18
1 TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA PELAYANAN KESEHATAN Abdul Rokhim 1 (Dipublikasikan dalam Jurnal”Negara dan Keadilan”, Program Pascasarjana Unisma Malang, ISSN: 2302-7010, Vol. 5 No. 8, Pebruari 2016, h. 58-67) Abstract Hospitals, as legal entities functioning as entrepreneurs in the field of healthcare services, theoretically legally be subjected to three forms of responsibility, namely: (1) Management of the Hospital as employers should be held responsible civilly for errors made by the health workers as employees if the actions undertaken by the health workers on the orders of the management of the Hospital; (2) Hospitals as businesses that run the health service is responsible to the patient, in case of malpractice committed by health personnel assigned by the Hospital; and (3) The loss suffered by the victims of malpractice patients who were treated by medical personnel at the hospital is the responsibility of the Hospital who cared for him, unless the hospital has insured patients to the insurance company. Keywords: Responsibilities; Hospital; Manufacturers; Health Services A. Pendahuluan Sejarah perkembangan Rumah Sakit sebagai tempat praktik pelayanan medik mengalami perjalanan yang panjang, demikian juga mengenai pengelolaan serta persyaratan apa yang diperlukan untuk memberikan kepuasan bagi si sakit. Tujuan semula dari Rumah Sakit mengalami pertumbuhan yang erat berkait dengan masalah organisasi dan/atau kelembagaannya berikut sistem manajemen atau pengelolannya. Khususnya yang erat berkait dengan perubahan paradigma dalam memasuki era ekonomi global, maka manjadi masalah yang sangat mendasar sifatnya bila dikaitkan dengan pengertian “jasa” sebagaimana yang dimaksudkan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Mengenai upaya jasa pelayanan kesehatan dari Rumah Sakit, menurut Hermien Hadiati Koeswadji, kiranya perlu disimak dua hal penting yang sifatnya sangat prinsipil, yaitu: Pertama, kata-kata “jasa pelayanan kesehatan” sudah menunjukkan secara 1 Dr. H. Abdul Rokhim, SH, MH adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang.

TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

1

TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT

SEBAGAI PRODUSEN JASA PELAYANAN KESEHATAN

Abdul Rokhim1

(Dipublikasikan dalam Jurnal”Negara dan Keadilan”, Program Pascasarjana Unisma

Malang, ISSN: 2302-7010, Vol. 5 No. 8, Pebruari 2016, h. 58-67)

Abstract

Hospitals, as legal entities functioning as entrepreneurs in the field of healthcare

services, theoretically legally be subjected to three forms of responsibility, namely: (1)

Management of the Hospital as employers should be held responsible civilly for errors

made by the health workers as employees if the actions undertaken by the health

workers on the orders of the management of the Hospital; (2) Hospitals as businesses

that run the health service is responsible to the patient, in case of malpractice committed

by health personnel assigned by the Hospital; and (3) The loss suffered by the victims of

malpractice patients who were treated by medical personnel at the hospital is the

responsibility of the Hospital who cared for him, unless the hospital has insured patients

to the insurance company.

Keywords: Responsibilities; Hospital; Manufacturers; Health Services

A. Pendahuluan

Sejarah perkembangan Rumah Sakit sebagai tempat praktik pelayanan medik

mengalami perjalanan yang panjang, demikian juga mengenai pengelolaan serta

persyaratan apa yang diperlukan untuk memberikan kepuasan bagi si sakit. Tujuan

semula dari Rumah Sakit mengalami pertumbuhan yang erat berkait dengan masalah

organisasi dan/atau kelembagaannya berikut sistem manajemen atau pengelolannya.

Khususnya yang erat berkait dengan perubahan paradigma dalam memasuki era

ekonomi global, maka manjadi masalah yang sangat mendasar sifatnya bila dikaitkan

dengan pengertian “jasa” sebagaimana yang dimaksudkan oleh Undang-undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Mengenai upaya jasa pelayanan kesehatan dari Rumah Sakit, menurut Hermien

Hadiati Koeswadji, kiranya perlu disimak dua hal penting yang sifatnya sangat prinsipil,

yaitu: Pertama, kata-kata “jasa pelayanan kesehatan” sudah menunjukkan secara

1 Dr. H. Abdul Rokhim, SH, MH adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang.

Page 2: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

2

eksplisit bahwa pelayanan kesehatan adalah jasa. Kedua, prinsip yang mendasari pola

hubungan horizontal kontraktual yang didasarkan pada hubungan interpersonal dan

kepercayaan itu apakah dikualifikasi sebagai “jual beli” antara produsen jasa pelayanan

kesehatan (Rumah Sakit) dengan konsumen jasa pelayanan kesehatan (pasien).2

Terkait dengan hal tersebut di atas, yang menjadi persoalan adalah apakah

dengan demikian ketentuan hukum perdata mengenai perikatan serta merta dapat

diterapkan terhadap hubungan horizontal kontraktual yang terjadi antara dokter dan

pasien yang didasarkan pada hubungan interpersonal dan berdasarkan kepercayaan.

