Tentang Suku Dayak Simpakng

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dayak Simpakng description. Ketapang Regency.

Citation preview

Tentang Suku Dayak SimpakngDayak Simpakngatau seringkali disebut dengan istilahDayak Simpangsaja, terutama orang luar yang tidak terbiasa melafalkan bunyi konsonan Dayak Simpakng atau seringkali disebut dengan istilah Dayak Simpang saja, terutama orang luar yang tidak terbiasa melafalkan bunyi konsonan sebelum nasal (huruf k sebelum ng), adalah salah satu subsuku Dayak yang umumnya bermukim di Kecamatan Simpang Hulu dan Simpang Dua,Kabupaten Ketapang. Sebagian kecil mereka juga terdapat perbatasan wilayah Kabupaten Ketapang-Sanggau, tepatnya di sepanjang daerah aliran Sungai Banjur, Semandang, Baram, dan Kualatn.Istilah Simpakng sesungguhnya adalah nama sungai yang terdapat di Kecamatan Teluk Melanau yang jaraknya kurang lebih 70 kilometer dari tempat tinggal orang Simpakng. Namun berdasarkan asal-usul sejarah mereka pernah hidup di daerah aliran sungai tersebut, sehingga mereka menyebut dirinya Orang Simpakng atau Banua Simpakng. Dalam wilayah adat Banua Simpakng sebagai nama kolektif bagi kelompok masyarakat yang bermukim di sepanjang Sungai Banjur, Semanakng, Baram, dan Kualatn. Dalam Banua Simpakng, setiap DAS di atas cenderung memiliki bahasa tersendiri yang sebenarnya hanya memiliki perbedaan sedikit saja, seperti langgam, intonasi, maupun kosa-kata tertentu. Oleh karena itu di wilayah ini sudah menjadi hal yang lumrah bilamana kelompok masyarakat yang tinggal di DAS Banyur misalnya cenderung menyebut dirinya orang Banyur.Demikian pula yang bermukim di sepanjang Sungai Semandang menyebut diri orang Semandang atau Semanakng, dan seterusnya. Namun demikian hal yang prinsip sebagai faktor pembeda ini juga terkait pada pembagian wilayah adat29 pada masa lalu, orang Dayak Simpakng yang berada dalam wilayah adat kesatuan wilayah adat Banua Simpakng, pada zaman dahulu terbagi dalam empat wilayah adat, yakni sebagai berikut.1. Wilayah adat Sajan atau biasa juga di sebut Saje, yang meliputi Kampung Pauh Cuncong (sekarang disebut Baram), Tanjung Maju, Deraman, dan Balai Semandang.2. Wilayah adat Komi, yang meliputi Kampung Sungai Mara, Kenanga, dan Sie Nibung.3. Wilayah adat Kukot yang meliputi Kampung Pergung, Kesio, Pantong, dan Setutuh.4. Wilayah adat Sapo yang meliputi Kampung Legong, Taga, dan Muara Kasai.Pengalaman menelusuri asal-usul subsuku Dayak Simpakng oleh berbagai peneliti yang pernah meneliti suku ini seperti yang dilakukanInstitut Dayakologidalam tiga periode (1995, 1998, 2001) setidaknya membantu untuk menjelaskan hubungan subsuku Dayak Simpakng dengan kelompok Bidayuhik yang umumnya terdapat diKabupaten Sanggau.Dalam temuan cerita yang digali, umumnya menyatakan bahwa kelompok ini berasal dari Tanah Tamba Rawang di Sukadana yang dipimpin oleh Mangku Lurah. Menurut legenda yang warisi masyarakat Subsuku Dayak Simpakng sampai saat ini, dikisahkan bahwa asal-usul Dayak Simpakng berasal atau keturunan Dayakng Putung (versi Melayu Ketapang dikenal dengan nama Putri Junjung Buih30 yang menurut kepercayaan orang Dayak Krio, dia adalah Putri Raja Ulu Ai yang pernah berdaulat di hulu Sungai Krio.Dayakng Putung yang merupakan orang Dayak ini diceritakan saat bayi dihanyutkan dalam peti oleh Raja Ulu Ai. Namun selama dihanyutkan di sungai ditemukan oleh seorang kakek. Kakek tersebut merawatnya hingga ia menjadi