Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
34
BAB 3
ORNAMEN GARIS LENGKUNG DAN LINGKARAN
SUKU DAYAK KENYAH
3.1. Pendahuluan
Suku Dayak Kenyah mendiami propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Penulis melakukan penelitian di Kabupaten Bulungan dengan memperhatikan tempat tugas
bekerja, yang sebagian besar atau pada umumnya adalah masyarakat suku Dayak Kenyah. Ada
hal menarik yang penulis pelajari untuk diteliti yaitu tentang ornamen, secara khusus garis
lengkung dan lingkaran yang mirip dengan tumbuhan pakis dan akar-akaran, yang selalu terdapat
dalam ornamen Dayak, dan selalu berpadu dengan unsur yang lain seperti binatang dan manusia.
Berikut penulis akan memaparkan tempat di mana penelitian berlangsung, penjelasan ornamen
Dayak Kenyah dan kemudian penulis akan menganalisa data penelitian.
3.1. Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara
3.1.1. Geografis
Kabupaten Bulungan merupakan salah satu kabupaten di propinsi Kalimantan Utara,
dengan luas wilayah adalah 13.181,92 km2
,terletak antara116°04'41" sampai 117°57'56" bujur
timur dan 2°09'19" sampai 3°34'49" lintang utara.
35
Letak wilayah administrasi berbatasan
dengan :
sebelah utara: Kabupaten Nunukan
dan Kabupaten Tana Tidung, sebelah
timur: Kota Tarakan dan Laut
Sulawesi, sebelah selatan: Kabupaten
Berau, sebelah barat: Kabupaten
Malinau1.
Kondisi Kabupaten Bulungan
memiliki 201 pulau besar dan kecil, yang dialiri puluhan sungai besar dan kecil, serta secara
topografi memiliki daratan yang berbukit‐bukit, bergunung‐gunung dengan tebing terjal dan
kemiringan yang tajam.Pulau yang terluas adalah Pulau Mandul di Kecamatan Bunyu
(38.737,413 ha) dan gunung yang tertinggi adalah Gunung Kundas yang berada di Kecamatan
Peso dengan ketinggian 1.670 m, sedangkan sungai yang terpanjang adalah Sungai Kayan (576
km: termasuk yang berada di wilayah Kabupaten
Malinau dan Kabupaten Tana Tidung)2. Ciri
sungai berkelok-kelok, terdapat riam-riam dan
perahu ketinting, long boat dan speed boat
menjadi alat transportasi laut dan sungai, baik
jarak dekat atau jauh, antar desa atau kecamatan,
1http://www.bulungan.go.id, diakses pada tanggal 18 November 2017
2http://www.bulungan.go.id, diakses pada tanggal 24 November 2017
36
misalnya dari tempat penulis, kecamatan Peso menuju kota Tanjung Selor berjarak 120 kilometer
(km)3 menggunakan speed sekitar 2,5-3,5 jam perjalanan menyusuri sungai Kayan.
Kondisi demikian dimanfaatkan dalam bentuk-bentuk seperti data menurut Biro Pusat
Statistik, yaitu lahan sawah 17.631 hektar (ha), luas lahan bukan sawah (pekarangan, kebun,
hutan rakyat, hutan pemerintah, perkebunan, rawa-rawa, ladang dan lainnya) 1.308.560 ha4. Luas
hutan terbagi atas hutan lindung 235.375,3 ha, hutan produksi: terbatas 324.015,5 ha dan tetap
permanen 466.921 ha5, dan produksi kayu bulat pada tahun 2015 mencapai 365 786,96 m3
6.
3.1.2. Administrasi
Kabupaten Bulungan terbagi atas 10 kecamatan, dengan kecamatan terluas yaitu
Kecamatan Peso dengan luas 3.142,79 km2 atau 23,84 % dari luas Kabupaten Bulungan secara
keseluruhan. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas terkecil adalah Kecamatan Bunyu
dengan luas 198,32 km2 atau sekitar 1,50 % dari luas Kabupaten Bulungan. Dilihat dari jumlah
desa/kelurahan yang ada, Kecamatan Sekatak memiliki jumlah desa terbanyak yaitu sebanyak
dua puluh Desa, sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah desa paling sedikit adalah
Kecamatan Bunyu dan Tanjung Palas Tengah sebanyak dua (2) Desa7.
Jumlah penduduk Kabupaten Bulungan berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun
2015 tercatat 138.227 jiwa8, dengan pemeluk agama Islam (97.036), Kristen Protestan (29.253),
Katolik (8.006), Hindhu (76), Budha (651) dan lainnya (7)9. Penduduk terdiri atas penduduk asli
Kalimantan dan penduduk yang berasal dari luar Kalimantan dengan berbagai tujuan dan
kepentingan yang kemudian berdomisili di Kabupaten Bulungan. Penduduk asli Kalimantan
3Biro Pusat Statistik, Kabupaten Bulungan Dalam Angka 2016, (BPS: Kabupaten Bulungan, 2016), 9.
4Biro Pusat Statistik, Kabupaten, 107.
5Biro Pusat Statistik, Kabupaten, 108.
6Biro Pusat Statistik, Kabupaten, 138.
7http://www.bulungan.go.id, diakses pada tanggal 28 November 2017
8Biro Pusat Statistik, Kabupaten 35.
9Biro Pusat Statistik, Kabupaten, 86.
37
ialah suku Dayak, suku Bulungan, suku Tidung, suku Banjar dan lainnya. Sedangkan yang
berasal dari luar Kalimantan ialah suku Jawa, suku Bugis dan beberapa pendatang lainnya10
.
Mereka ini sering disebut dengan istilah alo atau pendatang. Hal ini menunjukkan masyarakat di
Kabupaten Bulungan cukup heterogen, terdiri dari berbagai suku dan agama.
3.1.3. Iklim
Menurut Badan Meteorologi Tanjung Selor, dari bulan Januari sampai Desember tahun
2015 di Kabupaten Bulungan, suhu udara berkisar antara 26,500C - 28.40
0C, kelembaban udara
berkisar antara 80-87%, curah hujan berkisar antara 84.00 - 485.00mm3, dan hari hujan berkisar
antara 11-25 hari, dengan hari hujan terendah (dalam sebulan) pada bulan agustus dan tertinggi
pada bulan januari11
.
Kabupaten Bulungan menjadi tempat penelitian penulis tentang ornamen garis lengkung
dan lingkaran seperti di kecamatan atau kota Tanjung Selor dan sekitarnya. Hal menarik penulis
temukan bahwa hidup berdampingan dengan alam, menikmati suasananya, memunculkan
banyak hal dalam pikiran baik itu sebuah pertanyaan, ide-ide dan imajinasi untuk menciptakan
sesuatu berharga yang bertahan lama, diterima secara kolektif dan menjadi identitas. Hal ini
senada dengan apa yang disampaikan oleh informan bahwa alam menyediakan sumber daya bagi
manusia untuk bertahan hidup dan salah satunya melalui karya seni, yang telah dilakukan oleh
leluhur atau nenek moyang dan telah mewariskannya sebagai peninggalan yang bernilai12
, yang
menurut hemat penulis ada sebuah pesan kesatuan manusia dengan alam, sesama dan Pencipta.
