Upload
amosgracianto
View
1.375
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS UJIAN AKHIR MATA KULIAH ANALISIS SUMBER DAYA ALAM DAN
LINGKUNGAN
DOSEN PENGUJI : Ir. SULASTORO RI, MSi
AMOS PRIMA G
I0608001
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
1. KENDALA YANG DIHADAPI DAN
PENGELOLAANNYA BILA AKAN MEMBANGUN
DI:
A. KOMPLEK PERUMAHAN DI DAERAH PANTAI
Pembangunan kawasan perumahan biasanya memerlukan banyak hal:
1) Bahan bangunan
Jelas dalam mengembangkan perumahan di kawasan pantai memerlukan bahan dasar
khusus yang ‘fit’ dengan kondisi tanah yang mudah terkena erosi air laut. Selain itu
bahan dasar pembangunan sederhanapun diperlukan untuk mengembangkan wilayah
ini. Seperti: pasir, batu, semen, dsb. Biasanya barang tersebut dipasok dari luar
daerah sehingga memerlukan sarana transportasi yang memadai
2) Sarana transportasi
Sarana transportasi yang diperlukan untuk mengangkut bahan yang diperlukan
untuk melaksanakan proyek. Sarana ini biasanya berupa: Truk untuk mengangkut
bahan baku, Ekskavator, dsb yang kesemuanya ini memerlukan bahan bakar yang
variatif berupa solar, maupun bensin. Sarana ini juga diperlukan untuk membuka
lahan apabila notabene daerah tersebut kurang siap untuk dibangun.
3) Tenaga manusia yang diperlukan untuk membangun perumahan
Tentunya sdm sangat diperlukan dalam pembangunan proyek perumahan.
Pemborong maupun pengembang biasanya bisa menyerap banyak orang untuk
mengerjakan proyek ini
Adapun kendalanya antara lain:
1) Abrasi Air laut
Abrasi akan menyebabkan rapuhnya kondisi perumahan. Maka diperlukan tanggul
yang kuat untuk mengatasi masalah tersebut
2) Kodisi tanah.
Kondisi geologis yang tidak stabil, mengingat tanahnya berupa tanah pasir, sehingga
pondasinya perlu yang kuat
3) Rawan bencana.
Sudah jelas apabila terjadi bencana sangat mudah, menngingat Indonesia merupakan
daerah labil geologisnya dan merupakan daerah maritime, sehingga akan berakibat
mudahnya terjadi bencana Rob
Dari beberapa persiapan dasar diatas secara tersirat sudah nampak dampak yang
kemungkinan terjadi disamping dampak yang lain.
Dampak itu antara lain:
1) Dampak Positif
Dilihat dari stakeholders
Pihak yang paling diuntungkan dari proyek pembangunan ini adalah pihak
developer. Dengan menggunakan teori lokasi, Pantai merupakan wisata yang
memiliki nilai jual yang tinggi, maka nilai jual yang diberikan pengembang kepada
pembeli relatuf lebih mahal mengingat dari segi lokasi yang nyaman dan indah.
Sebenarnya bagi pembeli pun tidak kalah juga untungnya dengan membeli
perumahan ditempat ini, karena purna jual dari rumah dilokasi ini relative lebih
tinggi.
Masyarakat sebagai penerima dampak langsung, sebenarnya juga mampu
memperoleh manfaat yang cukup besar (pada awal pembangunan proyek) karena
biasanya pengembang dan pemborong memakai bantuan masyarakat sekitar untuk
mengerjakan proyek agar lebih hemat dan efisiensi waktu. Selain itu masyarakat
yang bukan pekerja pada proyek tersebut mampu mendapat income dengan
mendirikan tenda-tenda makanan yang biasanya sangat diperlukan oleh pekerja
proyek tersebut.
2) Dampak Negatif
Sebenarnya proyek ini terkadang bisa menjadi buah simalakama bagi masyarakat
local yang terkena dampak, sebab pada pasca pembangunan biasanya akan timbul
banyak hal yang menimbulkan kerugian yang berarti bagi masyarakat:
Dari segi limbah dan polusi
Sebuah megaproyek tentunya memerlukan bahan dasar yang besar seperti yang telah
disinggung diawal, bahan dasar tersebut meliputi bahan bakar untuk kendaraan,
bahan bangunan untuk membangun itu sendiri, maupun bahan pangan bagi manusia
(pekerja proyek tersebut). Bahan bahan ini tentunya mampu menimbulkan side
effect yang cukup signifikan yang berkaitan dengan limbah. Ya, hal itu bisa terjadi
manakala semua hal diatas sudah digunakan dan menghasilkan residu. Residu itu
antara lain:
Asap Kendaraan (dari sisa bahan bakar)
Asap dari kendaraan yang mondar-mandir didalam area proyek tersebut. Asap
tersebut mampu menimbulkan efek negative, terutama bagi manusia. Selain menjadi
polusi udara, asap tersebut mengandung karbonmonoksida (CO) yang mampu
menimbulkan sakit pernafasan bahkan mampu menyebabkan terjadinya ISPA
Kotoran Manusia
Sisa dari makanan yang dikonsumsi, akan menghasilkan sisa berupa feses atau tinja.
Hal ini menjadi berdampak buruk karena kotoran manusia mengandung zat yang
buruk bagi kesehatan apabila tidak dibuang ditempat tertutup. Biasanya dalam areal
proyek tidak disediakan sarana prasarana yang memadai untuk melakukan
‘kewajiban’ manusia itu. Jadi pengelolaan sisa pembuangan tersebut tidak dikelola
dengan baik pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pencernaan, cacingan, dsb
Sisa bahan bangunan
Sisa bahan bangunan ini mampu menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan
manusia juga dalam jangka panjang ketika bahan tersebut mencemari air.
Pencemaran air ini akan menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang.
Biasanya akan menyebabkan keracunan, yang kemudian menyebabkan gangguan
pencernaan. Muntaber adalah gejala yang muncul apabila kondisi air ditempat
tersebut tidak sehat dan mengalami perubahan kualitas.
Dampak dari segi lIngkungan
Proyek pembangunan besar ditempat ini akan menyebabkan gangguan
ekosistemyang ada. Pembabatan hutan jika tidak diperhatikan akan menyebabkan
efek sustainable. Hutan bakau yang biasanya digunakan sebagai ‘tameng’ untuk
mecegah adanya abrasi air laut, apabila tidak diperhatikan dalam pembabatannya
(jika ada) akan menimbulkan dampak yang sangant besar nantinya. Misalnya terjadi
banjir, maupun tanah longsor. Apabila dampak ini tidak hanya berpengaruh pada
daerah itu saja, namun akan menjalar ke dalam seluruh kota yang akan menelan pil
pahit itu.
Dari segi ekosistem yang ada di wilayah tersebut akan terganggu apabila cara
pengelolaannya ‘ngawur’, ‘asal-asalan’. Di pantai kadang terdapat biota yang langka
yang dilindungi oleh pemerintah,bahkan dilindungi oleh dunia. Penyu misalnya,
habitat aslinya ada dilaut. Namun ia memiliki karakteristik khusus, yaitu tiap periode
bertelur, ia memilih lokasi di pantai. Telur ini akan berubah menjadi tukik kecil yang
kemudian akan berenang ke habitat aslinya yakitu di laut. Jadi apabila para
developer tidak memperhatikan hal ini, walaupun sangat simple, maka proyek ini
bisa jadi menjadi ‘devil’s hand’ untuk memutus sebuah ekositem seimbang, dalam
contoh ini adalah ekosistem penyu laut. Halini mungkin menjadi contoh kecil biota
yang sangat langka, yang dilindungi dan jumlahnya sangat terbatas, yang lokasinya
ada di pantai dan menjadikan pantai menjadi daur ulang perputaran kehidupannya.
Dampak lain terlihat dari kemudahan publik
Secara psikologis apabila penduduk asli,
yang dulunya mampu menikmati
pemandangan secara bebas menjadi
terhalang dengan adanya pembangunan
perumahan yang ada di sekitar pantai.
TERHALANG
Demikian beberapa contoh dampak secara teoritis yang kemungkinan muncul dalam
sebuah proyek pembangunan perumahan. Namun, perlu diperhatikan juga contoh
secara empiris, factual, dan yang benar-benar ada, supaya bisa dijadikan sebagai
pelajaran sekaligus pembelajaran bagi para developer, pemborong, maupun
stakeholders selanjutnya.
Dibawah ini merupakan contoh yang diambil dari Suara Pembaruan:
Bangun Pantura dengan Amdal Lokal atau Regional?
Pengantar
Bencana banjir yang terjadi di Kota Jakarta di awal Februari 2008 ini telah
membuka mata kita semua. Betapa kota metropolitan yang berpenduduk sekitar 10
juta jiwa ini memiliki kerentanan mengalami bencana khususnya banjir yang sangat
tinggi, hingga jalan menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng
pun tergenang. Wartawan S, Erwin Lobo mencoba menganalisis apa yang terjadi
dengan pembangunan di kawasan pantau utara (Pantura) Jakarta hingga banjir
melalui sorotan berikut ini.