gadis yang paling cantik sejagat Tanah Kayong. Kecantikannya inilah yang memikat seorang Putra Raja Kerajaan Maja Pahit yang bernama Prabu Jaya yang pernah berdaulat di Sukadana sebagai pusat Kerajaan Tanjungpura yang sebelumnya di Kuala Kandang Kerbau. Menurut Djuweng (2003:2) alasan Dayak Simpakng bermigrasi secara besar-besaran selain pertimbangan keamanan dan potensi alam di daerah Banua Simpakng, juga dikarenakan perubahan suhu politik di lingkungan Kerajaan Sukadana, yaitu mulai adanya penyebaran agama Islam.Islamisasi dilakukan oleh pedagang Melayu dari Riau dan Melaka terhadap suku Dayak pada zaman itu. Revolusi ini mereka sebut dengan istilah lanun karena selain melakukan penaklukan dan pemaksaan masuk agama Islam, juga merampas harta-harta mereka. Perpindahan fase kedua adalah pemaksaan membayar pajakblestingatas kerjasama Kerajaan Tanjungpura dengan Kompeni Belanda.Tanah Simpakng yang sekarang disebut Banua Simpakng jauh sebelumnya diceritakan tidak pernah terlintas dalam bayangan mereka menjadi pelabuh an terakhir untuk menuju sebuah kehidupan orang Simpakng yang lebih berdaulat dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Wilayah ini ditemukan berawal dari kisah perburuan Mangku Lurah bersama sembilan rakyatnya ketika mengejar buruan seekor babi besar yang cukup aneh. Keanehan itu terlihat pada kepalanya yang ditumbuhi serumpun bambu temiang dan serumpun rotan sega (istilah lokalnya sigih saropun ngan temiang saropun).Kehidupan yang serba sulit, makanan susah dicari, wabah penyakit merenggut nyawa hampir terjadi setiap hari. Hal ini memicu semangat Mangku Lurah sebagai pemimpin suku Simpakng agar dapat memberi makan lauk pada rakyatnya. Babi yang aneh tadi dikejar hingga ke mana pun ia berlari. Masuk hutan, menyeberangi sungai, dan bahkan menelusuri hulu-hulu sungai yang masih berhutan lebat. Lama mereka melakukan perburuan tanpa mengenal lelah, tibalah mereka pada satu tempat yang binatang buruannya masih banyak, sungainya jernih yang didalamnya terdapat berbagai jenis ikan yang kepalanya sudah berlumut karena tidak pernah diambil orang, meskipun tidak jauh dari tempat itu sudah ada sekelompok manusia yang dikenali dengan sebutan orangJoka'.Melihat tempat itu sangat menjanjikan bagi kehidupan. Mangku Lurah menghentikan perburuannya. Ia pulang bersama sembilan orang rakyatnya. Dalam hatinya ia akan membawa seluruh rakyatnya pindah ke tempat tadi. Setibanya di Tamba Rawang, diceritakanlah peristiwa yang mereka alami. Secara spontan rakyatnya menyetujui ajakan Mangku Lurah untuk bermukim di kawasan yang menjanjikan tadi. Diceritakan rute migrasi mereka ini melalui Sungai Semandang yang saat itu masih dapat dilalui dengan perahu besar.Lama menempuh perjalanan panjang, mereka singgah di kawasan hutan yang dirasakan cukup aman dari kejaran lanun. Nama tempat itu kemudian dinamai Pauh Cuncong. Setelah kelompok ini lama bermukim di Kampung Pauh Cuncong dan beranak pinak serta berdaulat, seluruh kawasan ini dinamai Tanah Banua Simpakng. Pada zaman itu terbentuklah sebuah kehidupan yang cukup menetap dan memiliki wilayah adat yang dibagi dalam empat kelompok sub-subsuku, yaitu Komi, Sajan/Saje, Kukot, dan Sapo. Namun demikian pembagian tersebut sudah tidak ada lagi, sebab jika dilihat dari asal-usul penyebaran keempat kelompok suku Dayak ini sebenarnya bersumber pada satu wilayah hunian yaitu Pauh Cuncong (sekarang hanya tinggal Tembawang).Konon