137
Agustining : Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, 2010. TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA T E S I S Oleh AGUSTINING 087011001/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Tanggung Jawab Notaris

  • Upload
    idinata

  • View
    232

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tanggung Jawab Notaris

Citation preview

Page 1: Tanggung Jawab Notaris

Agustining : Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, 2010.

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI

PERBUATAN PIDANA

T E S I S

Oleh

AGUSTINING 087011001/MKn

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Page 2: Tanggung Jawab Notaris

2

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI

PERBUATAN PIDANA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

AGUSTINING 087011001/MKn

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Page 3: Tanggung Jawab Notaris

3

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA

Nama Mahasiswa : Agustining Nomor Pokok : 087011001 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) K e t u a

(Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum) (Syahril Sofyan, SH, Mkn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, D e k a n,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)

Tanggal Lulus : 24 Nopember 2009

Page 4: Tanggung Jawab Notaris

4

Telah diuji pada Tanggal : 24 Nopember 2009

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

Anggota : 1. Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum

2. Notaris Syahril Sofyan, SH, Mkn

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

Page 5: Tanggung Jawab Notaris

5

ABSTRAK

Tanggung jawab notaris terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana terjadi apabila notaris yang kewenangannya dalam ranah hukum administrasi dan hukum perdata, kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris karena keberadaan akta otentik notaris yang diharapkan memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh ternyata menimbulkan permasalahan bagi para pihak maupun pihak lain yang dirugikan. Atas permasalahan tersebut apabila terdapat alasan yang dijadikan dasar untuk mempidanakan notaris diantaranya bahwa notaris telah membuat surat palsu, atau memalsukan surat berdasarkan pasal 263 jo 264 KUHP maka notaris harus mempertanggung jawabkan akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana. Akibat permasalahan tersebut sehingga mengharuskan notaris hadir dalam pemeriksaan atau penyidikan perkara pidana di tingkat Kepolisian. Namun demikian untuk menghadirkan notaris dalam pemeriksaan perkara pidana sesuai amanat pasal 66 UUJN harus terlebih dahulu mendapat ijin dari Majelis Pengawas Daerah.

Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian normatif, dengan metode pendekatan penelitian yuridis normatif, artinya penelitian ini cenderung menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data primer data sekunder. selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis secara kualitatif untuk membahas permasalahan berdasarkan peraturan perundangan dengan metode deduktif. Uraian hasil analisis dideskripsikan secara kualitatif dengan menggunakan interpretasi dan logika hukum sehingga memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang sudah ada untuk menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.

Faktor yang mengharuskan notaris menghadiri panggilan penyidik pada pemeriksaan pidana adalah untuk mendapatkan keterangan dari notaris baik secara formil maupun materiil berkaitan dengan akta yang dibuat dan menimbulkan kerugian bagi para pihak maupun pihak lain, berdasarkan bukti awal bahwa notaris patut diduga turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana yaitu membuat surat palsu berdasarkan pasal 263 KUHP atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta notaris berdasarkan pasal 266 KUHP. Majelis Pengawas Daerah berfungsi dan berperan terhadap pemanggilan notaris pada pemeriksaan perkara pidana dengan memanggil dan mengadakan sidang majelis untuk memeriksa notaris terhadap dugaan adanya pelanggaran UUJN atau Kode Etik serta memberikan nasehat hukum, sebelum memberikan ijin atau tidak terhadap pemeriksaan notaris pada perkara pidana. Sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan untuk mengemban sebagian tugas negara, notaris seharusnya tidak mengahalalkan segala cara untuk mencapai profesionalnya, dengan demikian notaris terhindar dari ancaman hukuman pidana. Majelis Pengawas Daerah hendaknya disamping sebagai pengawas terhadap perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris, juga mempunyai fungsi

Page 6: Tanggung Jawab Notaris

6

perlindungan khususnya berkaitan dengan asas praduga tidak bersalah pada posisi notaris sebagai pejabat umum yang sedang melaksanakan tugas negara.

Kata kunci : Tanggung jawab notaris, Akta otentik, Indikasi perbuatan pidana.

Page 7: Tanggung Jawab Notaris

7

ABSTRACT

The responsibility of a notary public for an authentic act that indicates a criminal act takes place when a notary public whose administrative and civil authority, are then disqualified or they are considered as a criminal act conducted by a notary public because the condition of an authentic act which is expected to give legal assurance to some parties and as a complete and strong proof apparently causes problem to certain parties and other parties who suffer loss. In relation to the problem if there is good reason for taking the notary public to a criminal case, among others, because of a false letter or forging a document based on the article of 263 jo 264 of (KUHP) Criminal Law the notary must be responsible for the authentic act he/she has made. As a consequence, the notary must be present to be examined and investigated by the police. However to take a notary to the procedures of criminal act according to the article 66 of UUJN a permit from Majelis Pengawas Daerah (Regional Control Council) must be obtained.

This is a normative thesis research using normative judicial approach, it means that the research tends to use primary legal material and secondary legal material. The characteristic of the research is descriptive - analytic. The primary and the secondary data were collected and then they were analysed and evaluated qualitatively in order to discuss the problem based on the regulations using deductive method. The result of analysis is described qualitatively using interpretation and logic of law in order to obtain a new picture or to strengthen the past picture in order to give useful suggestions.

The factor that forces the notary public to accept the investigator’s summon to a criminal investigation is to collect information from the notary both formally and materially due to the act made and inflicted a loss to certain parties and other parties based on the initial proof that the notary was guessed to have participated or helped to commit a criminal act, i.e to forger a letter based on the article 263 of KUHP or to give false explanation to the notary act based on the article of 266 of KUHP. The Regional Control Council functions and plays a role to call the notary to the investigation of a criminal case by holding a council court to examine the notary due to the violation of UUJN or the code of ethics and also to give him/her legal advice before giving permission or not on the investigation of the notary. As a public official who is given responsibility to do part of a state’s task, a notary should not legalize any act in order to achieve his/her professionalism, that way the notary spared from criminal thread punishment. The Regional Control Council, besides being a body which supervises the act and behavior of the notary in performing his/her task as a notary, it also has protective function especially about presumption of innocence on the notary’s position as a public official who is performing a state’s task. Keywords : Responsibility of a notary, An authentic act, Indication of criminal act.

Page 8: Tanggung Jawab Notaris

8

KATA PENGANTAR

Sebagai umat beragama, pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur

kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan ridlo-Nya sehingga Tesis ini dapat

penulis selesaikan dengan baik, walaupun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis

ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan faktor teknis yang sangat terbatas.

Tesis ini berjudul TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA

OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA

merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi

Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan

segala keterbatasan penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh

umat manusia.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai dengan baik tanpa

bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak utamanya komisi pembimbing,

baik yang bersifat moril maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini,

penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A (K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai

mahasiswa pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

Page 9: Tanggung Jawab Notaris

9

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, juga selaku Pembimbing Utama penulis.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, dan Bapak Syahril Syofyan, SH,

Mkn masing-masing selaku Pembimbing.

4. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Chairani, SH, Spn, Mkn,

masing-masing selaku Penguji.

yang telah banyak membantu penulis dengan memberikan bimbingan, petunjuk dan

dorongan semangat serta motivasi untuk kesempurnaan hingga terselesaikannya

penulisan tesis ini. Atas segala bantuan tersebut penulis berdo’a kepada Allah SWT

semoga bapak/ibu senantiasa mendapat lindungan, rahmat, hidayah dan kasih-Nya

dalam menjalani kehidupan serta pengabdian tugasnya kepada Nusa dan Bangsa dan

Agama.

Ucapan terima kasih tiada terhingga penulis haturkan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Mansur (Almarhum) dan ibunda Hj. Sinto

Maimudah yang telah membesarkan dan mendidik dengan memberikan kasih

sayang yang tulus dan semangat kepada penulis, sehingga penulis menjadi kuat

dan tabah dalam menghadapi dan menjalani kehidupan yang penuh cobaan ini,

juga kedua mertua yaitu ayahanda A. Rivai (alm) dan ibunda Hj Fatmah R

(almh) yang telah memberikan semangat dan kasih sayang semasa hidupnya.

Oleh karena itu penulis berdoa semoga Allah SWT senantiasa mengampuni dosa-

dosanya dan menempatkan almarhum dan almarhumah di tempatkan yang

sebaik-baiknya di sisi-Nya, dan ibunda Hj. Sinto Maimudah, senantiasa dalam

lindungan Nya dan diberi kesehatan serta keselamatan, amin.

Page 10: Tanggung Jawab Notaris

10

2. Suami penulis Kombes. Pol. Drs. H. Yasdan Rivai, M.Hum, dan putra-putri

tercinta yaitu Indra, Sella dan Dinda, yang senantiasa memanjatkan doa kepada

Allah SWT dan memberikan semangat, dukungan dengan kasih sayang penuh

pengorbanan serta mendorong penulis hingga tesis ini dapat terselesaikan dengan

baik.

3. Saudara-saudari penulis, Mas, Mbak, kakak serta adik-adik yang telah banyak

memberi dukungan baik moril maupun materiil, semoga Allah SWT memberi

kesehatan, keselamatan dan rezeki yang berlimpah.

4. Bapak/ibu dosen dan rekan-rekan mahasiswa seperjuangan serta seluruh staf

pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas

Sumatera Utara.

5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian tesis

ini, baik langsung maupun tidak langsung yang tidak mampu penulis sebut satu

persatu.

Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya

namun sebagai manusia, penulis menyadari adanya kekurangan dan ketidak

sempurnaan dalam tesis ini. Oleh karena itu penulis berharap kiranya para pembaca

dapat memberikan kritik dan saran yang produktif.

Medan, 24 Nopember 2009

Penulis

Agustining

Page 11: Tanggung Jawab Notaris

11

RIWAYAT HIDUP

Nama : Agustining

Tempat /Tanggal Lahir : Sidoarjo / 20 Agustus 1966

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Komplek Johor Indah Permai I Blok XI No.1 Medan

Nama Orang Tua : Ayah : Mansur (Alm) Ibu : Hj. Sinto Maimudah Nama Suami : Kombes. Pol. Drs. Yasdan Rivai, M.Hum Nama Anak-anak : 1. Indra Putra Yastika Rivai 2. Salvilia Fitri Dyastini Putri 3. Dinda Amaliah Ifmayati Putri Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri Kalitengah I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1977)

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1981)

3. Sekolah Menengah Atas Negeri I di Sidoarjo, Jatim (lulus tahun 1984)

4. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya di Malang, Jatim (lulus tahun 1989)

5. Kelas Khusus Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, di Medan, Sumut (lulus tahun 2009)

Page 12: Tanggung Jawab Notaris

12

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ................................................................................................................ i ABSTRACT .............................................................................................................. iii KATA PENGANTAR............................................................................................... iv RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xii BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................... 17 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 17 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 18 E. Keaslian Penelitian ........................................................................... 20 F. Kerangka Teori dan Konsepsi .......................................................... 20

1. Kerangka Teori ............................................................................ 20 2. Konsepsi ....................................................................................... 35

G. Metode Penelitian ............................................................................. 42

1. Jenis Penelitian .............................................................................. 42 2. Sifat Penelitian .............................................................................. 43

Page 13: Tanggung Jawab Notaris

13

3. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 43 4. Alat Pengumpulan Data ................................................................ 44 5. Analisis Data ................................................................................. 45

BAB II : FAKTOR YANG MENYEBABKAN NOTARIS DIPERLUKAN - KEHADIRANNYA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA

PIDANA.................................................................................................... 46 A. Hubungan Hukum Antara Notaris Dengan Para Penghadap ............ 46 B. Faktor yang Menyebabkan Notaris Diperlukan Kehadirannya Dalam - Pemeriksaan Perkara Pidana ............................................................... 66

BAB III: TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN

BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA .............................................. 77

A. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Notaris .................. 77 B. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta -

Otentik Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana .................. 89 BAB IV : FUNGSI DAN PERANAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP PEMANGGILAN NOTARIS PADA PEMERIKSAAN

PERKARA PIDANA ............................................................................... 99

A. Ruang Lingkup Pengawasan Terhadap Notaris ................................... 99

B. Fungsi Dan Peranan Majelis Pengawas Daerah Terhadap Pemanggilan Notaris Pada Pemeriksaan Perkara Pidana ..........................................109

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 113

A. Kesimpulan...................................................................................... 113 B. Saran................................................................................................. 116

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................118 LAMPIRAN.............................................................................................................123

Page 14: Tanggung Jawab Notaris

14

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Data Notaris - PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya Tahun 2008 -2009 ................................................................................. 60

2. Data Notaris - PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum Polda Sumut tahun 2008 -2009 .................................................. 61

Page 15: Tanggung Jawab Notaris

15

DAFTAR SINGKATAN INI : Ikatan Notaris Indonesia

KUHAP : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana

KUHPerdata : Kitab Undang-undang Hukum Perdata

PJN : Peraturan Jabatan Notaris

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

Stbl : Staatblat.

UU : Undang-undang

UUJN : Undang-undang Jabatan Notaris

VOC : Vereenigde Oost Ind. Compagnie

Page 16: Tanggung Jawab Notaris

16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan

tunduk pada hukum.1 Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan

paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah perlindungan kepentingan manusia.2

Hukum mengatur segala hubungan antar individu atau perorangan dan individu

dengan kelompok atau masyarakat maupun individu dengan pemerintah.3

Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.

4 Kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan

masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan

kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat.5

1 Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan

Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Bandung, Alumni, 2000, hal. 43. 2 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2003,

hal.21, Apakah yang dimaksudkan dengan rule of law itu? Dari bunyi kata-katanya rule of law berarti pengaturan oleh hukum. Jadi yang mengatur adalah hukum, hukumlah yang memerintahkan atau berkuasa. Ini berarti supremasi hukum. Memang rule of law biasanya secara singkat diartikan sebagai "governance not by man but by law". Perlu diingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, hukum adalah untuk manusia, sehingga "governance not by man but by law" tidak boleh diartikan bahwa manusianya pasif sama sekali dan menjadi budak hukum.