SP/Ruht Semiono
Proyek pembanguan rumah susun Cilincing
terus dikerjakan walau berada di pesisir
Marunda, Jakarta Utara, Senin (11/12).
Maraknya lahan yang direklamasi di pantai
utara Jakarta dan rusaknya ekosistem seperti pohon bakau membuat Jakarta selalu
berpotensi terkena abrasi air laut.
Setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Pepatah ini mau menyatakan setiap hal baik
itu sukacita maupun dukacita yang terjadi pada diri seseorang, atau sekelompok
orang, bahkan di sebuah negara pasti memiliki maksud tertentu di balik peristiwa
itu.
Hujan dengan intensitas tinggi telah melumpuhkan sejumlah aktivitas masyarakat.
Lokasi banjir yang paling mendapat sorotan hingga saat ini adalah peristiwa
tergenangnya beberapa ruas jalan Tol Sedyatmo.
Kejadian banjir di ruas jalan tersebut menjadi sorotan, karena jalan tol ini menjadi
urat nadi transportasi dari Kota Jakarta ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Banten.
Tergenangnya jalan tol ini membuat semua jadwal penerbangan terganggu baik
dari arah bandara maupun menuju bandara.
Tentu saja, peristiwa ini menjadi publikasi buruk bagi Indonesia di mata
internasional. Apalagi tahun ini, pemerintah mencanangkan sebagai tahun
kunjungan atau "Visit Indonesia Years 2008".
Bencana banjir yang terus terjadi hampir setiap tahun di Ibukota Jakarta dengan
intensitas dan dampak yang semakin besar tentu saja mengusik hati dan akal sehat
kita khususnya warga Jakarta. Tidak terkecuali Menteri Negara Lingkungan Hidup,
Rachmat Witoelar.
Pertanyaan mengusiknya adalah apakah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak
mampu mengatasi persoalan banjir ini? Ataukah bukan tidak mau, tetapi tidak mau?
Seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Balai
Kota DKI Jakarta, baru-baru ini, Rachmat Witoelar menegaskan Kementerian
Lingkungan Hidup akan melakukan audit lengkap terhadap semua proyek-proyek
pembangunan di kawasan Pantura Jakarta khususnya yang berhubungan dengan
lingkungan hidup.
Aksi audit yang akan segera dilakukan pemerintah pusat di kawasan pantura ini
didasarkan pada perkiraan bahwa dampak bencana banjir yang semakin hebat juga
turut disebabkan pembangunan di kawasan tersebut terutama yang berhubungan
dengan proyek reklamasi, tidak memperhatikan atau menjalankan kaidah-kaidah
lingkungan hidup.
Witoelar mengaku tidak main-main dengan rencananya tersebut. "Kalau dalam
audit ditemukan kesalahan dan yang bersalah tidak mau memperbaiki sesuai saran
kami, maka kami akan bawa masalahnya ke pengadilan," tegasnya.
"Kegeraman" Menteri LH ini diduga dipicu sikap pengembang dan pemerintah
daerah khususnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tidak memperhatikan
berbagai saran dan kajian ilmiah yang dilakukan Kementerian LH.
Misalnya, proyek-proyek reklamasi pantura yang kajian analisis dampak lingkungan
hidupnya (amdal) ditolak mentah-mentah Kementerian LH, ternyata di lapangan
proyek-proyek itu berjalan terus dengan mengantongi amdal dari Pemprov DKI
Jakarta.
"Kami akan perhatikan serius mengenai reklamasi ini khususnya yang terjadi
Muara Angke," katanya.
Deputi I Menteri LH bidang Tata Lingkungan, Hermin Roosita, menjelaskan,
awalnya kajian amdal untuk kawasan pantura adalah amdal regional, karena
menyangkut reklamasi di dua provinsi yakni Banten dan DKI Jakarta. Namun,
karena Amdal (regional) pantura yang diajukan para pengembang selaku
pemrakarsa dinyatakan tidak layak, para pengembang pun mencari akal agar
memperoleh amdal namun tidak melibatkan Kementerian LH.
"Mereka (pengembang) akhirnya melakukan reklamasi di Provinsi DKI Jakarta
saja, sehingga Amdal yang digunakan adalah Amdal parsial atau yang biasa disebut
juga amdal lokal," ujar Hermin.
Menurut Hermin, banyaknya proyek-proyek reklamasi yang menggunakan kajian
amdal lokal akan membawa dampak negatif khususnya terhadap daerah-daerah
sekitar proyek. Dia mencontohkan, Amdal lokal yang mengkaji reklamasi di
Perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) memang berhasil menghindarkan kompleks
perumahan elit itu dari banjir, tetapi karena sifat kajiannya lokal, kemungkinan
dampak yang timbul di luar perumahan tidak dikaji secara mendalam.
Semua Aspek
Akhirnya bisa ditebak, saat hujan lebat turun, perumahan PIK bebas banjir,
sedangkan daerah sekitarnya seperti perkampungan nelayan Muara Angke dan
jalan tol tergenang.
Dia mengatakan, seharusnya kajian Amdal di kawasan pantura itu bersifat regional
dan kewilayahan bukan justru berdasar lokal proyek. Jika proyek pembangunan di
pantura dikaji berdasarkan Amdal regional, semua aspek dari sisi lingkungan dan
infrastruktur bisa diperhitungkan yang pada akhirnya nanti bisa meminimalisasi
potensi bencana banjir yang kemungkinan terjadi.
"Konkretnya seperti ini, jika dikaji berdasarkan amdal regional, kami akan minta
agar pengembang PIK memperlebar saluran sungai Cengkareng Drain. Dalam
konteks itulah audit akan dilakukan," katanya.
Berbeda dengan pendapat dari Menteri LH dan Deputinya, Wali Kota Jakarta
Utara, Effendy Anas, mengatakan, pengembangan kasawan pantura dengan Amdal
lokal atau parsial tidak menyalahi peraturan yang ada. Tudingan yang menyatakan
proyek yang dikaji berdasarkan Amdal lokal akan membawa dampak buruk
terhadap daerah sekitarnya, ditolak mentah-mentah.
"Amdalnya memang lokal atau parsial, tetapi semua itu didasarkan pada master
plan kota yang ada," kata Effendy membela diri.
Sementara itu pengamat perkotaan dari Puswika Universitas Indonesia, Hendricus
Andi Simarmata, mengatakan, polemik seputar amdal lokal dan regional dalam
pembangunan di kawasan pantura harus dilihat secara komprehensif. "Ada persepsi
yang harus diluruskan adalah keberadaan Amdal lokal dan Amdal regional,"
katanya.
Alasannya, berdasarkan PP 27/1999 tentang Amdal, pendekatan studi amdal
berdasarkan jenis kegiatannya, yang terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu tunggal,
terpadu, dan dalam kawasan. Karena itu, untuk membahas kegiatan di pesisir utara
Jakarta, memang tidak dapat hanya mengandalkan satu pendekatan studi amdal
saja.
Penting untuk diingat kembali, bahwa ekosistem pesisir sangat unik dan luas
wilayah pengaruhnya, karena merupakan wilayah peralihan dari ekosistem darat
dan laut. Tidak hanya multi-kegiatan saja yang dibahas, tetapi juga lintas wilayah
dan lintas ekosistem.
Namun, dalam hal permasalahan pantura tersebut, tambahnya, sudah sepatutnya
semua pihak dapat memposisikan kembali fungsi amdal sebagai alat pencegah
potensi kerusakan lingkungan, dan bukan dijadikan alat untuk mendapatkan
manfaat sesaat.
Image Amdal harus objektif dan berorientasi untuk kepentingan umum, tidak untuk
kepentingan si pemohon izin maupun si pemberi izin. Dan amdal harus dapat
menjadi mitra tata ruang yang saling bersinergis satu sama lain.
Solusi dari semua permasalahan di atas, kata anggota Ikatan Ahli Perencana (IAP)
ini adalah mengumpulkan semua dokumen Amdal yang telah dilakukan, baik oleh
pihak PIK, PT Pembangunan Jaya Ancol, maupun BP Pantura. Harus ada
pertemuan teknis yang membahas pendekatan parsial dan integratif.
Analisis:
Efek yang ditimbulkan dari proyek ini sangat integratif, meliputi banyak
aspek dan menyangkut banyak hal. Pembangunan ini jelas akan mencoreng nama
Indonesia dimata dunia yang mana sudah menggembar-gemborkan slogan, jargon
‘Visit Indonesia 2008’. Sangat ironis memang, yang seharusnya dikejar apabila
melihat slogan ini adalah kondisi Indonesia yang ‘temata’ dan mampu memuaskan
wisatawan, hal ini malah berkebalikan, banjir ini merupakan wujud ketidaksiapan
pemerintah melaksanakan jargon itu. PIK merupakan contoh kecil proyek yang
dianggap ‘gagal’ dan berdampak integratif.
