20
1 TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN DAN KARYANYA DALAM DINAMIKA SENI RUPA INDONESIA Sarah Monica 1 Tony Rudyansjah 2 Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Abstract The research subject in this thesis is Nasirun, a painting artist from Yogyakarta. The focus of the issues originated from him is how the world of tradition from Nasirun’s past experiences, not only serves as the source of inspiration for his creations, but also influences his character building and everyday life practices in the span of his lifetime. It means, for Nasirun, tradition is not a past legacy frozen in its era, but always brought in different dimension of time, through the actualization in the forms of his paintings and his daily practices. The process continuity of tradition from the past to present realities finally positions Nasirun in the dynamics of Indonesian art. Keyword: Actualization; Continuity; Dimension of Time; Practice; Tradition. Abstrak Subjek penelitian di dalam penulisan ilmiah ini merupakan seorang perupa Yogyakarta bernama Nasirun. Fokus permasalahan yang diangkat dari beliau, yakni bagaimana dunia tradisi dari pengalaman masa lampau Nasirun, tidak hanya berperan sebagai sumber inspirasi bagi penciptaan anak karyanya, melainkan juga memengaruhi pembentukan karakter dan praktik di kehidupannya dalam rentang waktu yang terus berjalan. Artinya, bagi Nasirun tradisi bukanlah sebagai warisan masa silam yang beku di dalam zamannya, namun selalu dibawa dalam dimensi waktu yang berbeda, melalui aktualisasi dalam wujud lukisan dan praktik kesehariannya. Proses kontinuitas tradisi yang berjalan dari periode lampau sampai realitas kekinian tersebut, pada akhirnya mampu memosisikan Nasirun di dalam dinamika seni rupa Indonesia. Kata Kunci: Aktualisasi; Dimensi Waktu; Kontinuitas;.Praktik; Tradisi. 1 Mahasiswi Antropologi angkatan 2008. 2 Pembimbing. Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

1

TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU:

ANALISIS PERUPA NASIRUN DAN KARYANYA DALAM

DINAMIKA SENI RUPA INDONESIA

Sarah Monica1

Tony Rudyansjah2

Departemen Antropologi Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Abstract

The research subject in this thesis is Nasirun, a painting artist from

Yogyakarta. The focus of the issues originated from him is how the world of

tradition from Nasirun’s past experiences, not only serves as the source of

inspiration for his creations, but also influences his character building and

everyday life practices in the span of his lifetime. It means, for Nasirun,

tradition is not a past legacy frozen in its era, but always brought in different

dimension of time, through the actualization in the forms of his paintings and

his daily practices. The process continuity of tradition from the past to present

realities finally positions Nasirun in the dynamics of Indonesian art.

Keyword: Actualization; Continuity; Dimension of Time; Practice; Tradition.

Abstrak

Subjek penelitian di dalam penulisan ilmiah ini merupakan seorang perupa

Yogyakarta bernama Nasirun. Fokus permasalahan yang diangkat dari

beliau, yakni bagaimana dunia tradisi dari pengalaman masa lampau

Nasirun, tidak hanya berperan sebagai sumber inspirasi bagi penciptaan anak

karyanya, melainkan juga memengaruhi pembentukan karakter dan praktik di

kehidupannya dalam rentang waktu yang terus berjalan. Artinya, bagi

Nasirun tradisi bukanlah sebagai warisan masa silam yang beku di dalam

zamannya, namun selalu dibawa dalam dimensi waktu yang berbeda, melalui

aktualisasi dalam wujud lukisan dan praktik kesehariannya. Proses

kontinuitas tradisi yang berjalan dari periode lampau sampai realitas

kekinian tersebut, pada akhirnya mampu memosisikan Nasirun di dalam

dinamika seni rupa Indonesia.

Kata Kunci: Aktualisasi; Dimensi Waktu; Kontinuitas;.Praktik; Tradisi.

1 Mahasiswi Antropologi angkatan 2008.

2 Pembimbing.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 2: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

2

Latar Belakang

Gairah berkesenian, tidak hanya dihidupkan oleh pesona imajinasi dan

getar fantasi dari kreativitas senimannya, namun juga harus memiliki landasan

refleksi terhadap berbagai peristiwa yang dialami dalam realitas mereka.

Landasan itu sebagai kunci untuk memasuki lorong pemaknaan atas gagasan

yang terkandung dalam simbolisasi karyanya. Namun demikian, proses

refleksi yang bermain pada tataran nalar (rasio), tidak cukup untuk mampu

melahirkan “jiwa” pada suatu karya. Refleksivitas, perlu diimbangi oleh

intensitas (pendalaman) rasa terhadap kualitas realitas atas segala peristiwa

yang dialami. Sehingga, pengalaman bukanlah sesuatu yang dipikirkan dan

berada di luar diri yang mengalami, melainkan lebur menubuh dalam subjek,

melalui proses penghayatan. Dengan alur imanensi semacam itu, lukisan

sebagai hasil karya seni, akan memancarkan “jiwa” dari kedalaman batin dan

pikiran seniman yang melahirkannya––“Seni sebagai jiwa kethok”, begitu

istilah pelukis S.Sudjojono.