10
http://www.wisatakaltara.com,diakses pada tanggal 25 November 2017 11
Biro Pusat Statistik, Kabupaten 10-12. 12
Hasil wawancara dengan informan 1 pada tanggal 2 November 2017 di Tanjung Selor.
38
3.2. Suku Dayak Kenyah
Dayak merupakan istilah kolektif untuk masyarakat asli Kalimantan13
. Jika ditelusuri asal
muasal istilah Dayak terdapat berbagai varian yaitu daya’ dari bahasa Kenyah yang berarti hulu
(sungai) atau pedalaman14
. Pada berbagai kelompok di Kalimantan Barat yaitu Doya’, Dayo’ dan
Dayuh yang berarti ‘hulu’ dan ‘manusia’. Ka daya’ atau ka dayo’ artinya hulu. Ada juga yang
artinya lain, misalnya darah. Pengertian ini kemudian dihubungkaitkan dengan cara hidup, lokasi
perkampungan orang-orang Dayak pada masa purba, ketika orang-orang Dayak pada waktu itu
kebanyakan tinggal di kawasan pegunungan, dataran tinggi dan di hulu-hulu sungai15
. Penulisan
Dayak tanpa huruf “K” (Daya) dimulai pada tahun1947 setelah Konggres Persatuan Dayak (PD)
di Sanggau dan dimuat pada surat kabar Keadilan16
. Istilah Dayak digunakan pertama kalinya
dalam literatur tahun 1790 oleh Rademaker17
. Ada juga dugaan istilah dalam bahasa Melayu dari
kata aja, yang berarti asli atau pribumi18
, menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang
akui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani, ulet19
. Pada perkembangannya
kemudian, istilah Dayak paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-muslim,
non-Melayu yang tinggal di pedalaman pulau itu (Kalimantan)20
.
Suku Dayak Kenyah merupakan salah satu sub suku Dayak di Kalimantan Timur yang
jumlahnya cukup besar dan terbagi lagi dalam kelompok-kelompok yang jumlahnya kurang lebih
20 - 30 sub kelompok dan tersebar di tiga sungai besar di Kalimantan Timur, yaitu sungai
13
Dr. Yekti Maunati, Identitas Dayak: Komodifikasi & Politik Kebudayaan, (Yogyakarta: LkiS, 2004), 3. 14
C. Hose dan Mac Douglas dalamMikhail Coomans, Manusia Daya Dahulu, Sekarang, Masa Depan,
(Jakarta : PT. Gramedia, 1987), 30. 15
Sujarni Allow, Albertus, Chatarina Pancer Istiyani, Mozaik Dayak Di Kalimantan Barat , (Pontianak:
Penerbit Institut Dayakologi, 2007), 9. 16
S. Jacobus E. Frans L, Hj. Irene A. Muslim, “Makna dan Kekuatan Simbol Adat Pada Masyarakat Dayak
Di Kalimantan Barat Ditinjau Dari Pengelempokkan Budaya” dalam Kebudayaan Dayak Aktualisasi Dan
Transformasi”, (Pontianak: Penerbit Institut Dayakologi, 2010), 35. 17
Sujarni Allow, Mozaik Dayak, 9. 18
Maunati, Identitas Dayak, 8. 19
Maunati, Identitas Dayak, 60. 20
Maunati, Identitas Dayak,8.
39
Mahakam, sungai Kelai, dan sungai Kayan. Keseluruhan dari kelompok-kelompok Kenyah
(biasa disebut Uma' atau leppo) mengidentitaskan kelompoknya berdasarkan pada kampung asal
mereka sebelum berpindah secara berpencar-pencar ke tempat lain21
. Sub suku tersebut antara
lain, Leppo Bakung, Uma Jalan, Lebuk Kulit, Lebuk Timai, Leppo Tukung, Leppo Bem, Leppo
Ma’ut, Uma Lasan, Uma Lung, Leppo Tau, Leppo Kayan, Leppo Punan, Leppo Brusuq, Uma
Baka, Uma Alim, Leppo Entang, Leppo Kei, Leppo Puaq, Leppo Tepu, Leppo Badeng, Leppo
Merap, Leppo Kudaq.
Sampai saat ini masih belum ada sumber yang pasti tentang asal muasal istilah Kenyah
ini. Nieuwenhuis (1994), yang pernah mengadakan perjalanan dari Pontianak ke Samarinda
tahun 1894 menyebutkan kelompok suku ini disebut “Kenyah” karena suka menari jenis tarian
perang yang dinamakan tari 'kenyah'. Sumber lain dari seorang informan menyebutkan
penamaan 'Kenyah' bermula sejak kepindahan mereka di Apo Kayan. Pada waktu itu suku
Kenyah dan suku Kayan masih bersatu dan belum memiliki identitas tersendiri. Nama 'kenyah'
dan 'kayan' diadopsi dari penyebutan masing-masing kelompok yang akhirnya berpisah dan
terpencar. Kelompok Kayan menyebut kelompok yang ditinggalkannya sebagai orang/kelompok
Kenyah dan sebaliknya orang/kelompok yang disebut Kenyah tadi menyebutkan orang yang
meninggalkan/memisahkan diri sebagai orang Kayan22
.
Menurut Commans, semua suku bangsa Dayak termasuk pada kelompok-kelompok suku
yang berimigrasi secara besar-besaran dari daratan Asia dan merupakan keturunan dari para
imigran yang berasal dari wilayah yang kini disebut Yunan di Cina Selatan. Perpindahan
(migrasi) besar-besaran ini mungkin berlangsung selama seribu tahun dan terjadi antara tahun
21
I. Samsoedin, A. Wijaya & H. Sukiman, “Konsep Tata Ruang Dan Pengelolaan Lahan Pada Masyarakat
Dayak Kenyah Di Kalimantan Timur (Landscape Concepts and Land Management of Dayak Kenyah Tribe in East
Kalimantan)”, Journal Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Vol. 7, no. 2, Agustus 2010 : 148.
22 Samsoedin, “Konsep Tata Ruang”,148.
40
3.000 - 1.500 Sebelum Zaman Bersama. Kelompok kelompok yang pindah dari dataran Asia
memilih waktu dan jalan yang berbeda-beda23
. Perpindahan ini diakibatkan peperangan antar
suku yang menyebabkan terjadi gelombang perpindahan suku-suku bangsa dari dataran Asia ke
Nusantara Barat termasuk ke Kalimantan. Perpindahan tersebut terbagi dalam dua periode, yang
pertama terjadi pada abad keempat Sebelum Zaman Bersama yang dikenal dengan perpindahan
penduduk Melayu Tua atau Proto Melayu dari ras Mongoloid. Disusul perpindahan gelombang
kedua yang terjadi pada sekitar abad kedua Sebelum Zaman Bersama dan dikenal dengan
perpindahan penduduk Melayu Muda atau Deutero Melayu dari ras Mongoloid yang bercampur
dengan ras Weddid. Dari kedua periode tersebut, disinyalir bahwa suku Dayak Kenyah berasal
dari gelombang pertama (Mongoloid) termasuk juga suku Dayak lain di seluruh Kalimantan
beserta sub-sub sukunya24
.