Dari pengalaman diatas maka dalam pembangunan sebuah kawasan pantai
memerlukan perhatian khusus terhadap:
1) Pemenuhan Persyaratan Perundangan
Undang-undang dibuat bukan untuk dilanggar tetapi untuk ditaati, sebagai insan
Pancasila hendaklah selalu memperhatikan peraturan yang ada. Untuk masalah
penggunaan kawasan pantai dapat mengaca dari undang undang sebagai berikut:
a). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
b). Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
c). Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil.
d). SNI 03-6981-2004, Tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana
tidak bersusun di daerah perkotaan.
Isinya adalah:
Persyaratan
Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat
dilakukandengan memperhatikan ketentuan berikut:
a) Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di
sisidaratan;
b) Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan
membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan
kebutuhan yang ada;5 dari 26
c) Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan
lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;
d) Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas
wilayah dengan daerah/negara lain.
Terhadap kawasan reklamasi pantai yang sudah memenuhi ketentuan di atas,
terutama yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam
secara signifikan perlu disusun rencana detil tata ruang (RDTR) kawasan.
Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila sudah
memenuhi persyaratan administratif berikut:
a) Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi
kawasan
reklamasi pantai;
b) Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang
akan
direklamasi maupun yang sudah direklamasi;
c) Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi
pantai atau
kajian/kelayakan properti (studi investasi);
d) Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional.
Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktur
ruang
dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain
meliputi
jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan
telepon.
Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum meliputi kawasan
lindung dan
kawasan budi daya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam pedoman ini
adalah ruang
terbuka hijau. Kawasan budi daya meliputi kawasan peruntukan permukiman,
kawasan
perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan
pariwisata,
kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan laut/penyeberangan, kawasan bandar
udara,
dan kawasan campuran.-
2) Pelaksanaan Proyek
Pengembang sebaiknya memperhatikan secara detail dalam pelaksanaan
konstruksi, sehingga mampu mereduksi side effect yang terjadi baik bagi
proyek itu sendiri maupun bagi kondisi masyarakat yang ada di sekitarnya
3) Pengawasan Masyarakat
Masyarakat menjadi control apabila terjadi hal yang tidak diinginkan untuk
kebaikan bersama, sehingga tercipta kondisi ideal untuk masa mendatang
(meminimalisir dampak negatif)
B. KAWASAN WISATA DI DAERAH GUNUNG LAWU
Tawangmangu
Lokasi Tawangmangu terletak di Gunung Lawu.
Gunung Lawu (3.265 m) berdiri kokoh
diperbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa
Timur, banyak menyimpan sejuta misteri dan
legenda. Dalam legenda Gunung Lawu
dipercayai sebagai tempat bertapanya Raden
Brawijaya atau dikenal dengan Sunan Lawu
setelah mengundurkan diri dari kerajaan
Majapahit, dan beliau dipercaya sebagai penguasa seluruh makhluk yang ada di
Gunung Lawu.
Gunung Lawu juga mempunyai kawah yang namanya sangat terkenal yakni Kawah
Condrodimuko, yang dipercaya masyarakat sekitar sebagai tempat menggodok tokoh
pewayangan yaitu Raden Gatutkaca, salah satu dari Pandawa Lima. Di gunung ini
juga banyak tempat-tempat keramat antara lain Sendang Drajat, Argo Dalem, Argo
Dumilah, Pasar Dieng, Batu Tugu "Punden Berundak", Lumbung Selayur, Telaga
Kuning dan masih banyak lagi. Gunung ini juga ditumbuhi bunga Edelweis berwarna
merah muda, kuning dan putih. Tawangmangu termasuk dalam wilayah daerah
kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah. Tawangmangu terletak di lereng
Gunung Lawu.
Wisata TawangMangu
Dilihat dari teori lokasi kembali, Tawangmangu merupakan daerah yang
sarat dengan talenta alam yang dikembangkan. Maka tidak heran,
Tawangmangu mejadi magnet khusus yang menarik bagi wisatawan
domestic untuk datang. Maka tidak heran banyak orang yang menyebut
Tawangmangu puncaknya Solo. Tawangmangu memiliki air terjun yang
terkenal yaitu Grojogan Sewu.
Pengembangan daerah wisata
Kendala:
1) Sarana transportasi yang mahal
Biaya pengangkutan material yang mahal apabila tidak ada di daerah tersebut,
karena lokasinya sangat sulit dan jauh dari kota. Sehingga biaya trasnportasi
sangat mahal
2) Kondisi wilayah yang sangat curam
Di daerah pegunungan sangatlah wajar apabila memiliki kemiringan yang
cukup tinggi. Tawangmangu memiliki kemiringan lebih dari 45 derajat yang
berakibat susahnya pembangunan disana
3) Tanahnya mudah longsor
Kondisi tanah yang berpori dan terkena air hujan yang sangat intens sangat
memungkinkan tanah disini menjadi labil dan longsor
4) Kondisi hujan yang relative lebih tinggi
Mengingat dari teori hujan, maka daerah pegunungan merupakan catchment
area yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi
Dampak yang terjadi apabila mengadakan pengembangan wisata:
Dampak Positif karena :
1) Promosi daerah
Wisata yang menarik tentunya meembuatsuatu wilayah terkenal
2) Meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah).
Hal ini jelas merupakan efek wajar, karena kemasyhuran nama Tawang
mangu dalam karisidenan Surakarta seperti yang dijelaskan diatas, sehingga
mampu menjadi ‘gula yang menarik semut untuk datang’. Otomatis dengan
datangnya wisatawan akan menambah pendapatan daerah melalui retribusi.
3) Membuka lapangan kerja bagi warga setempat.
Lokasi wisata tentunya dituntut untuk memenuhi pelayanan standar bagi
wisatawan, maka pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk
local untuk mampu menyediakan kebutuhan bagi wisatawan
Dampak Negatif karena :
Secara umum setiap pengerjaan proyek memiliki dampak yang hampir sama, akibat
negative dari pengembangan wisata minimal adalah:
1) Dampak Ekologis
Apabila pemerintah melakukan wrong movement dalam pembangunan wisata
ini akan mematikan habitat asli bagi organism yang ada di daerah
Karanganyar sendiri. Misalnya: dulu ditempat ini terdapat habitat langka yaitu
harimau jawa, karena ada pembangunan, secara tidak langsung menarik
manusia untuk tinggal, maka keberadaan hewan ini semakin tersudut, dan
ketika tidak ada tempat lagi, mereka turun gunung dan mengganggu manusia.
Akibatnya, manusia yang marah akhirnya memburu dan membuat mereka
punah.
Akibat nyata dari pembangunan wisata adalah suhu yang semakin panas,
akibat banyaknya polusi yang ada, pembabatan hutan untuk mengembangkan
lahan. Dampak sistemik dari hal ini adalah juga menurunnya kapasitas air,
karena catchment area sudah banyak berkurang dengan pembangunan dan
pembabatan hutan cemara
2) Dampak Sosiologis
Berubahnya cara hidup masyarakat yang berakibat dengan adanya persaingan
untuk pembangunan wisma-wisma penginapan untuk menyediakan tempat
bagi wisatawan. Akhirnya yang dulunya daerah ini merupakan daerah yang
kosong, dengan adanya perkembangan sosiologis akhirnya daerah tersebut
menjadi padat. Selain itu dengan ketersediaan wisma-wisma terkadang
manjadi ‘sarang penyakit’ masyarakat.
Melihat dampak diatas, maka diperlukan sebuah perencanaan matang agar
meminimalisir dampak negative yang terjadi. Maka diperlukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Pengetatan Aturan pembangunan
Diperlukan untuk menjaga segala resource yang ada dan juga menjaga
kestabilan air di daerah hulu. Agar meminimalisir terjadinya bencana di hilir,
karena implikasi pembangunan di hulu imbasnya akan sangat terasa di hilir.
Oleh karena itu pengetatan aturan AMDAL dan UU yang berlaku tentang cara
pembangunan wilayah di pegunungan mutak diperlukan
2) Penyuluhan terhadap masyarakat
Mengajak masyarakat untuk DARLING (Sadar Lingkungan) untuk menjaga
keasrian alam Tawangmangu. Sebab kalau bukan masyarakat sendiri yang
menjaga, siapa lagi? Untuk itu diperlukan sikap proaktif masyarakat untuk
melindungi hutan, mengawasi setiap pembangunan dan ikut dalam usaha
konservasi ekosistem, dengan cara tidak merusaknya.
C. RUMAH SAKIT BERTARAF INTERNASIONAL BERLANTAI
25 DI KOTA SOLO
Rumah sakit adalah tempat
merujuknya orang sakit untuk
sembuh. Sebuah kota hendaknya
menyediakan fasilitas ini. Kota Solo
sebagai kota yang mandiri, juga
meyediakan fasilitas ini untuk
menjangkau seluruh warga yang ada di kota tersebut. Hal ini merupakan hal hal
yang perlu diperhatikan dalam pembangunan rumah sakit dalam skala besar
Kendala :
Solo merupakan kota yang wilayahnya sangat kecil apabila dibandingkan
dengan wilayah yang berada disekitarnya. Untuk pusat kota sendiri sudah
penuh dijejali dengan segala jenis pembangunan
1) Harus mengubah RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Solo
Jalan satu satunya apabila proyek ini dipaksakan adalah dengan mengubah
RTRW yang ada. Artinya pemerintah wajib menyediakan wilayah yang cukup
besar, satu-satu nya cara dengan membeli lahan
2) Biaya yang besar
Pembelian lahan memerlukan biaya yang besar apalagi memerlukan analisis
AMDAL, biayanya sangat besar, dan biasanya akan menimbulkan pro-kontra
dalam masyarakat
Dampak Pembangunan :
Setiap pembangunan yang besar akan menimbulkan implikasi besar dan luar biasa
dalam kehidupan. Berikut adalah kemungkinan yang akan muncul apabila melakukan
pembangunan rumah sakit
Dampak Positif :
1) Membuka lapangan kerja bagi warga setempat.