3 Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidharta, Op. Cit, hal. 17, untuk mengatur segala hubungan antar-manusia di atas, baik hubungan antar-individu atau antara perorangan, maupun antara perorangan dengan kelompok-kelompok maupun antara individu atau kelompok dengan pemerintah diperlukan hukum.

4 Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal. 29.

5 Ibid.

Page 17: Tanggung Jawab Notaris

17

Tuntutan terhadap perlindungan hukum dalam kehidupan masyarakat salah

satunya tercermin dalam lalu lintas hukum pembuktian, yaitu perlunya akta otentik

dapat dilihat dari sejarah perkembangan notaris di Indonesia. Sejarah perkembangan

notaris diawali pada zaman Romawi. "Perkataan Notaris berasal dari perkataan

Notarius, ialah nama yang ada pada zaman Romawi, diberikan kepada orang - orang

yang menjalankan pekerjaan menulis"6

Pada masa pemerintahan Gereja, Notariil dikenal dan mempunyai

kedudukan yang penting. Notariil gereja ini dapat dibagi menjadi dua golongan:

.

7

Menurut GHS Lumban Tobing, dalam bukunya Peraturan Jabatan Notaris,

lembaga notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya

Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.

(1) Mereka yang bekerja di bawah gereja atau di bawah pejabat gereja yang lebih rendah dari Paus.

(2) Mereka yang diangkat oleh gereja atau oleh pejabat gereja, dan ditugaskan untuk memberi bantuan kepada publik untuk urusan-urusan yang tidak semata-mata mengenai gereja. Mereka ini dinamakan "Clericus notarius publicus".

8

6 R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Jakarta, PT.

Grafindo, 1993, hal.13. 7 Ibid, hal.15. 8 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (tafsir tematik terhadap UU No.30 tahun 2004

tentang Jabatan Notaris), Bandung, Refika Aditama, 2008, hal. 3.

Sejak kehadiran Vereenigde

Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia lalu lintas hukum perdagangan dilakukan

dengan akta notariil, hal ini berdasarkan pendapat Notodisoerjo menyatakan bahwa

”Lembaga Notariat telah dikenal di negara Indonesia, yaitu sejak Indonesia dijajah

Page 18: Tanggung Jawab Notaris

18

oleh Belanda, semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa terutama

dalam bidang hukum perdata, yaitu Burgelijk Wetboek”.9

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) pada tanggal

6 Oktober 2004, pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi :

Berdasarkan hal tersebut, lembaga notariat yang sebenarnya hanya

diperuntukkan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan hukum perdata, namun

dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia secara umum dapat membuat

suatu perjanjian yang dilakukan di hadapan Notaris. Hal ini menjadikan Lembaga

Notariat sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.

Setelah Indonesia merdeka, sejak tanggal 17 Agustus 1945, keberadaan

notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan pasal II aturan peralihan

Undang-Undang Dasar 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang ada

masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang

Dasar ini. Dengan demikian peraturan tentang notaris pada jaman jajahan Belanda

yaitu Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) tetap

berlaku di Indonesia. Pada tanggal 13 Nopember 1954 telah diberlakukan Undang-

Undang nomor 33 tahun 1954, yang menegaskan berlakunya Reglement op Het

Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) sebagai Reglement tentang Jabatan

Notaris di Indonesia (pasal 1 huruf a) untuk notaris Indonesia.

10

9 R.Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 1. 10 Habib Adjie, Op. Cit, hal. 6.

Page 19: Tanggung Jawab Notaris

19

1. Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860 : 3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam lembaran Negara 1954 Nomor 101.

2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris. 3. Undang-undang nomor 33 tahun 1954 4. Pasal 54 Undang-undang nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas

undang-undang nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum. 5. Peraturan pemerintah nomor 11 tahun 1949 tentang sumpah/janji Jabatan

Notaris. Jika dibandingkan fungsi Notaris pada zaman sekarang sangat berbeda dengan

Notarius pada zaman Romawi tersebut. Pada abad ke-13 Masehi akta yang dibuat

oleh notaris memiliki sifat sebagai akta umum yang diakui, dan untuk selanjutnya

pada abad ke-15 barulah akte notaris memiliki kekuatan pembuktian. Meskipun hal

ini tidak pernah diakui secara umum, tetapi para ahli berpendapat mengenai akta

notaris sebagai alat bukti di persidangan dan secara substansial merupakan alat bukti

yang mutlak sehingga mempunyai konsekuensi tersendiri dari sifat mutlaknya

tersebut. Hal senada diutarakan oleh R. Soegondo Notodisoerjo, 1993 bahwa:11

Perkembangan lalu lintas hukum yang komplek dalam kehidupan

bermasyarakat, semakin menuntut akan adanya kepastian hukum terhadap hubungan

hukum individu maupun subyek hukum. Semenjak itulah akte notaris dibuat tidak

hanya sekedar catatan atau bukti untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang

Akta notaris dapat diterima dalam sidang di Pengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, walaupun terhadap akta itu masih dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh para saksi, apabila mereka yang membuktikan tersebut dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan dalam akte itu adalah tidak benar.

11 Ibid, hal.19.

Page 20: Tanggung Jawab Notaris

20

telah terjadi, tetapi lebih ditujukan untuk kepentingan kekuatan pembuktiannya,

sehingga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum di kemudian hari.

Dengan pesatnya lalu lintas hukum dan tuntutan masyarakat akan pentingnya

kekuatan pembuktian suatu akta, sehingga menuntut peranan Notaris sebagai pejabat

umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum dalam memberikan

jasanya kepada masyarakat yang memerlukan dan menjaga akta-akta yang di buatnya

untuk selalu dapat memberikan kepastian hukum. Dengan demikian diharapkan

bahwa keberadaan akta otentik notaris akan memberikan jaminan kepastian hukum

bagi para pihak dan sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh.

Seiring dengan semakin berkembangnya jaman, masyarakat semakin

menyadari perlunya perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak dibuat secara

otentik untuk menjamin kepastian hukum dan sebagai alat bukti yang kuat

dikemudian hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberadaan jabatan

sebagai notaris sangat penting dan dibutuhkan masyarakat luas, mengingat fungsi

notaris adalah sebagai Pejabat Umum yang membuat alat bukti tertulis berupa akte

otentik.

Akta Otentik yang dibuat oleh notaris ada 2 (dua) macam, yaitu :

1. Ambtelijk acten, procesverbaal acten dan

2. Party acten.

Ambtelijk acten, procesverbaal acten dimaksudkan yaitu akta yang dibuat

oleh (door enn) notaris atau yang dinamakan "akta relaas" atau "akta pejabat"

(ambtelijke akten) sebagai akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan pengamatan

Page 21: Tanggung Jawab Notaris

21

yang dilakukan oleh notaris tersebut. Akta jenis ini diantaranya akta berita acara

rapat umum pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi

harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian.12

Sedangkan Party acten atau akta para pihak dimaksudkan sebagai akta yang

dibuat oleh dan dihadapan Notaris berdasarkan kehendak atau keinginan para pihak

dalam kaitannya dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak tersebut,

dinamakan "akta partij" (partij aktan). Akta jenis ini diantaranya akta jual beli, akta

sewa menyewa, akta perjanjian kredit dan sebagainya.