Sebelum terpecah dalam beberapa kelompok atau sub suku, pada mulanya kelompok-
kelompok Kenyah ini bermukim di satu tempat di Apo Kayan, sebuah dataran tinggi di bagian
tengah pulau Kalimantan dalam satu kampung yang tinggal dalam satu atau beberapa rumah
panjang (lamin/uma' dado). Mula-mula menetap di Talang Usan di sungai Baram Malaysia
Timur selama tujuh generasi. Selanjutnya mereka pindah ke Apo Data di hulu sungai Iwan dan
menetap di sana selama delapan generasi hingga kemudian pindah lagi ke Apo Kayan pada abad
kedelapanbelas25
.
Sejak kepindahan suku Kenyah ke Apo Kayan inilah mulai terjadi pemisahan dari
kelompok-kelompok suku Kenyah yang pindah memisahkan diri mencari lokasi masing-masing.
Perpindahan tersebut didasarkan atas beberapa alasan yang terkait dengan adat maupun keadaan
23
Mikhail Coomans, Manusia Daya Dahulu, Sekarang, Masa Depan, (Jakarta : PT. Gramedia, 1987), 3.
24 Samsoedin, “Konsep Tata Ruang”, 148-149.
25 Samsoedin, “Konsep Tata Ruang”,149.
41
di Apo Kayan sendiri. Adat kepercayaan saat itu menganggap bahwa setiap ada kematian
membawa celaka, dan orang yang masih hidup harus pindah. Di sisi lain kondisi di Apo Kayan
sendiri setiap tahun hasil panen mulai berkurang dan sulit memperoleh barang-barang yang
dibutuhkan. Dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik beberapa keluarga atau
kelompok memisahkan diri mencari lokasi untuk berkampung sendiri-sendiri terpisah dari
kelompok induk26
.
Alasan lain munculnya gelombang perpindahan kelompok-kelompok suku
Kenyah adalah peperangan antar suku atau kelompok, perebutan kekuasaan dan
pengaruh kepemimpinan di antara golongan bangsawan atau disebut paren dalam kelompok, dan
daya tarik perkembangan perekonomian di daerah baru di wilayah pesisir yang pernah
dikunjungi oleh seseorang dari masing-masing kelompok ketika mencari tanah/lokasi baru.
Setiap kelompok yang terpisah memberi nama kelompok atau kampung baru mereka sesuai
nama atau tanda-tanda tertentu yang ada di tempat mereka berkampung. Untuk menghindari
ancaman suku atau kelompok lain perpindahan dilakukan berkelompok, dan membentuk
perkampungan baru di tempat lain yang mudah dijangkau27
.
Suku Kenyah dikenal sebagai suku yang hidup dalam kelompok yang besar dan
seringkali berpindah secara masal ke daerah atau lokasi lain yang dianggap lebih baik. Biasanya
pada saat kaum lelaki dewasa mengadakan ekspedisi dagang atau yang disebut peselai, saat itu
dilakukan pula survei untuk tempat pemukimkan baru kelak. Selain itu orang-orang Kenyah
dikenal pula sebagai petani, peladang yang ulet dan tangguh. Sistem pertanian yang diterapkan
adalah pola pertanian gilir balik yang memerlukan ruang atau tempat yang luas dan masa
bersiklus yang lama. Dengan perkembangan anggota kelompok yang semakin besar, suatu waktu
26
Samsoedin, “Konsep Tata Ruang”,149.
27 Samsoedin, “Konsep Tata Ruang”,149.
42
sebagian anggota kelompok akan memisahkan diri mencari daerah baru yang lebih baik untuk
pertanian. Ketika satu kelompok yang memisahkan diri ini cukup berhasil biasanya langsung
diikuti oleh kelompok lainnya dan langsung bergabung atau memisahkan diri. Sementara bekas
kampung terdahulu atau yang disebut lepu'un ditinggalkan dan sewaktu-waktu saja dikunjungi
apabila lokasinya dekat28
.
3.3. Ornamen Dayak Kenyah
Penulis melakukan penelitian di Kabupaten Bulungan dengan jumlah informan sebelas
orang, karena yang mengetahui judul penulisan adalah orang-orang tertentu yang mewarisi
tradisi lisan tentang ornamen garis lengkung dan lingkaran.
3.3.1. Hutan
Ada dua sebutan umum suku Dayak Kenyah untuk hutan yaitu mpa'/mba' dan ba'i.
Sebutan/istilah mpa'/mba' biasanya digunakan untuk menyebutkan areal hutan dengan obyek
hutan rimba yang belum pernah dibuat ladang. Sedangkan sebutan/istilah ba'i merupakan
sebutan umum untuk semua kategori hutan termasuk hutan bekas ladang. Selain kedua istilah
tersebut, terdapat sebutan lain untuk menyebutkan hutan rimba belantara yang sangat luas dan
lebat yaitu mpa' lelum. Berdasarkan terminologinya mpa' lelum berasal dari kata mpa' yang
berarti hutan dan lelum sebagai imbuhan kata yang menunjukan sangat luas, banyak dan lebat
tanpa batas. Istilah lelum ini sendiri diadopsi dari kata kelelum yang dalam bahasa Kenyah
artinya kandungan (rahim) ibu. Dengan demikin arti yang hakiki dari sebutan/istilah mpa' lelum
adalah hutan simpanan atau hutan yang belum dijamah dan masih tersimpan seperti bayi dalam
rahim yang masih gaib, tetapi sewaktu-waktu dapat dilihat ujudnya29
.
28
Samsoedin, “Konsep Tata Ruang”,151.
29
Samsoedin, “Konsep Tata Ruang”, 156.
43
Orang Dayak sangat dekat dengan hutan dan menjadikannya sebagai rumah tinggal,
mencari kebutuhan hidup dan bertahan ditengah perubahan kehidupan ini. Hutan memberikan
inspirasi bagi orang Dayak mengembangkan diri dan kehidupannya sehingga muncullah
lambang-lambang yang berasal dari hutan seperti binatang, tumbuhan dan lainnya. Relasi dengan
alam yang baik, membantu manusia untuk menciptakan sesuatu yang kemudian menjadi
identitasnya.
Demikian juga dengan asal mula ornamen. Menurut informan, ada
beberapa cerita asal mula ornamen garis lengkung dan lingkaran, di antaranya
pertama mengambil bentuk rautan kayu ringan, lunak, kering dan jenis kayu
tersebut antara lain jelutung, klengah, jekau. Ketika kayu itu diraut, maka
lapisan atau kulit akan tergulung-gulung, dan rautan tersebut diberi nama
kelebu. Dari rautan yang tergulung kemudian dituangkan ke dalam lukisan dan
ukiran, menjadi ornamen pada babak anak (bening), perisai, mandau, tiang
rumah, baju dan lainnya. Ada kaitan juga garis lengkung dan lingkaran dengan akar dan tanaman
pakis yang menjalar dan memanjang serta membentuk gulungan-gulungan atau spiral yang
dinamis30
. Kedua, mengambil bentuk huruf S, karena garis lengkung dan lingkaran seperti
seekor naga. Hal ini berkaitan dengan latarbelakang budaya dan asal muasal suku Dayak31
.