menurut ceritanya, Pauh Concong yang menjadi pusat pemukiman subsuku Dayak Simpakng ini semakin lama penduduknya sangat padat yang terdiri dari empat buah rumbatn (istilah lokal untuk rumah betang). Masingmasing satu rumbatn terdiri dari kurang lebih 30 lawakng/pintu. Meskipun padat, mereka hidup harmonis. Namun, keharmonisan ini akhirnya terusik juga dengan datangnya penjajahan Belanda yang memberlakukan pajak blesting. Sejak itulah anggota masyarakat menjadi terpecah belah dengan alasan belakau32 untuk menghindari pajak tersebut.Penyebaran kelompok pertama adalah ke Nanga Baram yang sekarang menetap di Baram. Kelompok selanjutnya menyebar di Deraman. Dari Deraman ada yang menetap dan ada juga yang menyebar ke Sei Tontang. Pada dekade selanjutnya dari Pauh Concong menyebar di Paser, dan ada juga membuat pemukiman baru di Tolus, Ke Lipur. Sedang kelompok lainnya menyebar ke Piling. Merasa belum aman di Piling, lalu pindah lagi di Mua (sekarang masih ada penduduknya). Dari Mua pindah lagi di Belante dari Belate pindah lagi di Tanjung Maja (tahun 1960). Selanjutnya dari Tanjung Maja pindah lagi ke Tanjung Maju (tahun 1970) hingga sekarang. Mereka ini menamakan dirinya sebagai Dayak Sajan.Legenda di atas sebenarnya masih menimbulkan kontroversi, terutama di kalangan masyarakat Dayak. Bagi masyarakat suku tersebut tidak ada indikator atau tanda-tanda yang dapat dibuktikan (terutama dalam pranata), bahwa suku Dayak di Kecamatan Simpang Hulu keturunan Jawa. Meskipun budaya Jawa telah berintegrasi dengan budaya subsuku Dayak Simpakng terlihat jelas pada upacara adat perkawinan. Namun bukti-bukti bahwa kelompok masyarakat suku ini pernah bermukim lama di Sukadana di antara orang Melayu dan suku-suku lain yang umumnya beragama muslim sangat jelas sampai saat ini. Misalnya subsuku Dayak masih meyakini yang juga diakui oleh suku-suku Melayu yang bermukin di Sukadana dan sekitarnya bahwa mereka memiliki tembawang durian33 dan juga sebuah gua keramat yang dikenal dengan istilah Gua Nek Takun. Di masyarakatnya sendiri masih terdapat berbagai versi cerita bahwa subsuku ini dulunya bermukim di SukadanaTradisi Dayak Simpakng yang hidup dan masih berkembang sampai saat ini tidak lain adalah warisan nenek moyang mereka ratusan tahun silam. Subsuku ini memiliki tradisi mulai dari kelahiran hingga kematian yang biasanya diwujudkan dalam upacara-upacara adat. Jenis tradisi Dayak Simpakng antara lain adalah cerita main rindikng, yaitu tradisi lisan yang dituturkan dalam bentuk nyanyian atau dilagukan yang biasanya dipersembahkan dalam situasi tertentu. Misalnya pada saat upacara adat kematian, perkawinan tergantung pada konteksnya. Tradisi lisan yang termasuk dalam jenistradisi rindikngini adalah pantutn, kaseben/sansangan, rayah, boretn (dinyanyikan pada saat pengobatan), domamakng bulan (pada saat pernikahan), domong dabokng (nyanyian membuka tuak), damamakng laban, dan maing antdu (nyanyian duka saat kematian).Dari aspek kebahasaan, bahasa yang dituturkan oleh orang Simpakng yang bermukim di Sungai Kualatn, Semanakng, dan Banjur memperlihatkan perbedaan langgam atau logat saja. Akan tetapi terdapat perbedaan yang cukup signifikan dengan kelompok masyarakat yang bermukim di aliran Sungai Baram. Pembagian empat kelompok Dayak Simpakng berdasarkan wilayah adat ini sebagaimana diuraikan di atas, pada saat itu ternyata tidaklah dilakukan secara serampangan, karena juga didasarkan