif (+) dan putaran optic
levo harus diberi tanda negative (-).
4.2.5 Uji Kelarutan dalam Etanol
Kelarutan minyak kayu putih dalam etanol absolute atau etanol yang
diencerkan yang menimbulkan kekeruhan dan dinyatakan sebagai larut
sebagian atau larut seluruhnya. Berarti bahwa minyak tersebut membentuk
larutan yang bening dan cerah dalam perbandingan – perbandingan seperti
yang dinyatakan.
a. Bahan
a) Etanol 70%
b) Larutan pembanding untuk kekeruhan yang baru saja dibuat dengan
menambahkan 0,5 ml larutan perak nitrat 0,1 N kedalam 50 ml larutan
natrium klorida 0,0002 N dan dikocok. Tambahkan satu tetes asam ni-
trat encer (25%) dan amati setelah 5 menit. Lindungi terhadap sinar
matahari langsung.
b. Peralatan
a) Labu ukur 50 ml
b) Gelas ukur bertutup 10 ml atau 25 ml
c. Cara kerja
d. Penyajian hasil uji
Hasil uji dinyatakan sebagai berikut:Kelarutan dalam etanol 70% = 1 volume dalam Y volume, menjadi keruh dalam Z volume. Bila larutan trsebut tidak sepenuhnya bening, catat
apakah kekeruhan tersebut “lebih besar dari pada”, “sama” atau “lebih kecil dari pada” kekeruhan larutan pembanding.
4.2.6 Uji Kandungan Minyak Lemak
Pipet 1 ml contoh ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan 9 ml alkohol 80 % sedikit demi sedikit sambil
dikocok.
Masukkan tabung reaksi ke dalam termos yang berisi campuran es dan
garam dapur dengan perbandingan 3 : 1 selama sedikitnya 12 jam.
Selanjutnya amati perubahan yang terjadi.
Jika terdapat endapan putih pada dasar tabung, maka minyak kayu
putih tersebut mengandung minyak lemak.
4.2.7 Uji Kandungan Minyak Pelican
20 ml minyak kayu putih contoh disuling secara vaccum (± 12 mmHg)
dengan dipanaskan perlahan-lahan dengan api bebas.
Suhu tekanan pertama dan terakhir dicatat. Ambil ± 1 ml sulingan
minyak dan dinginkan, kemudian api dimatikan.
Jika pada suhu 150oC/50 mmHg tidak terdapat sulingan, maka tidak
terdapat minyak pelikan.
Uji indeks biasnya (indeks biasnya berkisar 1,42 – 1,45).
Tambahkan 2 ml - 3 ml H2SO4 pekat dalam corong pemisah, kemudian
dikocok.
Diamkan selama 2 jam sehingga terbentuk 2 lapisan, kemudian lapisan
bawah di buang, selanjutnya tambahkan 2 – 3 ml H2SO4 pekat ke
dalam lapisan atas yang masih tertinggal di dalam corong pemisah dan
dikocok.
Jika lapisan atas berwarna jernih atau kuning muda, maka terdapat
minyak pelikan.
2.7 Syarat Lulus Uji Produk
Minyak kayu putih dianggap lulus uji apabila hasil ujinya sesuai dengan
persyaratan umum dan persyaratan khusus. Secara umum, kayu putih dikatakan
bermutu apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang
diukur pada suhu 15oC sebesar 0,90 – 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC
berkisar antara 1,46 – 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o – 0o.
Indeks bias adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara sinus sudut
datang dengan sinus sudut bias cahaya, sedangkan yang dimaksud putaran optik
adalah besarnya pemutaran bidang polarisasi suatu zat. Disamping itu, minyak kayu
putih yang bermutu akan tetap jernih bila dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%,
yaitu dalam perbandingan 1 : 1, 1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak kayu
putih tidak diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak
merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak sapi
dan minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan pencampur dalam
minyak kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang merupakan golongan minyak
bumi seperti minyak tanah (kerosene) dan bensin biasa digunakan sebagai bahan
pencampur minyak kayu putih, sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
2.8 Pengolahan Limbah Minyak Kayu Putih
Limbah minyak kayu putih dapat dimanfaatkan sebagai kompos. Kompos
adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pela-
pukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bek-
erja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami,
sisa-sisa ranting, dahan, kotoran hewan, rerontokan kembang, air kencing, dll. Ada-
pun kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan lingkungan
yang basah dan lembab.
Di alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya, lewat proses alamiah.
Namun, proses tersebut berlangsung lama sekali, dapat mencapai puluhan tahun,
bahkan berabad-abad. Padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak.
Oleh karenanya, proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia.