Dalam konteks global, ketentuan dalam pasal 1 paragraf 3 (b) General

Agreement on Trade in Services (GATS) tidak merinci apa yang dimaksudkan dengan

“jasa” atau “service”, tetapi dalam General Agreement in Tariffs on Trade (GATT) 1991

dapat ditemukan ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai daftar klasifikasi

sektor jasa (service sectoral classification list) yang menyebutkan secara rinci sektor-

sektor apa saja yang termasuk dalam bidang jasa. Dalam ketentuan tersebut antara lain

termasuk jasa-jasa terkait dengan kesehatan dan sosial (health related and social

services). Dari dokumen GATT 1991 tersebut jelas bahwa kesehatan sebagai salah satu

sector jasa dalam prinsip yang mendasari pola hubungan horizontal-kontraktual antara

dokter dan pasien pada hakikatnya merupakan “jual beli” jasa antar penjual jasa

pelayanan kesehatan dengan pembeli jasa pelayanan kesehatan.

Dengan diakuinya pelayanan kesehatan sebagai suatu jasa menurut dokumen

GATT 1991 tersebut menunjukkan adanya kepastian bahwa pelayanan kesehatan

termasuk jasa yang dapat diperjualbelikan di lapangan bisnis. Paradigma baru yang

dihadapi saat ini dan di masa yang akan datang ialah bahwa “profesi bidang kesehatan”

merupakan salah satu sektor bisnis yang bertujuan mencari keuntungan. Dengan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the World Trade

Organization yang kemudian dilengkapi dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, kiranya terjawab sudah keraguan sementara pihak

2 Hermien Hadiati Koeswadji, 2002, Hukum untuk Perumahsakitan, Bandung, Citra Aditya Bakti,

hlm. 178

Page 3: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

3

akan kesiapan hukum di Indonesia dalam menyongsong globalisasi pelayanan

kesehatan.

Dalam kaitannya dengan Rumah Sakit sebagai tempat untuk melakukan kegiatan

upaya pelayanan kesehatan oleh tenaga professional, Rumah Sakit sebagai sarana

kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar atau kesehatan

rujukan, dan/atau upaya pelayanan kesehatan penunjang.

Pada prinsipnya upaya pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dari

upaya pelayanan kesehatan dasar sampai upaya rujukan yang lebih canggih. Pusat

Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan

tersebut, oleh karena itu ia wajib merujuk pada sarana kesehatan rujukan yang lebih

mampu, seperti Rumah Sakit, dokter spesialis, dan sebagainya. Sedangkan yang

dimaksud upaya pelayanan kesehatan penunjang adalah upaya yang diberikan oleh

sarana pelayanan kesehatan penunjang di antaranya adalah laboratorium dan apotek.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam upaya melakukan

kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mencakup semua kegiatan yang

mengubah in put (masukan) berupa pasien untuk diproses dengan memanfaatkan semua

perangkat keras yang terdiri dari sarana, prasarana dan peralatan, serta semua perangkat

lunak meliputi manajemen, pembiayaan dan sumber daya manusia (tenaga kesehatan)

dengan tujuan penderita (pasien) menjadi sembuh sebagai out put atau keluarannya.

Dengan catatan, semua kegiatan dan proses transformasi (penyembuhan) itu harus

dilakukan sesuai dengan prosedur atau standar profesi yang diatur dalam Undang-

undang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.

B. Standar Profesi Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

Yang dimaksud dengan standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan

sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Bagi tenaga kesehatan yang

tidak mematuhi standar profesi dapat dikategorikan telah melakukan kesalahan atau

kelalaian dalam melaksanakan profesinya, sehingga dapat dikenakan tindakan disiplin.

Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian ini ditentukan oleh Majelis Disiplin

Tenaga Kesehatan (MSTK) sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 56

Page 4: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

4

Tahun 1995. Tindakan disiplin yang dimaksud merupakan salah satu tindakan

administratif, yaitu berupa pencabutan izin praktik untuk jangka waktu tertentu atau

hukuman lainnya sesuai dengan besarnya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan.

Standar profesi yang harus dipatuhi dalam melaksanakan kegiatan pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit tersebut tidak lain bertujuan untuk menjaga mutu atau kualitas

pelayanan kesehatan yang dihasilkan. Ini berarti bahwa proses dan prosedur

pengendalian mutu upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sudah distandarisasi.

Apabila proses dan prosedur kegiatan pengadaan jasa pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit itu dikaitkan dengan wadah badan hukum yayasan bagi Rumah Sakit

swasta, maka wadah hukum yayasan itu idealnya bertujuan untuk mencapai tujuan

tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak dimaksudkan untuk

mencari keuntungan (non-profit oriented; nirlaba) untuk kepentingan pribadi pendiri

dan/atau pengurus yayasan. Pasal 7 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan, menegaskan bahwa yayasan dapat mendirikan badan usaha. Badan usaha

yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk di antaranya yang berkaitan dengan

pendidikan, kesehatan, hak asasi manusia, dan lain-lain. Selanjutnya, apabila proses

kegiatan pengadaan jasa pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga profesional di

Rumah Sakit, yang dalam menjalankan tugas profesinya diikat oleh kode etik profesi

dan lafal sumpah (khususnya dokter), kiranya perlu dipikirkan apakah jasa yang berupa

pelayanan kesehatan dalam proses produksi kegiatan di Rumah Sakit itu dapat

diidentikkan dengan jasa dalam proses industri atau bisnis pada umumnya.

C. Tanggung Jawab Rumah Sakit

Mengenai tanggung jawab hukum pelaku usaha ini sudah diatur dalam pasal 19

sampai dengan pasal 27 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Tanggung jawab pelaku usaha ini meliputi usaha periklanan (Pasal 20),

pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain (Pasal 24),

pelaku usaha yang memproduksi barang (Pasal 25), dan pelaku usaha yang

memperdagangkan jasa (Pasal 26).

Dalam kaitan ini, maka fokus pembahasan dibatasi pada 2 (dua) pelaku usaha

Page 5: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

5

saja, yaitu pelaku usaha periklanan yang diatur dalam Pasal 20 dan pelaku usaha yang

memperdagangkan jasa yang diatur dalam Pasal 26.

Pasal 20 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

menyebutkan: “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi

dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut”. Selanjutnya, pasal 26 Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan: “Pelaku

usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang

disepakati dan/atau yang diperjanjikan”.

Supaya dapat dimengerti arti dan hakikat, serta fungsi tanggung jawab.

kepustakaan telah memberikan arti pada tanggung jawab itu sebagai "liability".

Kepustakaan telah menyebutkan bahwa kata "liability" dinyatakan sebagai semua hutang

dan kewajiban (all character of debts and obligations),3 yang harus dibayar atau

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan atau perjanjian.

Pengertian "liability" yang sangat luas itu, dan apabila dikaitkan dengan fungsi

Rumah Sakit sebagai pelaku usaha sebagai tempat bekerjanya Tenaga Kesehatan

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, me-

rupakan tanggung jawab khusus dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas profesinya.

Dengan demikian, secara teoritis yuridis Rumah Sakit terkait dengan fungsinya

dapat mencakup 3 (tiga) macam bentuk tanggung jawab (liability) yang fokusnya

ditujukan kepada perlindungan konsumen, yaitu:

(1) "vicarious liability";

(2) "strict liability";

(3) " insurance liability " atau juga dikenal sebagai "no fault liability".4

Vicarious Liability adalah penyimpangan dari norma yang membebankan

tanggung jawab secara perdata kepada orang yang melakukan perbuatan melanggar

hukum (tort). Hubungan hukum yang dapat menyebabkan satu pihak bertanggung jawab

atas kesalahan pihak lain, misalnya orang tuang bertanggung jawab atas kesalahan

anaknya, tanggung jawab suami kepada istrinya, pemilik kendaraan kepada sopirnya,

3 Henry Cambell Black, 1990, Black’s Law Dictionary, ed. VI, St. Paul, Minnesota West

Publishing Co., hlm. 823 4 Ibid., hlm. 1404, hlm. 1275, dan hlm. 824

Page 6: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

6

dan majikan kepada karyawannya. Dalam hal tertentu, manajemen Rumah Sakit selaku

majikan harus bertanggung jawab secara perdata atas kesalahan yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan selaku karyawannya. Hal itu terjadi manakala perbuatan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan tersebut atas perintah atau suruan dari pihak

manajemen Rumah Sakit.