Memberikan fresh job kepada masyarakat yang berada disekitarnya. Karena
biasanya dalam sebuah proyek memerlukan sdm dalam jumlah besar baik dalam
proses pengerjaan maupun dalam pasca operasi (tenaga bangunan, petugas
keamanan, penjual makanan, dsb)
2) Memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasarana kesehatan
lebih baik.
Secara teori semakin besar rumah sakit maka tingkat pelayanannya semakin
meningkat, karena kuantitas alat maupun kualitas ahli yang dipekerjakan unutuk
menjaga kredibilitas suatu instansi rumah sakit
3) Meningkatkan income di Solo
Rujukan utama ketika rumah sakit yang lebih kecil dari daerah diluar solo
biasanya akan datang, melihat dari kelengkapan fasilitasnya. Maka, secara
langsung akan menambah pendapatan daerah dari segi retribusi wilayah maupun
pajak jasa yang ada.
Dampak negatif :
1) Tertutupnya pandangan masyarakat
Penduduk local yang biasanya menatap langsung tanpa ada gedung, ketika
didirikan rumah sakit akan menimbulkan dampak psikologis. Akan menimbulkan
kesan ‘sumpek’ dan kurangnya sinar matahari (teori lokasi)
2) Limbah berbahaya
Limbah yang berasal dari rumah sakit apabila tidak dikelola akan menimbulkan
pencemaran lingkungan kategri berat, karena semua tools di rumah sakit
menggunakan jenis bahan kimia yang biasanya perlu penanganan khusus (air
raksa, obat-obatan, dsb)
3) Kebisingan masyarakat
Rumah sakit berfungsi untuk menyembuhkan masyarakat yang sakit, apabila
lingkungannnya berada di tengah kota maka akan tidak kondusif karena kota
merupakan wilayah padat dan bising. Maka pasien tidak mendapat pelayanan
prima dari segi ketenangan
4) Menambah kemacetan dan kepadatan di Kota Solo.
Karena tengah kota merupakan wilayah yang sibuk dan padat, maka kuantitas
kendaraan sangat besar. Apabila terdapat rumah sakit disana jelas akan semakin
meruwetkan suasana, karena ambulans biasanya menerobos APILL demi
keselamatan pasien. Bisa dibayangkan bagaimana kemacetan yang terjadi
5) Inefektivitas pelayanan
Rumah sakit hingga lantai 25 apabila liftnya rusak akan memperberat kinerja
perawat maupun dokter yang dituntut dengan kecepatan.
6) Menimbulkan kekhawatiran penyakit baru
Berkumpulnya pasien dengan macam penyakit beragam dan dalam jumlah besar
akan memungkinkan untuk berakulturasinya penyakit tersebut dan malahan
dikhawatirkan menjadi ‘pedang bermata dua’bagi kota tersebut, yang maksudnya
mengobati pasien malahan akan menimbulkan varian penyakit baru yang
menyerang kota itu apabila kualitas pelayanannya tidak dijaga
Hal yang perlu untuk diperhatikan dalam pengelolaan :
1) Mengadakan studi AMDAL dan kelayakan pembangunan agar tercipta
suasana kondusif
2) Adanya penjagaan kualitas lingkungan, kualitas kesehatan dan kondisi
psikologis masyarakat
3) Memikirkan jumlah biaya dengan adanya pembangunan itu, artinya para
pengembang dan pemerintah harus berpikir dengan pergantian tata fungsi
kelola sebuah lahan yang biayanya akan sangat mahal
4) Penyediaan fasilitas transportasi yang efektif mengingat kondisi pusat kota
yang super padat
5) Penyediaan alternatif penyelesaian apabila fasilitas lift rusak
D. KAWASAN PEMUKIMAN DI DAERAH TAWANGMANGU
Jenis Pembangunan : Kawasan pemukiman di daerah Tawangmangu
Melihat dari kondisi wisata Tawangmangu pada poin
B diatas, maka tidak aneh bagi masyarakat yang
memiliki keinginan untuk mengembangkan sebuah
kawasan pemukiman dengan nilai yang menjanjikan.
Namun untuk pembangunan pemukiman itu
memerlukan perhatian khusus pada hal berikut:
Kendala :
1) Biaya Mahal
Untuk menggunakan prosedur yang benar dalam membangun sebuah kawasan
pemukiman sesuai dengan aturan memerlukan cost yang cukup besar mengingat
harus membuat pondasi yang cukup dalam untuk menahan bangunan fisik rumah
agar tidak longsor
2) Material bangunan lebih banyak
Untuk pondasi, untuk pembangunan drainase memerlukan material yang
cukup besar mengingat kondisi geologis yang kurang baik
3) Curah hujan yang tinggi
Mengingat dari teori hujan, maka daerah pegunungan merupakan catchment
area yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Dengan curah hujan ini
tentunya menimbulkan kesulitan dalam membangun rumah
4) Kemiringan lereng yang terjal, menyebabkan lereng tidak stabil/mudah goyah
apabila jenuh air sehingga material pembentuk lereng mudah bergerak.
5) Alih fungsi lahan dari tanaman keras ke tanaman musiman sehingga tanaman
keras yang berakar kuat dan dalam sebagai pengikat stabilitas tanah pada lereng
berkurang, sehingga tanah mencari keseimbangan baru, sehingga terjadi gerakan
tanah/tanah longsor.
6) Termasuk ke dalam zona menengah ke tinggi dalam peta kerawanan gerakan
tanah.
Dampak yang kemungkinan terjadi
Dampak positif karena :
1) Dari teori lokasi
Karena berada didekat kawasan wisata, maka akan meningkatkan nilai dari
sebuah bangunan tersebut. Selain itu dampak dari sisi psikologis, memiliki
pem,ikiran yang tenang karena lebih sedikit polusi, pemandangan yang indah
2) Ketersediaan air
Karena merupakan catchment area, maka ketersediaan air di tempat ini sangat
melimpah karena curah hujan tinggi. Maka jarang terjadi kekurangan air
3) Kesuburan tanah
Karena merupakan tanah yang terletak di daerah pegunungan maka wilayah
ini merupakan daerah yang sangat subur dan mampu menghasikan hasil panen
yang baik. Jadi masyarakat local di daerah ini, jarang mengalami defisit makanan.
4) Lahan investasi
Untuk kedepan lahan ini akan menjadi semakin mahal, mengingat pembangunan
yang dilakukan oleh pemerintah
Negatif karena :
1) Merusak keseimbangan alam
Seperti yang telah di jelaskan pada nomor 1 poin B, pembangunan di wilayah
hutan ini apabila pengelolaannya sembrono akan merusak kelestarian alam
2) Timbulnya bencana
Tanah longsor, banjir sering terjadi karena pembangunan pemukiman yang asal
memotong lereng sehingga ketika hujan datang dan porositas air sangat tinggi
maka menimbulkan bencana longsor, dan karena tumbuhan penutup yang berakar
kuat ditebang maka tidak bisa menghindari adanya surface runoff yang kemudian
dikenal dengan istilah banjir.
3) Merusak nilai sosial dan budaya setempat (pembauran budaya).
Banyaknya wisatawan asing yang datang lambat laun akan membawa perubahan
pada budaya asli
Pengelolaan Lingkungan :
1) Tindakan preventif adalah membangun pemukiman sesuai dengan prosedur
teknis pembangunan di kawasan pegunungan dengan memakai pondasi dalam
2) Masyarakat yang berdiam di bawah tebing harus waspada terutama pada saat
hujan turun. Bila intensitas hujan tinggi dan berlangsung lama harus
mengungsi ke tempat yang aman, karena material longsoran dapat sewaktu-
waktu bergerak bersama air hujan.
3) Pelarangan pemotongan dan penggalian lereng yang terjal. Dilakukan segera
penanganan lahan-lahan yang masih kritis terutama pada lereng curam-sangat
curam dengan jenis litologi tufa dengan tanaman keras, berakar dalam untuk
mencegah adanya surface runoff.
4) penyertaan dokumen AMDAL dalam pembangunan lahan yang bersifat masal
dan besar.
5) Adanya penyuluhan aktif oleh Pemerintah Daerah setempat pada daerah-
daerah yang rawan longsor tentang ancaman bencana longsor dan banjir, tata
cara, antisipasi, dan mitigasinya.
6) Melakukan analisis studi kelayakan (feasibility) yang kompeten dan
bertangggung jawab.