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan
beberapa manfaat sebagai berikut :
Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman
Menggemburkan tanah
Memperbaiki struktur dan tekstur tanah
Meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah.
Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air.
Memudahkan pertumbuhan akar tanaman.
Menyimpan air tanah lebih lama.
Mencegah lapisan kering pada tanah
Mencegah beberapa penyakit akar
Menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan
Menyediakan makanan bagi plankton yang menjadi makanan udang atau ikan.
Menigkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia
Menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya lebih
murah, berkualitas, dan ramah lingkungan.
Bersifat multi lahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan,
reklamasi lahan kritis, padang golf, dll.
Kompos dan Kesuburan Tanah
Salah satu unsur pembentuk kesuburan tanah adalah bahan organik (salah
satunya kompos). Oleh karenannya, penambahan bahan organik ke dalam tanah amat
penting. Bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan kotoran hewan, sisa
jutaan mahluk-mahluk kecil dan sebagainya mengalami proses perubahan dahulu agar
dapat digunakan oleh tanaman. Tanpa perubahan, unsur hara dalam bahan-bahan
tersebut tetap dalam keadaan terikat sehingga tidak bisa diserap oleh tanaman. Selama
proses perubahan dan penguraian bahan organik, unsur hara mengalami pembebasan
dan menjadi bentuk larut yang bisa diserap tanaman. Proses perubahan ini disebut
pengomposan.
Perubahan Hayati
Didalam timbunan bahan-bahan organik pada pembuatan kompos, terjadi
aneka perubahan hayati yang dilakukan oleh jasad-jasad renik. Perubahan yang
penting sebagai berikut :
1. Penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa dan lain-lain menjadi CO2 dan
air.
2. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2.
3. Penguraian zat putih telur, melalui amida-amida dan asam-asam amino
menjadi amoniak, CO2, dan air.
4. Terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara didalam tubuh jasad renik,
terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur-unsur tersebut akan
terlepas kembali bila jasad-jasad tersebut mati.
5. Pembebasan unsur-unsur hara dan senyawa-senyawa organik menjadi
senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman.
Akibat dari perubahan tersebut, berat dan isi bahan kompos menjadi sangat
berkurang. Sebagian senyawa zat arang akan hilang, menguap ke udara. Kadar
senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada
perbandingan C/N bahan asal. Perbandingan C/N bahan yang semakin kecil berarti
bahan tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya, C/N bahan sedikit lebih rendah
disbanding C/N tanah. Dalam pengomposan, kadar abu dan humus makin meningkat.
Pada perubahan selanjutnya (diakhir pembuatan kompos), akan diperoleh bahan yang
berwarna merah kehitaman. Bahan dengan kondisi semacam itu sudah siap digunakan
sebagai pupuk. Adanya perubahan–perubahan hayati jasad renik tersebut akibat
banyak hal. Di antaranya adalah terjadinya penguraian bahan-bahan organik didalam
pembuatan kompos. Penguraian itu juga dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
sebagai berikut :
1. Kandungan lignin, malam (wax), dammar, dan senyawa sejenis dalam bahan
asal. Jika bahan asal makin banyak mengandung zat-zat tersebut, akan makin
cepat penguraiannya dan makin banyak bagian yang menjadi kompos.
2. Sifat dan ukuran bahan asal
Makin halus dan kecil bahan baku kompos maka penguraiannya akan makin
cepat dan hasilnya lebih banyak. Dengan semakin kecilnya bahan, bidang
permukaan bahan yang terkena bakteri pengurai akan semakin luas sehingga
proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila bahan
baku berukuran besar, permukaan yang terkena bakteri lebih sempit sehingga
proses pengomposan berlangsung lebih lama. Itulah sebabnya kita harus
memotong atau mencacah-cacah bahan baku yang digunakan.
3. Kandungan Nitrogen (N) bahan asal
Makin banyak kandungan senyawa N, bahan baku akan makin cepat terurai.
Hal ini disebabkan jasad-jasad renik pengurai bahan ini memerlukan senyawa
nitrogen untuk perkembangannya. Bisa dipahami dalam pembuatan kompos
diperlukan tambahan pupuk kandang atau pupuk N buatan secukupnya.
4. Kadar pH pada timbunan kompos
Makin tinggi kadar pH dalam timbunan kompos maka akan makin cepat
terjadi penguraian bahan. Untuk memperoleh kadar pH tinggi, timbunan
kompos perlu ditambah dengan kapur atau abu.
5. Air dan Udara (O2)
Apabila kurang mengandung air, timbunan bahan akan mudah bercendawan.