Strict Liability (tanggung jawab mutlak) berarti unsur kesalahan tidak perlu

dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan dalam

pasal ini dijelaskan merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar

hukum pada umumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Hakim Agung pada Mahkamah Agung Takdir Rakhmadi mengatakan

selama ini belum ada kasus yang dibawa penggugat ke pengadilan. Oleh karena itu,

konsep strict liability belum pernah diterapkan di Indonesia.5 Sesuai dengan prinsip

tanggung jawab mutlak (strict liability), pihak Rumah Sakit selaku pelaku usaha yang

menjalankan jasa pelayanan kesehatan harus bertanggung jawab secara mutlak kepada

pasien yang menjadi korban malpraktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

ditugaskan oleh Rumah Sakit, dimana pasien (korban) secara hukum tidak dibebani

kewajiban untuk membuktikan kesalahan Rumah Sakit atau tenaga kesehatan yang

ditugaskan oleh Rumah Sakit yang bersangkutan.

Insurance Liability, artinya perusahaan asuransi bertanggung jawab untuk

memberikan proteksi (ganti kerugian) terhadap gugatan yang timbul akibat kerugian

atau kerusakan yang timbul dari perbuatan orang lain atau harta bendanya (insurance

that provides protection from claims arising from injuries or damage to other people or

property).6 Mengacu pada prinsip insurance liability, kerugian yang diderita oleh pasien

yang dirawat oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit menjadi tanggung jawab pihak

ketiga, yakni perusahan asuransi. Pengalihan tanggung jawab dari Rumah Sakit kepada

perusahan asuransi ini terjadi berdasarkan perjanjian asuransi yang berisi pengalihan

risiko atas kerugian yang dialami oleh pasien korban malpraktik yang dirawat di Rumah

Sakit tersebut. Terkait perjanjian asuransi ini, pihak asuransi selaku penanggung wajib

5 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d089548aabe8/konsep-dan-praktik-strict-liability-

di-indonesia. Diakses 6 Pebruari 2015 6 http://www.artikata.com/arti-106721-liability%20insurance.html. Diakses 6 Pebruari 2015

Page 7: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

7

membayar ganti kerugian itu, karena ia telah menerima pembayaran premi dari pihak

Rumah Sakit. Dengan demikian, pada hakikatnya, insurance liability itu juga merupakan

tanggung jawab Rumah Sakit selaku tertanggung. Sedang, pasien adalah penerima

manfaat (beneficiary) dari perjanjian asuransi itu.

Dalam membicarakan permasalahan "liability" erat kaitannya dengan

pembicaraan mengenai "medical malpractice" yang berkaitan erat dengan Tenaga Medis

yang terdiri dari Dokter dan Dokter Gigi kepustakaan menyebutkannya sebagai

"professional misconduct" atau "unreasonable lack of skill". Sebetulnya penyebutan

tersebut tidak hanya berkaitan dengan dokter sebagai tenaga profesional, tetapi juga ahli

hukum ("lawyer") dan akuntan ("accountants").

Dalam mengkaji "medical malpractice" kita tidak dapat terlepas dari awal mula

konsep tersebut lahir dan berkembang, yaitu konsep pemikiran barat, khususnya Anglo

Amerika yang dengan jelas menyebutkan sebagai "medical malpractice" karena

dikembangkan dari sistem hukum "tort" yang hanya dikenal dalam sistem peradilan

"jury" ('jury system"). Sistem peradilan ini tidak dikenal di Indonesia yang menganut

sistem hukum kodifikasi yang berasal dari Belanda. Di samping itu, Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tidak menggunakan istilah "malpraktek

pidana" dan "malpraktek perdata", tetapi menyebutkan sebagai kesalahan dan/atau

kelalaian.7

Rumah Sakit sebagai organ yang semula didirikan berdasarkan tujuan sosial,

kemanusiaan atau keagamaan itu dalam sejarah pertumbuhannya telah mengalami

perkembangan, sehingga Rumah Sakit berfungsi untuk mempertemu-kan 2 (dua) tugas

yang prinsipiil yang membedakan dengan organ lain yang memproduksi jasa. Rumah

Sakit merupakan organ yang mempertemukan tugas yang didasari oleh dalil-dalil etik

medik karena merupakan tempat bekerjanya para profesional penyandang lafal sumpah

medik yang diikat oleh dalil-dalil Hippocrates dalam melakukan tugasnya. Di samping

itu, segi hukum sebagai dasar bagi wadah Rumah Sakit sebagai organ yang bergerak

dalam hubungan-hubungan hukum dalam masyarakat yang diikat oleh norma hukum

dan norma etik masyarakat. Kedua norma tersebut berbeda, baik dalam pembentukannya

7 Hermien Hadiati Koeswadji, 2002, Op. Cit., hlm. 188

Page 8: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

8

maupun dalam pelaksanaannya apabila dilanggar.