E. PEMBANGUNAN REL BAWAH TANAH DI JAKARTA
Seperti pada negara maju, Jepang, Amerika, Eropa, yang sudah memili MRT dibawah
tanah yang sangat efektif, maka Jakarta ingin ‘mencontek’ proyek tersebut, maka
inilah analisis yang dimungkinkan akan terjadi:
Kendala :
1) Biaya tinggi.
Overhead cost adalah masalah klasik dalam pembangunan di negara ini. Pada
umumnya pembangunan fasilitas yang ada memerlukan biaya yang tinggi,
bukan hanya pembangunan, tetapi juga meliputi maintenancenya apalagi ini
menyangkut pembangunan yang berada dibawah permukaan tanah, jelas biaya
penggalian, perijinan, maupun pembelian alat baku yang diperlukan
memerlukan biaya yang tidak murah alias mahal.
2) Pengubahan tata guna lahan
Sama dengan kasus pembangunan rumah
sakit, hanya untuk pembangunan ini
memerlukan perubahan yang sangat
mendasar, karena pada dasarnya dalam
penataan kota Jakarta tidak memperhitungkan adanya pembangunan jalur
subway train
3) Struktur tanah yang gembur
Jawa pada umumnya memiliki tanah yang subur, sehingga apabila dilanjutkan
pembangunan ini, dikhawatirkan akan menimbulkan bencana
4) Terjadinya penurunan permukaan tanah.
Jakarta yang memiliki beban yang sangat berat karena bombardier
pembangunan hotel dan gedung pencakar langit. Belum dibuat jalur rel bawah
tanah saja, Jakarta sudah berada pada posisi dibawah muka air laut, apabila
dilanjutkan akan menimbulkan overweight yang akan mempercepat terjadinya
amblesan tanah
5) Kondisi Air tanah
Apabila tetap diapksakan untuk pembangunan jalur bawah tanah,
dikhawatirkan menyedot banyak air tanah untuk proyek, padahal pada
awalnya sudah defisit
Dampak Pembangunan yang mungkin terjadi
Dampak Positif :
1) Efisiensi waktu
Tujuan semua MRT (Mass Rapid Transport) adalah efisiensi waktu sehingga
memungkinkan melakukan kinerja yang lebih
2) Menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) DKI Jakarta.
Menambah income bagi pemerintah provinsi Jakarta dengan adanya retribusi
3) Mengurangi tingkat kemacetan di DKI Jakarta.
Mampu menjadi alternative bagi masyarakat untuk tidak mengalami kemacetan
4) Mengurangi tingkat polusi udara di DKI Jakarta.
Karena polusi yang dihasilkan oleh banyak kendaraan, dengan MRT diharap
mengurangi Volume kendaraan sehingga mengurangi tingkat polusi kota
5) Membuka lapangan kerja baru
Jelas seperti pada proyek laiinya
Negatif karena :
1) Mempengaruhi tingkat kestabilan tanah (Land Subsidence).
Sudah jelas diatas bahwa Jakarta memiliki konstruksi tanah yang gembur yang
mudah ambles
2) Menimbulkan getaran yang besar
Sangat mengganggu bagi penghuni yang berada diatasnya. Mempengaruhi tingkat
emosi manusia yang menjadi cepat marah dan menimbulkan gangguan
pendengaran
3) Pengaruh buruk pada cadangan sumber air tanah
4) Dampak sosial yang muncul
5) Kekhawatiran masyarakat dengan pelaksanaan MRT karena akan
menimbulkan persoalan seperti pembebasan tanah terkait jaringan yang ada,
seperti telepon, listrik, air, dan gas.
Pengelolaan Lingkungan :
1) Mengadakan studi AMDAL
Untuk mengetahui sejauh mana kecocokan pembangunan tersebut ada di
Jakarta
2) Menggunakan kereta yang memiliki bahan bakar yang ramah lingkungan
Meminimalisir side effect
3) Meminimalisir dampak pelaksanaan proyek
Meminimalisir getaran dengan mengganti waktu pengerjaaan
2. ULASAN MENGENAI RENCANA PEMBANGUNAN
DI:
A. PABRIK SEMEN SUKOLILO PATI
Pendahuluan
Semen Gresik adalah pabrik yang berskala nasional yang memiliki banyak
cabang yang berada di seluruh Indonesia. Masing masing pabrik mewakili suatu
distrik tertentu. Untuk melebarkan sayapnya, PT. Semen Gresik berminat untuk
menginvestasikan modalnya untuk membangun sebuah pabrik di kawasan utara
propinsi Jawa Tengah tepatnya di daerah Sukolilo Pati
Rencana ini menimbulkan pertentangan yang sengit dalam masyarakat Pati
dan pada akhirnya membelah mayarakat Pati ke dalam 3 kubu yang saling
bertentangan: pro, kontra dan acuh terhadap segala rencana pembangunan oleh
Semen Gresik.
Ketiga kelompok masyarakat ini memiliki alasan dan pembenarnya masing-
masing. Secara umum, masyarakat yang pro, rata-rata memiliki harapan akan
mendapatkan pekerjaan yang lebih menarik dari hanya sekedar bertani di sawah.
Masyarakat ini juga menaruh kepercayaan pada jaminan PT. Semen Gresik yang
tidak akan merusak lingkungan serta jaminan pemenuhan kebutuhan air bersih
masyarakat jika ada kerusakan pada mata air mereka. Selebihnya, masyarakat
golongan ini merasa tidak berdaya karena menganggap rencana penambangan
tersebut merupakan keputusan pemerintah yang sudah tidak bisa diganggu gugat yang
sudah matang.
Kubu yang berbeda, masyarakat yang menolak rencana penambangan
umumnya memiliki kekhawatiran akan keselamatan lingkungan mereka, terutama
pada lahan pertanian dan suplai air bersih dari mata air untuk kebutuhan sehari-hari.
Hal ini didasarkan pada fakta yang sudah ada, dimana setiap industri besar berdiri
pasti akan melahirkan persoalan baru yang jauh lebih rumit.
Sementara itu, masyarakat yang tidak peduli akan rencana penambangan,
kebanyakan adalah mereka yang tinggal di lokasi yang jauh dari daerah rencana
konsesi penambangan. Masyarakat golongan ini, sebenarnya tidak keberatan ada
aktivitas penambangan di sekitar mereka, namun dengan syarat mereka minta ganti
rugi yang sepadan, semisal ada upaya bedol
desa ke daerah yang lebih baik dan tidak
terlalu jauh dari tempat kelahiran mereka, serta
mendapat jaminan hidup dengan layak.
Alasannya, mereka ini ingin tetap dapat
memantau seperti apa perubahan wilayah
mereka selama/ pasca penambangan.
Ketidakpedulian ini juga agak rumit, karena
justru sebagian masyarakat merasa kecewa atas perlakuan beberapa perusahaan
tambang yang telah berlaku semena-mena pada saat ekplorasi beberapa waktu
sebelumnya.
Namun, bila dicermati lebih lanjut, alasan-alasan dari masing-masing
kelompok itu masih bersandar pada level ’harapan’ dan ’kekhawatiran’, belum
didasarkan pada pemahaman yang utuh dari berbagai sisi yang terkait dengan
persoalan ini. Sehingga tidak jarang yang tampak kemudian, masing-masing
kelompok dalam berargumen dan menentukan sikapnya atas dasar ”pokoknya”.
Lemahnya pemahaman ini terjadi lantaran sulitnya akses informasi dan minimnya
peyediaan bahan-bahan yang terkait dengan persoalan tersebut.
Untuk memahami masalah ini lebih mendalam, harus dipahami beberapa hal
yaitu mengenai profil daerah yang menjadi sengket
Profile Kabupaten Pati
Kabupaten Pati merupakan salah satu dari
35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara Pulau
Jawa dan di bagian timur Propinsi Jawa Tengah. Berbatasan dengan Kabupaten
Jepara di sebelah utara, Kabupaten Kudus di sebelah barat, Kabupaten Grobogan di
sebelah selatan dan Kabupaten Rembang di selebah timur. Secara administratif
Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 hektar yang terdiri dari 58.749
hektar lahan sawah dan 91.619 hektar lahan bukan sawah. Kabupaten Pati terbagi
dalam 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan. Ada 1.106 dukuh, 1.464 RW dan 7.463
RT.
Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah sejak lama dikenal sebagai daerah
yang maju pertaniannya. Tak hanya hasil pertaniannya yang menjadi tumpuan
pemenuhan kebutuhan pangan bagi daerah lain. Lebih dari itu, Pati juga menjadi
kiblat daerah sekitarnya dalam pengembangan pertanian. Termasuk pengembangan
teknologi pertaniannya.
Salah satu teknologi pertanian yang awalnya dikembangkan di wilayah Pati
adalah mesin perontok padi atau biasa disebut dengan dos. Dari Pati, mesin sederhana
ini menyebar ke berbagai daerah di sekitarnya. Kini mesin yang dioperasikan dengan
dikayuh seperti sepeda ini, dengan mudah ditemukan di wilayah Grobogan, Blora,
Kudus, Rembang, dan daerah lainnya.