Dunia pengalaman yang diarungi oleh tiap seniman tentunya berbeda

dalam segi ruang, waktu, praktik sosial, cara pandang, sistem nilai, dan

sebagainya, sehingga pengetahuan yang tercipta dari masing-masing seniman

pun menjadi multi bentuk dan varian. Pengetahuan yang terpahat dalam diri

seniman tersebut tidak lantas hanya menjadi kerangka berpikir dan senjata

analisis untuk membedah, serta memaknai fenomena kehidupannya,

melainkan juga sebagai praxis yang mengaktualisasikan abstraksi pengetahuan

tersebut dalam manifestasi konkret. Dalam hal ini, antara idealisme dengan

materialisme, atau antara gagasan dengan praktik, dipertemukan,

menghasilkan proses dialektik dalam reproduksi pengetahuan. Proses

dialektik, memungkinkan pengetahuan yang dilahirkan dari pengalaman, di

sisi lain turut pula membentuk pengalaman tersebut dalam bentangan ruang

dan dimensi waktu yang lain. Pada seniman, lebih tepatnya senirupawan,

pengetahuan yang berasal dari rahim pengalaman hidupnya, diaktualisasikan

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 3: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

3

melalui anak karyanya; menjadi gudang inspirasi yang memberi bentuk pada

wajah lukisannya.

Sebagaimana seniman lainnya, perupa Nasirun memiliki latar belakang

pengalaman yang melahirkan pengetahuan pada dirinya. Pengetahuan

kehidupan yang menjadi ladang inspirasi bagi proses kreatif dan pembentukan

karakternya. Dunia masa lampau Nasirun, yang merupakan dimensi waktu

dimana seluruh pengalaman hidupnya pernah berlangsung, bukanlah dunia

yang hanya mengendap dalam lembah memorinya, tapi juga dunia yang

diciptakan dalam lukisannya. Dengan kata lain, bagi Nasirun, lukisan ialah

gambaran life history dalam masa silamnya yang direpetisi. Meskipun berupa

bentuk repetisi, kelampauan yang dihidupkan kembali lewat visualisasi

karyanya, tidak pernah melepaskan denyut pertaliannya dengan realitas

kekinian. Tapi sejauh mana kedua dimensi waktu tersebut saling

memengaruhi? Hal itu yang akan dikaji dalam penulisan ini.

Permasalahan

Perupa Nasirun—subjek yang dikaji dalam penelitian ini, memiliki

rangkaian pengalaman hidup sebagai bekal dari masa silamnya. Bekal yang

kemudian mampu memahat simbolisasi dan komponen artistik pada

manifestasi anak karyanya. Aspek mendasar dari latar belakang pengalaman

hidup Nasirun, adalah bahwa pengalaman tersebut terikat erat bahkan lebur

dalam dunia tradisi. Tradisi menjadi sistem nilai, gagasan kosmologi, cara

pandang, filsafat hidup, sekaligus kerangka berperilaku yang membingkai

seluruh pola kehidupan masyarakat di desanya; dari praktik sosial, ritual religi,

mitos, organisasi kekerabatan, sampai kesenian lokal. Dengan demikian,

antara tradisi dan pengalaman berlangsung hubungan saling jalin-kelindan

dengan proses pembentukan karakter pada sosok Nasirun dan estetika

karyanya di dalam perjalanan dimensi waktu. Hal inilah yang menjadi fokus

dalam permasalahan penelitian penulis.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 4: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

4

Bahwa lukisan --sebagai suatu karya seni-- tidak pernah terlepas dari

pertautan dengan sang seniman yang telah melahirkannya, itu benar. Namun

seringkali kritik seni rupa di Indonesia hanya menyayat lapisan luar dari karya

tersebut, yakni lapisan visual yang sifatnya sangat tekstual, semata membahas

pada dimensi estetika dan materialitas karya (bahan dan teknik pengolahan).

Padahal, sisi menarik justru terletak pada bagaimana lukisan tersebut berhasil

menjelma sebagai buah ekspresi manusia. Sehingga tentunya ada jalinan

gagasan, pengalaman, serta pesan moral yang saling merajut di dalamnya

sebagai latar belakang penciptaan sebuah karya.

Antropologi—sebuah ilmu yang mempelajari manusia pada pola dan

praktik berperilaku yang teraktualisasikan dari sistem pengetahuan di dalam

kognisi, dalam posisi ini menjadi kunci penting untuk menjelajahi lapisan

makna di balik perwujudan karya seni, berupa lukisan. Sehingga, penelitian

penulis yang mengkaji soal seni rupa ini bertujuan untuk memahami kaitan

antara karya dan senimannya, dengan cara menelusuri aspek life history yang

menjembatani keduanya di dalam suatu dimensi waktu.

Tinjauan Teoritis

Di dalam seni, seniman bukan hanya sekadar memaknai kehidupannya

dengan suatu perspektif tertentu, melainkan juga menyerapnya di kedalaman

batin yang kemudian berhasil mengolah dan menuangkannya pada wujud

baru. Hal itu dinamakan dengan pengalaman estetis. Cassirer mengungkapkan

bahwa pengalaman estetis sarat dengan kemungkinan-kemungkinan tak

terbatas yang tidak ditangkap oleh pengalaman inderawi sehari-hari. Dalam

karya seni, kemungkinan-kemungkinan itu dijadikan aktual, diangkat ke

permukaan dan diberi bentuk tertentu (Cassirer 1990:219). Sebab ia tidak

mampu ditangkap oleh pengalaman inderawi, proses kerja estetis lebih

bersumber pada gejolak arus batin manusia yang mengolah berbagai warna

emosi serta rasa melalui penghayatan. Inilah yang membuat suatu karya belum

dapat disebut sebagai karya seni yang utuh (berkarakter) bila pada

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 5: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

5

perwujudannya ia hanya melewati lorong-lorong pemikiran, belum

mengendap pada keluasan labirin perasaan. Tanpa itu, pesona suatu karya seni

tidak akan pernah menggetarkan.