Sehubungan dengan hal tersebut itulah, maka dalam Kode Etik Rumah Sakit

Indonesia tahun 2001 (KODERSI 2001) ditegaskan bahwa Rumah Sakit sebagai sarana

pelayanan kesehatan merupakan unit sosio ekonomi yang harus mengutamakan tugas

kemanusiaan dan mendahulukan fungsi sosialnya, dan bukan untuk mencari keuntungan

semata. Sebagai unit sosio ekonomi dengan demikian, Rumah Sakit harus memiliki

nilai-nilai dasar Rumah Sakit, yang oleh kepustakaan disebutkan, "... it is necessary for

a hospital to stipulate strict medical standards which must be observed by the hospital

staff as an ethical code and abide by its guiding principles of medical care".8 Artinya,

perlu bagi Rumah Sakit untuk menetapkan standar medis yang ketat yang harus

diperhatikan oleh staf Rumah Sakit sebagai kode etik dan mematuhi prinsip-prinsip

perawatan medis.

Dalam Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) bahkan sudah ditegaskan

bahwa yang dimaksud dengan tanggung jawab Rumah Sakit meliputi tanggung jawab

umum dan tanggung jawab khusus. Sehubungan dengan hal tersebut, Rumah Sakit harus

senantiasa menyesuaikan kebijakan pelayanannya ("health care service policy") pada

harapan dan kebutuhan masyarakat setempat, dan yang akan tercermin dalam/melalui

strategic planning, baik jangka pendek, menengah maupun panjang.

Yang merupakan tanggung jawab umum Rumah Sakit adalah kewajiban

pimpinan Rumah Sakit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahan,

peristiwa, kejadian dan keadaan di Rumah Sakit. Sedangkan tanggung jawab khusus

muncul jika ada anggapan bahwa Rumah Sakit telah melanggar kaidah-kaidah, balk

dalam bidang hukum, etik, maupun tata tertib atau disiplin.9

Akan sangat dirasakan perkembangan paradigma fungsi dan status Rumah Sakit

ini khususnya bagi Rumah Sakit pemerintah, karena Rumah Sakit harus mengutamakan

pelayanan yang baik dan bermutu secara berkesinambungan serta tidak mendahulukan

urusan biaya.10

Pelayanan yang baik dan bermutu secara berkesinambungan pada

8 Kampachi Yoshika, 1982, “Oriental Medical Ethics from the Standpoint of life Science”,

Shinseri Hospital, Osaka, Jepang, hlm. 89 9 Penjelasan pasal 2 KODERSI 2001

10 Pasal 3 KODERSI 2001 berikut Penjelasannya.

Page 9: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

9

dasarnya merupakan penyelenggaraan pelayanan secara menyeluruh, yang satu dengan

yang lain terkait sedemikian rupa, sehingga terlaksana pelayanan Rumah Sakit yang

mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

1. Setiap saat siap memberikan pelayanan;

2. Beranjak dari pendirian dan pandangan bahwa manusia adalah suatu kesatuan psiko-

sosio-somatik;

3. Memberi layanan kepada pasien selaku konsumen yang dewasa dan mengakui serta

menghormati sepenuhnya hak-haknya;

4. Menjamin diberikannya mutu pelayanan teknik medik yang menunjukkan

kemampuan dan keterampilan. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan berbagai

tindakan pengawasan dan pengamanannya;

5. Menjamin terselenggaranya mutu pelayanan yang manusiawi dan dilakukan dengan

dedikasi tinggi serta penuh kehati-hatian:

6. Diselenggarakan sebagai sebuah lembaga sosial ekonomi untuk kepentingan seluruh

rakyat yang pada hakikatnya merupakan sumber pembiayaan proses pelayanan

Rumah Sakit, dan oleh karena itu tidak diperkenankan mendahulukan dan

mengutamakan hal ihwal yang menyangkut biaya dari layanan. khususnya dalam

menghadapi kasus gawat darurat;

7. Harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka tugas penting Rumah Sakit ialah

membina iklim manajerial yang kondusif bagi pendidikan dan pelatihan kepribadian

karyawan. Hal inilah yang menandai corak dasar pelayanan Rumah Sakit sebagai satu

kesatuan, baik dalarn hubungan internal maupun eksternal. sebagai upaya Rumah Sakit

memproteksi kepentingan pasien khususnya dan khalayak ramai pada umumnya. Hal

tersebut disebabkan ciri Rumah Sakit modern selain padat karya juga padat modal.

bahkan padat teknologi, padat perubahan dan penyesuaian dengan unsur sumber daya

manusia.

Bila hal tersebut dikaitkan dengan Rumah Sakit dalam melakukan promosi

pemasaran, dengan demikian harus bersifat informatif, tidak komparatif, berpijak pada

dasar yang nyata, tidak berlebihan, dan berdasarkan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.

Page 10: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

10

Dalam upaya pelayanan kesehatan dan Rumah Sakit konsep pemasaran

(marketing) tampak lebih berkonotasi negatif, karena membangkitkan pemikiran ke arah

promosi periklanan dan penjualan ("sales"). Padahal, hakikat dan sari pati pemasaran

adalah komunikasi. lni berarti bahwa promosi sebagai sarana pemasaran Rumah Sakit

dapat dilakukan dan lebih merupakan penyuluhan yang bersifat informatif, edukatif,

preskriptif dan preparatif bagi masyarakat pada umumnya dan pasien khususnya.

Secara rinci yang dimaksud dengan informatif ialah memberikan pengetahuan

mengenai hal ihwal yang ada relevansinya dengan berbagai pelayanan dan program

Rumah Sakit yang efektif bagi pasien/konsumen. Mengenai hal ini khususnya informasi

unsur-unsur sistem kesehatan nasional yang merupakan sumber daya kesehatan yang

pada dasarnya dalam proses transformasi yang meliputi perangkat keras dan perangkat

lunak. Keunggulan dalam hal penyediaan perangkat keras saja tidak menjamin keluaran

yang berupa jasa pelayanan kesehatan yang bermutu, karena dibalik perangkat keras itu

dimanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dari perangkat lunak, yang khususnya

terdiri dari sumber daya manusia. Itu pun proses dan prosedur proses transformasi sudah

distandardisasi, sehingga harus dipatuhi dan bila tidak dapat merupakan pelanggaran

yang dalam tahap lanjut dapat berupa "medical malpractice".

Sedangkan yang dimaksud dengan edukatif bermaksud untuk memperluas

cakrawa!a masyarakat tentang herhagai fungsi clan proaram Rumah Sakit, bagaimana

proses pehyelenggaraan kegiatan upaya pelayanan kesehatan dilakukan yang mencakup

keberadaan perangkat keras dan perangkat lunak. Keberadaan perangkat keras yang

berlebihan dan tidak adanya perangkat lunak yang memadai, karena tidak/belum adanya

skill yang terampil untuk mengoperasikan perangkat keras yang canggih, tidak akan

membawa pada hasil yang berupa pelayanan kesehatan yang diharapkan.

Demikian juga harus bersifat preskriptif, yaitu dengan memberikan petunjuk-

petunjuk kepada masyarakat dan khususnya pasien mengenai peran pencari pelayanan

kesehatan dalam proses diagnosis dan terapi. Sedangkan preparatif bermaksud

membantu pasien dan/atau keluarga pasien dalam proses pengambilan keputusan

("decision making process") yang dituangkan melalui "information for consent" dan

"informed consent". Proses tersebut dituangkan dalam Rekam Medik ("medical record")

Page 11: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

11

yang isinya merupakan milik pasien dan bersifat konfidensial, sedangkan rekaman

catatannya menjadi milik Rumah Sakit yang disimpan di bagian Rekam Medik Rumah

Sakit.

Bila apa yang telah diuraikan tersebut dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka undang-undang tersebut belum

mengatur mengenai jasa pelayanan kesehatan dan Rumah Sakit. Yang diatur oleh

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah pelaku

usaha periklanan (Pasal 20), pelaku usaha importir (Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2)),

pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa (Pasal 24 ayat (1) a dan b dan ayat (2)),

pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan (Pasal 25

ayat (1) dan ayat (2) a, b)), pelaku usaha yang memperdagangkan jasa (Pasal 26), dan

pelaku usaha yang memproduksi barang (Pasal 27 a, b, c, d, dan e).

Dengan mengacu pada ketentuan pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana tersebut di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsumen jasa pelayanan kesehatan tidak identik

dengan konsumen jasa produsen (industri). Oleh karena kedudukan Rumah Sakit sebagai

pengelola jasa pelayanan kesehatan juga tidak dapat disamakan dengan perusahaan yang

“memproduksi” atau “memperdagangkan” jasa di bidang pelayanan kesehatan tidak

boleh semata-mata (murni) bertujuan untuk mencari keuntungan (profit oriented).

Mengingat dalam melaksanakan fungsinya sebagai “tempat” atau sarana pelayanan

kesehatan, Rumah Sakit baik milik pemerintah maupun swasta, idealnya bertujuan untuk

kepentingan sosial kemanusiaan yang bersifat amal pengabdian (charity; filantropis).

Dalam hal upaya pelayanan kesehatan, tanggung jawab Rumah Sakit tidak bisa

dilepaskan dengan tanggung jawab dokter sebagai penanggung jawab langsung dari

tindakan medis yang dilakukannya atau yang menjadi tanggung jawabnya. Tanggung

jawab yang dibebankan kepada seorang dokter yang melakukan pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit, selain mencakup tanggung jawab etis, juga tanggung jawab profesi dan

tanggung jawab hukum.

Terkait dengan tanggung jawab Rumah Sakit yang menjadi “tempat” tindakan

medis itu dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, umumnya lebih banyak bertumpu pada

Page 12: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

12

tanggung jawab administrasi, khususnya menyangkut perizinan dan pengawasan dari

pihak manajemen Rumah Sakit terkait dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit yang bersangkutan. Sepanjang pihak

manajemen Rumah Sakit bekerja dan menjalankan fungsinya sesuai peraturan

perundang-undangan dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI), maka

kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, termasuk dokter, yang bekerja di

Rumah Sakit tersebut secara etik dan hukum menjadi tanggung jawab pribadi tenaga

kesehatan yang bersangkutan.

Untuk melihat sejauh mana tindakan seorang dokter, termasuk yang

melksanakan tugas pelayanan medis di Rumah Sakit, mempunyai implikasi dan

tanggung jawab yuridis jika terjadi kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan,

serta unsur-unsur apa saja yang dijadikan ukuran untuk menentukan ada tidaknya

kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter, tidak bisa terjawab dengan hanya

mengemukakan sejumlah perumusan tentang apa dan bagaimana terjadinya kesalahan.

Tetapi penilaian mengenai rumusan tersebut harus dilihat dari dua sisi, yaitu pertama

harus dinilai dari sudut etik dan baru kemudian dilihat dari sudut hukum.

Jika ditinjau dari segi etika profesi, dengan memilih profesi di bidang tenaga

kesehatan berarti sudah disyaratkan adanya kecermatan yang tinggi, demikian juga

dengan berbagai ketentuan khusus yang berlaku bagi seorang dokter. Berarti dengan

tidak mematuhi peraturan itu saja sudah dianggap telah berbuat kesalahan. Di samping

itu, dalam melaksanakan tugasnya dokter harus senantiasa mengutamakan dan

mendahulukan kepentingan pasien, memperhatikan dengan sungguh-sungguh semua

objek pelayanan kesehatan, serta berusaha menjadi pengabdi masyarakat yang baik.

Dilihat dari sudut hukum, kesalahan yang diperbuat oleh seorang dokter,

termasuk yang melakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, meliputi beberapa

aspek hukum, yaitu aspek hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi

negara. Ketiga aspek hukum ini saling berkaitan satu sama lain. Jadi, untuk dapat

menyatakan bahwa seorang dokter telah melakukan suatu kesalahan, penilaiannya harus

beranjak dari transaksi terapeutik, kemudian baru dilihat dari segi hukum administrasi,

apakah dokter yang bersangkutan mampu dan berwenang melaksanakan perawatan?

Page 13: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

13

Dari sudut hukum perdata harus dilihat apakah dokter itu telah melaksanakan pelayanan

kesehatan atau tindakan medis dengan baik serta telah melaksanakan standar profesi

sebagaimana mestinya? Sedangkan dari sudut hukum pidana harus dilihat apakah

seorang dokter itu telah melakukan kesengajaan dan atau kelalaian dalam melaksanakan

tugasnya, sehingga menimbulkan kerugian bagi orang yang dirawatnya, dan perbuatan

itu telah diatur terlebih dahulu dalam hukum pidana. Jadi, secara yuridis kesalahan yang

dilakukan oleh seorang dokter mempunyai implikasi yang luas dan bersifat

multidisipliner.