13

Uraian diatas menjelaskan bahwa ruang lingkup kewenangan notaris adalah

dalam bidang hukum Perdata dalam rangka mencipkatan kepastian hukum melalui

alat bukti akta otentik. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, alat

pembuktian meliputi, bukti tertulis, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah,

sedangkan bukti tertulis dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu berupa akta otentik dan akta

dibawah tangan.

14

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting

dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.

15

12 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5, Jakarta, Erlangga, hal.

51-52. 13 Ibid. 14 Pasal 1866 KUH Perdata “alat pembuktian meliputi : Bukti Tertulis, Bukti Saksi,

Persangkaan, Pengakuan, Sumpah, semuanya tunduk pada aturan-aturan yang tercantum dalam bab-bab berikut” Pasal 1867 KUH Perdata “Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan dibawah tangan”. Pasal 1868 KUH Perdata “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”.

15 Supriadi, Op. Cit, hal. 29.

Sebagai alat bukti

Page 22: Tanggung Jawab Notaris

22

yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di dalam akta notaris

itu tidak perlu dibuktikan dengan dibantu lagi dengan alat bukti yang lain. Undang-

undang memberikan kekuatan pembuktian demikian itu atas akta tersebut karena akta

itu dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh

Pemerintah.16

Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat

menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan, karena pada

proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana, di dalamnya terdapat proses

pembuktian, yang menekankan pada alat - alat bukt i yang sah menurut pasal 184

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), antara lain :

17

Sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat dengan UUJN) bahwa “Notaris adalah

pejabat umum, yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa.

Akta otentik sebagai produk notaris dalam pembuktian di persidangan dikategorikan

sebagai alat bukti surat.

16 http : // hukum.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=183&Itemid

=180 diakses terakhir tanggal 21 Nopember 2008 jam 21.26 17 R Sunarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahakamah Agung

dan Hoge Raad, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal 438.

Page 23: Tanggung Jawab Notaris

23

sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang ini”. 18

Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik, mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat, banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari Notaris, bahkan beberapa ketentuan yang mengharuskan dibuat dengan Akta Notaris yang artinya jika tidak dibuat dengan Akta Notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

Eksistensi notaris sebagai

Pejabat Umum didasarkan atas UUJN yang menetapkan rambu-rambu bagi "gerak

langkah" seorang notaris.

19

Dalam pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan bahwa “Akta notaris adalah akta

otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang

ditetapkan dalam undang-undang ini”.

20 Pasal ini merupakan penegasan dari pasal

1868 KUH Perdata ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang di

tentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum

yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.21

(3) Akte itu dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum;

Jelas bahwa salah satu

akta otentik adalah akta yang dibuat oleh notaris.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat diketahui unsur-unsur dalam suatu

akta, yang termaktub dalam Pasal 1868 KUH Perdata adalah :

(1) Akte itu dibuat sesuai Undang-undang;

(2) Akte itu dibuat dalam bentuk menurut Undang-undang;

18 Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris dilengkapi

Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART dan Kode Etik Notaris, Jakarta, Harvarindo, 2006, hal. 36 19http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=5&katsus=16&id=439, diakses terakhir tanggal 21

Nopember 2008 jam 21.30 WIB. 20Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal 37. 21 R Subekti, R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya

Paramita, 2008 hal. 475.

Page 24: Tanggung Jawab Notaris

24

(4) Akte itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya

di mana akte itu dibuat.

Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak,

sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 1320 KUH Perdata yaitu : untuk sah nya

persetujuan diperlukan 4 syarat : 22

a. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri,

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,

c. Obyek / hal yang tertentu,

d. Suatu sebab yang halal.

Atas dasar kewenangan tersebut, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya

notaris dituntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang

profesional. Dalam mewujudkan 2 (dua) sisi pekerjaan yang mengandung banyak

resiko tersebut diperlukan pengetahuan hukum yang cukup dan ketelitian serta

tanggung jawab yang tinggi. Untuk itu dalam praktek sehari-hari notaris diwajibkan

untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak sesuai

dengan makna sumpah jabatan dan mengutamakan pengabdiannya kepada

kepentingan masyarakat dan negara.

Adanya kewajiban kepribadian yang baik dan tuntutan untuk menjunjung

tinggi martabat jabatan notaris, dengan demikian dalam pelaksanaan jabatannya

notaris tidak dibenarkan melakukan hal-hal dan/atau tindakan yang tidak sesuai

dengan martabat dan kehormatan jabatan notaris.

22 Ibid, hal. 339.

Page 25: Tanggung Jawab Notaris

25

Notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan tugas jabatannya

mengemban amanat yang berasal dari 2 (dua) sumber, seperti yang dinyatakan oleh

Rachmat Setiawan, yaitu: 23

Unsur-unsur perilaku profesionalisme yang dimaksud adalah bahwa notaris harus mempunyai keahlian yang didukung dengan pengetahuan dan pengalaman yang tinggi dan dalam pelaksanaan tugasnya selalu dilandasi dengan pertimbangan moral yang diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, nilai-nilai sopan santun dan agama yang berlaku juga harus jujur, tidak saja pada pihak kedua atau pihak ketiga, tetapi juga pada dirinya sendiri, serta tidak boleh semata-mata didorong oleh pertimbangan uang dalam arti ia harus bersifat sosial dan tidak bersikap diskriminatif dengan

(1) anggota masyarakat yang menjadi klien notaris, menghendaki agar notaris membuatkan akta otentik yang berkepentingan;

(2) amanat berupa perintah dari undang - undang secara tidak langsung kepada notaris, agar untuk perbuatan hukum itu dituangkan dan dinyatakan dengan akta otentik, hal ini mengandung makna bahwa notaris terikat dan berkewajiban untuk mentaati peraturan yang mensyaratkan untuk sahnya sebagai akta otentik.

Berkaitan dengan tugas dan kewenangan notaris tersebut, maka dapat

dipahami bahwa keberadaan profesi notaris merupakan profesi yang sangat penting

dan dibutuhkan dalam masyarakat, mengingat kewenangan dari notaris adalah

sebagai pembuat alat bukti tertulis berupa akta-akta otentik.

Sebagai pejabat umum publik notaris hendaknya dalam melaksanakan

tugasnya selalu dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat kepada hukum dan Peraturan

Jabatan Notaris (UUJN), sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia

yang baik. Notaris dalam melakukan profesinya harus memiliki perilaku profesional

dan ikut serta dalam pembangunan Nasional khususnya di bidang hukum.

23 Rahmat-Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung, Putra A Bardin, Cetakan

Keenam, 1999, hal. 3.