Wilayah Administratif Sukolilo
Secara administratif, wilayah Kecamatan Sukolilo masuk di wilayah
Kabupaten Pati, Secara kordinat terletak pada 0470000 m, 0500000 m dan 922 0000
m,n 9250000 UTM, Peta Bakosurtanal, Lembar Sukolilo, Skala 1 : 25.000.
Pembicaraan mengenai pertanian Kabupaten Pati pasti akan menyebut Kecamatan
Sukolilo, sebuah wilayah yang terletak di perbatasan Kabupaten Pati dan Kabupaten
Grobogan. Kecamatan yang pada tahun 2006 berpenduduk 91.688 jiwa ini (data BPS
2007), sekitar 50% warganya menggantungkan hidup di sektor pertanian.
Dengan luas tanam 13.796 ha pada tahun 2004, produksi padi sawah maupun
gaga Kecamatan Sukolilo mencapai 72.334 ton (Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Pati). Atau 14,25% dari total produksi dan merupakan wilayah penghasil
padi terbesar di Kabupaten Pati.
Pada tahun yang sama, tercatat produksi padi di Kabupaten Pati mencapai
507.533 ton. Tak bisa dimungkiri, jumlah tersebut berkontribusi besar terhadap posisi
Jawa Tengah sebagai penyangga pangan nasional. Saat ini, Jawa Tengah tercatat
sebagai salah satu penyanga pangan nasional terbesar, yaitu mencapai 15,7% dengan
total produksi padi pada tahun 2007 sebesar 8,6 juta ton (Koran Tempo 6/1/09).
Data-data tersebut menunjukkan bahwa produksi padi Sukolilo tidak dapat
dipandang sebelah mata. Jika diasumsikan produksi padi Jawa Tengah tidak
mengalami perubahan berarti dalam rentang tahun 2004-2007, produksi padi
Kecamatan Sukolilo mencapai 0,84% dari total produksi padi di tingkat propinsi.
Tingginya produksi padi di Kecamatan Sukolilo, tentu tidak dapat dilepaskan
dari ketersediaan air untuk pertanian di daerah tersebut yang terdapat di pegunungan
Kendeng
Tentang Pegunungan Kendeng
Tidak banyak yang tahu bahwa pegunungan kapur (karst) yang membentang
dari desa Taban (Kudus) sampai Tuban bernama Pegunungan Kendeng Utara. Di
pegunungan yang dulu cukup lebat dengan pohon jati ini bermukim sebagian besar
penduduk Kecamatan Sukolilo. Selain digunakan untuk tempat tinggal warga,
pegunungan ini juga memberikan beberapa manfaat lain bagi warga yang hidup di
sekitarnya. Pertama, sumber air yang telah mengairi 15.873,9 ha lahan pertanian di
sekitarnya. Kedua, lahan di pegunungan ini juga menjadi lahan pekerjaan bagai
ribuan peladang yang menanam berbagai palawija di sela-sela pepohonan jati milik
Perhutani.
Rona Lingkuan Alam dan Budaya:
Pegunungan Kendeng dengan kekayaannya berupa sumber air dan goa telah
memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi masyarakat sekitar, khususnya
bagi masyarakat di Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Kayen. Selain untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, sumber air juga bermanfaat untuk mengairi
lahan pertanian.
Secara keseluruhan sumber daya alam di wilayah Pegunungan Kendeng telah
memberikan kemanfaatan bagi 91 688 jiwa di kecamatan Sukolilo dan 73 051
jiwa di Kecamatan Kayen.
Kecamatan Sukolilo yang meliputi 16 Desa dan Kecamatan Kayen meliputi 17
Desa yang sistem pengairannya melalui irigasi teknis dengan bersumber dari
Waduk Kedungombo (Klambu kanan) dan sistem pompanisasi.
Mata air di pegunungan Kendeng merupakan sumber pengairan 15.873,900 ha
sawah di Kecamatan Sukolilo dan 9 603,232 ha di Kecamatan Kayen.
Sawah yang berada di kaki gunung Kendeng utara menggunakan irigasi teknis
sementara yang terletak di sebelah utara sepanjang sungai Juana II dan Juana I
menggunakan sistem pompanisasi dengan bersumber dari sumber air yang
berada pada Pegunungan Kendeng.
Permasalahan dan Dampak
• Pertama, rencana pembangunan Semen Gresik tidak berdasarkan pada
Peraturan Daerah Kabupaten PATI tentang Rencana Tata Ruang dan Tata
Wilayah (RTRW) karena Rancangan Perda RTRW 2008- 2009 Kabupaten Pati
masih dalam proses persetujuan Pemerintah Pusat. Perda RTRW Kabupaten Pati
periode 2006-2007 telah kaduluarsa.
• Namun demikian, Bupati Pati mengeluarkan Surat Bupati Pati No.
131/1814/2008 tanggal 17 April 2008 untuk dijadikan rujukan dalam menilai
kesesuaian rencana kegiatan dengan tata ruang kabupaten dan membuat Semen
Gresik dapat merealisasikan rencananya untuk membangun Semen Gresik di
Kecamatan Sukolilo, Pati. Padahal, Surat Bupati tidak memiliki kekuatan hukum
sebagai pengganti Perda.
• Dalam Surat Bupati Pati tersebut dinyatakan bahwa:
Lokasi kawasan pertambangan golongan C terdapat di Kecamatan Sukolilo,
Kayen, Tambakromo, Gabus, Pucakwangi, Dukuhseti, Tayu, Tlogowungu,
Gembong, Cluwak, dan Gunungwungkal.
Kawasan peruntukan industri besar dan sedang terdapat di Kecamatan
Margorejo, Pati, Juwana, Batangan, Sukolilo, Kayen, dan Gabus.
o Berdasarkan hal tersebut maka lokasi rencana kegiatan penambangan bahan
baku di Kecamatan Sukolilo sudah sesuai dengan butir 1, sedangkan rencana
lokasi pabrik semen di Kecamatan Sukolilo sudah sesuai dengan butir 2.
o Berdasarkan pengakuan Sekretaris Daerah Bappedalda, Bpk. Mulyanto di
forum pembahasan KA ANDAL tersebut, Surat Bupati tersebut dibuat setelah
pada rapat antara Bappedalda Propinsi Jawa Tengah, Pemkab Pati, dan Semen
Gresik disadari bahwa Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah. Kemudian Rapat
memutuskan Bupati harus mengeluarkan surat yang bisa menggantikan Perda
RTRW dan sebagai rujukan Tata Ruang dan Tata Wilayah.
• Kedua, penetapan pegunungan Kendeng sebagai kawasan Karst jenis I, II,
ataupun III belum memiliki dasar hukum. Semen Gresik hanya mengacu pada
hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan
Kawasan Pertambangan, Departemen ESDM bekerjasama dengan Semen Gresik
tentang kawasan karst Sukolilo tahun 2005. Namun demikian, di dalam KA
ANDAL tersebut, hasil penelitian tersebut tidak menyebutkan golongan karst
dari pegunungan Kendeng.
• Sementara hasil penelitian dari Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran
Yogyakarta (Bapak Eko Teguh Paripurno), Acintyacunyata Speleological Club
(ASC), Yogyakarta (Dikky Mesah, AB Rodialfallah, Rikky Raimon, dkk), dan
juga Pusat Studi Lingkungan Hidup, UGM tentang kajian potensi Kars Kawasan
Sukolilo - Pati menyimpulkan bahwa:
Kawasan Kars Pati – kawasan kars Grobogan masuk dalam klasifikasi kars I
menurut Kepmen ESDM no. 1456/K/20/MEM/2000 pasal 12.
Perbukitan kawasan Kars Sukolilo berfungsi sebagai daerah resapan dan
penyimpan air untuk mata air-mata air yang mengalir di pemukiman, baik di
bagian Utara maupun bagian Selatan kawasan ini.
Kawasan kars Sukolilo merupakan kawasan penyimpan air bagi seluruh mata air
kars di Pati dan Grobogan, sehingga Pemerintahan Kabupaten Grobogan dan
Kabupaten Pati perlu menetapkan kawasan ini sebagai kawasan Kars yang
dilindungi agar fungsinya tetap terjaga sehingga resiko bencana kekeringan bagi
8000 kk dan 4000 ha lahan pertanian di kemudian hari dapat dihindari.
• Dengan demikian, Penambangan yang di lakukan PT Semen Gresik di wilayah
Pegunungan Kendeng akan mengurangi debit air yang ada di sumber-sumber air
di pegunungan Kendeng, kondisi ini mengakibatkan ancaman bagi masyarakat
untuk mencukupi kebutuhan air. Selain berkurangnya debit air di wilayah
pegunungan Kendeng, penambangan yang dilakukan PT Semen Gresik akan
menimbulkan sedimentasi yang akhirnya akan memperparah banjir di Sukolilo.
B.TAMBANG EMAS BATU GOSOK KEC. KOMODO KAB.