pada aspek karakteristik bahasa yang dituturkan.Oleh karena itu, pada subsuku Dayak Simpakng dibedakan dalam empat kelompok yaitu bahasa Kualatn, Banyur, Semanakng, dan Sajeatau dikenali juga dengan bahasa Baram, meskipun keempat kelompok ini ditinjau dari asepek kebahasaan masih memiliki hubungan yang sangat dekat. Dalam hal ini ketiga penutur dialek ini tidak mengalami kesulitan sama sekali saat berkomunikasi, meskipun di antara ketiganya dapat membedakan atau mengenali lawan bicaranya. Manakala dialek Sajan atau Baram memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti, dimana bunyi konsonan pranasal khususnya:[-tn, -kng, -pm] pada suku akhir kata berkonotasi dengan konsonan hentian glottis [~?].Namun demikian tidak semua kampung wilayah penyebaran yang klasifikasikan berdasarkan wilayah adat di atas memperlihatkan perbedaan yang signifikan, tetapi hanya dijumpai pada dua kampung, yaitu Kampung Baram dan Tanjung Maju saja. Karena Kampung Deraman dan Semandang dapat diklasifikasikan dalam dialek Semanakng. Berdasarkan pembagian wilayah dan ciri bahasa yang dituturkan maka subsuku Dayak Simpakng ini dibedakan dalam empat bahasa yaitu:1. Banyur2. Kualatn3. Sajandan4. Semanakng

Struktur SosialMenurut Bels, Hoijer & Bels, Struktur sosial adalah seperangkat posisi atau status tertentu yang diduduki oleh anggota atau sejumlah anggota masyarakat. Posisi atau status itu menentukan pola tingkah laku antar individu atau antar individu dengan masyarakatnya.Secara umum, struktur suku Dayak Simpakng tergolong egaliterian, tidak mengenal adanya tingkatan atau strata sosial seperti yang terdapat pada masyarakat yang mengenal golongan bangsawan dan rakyat jelata.

Sistem KekerabatanPada masyarakat Simpakng, Sistem kekerabatan (pureh) memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Pureh ini akan menentukan cara penyapaan antar individu, perkawinan, pewarisan, hak milik, dan hubungan-hubungan sosial lainnya.Sistem kekerabatan orang Simpakng memiliki kencenderungan penggabungan patrilinial dan matrilinial yang lebih condong ke matrilinial. Ciri utama yang terlihat misalnya, orang Simpakng menunjuk anak perempuan sebagai ahli warisnya. Pelantikan ahli waris ditandai dengan penyerahan Abuh (abu) dapur, sebagai lambang diteruskannya sebuah generasi. Penerima Abuh yang biasanya anak perempuan itu disebut pokok anar jangkgar gamalong (ahli waris, pengganti orang tua). Penyerahan dilakukan dalam upacara adat dan disaksikan oleh orang ramai, menjelang usainya pesta perkawinan anak perempuan yang bersangkutan.Suami perempuan ahli waris keluarga isterinya, dengan demikian ikut isterinya. Dalam budaya Simpakng, anak lelaki dilukiskan sebagai ular melancjar burokng tarobakng (orang yang akan keluar dari keluarga, karena mengikuti isterinya atau karena merantau). Hal ini tidak berlaku bagi anak lelaki tunggal.Kepada ahli waris diserahkan seluruh harta benda dan hak milik keturunan keluarga yang bersangkutan. Orang Simpakng biasanya menghitung sampai 12 generasi ke belakang.

PerkawinanPerkawinan adalah institusi yang maha penting. Sebuah perkawinan akan menentukan kekerabatan dan hubungan-hubungan sosial. Perkawinan harus dilakukan antara orang-orang sederajat menurut garis keturunan (pureh).Perkawinan yang tidak sederajat adalah perkawinan yang sumbang, dan oleh karena itu dilarang secara adat. Pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenakan sanksi adat.