Page 26: Tanggung Jawab Notaris

26

membedakan antara orang yang mampu dan yang tidak mampu, untuk itu ia harus memegang teguh etik profesi dalam pelaksanaan tugas profesi yang baik, karena dalam kode etik profesi itulah ditentukan segala perilaku dimiliki oleh seorang notaris.24

Idealisme seakan menjadi barang baru dan aneh di tengah maraknya pragmatisme yang menjadi faham baru di tengah masyarakat. Notaris sebagai bagian dari individu dalam masyarakat menghadapi tantangan yang serupa. Di satu sisi notaris diminta menjaga idialismenya sebagai pejabat umum, namun di sisi lain notaris dihimpit oleh kehidupan materialisme gemerlap yang merobohkan benteng nurani.

Dengan berperilaku profesional serta memahami pengetahuan tentang aturan-

aturan / ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dengan pekerjaan notaris yaitu

dalam rangka pembuatan akta otentik, diharapkan dalam pelaksanaan tugasnya,

notaris akan terhindar dari segala akibat hukum terhadap akta-akta yang telah dan

atau akan dibuatnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering manusia selalu dihadapkan pada tuntutan

pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin sulit. Keadaan ini yang membuat

beberapa orang berpikir singkat untuk dapat segera memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari dengan jalan pintas, tidak terkecuali dengan profesi notaris.

25

Profesi hukum khususnya notaris merupakan profesi yang menuntut

pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan

yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu notaris dituntut

supaya memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan 5

24 Penjelasan atas Kode Etik Notaris pasal 1 ayat (2) Keputusan Sidang Pleno Kongres INI ke

XIII di Bandung tahun 1987. 25 Anke Dwi Saputro (penyadur), Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa

Datang, Jakarta, PT Gramedia, 2008, hal 93-94.

Page 27: Tanggung Jawab Notaris

27

(lima) kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum. Ke 5

(lima) kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :26

a) Kejujuran, kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu (1) sikap terbuka, ini berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara Cuma-Cuma. (2) sikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas dan tidak memeras.

b) Autentik. Autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi professional hukum antara lain : (1) Tidak menyalahgunakan wewenang; (2) Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (perbuatan tercela); (3) Mendahulukan kepentingan klien; (4) Berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan kebijakan, tidak semata-mata menunggu perintah atasan; (5) Tidak mengisolasi diri dari pergaulan.

c) Bertanggung Jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab, artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin apa saja yang termasuk lingkup profesinya; (2) bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma (prodeo).

d) Kemandirian Moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.

e) Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : (1) menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap dan pungli. (2) menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya. (3) menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

Di sinilah kadar spiritual seseorang diukur, tidak hanya dengan kekerapan

beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa saja.27

26 Supriadi, Op. Cit, hal. 19-20. 27 Anke Dwi Saputro (penyadur), Op. Cit, hal. 98.

Seseorang harus dapat menjalani

Page 28: Tanggung Jawab Notaris

28

hidup dengan konsisten sesuai pemahaman misi hidup manusia sesuai keyakinan

agama yang dianjurkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian juga dalam

menjalankan profesi notaris, telah diatur dalam Kode Etik sebagai parameter kasat

mata, detail dan jelas tentang larangan boleh dan tidak terhadap perilaku dan

perbuatan notaris. Kode Etik dipamahi sebagai norma dan peraturan mengenai etika,

baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari suatu profesi yang dinyatakan oleh

organisasi profesi, yang fungsinya sebagai pengingat berperilaku bagi para anggota

organisasi profesi tersebut.

Kode etik hanya sebagai pagar pengingat mana yang boleh dan tidak boleh

yang dinamis mengikuti perkembangan lingkungan dan para pihak yang

berkepentingan.28 Organisasi profesi notaris yaitu INI (Ikatan Notaris Indonesia) telah

membentuk Kode Etik Profesi yaitu Kode Etik INI. Kode Etik INI bagi para notaris

hanya sampai pada tataran sanksi moral dan administratif.29

Tekanan faktor eksternal dari lingkungan serta pertahanan diri yang lemah

merupakan sebab betapa sebagian oknum notaris dewasa ini mudah terjerumus ke

Meskipun telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-undang Jabatan

Notaris, dan Kode Etik Notaris yang merupakan keseluruhan kaedah moral yang

ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang wajib ditaati oleh semua

orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, baik dalam pelaksanaan tugas

jabatan maupun dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

28 Ibid, hal. 99. 29 Ibid.

Page 29: Tanggung Jawab Notaris

29

praktek kenotariatan tidak ideal yang mengurangi esensi keluhuran dan martabat

sebagai pejabat umum.30 Data pelanggaran yang dilakukan oleh notaris sebagaimana

disampaikan Kapolda Sumatera Utara pada pembukaan acara “Seminar pemeriksaan

dan penyidikan oleh Polri terhadap notaris/PPAT sebagai Saksi/Tersangka atas

perbuatan tindak pidana”.31

(3) sebagai pencegah kesalah pahaman dan konflik.

Fungsi kode etik profesi memiliki 3 (tiga) makna yaitu :

(1) sebagai sarana kontrol sosial;

(2) sebagai pencegah campur tangan pihak lain;

32

30 Ibid, hal. 100 31 Hal ini terlihat dari gambaran data penanganan kasus yang melibatkan notaris sejak tahun

2005 sampai dengan 2007 di Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut yang disampaikan pada sambutan Kapolda Sumut pada pembukaan acara “Seminar pemeriksaan dan penyidikan oleh Polri terhadap notaris/PPAT sebagai Saksi/Tersangka atas perbuatan tindak pidana” pada tanggal 27 Oktober 2007 di Hotel Danau Toba yaitu sebanyak 153 kasus, terdiri dari Notaris sebagai tersangka 10 kasus dan sebagai saksi 143 kasus. Pada umumnya melanggar KUHP pasal 231 (membantu pelaku dalam melakukan kejahatan), 263 (membuat surat palsu), 266 (memberikan keterangan palsu dalam akta otentik), 372 (penggelapan), 378 (penipuan).

32 Supriadi, Op. Cit, hal. 24.

Banyaknya kasus pidana yang berkaitan dengan profesi jabatan notaris,

sehingga notaris harus dapat mempertanggung jawabkan terhadap akta otentik yang

dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, mengharuskan notaris hadir dalam

pemeriksaan awal yaitu penyidikan di tingkat Kepolisian, penuntutan di Kejaksaan

sampai dengan proses persidangan di Pengadilan.

Perlunya pemanggilan dan kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara

pidana dapat dibedakan sebagai berikut :

Page 30: Tanggung Jawab Notaris

30

1. Sebagai ahli, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana sebagai ahli hukum yang berwenang membuat akta

otentik sehingga diperlukan pertimbangan hukum yang khusus sesuai

keahliannya berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab notaris serta hal-

hal yang dapat memberikan penjelasan kepada penyidik di Kepolisian,

Jaksa/penuntut umum, hakim, pengacara/penasehat hukum maupun pihak pencari

keadilan.