Ketiga, garis lengkung dan lingkaran berkaitan dengan perjumpaan dan pemaknaan terhadap
kosmos atau alam semesta, dalam rangka merefleksikan dunia yang ada di atas kepada dunia di
bawah. Menurut mitologi Dayak Kalimantan Tengah, pada zaman dahulu ada seorang mantir
yang pergi ke dunia atas, dan melihat apa yang menjadi ornamen dan bentuknya, kemudian
membawanya ke dunia bawah, dan ini menjadi cerita yang disampaikan oleh para orang tua.
30
Hasil wawancara dengan informan 1 pada tanggal 2 November 2017 di Tanjung Selor.
31 Hasil wawancara dengan informan 2 pada tanggal 7 November 2017 di Tanjung Selor
44
Dalam realitanya, garis lengkung dan lingkaran menjadi lambang kehidupan sehingga orang
Dayak dapat menemukan dalam bentuk makanan (dari tanaman pakis), akar bejakah yang
berfungsi menyimpan air, petunjuk ketika tersesat di hutan dan merupakan sesuatu yang penting
bagi kehidupan orang Dayak dan juga transportasi air yaitu perahu. Bentuk garis lengkung
terdapat juga dalam paruh dan bulu burung enggang32
.
Ornamen garis lengkung dan lingkaran merupakan ornamen tradisional karena
berkembang turun-temurun, tetap digemari dan dilestarikan sebagai sesuatu yang berharga,
berguna bagi kehidupan. Pada ornamen suku Dayak Kenyah terdapat gambar manusia dan
binatang. Berikut penulis akan memaparkan tentang hal tersebut.
3.3.2. Burung Enggang/Suwie Temengang.
Burung enggang menjadi burung khas Kalimantan. Dalam
budaya Kalimantan, burung enggang digunakan sebagai lambang
daerah dan dapat ditemukan dalam bentuk ukiran, tugu (tugu
perdamaian di kota Tanjung Selor) dan tarian tradisional yang diberi
nama tari burung enggang atau tari kancet lasan (sebutan
masyarakat Dayak Kenyah) yang menggambarkan gerak-gerik
burung enggang ketika terbang melayang dan bertengger di dahan pohon.
Burung Enggang terbang dan hinggap di pohon-pohon dan gunung tinggi, suaranya indah
sampai terdengar di kejauhan dan memiliki bulu-bulu besar dan menarik. Pada bagian tubuhnya
memiliki makna, yaitu bulu-bulu simbol pemimpin yang dikagumi oleh
rakyatnya, sayap lebar simbol seorang pemimpin yang mampu melindungi
rakyatnya, Ekor yang panjang adalah lambang ketentraman dan
32
Hasil wawancara dengan informan 11 pada tanggal 8 Desember 2017 di Salatiga
45
kemakmuran bagi orang Dayak. Burung enggang diambil sebagai lambang bagi orang Dayak
karena burung itu melambangkan kemuliaan dan kebesaran mereka33.
Penulis mendapatkan sebuah pandangan yang lain tentang burung enggang melalui
wawancara dengan informan yaitu burung enggang memiliki sifat sosial yaitu menyebarkan biji-
bijian yang kemudian tumbuh menjadi pohon yang menghasilkan buah sebagai makanan burung-
burung tanpa mengganggunya, dan ini menjelaskan lambang perdamaian, pemersatu, antara suku
Dayak Kalimantan. Salah satu ornamen tersebut terdapat di kota Tanjung Selor yang dinamakan
Tugu Perdamaian dengan burung enggang bertengger di atas tugu. Dalam pemaknaan yang lain,
burung enggang sebagai lambang kehidupan keluarga yang harmonis dan saling menjaga
keutuhan di tengah tugas tanggungjawab masing anggota34
.
3.3.3. Harimau.
Dalam bahasa Dayak Kenyah harimau disebut
Lencau dan menunjukkan status sosial seseorang
bangsawan, keturunan raja atau paren, sehingga
harimau menjadi lambang kepemimpinan, kekuatan,
keberanian yang menjadi pelindung dan penjaga dalam masyarakat. Menurut hasil wawancara
penulis, harimau dipakai karena selain hewan yang paling kuat di darat, harimau juga memiliki
motif kulit bagus sehingga memberikan inspirasi dalam mempercantik sebuah ornamen35. Seperti
yang sudah diuraikan dalam penggunaan tato, bahwa lambang harimau hanya boleh digunakan
oleh kaum bangsawan, keturunan raja atau paren.
3.3.4. Manusia
33
Maunati, Identitas Dayak,180.
34 Hasil wawancara dengan informan 1,2,3 pada tanggal 2,5,7 November 2017 di Tanjung Selor
35 Hasil wawancara dengan informan 1,2,3 pada tanggal 2,5,7 November 2017 di Tanjung Selor
46
Gambaran manusia menunjuk kepada seorang tokoh atau nenek moyang yang
mempunyai keberanian, kekuatan dan menjadi pelindung dalam
masyarakat. Penempatannya dalam ornament mengingatkan
keberadaan mereka sebagai orang yang dihormati atau disebut
paren. Di sisi lain manusia menjadi lambang individu yang dapat
menjalankan tradisi dari nenek moyang, melanjutkan keberadaan
suku dan masa depannya36.
3.3.5. Anjing
Anjing bagi orang Dayak merupakan binatang setia,
penjaga rumah, sahabat dan menemani pemiliknya ketika pergi
berburu atau berladang. Mereka dipelihara dengan baik dan tidak
menjadi menu makanan. Dalam ornamen Dayak Kenyah,
binatang anjing yang ditampilkan dinamakan kalung asu37.
3.3.6. Klasifikasi Warna
Penggunaan warna sangat mempercantik sebuah ornamen, bahkan setiap warna memiliki
arti masing-masing yang turut memberikan penegasan pada sebuah gambar atau bentuk ornamen.
Dalam ornament Dayak Kenyah menggunakan empat warna yaitu merah, putih, hitam
dan kuning. Berikut akan penulis sampaikan mengapa menggunakan empat warna dan
bagaimana pembuatan warna tersebut.
36
Hasil wawancara dengan informan 4,1 pada tanggal 21 Oktober; 2 November 2017 di Peso dan Tanjung
Selor.
37 Hasil wawancara dengan informan 9, 10, 1,2,3 pada tanggal 30 Oktober; 1, 2,5,7 November 2017 di
Peso dan Tanjung Selor.
47
Pertama, warna merah artinya kuat, berani, menggairahkan. Dalam bahasa Dayak Kenyah
disebut bala. Warna merah dibuat dari tanah batu, buah semek, berkembang menggunakan
sirih, kapur dan kunyit. Penempatannya dalam ornamen garis lengkung dan lingkaran, di luar
atau belakang yang menandakan itu mulut.
Kedua, putih artinya kesucian, bersih dan dibuat dari tanah liat putih.
Ketiga, hitam artinya elegan, kuat dan mengandung makna kurang baik yaitu duka.