Hukum AdatDayak Simpakng mempunyai beberapa subsuku, seperti Dayak Samanakng. Masing-maisng subsuku mempunyai hukum adat yang agak berbeda. Sebagai contoh, berikut ini adalah hukum adat Pamaragakng Dayak Samanakng.Dayak Samanakng merupakan sub suku Dayak Simpakng mereka bermukim di sepanjang aliran sungai Semandang dan sekitarnya. Sungai Semandang bersumber dari mata air gunung Lubang Kijang memanjang hingga muara sungai Banjur, sejak dahulu banyak memberikan arti penting bagi kehidupan mereka.Karena nama sungai ini lah kemudian mereka menyebut dirinya orang semanakng atau samanakng.Orang semanakng bermukim di Kampung Balai Semandang,Pantong,Pasir,Tolus,Kuala Randau,Legong,Kenanga,Deraman,Sei Nibung,Pergong,dan Setutuh dan kampong-kampung sekitarnya.Bagi Masyarakat Dayak Samanakng yang bermukim di Kecamatan Simpang Hulu,Kabupaten Ketapang,Kalimantan Barat. Hukum adat memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari mereka.Mulai dari adat kelahiran sampai dengan kematian masih lekat dan tetap dipelihara. Salah satu adat yang mengatur hubungan antar kehidupan sehari-hari terutama untuk perkara yang berhubungan dengan pergaulan antara pria dan wanita dikenal dengan hukum adat Pamaragakng.Kalau diartikan dengan bahasa Indonesia Pamaragakng berarti terlanjur atau menelanjurkan.Lalu seperti apa saja perbuatan yang dikategorikan bisa dikenai hukuman adat ini? Jika seorang pria ditemukan sedang berada dikamar wanita atau sebaliknya atau bisa juga pakaian mereka yang ditemukan. Maka perbuatan tersebut sudah bersalah atau salah basa. Dan mereka ditanyakan mau menikah atau tidak,kalau kedua nya sepakat menikah maka akan dinikahkan tapi ternyata baik pria maupun wanita nya bergeming untuk tidak mau menikah maka mereka harus membayar denda adat sebesar 4 real di tambah olas 2 real.Peristiwa lain misanya jika seorang wanita kedapatan ditemukan ditempat tidur si pria ataupun pakaiannya berada di tempat pria baik siang maupun malam mereka itu dipersalahkan. Mereka ini dikenai adat pamaragakng dayokng. Sanksi nya jika si wanita tidak mau menikah maka dikenai hukum adat pamaragakng dayokng 8 real dan olas 4 real. Tapi jika si pria yang tidak mau maka di kenai hukum adat pamaragakng 4 real ditambah olas 2 realDalam perkara hubungan itu ternyata garis keturunan si pria lebih tinggi dari wanita atau garis keturunan wanita lebih tinggi dari pria dan sumbang (Incest) si pria maupun wanitanya sama-sama tidak mau dinikahkan. Dikenai hukum adat 8 real ditambah olas 2 real.Dalam aturan adat Dayak Samanakg denda adat itu diberi nama real yang artinya nilai satuan barang yang dipergunakan untuk membayar denda adat itu.Satu real sama dengan 1 buah piring porselin.Sedangkan Olas berarti biaya perkara yang diberikan kepada orang yang mengurus suatu perkara dalam hal ini biasanya kepala adat.Jika denda adatnya 4 real dan olas 2 real,berarti orang yang dikenai denda adat itu harus menyediakan 6 buah piring porselin.Aturan adat tersebut berlaku turun temurun,meskipun tidak tertulis tapi tetap dipatuhi oleh masyarakat untuk mengatur hubungan manusia satu dengan yang lainnya, selain itu juga agar mansusia tidak seenaknya saja melakukan perbuatan yang tercela.Sampai sekarang aturan adat ini sudah mulai luntur hal ini dikarenakan masyarakat sudah mengalami pergeseran.Pengaruh teknologi informasi dan terbukanya akses ke wilayah ini menjadikan setiap pergaulan terkesan sudah Lumrah bagi sebagian kecil kalangan masyarakat.Namun masih banyak masyarakat yang kuat memegang teguh dan tidak berani melanggarnya.