2. Sebagai Saksi, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana, dalam kapasitas sebagai pejabat umum yang

membuat akta otentik, diperlukan kesaksiannya terhadap apa yang dilihat,

didengar dan bukti-bukti pendukung dalam pembuatan akta otentik tersebut, yang

ternyata terindikasi perkara pidana. Dalam kedudukan sebagai saksi ini apabila

kuat dugaan notaris terlibat, maka dapat ditingkatkan statusnya menjadi

tersangka.

3. Sebagai tersangka, dalam hal ini notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana sebagai tersangka berdasarkan bukti awal sehingga

patut diduga adanya tindak pidana yang dilakukan notaris sebagai pembuat akta

otentik, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama, yang ditemukan oleh

penyidik, sehingga notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut

dalam persidangan.33

33 Dalam kedudukan notaris sebagai tersangka yang ditetapkan sejak awal maupun karena

peningkatan status setelah pemeriksaan perkara, dimana sebelumnya hanya sebagai saksi, sedapat mungkin dihindari oleh para notaris, karena hal ini membawa dampat buruk terhadap keprofesionalan notaris sebagai pejabat umum. Untuk menghindari hal tersebut notaris hendaknya dapat meningkatkan kemampuan ilmu, moral/agama dan etika profesi notaris.

Page 31: Tanggung Jawab Notaris

31

Dalam menjalankan tugasnya berdasarkan pasal 68 UUJN, Notaris secara

hirarkhis/berjenjang diawasi oleh Majelis Pengawas, yaitu :

1. Majelis Pengawas Daerah untuk tingkat kabupaten atau kota

2. Majelis Pengawas Wilayah untuk tingkat Propinsi.

3. Majelis Pengawas Pusat, untuk tingkat pusat di Jakarta.

Mengenai ruang lingkup pengawasan terhadap notaris adalah meliputi

keseharian/perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris, yaitu terhadap akta-

aktanya. Pengawasan ini semula dilakukan secara hirarkis/berjenjang mulai dari

Ketua Pengadilan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Tinggi, dan Ketua Mahkamah

Agung. Namun sejak bulan Januari 2004 dengan dikeluarkannya Undang-undang

No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang di dalamnya juga mengatur

kewenangan pengawasan terhadap notaris, maka sejak saat itu kewenangan

pengawasan beralih yang semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang secara

struktur berada dibawah Mahkamah Agung, kini beralih kepada Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penelitian tesis ini akan difokuskan

pada tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan

pidana berdasarkan bukti awal/patut diduga adanya keterlibatan notaris dalam

melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan akte otentik yang dibuat, yang

tersusun dalam suatu judul tesis : “TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP

Page 32: Tanggung Jawab Notaris

32

AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN

PIDANA” yang nantinya diharapkan dapat memberikan saran dan masukan terhadap

praktek notaris khususnya dan lembaga kenotariatan umumnya, serta lembaga yang

terkait dalam penegakan hukum di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diidentifikasi permasalahan

dalam penulisan tesis ini untuk selanjutnya dilakukan pengkajian dalam rangka

memberikan pemecahan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan sebagai

berikut :

1. Faktor apakah yang menyebabkan notaris diperlukan kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana?

2. Bagaimana tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik

yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana?

3. Bagaimana fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap pemanggilan

notaris pada pemeriksaan perkara pidana ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dari penelitian / penulisan tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan notaris diperlukan

kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana.

Page 33: Tanggung Jawab Notaris

33

2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta

otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana.

3. Untuk mengetahui fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap

pemanggilan notaris pada pemeriksaan perkara pidana.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam

memproses ilmu pengetahuan.34 Penelitian dapat diibaratkan sebagai “dukun

beranak” bagi pengetahuan, teknologi dan seni. Secara operasional penelitian dapat

berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menunjang

pembangunan, mengembangkan sistem dan mengembangkan kualitas manusia.35

Proses penelitian dilakukan karena ditemukan kejanggalan, ketidakserasian,

ketidakseimbangan, ketidakpuasan dan semacamnya. Itu semua terjadi karena

terdapat keadaan empirik atau realita yang tidak sesuai dengan keadaan ideal atau

dengan apa yang diharapkan. Dengan perkataan lain terjadi kesenjangan antara Das

Sollen dan Das Sein.

36

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang

timbul.

37

34 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, Cetakan

kesatu, 2008, hal.10. 35 Ibid, hal.77. 36 Ibid. 37 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,

cetakan ke-3, 2007, hal. 41.

Oleh karena itu penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam

kerangka know-how di dalam hukum. Dengan melakukan penelitian hukum

Page 34: Tanggung Jawab Notaris

34

diharapkan hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa

yang seyogianya atas isu yang diajukan.38

1. Secara Teoritis

Bertitik tolak dari tujuan penelitian

sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dengan penelitian ini akan dapat

memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan praktis di bidang hukum

yaitu :

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu yang bermanfaat sebagai

sumbangsih dalam bidang hukum Kenotariatan yang berlaku umumnya, dan

khususnya Ilmu Kenotariatan sebagai lembaga pencetak notaris, agar dapat

mencetak notaris yang handal dan profesional.

2. Secara Praktis

Memberikan masukan kepada notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta

otentik agar akta tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan

mempunyai nilai pembuktian yang sempurna, sehingga tercapai tujuan terhadap

dibuatnya akta otentik oleh notaris yaitu untuk memberikan keadilan dan

kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak.

Memberikan saran dan masukan kepada Majelis Pengawas Daerah selaku ujung

tombak pengawasan notaris di daerah agar lebih pro aktif menjalankan tugas

pengawasan sekaligus pembinaan dan perlindungan kepada notaris, sehingga

benar-benar membantu notaris di daerah.

38 Ibid.

Page 35: Tanggung Jawab Notaris

35

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang Jabatan Notaris telah banyak

dilakukan, namun demikian penelitian dengan judul “Tanggung Jawab Notaris

Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana” belum

pernah di lakukan dalam pendekatan maupun terhadap permasalah yang sama.

Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan mengandung kadar keaslian karena

telah memenuhi dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu mengandung beberapa

aspek kejujuran, rasional objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat di

pertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah, dan terbuka terhadap beberapa

masukan serta saran-saran yang bersifat membangun.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi. Fungsi Teori

dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian,

membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang

dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan

rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskan dan harus didukung oleh

fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.39

39 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, hal. 80.

Page 36: Tanggung Jawab Notaris

36

Teori yaitu suatu hipotesis yang dipergunakan untuk argumen atau

investigasi.40 Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans

Kelsen tentang tanggung jawab hukum. Satu konsep yang berhubungan dengan

konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang

bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia

memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas

suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan41

Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara

tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan

UUJN yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya

adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para

pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggung

jawabkan secara pidana. Pertanggung jawaban secara pidana berarti berkaitan dengan

delik. Dari sudut pandang ilmu hukum murni, delik dikarakterisasi sebagai kondisi

dari sanksi. Menurut pengertian ilmu hukum delik adalah perbuatan seseorang

terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan.

.

42

Definisi delik sebagai perbuatan seseorang individu terhadap siapa sanksi

sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan, mensyaratkan bahwa sanksi

itu diancamkan terhadap seseorang individu yang perbuatannya dianggap oleh

40 Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta,

Bumi Aksara, 2006, hal. 270. 41 Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State,Teori Umum

Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007, hal. 81.