Proses kreatif Nasirun melalui luapan ekspresi yang ditumpahkan pada

kanvasnya, merupakan suatu penerjemahan pengalaman estetis ke dalam ranah

simbol. Simbol yang teraktualisasikan melalui komposisi bentuk, lengkung

garis, gurat warna, maupun efek cahaya di dalam bidang lukisannya,

mengandung hasil pencerapan Nasirun atas realitas yang dialami. Hasil

pencerapan tersebut meliputi kerja impresi, apresiasi, refleksi, dan interpretasi.

Dengan demikian simbol dalam hal ini, menjadi wadah yang berisi jalinan

pemaknaan dari segala proses kontemplasi dan penghayatan terhadap berbagai

fenomena realitas dalam kehidupannya. Namun, tentu saja tidak semua

fenomena diapresiasi dan direfleksikan Nasirun, kecuali fenomena-fenomena

dimana ia pernah begitu larut di dalamnya. Sehingga tiap sudut dari

pengalaman dalam fenomena tersebut, masih tetap hidup di ruang ingatannya

dari waktu ke waktu. Dan bagi seorang perupa Nasirun, memorial yang selalu

menghantui kehidupannya berkutat pada fenomena pengalamannya di dunia

tradisi.

Tradisi memang identik dengan masa lampau, tapi bukan berarti

dimaknai sebagai “produk” masa lampau semata. Ia menjadi identik karena

tersusun dari seperangkat nilai yang dihayati secara turun-temurun oleh

sekelompok masyarakat tertentu, sehingga dalam hal ini tradisi menjadi bagian

dari kebudayaan. Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila berbicara

mengenai tradisi, maka berbicara pula mengenai “akar budaya”. Namun

demikian, banyak terjadi kesesatan bahwa tradisi seolah-olah dianggap

menjadi produk masa lampau yang untuk menjaga keluhurannya harus

dibekukan dalam wujud “aslinya”, ibarat menonton peninggalan purbakala

yang dimasukkan ke dalam kotak kaca dan disimpan di dalam sebuah

museum, itulah pandangan umum mengenai tradisi. Artinya, bahwa tradisi

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 6: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

6

tersebut diupayakan pelestariannya dalam rupa yang tidak berubah dari awal

penciptaannya, menjadi statis, tereksklusi dari perkembangan zaman. Hal yang

demikian bukanlah tradisi, melainkan convention (Hobsbawm, 1988: 3)

dimana nilai-nilai tradisi merupakan sebuah objek statis (menjadi tradisional)

yang diadaptasikan pada ruang dan waktu yang berbeda tanpa mengubah

bentuk awalnya. Pengertian tradisi yang lebih bisa disepakati penulis ambil

dari konsep ‘invention tradition’ oleh Eric Hobsbawm:

‘Invented tradition’ is taken to mean a set of practices normally governed

by overtly or tacitly accepted rules and of a ritual or symbolic nature, which

seek to inculcate certain values or norms of behavior by repetition which

automatically implies continuity with the past (Hobsbawm, 1988: 1).

Di dalam kesenian lukis yang dilakoni oleh Nasirun, ia mencoba

menghadirkan kembali sifat-sifat simbolik dunia masa lampaunya ke dalam

gubahan anak karyanya. Tradisi yang dihayati Nasirun dari pengalaman masa

kecilnya, dibawa menjadi medium ekspresi pada lukisan-lukisannya, entah itu

dalam bentuk wayang, batik, aneka dolanan (permainan) rakyat, mitos dan

dongeng, dan sebagainya. Di dunia kanvasnya, semua elemen tradisi tersebut

direkonstruksi ulang melalui ruang ide dan fantasinya sehingga menghasilkan

wajah ekspresi baru yang tidak meninggalkan relevansinya dengan

permasalahan masa kini dimana ia tengah bergelut, yakni fenomena-fenomena

modernitas dengan kapitalisme sebagai salah satu anak kandungnya. Dari

penghayatan masa lalu dan pemaknaan masa kini itulah dialog itu

berlangsung, menciptakan kembali tradisi-tradisi.

Bahwasanya karakter Nasirun --melalui manifestasi dalam karya dan

praktik berperilaku-- adalah benar terbentuk dari rangkaian panjang

pengalaman hidupnya di masa lampau. Sehingga secara tidak langsung hal itu

menyebabkan Nasirun hidup di dalam dua dimensi waktu berbeda, dimana

dunia tradisi yang menjadi sejarah personalnya menegaskan periode waktu

linier dan progresif, tapi di sisi lain juga menciptakan sistem waktu siklis

ketika tradisi tersebut menjadi arketipe yang dikomunikasikan dengan

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 7: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

7

peristiwa kekinian, untuk kemudian dihidupkan kembali (diaktualisasikan) ke

dalam rupa lukisan dan perilaku kehidupannya. Peleburan dua dimensi waktu

tersebut, membuat dunia tradisi Nasirun tidak semata mengalami proses

regenerasi lewat aksi pengulangan yang statis, melainkan dinamis karena

kontinuitas yang dibangun tidak pernah terlepas dari pertautannya dengan

realitas masa kini.

Metode Penelitian

Dalam melakukan proses penulisan ilmiah ini, penulis menggunakan data

‘etnografi’. Perolehan data etnografi pada studi kasus individu, dilakukan

dengan cara menggali aspek life history dari dunia masa lampaunya, yang

kemudian direlasikan secara lebih luas dengan konteks kekinian terkait proses

kreatif, praktik perilaku, relasi dan institusi sosial di dalam kehidupan

keseharian individu tersebut.

‘Ethnography’ coming to refer to an integration of both first-hand

empirical investigations and the theoretical and comparative

interpretation of social organization and culture (Hammersley and

Atkinson, 2007: 1).