Dalam pelayanan kesehatan, masalah etika profesi telah lama diusahakan agar

benar-benar dapat berkembang dan melekat pada setiap sikap dan tindakan seorang

dokter. Hal ini karena kode etik dalam kehidupan hukum sangat memegang peranan,

dalam banyak hal yang berhubungan dengan hukum kesehatan menunjukkan bahwa

kode etik memberi makna yang positif bagi perkembangan hukum, misalnya mengenai

tindakan seorang dokter mengeluarkan "Surat Keterangan Dokter" untuk kepentingan

persidangan. Surat keterangan dokter dalam proses pemeriksaan perkara, yang isinya

menyatakan bahwa terdakwa sakit, ternyata oleh hukum diterima sebagai suatu

kenyataan bahwa perkara tersebut harus ditunda pemeriksaannya. Begitu juga dengan

"visum dokter" oleh hukum diterima sebagai alat bukti di pengadilan. Ukuran yang

digunakan hakim untuk menerima surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa

terdakwa sakit, atau "visum dokter" yang menerangkan tentang keadaan korban,

penilaiannya oleh hakim hanya disandarkan pada anggapan, bahwa dokter akan

mengeluarkan surat keterangan atau visum tersebut adalah berdasarkan pada kode

etiknya. Kemudian iktikad baik sebagai seorang profesional dibuktikan oleh dokter

dengan kewajiban menaati kaidah-kaidah yang termuat dalam kode etiknya. Kerangka

pemikiran yang demikian membawa keadaan pada suatu kenyataan bahwa hukum dalam

perkembangannya juga mendapat pengaruh dari kode etik.

D. Kesimpulan

Rumah Sakit sebagai badan hukum yang menjalankan fungsinya sebagai pelaku

usaha di bidang jasa pelayanan kesehatan, secara teoritis yuridis dapat dikenai 3 (tiga)

Page 14: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

14

bentuk "liability" (tanggung jawab), yaitu:

(1) Sesuai dengan prinsip "vicarious liability", manajemen Rumah Sakit selaku majikan

harus bertanggung jawab secara perdata atas kesalahan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan selaku karyawannya, apabila perbuatan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan tersebut atas perintah atau suruan dari pihak manajemen Rumah Sakit;

(2) Sesuai dengan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), pihak Rumah Sakit

selaku pelaku usaha yang menjalankan jasa pelayanan kesehatan bertanggung jawab

kepada pasien (korban malpraktik) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

ditugaskan oleh Rumah Sakit, dimana pasien (korban) secara hukum tidak dibebani

kewajiban untuk membuktikan kesalahan Rumah Sakit atau tenaga kesehatan yang

ditugaskan oleh Rumah Sakit;

(3) Mengacu pada prinsip tanggung jawab asuransi (insurance liability), kerugian yang

diderita oleh pasien korban malpraktik yang dirawat oleh tenaga kesehatan di

Rumah Sakit menjadi tanggung jawab perusahan asuransi. Pengalihan tanggung

jawab dari Rumah Sakit kepada perusahan asuransi ini terjadi berdasarkan

perjanjian asuransi antara Rumah Sakit selaku tertanggung dengan perusahaan

asuransi selaku penanggung; sedangkan pasien dalam hal ini adalah penerima

manfaat (beneficiary) dari perjanjian asuransi, bukan sebagai pihak yang

bertanggung jawab.

Page 15: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

15

DAFTAR PUSTAKA

Black, Henry Cambell, 1990, Black’s Law Dictionary, ed. VI, St. Paul, Minnesota West

Publishing Co.

Hermien Hadiati Koeswadji, 2002, Hukum untuk Perumahsakitan, Bandung, Citra

Aditya Bakti

Kampachi Yoshika, 1982, “Oriental Medical Ethics from the Standpoint of life

Science”, Shinseri Hospital, Osaka, Jepang

Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d089548aabe8/konsep-dan-praktik-strict-

liability-di-indonesia. Diakses 6 Pebruari 2015

http://www.artikata.com/arti-106721-liability%20insurance.html. Diakses 6 Pebruari

2015

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Agreement Establishing the

World Trade Organization

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Page 16: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

16

Page 17: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

17

Page 18: TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PRODUSEN JASA …

18