Struktur PemukimanPada masa lalu, orang Simpakng tinggal di rumah-rumah panjang. Rumah panjang terdiri dari dua bagian utama yakni yang terbuka dan tertutup. Bagian yang terbuka disebut soah. Bagian ini dipergunakan untuk berbagai kegiatan kesehariaan para penghuninya. Sedangkan bagian yang tertutup disebut rumah atau bilek atau lawang.Bagian rumah terdiri dari tiga tingkatan. Tingkatan pertama di dekat pintu masuk disebut pacintatn. Di situ terletak dapur dan peralatan masakmemasak. Tingkatan kedua disebut sidok. Makanan dihidangkan di situ. Selebihnya ia berfungsi sebagai ruangan duduk keluarga. Bagian akhir, adalah tonyu, tempat tidur. Di sisi bagian atas, terletak paleper, tempat untuk menyimpan harta benda.Tiap-tiap lawang atau bilek biasanya dihuni satu keluarga, yang adalah basis terkecil dari komunitas sosial masyarakat Dayak Simpakng. Meskipun famili-famili itu membentuk satu-kesatuan sebagai masyarakat rumah panjang, namun mereka tetap memiliki kebebasan secara individu. Tidak ada kelas-kelas atau klan dalam masyarakat suku Dayak Simpakng. Namun demikian, bukan berarti tidak ada seorang pemimpin. Kepala sebuah rumah panjang, biasanya adalah Domong.

Organisasi SosialTerdapat tiga kelompok Dayak Simpakng: kelompok masyarakat, yakni kelompok masyarakat di kawasan sepanjang Sungai Kualan, kelompok masyarakat di kawasan Sungai Semandang, dan kelompok masyarakat di kawasan Sungai Banjur. Secara politis, kelompok-kelompok ini disebut umakng desa samilan domong sapuluh (kawasan desa Sembilan domong sepuluh).Sejalan dengan itu, terdapat seorang pemimpin adat yang secara adat berkuasa atas ketiga kawasan itu. Nama jabatannya adalah Rangkaya. Rangkaya berkedudukan di Kualan, dan hanya orang dari kawasan Kualan yang boleh menduduki jabatan itu. Selain berkuasa di Kualan, Rangkaya juga berkuasa di Semandang dan Banjur. Untuk kawasan Semandang, jabatan penguasa adatnya yang tertinggi adalah Kanuroh. Selain berkuasa di Semandang, Kanuroh juga memiliki pengaruh adat di kawasan Banjur. Sedangkan untuk kawasan Banyor (Banjur) penguasa adat tertinggi adalah Patingi. Untuk kawasan Banjur, Patingi berkedudukan di Bukang-Selantak. Kekuasaannya meliputi Bukang Kemingtding, Banyor Karab, Gore Mantdok, Kampbar Sabomatn dan Baya Kamora.Dari kacamata adat, masyarakat yang bermukim di daerah Bukang Kamintding dan Banjur-Karab disebut sebagai dinikng-panyaramek (dinding dan papiliyun), daerah Gore Mantdok Kamphar Sabomatn disebut toding bekal (bekal) sedangkan di daerah Baya Kamora disebut pinang sireh (pinang sirih).

Tradisi Lisan Dayak SimpakngJenis-jenis tradisi lisan menurut istilah lokal (local terminology) yang hidup dan berkembang pada suku Dayak Simpakng adalah sebagai berikut:1. Maing Rintding: Maing Rintding adalah tradisi lisan yang dituturkan dalam bentuk nyanyian atau lagu-lagu rakyat. beberapa tradisi lisan yang masuk dalam bagian ini yaitu:1. Pantdun (Pantun)2. Kaseben; kaseben adalah lagu rakyat yang dituturkan dalam bahasa sastra (bahasa tinggi) atau bahasa dalam.3. Rayah; rayah adalah tradisi lisan berupa nyanyian suci yang pada umumnya ditampilkan pada waktu upacara baboretn,yaitu upacara pengobatan yang dilakukan oleh boretn (tabib).rayah ini terdiri dari beberapa bentuk yaitu:1. Rayah Boretn2. Rayah Damamakng Bulan; yaitu tradisi lisan berupa lagu yang dinyanyikan sehubungan dengan upacara pernikahan3. Rayah Domong Dabongk; rayah ini merupakan rayah