Objek penelitian dalam data etnografi ini ialah seorang perupa lulusan

Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 1994, bernama Nasirun. Ia

bertempat tinggal di daerah Bayeman, Desa Bantul, Yogyakarta. Oleh sebab

dalam melakukan kerja lapangan, seorang etnografer membuat kesimpulan

budaya berdasarkan tiga sumber yang diperoleh dari informannya, yakni (1)

Dari apa yang dikatakan; (2) Dari cara bertindak; dan (3) Dari artefak yang

digunakan atau dihasilkan orang (Spradley, 1972: 11), maka data etnografi ini

penulis peroleh dengan cara melakukan observasi dan wawancara mendalam

untuk meneliti sosok Nasirun, serta metode semiotika visual untuk mengurai

pemaknaan dari anak karyanya. Ketiga metode penelitian tersebut, ditambah

pula dengan studi literatur untuk memperkaya gagasan dan konsepsi teoritik

mengenai persoalan yang dikaji dalam penulisan ilmiah ini.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 8: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

8

Observasi dan wawancara mendalam penulis lakukan selama kurun

waktu hampir dua bulan dengan tiga periode waktu antara Maret-April, Juni,

dan Oktober 2012. Melalui observasi atau pengamatan langsung dari semua

kunjungan yang pernah dilakukan, penulis berhasil mengumpulkan data

mengenai aktivitas sehari-hari Nasirun, proses kreatif, pola dan bentuk

relasinya dengan keluarga, teman, kolega, kolektor, peminat, maupun

pengamat karya lukisnya. Sedangkan data wawancara, penulis

memperolehnya dari istrinya (Suparti atau biasa dipanggil dengan “Ibu Ilah”),

teman-temannya, komunitas seniman dimana ia terlibat (Sanggar Bambu),

serta tentu saja wawancara yang paling mendalam dan intens adalah dengan

Nasirun sendiri, mengingat sumber utama dari penulisan ini ialah

kehidupannya yang mencakup masa lalu (life history), masa kini (daily

everyday life), dan konsepsinya mengenai masa depan.

Demi memperkaya data dan gagasan penulisan, penulis pun melakukan

studi literatur dari berbagai buku, majalah, koran, jurnal, serta katalog

pameran. Tidak luput pula internet sebagai sumber tambahan data terkait

berupa website dan blog. Fokus penelitian penulis yang tidak hanya mengkaji

diri (sosok) Nasirun, namun beserta anak-anak karyanya --karena mau tidak

mau keduanya saling terkait makna satu sama lain-- menyebabkan penulis

dalam kegiatan etnografi ini juga melakukan observasi ke berbagai koleksi

lukisan dan karya rupa Nasirun yang berada di studio lukisnya dan beberapa

pameran, baik secara langsung maupun yang sudah terdokumentasikan dalam

katalog (Pameran Ulang Tahun Sanggar Bambu, Koleksi dan Ulang Tahun ke-

73 Oei Hong Djien, Pameran Seni Rupa Kolektif “Slenco”, Pameran Tunggal

“Uwuh Seni”, dsb). Pemahaman atas makna dari berbagai karya tersebut tidak

dapat dilakukan hanya melalui cara melihat dan mengamati saja, melainkan

dengan meminjam konsep semiotika visual sebagai metode untuk

membongkar dan mengurai sistem simbol atau tanda (semiosis) yang

termaktub di dalam lukisan-lukisan Nasirun.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 9: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

9

Penulis pun mengambil tiga buah contoh karya Nasirun --dua lukisan

dan satu karya rupa tiga dimensi-- bukan dalam kategori karya terbaik, namun

sekiranya dapat menjelaskan proses aktualisasi pengalaman tradisi Nasirun

dalam periode kesenimanannya di rentang waktu yang terus berjalan; yakni

antara lain lukisan “Ngilo” (2009), “Larut dalam Warna” (1997), serta karya

seni rupa “Lampion” (2009). Tiga karya tersebut akan dianalisis lebih lanjut,

demi menjawab pertanyaan penelitian dalam penulisan ilmiah ini.

Tradisi, Pengalaman, dan Karakter: Membaca Anak Karya

Nasirun

1. Lukisan “Ngilo”

Gambar 1: Lukisan “Ngilo” (150x300 cm; mixed media on canvas; 2009)

Lukisan “Ngilo” atau “Bercermin” ialah salah satu karya lukis Nasirun

yang dipamerkan pada pameran tunggalnya di Sangkring Art Space,

Yogyakarta pada September-Oktober 2009. Karya yang dibuat di tahun 2009

ini merupakan wujud persembahan untuk mengenang mendiang ibunya yang

telah wafat pada tahun 2006. Pameran tunggalnya yang berjudul “Salam

Bekti” (Doa Kebajikan)3 memang dihaturkan untuk almarhum kedua orang

tuanya, terutama sang ibu yang meninggal tepat 1000 hari yang lalu.

Bila menggunakan analisis semiotika visual pada karya lukis Nasirun

di atas, gambar wayang golek yang disandingkan dengan sebuah cermin oval

3 Katalog pameran tunggal Nasirun “Salam Bekti” (28 September-12 Oktober 2009) di

Sangkring Art Space, hlm. 16.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 10: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

10

di sebelahnya dapat diartikan bahwa wayang dalam kebudayaan Jawa dan

Sunda memiliki persamaan fungsi dengan cermin, yakni merupakan alat

refleksi diri. Sebagaimana cermin yang mampu menampakkan baik dan

buruknya penampilan manusia, wayang pun demikian halnya. Namun bukan

dalam bentuk penampakan fisik, melainkan penampakan nurani yang berada

pada lapisan karakter yang berbeda dari tiap manusia. Karena pada

pertunjukan lakon wayang, beraneka-ragam karakter dari tokoh-tokoh wayang

sesungguhnya menampilkan aneka rupa karakter manusia pada kehidupan

yang real.