42 Ibid, hal. 66

Page 37: Tanggung Jawab Notaris

37

pembuat undang-undang membahayakan masyarakat, oleh karena itu oleh pembuat

undang-undang diberikan sanksi untuk mencegahnya. Menurut ketentuan hukum

pidana sanksi biasanya ditetapka hanya untuk kasus-kasus dimana akibat yang tidak

dikehendaki oleh masyarakat telah ditimbulkan baik secara sengaja maupun tidak.

Menurut Hans Kelsen43

Konsep ini menunjukkan adanya kompromi antara hukum yang bersifat

tertulis sebagai suatu kebutuhan masyarakat hukum demi kepastian hukum dan living

law sebagai wujud dari pembentukan dari pentingnya peranan masyarakat dalam

pembentukan dan orientasi hukum.

Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum di-sebut "kekhilapan" (negligence); dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari "kesalahan" (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan. Adanya kewenangan notaris yang diberikan oleh undang-undang Jabatan

Notaris, berkaitan dengan kebenaran materiil atas akta otentiknya, jika dilakukan

tanpa kehati-hatian sehingga membahayakan masyarakat dan atau menimbulkan

kerugian baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak dan perbuatan tersebut

diancam dan atau memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka notaris harus

mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut secara pidana.

44

43 Ibid, hal. 83 44 Lili Rasjidi dan Putra, I. B. Wiyasa, Hukum Sebagai Suatu System, Bandung, Remaja

Rosdakarya, hal. 79.

Aktualisasi dari living law tersebut bahwa

hukum tidak dilihat dalam wujud kaidah melainkan perkembangannya dalam

masyarakat itu sendiri.

Page 38: Tanggung Jawab Notaris

38

Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang

diperlukan masyarakat untuk ikut serta menjaga tetap tegaknya hukum, sehingga

notaris diharapkan dapat membantu dalam menciptakan ketertiban, keamanan dan

menciptakan kepastian hukum dalam masyarakat.

Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik

hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa

notaris. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:45

45 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang, Aneka Ilmu, 2003, hal.

93.

1. Memiliki integritas moral yang mantap;

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri;

3. Sadar akan batas-batas kewenangannya;

4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk pada

Undang-Undang nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN dan

Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi pedoman moral

profesi notaris.

Page 39: Tanggung Jawab Notaris

39

Kewenangan Notaris sebagai penjabaran dari pasal 1 angka 1 UUJN terdapat

dalam pasal 15 UUJN.46

(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.

(2) Notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kewenangan Notaris selain

untuk membuat akta otentik juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan

mengesahkan (wuarmerken dan legaliseren) 47

46 Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal 44-45. 47 Waarmerking, yaitu membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus, sedangkan Legalisasi adalah mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, (bedakan antara legalisasi dengan pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya).

surat-surat/akta-akta yang dibuat

dibawah tangan serta memberikan nasehat/penyuluhan hukum dan penjelasan

Page 40: Tanggung Jawab Notaris

40

mengenai undang-undang terutama yang berkaitan dengan isi dari akta yang dibuat

para pihak di hadapan Notaris.

Dari definisi dan kewenangan notaris berdasarkan UUJN tersebut, selanjutnya

Sutrisno dalam bukunya Komentar Atas UU Jabatan Notaris, berpendapat :

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.48

Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab notaris sebagai pejabat

umum, dapat di kaji dari teori kekuasaan negara. Dengan teori kekuasaan negara

sehingga dapat terlihat kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam struktur

kekuasaan negara. Salah satu bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yaitu negara

memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk memperoleh tanda bukti atau

dokumen hukum yang berkaitan dalam hukum perdata. Untuk keperluan tersebut

diberikan kewenangan kepada Pejabat Umum yang dijabat oleh notaris. Dan minuta

Notaris sebagai pejabat umum karena notaris diangkat dan diberhentikan oleh

kekuasaan pemerintah dan diberikan wewenang serta kewajiban untuk melayani

publik (kepentingan umum) dalam hal-hal tertentu, oleh karena itu notaris ikut

melaksanakan kewibawaan pemerintah.

48 Sutrisno, Diktat Kuliah, Komentar Atas Undang-Undang Jabatan Notaris, Medan, 2007,

hal. 117.

Page 41: Tanggung Jawab Notaris

41

atas akta tersebut menjadi milik Negara yang harus disimpan dan dijaga oleh notaris

sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Sebagai bentuk menjalankan kekuasaan negara maka yang diterima oleh

notaris dalam kedudukan sebagai Jabatan (bukan profesi), karena menjalankan

jabatan seperti itu, maka notaris memakai lambang negara, yaitu Burung Garuda.

Dengan kedudukan seperti tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa

notaris menjalankan sebagian kekuasaan negara dalam bidang hukum perdata, yaitu

untuk melayani kepentingan rakyat yang memerlukan bukti atau dokumen hukum

berbentuk akta otentik yang diakui oleh negara sebagai bukti yang sempurna.

Sebagai pejabat umum notaris mempunyai tugas yang berat yaitu memberikan

pelayanan hukum kepada masyarakat sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah

dalam bidang hukum perdata, yaitu pembuatan akta otentik guna tercapainya

kepastian hukum.

Dalam PJN dan KUHPerdata umumnya diatur ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan jabatan Notaris. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk membebaskan anggota masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu memberikan kepastian terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk kepentingan tersebut diperlukan tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain juga mempertahankan kedudukan akta-akta otentik khususnya akta-akta Notaris.49

Meskipun notaris sebagai pejabat umum, namun notaris bukan pegawai negeri

sipil yang tunduk pada UU No.8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok kepegawaian

karena antara Pemerintah dengan notaris tidak ada hubungan kedinasan, dan notaris

49 Muhammad Adam, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, Bandung, Sinar Baru, 1985, hal. 45.

Page 42: Tanggung Jawab Notaris

42

tidak digaji dari anggaran Pemerintah, namun demikian notaris juga bukan pegawai

swasta biasa karena notaris harus tunduk pada UU Jabatan Notaris.

Sebagai pejabat umum notaris dalam menjalankan tugasnya diwajibkan

terlebih dahulu untuk melaksanakan sumpah jabatan, hal ini bertujuan agar dalam

melaksanakan tugasnya notaris senantiasa menjunjung tinggi martabat jabatan

notaris. Hal ini lebih tegas diatur pada pasal 4 ayat (2) UUJN yaitu tentang Sumpah

Jabatan Notaris bagian yang ke-3 (tiga) “Notaris akan menjaga sikap, tingkah laku

dan akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,

martabat dan tanggung jawab sebagai notaris”50

Dari batasan pengertian dan kewenangan notaris tersebut jelas bahwa produk

akta yang dibuat oleh notaris adalah merupakan alat bukt i otentik yang kuat dan

penuh. Agar akta tersebut berfungsi sesuai tujuannya yaitu sebagai alat bukti otentik

hendaknya akta tersebut dapat dibuktikan keotentikannya, sehingga akta tersebut

secara yuridis dapat menjamin adanya kepastian hukum. Untuk itu hendaknya dalam

pembuatan akta tersebut harus memenuhi ketentuan pembuatan dan persyaratan yang

ditentukan oleh undang-undang baik secara formil maupun materiil bahwa isinya

tidak bertentangan dengan undang-undang.

artinya notaris dalam menjalankan

tugasnya notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya, yaitu notaris tidak

boleh bertindak sebagai swasta, karena martabat yang dijunjungnya itu menyangkut

kewibawaan pemerintah disamping juga martabat secara pribadi, yaitu moral notaris

itu sendiri dalam kehidupan pribadinya.