yang dilakukan setelah Rayah Damamakng Bulan selesai.4. Rayah Damamakng Laban; adalah tradisi lisan berupa lagu yang dinyanyikan sehubungan dengan upacara perkawinan, manakala kedua pasangan itu tidak boleh menikah menurut norma adat yang berlaku.4. Maing Antdu; adalah tradisi lisan berupa nyanyian duka dituturkan atau ditampilkan pada upacara kematian.5. Nyabak/Sanzarak; adalah tradisi lisan yang dinyanyikan pada upacara kematian. Kata-kata dalam nyabak sama dengan kaseben6. Maing Sampbuan (Barenek); adalah tradisi lisan yang dituturkan pada waktu orang mengambil madu dari lebah.7. Ino; adalah tradisi lisan yang dituturkan sehubungan dengan upacara perkawinan. Tradisi lisan ini menceritakan asal usul padi dan asal usul tuak.8. Pramain Cabiak; adalah tradisi lisan yang dituturkan anak-anak. Tradisi ini berhubungan dengan permainan anak-anak. Ada macam-macam jenis permainan anak-anak yang ada di masyarakat Dayak Simpakng.2. Pratua yaitu jenis tradisi lisan yang digunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit, atau menghindari akibat tertentu dari perbuatan yang melanggar pantangan tertentu, atau jika ia melakukan perbuatan tertentu, seseorang akan mendapatkan kemudahan tertentu.3. Pantdang pontdi adalah jenis tradisi lisan berupa seperangkat larangan.4. Lemu adalah tradisi lisan yang dipercayai mengandung kekuatankekuatan gaib seperti dapat menyembuhkan orang sakit, dapat mengalahkan setan, dapat mengalahkan orang lain atau dapat memerintah setan.5. Sangkgata adalah tradisi berupa prosa liris yang ditampilkan pada upacara-upacara sebagai berikut:Basileh: 5-14 buah sangkgata, Babantdan: 14 buah sangkgata,Batobuh: 7 buah sangkgata, Mokan Tonah: 7 buah sangkgata, Nungkgat Gumi: 7 buah sangkgata, Nobor Mpbaong: 1 buah, Nonam Paraboneh: 7 buah, Mibu Jurong: 7 buah, Ngongkat Karamat: 7 buah, Molas Angko: 7 buah, Batangoh: 7 buah. Baca sangkgata hakekatnya adalah memanggil roh untuk menghadiri upacara tertentu dan memberikan bantuan sesuai dengan fungsi, dan tujuan dari upacara tersebut.6. Adat Joran Arokng Lamaga adalah sekumpulan peraturan-peraturan lisan yang mengatur hubungan antara orang perseorangan dan orang dengan persekutuan atau orang dengan lembaga-lembaga masyarakat yang ada.adapun yang masuk kedalam Adat ini yaitu:1. Adat Perkawinan2. Adat Plangar (Pelanggaran)Adat Plangar adalah seperangkat aturan lisan yang berhubungan dengan norma, tatakrama, susila, dalam kehidupan sehari-hari.3. Adat pati adalah jenis tradisi lisan yang berfungsi mengatur pelanggaran yang menyangkut badan dan nyawa manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.4. Adat Kaagokng Dangeri adalah adat yang berhubungan dengan Kampbong Loboh Laman Dangeri (Wilayah Adat) atau Kampbong Loboh Laman Banua (Wilayah Teritorial).7. Pama Baris8. Nosi Ngamaya9. Salobar Saloka atau Salobar Barukum10. Carita11. Sajarah Asal Usol12. Carita Pureh13. Gesah14. Pangolek Wakng15. Prabasa16. Ungkapan Rakyat17. Barujokng Balalek18. Ntdako19. Pengetahuan dan Teknologi Rakyat20. Batimang

Referensi Alloy, Sujarni, dkk.,MOZAIK DAYAK: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat, Institut Dayakologi, Pontianak, 2008. Djuweng, Stepanus, dkk. 2003."Tradisi Lisan Dayak Simpakng", dalam John Bamba (eds.),TRADISI LISAN DAYAK Yang Tergusur dan Terlupakan, Institut Dayakologi, Pontianak, 2003. Hukum adat Dayak Samanakng Sekayok, Komisi Iman dan Adat (KIAD, Keuskupan Ketapang tahun 2004.