MANGGARAI BARAT, NTT
Pendahuluan
Pulau komodo adalah pulau dengan seribu kelebihan didalamnya. Baik itu dari
muatan tambang, dari segi budaya, maupun flora dan faunannya. Di pulau ini
ditemukan tambang yang sangat berharga yaitu tambang emas. Menjadi persoalan
manakala lokasi penambangan tersebut terletak pada lokasi konservasi hewan yang
langka yaitu hewan komodo. Komodo adalah hewan yang sangat dilindungi dunia
(Varanus komodoensis Ouwens). Reptilia raksasa yang dalam bahasa setempat
disebut ora ini memang sudah jadi ikon pariwisata Manggarai Barat, bahkan Nusa
Tenggara Timur secara umum. Sekaligus menjadi wakil Indonesia untuk masuk
dalam katgori 7 keajaiban dunia. Mulai menjadi permasalahan ketika ada ekplorasi
tambang emas yang ada pada pulau itu juga yang menuai kontroversi dari
masyarakat
Untuk memahami lebih lanjut harus dipahami terlebih dahulu mengenai beberapa
hal tentang segi profil wilayah, potensi dan pengembangannya.
Profil wilayah
Letak Geografis terletak pada
8o14’ – 9o00’ LS dan 119o21’–
120o30” BT; Luas wilayah 2.947,50
Km2; Batas Wilayah Utara
berbatasan dengan Laut Flores,
Timur berbatasan dengan Kab. Manggarai, Barat berbatasan dengan Selat Sape, dan
arah Selatan berbatasan dengan Laut Sawu; Jumlah penduduk 201.129 orang (NTT
dalam angka Tahun 2007); Wilayah Administrasi terdiri dari 7 kecamatan, dan 116
desa dan 5 kelurahan; Prasarana Transportasi terdapat Bandara Komodo, untuk
transportasi laut terdapat Pelabuhan Laut Labuan Bajo.
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat beribukota di Labuan Bajo, dipimpin oleh
Bupati Drs. Fidelis Pranda. Mempunyai sebuah Perusahaan Daerah Air Minum yaitu
PDAM Manggarai Barat.
Potensi yang ada:
Potensi Wisata
Taman Nasional Komodo (TNK) dibentuk pada tahun 1980 dan dinyatakan sebagai
World Heritage Site serta Man and Biosphere Reserve oleh UNESCO pada tahun
1986. Semula kawasan tersebut ditetapkan untuk melestarikan satwa Komodo yang
unik. Satwa Komodo pertama kali ditemukan oleh dunia ilmu pengetahuan tahun
1911. Kurator Museum Zoologi di Bogor, P.A. Ouwens, menerima laporan
ditemukannya satwa komodo oleh J.K.H. Van Steyn, pegawai pemerintah Hindia
Belanda. Ouwens memberi nama ilmiah Varanus Komodoensis Ouwens kepada
satwa tersebut dalam karya tulis yang dimuat dalam “Bulletin du Jardin Botanique de
Buitenzorg”, dengan judul “On a large Varanus species from the island of Komodo.”
Taman Nasional Komodo
Jenis-jenis satwa darat lain yang menonjol adalah Burung Gosong (Megapodius
reinwardt), Tikus Rinca (Rattus rintjanus), dan Rusa Timor (Cervus timorensis).
Sekitar 70% dari kawasan terrestrial berupa hutan savana padang rumput. Tipe
habitat daratan yang lain berupa hutan tropis musim (monsoon) dan hutan kuasi awan
di atas 500 m sepanjang punggung dan puncak perbukitan. Walaupun tersohor
sebagai habitat satwa Komodo, TNK meliputi salah satu kawasan laut yang paling
kaya di dunia, meliputi 1,214 km2 habitat laut dengan keanekaragaman tinggi,
termasuk karang, mangrove, rumput laut, dan teluk yang semi tertutup. Habitat-
habitat tersebut mempunyai lebih dari 1000 spesies ikan, sekitar 260 spesies karang,
dan 70 spesies bunga karang. Dugong (Dugong dugon), Lumba-lumba (10
spesies), Paus (6 spesies), dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Hijau
(Chelonia mydas.
TNK terletak di wilayah Wallacea Indonesia, yang diidentifikasi oleh WWF dan
Conservation International sebagai kawasan prioritas konservasi dunia. TNK terletak
antara Pulau Sumbawa dan Flores, perbatasan antara Propinsi NTT dan NTB,
mencakup 3 pulau utama yaitu Komodo, Rinca dan Padar, dan pulau kecil lain yang
secara keseluruhan mencakup daratan 603 km2. Total luas TNK saat ini adalah 1.817
km2. Usulan penambahan 25 km2 (Gili Banta) dan 479 km2 perairan laut akan
membuat total kawasan menjadi 2.321 km2.
Potensi Pertambangan
Akhir-akhir ini, Kabupaten Manggarai Barat tidak hanya dikunjungi oleh para
wisatawan melainkan juga ramai dikunjungi oleh para investor, dimana beberapa
daerah terdapat potensi pertambangan emas, mangan dan marmer; seperti di Batu
Gosok (Kec. Komodo), Dalong (Kec. Komodo), Tebedo (Kec. Boleng), Nara (Kec.
Sanonggoang) , Kec. Macang Pacar (Kec. Kuwus)
Permasalahan yang muncul:
Dengan potensi pertambangan ini, pemerintah kabupaten secara pragmatis
mendorong untuk diadakan pertambangan tanpa sebuah kajian ekologi, ekonomi,
sosial dan budaya. Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat malah melihat sektor
pertambangan sebagai sektor utama yang akan mempercepat pembangunan dan
melupakan sektor pariwisata dan pertanian yang selama ini menjadi basis kehidupan
rakyat. Padahal kawasan pertambangan itu sangat dekat dengan pesisir pantai tempat
pembibitan ikan dan lahan nelayan tradisional mencari ikan, ada perhotelan yang
selama ini digunakan para wisatawan, serta letak pulau komodo, tempat hidup spesies
komodo tidak memiliki jarak yang jauh dari tempat pertambangan. Itu berarti
kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem laut yang terjaga selama ini akan hancur,
seketika pertambangan dilakukan di beberapa titik dekat pantai dan lainnya di
kawasan hutan lindung yang selama ini mensuplai air untuk daerah-daerah
persawahan tersebut.
Padahal pemerintah berencana memasukkan pulau ini menjadi kandidat 7 keajaiban
dunia. Oleh karena itu diperlukan pengembangan yang maksimal apabila ingin
mewujudkan mimpi ini. Sangat ironis memang, ketika getol dengan pengembangan
wisatanya, investor justru meng’injak-injak’ potensi ini dengan mengadakan
ekskavasi tambang yang ada.
Oleh karena itu muncul penolakan oleh masyarakat atas pertambangan ini kemudian
dibentuklah GERAM (Gerakan Masyarakat Anti Tambang). Geram telah melakukan
aksi lapangan (demonstrasi) ke Kantor Bupati, DPRD dan Lokasi Pertambangan pada
tanggal 24 Mei 2009.
Kesimpulan: Seharusnya dalam mengadakan sebuah usaha pertambangan yang
berdampak besar dan sistemik perlu dilakukan studi AMDAL pusat dengan
mematuhi juga koridor- undang undang yang ada. Sehingga mampu menjaga
kelestarian hayati yang ada pada daerah tersebut, dalam hal ini secara spesifik
mampu membawa pulau komodo menjadi salah satu keajaiban dunia
C. PEMBANGUNAN HOTEL DAN MAL DI KAWASAN HOTEL
VASTENBURG
Sejarah hotel Vastenburg
Benteng Vastenburg, yang dahulu bernama “Grootmoedigheid”, didirikan oleh
Jendral Baron Van Imhoff pada tahun 1745 di kota Surakarta. Nama Vastenburg
sendiri dapat diartikan sebagai” istana yang dikelilingi oleh tembok yang kuat”.
Lokasi benteng Vastenburg berada di pusat kota, dekat dengan keraton Kasunanan
Surakarta. Hal ini dimaksudkan untuk mengawasi gerak-gerik keraton Kasunanan
Surakarta. Bangunan benteng berbentuk bujur sangkar dengan penonjolan di keempat
ujungnya sebagai alat untuk teknik peperangan. Selain bangunan benteng, area
Vastenburg juga dikelilingi oleh bangunan rumah tinggal perwira dan asrama tentara
di bagian dalam benteng. Benteng Vastenburg memiliki dinding dengan tinggi 6
meter dan tebal 2 meter yang dimaksudkan untuk menjaga keamanan benteng. Di
sekeliling tembok benteng, pada bagian luar terdapat parit dengan ukuran lebar 2
meter dan kedalaman 2 meter. Untuk akses masuk benteng, pintu utama bagian depan
dan belakang menggunakan jembatan angkat. Akan tetapi saat ini telah terjadi banyak
perubahan pada area benteng Vastenburg. Pada area ini, satu-satunya bangunan yang
tersisa adalah bangunan tembok benteng saja. Bangunan-bangunan di luar tembok
benteng ini, sudah dirubuhkan lebih dari 20 tahun yang lalu. Bangunan asrama/mess
tentara pada bagian dalam benteng pun sudah tidak terlihat lagi karena pembongkaran
sejak tahun 2006. Benteng Vastenburg terletak di Jalan Jendral Sudirman. Bangunan
ini berbatasan langsung dengan Jalan Mayor Kusmanto di sebelah utara, Jalan Kapten
Mulyadi di sebelah timur, dan Jalan Mayor Sunaryo di sebelah selatan. Secara tidak
langsung, Vastenburg berbatasan dengan Kantor Pusat Telkom di sebelah utara,
perumahan Loji Wetan di sebelah timur, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo
di sebelah selatan, dan Bank Bukopin serta Kantor Pos Besar di sebelah barat.