Dalam bahasa Dayak Kenyah disebut saleng. Warna hitam dibuat dari asap kayu dammar yang
dibakar dan biasanya dicampur dengan air gula. Penempatannya dalam ornamen garis lengkung
dan lingkaran, sebagai warna dasar.
Keempat, kuning artinya megah dan mewah. Dalam bahasa Dayak Kenyah disebut menit.
Warna kuning dibuat dari kunyit. Penempatannya dalam ornamen garis lengkung dan lingkaran,
sebagai pelengkap untuk mengimbangi warna dasar.
3.4. Penggunaan Ornamen
Ornamen memberikan kesan keindahan dan penempatannya merupakan hasil imajinasi
yang kaya makna sehingga ketika ditampilkan dalam sebuah bentuk, ia ‘berbicara’ sedang
menyampaikan pesan bagi orang. Pada bagian berikutnya penulis akan menunjukkan
penggunaan atau penempatan ornamen garis lengkung dan lingkaran suku Dayak Kenyah.
3.4.1. Rumah panjang atau uma’ dado.
Rumah panjang memiliki ukuran bangunan yang cukup tinggi dan memanjang. Pada
awalnya dibangun dengan pilar-pilar dari kayu besi (ulin) setinggi tiga meter atau lebih dan
kayu-kayu keras yang dipakai untuk bahan pembuatan ruangan, supaya bertahan lama dan kuat,
dengan tujuan untuk melindungi diri dari serangan mendadak para pemburu kepala. Bangunan
yang tinggi akan memberikan kemudahan untuk menyerang dan bertahan ketika musuh datang
karena berada di atas atau tempat yang lebih tinggi.
48
Rumah panjang adalah bagian identitas orang Dayak dan dapat dikatakan sebagai simbol
yang mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan, yang betumpu di atas keyakinan
akan kesetiakawanan, tolong menolong, kerukunan38
, menyelesaikan secara kekeluargaan pihak
bersengketa atau sedang berkonflik, menyelenggarakan pertemuan, memungkinkan adanya
sistem gotong royong dan tempat aktivitas keagamaan. Pada rumah panjang memiliki ketua atau
kepala suku yaitu seorang bangsawan, yang bersama dengan keluarga dan kerabat dekatnya
menempati ruang-ruang besar di bagian tengah bangunan dan mewah. Rakyat biasa menempati
sayap-sayap di sebelah kanan dan kiri ruang-ruang milik golongan bangsawan, dan budak-budak
selalu berada diujung terjauh rumah panjang, yang pada masa perburuan kepala merupakan
tempat yang paling tidak aman39
. Penataan penempatan ruangan dalam rumah panjang
dipengaruhi oleh struktur masyarakat dalam kehidupan masyarakat kelompok suku Dayak
Kenyah pada umumnya yang dikenal adanya stratifikasi sosial. Terdapat kelompok paren, yaitu
golongan dari keturunan bangsawan atau raja, kelompok panyen yaitu golongan masyarakat
biasa dan Kelompok ula' yaitu golongan masyarakat dari tawanan perang atau di sebut budak.
38
Zainal Arifin Anis, ASebelum Zaman Bersamaan Aziz, Nasrullah, Syaharuddin. Warisan Teknologi
Kampung Masyarakat Dayak Kalimantan Timur, (Kalimantan Timur: PT. Kaltim Pasifik Amonia (KPA), 2013) ,
47. 39
Maunati, Identitas Dayak, 64-66.
49
Kelompok panyen terdiri atas dua kelompok, panyen tiga dan panyen klayan. Panyen tiga
sebagai pemuka masyarakat sedangkan panyen klayan adalah golongan biasa saja40
. Dalam
perkembangannya rumah panjang identik dengan lamin yang dalam bahasa Kenyah digunakan
untuk menyebut rumah panjang41
dan dipakai untuk upacara-upacara seremonial seperti salah
satunya syukuran selesai tanam padi dan setelah selesai panen padi, pertemuan masyarakat
dengan aparat pemerintahan dan tujuan pariwisata. Ini yang penulis jumpai di tempat daerah
pelayanan Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara.
3.4.2. Tato
Bagi orang Dayak kenyah tato memilki makna bukan
hanya sebagai ornamen atau hiasan tubuh tetapi juga
mengandung nilai sosial budaya, pandangan hidup,
eksistesial, nilai religus dan sebagainya. Dalam tato
Dayak ditemukan konsep dunia kehidupan di mana tato
tersebut bercerita mengenai perjalanan kehidupan
seorang Dayak, sekaligus juga merupakan perwujudan dari
interaksi antara orang Dayak dengan dunia sekitarnya42
.
Orang Dayak menggunakan bahan alami sebagai bahan dasar pembuat tinta, yaitu arang
kayu dammar dan kayu ulin; jelaga dari periuk yang dibakar untuk menghasilkan warna hitam
40
Samsoedin, “Konsep Tata Ruang”,150.
41 Maunati, Identitas Dayak,117.
42 Hatib Abdul Kadir Olong, “Tato”, dalam eJournal Sosiatri-Sosiologi , Vol. 3, No. 4, 2015 : 112.
50
dan dicampur dengan minyak traditional yang diracik sendiri. Alat membuat tato berupa tangkai
pemukul dari kayu yang disebut Lutedak. Di ujung kayu ada jarum tato, kemudian dicelupkan
ke tinta dan digerakkan mengikuti motif yang sudah tercetak di kulit. Sebelum mengenal jarum
orang Dayak menggunakan duri yang didapati dari pohon jeruk43
.
Motif dalam tato menyesuaikan dengan strata sosial dalam masyarakat, apakah dari kaum
bangsawan atau rakyat biasa sehingga penggunaan motif tidak sembarangan. Tato bagi orang
Dayak Kenyah yang berasal dari kalangan bangsawan atau raja atau disebut paren, motifnya
adalah usun tingaang yang berbentuk paruh burung enggang, motif kajaa’ lejo seperti telapak
kaki harimau, usung tuva yang berbentuk tumbuhan, usung iraang berbentuk piramida yang
memiliki ujung tajam, tena’in ba’ung berbentuk melingkar bulat dan iko yang berbentuk
gelombang yang digunakan sebagai batas antara motif satu dengan lainnya44
.
Sedangkan tato laki-laki Dayak Kenyah ditempatkan sisi kanan dan kiri punggung dan
sebagai tanda kedewasaan dan tanda bahwa mereka sudah menjelajahi negeri orang dan telah
melakukan sesuatu yang luar biasa seperti membunuh dalam peperangan45
.
3.4.3. Mandau
Mandau merupakan simbol kehormatan, jati diri orang
Dayak46 dan senjata traditional yang diwariskan secara turun
temurun, dari generasi ke generasi oleh nenek moyang. Pada
awalnya mandau dipakai sebagai senjata untuk berperang,
43
Olong, “Tato, 114.
44 Olong, “Tato”,115.
45Maunati, Identitas Dayak ,154.
46Arifin Anis, Warisan Teknologi, 115.
51
memotong kepala musuh dan bahkan memiliki kekuatan magis karena diyakini melindungi
pemiliknya dari serangan musuh. Pada tangkai mandau terbuat dari kayu atau tanduk rusa yang
lurus-membengkok, dihiasi dengan ukiran dan dipasang rambut, dan pada bagian besi serta
sarungnya diukir motif burung enggang.
Pada perkembangannya mandau menjadi senjata yang pakai untuk menebang pohon,
memotong rumput, menjadi hiasan dan cinderamata, sehingga unsur keindahan yang lebih
ditonjolkan dari pada sisi magisnya. Motif ornamennya pun beragam, misalnya motif gambar
garis lengkung dan lingkaran.
Mandau dibungkus dengan sarung dan bagi suku Dayak Kenyah selalu mengandung
unsur binatang air dan didominasi warna merah, kuning, putih dan hitam. Motif ornamennya
paruh burung enggang atau kepala anjing47
.
3.4.4. Kelempit/Perisai
Kelempit berbentuk persegi enam dengan panjang
sekitar satu meter dan lebar tiga puluh sampai lima puluh
centimeter, dibuat meruncing bagian atas dan bawah, yang
merupakan salah satu alat pertahanan traditional yang
digunakan sebagai tameng atau perisai dalam menghadapi
musuh. Kelempit terbuat dari kayu ulin atau sebutan lain kayu besi
karena kuat dan bertahan belasan atau puluhan tahun.
47
Arifin Anis, Warisan Teknologi, 120.
52
Motif yang digunakan gambar burung enggang, topeng atau disebut kalung udo, garis lengkung
dan lingkaran, dan lainnya. Pada perkembangannya kelempit menjadi hiasan dan cinderamata
yang bernilai ekonomis.
Salah satu fungsi yang unik yaitu bisa digunakan sebagai sarana pengganti perahu saat
menyeberangi sungai. Caranya adalah dengan mengapungkan perisai di sungai, dengan sisi luar
menyentuh permukaan air. Ujung perisai dipegang dengan tangan yang terjulur, sementara badan
telungkup di atas perisai. Perisai dikayuh dengan kaki sehingga meluncur seperti perahu.
3.4.5. Bening Aban
Bening Aban merupakan alat untuk
menggendong anak kecil dibawah usia tiga tahun
dan terbuat dari kayu yang dihiasi dengan ukiran
atau dilapisi dengan sulaman manik-manik yang berwarna-warni dengan
gambar motif yang beragam seperti taring harimau, garis lengkung dan lingkaran. Bening aban
fungsinya selain gendongan bayi juga membantu seorang perempuan atau ibu sambil melakukan
pekerjaannya.
3.4.6. Saung/Seraung
Saung terbuat dari daun sang, berbentuk lebar
dan digunakan untuk melindung kepala bahkan tubuh
di bawah panasnya terik matahari dan air hujan ketika
di ladang, perjalanan di darat atau ketika menyusuri sungai
dengan perahu ketinting. Pada saung ditempatkan
53
ornamen yang menarik seperti motif garis lingkaran, manusia yang dianyam dari manik-manik
yang berwarna-warni.
3.4.7. Sampe
Nama sampe
digunakan orang suku Dayak
Kenyah, yang artinya
memetik dengan jari. Bentuk alat
musik ini sangat khas, dibuat dari
kayu pilihan seperti kayu udau,
meranti merah yang
berkualitas, tahan lama dan menghasilkan suara yang baik, menyerupai perahu, menggunakan
empat kawat tipis dan pada bagian kepala sampe atau ujung ditempatkan motif ornamen burung
enggang atau garis lengkung dan lingkaran. Sampe menjadi alat musik tradisional Dayak
Kalimantan, yang dimainkan dengan cara dipetik menggunakan kedua tangan dan dipakai
mengiringi tari-tarian, nyanyian dan musik pada acara-acara terntentu.
3.4.8. Jatong/Tambur Panjang
Jatong terbuat dari kayu bengkirai
berbentuk bulat, panjang sekitar dua meter dan
54
berdiameter sekitar lima puluh centimeter. Bagian tengah batang dilubangi sepanjang yang
dikehendaki dengan diameter sekitar empat puluh centimeter. Lubang ditutup dengan kulit sapi
yang tepinya diikat melilit dengan seutas rotan, melingkari jatong hingga ke bagian bawah. Kulit
sapi berfungsi sebagai selaput gendang atau disebut membran tambur, sedangkan lilitan rotan
mengatur kekencangan kulit agar bunyinya tetap nyaring. Alat pemukul jatong, yang dalam
bahasa Kenyah disebut tit jatong hang, umumnya terbuat dari kayu yang sama dengan pemukul
tambur48. Pada jatong ditempatkan ornamen motif garis lengkung dan lingkaran.
3.4.9. Bluko
Bluko adalah topi polos yang terbuat
dari rotan, diberi hiasan bulu burung, manik-
manik dan dikenakan pada saat acara
khusus.
3.4.10. Manik-manik
Manik terbuat dari batu-batuan (kecubung, kornelin, hablur,
kalsedon), tulang dan plastik dengan aneka bentuk, berukuran kecil
yang tengahnya dilubangi untuk dirangkai dengan benang sehingga
menjadi hiasan memperindah sebuah benda, seperti kalung.
48
Zainal Arifin Anis, Warisan Teknologi, 149.
55
3.4.11. Pakaian Adat
Suku Dayak Kenyah memiliki pakaian adat yang cukup dikenal yang bernama pakaian
adat Ta a dan pakaian adat Sapei Sapaq. Pakaian adat Ta a adalah
pakaian perempuan adat suku Dayak Kenyah. Pakaian ini terdiri dari da
a (semacam ikat kepala yang dibuat dari pandan), baju atasan sapei
inoq, serta rok ta a. Sedangkan pakaian adat sapei sapaq merupakan
pakaian laki-laki, pakaian atasan berbentuk rompi, celana dalam ketat,
serta aksesoris senjata tradisional khas Kalimantan Timur yaitu
Mandau.
3.5. Makna Ornamen Garis Lengkung dan Lingkaran
Kearifan lokal adalah nilai-nilai leluhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat
antara lain untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari termasuk di
dalamnya praktek-praktek dan pola pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Ornamen
sebagai salah satu kearifan lokal yang mengandung filosofi hidup, yang turun temurun
dilestarikan sebagai salah satu warisan budaya yang penting.
Ornamen garis lengkung dan lingkaran merupakan bentukan dasar yang sering dijumpai
dalam ukiran suku Dayak. Bentukannya mirip dengan tanaman pakis yang daun mudanya
melengkung dan berbentuk spiral, mirip seperti akar menjulur dan mirip rautan kayu. Ornamen
tersebut cerminan dari lingkungan hidupnya, hutan yang luas, tanah subur, air yang cukup dan
kekayaan alamnya, yang ke semuanya memberikan sumbangsih penting.
56
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis hasil wawancara untuk memahami
makna ornamen garis lengkung dan lingkaran dalam masyarakat Dayak Kenyah, di antaranya:
Pertama, sebuah kebanggaan. Ornamen menjelaskan keberadaan orang Dayak yang
memiliki jiwa seni tinggi, imajinasi yang kuat sehingga ornamen seolah-olah menyampaikan
sebuah cerita dan makna. Setiap keluarga Dayak memiliki ornamen tersebut, dipajang dalam
rumah dan ketika acara tertentu ornamen itu dipakai dengan berbagai macam dan ragam,
demikian juga dengan tato mengekspresikan kebanggaan akan status sosialnya. Sebuah
kebanggaan yang melekat dan hal ini menarik perhatian setiap orang baik dari dalam maupun
luar negeri, sehingga berkembanglah cerita tentang karya seni yang khas orang Dayak, dan salah
satunya ditampilkan di Taman Mini Indonesia Indah. Sebuah hasil karya seni, dan yang
membuat, mengukir di antaranya menjadi informan penulis.