Wayang golek yang digambarkan oleh Nasirun itu menjadi bentuk

ikonik dari ibunya. Dan siluet (bayangan) Nasirun yang tidur menghadap

kedua benda tersebut, berusaha untuk menerjemahkan posisi dirinya sebagai

orang yang selalu bercermin dari karakter dan perilaku hidup ibunya. Sang ibu

adalah inspirator dalam kreativitas, falsafah, dan sikap hidup Nasirun. Menjadi

Other4

yang sangat memengaruhi karakter Nasirun dalam mengarungi

kehidupannya. Sehingga secara tidak langsung beliau menjadi medium

refleksi atau cermin filosofis yang selalu membingkai cara pandang dan

perilaku hidup Nasirun.

Sisi peleburan tradisi dan modernitas pada ranah visual yang dirupakan

lukisan Nasirun, ialah bahwa ornamen wayang golek yang digunakan olehnya

mewakili piranti tradisi. Tapi ornamen tersebut dikreasikan dengan ornamen

lain, yakni ‘heels’ (sepatu hak tinggi) yang hanya ada pada dunia modern.

Sedangkan pada ranah filosofis penciptaan karya, simbolisasi makna dari

lukisan “Ngilo” menjelaskan bahwa kelahiran karya tersebut terinspirasi dari

pengalaman masa lampau Nasirun yang dikaitkan dengan konteks kekinian

dimana dirinya mengenang sosok sang ibu. Sebuah lukisan, sebagaimana

4 “Lacan’s ‘Other’ (with a capital ‘O’) is the ‘great other’ is whose gaze the subject gains

identity [Ashcroft, Griffiths and Tiffin 1999: 169-71]. That Other can be embodied in close

subject, such as father or mother, or it can refer to unconscious itself.” (Andre Gingrich,

Conceptualising Identities, hlm. 10).

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 11: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

11

karya seni lainnya, merupakan wujud impresi dan refleksi dari pengetahuan

dan pengalaman individu. Jadi warisan nilai “refleksi” yang diperoleh dan

diserap oleh Nasirun dari kehidupan masa lampau ibunya, tidak hanya menjadi

pengetahuan, sistem nilai, dan gagasan kreatif yang dimanifestasikan dalam

wujud karya lukisnya, tetapi juga senantiasa direproduksi melalui aktualisasi

tindakan dan perilaku hidup sehari-hari.

2. Lukisan “Larut dalam Warna”

Gambar 2: Lukisan “Larut dalam Warna” (145x145 cm; oil on canvas; 1997)

Jejak awal kebesaran nama Nasirun di kancah seni rupa Indonesia,

bermula dari prestasinya memperoleh penghargaan Philip Morris Award tahun

1997. Lukisan yang memenangkan penghargaan tersebut ialah “Larut dalam

Warna”. Inspirasi ide yang dituangkan Nasirun dalam rupa lukisan “Larut

dalam Warna” diperolehnya dari satu fenomena politik Indonesia yang sedang

hiruk-pikuk melangsungkan pemilu presiden bulan Mei 1997. Komposisi

warna hijau, kuning, dan merah yang membias latar tengah dari bidang

lukisannya merepresentasikan partai politik 1997 yang saat itu bersaing

memperebutkan singgasana presiden, yakni secara berturut-turut PPP, Golkar,

dan PDI. Namun demikian, dominasi politik dan kontrol pemerintahan otoriter

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 12: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

12

Orde Baru melalui partai berkuasa Golkar, memuncakkan kemarahan rakyat.

Indonesia saat itu mengalami politik yang chaos, terjadi demonstrasi

mahasiswa di banyak tempat sebagai aksi penolakan terhadap rezim yang

berkuasa saat itu.

Fenomena pertarungan politik yang disaksikan Nasirun pada tahun

1997, merupakan suatu kepingan (fragmen) pengalaman dari rentang

kehidupan masa silamnya. Saat itu, ketajaman intuisinya sebagai seniman

dengan cepat menangkap fenomena tersebut sebagai benih dari inspirasinya.

Dari hasil refleksi dan intensitas penghayatannya, Nasirun menemukan satu

cetak ulang dari peristiwa masa lampau --dalam kosmologi wayang-- yang

hadir kembali melalui femonena pergolakan politik 1997. Fenomena tersebut

baginya, laksana pertempuran Bharatayudha di ‘Palagan Kurukshetra’ 5

dalam epos klasik Mahabharata. Bahwa pada pertempuran tersebut, ada

dimensi ketakdiran yang mengharuskan siapapun untuk ikut berperang demi

menghancurkan dominasi kejahatan dan ketidakadilan. Pertempuran perlu

dilakukan sebagai usaha untuk mengembalikan tatanan kosmik agar kembali

pada kondisi teratur dan harmonis. Dalam cerita wayang, perang selalu

meletus karena faktor moralitas semacam itu yang menyadur dari prinsip

kosmologi.

Pada pemaparan analisis semiotik di atas, peleburan tradisi dalam

dimensi waktu di lukisan Nasirun dapat dipahami berdasarkan penciptaan

kembali epos wayang klasik (Ramayana dan Mahabharata) melalui pantulan

dari persoalan realitas modern (pergulatan pemilu 1997) yang dihadapi oleh

Nasirun pada saat itu. Nasirun merefleksikan dunia kekiniannya pada dunia

pewayangan yang telah diciptakan jauh di masa lampau. Antara ‘yang kini’

dengan ‘yang lampau’ pada pengalaman Nasirun, selalu memiliki

pertautannya dan dikongkretkan lewat bahasa lukisannya. Sosok raksasa dan

5 ‘Palagan Kurukshetra’ adalah medan luas dimana peperangan antara balatentara Pandawa

dan Kaurawa berlangsung di dalamnya sampai titik darah penghabisan. (Nyoman S. Pendit,

Mahabharata, 2003).

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 13: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

13

figur wayang lainnya, menjadi piranti tradisi, sedangkan tentara menjadi

piranti kekinian; keduanya dihadirkan dalam dimensi waktu dan medan

pertarungan yang sama, terbekukan abadi dalam citra karyanya.

3. Karya Rupa “Dian Kurung”

Gambar 3: Karya Rupa “Dian Kurung” (6 panel; 250x150 cm; acrylic on fiber,

lamp, wood; 2009)

Kehidupan masa kecil dan remaja Nasirun dihabiskannya di desa

kelahirannya, Doplang, Cilacap. Pada periode tersebut, ia mengalami perayaan

lebaran yang sangat bercorak lokalitas. Malam menjelang lebaran di desanya

selalu dimeriahkan oleh pembuatan lampion beragam ukuran, bentuk, warna,

serta motif di setiap rumah warga. Lampion yang dalam istilah lokal bernama

“Dian Kurung” tersebut, dipajang di bale atau ruang tamu rumah. Memorial

Nasirun akan suasana kreativitas yang meriah dan hangat pada malam takbiran

semacam itu menjelma menjadi berkah inspirasi bagi salah satu buah

karyanya. Maka lahirlah sebentuk karya rupa “Dian Kurung” sebagaimana

ditampilkan pada gambar di atas.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 14: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

14

Pada tiap sisi lampion yang berbentuk segi empat dalam enam panel,

Nasirun melukiskan siluet atau bayangan dirinya sedang mengendarai sepeda

dengan membonceng salah satu punakawan yang berbeda pada tiap sisinya.

Wujud gambar tersebut dituangkan Nasirun dari satu fragmen kenangannya

saat bersekolah SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) di Yogyakarta. Saat itu

Nasirun tinggal di sebuah surau, kala subuh ia mengayuh sepeda menuju

sekolahnya di Karangmalang, lalu sepulangnya dari sekolah langsung menuju

daerah Gunang Tulis-tempel untuk bekerja menanam padi agar dapat tetap

makan sehari-hari. Selain itu ia juga ingin menampilkan suatu gambaran akan

perjalanan hidup yang tengah ditempuhnya. Rute kehidupan manusia, bagi

Nasirun adalah sebuah perjalanan panjang berliku yang berbeda-beda antara

manusia satu dengan yang lain. Tapi perjalanan hidup apapun yang akan

dilalui oleh manusia, perlu berpedoman pada visi dan nilai-nilai filosofis

tertentu, agar perjalanannya menjadi terarahkan. Maka gambar wayang

punakawan yang dibonceng pada lukisannya merupakan simbol bahwa ada

ajaran filosofis yang terkandung di dalam wayang sebagai warisan tradisi,

harus terus dibawa sebagai pedoman bagi pelaku perjalanan. Sosok

pengendara sepeda yang diekspresikan pada bidang lampion menampilkan

wujud siluet Nasirun sendiri, hal itu mengejawantahkan bahwa ia sebagai

subjek yang mengalami perjalanan hidup tersebut dengan menjadikan aspek

wayang (punakawan yang dibonceng) sebagai pedoman visinya.

Dalam karya ini, Nasirun lagi-lagi membawa piranti lokalitas dari

cakrawala masa silamnya ke dimensi waktu masa kini. “Dian Kurung” hadir

sebagai upaya Nasirun untuk merespons peristiwa lebaran (hari raya Idul Fitri)

yang ia alami di wilayah perkotaan Yogyakarta. Aroma kerinduan akan

nostalgia kehidupannya di waktu lalu, menyebabkan Nasirun menciptakan

sendiri bangunan masa lampaunya melalui karya “Dian Kurung,” dimana

pengalaman lampau itu ia ekspresikan. Dalam konteks ini “Dian Kurung”

merupakan produk polingenesis yang berfungsi memanggil kembali ‘roh’ --

nilai-nilai tradisi dalam pengalaman-- masa lampaunya ke dalam struktur

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 15: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

15

waktu masa kini, sebagai cara untuk menafsirkan dan mengevaluasi

pengalaman aktualnya melalui perangkat tradisi.

Pengalaman dan Dimensi Waktu: Posisi dalam Dinamika Seni

Rupa Indonesia

Pengalaman merupakan hasil sebuah proses dimana manusia

mengarungi langsung berbagai peristiwa dalam realitas kehidupannya;

menyiratkan bagaimana dirinya terjun ke dalam kawah fenomena melalui

pencerapan inderawi, yang kemudian diolah oleh sistem penalaran. Rasio atau

nalar manusia berfungsi menjembatani subjek dengan realitas, sehingga apa

yang dialami dapat diterjemahkan ke dalam pemahaman manusia. Pada

akhirnya, proses pemaknaan terhadap realitas berdasarkan pengalaman,

melahirkan seperangkat gagasan atau pengetahuan personal yang lahir dari

ruang dan waktu dimana pengalaman tersebut berlangsung. Namun dalam

proses kreatif seorang seniman, suatu pengalaman tidak hanya diserap dan

dimaknai berdasarkan “kuasa” rasionya semata, melainkan juga melibatkan

dimensi penghayatan dari kedalaman batinnya yang memungkinkan dirinya

dapat tenggelam dalam intensitas dan kualitas rasa. Hal ini penting bagi

kegiatan berkesenian untuk menghasilkan suatu penciptaan karya seni, agar

memiliki nilai “jiwa” dengan aroma estetika yang khas dan bernas.

Pelukis Nasirun memiliki rentang panjang pengalaman masa silam

yang dijadikan olehnya sebagai fondasi inspirasi kreatif dan imajinatif bagi

buah karyanya. Pengalaman miskin hidupnya tapi lekat --bahkan larut-- dalam

berbagai kesenian lokal seperti wayang, lengger, jonjangan; serta mitos dan

ritual misalkan “misteri sumur beji”, jabel, barit, kebak, merupakan warisan

hidup yang terus Nasirun jaga. Caranya dengan mengeluarkan mitos, ritual,

dan seni tradisi tersebut dari endapan ingatan masa silamnya untuk dihidupkan

kembali dalam ekspresi visual lukisannya. Praktik semacam itu menegaskan

bahwa apa yang menjadi esensi dari penciptaan karya seni seorang seniman

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 16: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

16

melalui proses kreatifnya6 adalah jalinan pengalaman-pengalaman hidupnya,

dan seberapa besar karya dan sosoknya bergantung pada seberapa besar ia

menggeluti berbagai peristiwa dalam pengalamannya tersebut. Lukisan --

terlepas dari kandungan estetisnya-- dengan kata lain merupakan ‘catatan

sejarah’ dari peristiwa-peristiwa yang pernah dialami oleh seniman; Peristiwa

dari persetubuhan pengalaman kelampauan dan kekiniannya.

Periode waktu silam ketika Nasirun mengalami dunia tradisi --dalam

tontonan wayang, lengger, membatik, dongeng dan mitologi, praktik ritual

lokal-- merupakan rangkaian ingatan yang begitu berkesan, menjadi ‘sejarah’

personal bagi dirinya. Suatu peristiwa masa lalu dikatakan sebagai sejarah

apabila ia diberi nilai/harga oleh individu yang menjalani. Peristiwa tersebut

ditarik dari daftar panjang kejadian-kejadian lain yang pernah dialami,

kemudian diletakkan dalam satu kamar pikiran dimana peristiwa tersebut

senantiasa diingat dan dimaknai oleh individu dalam rentang waktu kehidupan

ia selanjutnya. Hal ini sejalan dengan konsepsi waktu modern yang bersifat

linier dan progresif. Waktu modern terbentang oleh berbagai macam peristiwa

(event) yang dijadikan sebagai momen penandaan; momen yang membedakan

antara durasi waktu satu dengan yang lainnya, sehingga waktu pun menjadi

nyata karena ada pembagian peristiwa yang telah berlangsung (masa lalu),

sedang berlangsung (masa kini), dan belum berlangsung (masa depan).

Progresivitas dalam waktu modern, menyebabkan waktu berjalan maju, selalu

mengacu lurus pada masa depan. Masa lampau dimaknai sejauh pada ingatan

yang bertransformasi menjadi sejarah, untuk kemudian digunakan sebagai

medium reflektif pada realitas kehidupan kini dan yang akan datang. Dengan

demikian, pengalaman akan dunia tradisi Nasirun secara tidak langsung

menjadi kesadaran historis bagi dirinya. Dan dunia tradisi itu sendiri,

merupakan “model of” atau model pemahaman (Geertz, 1973: 93-94) yang

6 ‘Proses Kreatif’, ialah usaha menata atau mencipta sesuatu berdasarkan komposisi pola,

bentuk, warna, dan corak tertentu, mengacu pada konsepsi estetik/keindahan yang berbeda-

beda tiap orang.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 17: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

17

selalu memolakan ornamen visual Nasirun menjadi suatu “model for” (model

penggunaan) dalam rupa lukisannya.

Perlu ditekankan berulang kali bahwa dunia tradisi yang merupakan

esensi pengalaman masa lalu Nasirun, memang selalu dihidupkan kembali

pada lukisannya, namun penghidupan (kongkretisasi) itu bukan semata-mata

aksi repetitif dari kelampauannya, melainkan juga hasil komunikasi dan

peleburannya dengan permasalahan sosial, kultural, politik, dari periode

kekinian Nasirun. Sebab tradisi tidaklah berupa aspek kehidupan manusia

yang statis, sebaliknya justru hasil dialektik dari berbagai dinamika waktu.

Tradisi di karya lukis Nasirun dalam hal ini menjadi kontinuitas dari

kehidupan lampaunya, sebagaimana yang telah dipaparkan pada analisis tiga

karya di atas, dan juga wujud transformasi karena peleburannya dengan

realitas hidup kekinian.

Korelasi antara pengalaman tradisi, karakter, dan karya berhasil

membentuk prinsip berkesenian seorang Nasirun. Prinsip tersebut mampu

mengantarkannya ke posisi signifikan dalam dinamika seni rupa Indonesia.