Hal ini jelas merugikan karena penguraian bahan menjadi lambat dan tidak
sempurna. Namun, jika kandungan airnya berlebihan, juga tidak baik karena
keadaan menjadi anaerob. Keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi
kehidupan jasad renik pengurai. Jadi, kelembaban timbunan bahan kompos
harus dijaga agar seimbang, tidak terlalu becek dan tidak terlalu kering. Secara
menyeluruh, keadaan timbunan harus mencapai 40-60oC.
6. Variasi bahan
Makin bervariasi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kompos,
maka penguraiannya relatif lebih cepat dibandingkan bahan baku yang sejenis.
7. Suhu
Timbunan bahan kompos akan lebih cepat mengalami penguraian bila
suhunya tepat. Suhu ideal untuk proses pengomposan adalah 30-45oC.
Pembuatan Kompos secara umum
1. Persiapan
Bahan-bahan organik yang akan dikomposkan dipotong atau dicacah
agar proses pengomposan berlangsung lebih cepat. Selain itu, untuk
mempercepat pengomposan diperlukan juga pupuk kandang. Karena bahan-
bahan ini nantinya ditumpuk sehingga perlu disiapkan tempatnya. Tempat
yang sederhana adalah di tanah. Untuk menjaga agar tidak tergenang sewaktu
hujan, dibuat bendungan dengan ukuran sesuai kondisi lahan. Untuk
menghindari curah hujan juga, dapat dibuat naungan dengan atap dan genting,
rumbia dan bahan lainnya. Bila tidak memakai naungan maka dapat digunakan
plastik atau daun pisang untuk menutup tumpukan bila hujan turun.
2. Tahapan Pembuatan Kompos
Ada enam langkah yang perlu ditempuh dalam pembuatan kompos, yaitu :
a. Penyusunan Tumpukan
Bahan kompos ditumpuk di atas bilah-bilah bambu atau kayu. Selama satu
dua hari dipercikkan air sampai lembab, tetapi tidak becek.
b. Pemantauan Suhu dan Kelembaban tumpukan
Dan hari ke -4 hingga ke-40, tumpukan, dijaga agar suhunya 45-65oC dan
kelembabannya sekitar 50 %. Secara sederhana, kelembaban dapat diukur
dengan cara memasukkan tongkat kayu ke dalam tumpukan kompos, lalu
mengeluarkannya. Bila tongkat kering maka kelembabannya kurang,
sehingga perlu dibalik dan disiram. Bila kelembabannya terlalu berlebihan,
maka tumpukan perlu dibalik.
c. Pembalikkan dan Penyiraman
Pembalikkan tumpukkan dilakukan jika terjadi salah satu atau beberapa
keadaan berikut. Suhu tumpukkan diatas 65oC atau dibawah 45oC,
tumpukan terlalu basah atau kering. Apabila suhu masih 45oC-60oC dan
kelembaban 50 %, maka kompos belum waktunya dibalik.
d. Pematangan
Hari ke-45, biasanya tumpukan telah memasuki masa pematangan.
Kompos yang matang ditandai dengan suhu tumpukan yang menurun
mendekati suhu ruang, tidak berbau busuk, bentuk fisik menyerupai tanah
dan berwarna kehitam-hitaman. Pematangan ini bisa berlangsung selama
14 hari. Selama itu tetap dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban
tumpukan serta bila perlu dlakukan pembalikkan.
e. Pengayakan Kompos
Tujuan dilakukan pengayakan kompos yaitu agar diperoleh ukuran
kompos yang dikehendaki, memilah bahan yang belum terkomposkan
secara sempurna, dan mengendalikan mutu kompos.
f. Pengemasan dan penyimpanan
Kompos yang sudah disaring, dikemas kedalam kantung dan karung.
Setelah itu disimpan ditempat yang kering dan aman, atau diletakkan
diatas papan. (Murbandono, 2002)
EM 4 adalah hasil pembiakkan campuran dari mikroorganisme yang
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman terdiri dari sebagian besar
mikroorganisme Lactobacillus sp., Streptomyces sp., serta ragi. Mikroorganisme ini
bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Selain berfungsi
dalam proses fermentasi dan dekomposisi bahan organik. EM 4 juga mempunyai
manfaat yang lain seperti :
Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman
Menyehatkan tanaman, meningkatkan produksi tanaman dan
menjaga kestabilan produksi
Kompos yang dihasilkan melalui fermentasi dengan pemberian EM-4
dinamakan bokashi, diambil dari bahasa jepang yang berarti bahan organik yang
terfermentasi. Oleh orang Indonesia kata “Bokashi” dipanjangkan menjadi bahan
organik kaya akan sumber kehidupan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran