58
31 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian Paradigma pembangunan pertanian ke depan adalah pertanian berkelanjutan yang berada dalam lingkup pembangunan manusia, yang bertumpu pada peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia. Untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan harus memadukan tiga tujuan, sebagaimana dikatakan oleh Gold dalam Mardikanto (2009), yaitu mengamankan lingkungan, menguntungkan, dan meningkatkan kesejahteraan petani.Untuk mencapai itu semua, pembangunan pertanian harus mengikutsertakan dan menggerakkan masyarakat tani secara aktif dalam setiap proses pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil pembangunan. Todaro dan Smith (2011) mengatakan bahwa strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar. Pertama, percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institutional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil. Kedua, peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan. Ketiga, diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya (non pertanian), yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh sektor pertanian.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

31

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Pertanian

Paradigma pembangunan pertanian ke depan adalah pertanian

berkelanjutan yang berada dalam lingkup pembangunan manusia, yang bertumpu

pada peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia. Untuk

mewujudkan pertanian yang berkelanjutan harus memadukan tiga tujuan,

sebagaimana dikatakan oleh Gold dalam Mardikanto (2009), yaitu mengamankan

lingkungan, menguntungkan, dan meningkatkan kesejahteraan petani.Untuk

mencapai itu semua, pembangunan pertanian harus mengikutsertakan dan

menggerakkan masyarakat tani secara aktif dalam setiap proses pembangunan,

mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil

pembangunan.

Todaro dan Smith (2011) mengatakan bahwa strategi pembangunan

ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling

tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar. Pertama, percepatan pertumbuhan

output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institutional, dan insentif harga

yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil.

Kedua, peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang

dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya

pembinaan ketenagakerjaan. Ketiga, diversifikasi kegiatan pembangunan daerah

pedesaan yang bersifat padat karya (non pertanian), yang secara langsung dan

tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh sektor pertanian.

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

32

Tujuan pembangunan pertanian yang dilakukan terutama pada Negara-

negara yang berpendapatan rendah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

penduduk (Mellor, 1974). Mosher (1968) telah menganalisis syarat-syarat

pembangunan pertanian di banyak Negara dan menggolongkannya menjadi syarat

mutlak dan syarat pelancar. Terdapat lima syarat yang harus ada dalam

pembangunan pertanian, apabila salah satu syarat tidak ada maka pembangunan

pertanian akan menjadi statis.

Adapun syarat-syarat mutlak tersebut adalah sebagai berikut : a) adanya

pasar untuk produk atau hasil pertanian, b) teknologi yang selalu berubah,

c) tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal, d) perangsang produksi

bagi petani, dan e) tersedianya sarana transportasi yang baik. Sedangkan syarat

pelancar adalah syarat yang dibutuhkan agar pembangunan pertanian dapat

berjalan dengan baik, yaitu : a) pendidikan pembangunan, b) kredit produksi,

c) kegiatan bersama, d) perbaikan dan perluasan lahan pertanian, dan

e) perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Menurut Mosher (1968), pertanian adalah proses produksi yang memiliki

kekhasan dimana usahanya harus berhubungan dengan tanaman dan hewan.

Kegiatan-kegiatan produksi dalam pertanian merupakan bagian dari bisnis,

dimana biaya dan penerimaan merupakan hal yang utama. Proses produksi

pertanian merupakan proses yang mengkombinasikan faktor-faktor produksi

pertanian (input) untuk menghasilkan produksi pertanian (output). Menurut

Beattie dan Taylor (1985) produksi merupakan kombinasi dan koordinasi

beberapa material dan beberapa kekuatan (berupa input, faktor, sumber daya atau

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

33

jasa produksi) untuk menciptakan suatu barang atau jasa (output atau produk).

Sedangkan Debertin (1986) mendiskripsikan fungsi produksi sebagai hubungan

teknik yang menggambarkan perubahan dari input atau sumberdaya, menjadi

output atau komoditi.

Menurut Jatileksono (1993), secara garis besar input faktor produksi dapat

dikelompokkan meliputi lahan (A), tenaga kerja (L) dan modal (C). Produksi juga

dipengaruhi oleh lingkungan usahatani (E), teknologi (T) dan karakteristik sosial

petani (S). Apabila ditulis dalam sebuah fungsi matematika, maka produksi (Q)

merupakan fungsi (dipengaruhi oleh) faktor lahan, tenaga kerja, modal,

lingkungan, teknologi dan karakteristik sosial petani, atau bisa dituliskan sebagai

berikut.

Q = f (A, L, C, E, T, S)........................................... (2.1)

Tersedia atau tidaknya sarana dan teknologi bukan merupakan faktor

utama berhasil tidaknya pembangunan pertanian, tetapi yang paling penting

adalah kualitas sumber daya manusianya sebagai pelaku pembangunan itu sendiri.

Paradigma pembangunan pertanian harus fokus pada petani itu sendiri, yang

senantiasa mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta komponen-

komponen lain yang saling terkait. Proses pembangunan yang merupakan

serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi telah diketahui berdasarkan berbagai

mazhab, sebagaimana dikatakan pada teori pertumbuhan neoklasik (Sollo-Swan).

Menurut teori ini disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada

pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi.

Teori tersebut juga menyatakan efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

34

masyarakat tentang metode-metode produksi, semakin maju teknologi semakin

efisien penggunaan tenaga kerja (Mankiw, 2007).

Pembangunan pertanian merupakan salah satu tulang punggung

pembangunan nasional dan implementasinya harus sinergi dengan pembangunan

sektor lainnya. Tujuan pembangunan pertanian menurut Departemen Pertanian

(2004) adalah : 1) Membangun sumber daya manusia aparatur profesional, petani

mandiri, dan kelembagaan pertanian yang kokoh; 2) Meningkatkan pemanfaatan

sumber daya petani secara berkelanjutan; 3) Memantapkan ketahanan dan

keamanan pangan; 4) Meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk

pertanian; 5) Menumbuh kembangkan usaha pertanian yang dapat memacu

aktivitas ekonomi pedesaan; dan 6) Membangun sistem ketatalaksanaan

pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.

Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai

sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian

(2004) adalah : 1) Terwujudnya sistem pertanian industrial yang memiliki daya

saing; 2) Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri; 3) Terciptanya

kesempatan kerja bagi masayarakat petani; 4) Terhapusnya kemiskinan di sektor

pertanian serta meningkatnya pendapatan petani. Untuk mencapai tujuan dan

sasaran pembangunan pertanian tersebut, pelaksanaannya tidak bisa lepas dari

ketatalaksanaan program/kegiatan dan koordinasi di antara pelaku pembangunana

pertanian (Iqbal, 2007).

Strategi kebijakan pembangunan pertanian yang selama ini dilakukan

sangat mempengaruhi bentuk dan peran kelembagaan petani saat ini. Pemahaman

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

35

sosial budaya dan kelembagaan membantu memilah faktor-faktor tertentu

kedalam suatu urutan kegiatan yang mendekati kondisi kultural petani yang

melakukan kegiatan usaha tani masing-masing. Pemahaman sosial budaya

meliputi penguasaan pranata sosial dan tatanan sosial setempat. Termasuk dalam

pranata dan tatanan sosial tersebut antara lain adalah peran kelembagaan petani

dalam kaitan dengan kegiatan usahatani dan pembangunan pertanian, peran

kepemimpinan lokal, dan pola komunikasi yang menggambarkan arah dan arus

informasi dalam suatu lembaga (Suradisastra, 2006).

Posisi, peran, dan fungsi kelembagaan petani seringkali disusun

sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan pembangunan wilayah sesuai

dengan kebijakan pembangunan setempat. Dalam kondisi demikian, kelembagaan

petani diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dan bukan

untuk mensejahterakan petani. Pendekatan seperti ini secara langsung ataupun

tidak telah mengubah atau melumpuhkan kelembagaan tertentu. Namun disisi lain

tidak dapat disangkal bahwa kelembagaan petani yang dibentuk secara paksa juga

dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja kelembagaan petani kearah yang lebih

baik.

Peran lain dari suatu kelembagaan petani adalah peran menggerakkan

tindak komunal. Suatu lembaga umumnya memiliki potensi kolektif yang berasal

dari anggotanya. Sikap kolektif sebagai suatu kesatuan kini merupakan tantangan

tersendiri bagi para pelaksana pembangunan pertanian. Memahami dan

memanfaatkan secara tepat sifat-sifat komunal dan modal sosial lain akan

memberikan dampak yang diharapkan. Pembangunan pertanian yang

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

36

dilaksanakan pada kelompok masyarakat tertentu perlu dikaji kesesuaiannya

berdasarkaan pada sistem nilai, sosial budaya, dan ideologi kelompok tersebut.

Nilai-nilai dan falsafah tersebut merupakan bagian dari modal sosial yang perlu

diperhatikan dalam pembangunan pertanian.

Namun, kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat

untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk

pemberdayaan yang lebih mendasar. Kedepan, agar dapat berperan sebagai aset

komunitas masyarakat desa yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan

harus dirancang sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat itu

sendiri sehingga menjadi mandiri (Syahyuti, 2007).

Masalah utama pengembangan kelembagaan petani adalah fakta bahwa

pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan lebih terpaku pada

organisasi, baik organisasi formal maupun non formal. Tetapi saat ini,

kelembagaan gapoktan menjadi gateway institution yang menjadi penghubung

petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain diluarnya. Gapoktan diharapkan

berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan

sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan

berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti, 2007).

2.2 Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI)

Simantri merupakan upaya pemerintah Provinsi Bali dalam pembangunan

pertanian dengan melakukan pengembangan model percontohan dalam percepatan

alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Simantri mengintegrasikan kegiatan

sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

37

horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan

pemanfaatan sumber daya lokal yang ada (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov.

Bali, 2010).

Simantri dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Bali sejak tahun 2009

sebagai salah satu program prioritas dalam mewujudkan visi BALI MANDARA,

Bali yang maju, aman, damai dan sejahtera. Simantri memadukan pengembangan

sektor pertanian dalam arti luas yang diarahkan menjadi pusat pembibitan ternak

sapi Bali yang merupakan plasma nuftah Bali dan merupakan salah satu ternak

unggulan nasional. Dengan adanya pusat pembibitan sapi yang tersebar di delapan

kabupaten dan satu kota di Provinsi Bali, diharapkan sapi Bali tetap dapat

dilestarikan dan dikembangkan.

Konsep Simantri di Provinsi Bali merupakan transformasi dari kegiatan

Prima Tani di Bali yang mengembangkan pola integrasi tanaman ternak pada

kelompok tani. Melalui arahan dan ide pemikiran Gubernur Bali kepada instansi

terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali dan Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Bali, konsep Simantri dirancang dan ditindaklanjuti melalui

Nota Kesepakatan Bersama (MoU) antara Badan Litbang Pertanian dengan

Pemerintah Provinsi Bali, No : 075/12/KB/B.Pem/2009 dan No :

680/HM.240/I.10/09 pada tanggal 28 Oktober 2009, dalam kaitan pelaksanaan

program atau kegiatan pengembangan model usaha pertanian terintegrasi secara

berkelanjutan di Provinsi Bali.

Nota kesepakatan bersama antara Gubernur Bali dengan Kepala Badan

Litbang Pertanian, bertujuan untuk mengoptimalkan pelaksanaan program dan

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

38

dukungan inovasi teknologi pertanian untuk pengembangan usaha pertanian

terintegrasi yang dilaksanakan tersebar pada beberapa lokasi desa atau kelompok

sasaran di Provinsi Bali. Ruang lingkup kesepakatan meliputi koordinasi kegiatan

dan dukungan inovasi teknologi pertanian dalam rangka pengembangan integgrasi

tanaman-ternak, pengembangan kelembagaan dan dukungan pengembangan usaha

agibisnis lainnya.

Inovasi teknologi yang diintroduksikan berorientasi untuk menghasilkan

produk pertanian organik dengan pendekatan “pertanian tekno ekologis”.

Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada usaha pertanian tanpa

limbah (zero waste) dan menghasilkan 4 F (food, feed, fertilizer, dan fuel).

Kegiatan utamanya adalah mengintegrasikan budidaya tanaman dan ternak,

dimana limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada

musim kemarau, dan limbah ternak (faeces, urine) diolah menjadi biogas,

biourine, pupuk organik dan bio pestisida.

Kelancaran kegiatan agribisnis mulai dari tahap pembibitan, panen, pasca

panen hingga pengolahan hasil dari pemasaran ditentukan oleh kemampuan

individu dalam suatu manajemen usaha yang dilakukan. Pengetahuan manajemen

usaha untuk semua komoditas perlu mendapatkan perhatian khusus untuk

membuka peluang diversifikasi usaha, agar pengembangan program Simantri

dapat mencakup kawasan yang lebih luas.

Diversifikasi vertikal untuk masing-masing komoditas juga akan

memberikan nilai tambah ekonomis bagi petani. Pewilayahan usaha dan

kelancaran distribusi dan pemasaran akan membawa petani pada tingkat

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

39

kesejahteraan yang lebih baik. Kriteria lokasi kegiatan Simantri sesuai dengan

informasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov. Bali (2010) adalah sebagai

berikut : 1) desa yang memiliki potensi pertanian dan memiliki komoditi unggulan

sebagai titik ungkit, 2) terdapat gapoktan yang mau dan mampu melaksanakan

kegiatan terintegrasi, 3) dilaksanakan pada desa dengan rumah tangga miskin

yang memiliki SDM dan potensi untuk pengembangan agribisnis.

2.2.1 Paket Kegiatan Simantri

Paket kegiatan utama Simantri pada tahap awal menurut Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Prov. Bali (2010), meliputi : 1) Pengembangan komoditi

tanaman pangan, peternakan, perikanan dan instensifikasi perkebunan sesuai

potensi wilayah; 2) Pengembangan ternak sapi atau kambing dan kandang koloni

(20 ekor); 3) Bangunan instalasi bio gas sebanyak tiga unit, terdiri dari kapasitas

11 m3 sebanyak satu unit dan kapasitas 5 m3 masing-masing satu unit dilengkapi

dengan kompor gas khusus sebanyak lima unit; 4) Bangunan pengolah kompos

dan pengolah pakan masing-masing sebanyak satu unit; 5) Pengembangan

tanaman kehutanan sesuai kondisi dan potensi masing-masing wilayah.

Lebih lanjut informasi yang dipublikasikan oleh Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Prov. Bali (2011), bahwa pengembangan usahatani di gapoktan Simantri

disesuaikan dengan komoditas yang akan dikembangkan dan secara terintegrasi

akan memberikan nilai tambah dari diversifikasi usahatani yang akan

dilaksanakan. Pengembangan intregasi komoditas yang diterima akan mengikuti

pola integrasi sebagai berikut.

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

40

1) Pola Integrasi Ternak – Tanaman Pangan.

a. Tanaman Padi.

Pengembangan budidaya ternak dalam suatu kawasan persawahan dapat

dilakukan dengan usaha pemeliharaan ternak yang diketahui dapat

memanfaatkan secara optimal sumber daya lokal dan produk samping tanaman

padi. Dengan kata lain, pola ini dapat menghasilkan padi sebagai produk usaha

tanaman pangan dan daging dan/atau bibit sebagai produk usaha peternakan.

Dimana kotoran ternak bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik, dan jerami

padi dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Rataan jumlah jerami padi yang

dapat diperoleh untuk setiap hektar adalah 4 ton.

b. Tanaman Jagung.

Sama dengan tanaman padi, tanaman jagung dapat menyediakan bahan baku

untuk pakan pengganti hijauan. Beberapa bahan yang bisa digunakan sebagai

pakan, yaitu daun, batang jagung dan tongkol. Jumlah produk ikutan tanaman

jagung yang dapat diperoleh dari satuan luas tanaman jagung berkisar antara

2,5-3,4 ton bahan kering per hektar.

c. Tanaman Kacang-kacangan.

Tanaman kacang-kacangan sebagai produk utama di beberapa gapoktan

pelaksanan Simantri dapat diintegrasikan secara baik dengan peternakan sapi,

dimana produk limbah tanaman kacang-kacangan tersebut dijadikan sebagai

pakan ternak baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk pakan olahan

melalui fermentasi dalam bentuk silase. Limbah kacang-kacangan memiliki

kandungan gizi yang lebih baik dari rumput, khususnya dalam hal kandungan

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

41

protein yang mencapai 16-20 persen dibandingkan dengan rumput yang

kandungan proteinnya kurang dari 10 persen.

2) Pola Integrasi Ternak – Tanaman Holtikultura.

a. Tanaman Sayur-sayuran.

Ketergantungan ternak akan keberadaan produk ikutan tanaman holtikultura

sangat terbatas. Karena pada umumnya tanaman sayur adalah tanaman yang

total dijual, sehingga diperlukan upaya lain untuk selalu dapat menyediakan

bahan baku pakan sepanjang tahun. Di sisi lain, tanaman sayur sangat

memerlukan banyak pupuk organik untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Dengan kehadiran ternak, maka ketersediaan pupuk organik padat maupun cair

lebih terjamin.

b. Tanaman Buah-buahan.

Pola penggunaan kawasan untuk tanaman buah-buahan hampir sama dengan

pola penggunaan kawasan untuk tanaman sayur-sayuran. Pengembangan

ternak pada kawasan ini mengikuti pola pengembangan tiga strata, dimana

ternak dipelihara secara intensif dengan dikandangkan di tempat lain dan

rumput yang dibudidayakan, dipotong dan dibawa ke kandang. Pada areal yang

tidak ditanami dengan tanaman utama dapat digunakan untuk

membudidayakan tanaman hijauan pakan seperti rumput gajah, solaria, dan

rumput potong lainnya disesuaikan dengan kondisi setempat.

3) Pola Integrasi Ternak – Tanaman Perkebunan

a. Tanaman Coklat.

Ditinjau dari komposisi zat makanannya, kulit buah coklat dapat disetarakan

dengan rumput gajah, akan tetapi kulit buah coklat tidak dapat dimanfaatkan

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

42

sebagai pakan ternak secara langsung. Hal ini disebabkan limbah coklat

mengandung theobromine yang menyebabkan keracunan pada ternak.

b. Tanaman Kopi.

Usaha integrasi tanaman kopi dan ternak merupakan bentuk diversifikasi usaha

tani yang memiliki satu rantai ekosistem dalam memanfaatkan biomassa yang

dengan sentuhan teknologi akan dapat lebih meningkatkan pendapatan petani

secara nyata, baik yang berasal dari tanaman kopi maupun dari ternak.

c. Tanaman Kelapa.

Tanaman kelapa dipupuk dengan limbah kotoran ternak baik dalam bentuk

limbah segar maupun dalam bentuk olahan dari hasil fermentasi. Limbah cair

bisa langsung dialirkan ke perkebunan kelapa sebagai sumber nutrisi atau

untuk penyiraman. Bagian kelapa yang tidak dimanfaatkan dapat diberikan

ternak untuk pakan, seperti pelepah kelapa dan bungkil kelapa.

d. Tanaman Jambu Mete.

Bagian tanaman mete yang selama ini tidak berfungsi, khususnya bagian daun,

melalui sedikit pengolahan fermentasi bersama-sama dengan beberapa sisa

tumbuhan lain bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.

2.2.2 Kriteria Keberhasilan Program Simantri

Beberapa indikator keberhasilan Simantri menurut Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Prov. Bali (2010) yang diharapkan dapat terwujud dalam jangka

pendek (4-5 tahun) antara lain.

1) Berkembangnya kelembagaan dan SDM, baik petugas pertanian maupun

petani;

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

43

Kelembagaan pada Simantri diarahkan untuk mendukung peningkatan

pengembangan pertanian/pangan organik dengan cara koordinasi antar

instansi baik pendamping atau penyuluh, mendorong berkembangnya

kelembagaaan sertifikasi dan pengawasan serta peningkatan kelembagaan

tingkat kelompok tani.

Pengembangan SDM dapat diarahkan dalam rangka peningkatan intensitas

dan kualitas serta pelayanan dalam pengembangan pertanian terintegrasi,

serta peningkatan kapasitas pelaku usaha pertanian terintegrasi, baik dalam

bidang budidaya, penanganan pasca panen, pengelolan hasil, pemasaran,

penelitian dan pengembangan usaha.

2) Terciptanya lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi usaha

pertanian dan industri rumah tangga;

Diversifikasi usaha agribisnis di gapoktan Simantri dapat dikembangkan

secara terintegrasi yaitu dengan pengembangan kegiatan pengolahan hasil

pertanian/perkebunan. Melalui penerapan diversifikasi akan dapat

memperluas kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan bagi kelompok

rumah tangga buruh dan petani berlahan sempit. Mereka merupakan

kelompok termiskin di pedesaan. Adanya kenaikan pendapatan yang

diperoleh dari kegiatan di luar usahatani setidaknya dapat membantu

meningkatkan pendapatan dan memperbaiki tingkat kesejahteraan rumah

tangga tani (Mubyarto, 1986).

3) Berkembangnya intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani;

Intensifikasi adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

44

baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian, sedangkan ekstensifikasi adalah

usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan baru.

Dengan adanya intensifikasi dan ekstensifikasi diharapkan gapoktan Simantri

dapat meningkatkan pengolahan lahan dan memperluas lahan pertanian serta

penganekaragaman produk pertanian agar bisa meningkatkan hasil

pertaniannya.

4) Meningkatnya insentif berusaha tani melalui peningkatan produksi dan

efisiensi usaha tani

Terjadinya integrasi kegiatan usaha antara pengembangan tanaman dan

ternak, serta kegiatan lainnya seperti meningkatnya produksi/produktivitas

usaha tani melalui efisiensi pengolahan pakan, pupuk organik, biogas,

pengolahan dan pemasaran hasil secara berkelompok sehingga meningkatnya

petani dalam berusaha tani baik pribadi maupun kelompok.

5) Tercipta dan berkembangnya pertanian organik menuju Green Economic;

Pengembangan pertanian organik yang merupakan sistem produksi pertanian

yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik

baik pupuk maupun pestisida. Dengan adanya pertanian organik petani bisa

menghasilkan output yang terbaik dan hasilnya mereka bisa pasarkan dengan

harga yang relatif tinggi sehingga bisa terbentuk suatu usaha kecil baik di

kelompok maupun perorangan.

6) Berkembangnya lembaga usaha ekonomi pedesaan

Tumbuhnya kelompok usaha agribisnis yang maju, berdaya saing yang

mandiri sehingga mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi di perdesaan.

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

45

Dengan adanya kelompok yang aktif, akan terbentuk UMKM, unit simpan

pinjam kecil di kelompok maupun koperasi dalam gapoktan.

7) Peningkatan pendapatan petani

Peningkatan pendapatan anggota kelompok tani pelaksana Simantri dapat

dihitung dari pendapatan rata-rata sebelum menerima paket program Simantri

dan setelah menerima sampai mengoperasikan bantuan penguatan modal

sampai periode lima tahun, dengan menghitung setiap tambahan penerimaan

setiap produksi budidaya (ternak, ikan, tanaman), siklus produksi pengolahan

limbah (biogas, biourine, dan pupuk), maupun siklus pemasaran dari produk

Simantri.

Program Simantri sebenarnya bukanlah program yang semata-mata

memprioritaskan kegiatan pada aspek teknis budidaya tanaman dan ternak, akan

tetapi lebih menitikberatkan pada sistem agibisnis secara utuh. Melalui program

Simantri, petani diharapkan dapat menjalankan kegiatan usahataninya secara

efisien dan efektif dengan melakukan diversifikasi usaha sehingga dapat

menambah kesempatan kerja. Melalui kegiatan tersebut, program Simantri

diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dengan menciptakan nilai

tambah dari aktivitas usaha taninya. Oleh karena terbatasnya waktu dan melihat

dari tujuan utama program Simantri dalam menciptakan peluang kerja bagi petani,

kinerja program Simantri dalam penelitian ini dianalisis dari kriteria keberhasilan

gapoktan Simantri dalam menciptakan lapangan kerja bagi petani dalam gapoktan

dengan menambah jam kerja petani melalui kegiatan pemeliharaan ternak serta

pengolahan kotoran ternak, meningkatkan partisipasi kelompok wanita tani dalam

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

46

setiap kegiatan Simantri, serta berkembangnya unit usaha baru dalam gapoktan

Simantri.

Amanat UUD 1945 pasal 27 ayat 2 menunjukkan bahwa pemerintah

Indonesia wajib untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat karena

berhubungan dengan usaha masyarakat untuk mendapat penghasilan, sebagaimana

disampaikan juga oleh Syaukani et. al. (2002) bahwa yang paling utama harus

dilakukan pemerintah adalah penciptaan lapangan kerja. Penciptaan lapangan

kerja yang tinggi akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat

sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat akan meningkat

(Sulistyaningsih, 1997). Minimnya informasi mengenai peluang kerja yang ada,

disertai dengan peningkatan jumlah penduduk yang signifikan dari tahun ke tahun

namun tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah lapangan kerja untuk

menampung mereka menjadi faktor penyebab permasalahan penyerapan tenaga

kerja.

Elizabeth (2007a) menyatakan bahwa kesempatan kerja dalam sektor

pertanian dapat dianalisis dengan melihat tingkat partisipasi kerja rumah tangga di

berbagai jenis pekerjaan yang dihubungkan dengan tingkat pendidikan serta

curahan kerjanya pada usahatani maupun berburuh tani. Masih rendahnya kualitas

pendidikan tenaga kerja di pedesaan sangat berpengaruh terhadap kreaktivitas

dalam menciptakan kesempatan kerja baru. Tenaga kerja di pedesaan lebih

cenderung dianggap sebagai beban ketimbang suatu potensi yang bisa

dimanfaatkan.

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

47

Lebih lanjut disampaikan Elizabeth (2007a), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi peluang untuk mengisi kesempatan kerja pada usahatani antara

lain: a) perubahan teknologi yang mempengaruhi perubahan intensitas tanam,

perubahan pranata sosial dan kelembagaan yang ada di pedesaan; b) kondisi

agroekosistem yang dapat memberikan perbedaan penyerapan tenaga kerja dan

produktivitas tenaga kerja maupun pengalihan tenaga ke sektor lain di luar

pertanian; c) peranan ekonomi wilayah, yang terkait dengan aksesbilitas wilayah,

yang pada gilirannya mendorong penduduk untuk melakukan migrasi ke luar desa

untuk mengisi kesempatan kerja yang ada; d) pemilikan modal, terutama aset

lahan yang mampu menyerap tenaga sampai batas maksimal antara besarnya luas

lahan dan tekanan jumlah penduduk; dan e) tingkat ketrampilan dan kemampuan

yang berkaitan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk desa, dan

pada gilirannya peranan tersebut mempunyai pengaruh terhadap besarnya curahan

tenaga kerja

Akibat penerapan paket teknologi pada kegiatan usahatani, mengakibatkan

pekerjaan sebagai buruh tani menjadi kian terbatas, peluang dan kesempatan kerja

di sektor pertanian menjadi berkurang, bahkan menghilang (Suradisastra, 2006).

Berkurangnya kesempatan kerja akibat adanya investasi modal dalam teknologi

dijelaskan pula dalam model ekonomi neo-klasik, dimana laju teknologi (dalam

hal ini capital) dan laju pertumbuhan penduduk (dalam hal ini tenaga kerja)

cenderung berkorelasi negatif. Dalam arti, untuk meraih keuntungan maksimal,

penambahan penggunaan capital akan menekan penggunaan tenaga kerja,

akibatnya melemahkan bargaining position tenaga kerja (Todaro, 2006).

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

48

Salah satu tujuan pembangunan adalah menciptakan kesempatan kerja

sebanyak- banyaknya agar angkatan kerja dapat terserap dalam pembangunan

untuk menekan angka pengangguran. Kesempatan kerja dimaknai sebagai

lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu

kegiatan ekonomi atau produksi. Dengan demikian pengertian kesempatan kerja

nyata mencakup lapangan pekerjaan yang masih lowong. Kesempatan kerja nyata

bisa juga dilihat dari jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia, yang tercermin

dari jumlah penduduk usia kerja (15 tahun) ke atas yang bekerja.

Kesempatan kerja merupakan partisipasi seseorang dalam pembangunan

baik dalam arti memikul beban pembangunan maupun dalam menerima kembali

hasil pembangunan. Angkatan kerja dalam berbagai pembangunan ekonomi

berimplikasi luas terhadap aktivitas perekonomian secara keseluruhan. Semakin

banyak angkatan kerja yang bekerja berpengaruh pada meningkatnya daya beli

masyarakat kemudian mendorong perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan

produksi dan melakukan ekspansi usaha baru sesuai kebutuhan masyarakat.

Penambahan produksi dan penambahan usaha baru identik dengan perluasan

kesempatan kerja (Esmara, 1986, Swasono dan Sulistyaningsih, 1993).

2.3 Peran Pemerintah

Peranan pemerintah sangat besar dalam pembangunan, untuk mengatur,

memperbaiki atau mengarahkan aktivitas individu-individu dalam suatu Negara

supaya tidak terjadi benturan-benturan kepentingan antar individu yang dapat

menghambat pembangunan itu sendiri. Adam Smith menyatakan bahwa lingkup

peranan pemerintah meliputi tiga fungsi (Mangkusubroto, 2001), yaitu :

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

49

1) Memelihara keamanan dan pertahanan; 2) Menyelenggarakan peradilan; dan

3) Menyediakan barang-barang yang tidak disediakan pihak swasta.

Mengenai peranan pemerintah, Kartasasmita (1996) mengatakan dalam era

otonomi daerah dan keterbukaan seperti saat ini, peran pemerintah dalam

pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat berfungsi sebagai

regulator, modernisator, katalisator/fasilitator, dinamisator, stabilisator dan

pelopor/stimulator, yang menekankan pada upaya kemandirian dalam

pemberdayaan masyarakat. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan

dasar yang selanjutnya diterjemahkan oleh masyarakat sebagai instrumen untuk

mengatur kehidupan bermasyarakat dalam koridor persatuan Indonesia. Sebagai

modernisator pemerintah berkewajiban membawa perubahan-perubahan ke arah

pembaharuan masyarakat. Sebagai katalisator/fasilitator, pemerintah berusaha

menciptakan atau memfasilitasi suasana yang tertib, nyaman dan aman, termasuk

menfasilitasi tersedianya sarana dan prasarana pembangunan. Sebagai pelopor

atau stimulator, pemerintah harus mampu menunjukkan contoh-contoh nyata dan

mendorong masyarakat untuk mengikuti contoh tersebut melalui tindakan nyata

jika memang contoh tersebut bermanfaat.

Lebih lanjut Mangkusubroto (2001) mengatakan ada tiga golongan besar

peranan pemerintah dalam perekonomian suatu bangsa, antara lain.

1) Peranan alokasi, yaitu peranan pemerintah untuk mengusahakan agar alokasi

sumber-sumber ekonomi dilaksanakan secara efisien. Hal ini dikarenakan

tidak semua barang dan jasa dapat disediakan oleh sektor swasta yang

diakibatkan oleh biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan barang dan jasa

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

50

tersebut lebih besar dari manfaatnya. Disitulah pemerintah mulai ikut

berperan dalam perekonomian, karena sistem pasar gagal dalam menyediakan

barang/jasa tersebut.

2) Peranan distribusi, yaitu peran pemerintah sebagai alat distribusi

pendapatan/kekayaan. Peran pemerintah disini adalah untuk menciptakan

keadilan dari pembangunan yang terjadi. Pemerintah dapat merubah distribusi

pendapatan melalui kebijakan-kebijakan yang memihak kelompok yang

dirugikan dari pembangunan tersebut.

3) Peranan stabilitas, yaitu peran pemerintah untuk menjaga stabilitas

perekonomian. Perekonomian yang sepenuhnya diserahkan kepada sektor

swasta akan sangat fokus terhadap goncangan ekonomi yang akan

menimbulkan munculnya pengangguran dan inflasi. Inflasi dan pengangguran

dapat mengganggu stabilitas ekonomi, yang harus diselesaikan pemerintah

melalui kebijakan moneternya.

Ketiga peran tersebut merupakan respon pemerintah terhadap

permasalahan atau kebutuhan kongkrit yang berkembang di masyarakat dalam

bentuk kebijakan publik, Sebagaimana dikatakan oleh Dye (1981) serta Young

dan Quinn (2002), bahwa kebijakan publik merupakan tindakan yang dibuat dan

diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum,

politis, serta finansial terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi masyarakat.

Berkaitan dengan pembangunan pertanian, sejalan dengan penerapan

sistem desentralisasi dan otonomi daerah, konsep pelaksanaan pembangunan

sebagaimana disampaikan Departemen Pertanian (2002) diarahkan pada perluasan

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

51

peran pemerintah daerah dan segenap pemangku kepentingan. Kegiatan-kegiatan

yang dilakukan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan pertanian adalah :

1) Penerapan berbagai pola pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku

pembangunan agribisnis, terutama pertanian; 2) Fasilitasi terciptanya iklim yang

kondusif bagi perkembangan kreativitas dan kegiatan ekonomi masyarakat;

3) Penyediaan prasarana dan sarana fisik dengan fokus pemenuhan kebutuhan

publik yang mendukung sektor pertanian serta lingkungan bisnis secara luas;

4) Akselerasi pembangunan wilayah dan stimulasi tumbuhnya investasi

masyarakat serta dunia usaha.

Dalam menunjang keberhasilan suatu program/kegiatan, diperlukan

partisipasi dari segenap pemangku kepentingan (stakeholder). Alasan perlunya

partisipasi pemangku kepentingan dalam menunjang keberhasilan suatu program,

sebagaimana dijelaskan oleh Krishna dan Lovell (1985) adalah : 1) Untuk

meningkatkan rencana mengembangkan program/kegiatan secara umum dan

kegiatan prioritas secara khusus; 2) Agar implementasi kegiatan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat; 3) Untuk menjamin kelangsungan program/kegiatan;

4) Dapat meningkatkan kesetaraan dalam implementasi program.

Upaya penyempurnaan kelembagaan pembangunan pertanian selama ini

lebih menekankan penyempurnaan struktur daripada penyempurnaan strategi dan

kinerja. Dengan asumsi bahwa setiap peraturan perundang-undangan terkait

pembangunan sektor pertanian memiliki tujuan mulia, tidak salah bila kinerja

kelembagaan pelaksana juga ditingkatkan kualitasnya dan diukur

produktivitasnya. Reformasi kelembagaan pembangunan pertanian tidak hanya

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

52

berupa perampingan atau pengembangan struktur kelembagaan saja, namun juga

pemberdayaan kelembagaan masyarakat petani sebagai pemangku kepentingan

utama pembangunan sektor pertanian (Suradisastra, 2006)

Campur tangan pemerintah dalam bentuk kebijakan pertanian

(agricultural policy) diperlukan untuk mempengaruhi keputusan para

stakeholders agar terlaksana pembangunan pertanian sesuai dengan yang

direncanakan. Campur tangan pemerintah sangat diperlukan untuk memutus rantai

lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal, yang merupakan karakteristik

Negara berkembang dengan ciri sumber daya yang belum dikelola sebagai

mestinya, mata pencaharian penduduk yang mayoritas sebagai petani yang kurang

produktif, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan kualitas sumber

daya manusianya masih rendah (Hanafie, 2010). Peran tersebut sejalan dengan

pendapat Hayek (1945) bahwa kebijakan itu fungsinya adalah untuk mengarahkan

dan mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki pemerintah dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat yang senantiasa berubah.

Hernanto (1993) menyatakan bahwa petani saja tidak mempunyai

kemampuan untuk mengubah keadaan usahataninya sendiri. Karena itu bantuan

dari luar diperlukan baik secara langsung dalam bentuk bimbingan dan pembinaan

usaha maupun tidak langsung dalam bentuk insentif yang dapat mendorong petani

menerima hal-hal baru, dan mengadakan tindakan perubahan. Insentif itu bisa

berupa jaminan tersedianya sarana produksi yang diperlukan petani dalam jumlah

yang cukup, harga terjangkau, dan selalu dapat diperoleh secara berkelanjutan.

Tidak kalah pentingnya adalah adanya peraturan-peraturan yang melindungi hak-

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

53

hak petani dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang memberikan keleluasaan petani

bertindak dalam pengembangan usahataninya.

Implementasi program atau kegiatan pembangunan pertanian baik melalui

pemberian bimbingan maupun insentif kepada petani cenderung menjadi ranah

pemangku kepentingan utama (pemerintah) yang secara signifikan berpengaruh

atas keberlangsungan kegiatan. Pemerintah bertindak sebagai penyandang dana,

pelaksana kegiatan, organisasi pengawas dan advokasi. Sementara pemangku

kepentingan yang lain yang terkena dampak, termasuk pihak swasta dan

akademisi, relatif kurang dilibatkan (Iqbal, 2007).

Masalah pertanian berhubungan dengan masalah produksi dan konsumsi

dari komoditas, sebagai hasil dari sebuah usaha tani atau usaha peternakan. Untuk

merubah perilaku produsen dan konsumen tersebut diperlukan intervensi

pemerintah dalam bentuk kebijakan. Segala kebijakan pemerintah dalam

pembangunan pertanian harus diarahkan pada konsep pemberdayaan, dengan

harapan petani itu akan menjadi lebih mandiri dan dapat meningkatkan

kesejahteraannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Wrihatnolo dan Dwidjowijoto

(2007), bahwa penerapan pemberdayaan paling banyak digunakan dalam upaya

penanggulangan kemiskinan, karena mampu menciptakan kemandirian

masyarakat.

Makmun (2003) mengemukakan pendapatnya mengenai pemberdayaan

masyarakat, bahwa upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi.

Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang (enabling). Pemberdayaan adalah upaya membangun

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

54

daya itu sendiri dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran

akan potensi yang dimilikinya serta mengembangkannya. Kedua, memperkuat

potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini

diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain hanya menciptakan suasana dan

iklim yang kondusif. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan

menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses

berbagai peluang yang akan membuat masyarakat lebih berdaya lagi. Upaya

pemberdayaan ini meliputi peningkatan taraf pendidikan, kesehatan, akses

informasi, teknologi, pembangunan sarana prasarana fisik, pelatihan, dan

sebagainya. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam

proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi semakin lemah. Oleh

karena itu, perlindungan dan pemihakan terhadap yang lemah amat mendasar

dalam konsep pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan merupakan suatu proses yang dijalankan dengan kesadaran

dan partisipasi penuh dari para pihak untuk meningkatkan kapasitas dan

kapabilitas masyarakat sebagai sumber daya pembangunan sehingga mampu

mengetahui permasalahan yang dihadapi dan mengembangkan dan menolong diri

sendiri menuju ke kehidupan yang lebih baik, mampu menggali dan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk kepentingan diri dan

kelompoknya, serta mampu mengeksistensikan diri dan mendapat manfaat dari

sumber daya tersebut. Sebagai suatu proses, pemberdayaan mempunyai tiga

tahapan, yaitu tahap penyadaran, pengapasitasan, dan pendayaan (Wrihatnolo dan

Dwidjowijoto, 2007).

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

55

Pada tahap penyadaran, petani diberikan pemahaman bahwa mereka

mempunyai hak untuk menjadi sejahtera. Pada tahap ini, petani dibuat mengerti

bahwa proses pemberdayaan itu berasal dari mereka sendiri dengan memberikan

informasi yang cukup kepada komunitas. Tahap selanjutnya, pengapasitasan,

bertujuan untuk membuat petani memiliki keterampilan untuk mengelola

usahataninya, dengan cara memberikan bimbingan dan penyuluhan, pelatihan-

pelatihan, lokakarya, dan kegiatan sejenis. Tahapan terakhir yaitu pendayaan,

petani diberikan kesempatan yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki

melalui partisipasi aktif dan berkelanjutan dengan memberikan peran yang lebih

besar secara bertahap, diakomodasi aspirasinya, serta dituntun untuk melakukan

self evaluation terhadap pilihan dan hasil pelaksanaan atas pilihannya.

Dimensi pemberdayaan berkaitan dengan pemberdayaan kerja menurut

Kanter (1977) serta Laschinger dan Finegan (2005) meliputi akses terhadap

informasi, menerima dukungan, memiliki akses pada sumber daya yang

dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan, serta memiliki peluang untuk belajar dan

berkembang. Ditambahkan oleh Nawawi (2009), pemberdayaan dapat dilakukan

melalui tiga dimensi. Pertama, dimensi mikro yaitu pemberdayaan yang dilakukan

terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management,

dan crisis intervention. Tujuannya adalah untuk membimbing atau melatih klien

dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Kedua, dimensi mezzo, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan

kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, serta dinamika

kelompok biasanya dijadikan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

56

pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan

memecahkan permasalahan yang dihadapi. Pendidikan menjadi hal yang sangat

penting dalam memberdayakan masyarakat untuk mencapai pembangunan

nasional, sebagaimana menurut Harbinson (1973), suatu negara yang tak mampu

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki bangsanya serta

mencurahkannya secara efektif dalam pembangunan tak akan mampu membangun

bidang lain.

Ketiga, dimensi makro dimana pemberdayaan diarahkan pada sistem

lingkungan yang lebih luas, misalnya perumusan kebijakan, perencanaan sosial,

kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, dan manajemen

konflik. Strategi ini memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi

untuk memahami situasi-situasi diri sendiri dan untuk memilih serta menentukan

strategi yang tepat untuk bertindak.

Penerapan teknologi di lapangan sangat ditentukan oleh pengetahuan dan

keterampilan petani. Kebiasaan petani dalam tata laksana atau manajemen

usahatani yang dilakukan secara turun menurun menyebabkan lambatnya

penerapan teknologi baru yang dianjurkan. Setiap kali akan diterapkan teknologi

dengan strategi yang dilembagakan, menyebabkan semakin banyak petani atau

pekerja tani yang kehilangan kesempatan kerja karena tuntutan keterampilan dan

penguasaan teknis yang dibutuhkan untuk mengoperasikan teknologi tersebut

(Suradisastra, 2006).

Ditinjau dari sifat-sifat inovasi, ada lima macam sifat inovasi yang

mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi : 1) Keuntungan relatif, adalah

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

57

tingkatan yang menunjukkan suatu ide baru dianggap lebih baik dari ide-ide

sebelumnya. Tingkat keuntungan relatif seringkali dinyatakan dengan atau dalam

bentuk keuntungan ekonomis; 2) Kompabilitas (keterhubungan inovasi dengan

situasi klien), adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-

nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide yang tidak

kompatibel dengan ciri-ciri sistem yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide

yang kompatibel; 3) Kompleksitas (kerumitan inovasi), adalah tingkat di mana

suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan; 4) Triabilitas

(dapat dicobanya suatu inovasi), adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dapat

dicoba dengan skala kecil; 5) Observabilitas (dapat diamatinya suatu inovasi),

adalah tingkat di mana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain

(Rogers, 2003).

Peranan pemerintah sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi

dan kesejahteraan petani, karena tujuan utama program yang dicanangkan

pemerintah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan

produktivitas petani (Rusli, 2010). Lebih lanjut dinyatakan oleh Ahearn et.al

(2002) bahwa ada hubungan yang posistif dan siginifikan antara kebijakan

pemerintah yang meliputi penelitian di bidang pertanian, ekstensifikasi,

infrastruktur, program komoditas, dengan peningkatan produksi petani sehingga

berpengaruh terhadap kesejahteraan petani. Hal yang sama disampaikan pula oleh

Fuglie dan Rada (2013) bahwa untuk meningkatkan produktivitas pertanian

sangat tergantung dengan reformasi kebijakan di sektor pertanian yang mampu

meningkatkan insentif yang diterima petani melalui penelitian, adopsi teknologi,

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

58

pendidikan, pembangunan insfrastruktur pedesaan, dan mengamankan status

kepemilikan lahan, sehingga kesejahteraan petani dapat ditingkatkan.

Untuk mewujudkan kesejahteraan petani, Pemerintah dapat berperan

dalam hal inovasi sosial, subsidi, dan kredit yang dapat memperluas dan

menumbuhkan kerjasama antar petani sehinggga meningkatkan peluang kerja bagi

petani (Yusdja, et.al., 2004). Inovasi tersebut harus didampingi dengan pemberian

penyuluhan yang efektif, dukungan peralatan, pelatihan serta peningkatan

keterampilan dan pengetahuan petani, sehinggga adopsi teknologi akan mampu

mencapai sasarannya (Mathis dan Jackson, 2001; Nuryanti dan Swatika, 2011).

Jika tidak dilakukan pendampingan dan penyuluhan yang efektif, penerapan

teknologi baru akan mengakibatkan semakin banyak petani yang kehilangan

kesempatan kerja, karena tuntutan akan keterampilan dan pengetahuan teknis

yang tidak bisa mereka penuhi (Suradisastra, 2006).

Peningkatan keterampilan dan pengetahuan sangat penting dilakukan,

karena tingkat produktivitas faktor-faktor produksi yang sama tidak selalu setara,

tergantung dari investasi pengembangan yang dilakukan sehingga dapat

mempengaruhi peluang yang lebih besar memperoleh pekerjaan (Miller dan

Meiners, 1994). Penerapan teknologi baru dan mengintensifkan pengolahan lahan

dalam rangka meningkatkan produktivitas dapat membuka kesempatan pekerjaan

baru di sektor pertanian dan semakin banyaknya jam kerja yang dapat diserap

dalam usaha tani sehingga mampu memacu pendapatan petani (Damayanti, 2013).

Teknologi mampu mendorong perubahan tatanan kelembagaan di pedesaan yang

akan berdampak pada struktur tenaga kerja dan pendapatan masyarakat pedesaan.

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

59

Peningkatan keterampilan dan pengetahuan petani yang dilakukan oleh

pemerintah dapat dilakukan melalui penyuluhan maupun bimbingan teknis,

sebagaimana dikatakan oleh Suparta (2001) bahwa sasaran dilakukannya

penyuluhan/bimbingan teknis adalah untuk meningkatkan kemampuan petani

secara dinamis sehingga setiap permasalahan yang dihadapinya dapat diatasi

melalui kreatifitas, inovasi, berani dan bebas mengambil keputusan dalam

meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.

2.4 Sumber Daya Petani

Sumber daya petani merupakan input faktor produksi yang sangat

mempengaruhi produksi meliputi lahan, tenaga kerja, dan modal. Produksi juga

dipengaruhi oleh lingkungan usahatani, teknologi, dan karakteristik sosial petani.

Simatupang dan Nizwar (2002), membagi sumber daya petani menjadi dua

bagian, yaitu sumber daya alam dan sumber daya sosial ekonomi. Harlow (1972)

mengelompokkan sumber daya alam menjadi tiga kelompok besar antara lain; 1)

sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui yaitu sumber daya alam yang

jumlahnya tetap dan tidak bisa diperbahurui keberadaannya, 2) sumber daya alam

yang bisa diperbaharui yaitu sumber daya yang sifatnya terus menerus ada dan

dapat diperbaharui, dan 3) sumber daya alam yang memiliki sifat gabungan yaitu

sumber daya biologis (pertanian, perikanan, hutan, padang rumput). Sumber daya

sosial dan ekonomi yang dibagi lagi menjadi dua yaitu faktor sosial ekonomi yang

dimiliki petani dan keluarganya (sumber daya internal), serta faktor sosial

ekonomi eksternal (faktor lingkungan). Kesemua sumber daya tersebut secara

langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pengelolaan usahatani.

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

60

Faktor sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap petani dalam bekerja

dan melakukan inovasi (Mardikanto, 1996). Status sosial ekonomi dalam

masyarakat dapat dilihat dari apa yang dimiliki oleh masing-masing individu

ataupun melalui kemampuan kepala keluarga untuk memanfaatkannya, misal

dengan kekuasaan ataupun kewenangan yang dimiliki. Status ekonomi

masyarakat dapat dilihat dari status sosial keluarga yang diukur melalui tingkat

pendidikan kepala keluarga, perbaikan lapangan pekerjaan dan tingkat

penghasilan keluarga (Sajogyo dan Pujawati, 2002).

Indikator status sosial ekonomi menurut Rogers (1985) adalah kasta,

umur, pendidikan, status perkawinan, aspirasi pendidikan, partisipasi sosial,

hubungan organisasional pembangunan, pemilikan lahan, pemilikan sarana

pertanian serta penghasilan sebelumnya. Pendapat yang sama disampaikan oleh

Melly G. Tan (Koentjaraningrat, 1989), status sosial ekonomi seseorang itu bisa

diukur dari jenis pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan. Dari dua pandangan

tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa status sosial ekonomi masyarakat itu

mencakup tingkat pendidikan, faktor pekerjaan, dan penghasilan.

Dari penjelasan di atas, berikut faktor-faktor sumber daya petani yang

akan dianalisis dalam upaya menerapkan inovasi teknologi dalam program

Simantri di Provinsi Bali, sebagai berikut.

a. Umur

Lionberger dan Gwin (1982), serta Mardikanto (1993) mengatakan

semakin tua umur seseorang, semakin lambat mengadopsi inovasi dan cenderung

melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh masyarakat

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

61

setempat. Namun, ada sejumlah kualitas positif yang dimiliki oleh pekerja yang

lebih tua seperti pengalaman, pertimbangan, etika kerja, dan komitmen terhadap

mutu, walaupun pekerja tua dianggap lebih sering menolak teknologi baru,

sebagaimana disampaikan oleh Robbins dan Timothy (2008). Hal yang berbeda

disampaikan oleh Soekartawi (1988), bahwa petani muda akan lebih mudah

menerapkan inovasi, karena mereka memiliki semangat untuk ingin tahu tentang

apa yang mereka belum ketahui dalam mengubah usahataninya.

Penelitian yang dilakukan Ours dan Stoelddraijer (2010) menemukan

bahwa umur pekerja mempengaruhi kualitas pelaksanaan pekerjaan, sehingga

berpengaruh terhadap kesempatan kerja. Produktivitas tertinggi dimiliki oleh

pekerja berusia 30-45 tahun, sedangkan pekerja dengan umur lebih muda dan

lebih tua memiliki produktivitas yang lebih rendah, sehingga peluang kerja paling

besar dimiliki oleh pekerja yang berumur antara 30-45 tahun. Pengalaman adalah

segala sesuatu yang muncul dari riwayat hidup seseorang. Seiring dengan

bertambahnya umur, maka pengalaman seseorang akan semakin bertambah

(Robbins dan Timothy, 2008).

Namun perlu diingat, ada suatu keyakinan bahwa produktivitas akan

menurun seiring dengan bertambahnya umur. Sering diandaikan keterampilan

seorang individu terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan koordinasi

menurun dengan berjalannya waktu, dan bahwa kebosanan pekerjaan yang

berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual semuanya memberikan

kontribusi terhadap menurunnya produktivitas sehingga peluang untuk

memperoleh pekerjaan semakin berkurang (Mardikanto, 1993; Wahjono, 2010).

Page 32: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

62

b. Pendidikan Formal

Berkaitan dengan pendidikan, Soekartawi (1988) mengatakan mereka

yang berpendidikan lebih tinggi akan relatif lebih cepat menerapkan inovasi,

begitu pula sebaliknya. Lebih lanjut, Chavas et.al. (2005) memasukkan variabel

pendidikan dalam menganalisis karakteristik rumah tangga dan usahatani. Makin

tinggi tingkat pendidikan, makin mudah anggota mengadopsi teknologi, sehingga

dapat meningkatkan produksi secara rasional untuk mencapai keuntungan yang

maksimum.

c. Jenis pekerjaan diluar gapoktan Simantri

Jenis pekerjaan diluar gapoktan Simantri yang dimiliki petani berpengaruh

terhadap kinerja petani dalam melaksanakan kegiatan Simantri karena berkaitan

dengan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman di bidang pertanian. Sutrisna

dan Nuraini (1987) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang tentang suatu

inovasi serta sikapnya terhadap inovasi tersebut menentukan kesiapannya untuk

melaksanakan inovasi tersebut, serta dengan sikap yang positif lebih bisa

diharapkan dari seseorang untuk menerapkan suatu inovasi. Lebih lanjut

Supriyanto (1978) menyebutkan bahwa pengetahuan petani juga sangat

menunjang kelancaran petani dalam mengadopsi suatu inovasi maupun

kelanggengan usahataninya.

Samsudin (1987) mengatakan bahwa petani dikatakan mempunyai

kemampuan jika mempunyai keterampilan yang meliputi kecakapan atau terampil

dalam melaksanakan pekerjaan badaniah dan kecakapan berpikir untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan sehari-hari. Keterampilan seseorang terhadap

Page 33: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

63

suatu pekerjaan erat kaitannya dengan pengalamannya dalam bidang tersebut.

Manulang (1984) mendefinisikan keterampilan sebagai hasil dari proses

pengalaman kerja seseorang tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan

karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Keterampilan petani-

peternak Simantri dalam melakukan usaha peternakan sapi, usaha tanaman pangan

dan usaha pengolahan limbah ternak sapi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan

dan berapa lama pengalamannya melakukan hal tersebut. Semakin lama

pengalamannya dalam bidang tersebut maka akan semakin banyak trial and error

yang terjadi, dimana hal ini akan semakin meningkatkan pengetahuan dan

keterampilannya. Keinginan yang besar dari seorang petani-peternak untuk

mampu menguasai dan terampil mengerjakan pola-pola pertanian modern yang

berbasiskan teknologi akan membuat petani-peternak tersebut semakin efisien dan

sukses.

Sunuharyo (1997) mengatakan bahwa pengalaman adalah banyaknya jenis

pekerjaan atau jabatan yang pernah diemban oleh seseorang, serta lamanya

mereka bekerja pada masing-masing pekerjaan. Semakin banyak pengalaman

kerja seseorang maka akan semakin banyak manfaat yang berdampak pada

luasnya wawasan pengetahuan di bidang pekerjaannya serta semakin

meningkatkan keterampilan orang tersebut. Pengalaman kerja akan

mempengaruhi keterampilan seseorang dalam melaksanakan tugas dan juga

membuat kerja lebih efisien (Cahyono, 1995). Foster (2001) menyebutkan bahwa

pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa

Page 34: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

64

kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas-tugas suatu

pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik.

d. Jarak

Jarak rumah petani dengan lahan garapannya akan sangat mempengaruhi

produktivitas lahan serta ternak yang dipelihara, dan juga akan mempengaruhi

kinerja dari petani itu sendiri. Mahananto et.al. (2009) mengatakan bahwa jarak

lahan garapan dengan rumah petani menunjukkan hubungan yang negatif yang

berarti semakin jauh jarak lahan garapan dengan rumah petani akan

mengakibatkan penurunan produksi. Ruswendi (2011) mengatakan bahwa

aksessibilitas lokasi yang cukup dekat bisa menekan pengeluaran biaya

pengangkutan input maupun output, sehingga dapat meningkatkan efisiensi biaya.

2.5 Modal Sosial

Modal sosial dibutuhkan untuk menciptakan jenis komunitas moral yang

tidak bisa diperoleh seperti dalam kasus bentuk-bentuk human capital. Akuisisi

modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah

komunitas masyarakat dan dalam konteksnya sekaligus mengadopsi kebajikan-

kebajikan seperti kesetiaan, kejujuran, dan dependability (Fukuyama,1995).

Modal sosial pertama kali dikemukakan oleh Bourdieu, yang sering

digunakan acuan oleh tokoh-tokoh lain dalam mendefinisikan modal sosial.

Menurut Bourdieu (Yustika, 2012), modal sosial adalah jumlah sumber daya-

sumber daya aktual atau tersirat yang berkembang pada seorang individu atau

sekelompok individu karena kemampuan untuk memiliki suatu jaringan yang

dapat bertahan lama sehingga menginstitusionalisasikan hubungan yang saling

Page 35: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

65

menguntungkan. Schiff mengartikan modal sosial sebagai seperangkat elemen

dari struktur sosial yang mempengaruhi relasi antar manusia dan sekaligus sebagai

input bagi fungsi produksi dan/atau manfaat. Demikian pula menurut Uphoff,

bahwa modal sosial merupakan akumulasi dari beragam tipe aspek sosial,

psikologi, budaya, kelembagaan, dan aset yang tidak terlihat (intangible) yang

mempengaruhi perilaku kerja sama (Dhesi, 2000). Selain itu, tokoh lain yang

mendefinisikan modal sosial adalah Putnam (1996) yang menyatakan bahwa

modal sosial itu adalah corak-corak kehidupan sosial jaringan-jaringan, norma-

norma dan kepercayaan yang membuat para partisipan untuk bertindak bersama

lebih efektif dalam mencapai tujuan bersama.

Berdasarkan definisi tersebut, inti telaah modal sosial terletak pada

bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk

bekerjasama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama.

Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi yang timbal balik dan

saling menguntungkan dan dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh

norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan

maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan hubungan di atas

prinsip – prinsip yang telah disebutkan.

Coleman (1998) menyebutkan, setidaknya ada tiga bentuk dari modal

sosial. Pertama, struktur kewajiban (obligations), ekspetasi (expectations),dan

kepercayaan (trustworthiness). Dalam konteks tersebut, bentuk dari modal sosial

sangat tergantung dari dua elemen kunci yaitu (Yustika, 2012) : kepercayaan dari

Page 36: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

66

lingkungan sosial, dan perluasan aktual dari kewajiban yang sudah dipenuhi

(obligation held).

Lina dan Von Bern (Chegini, et.al., 2012) mengatakan bahwa modal sosial

memiliki sumbangan positif dalam kaitannya dengan komitmen pekerja,

fleksibilitas organisasi, pengelolaan tindakan bersama yang lebih baik, dan

pengembangan modal pengetahuan (conceptual capital). Ditambahkan oleh

Lesser (2000), modal sosial sangat penting bagi komunitas karena : 1)

memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi anggota komunitas, 2)

menjadi media pembagian kekuasaan dalam komunitas, 3) mengembangkan

solidaritas, 4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas, 5)

memungkinkan pencapaian bersama, dan 6) membentuk perilaku kebersamaan

dan berorganisasi komunitas.

Pendekatan terhadap modal sosial secara umum bisa dilakukan melalui

dua perspektif, sebagaimana disampaikan Rosyadi (Yustika, 2012). Pertama,

mengkaji modal sosial dari persfpektif pelaku (actor’s perspective) yang

diformulasikan oleh Bourdieu, yang melihat modal sosial berisi sumber daya-

sumber daya di mana pelaku individu dapat menggunakannya karena

kepemilikannya terhadap jaringan secara eksklusif (exclusive networks). Kedua,

mencermati modal sosial dan perspektif masyarakat (society’s perspective) yang

dikonseptualisasikan oleh Putnam, yang melihat modal sebagai barang publik

yang diatur oleh organisasi dan jaringan horizontal yang eksis dalam masyarakat

Untuk menjamin terwujudnya pembangunan pertanian berkelanjutan,

sangat tergantung dengan modal sosial terutama kemampuan masyarakat

Page 37: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

67

pedesaan untuk mengelola dan mengatasi tekanan ekonomi, sosial dan

lingkungannya (Mathijs, 2003; Munasib dan Jordan, 2011). Masyarakat pedesaan

yang diberkahi dengan kekayaan modal sosial, meliputi jaringan sosial, norma dan

nilai-nilai yang berhubungan dengan hubungan sosial, berada pada posisi yang

menguntungkan dalam menyelesaikan sengketa, berbagi informasi, dan berhasil

melaksanakan program pembangunan. Namun keberhasilan pelaksanaan program

tidak bisa disamakan antara satu komunitas dengan komunitas yang lain,

walaupun dengan ketersediaan faktor produksi yang sama, karena memiliki modal

sosial yang berbeda (Trigilia, 2001; Woodhouse, 2006; Nardone et.al, 2010).

Satu konsep yang dekat dengan modal sosial yaitu kualitas masyarakat,

sebagaimana dikatakan oleh Dahlan (Rajoki, 2009), kualitas masyarakat perlu

untuk mewujudkan kemampuan dan prestasi bersama. Hal ini mencakup ciri-ciri

yang berhubungan dengan kelangsungan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu

peranan pendidikan baik dalam keluarga maupun sekolah sangat penting dalam

membentuk modal sosial, selain itu juga bisa dilakukan melalui berbagai pelatihan

kelompok untuk membangun visi misi bersama, serta menumbuhkan rasa saling

percaya (Ancok, 2003).

Keterampilan dapat diamati dan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan

serta keyakinan seseorang terhadap suatu objek (Robbins, 2002), karena secara

kognitif kepercayaan terhadap suatu objek bisa mempengaruhi sikap seseorang

dalam melaksanakan tugasnya (Katz dan Stotland, 1959; Breckler, 1984; Azwar,

2011). Petani yang berumur lebih tua lebih mampu mempertahankan modal sosial

yang sudah ada sejak masa sebelumnya di bidang pertanian (Sawitri dan Ishma,

Page 38: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

68

2014). Limón et al. (2014) juga menemukan hubungan yang positif antara umur

dan akumulasi dari modal sosial.

Rauch dan Casella (2001) menambahkan jaringan sosial dapat

mempengaruhi keberlanjutan ekonomi petani dengan mempengaruhi praktek

pertanian dan kecenderungan mereka untuk mengadopsi teknologi baru melalui

penyediaan informasi melalui jaringan tersebut. Petani kemudian dapat

mempelajari teknik-teknik baru dan memperoleh pengetahuan, mendapatkan

pelatihan informal dari orang lain yang telah mengadopsi praktek-praktek tersebut

dan bahkan mendapatkan bantuan resmi untuk menerapkan berbagai praktik

teknologi pertanian. Selain itu, peran jaringan dalam memberikan informasi

tentang pekerjaan dan peluang pasar telah banyak dibuktikan. Dalam hal ini,

modal sosial juga secara tidak langsung berdampak terhadap produktivitas

pertanian dan keberlanjutan ekonomi, serta keberlanjutan sosial daerah (regional

social sustainability), karena mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang tersedia

baik melalui kedekatan dan kekerabatan atau hubungan sosial sehingga

berpengaruh terhadap kesempatan kerja dan pendapatan petani.

Olawuyi dan Oladele (2012) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa

modal sosial dan dimensinya berpengaruh positif terhadap tingkat keanggotaan,

tingkat kehadiran dalam pertemuan, dan kontribusi tenaga kerja yang secara

statistik berpengaruh pula terhadap kesempatan kerja, sedangkan tingkat

heterogenitas dan kontribusi modal keuangan berpengaruh negatif terhadap

kesempatan kerja. Peran jaringan dalam memberikan informasi tentang pekerjaan

dan peluang pasar telah banyak dibuktikan. Dalam hal ini, modal sosial juga

Page 39: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

69

secara tidak langsung berdampak terhadap jumlah tenaga kerja yang tersedia

untuk mendapatkan pekerjaan, baik melalui kedekatan dan kekerabatan atau

hubungan sosial (Rauch dan Casella, 2001).

Informasi tentang pekerjaan dan peluang pasar sangat penting, karena

dapat mengurangi migrasi tenaga kerja dari desa ke kota melalui peningkatan

jumlah tenaga kerja di sektor pertanian di pedesaan, hal ini menunjukkan

kesempatan kerja yang tinggi di pedesaan (Limon et.al., 2014). Modal sosial

dalam kelompok dapat mempengaruhi kestabilan kehidupan keluarga dan

kemandirian masyarakat sehingga mampu membuka kesempatan kerja bagi petani

yang berujung pada peningkatan produktivitas dan pendapatan petani (Winter,

2000; Droussiotis, 2004; Kleinhenz dan Smith, 2011).

Penelitian pengaruh modal sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga

pedesaan di lakukan oleh Grootaert et.al (2002) di Burkina Faso dengan

melakukan analisis terhadap tolok ukur kesejahteraan rumah tangga pedesaan

dengan bentuk multidimensi dari modal sosial. Hasil analisisnya menunjukkan

bahwa tingkatan modal sosial berpengaruh positif terhadap pengeluaran per kapita

dan akses yang mudah terhadap pinjaman. Rumah tangga miskin yang memiliki

lahan yang sempit memperoleh manfaat yang lebih dari modal sosial

dibandingkan dengan rumah tangga yang lain.

Omonona et.al (2014) mengatakan bahwa dimensi modal sosial seperti

tingkat homogenitas, tingkat kehadiran dalam pertemuan, orientasi kelompok,

kontribusi keuangan, kontribusi tenaga kerja merupakan karakteristik dari

tingkatan kelembagaan yang sangat berkaitan dengan pengeluaran per kapita yang

Page 40: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

70

tentu saja berpengaruh terhadap kesejahteraan. Namun indikator tingkat

heterogenitas dan kontribusi modal keuangan berpengaruh negatif terhadap

kinerja petani dalam melaksanakan suatu program/kegiatan kelompok dan tingkat

kesejahteraan petani (Olawuyi dan Oladele, 2012).

Pengaruh negatif modal sosial terhadap kinerja dalam melaksanakan

kegiatan kelompok diperoleh juga oleh Anggita (2013) dalam penelitiannya

terhadap kolektivitas usaha tani di Kabupaten Karawang dan Subang, dikatakan

bahwa kondisi modal sosial kalangan masyarakat petani tidak dapat mendukung

produktivitas kinerja karena adanya trauma finansial yang berpengaruh terhadap

kapasitas, kualitas dan kontinuitas produksi, sehingga biaya produksi menjadi

tidak efisien yang mengakibatkan pendapatan petani sangat rendah.

2.5.1 Dimensi Modal Sosial

Untuk memahami bagaimana bentuk modal sosial di kalangan petani,

harus dibuat suatu model yang koheren tentang bagaimana terbentuknya.

Penelitian ini mengadopsi pendekatan multidimensional yang digunakan oleh

Putnam (1995) dan mengintegrasikannya dengan berbagai aspek yang

menentukan modal sosial dalam tiga dimensi yang berbeda, yaitu struktural,

kognitif dan relasional sebagaimana yang disampaikan oleh Nahaphiet dan

Ghoshal (1998), Uphoff dan Wijayaratna (2000), serta Limon et.al. (2014).

Perbedaan utama ketiga dimensi tersebut adalah sebagai berikut.

1) Dimensi Struktural Modal Sosial (Structural Dimension of Social Capital)

merujuk pada interaksi sosial itu sendiri, melalui pembentukan hubungan

antara individu atau kelompok dengan melaksanakan kerjasama sehingga dapat

Page 41: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

71

menggurangi biaya transaksi, dan menumbuhkan pembelajaran sosial di

masyarakat. Dimensi ini menjelaskan bagaimana individu dapat memperoleh

keuntungan tertentu dengan memanfaatkan kedekatan hubungan personal

dalam interaksi struktur sosial, meliputi hubungan dalam jaringan,

kofigurasi/bentuk jaringan, dan bentuk organisasi yang memberikan

keuntungan untuk anggotanya (Nahaphiet dan Ghoshal, 1998). Artinya, orang

dapat menggunakan hubungan personal mereka untuk mendapatkan pekerjaan,

memperoleh informasi, atau akses terhadap sumber daya tertentu. Beberapa

literatur telah membuat pemisahan terhadap dimensi struktural, yaitu modal

sosial sebagai ikatan (bonding) dan jembatan/mediasi (bridging) (Narayan,

1999; Putnam, 2000). Bonding modal sosial mengacu pada modal sosial yang

dihasilkan melalui interaksi antara anggota kelompok yang relatif homogen

(keluarga atau teman dekat), sedangkan modal sosial yang menjembatani

(bridging) mengacu pada modal sosial yang dihasilkan dan dibagi melalui

hubungan satu sama lain antara kelompok yang heterogen (tetangga atau

kenalan lainnya). Komponen lain dari dimensi struktural adalah

menghubungkan (linking), yang menggambarkan ikatan yang menghubungkan

antar individu atau kelompok masyarakat tertentu kepada orang-orang atau

kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan politik maupun finansial.

Ditambahkan oleh Evans (1996), melalui ikatan hubungan tersebut

memungkinkan kelompok untuk mengakses sumber daya, ide-ide dan

informasi dari lembaga-lembaga yang berwenang, serta meningkatkan modal

sosial dan tindakan sosial dari sudut pandang politik maupun ekonomi secara

Page 42: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

72

efektif. Terakhir, dimensi struktural juga berbentuk badan usaha (corporate)

yang dibentuk oleh kelompok profesional (serikat petani atau koperasi

pertanian) yang memberikan keuntungan untuk anggotanya (Sabatini, 2009a).

2) Dimensi Kognitif Modal Sosial (Cognitif Dimension of Social Capital),

termasuk didalamnya atribut seperti kesepakatan bersama atau paradigma

bersama yang memfasilitasi pemahaman bersama dari tujuan dilakukannya

kesepakatan, dan cara yang tepat bagaimana bertindak dalam suatu sistem

sosial (Ostrom, 2000), walaupun tidak adanya ikatan dan hubungan khusus

(keluarga atau kekerabatan) antara individu anggota kelompok, modal sosial

mampu mempengaruhi orang untuk bekerja sama (Uphoff, 1999). Dimensi

kognitif mengacu pada penyesuaian antara nilai-nilai individu dengan nilai-

nilai masyarakat, melalui rasionalisasi perilaku bersama dan membuatnya

menjadi hal yang penting (Nahaphiet dan Ghoshal, 1998). Kondisi tersebut

akan memunculkan kohesivitas masyarakat, yaitu suatu keadaan dimana

kelompok saling menyukai dan mempercayai, memiliki komitmen untuk

mencapai tujuan kelompok, dan berbagi kebanggaan sebagai sebuah kelompok,

karena kekompakan dalam kelompok sangat diperlukan dalam mewujudkan

pembangunan pertanian berkelanjutan. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat

Coleman (1990), dimana nilai-nilai kebersamaan yang dimiliki oleh individu

dapat menjadi suatu modal sosial yang menguntungkan masyarakat secara

keseluruhan.

3) Dimensi Relasional Modal Sosial (Relational Dimension of Social Capital),

digambarkan sebagai suatu jenis hubungan kedekatan antar masyarakat (tidak

Page 43: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

73

selalu berlangsung lama) yang telah membangun sejumlah interaksi diantara

mereka untuk mencapai tujuan bersama yang diharapkan (Granovetter, 1992).

Dimensi ini mencakup keyakinan dan kepercayaan (Fukuyama, 1995; Putnam,

1993), norma dan sanksi sosial (Coleman, 1990; Putnam, 1995) dan timbal

balik (reciprocity) (Coleman, 1990; Jones dan Woolcock, 2007). Kepercayaan

dapat menjadi kontrol bagaimana mekanisme suatu hubungan menjadi kuat,

karena dapat mendorong upaya bersama, apabila tidak ada rasa saling percaya

akan berdampak negatif pada perkembangan ekonomi. Demikian juga,

seseorang yang dipercaya memungkinkan bagi dia untuk mendapatkan

dukungan dari pihak-pihak lain untuk mencapai tujuan yang dinginkan yang

tidak akan mungkin tercapai dalam situasi di mana kepercayaan tidak ada.

Untuk tujuan analisis, dan berdasarkan pendapat Sabatini (2009b), berbagai

tingkat kepercayaan telah diidentifikasi dalam penelitian ini sebagai berikut :

(1) kepercayaan berdasarkan pengetahuan (knowledge – based trust) seperti

yang ditunjukkan oleh kepercayaan pada orang sudah dikenal/dekat; (2)

kepercayaan terhadap lingkungan sosial (generalized social trust) merupakan

kepercayaan terhadap orang-orang yang tidak dikenal; dan (3) kepercayaan

kepada pelayanan publik (trust in public services) kepercayaan yang muncul

karena telah memanfaatkan dan memiliki akses kepada pelayanan publik.

Penelitian ini menganalisis atribut kepercayaan dalam pelayanan publik karena

berfokus pada pentingnya modal sosial individu untuk pembangunan daerah

melalui program pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kumlin dan

Rothstein (2005) bahwa ada hubungan korelasi yang positif dan signifikan

Page 44: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

74

antara kepercayaan terhadap pelayanan publik, kepercayaan sosial dan

pembangunan. Analisis juga dilakukan pada bagaimana persepsi masyarakat

setempat bahwa dengan berkelompok merupakan tempat yang aman untuk

hidup (subjective safety) sebagaimana disampaikan dalam penelitian Limon

et.al. (2014).

Norma dan sanksi sosial sangat efektif dalam memberikan harapan yang

mengikat interaksi dalam kelompok (Kramer dan Goldman, 1995). Norma

akan muncul ketika ada kesepakatan dalam sistem sosial masyarakat, dan

menjadi bentuk yang paling penting dari modal sosial karena dapat

memberikan individu suatu kepercayaan untuk berinvestasi dalam kegiatan

kolektif atau kelompok, dengan menganggap bahwa orang lain akan

melakukan hal yang sama (reciprocity) dalam interaksi sosial (Coleman, 1990).

Perlakuan timbal balik (reciprocity), dipahami sebagai kombinasi antara

altruism jangka pendek dan kepentingan jangka panjang. Seseorang akan

berbuat baik kepada orang lain atau mau melakukan sesuatu untuk orang lain

dengan harapan ada balasan dari kebaikan yang telah dilakukan ketika mereka

memerlukan bantuan (Limon et.al., 2014). Dalam sebuah komunitas yang

memiliki tingkat reciprocity yang kuat, masyarakat akan peduli terhadap

kepentingan orang lain.

2.5.2 Modal Sosial dan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

Pentingnya kelompok seperti koperasi (lembaga usaha) maupun kelompok

tani dalam pembangunan pertanian telah banyak dipelajari dalam ilmu ekonomi

pertanian dan ilmu sosiologi, karena kelompok paling mencerminkan modal sosial

Page 45: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

75

dalam sektor pertanian (Moyano, 1995). Jaringan sosial dapat mempengaruhi

keberlanjutan ekonomi petani dengan mempengaruhi praktek pertanian dan

kecenderungan mereka untuk mengadopsi teknologi baru melalui penyediaan

informasi melalui jaringan tersebut. Petani kemudian dapat mempelajari teknik-

teknik baru dan memperoleh pengetahuan, mendapatkan pelatihan informal dari

orang lain yang telah mengadopsi praktek-praktek tersebut dan bahkan

mendapatkan bantuan resmi untuk menerapkan berbagai praktik teknologi

pertanian. Selain itu, peran jaringan dalam memberikan informasi tentang

pekerjaan dan peluang pasar telah banyak dibuktikan.

Modal sosial juga secara tidak langsung berdampak terhadap produktivitas

pertanian dan keberlanjutan ekonomi, serta keberlanjutan sosial daerah (regional

social sustainability), karena mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang tersedia

baik melalui kedekatan dan kekerabatan atau hubungan sosial (Rauch dan Casella,

2001). Hal tersebut sangat penting, karena dapat mengurangi migrasi tenaga kerja

dari desa ke kota melalui peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian di

pedesaan (Limon et.al., 2014).

Keberlanjutan sosial daerah dapat juga dicapai dengan meningkatkan

peran petani dalam jaringan kelompok di pedesaan yang bergerak di sektor non-

pertanian. Kelompok seperti itu dapat memainkan peran penting dalam struktur

sosial wilayah dan selanjutnya berkontribusi dalam mempertahankan warisan

budaya dan alam, social cohesion, dan pembangunan identitas sosial (budaya,

sipil, agama, perkembangan, perempuan dan organisasi kepemudaan, kelompok

lingkungan), seperti yang telah ditemukan oleh Jordan et al. (2010).

Page 46: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

76

Karena dibangun melalui keterlibatan masyarakat, modal sosial di

kalangan petani dapat meningkatkan tanggung jawab sosial dengan

mempromosikan pelaksanaan praktek pertanian yang berkelanjutan dan akhirnya

memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada

penyelamatan lingkungan. Hal tersebut didukung oleh penelitian Mathijs (2003)

serta Munasib dan Jordan (2011), bahwa modal sosial memiliki efek positif pada

kesadaran petani terhadap lingkungan, sehingga praktek pertanian yang ramah

lingkungan dapat terlaksana.

Beberapa penulis telah menyoroti pentingnya kelompok dalam kebijakan

pembangunan pedesaan, terutama dari perspektif modal sosial, karena kelompok

muncul sebagai akibat dari kepercayaan antara individu dan merupakan dasar

untuk kepercayaan yang lebih besar dan upaya tindakan kolektif baru untuk

melakukan proyek-proyek yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat (Putnam,

1993). Peran kelompok sebagai perantara dalam pelaksanaan kebijakan publik

sangat dihargai. Modal sosial sangat terkait dengan kualitas lingkungan asosiatif

yang ada di tingkat lokal dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

dinamika pembangunan di daerah pedesaan dan akhirnya berpengaruh pada

kelangsungan hidup masyarakat pedesaan dan kohesi sosial mereka, di mana

petani adalah pemain kuncinya (Limons et. al, 2014).

Dalam konteks kebijakan publik, modal sosial pada intinya menunjuk pada

political will dan penciptaan jaringan-jaringan, kepercayaan, nilai-nilai bersama,

norma-norma, dan kebersamaan yang timbul dari adanya interaksi manusia di

dalam sebuah masyarakat. Modal sosial bukan merupakan produk dari inisiatif

Page 47: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

77

dan kebijakan pemerintah, namun demikian, modal sosial dapat ditingkatkan atau

dihancurkan oleh Negara melalui kebijakan publik (Cox, 1995; Suharto, 2007).

Pemerintah dapat mempengaruhi secara positif kepercayaan, kohesifitas,

alturisme, gotong royong, partisipasi, jaringan, kolaborasi sosial dalam sebuah

komunitas (Suharto, 2007). Di tingkat lokal, modal sosial dapat menjembatani

hubungan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menyebarkan informasi dan

mengimplementasikan program-program pembangunan (Inayah, 2012). Akibat

positif yang dihasilkan adalah pemerintah akan memiliki akuntabilitas yang lebih

kuat sehingga mendorong efektifitas pemerintahan (Hasbullah, 2006). Disamping

itu, Negara melalui sistem pemerintahan yang baik dapat mendorong menguatnya

modal sosial yang mendukung berkembangnya kepercayaan, nilai-nilai, dan

norma yang baik dengan menciptakan situasi yang kondusif dalam mempererat

jaring-jaring sosial di dalam masyarakat dan merangsang tumbuhnya sikap

proaktif masyarakat dalam pembangunan (Inayah, 2012).

2.5.3 Modal Sosial dalam Kelembagaan Lokal Tradisional

Kekeliruan utama dalam pembangunan pertanian adalah masih

termajinalkannya konsep kelembagaan lokal, sebagaimana disampaikan oleh

Fatah (2006) bahwa kurang dilibatkannya organisasi yang sudah ada di tengah

masyarakat pertanian atau pedesaan itu sendiri mengakibatkan pembangunan

pertanian tidak dapat berjalan dengan maksimal. Hal yang sama dinyatakan oleh

Elizabeth dan Iwan (2009) bahwa pembangunan pertanian yang dilaksanakan

selama ini kurang menekankan pada local institution endowment (berbasis pada

kelembagaan lokal) yang telah ada. Kelembagaan petani lebih dianggap sebagai

Page 48: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

78

alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya

memberdayakan dan menguatkan modal sosial masyarakat (Syahyuti, 2007).

Kurang dilibatkannya kelembagaan tradisional lokal karena tidak memiliki

jiwa ekonomi yang memadai (Syahyuti, 2007). Kekeliruan pandangan tersebut

harus dihilangkan dan bahkan sebaliknya segala bentuk ketradisionalan (tradisi,

adat-budaya) desa dan masyarakat harus diberdayakan guna mencapai tujuan

pembangunan pertanian dan pedesaan (Elizabeth, 2007b). Sebagaimana dikatakan

oleh Syahyuti (2007), suatu lembaga umumnya memiliki potensi kolektif yang

berasal dari anggotanya sebagai suatu kesatuan. Ini merupakan tantangan

tersendiri bagi para pelaksana pembangunan pertanian. memahami dan

memanfaatkan secara tepat sifat-sifat komunal dan modal sosial lain akan

memberikan dampak yang diharapkan. Namun selama ini, kelembagaan petani

cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek

belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Kedepan,

agar dapat berperan sebagai aset komunitas masyarakat desa yang partisipatif,

maka pengembangan kelembagaan harus dirancang sebagai upaya untuk

meningkatkan kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri

(Syahyuti, 2007).

Kelembagaan lokal tradisional terkooptasi oleh program pemerintah atau

lenyap karena tidak mampu menahan arus perubahan nilai dan makna sosial baru

sehingga menimbulkan kerusakan pada struktur sosial kemasyarakatan. Dalam

proses alih teknologi patut disediakan suatu ruang penyesuaian bagi teknologi

untuk beradaptasi dengan ekologi kuktural masyarakat setempat. Bila petani

Page 49: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

79

menolak atau tidak mampu mengadopsi teknologi karena tidak sesuai dengan

kebutuhan mereka sehingga menimbulkan kegagalan penetrasi teknologi yang

dilakukan pemerintah dalam nilai komunitas lokal, maka dilakukan kooptasi

kelembagaan (Suradisastra, 2006). Karena selain sebagai suatu pedoman hidup,

sistem nilai budaya juga digunakan sebagai pendorong kelakuan manusia dalam

hidup, bahkan menjadi suatu sistem tata kelakuan yang lebih tinggi dari yang lain,

seperti hukum, adat, aturan sopan santun dan sebagainya. Pada individu yang

sejak kecil diresapi dengan nilai-nilai budaya yang telah berakar, sangat susah

untuk diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu singkat (Sajogyo

dan Pudjiwati, 2002).

Berkaitan dengan hubungan budaya terhadap modal sosial, selain sebagai

suatu pedoman hidup, sistem nilai budaya juga digunakan sebagai pendorong

kelakuan manusia dalam hidup, bahkan menjadi suatu sistem tata kelakuan yang

lebih tinggi dari yang lain, seperti hukum, adat, aturan sopan santun dan

sebagainya. Pada individu yang sejak kecil diresapi dengan nilai-nilai budaya

yang telah berakar, sangat susah untuk diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain

dalam waktu singkat (Sajogyo dan Pudjiwati, 2002).

2.6 Kesejahteraan

Peningkatan pendapatan petani merupakan kunci utama dalam

meningkatkan kesejahteraan petani dengan jalan meningkatkan produktivitas

usaha tani melalui intensitas tanam disertai dengan akses petani ke pasar input dan

output yang efisien (Zakaria, 2009). Setiap orang memiliki keinginan untuk

Page 50: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

80

sejahtera, yaitu suatu keadaan yang serba baik atau suatu kondisi di mana orang-

orang dalam keadaan makmur, sehat, dan damai.

Smith (1776) menyatakan bahwa kesejahteraan itu merupakan

kemampuan individu untuk menikmati dan memenuhi kebutuhan hidupnya

dengan penghasilan yang diperolehnya. Ditambahkan oleh pendapat Mueller

(2014), bahwa penghasilan yang diperoleh harus digunakan untuk konsumsi yang

penting, sehingga mampu memberi manfaat bagi hidupnya. Secara mikro,

kesejahteraan rumah tangga dapat diamati dengan hukum Engel, yang

menyatakan pangsa pengeluaran makanan terhadap pengeluaran rumah tangga

akan semakin berkurang dengan pendapatan yang meningkat. Dalam keadaan

harga barang dan selera masyarakat tetap maka peningkatan pendapatan

menunjukkan peningkatan kesejahteraan (Nicholson, 2002).

Mankiw (2007) menjelaskan kesejahteraan sebagai suatu keadaan dimana

telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia sesuai dengan standar kualitas hidup

manusia seperti sandang kesehatan, rumah, pendidikan, pendapatan, manfaat

sosial atau spiritual. Lebih lanjut Stiglitz, et.al. (2011), membagi kesejahteraan

dalam beberapa dimensi yang meliputi standar hidup material (pendapatan,

konsumsi dan kekayaan), kesehatan, pendidikan, aktivitas individu termasuk

bekerja, suara politik dan tata pemerintahan, hubungan dan kekerabatan sosial,

lingkungan hidup (kondisi masa kini dan masa depan), ketidakamanan baik yang

bersifat ekonomi maupun fisik. Semua dimensi ini menunjukkan kualitas hidup

masyarakat dan mengukurnya diperlukan data obyektif dan subyektif.

Page 51: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

81

Peningkatan kualitas hidup manusia menunjukkan peningkatan kesejahteraan

(Bronsteen et al., 2009)

Terkait dengan pengukuran tingkat kesejahteraan, Meyer dan Sullivan

(2002) serta Grimes dan Hyland (2015) menyatakan bahwa secara konseptual dan

ekonomi, data konsumsi lebih tepat digunakan mengukur kesejahteraan

dibandingkan dengan data pendapatan, karena konsumsi merupakan pengukuran

yang lebih langsung dari kesejahteraan. Hal yang sama dinyatakan oleh Badan

Pusat Statistik (BPS), indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat

kesejahteraan adalah kriteria yang didasarkan pada pengeluaran konsumsi rumah

tangga, baik pangan maupun non pangan (pendekatan kemiskinan).

Menurut Stiglitz, et.al. (2011), dalam mengukur kesejahteraan yang harus

diperhitungkan adalah standar hidup materiil (pendapatan, konsumsi, dan

kekayaan); tingkat kesehatan; tingkat pendidikan; aktivitas termasuk bekerja; hak

politik dan keadilan serta kebebasan; hubungan sosial; lingkungan hidup; dan

ketidakamanan baik yang bersifat ekonomi maupun fisik. Lebih lanjut Stiglitz, et

al. (2011), mengatakan bahwa kesejahteraan subyektif mencakup berbagai aspek

berbeda (atas hidupnya, kebahagiannya, kepuasannya, emosi positif).

Pengukuran kuantitatif atas aspek-aspek subyektif berpeluang

menghasilkan bukan hanya ukuran kualitas hidup yang baik, melainkan juga

pemahaman yang lebih baik atas determinan-determinannya jauh melampaui

persoalan pendapatan masyarakat dan kondisi materialnya. Semua dimensi

tersebut menunjukkan kualitas hidup manusia dan untuk mengukurnya diperlukan

Page 52: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

82

data obyektif sebagai indikator kesejahteraan seperti Indeks Pembangunan

Manusia (IPM).

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat

kesejahteraan mengacu pada kriteria yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik

(BPS), yaitu tingkat pendapatan, tingkat kesehatan, dan tingkat pendidikan

sehingga mampu meningkatkan IPM masyarakat. Hubungan ketiga dimensi ini

saling mempengaruhi yaitu dengan peningkatan pendapatan dapat meningkatkan

tingkat pendidikan keluarga dan meningkatkan tingkat kesehatan keluarga. IPM

telah menjadi sebuah indikator yang diadopsi oleh negara-negara di dunia sebagai

salah satu pencapaian pembangunan manusia (BPS Bali, 2011).

Berkaitan dengan tingkat kesejahteraan petani, Sudana et.al (2007) serta

Sadikin dan Subagyono (2008) menganalisis dengan lima kriteria indikator, yaitu

perkembangan struktur pendapatan (on farm, off farm, non farm), struktur

pengeluaran/konsumsi, tingkat ketahanan pangan keluarga, daya beli rumah

tangga, dan perkembangan nilai tukar petani. Berdasarkan berbagai kriteria untuk

mengukur tingkat kesejahteraan di atas, maka dalam penelitian ini pengukuran

terhadap kesejahteraan masyarakat digunakan indikator kesejahteraan berdasarkan

indikator Badan Pusat Statistik yaitu tingkat pendapatan, tingkat kesehatan,

tingkat pendidikan, dan hubungan sosial, dengan mengadopsi kriteria yang

dikemukakan oleh Stiglitz, et.al. (2011), Sudana et.al. (2007), serta Sadikin dan

Subagyono (2008).

Sukirno (1999) mengatakan bahwa dalam meningkatkan produktivitas dan

menambah tingkat kesejahteraan petani, sebagaimana tujuan dari program yang

Page 53: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

83

dicanangkan pemerintah, dipengaruhi oleh: 1) kemajuan teknologi; 2) kepandaian

dan ketrampilan; serta 3) perbaikan dalam organisasi dan masyarakat. Bartelsman

dan Doms (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa penggunaan teknologi,

keterampilan pekerja, dan teknik manajemen berkorelasi tinggi dan berpengaruh

terhadap peningkatan kinerja yang berujung pada peningkatan pendapatan tenaga

kerja dan kesejahteraannya.

Khan dan Luintel (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor

utama yang mempengaruhi produktivitas dalam meningkatkan kesejahteraan

adalah pengetahuan dan modal manusia. Olawuyi dan Oladele (2012) mengatakan

bahwa karakteristik sosio ekonomi seperti umur dan jumlah anggota rumah tangga

berpengaruh signifikan terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani.

Selain dipengaruhi oleh lingkungan dan suasana kerja (Fisk, 2000),

peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dipengaruhi pula

oleh teknologi informasi (Jorgenson et.al, 2007). Miller dan Meiners (1994)

mengatakan bahwa produktivitas yang berujung pada diperolehnya lebih banyak

kesempatan kerja, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan tenaga kerja

sangat tergantung dari pendidikan dan pelatihan yang lebih intensif, pengalaman,

dan kemauan dalam mencurahkan lebih banyak waktu dan energi untuk mengasah

keahlian dan pengetahuannya di bidang kerjanya.

Adepoju dan Oni (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa umur,

jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan jumlah anggota rumah tangga

berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan. Mahananto et.al. (2009)

menunjukkan bahwa, secara simultan faktor-faktor luas lahan garapan, jumlah

Page 54: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

84

tenaga kerja efektif, jumlah pupuk, jumlah pestisida, pengalaman petani dalam

berusahatani, jarak rumah petani dengan lahan garapan, dan sistem irigasi

berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produksi padi sawah sehingga

berpengaruh terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani. Jarak lahan garapan

dengan rumah petani menunjukkan hubungan yang negatif, semakin jauh jarak

lahan garapan dengan rumah petani mengakibatkan terjadinya penurunan

produksi. Ruswendi (2011) mengatakan bahwa aksesibilitas lokasi usaha ternak

ke jalan raya dengan jarak ± 1 km dengan keragaman masih kurang dari 6 km

dianggap masih cukup kondusif, sehingga memudahkan pengangkutan input dan

output hasil usaha tani/usaha ternak. Aksesibilitas lokasi yang cukup dekat ini bisa

menekan pengeluaran biaya pengangkutan sehingga akan dapat meningkatkan

efisiensi biaya dan meningkatkan pendapatan.

Kerjasama dalam usaha tani dengan membentuk kelompok tani dapat

meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja bagi petani sehingga mampu

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Yusdja, et.al., 2004).

Kesempatan kerja mempengaruhi pendapatan dikuatkan oleh penelitian yang

dilakukan Mahananto et.al. (2009) bahwa jumlah tenaga kerja, pengalaman petani

dalam berusahatani berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produksi padi

sawah sehingga berpengaruh terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani.

Dengan pengalaman dan pengetahuan yang lebih maka memudahkan untuk

memperoleh kesempatan bekerja.

Syaukani et.al. (2002) menyatakan bahwa penciptaan lapangan kerja yang

tinggi akan berdampak pada peningkatan pendapatan sehingga daya beli

Page 55: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

85

masyarakat semakin meningkat. Tambahan pekerjaan pada kegiatan off-farm atau

non-farm sangat signifikan menambah pendapatan petani. Petani tidak hanya

melaksanakan usaha tani saja, ketika menunggu hasil panen dapat melakukan

kegiatan off-farm untuk menambah penghasilannya (Mbaye dan Moustier, 2000;

Potutan et.al., 2000; Jette-Nantel et.al., 2011).

Terkait dengan faktor budaya, Soetomo (2008) yang mengatakan bahwa

dilihat pada saat proses perubahan menuju kondisi yang lebih baik dan lebih

sejahtera, maka masalah sosial dapat berposisi sebagai hambatan yang dialami

dalam proses tersebut. Petani juga cenderung memiliki pola pikir yang telah

menjadi budaya dalam bertani yaitu petani berusaha menghindari kegagalan, dan

bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan cara berani mengambil

resiko. Dalam memilih jenis bibit dan cara-cara bertanam mereka lebih suka

meminimumkan kemungkinan terjadinya suatu bencana daripada

memaksimumkan penghasilan rata-ratanya (Damsar, 2002).

2.7 Penelitian Terdahulu

Pengalaman BPTP Bali dalam pendampingan model pertanian terintegrasi

khususnya dalam Prima Tani, mampu memberikan dampak ekonomi secara

signifikan. Di Desa Sepang Buleleng yang menjadi inspirasi lahirnya program

Simantri, dengan pola integrasi kopi-kambing, pendapatan awal petani

Rp 5.721.700 tahun 2005, meningkat menjadi Rp 14.189.200 tahun 2008 atau

meningkat 148 persen (Guntoro et al., 2009). Demikian juga pada kawasan lahan

marjinal di Desa Sanggalangit Buleleng, dengan pola integrasi

jagung/hortikultura-sapi yang didukung irigasi embung, dapat meningkatkan

Page 56: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

86

pendapatan dari Rp 4.094.000 tahun 2005 menjadi Rp 9.696.300 tahun 2008,

meningkat 136,84 persen (Adijaya et al., 2009). Hasil studi serupa dilaporkan

oleh Tim Anjak Badan Libang Pertanian tahun 2005 di Bali, bahwa usahatani

padi-sapi yang dikelola secara parsial memberi keuntungan total Rp 3.492.000

sedangkan yang dikelola secara terpadu (integrasi) sebesar Rp 4.430.000 per

musim, sehingga ada peningkatan pendapatan 29,29 persen.

Penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2013) terhadap efektivitas

penerapan Simantri dan pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan petani di

Provinsi Bali menemukan bahwa efektivitas penerapan Simantri berpengaruh

positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan petani. Selain itu, faktor

kualitas SDM petani juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan

program Simantri. Variabel yang paling berpengaruh terhadap peningkatan

pendapatan petani adalah penerapan usaha pengolahan limbah ternak sapi.

Hasil Penelitian Wibawa dan Yasa (2013) terhadap program Simantri di

Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan menunjukkan bahwa

hasil analisis terhadap program Simantri berdampak positif dan signifikan

terhadap pendapatan dan kesempatan kerja rumah tangga petani. Pendapatan

sebelum ada program Simantri rata-rata Rp 0,606 juta per bulan dan sesudah ada

program Simantri menjadi Rp 1,542 juta per bulan. Hasil analisis terhadap

kesempatan kerja menunjukkan bahwa program Simantri juga berdampak positif

dan signifikan terhadap kesempatan kerja rumah tangga petani dilihat dari jam

kerja pada saat sebelum dan sesudah adanya program Simantri, dari 5,222 jam per

hari menjadi 9,827 jam per hari.

Page 57: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

87

Anugerah et.al (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

pelaksanaan pola integrasi tanaman ternak di lokasi Simantri telah memberikan

dampak pada tumbuhnya kegiatan usaha kelompok, lapangan kerja, pemenuhan

kebutuhan pangan, pakan, pupuk dan pestisida organik serta biogas ditingkat

kelompok maupun untuk tujuan komersial melalui dukungan kebijakan setempat.

Hal yang hampir sama ditemukan oleh Arnawa et.al (2015) dalam penelitiannya

terhadap program Simantri di kabupaten Bangli, pelaksanaanya sudah efektif

ditunjukkan dengan dukungan sosial dan ekonomi terhadap usaha pengembangan

Simantri yang sangat kuat. Adapun faktor utama yang mempengaruhi efektivitas

penyelenggaraan program Simantri adalah umur, jumlah anggota keluarga, dan

tingkat pendidikan petani.

Dari segi kebijakan, peran pimpinan daerah dalam hal ini Gubernur,

sebagai pengambil keputusan dalam proses perencanaan sampai ditetapkannya

kebijakan pembangunan sektor pertanian daerah (Simantri) melalui proses

komunikasi politik dan proses pengambilan keputusan program, menjadi kunci

bagaimana akselerasi dan implementasi program pembangunan pertanian di

daerah dijalankan dan berkelanjutan (Anugrah, 2015). Penelitian yang dilakukan

Sudita (2016) terhadap evaluasi pemberian ransum dan pemenuhan nutrien untuk

sapi yang mempengaruhi tingkat keberhasilan program Simantri dengan

melakukan perbandingan terhadap ketinggian lokasi Simantri menemukan bahwa

tidak terdapat perbedaan keragaman hijauan dalam ransum yang diberikan untuk

sapi Bali Induk pada kelompok program Simantri pada tingkat ketinggian

berbeda.

Page 58: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian...pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan

88

Penelitian yang dilakukan oleh Suardi (2015) mengenai strategi

komunikasi dalam program Simantri dalam meningkatkan capaian keberhasilan

program Simantri terhadap 100 kelompok yang menerima program Simantri tahun

2012, menyimpulkan bahwa proses komunikasi program Simantri masih belum

berjalan dengan baik, sehingga capaian keberhasilan program Simantri belum

sesuai dengan yang ditargetkan. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan terkait

dengan pertanian integrasi dan Simantri, lebih banyak dilakukan terhadap aspek

teknis pada pelaksanaan di tingkat petani, kelompok tani dan gapoktan. Penelitian

yang terkait dengan peran pemerintah daerah dan segi kelembagaan terutama

modal sosial sampai saat ini belum dilakukan secara spesifik. Oleh karena itu,

penelitian ini akan melakukan analisis terhadap peran pemerintah dan modal

sosial petani anggota gapoktan Simantri, bagaimana pengaruhnya terhadap

keberhasilan Simantri dalam meningkatkan pendapatan petani.