Kedua, menjelaskan simbol keturunan masyarakat Dayak yang akan berkembang,
berpencar, menyebar namun memilikan ikatan yang tidak putus-putusnya dengan identitasnya
sebagai orang Dayak. Di mana dan ke mana pun berada, ciri, jiwa, identitasnya tetap melekat
dalam dirinya, bahkan tidak dapat digantikan oleh apa pun. Kecintaan terhadap alam dan
lingkungan yang menjadi asal usulnya akan menjadi memori pribadi atau kolektif, baik ketika
berada di dalam atau pun di luar pulau Kalimantan. Di luar pulau Kalimantan, terdapat
perkumpulan orang Dayak Kalimantan bahkan dalam beberapa event memeriahkan acara dengan
tarian daerah dan keseniannya.
Ketiga, kekerabatan. Kekerabatan sifatnya mengikat apakah melalui garis keturunan atau
perkawinan. Dalam masyarakat Dayak Kenyah, seorang membawa namanya sendiri dan ada
nama ayah dibelakannya, mengikuti garis sang ayah (partilineal), tetapi dapat juga menggunakan
hubungan-hubungan dari garis perempuan atau ibunya untuk menguatkan garis keturunannya,
57
misalnya nama untuk panggilan yang diambil nenek moyang atau leluhurnya. Seorang
mempunyai nama sendiri dan nama panggilan, uniknya dalam masyarakat ada banyak ditemukan
nama yang sama, tapi berbeda nama belakang orang tuanya. Akan tetapi jika seorang menikah
dan mempunyai anak maka namanya akan jarang dipakai lagi dan akan dipanggil dengan nama
yang baru dengan sebutan tama (sebutan laki-laki) dan tina (sebutan perempuan) diikuti dengan
nama anaknya. Jikalau mempunyai seorang cucu, akan berubah lagi, penamaan huruf depan pe
diikuti nama asli. Dari penamaan tersebut nampak sebuah ikatan yang tidak terputus dan
mengikat.
Kemudian dalam perkawinan yang penulis temukan, sebagian besar berasal dari satu
keturunan misalnya sebagai orang Dayak Kenyah, berlainan sub-sukunya dan tidak memiliki
kekerabatan satu sama lain. Sistem kekerabatan seperti nampak dalam sebuah kampung yang
sebagian besar penduduknya memiliki ikatan kekeluargaan, persaudaraan satu sama lain.
Kekerabatan inilah yang tergambar dalam garis lengkung dan lingkaran, melengkung namun
tetap dalam satu lingkaran yang sama.
Keempat, kesatuan. Garis lengkung dan lingkaran menyatakan beberapa unsur yang dekat
dengan kehidupan manusia dan menjadi ciri khas Dayak Kenyah, yaitu manusia, harimau,
anjing, dan tumbuhan, yang sebelumnya penulis telah deskrispsikan diatas. Ornamen tersebut
menghubungkan dan menyatukan tiap objek sehingga saling berkait-kait. Dalam simbol kesatuan
nampak sebuah daya kekuatan yang menyatukan seluruh orang Dayak Kalimantan (misalnya di
Kalimantan Utara) yang berbeda agama dan penyebutan karena domisili seperti suku Bulungan,
suku Tidung yang berdomisili di pinggir pantai dan suku Dayak Kenyah, suku Dayak Kayan,
suku Dayak Bahau yang berdomisili di hulu sungai. Kesatuan berikutnya kesatuan dalam
keberagaman karena banyak sub-suku Dayak yang memiliki bahasa, adat istiadat, kesenian,
58
arsitektur, dan lainnya. Mereka saling mengenal dan mengerti bahasa sehingga komunikasi
terjalin baik, bahkan di antara sub-suku saling mengenal bentuk ukiran dan ornamen suku yang
lain. Pada akhirnya kesatuan memunculkan kesadaran bersama tentang sebuah identitas dan
persaudaraan.
Kesatuan terakhir dengan alam. Ketergantungan terhadap kekayaan alam sangat kuat dan
menjamin kehidupan sampai turun temurun. Hutan dimanfaatkan tapi tidak merusak habitat
lingkungannya, binatang-binatang diburu tapi tidak membuatnya punah. Namun seiring
perkembangan yang sampai pelosok pedalaman, kesatuan teruji untuk mempertahankan tanah
sebagai warisan turun temurun, melestarikan hutan dengan melindungi fauna di tengah
perusahaan-perusahaan besar yang berinvestasi dengan membuat perkebunan dan pemanfaatkan
kayu untuk nilai ekonomis dan bisnis. Kesatuan tetap ditunjukkan baik di antara masyarakat
sendiri, dan antar masyarakat dengan aparat desa, lembaga adat dan aparat pemerintahan.
Kesatuan holistik menciptakan semangat memperjuangkan dan mempertahankan sampai titik
darah terakhir.
Kelima, spiritual. Ornamen garis lengkung dan lingkaran menyatakan relasi dalam
kehidupan yang utuh dan saling terhubung, menggambarkan keharmonisan, keindahan dan
keagungan Tuhan Pencipta. Relasi ini menegaskan sebuah perubahan dan perilaku yang selaras
dengan Tuhan Pencipta, yang memiliki kekuatan dan berkuasa atas alam semesta. Relasi
ditunjukkan dengan lengkungan sebagai simbol pertumbuhan, kemampuan berimajinasi,
berkreasi dan berkarya dalam lingkaran atau kesatuan dengan Tuhan Pencipta.
3.6. Analisa Data
Ornamen garis lengkung dan lingkaran sangat unik dan menggambarkan pergerakan yaitu
menjulur dan melengkung dalam keserasian, menghubungkan unsur satu dengan unsur lain, dan
memiliki makna mendalam. Asal usul ornamen tersebut sepertinya hanya diketahui oleh orang
59
tertentu, apakah karena pewarisan dari orang tua atau karena proses pembelajaran. Ornamen
tersebut dibuat oleh mereka yang memiliki talenta khusus dan tidak sembarang orang dapat
membuatnya seperti yang seharusnya.
Ornamen ini menjadi simbol identitas suku Dayak, yang akan terus dilestarikan, yang
dimulai dari keluarga, dan ini ditandai dengan adanya hiasan-hiasan seperti saung, mandau,
perisai dan lainnya, yang diletakkan di dinding dan ukiran di pintu atau jendela. Dalam acara-
acara resmi hiasan itu nampak dalam bluko dan pakaian adat. Hal ini menegaskan bahwa
identitas tersebut sangat melekat, melebur dalam diri dan menjadi satu kesatuan masyarakat suku
Dayak. Penulis memberikan contoh ketika ada yang merantau dan tinggal dikota, salah satu
tanda bahwa pemilik dan penghuni rumah tersebut orang Dayak ialah ukiran yang menghiasi
rumahnya.