Empat faktor yang menjadi kriteria pokok dalam prinsip berkesenian Nasirun

antara lain bahwa (1). Seniman perlu menghargai tradisinya sebagai akar

budaya yang akan mewarnai sistem pengetahuan, gagasan kreatif, pandangan

hidup, dan pedoman berperilaku; (2). Memiliki karakter kuat pada karya dan

kepribadiannya; (3). Membangun sistem dan jaringan sosial yang luas; serta

(4). Kebebasan dan komitmen dalam berproses kreatif. Komitmen penuh pada

prinsip-prinsip tersebut --terlepas dari adanya prinsip lain yang mungkin

belum tercakup dalam pengetahuan penulisan ini-- membuat karya Nasirun

dapat menanjak ke tataran pasar seni rupa nasional-regional, dan melebar ke

ranah kebudayaan lain. Sehingga meskipun namanya sering diserang dari

mulai boom seni rupa periode 1997 dan 2000, perekonomiannya tetap stabil,

tidak tergoyahkan dalam pasang-surut permainan “goreng-menggoreng” harga

di pasar seni rupa sebagaimana yang banyak menimpa senirupawan lainnya.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 18: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

18

Selain itu sensasionalitas Nasirun dalam proses kreatif (misal, jelebret art) dan

lewat kepribadiannya yang senang berguyon dan anti-teknologi, secara tidak

langsung menjadikan Nasirun sebagai api wacana yang tidak pernah padam.

Kesimpulan

Berbagai pengalaman lampau Nasirun dalam dunia tradisi tidak hanya

menjadi cakrawala inspirasi bagi kelahiran anak karyanya, namun di sisi yang

lain juga menjadi pilar pengetahuan yang membentuk karakter dan sikap

hidupnya. Pengetahuan yang diaktualisasikan dari pengalaman tersebut, baik

secara langsung maupun tidak, juga sangat dipengaruhi oleh warisan nilai

kearifan dan filosofi kehidupan dari mendiang ayah dan ibunya, baik dalam

aspek spiritual, kultur, maupun sosial. Semua ini kemudian mengukir cara

pandang dan sikap hidup Nasirun dalam praktik kesehariannya. Relasi sosial,

kehidupan keluarga, proses kreatif, prinsip berkesenian, sampai strategi

berbisnis, seluruhnya diwarnai oleh warisan nilai tersebut. Menjadi modal

penting yang pada akhirnya mengantarkan posisi stabil Nasirun di dalam

dinamika seni rupa Indonesia, yang tentu saja mencakup ranah pasar kesenian

nasional dan regional.

Melalui historisitas atau kesadaran sejarahnya, Nasirun sesungguhnya

hidup pada dimensi waktu linier yang memfragmentasikan peristiwa-peristiwa

ke dalam durasi ketika peristiwa itu berlangsung (masa lampau, masa kini,

atau masa depan). Akan tetapi bagaimana ia memanggil ‘”roh” masa

lampaunya untuk dimaterialisasikan atau dihidupkan kembali melalui tindakan

dan simbolisasi karyanya; melakukan proses repetisi dari dunia tradisi

sehingga terus bereinkarenasi dalam wujud baru (transformasi), menunjukkan

bahwa Nasirun juga hidup dalam dimensi waktu sirkular (siklikal). Dimensi

waktu yang menjadikan masa lampaunya sebagai arketipe (model of) dari

pembentukan (model for) bangunan kehidupan dalam periode waktu yang lain,

menandakan bahwa ada suatu rute kehidupan yang terus mengalami

pengulangan abadi, realitas yang terjadi sekarang atau yang akan datang

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 19: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

19

hanyalah bentuk kontinuitas dari kelampauannya. Nasirun dengan demikian

berdiri di atas persilangan dua dimensi waktu (temporalitas) berbeda yang

keduanya berhasil dileburkan oleh dunia tradisi.

Kepustakaan

Buku

Ahimsa-Putra, Heddy Shri.

2006 Strukturalisme Lévi-Strauss Mitos dan Karya Sastra.

Yogyakarta: Kepel Press.

Bachtiar, Harsja Wardhana., Peter Carey, dan Onghokham.

2009 Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indië dan Nasionalisme.

Jakarta: Komunitas Bambu.

Budiman, Kris.

2011 Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonitas.

Yogyakarta: Jalasutra.

Cassirer, Ernest.

1990 Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia.

Jakarta: PT. Gramedia.

Eliade, Mircea.

2002 Mitos Gerak Kembali yang Abadi: Kosmos dan Sejarah.

Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Geertz, Clifford.

1973 The Interpretation of Culture. New York: Basic Books Inc.

1983 Abangan, Santri, dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Hammersley, Martyn., dan Paul Atkinson.

2007 Ethnography: Principles in Practice (Third Edition). New

York: Routledge.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013

Page 20: TRADISI DALAM DIMENSI WAKTU: ANALISIS PERUPA NASIRUN …

20

Hobsbawm, Eric.

1992 “Introduction: Inventing Traditions”, dalam E. Hobsbawm dan

T. Ranger (peny.) The Invention of Tradition Cambridge. Great

Britain: University Press. Hal. 1-14.

Langer, Susanne Katherina.

1948 Philosophy in a New Key: A Study In The Symbolism of

Reason, Rite, and Art. The New American Library.

Peursen, Cornelis Anthony van.

1988 Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Rudyansjah, Tony.

2009 Kekuasaan, Sejarah, dan Tindakan: Sebuah Kajian Tentang

Lanskap Budaya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

2011 Alam, Kebudayaan, dan Yang Ilahi: Turunan, Percabangan,

dan Pengingkaran dalam Teori-teori Sosial Budaya. Depok:

Titian Budaya.

Siregar, Aminudin TH., dan Enin Supriyanto.

2006 Seni Rupa Modern Indonesia: Esai-esai Pilihan. Jakarta: Nalar.

Yuliman, Sanento.

2001 Dua Senirupa: Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta:

Yayasan Kalam.

Novel

Pendit, Nyoman Suwandi.

2003 Mahabharata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sindhunata.

2010 Anak Bajang Menggiring Angin. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Katalog

28 Sep-12 Okt 2009 Pameran Tunggal Nasirun “Salam Bekti” di Sangkring

Art Space, Yogyakarta.

Tradisi Dalam..., Sarah Monica, FISIP UI, 2013