Permasalahan yang muncul:
Setelah Indonesia merdeka, Benteng ini pun "diwarisi" oleh unsur bangsa kita yang
memegang senjata, yakni kaum militer. Di era kemerdekaan benteng ini pernah
berfungsi sebagai asrama militer, sebagai kompleks militer atau asrama untuk
Brigade Infantri 6, Trisakti Baladaya dan Kostrad.
Dari tangan militerlah, pada tahun 1991, areal situs bersejarah seluas hektar ini
ditukargulingkan dengan pihak swasta. Kini wilayah situs sejarah ini telah dikapling-
kapling di delapan instansi berbeda. Menurut data BPN sejumlah pihak swasta
tercatat sebagai pemilik "sah" lahan di kawasan Vastenburg yaitu PT Benteng
Gapuratama, PT Benteng Perkasa Utama, Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Bank
Danamon dan sejumlah pemilik perseorangan. PT Benteng Gapuratama, perusahaan
milik Robby Sumampauw tercatat memiliki sebagian besar lahan di dalam benteng,
juga areal sisi timur dan utara di luar benteng seluas sekitar 3,5 hektare.
Kemudian polemik tentang Benteng Vastenburg memuncak sejak November 2008
ketika ”pemilik” benteng berencana mau membangun hotel bertingkat 13 dan mal di
atas situs yang dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya ini. Pada tanggal 10
November 2008, puluhan budayawan Solo menggelar aksi untuk "merebut" cagar
budaya ini dari tangan investor. Kaum Budayawan dan komunitas sejarah Kota Solo
memang tidak pernah mengakui keabsahan penguasaan investor atas atas bangunan
dan tanah benteng. Saat ini masih terjadi tarik-ulur menyikapi rencana pembangunan
hotel tersebut. Pemerintah Daerah pun urung mengeluarkan Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) karena tekanan masyarakat.
Bila kita menyimak nilai-nilai historis Benteng Vastenburg, sepertinya tak rela
melihat benteng ini dihapus dari ingatan dan sejarah bangsa. Padahal beberapa
benteng peninggalan kolonial Belanda (bahkan dari era yang lebih kuno) di kota lain
sudah menjadi aset wisata dan museum
Maka jika ingin mengunjungi Vastenburg, bergegaslah sebelum obyek bersejarah ini
dimenangkan oleh kuasa pemodal, dan lantas hilang selamanya dari perbendaharaan
sejarah bangsa.
Sikap masyarakat yang muncul atas ide pambangunan ini:
Muncul pro-kontra yang ada di grassroot. Artinya ada pihak yang benar-benar
antipasti terhadap pembangunan ini karena dikhawatirkan ada komersialisasi yang
dimiliki oleh pemilik baru. Artinnya, vastenburg dijadikan ajang untuk ‘mengeruk’
keuntungan yang berlipat. Selain itu mereka khawatir akan perusakan aset sejarah
bangsa secara khusus sejarah kota Solo. Rencana penolakan mereka dalam bentuk
‘urunan’ atau patungan:
Joglosemar
Warga Patungan Beli Vastenburg
oleh ono pada 06-11-2008
KARANGASEM (Joglosemar): Masyarakat diusulkan untuk patungan guna membeli
Benteng Vastenburg, mengingat Pemkot tidak mampu menebusnya dari pengusaha
Robby Sumampouw.
Sementara itu, rencana pembangunan hotel Beauty masih bisa dibatalkan, jika kajian
yang dilakukan ternyata merugikan secara langsung dari sisi sosial ekonomi.
Ketua DPRD Surakarta, Hariadi Saptono mengatakan, jika memang Pemkot tak
mampu menebus Benteng Vastenburg, mestinya ada tawaran pada masyarakat Solo
untuk membeli benteng tersebut.
Hariadi yakin, jika benteng tersebut dijadikan ruang publik serta dibeli sesuai tata
cara yang benar oleh masyarakat, pasti akan banyak bantuan yang datang.
Bahkan jika perlu, masyarakat diminta mendesak ke dewan untuk menganggarkan
dana di APBD 2009 untuk pembelian itu. Jika ternyata anggaran tidak cukup, DPRD
bisa mengajukan bantuan ke pemerintah pusat.
“Yang jelas benteng dikembalikan menjadi milik masyarakat Solo. Kalau perlu
urunan semampunya, misalkan Rp 5.000 dikalikan jumlah warga Solo, kan sudah
terkumpul dana. Tapi itu kembali ke warga,” papar Hariadi.
Sementara Plt Sekda Solo, Supradi Kertamenawi (yang sudah dilantik jadi Asisten
Administrasi) mengatakan, Pemkot dalam posisi sulit.
Pasalnya, pemilik sudah mengantongi prosedur yang benar, termasuk izin pendirian
hotel delapan lantai. Sehingga walikota tak bisa menolak untuk memberikan IMB.
(ono)
Penyelesaian sengketa:
BPKP Jateng Tuntaskan Kasus HKP Benteng Vasternburg Solo
SEMARANG-Tuntas sudah evaluasi hambatan kelancaran pembangunan (HKP) atas
rencana pembangunan Hotel dan Mal di dalam Kawasan Benteng Vastenburg yang
dilaksanakan BPKP Jateng bersinergi dengan Inspektorat Kota Solo. Hal itu
ditandai dengan diserahkannya laporan hasil evaluasi oleh Kepala Perwakilan
BPKP Provinsi Jawa Tengah Arzul
Andaliza kepada Walikota Solo Joko
Widodo, di kantor Inspektorat Kota
Solo, Jum’at kemarin (3/7). Seperti
diketahui beberapa waktu sebelumnya
Walikota Solo telah mengirimkan surat
ke BPKP Jateng minta bantuan
melakukan evaluasi atas hambatan
kelancaran pembangunan yang
dihadapi Pemerintah Kota Solo, terkait
rencana pembangunan di kawasan Cagar Budaya Benteng Vastenburg Solo.
Dalam keterangan persnya usai penyerahan laporan, Arzul mengatakan,
menindaklanjuti permintaan Walikota Solo Joko Widodo atau yang sering disebut
Jokowi, pihaknya bersama tim Inspektorat Kota Solo telah melakukan evaluasi dan
meminta komitmen para pihak yang terkait agar rencana pembangunan di kawasan
Benteng Vastenburg dapat berjalan dan tidak menyimpang dari peraturan yang
berlaku.
“Investor, Dinas Tata Ruang Kota, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3)
Jateng, Inspektorat Kota Semarang, dan BPKP Jateng, telah bertemu dalam satu
meja, mencari solusi terbaik dan membuat komitmen memproses ijin pendirian hotel
dan mal tanpa melanggar aturan yang ada,” terangnya.
Arzul mengungkapkan, sesuai laporan hasil evaluasi yang diserahkan, diberikan
rekomendasi pada Pemerintah Kota Solo agar proses pembangunan Benteng
Vastenburg dapat dilakukan dengan seijin atau persetujuan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata, serta melakukan sosialisasi kembali kepada masyarakat setelah ijin
diberikan oleh Menteri. “Rekomendasi tersebut merupakan hasil yang diperoleh
setelah melakukan kajian dan melakukan mediasi dengan kedua belah pihak yang
terkait, yakni Pemerintah Kota Solo dan Investor,” ungkap dia.
Ditambahkan, jika BP3 sudah memberikan rekomendasi, sudah ada ijin prinsip.
Hanya saja tetap harus memenuhi amdal yang sudah disepakati. Ada studi yang
dilakukan BP3, dan proses pembangunan harus sesuai ketentuan yang berlaku.
Arzul menegaskan, bahwa keputusan pembangunan tergantung dari hasil proses
selanjutnya. BPKP hanya berlaku sebagai mediator untuk menjembatani pertemuan
antara Pemerintah Kota Solo, Investor dan BP3. “Dalam evaluasi ini, BPKP selalu
memposisikan diri pada sisi yang obyektif, independen serta tidak memihak kepada
siapapun,” tandasnya.
Sementara itu, Walikota Solo Jokowi secara terpisah mengucapkan terima kasih
pada BPKP yang telah ikut membantu memecahkan masalah yang dihadapi
Pemerintah Kota Solo. (Humas BPKP Jateng)
Sumber Berita : Humas BPKP
Kesimpulan:
Proyek pembangunan ini akan terus dijalankan meskipun ada pro dan kontra,
mengingat sudah adanya kesepakatan antara para stakeholders pada posisi
puncak. Pada akhirnya masyarakat penghuni local diharapkan mampu menjadi
evalutator bagi proyek ini. Menjadi pengawas apabila terjadi kejanggalan dan
terjadi perusakan aset sejarah bangsa.