Garis lengkung dan lingkaran juga menunjukkan hal penting dan mendalam, ketika
terhubung kepada unsur-unsur yang ada, dan akan dimulai dari motif burung enggang. Garis
lengkung dan lingkaran menghubungkan relasi yang menekankan pada bagaimana manusia
hidup harmonis dan damai. Situasi ini sangat ditentukan oleh seorang pemimpin dan bagaimana
ia memimpin, sayap yang lebar menegaskan untuk menjadi pemimpin yang mengayomi, dan
ekor yang panjang menegaskan untuk menciptakan kententraman dan kesejahteraan, baik dalam
lingkup masyarakat atau dalam keluarga. Pada sisi yang lain, garis lengkung dan lingkaran
menekankan peran penting manusia sebagai makhluk mulia, yang dapat hidup bersama secara
dinamis sebagai satu keutuhan dengan ciptaan Tuhan yang lain.
Kedua, dalam kaitannya dengan motif harimau. Garis lengkung dan lingkaran
menggambarkan sebuah status dalam masyarakat yang diperoleh karena sebuah karisma dalam
dirinya. Ia mungkin memiliki pengalaman yang lebih dari orang lain, baik pengalaman
60
peperangan dengan keberhasilan membunuh orang atau mengalahkan kelompok suku lain, atau
bahkan pengalaman mistik yang membuatnya menjadi manusia yang kuat dan dipandang dapat
berhubungan dengan dunia gaib. Pengalaman tersebut menjadi menarik karena mereka ini
mendapatkan status sosial sebagai orang terhormat, bangsawan atau raja. Status sosial yang
disandang menjelaskan bahwa kekuatan yang dimiliknya sebagai pelindung dan penjaga
masyarakat. Dalam perkembangannya, status sosial mengalami perubahan dari yang semula
karena karisma dan pengalaman hidupnya, sekarang ini menunjuk pada tingkat pendidikan,
ekonomi dan lainnya. Tetapi, karisma itu tetap ada pada mereka yang masih digolongkan sebagai
paren atau keturunan bangsawan.
Ketiga, dalam kaitannya dengan motif anjing. Motif ini menarik karena adanya unsur
kesetiaan dan kepercayaan. Kedua unsur tersebut terjadi karena adanya kesadaran bersama,
saling memiliki, saling mempengaruhi atau memberi dampak sehingga sebuah relasi akan terus
terhubung dan menyatu, baik itu antar sesama manusia, manusia dengan alam atau manusia
dengan Tuhan. Komitmen menjadi faktor penting untuk menjaga keutuhan dalam kehidupan
orang Dayak, kepercayaan satu sama lain semakin menguatkan relasi yang terjadi, misalnya
dalam tradisi senguyun atau gotong royong.
Keempat, dalam kaitan dengan motif manusia. Garis lengkung dan lingkaran
menggambarkan esksitensi manusia yang istimewa dan bagi orang Dayak motif ini menunjuk
kepada leluhur atau nenek moyang yang sangat dihormati. Mereka sangat dikenang dan
dibanggakan karena telah mewariskan sesuatu yang berharga bagi kelangsungan hidup orang
Dayak. Cerita-cerita dan kisah kehidupannya menginspirasi masyarakat untuk melestarikannya
sebagai bentuk penghormatan dan dituangkan dalam seni dan ornamen. Tokoh-tokoh masyarakat
sering menyampaikan sebuah pesan atau nasehat dengan menyebut leluhur atau nenek moyang
61
untuk mengingatkan supaya jangan meninggalkan dan melupakan apa yang sudah
diwariskannya, seperti tradisi, adat istiadat, budaya atau pun tentang keyakinan terhadap Tuhan,
untuk keutuhan dan kesatuan sebagai orang Dayak.
Pada sisi yang lain, motif manusia menunjuk pada status seseorang sebagai rakyat biasa.
Dalam keutuhan sebuah ornamen, ia menjadi simbol kuat yang menjalin dan membangun relasi
dengan unsur-unsur golongan bangsawan, terhormat, seperti gambar binatang harimau dan
burung enggang. Penulis menganalisa relasi ini sebagai bentuk penghormatan kepada mereka-
mereka yang telah menujukkan diri dan kehidupannya dengan baik di tengah masyarakat.
Keharmonisan diciptakan, keindahan dipelihara dan kesatuan menjadi kekuatan dalam hidup
bersama.
Dengan demikian, penulis mengamati ornamen ini sebagai kearifal lokal yang berharga
sehingga perlu sebuah upaya untuk melestarikan dengan memasukkan ornamen tersebut dalam
kurikulum pendidikan, apakah yang sifatnya lokal atau pun nasional, sebagai model pewarisan
dan pembelajaran dalam rangka melestarikan kearifan lokal tersebut, untuk hari ini dan masa
depan. Mengapa ini penting? Perkembangan teknologi dan perubahan di dunia yang terus
berlangsung, turut mengancam keberadaan ornamen tradisional, apakah daya kekuatannya tetap
dapat mempengaruhi kesatuan manusia secara utuh dengan sesamanya, alam dan Tuhan, atau
sebaliknya, hanya sebatas karya seni yang hanya dipahami dari sisi estetis dan ekonomi.
Ataukah akan cenderung melupakan tradisi yang turun temurun telah diwariskan, apalagi bagi
generasi muda saat ini, ditengah perusahaan besar dengan bisnis usaha memanfaatkan hasil alam,
seperti perusahaan kayu log, perusahaan kelapa sawit, pertambangan dan lainnya. Ornamen ini
menjadi identitas yang memberikan semangat, stimulus ketika orang Dayak melakukan kegiatan,
dan memberikan kebanggaan tersendiri, terlebih ketika merantau atau hidup di kota.
62
Garis menjulur menunjukkan kekuatan, garis melengkung menunjukkan keanggunan,
pertumbuhan, dan melingkar menunjukkan keutuhan, sehingga ornamen tersebut menegaskan
sebuah kehidupan yang dinamis, aktif dalam berelasi apakah terhadap sesama dan alam. Di sisi
yang lain, terdapat pula sebuah relasi dengan Tuhan bukan hanya sebagai pemberi inspirasi dan
daya imajinasi ketika mengamati dan merefleksikan kekayaan alam sebagai ornamen, namun
juga kebergantungan yang utuh terhadap-Nya, dalam setiap kegiatan dan aktifitasnya. Dengan
demikian, pemaknaan terhadap ornamen tersebut menciptakan perilaku, aturan yang
mempengaruhi kehidupan bersama yang didasari keutuhan dan kesatuan.
3.7. Penutup
Garis lengkung dan lingkaran menjadi simbol kuat, yang mencerminkan sebuah relasi
yang aktif manusia dalam menunjukkan eksistensinya terhadap lingkungan dengan berbagai
unsur yang ada dialamnya. Simbol ini melekat dan menjadi kesatuan yang akan terus
dipertahankan dan terus dikembangkan pemaknaannya dengan memperhatikan perubahan dan
perkembangan zaman, agar ornamen tradisional tetap ada.