50 Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal. 39.

Page 43: Tanggung Jawab Notaris

43

Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan beberapa hal tentang

Notaris, yaitu:

(1) Notaris adalah Pejabat Umum;

(2) Notaris merupakan satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta

otentik;

(3) Akta-akta yang berkaitan dengan perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang

diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang

berkepentingan supaya dinyatakan dalam suatu akta otentik;

(4) Adanya kewajiban untuk menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipannya;

(5) Terhadap pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualian oleh

suatu Peraturan Umum kepada pejabat atau orang lain.

R. Soegondo Notodisoerjo, dalam bukunya "Hukum Notariat di Indonesia"

menyatakan :51

51 R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit, hal.43.

Bahwa untuk membuat akte otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang advokat, meskipun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akte otentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum, sebaliknya seorang Pegawai Catatan Sipil meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akte kelahiran atau akte kematian. Demikian itu karena ia oleh Undang -undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat akta - akta itu.

Page 44: Tanggung Jawab Notaris

44

Pejabat lain, selain notaris hanya mempunyai wewenang tertentu sebagaimana

telah ditugaskan oleh perundang-undangan. Pejabat lain yang ditunjuk untuk

membuat akta otentik selain Notaris adalah Pegawai Catalan Sipil (Ambtenaar Van

De Burgerlijke Stand). Pegawai Catatan sipil (sekarang, Dinas Kependudukan)

walaupun bukan ahli hukum, berhak untuk membuat akta-akta otentik untuk hal-hal

tertentu, yaitu akta kelahiran, perkawinan, dan kematian.

Disamping sebagai pejabat umum, notaris juga merupakan pejabat profesi,

yang mempunyai spesialisasi tersendiri, dia berperan sebagai penasehat hukum,

penemu hukum, dan penyuluh hukum dalam hal-hal yang berkaitan dengan akta yang

dibuatnya. Sebagai penemu hukum, notaris terikat pada pasal 1338 KUHPerdata yaitu

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang

membuatnya”. Dengan demikian semua akta yang dibuat oleh para pihak dihadapan

notaris berlaku sebagai undang-undang yang harus ditaati oleh para pihak.

Profesi notaris bukan semata-mata merupakan profesi biasa, dalam arti kata

walaupun notaris dijadikan sebagai pekerjaan yang menjadi mata pencaharian karena

ada kompensasi, tetapi eksistensi notaris lebih merupakan suatu jabatan umum yang

melaksanakan sebagian kewibawaan (gezag) pemerintah. Oleh karena itu, notaris

sebagai suatu jabatan yang mempunyai kewibawaan layaknya pejabat negara, juga

diperlukan pedoman etika dalam menjalankan jabatannya yang tertuang Kode Etik

Notaris dari Ikatan Notaris Indonesia (INI).

Oleh karena itu notaris dalam bertugas juga harus menjaga kepribadian dan

martabatnya dengan bertata kehidupan yang baik dan menyesuaikan diri dengan

Page 45: Tanggung Jawab Notaris

45

norma yang hidup dalam masyarakat serta kebiasaan yang baik di tempat dimana ia

bertugas.

Produk dari Notaris adalah berupa akta otentik yang mempunyai kekuatan

pembuktian sempurna, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1870 KUHPerdata,

"Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli-ahli warisnya atau

orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang

apa yang dimuat di dalamnya"52

b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang

Berdasarkan bunyi pasal di atas, bahwa kekuatan pembuktian akta otentik

adalah sempurna, sedangkan akta-akta lainnya yang bukan otentik dinamakan dengan

akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sebagai bukti permulaan.

Notaris dalam posisinya sebagai pejabat umum dan sekaligus sebagai profesi

bertugas membuat akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian hukum yang kuat

dan sempurna, sehingga keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat. Dengan

keberadaan tersebut sudah seharusnya kinerja profesi notaris tersebut diawasi dan

dipantau oleh lembaga semi indepanden, agar tidak terjadi penyalahgunaan

kewenangan.

Pengawasan kinerja profesi notaris berdasarkan pasal 67 UUJN dilakukan

oleh Menteri dan dalam melaksanakan pengawasannya dibantu oleh Majelis

Pengawas. Majelis Pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur :

a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang

52 R Subekti, R Tjitrosudibio, Op. Cit, hal. 475.

Page 46: Tanggung Jawab Notaris

46

c. Ahli/akademis sebanyak 3 (tiga) orang

Oleh karena itu apabila dalam suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka keanggotaan dalam Majelis

Pengawas dapat diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.

Pengawasan yang dilakukan meliputi perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan

notaris. Pengawasan ini juga berlaku bagi Notaris pengganti, Notaris Pengganti

Khusus dan Pejabat sementara notaris. Majelis Pengawas tersebut terdiri dari 3 (tiga)

tingkatan atau jenjang, yaitu:

a. Majelis Pengawas Daerah.

b. Majelis Pengawas Wilayah.

c. Majelis Pengawas Pusat.

Berdasarkan pasal 69 undang-undang nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris disingkat UUJN, Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota yang

keanggotaannya terdiri dari unsur sebagaimana tersebut diatas (pasal 67 UUJN), masa

jabatannya adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

Sedangkan Majelis Pengawas Wilayah berdasarkan pasal 72 undang-undang

nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN, kedudukan dan

wilayah kerja Majelis Pengawas Wilayah adalah berada di ibukota Propinsi yang

meliputi seluruh Kabupaten/Kota, susunan keanggotaannya serta masa jabatannya.

Pada prinsipnya sama dengan susunan keanggotaan yang ada pada Majelis Pengawas

Daerah.

Page 47: Tanggung Jawab Notaris

47

Majelis Pengawas Pusat diatur dalam pasal 76 undang-undang nomor : 30

tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN, yaitu berkedudukan di Ibu Kota

Negara / Jakarta sedangkan susunan keanggotaan dan masa jabatannya sama dengan

Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah.

Mekanisme pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan tugas dan

jabatan Notaris adalah bersifat preventif maupun represif. Pengawasan yang

dilakukan secara preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan

jabatan, dalam arti pencegahan agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.

Pengawasan preventif disini juga dilakukan terhadap perilaku notaris sehari-hari.

Sedangkan pengawasan yang dilakukan secara represif adalah pengawasan

yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris, yaitu

pengawasan dalam praktek sehari-hari notaris termasuk terhadap akibat dari akta

yang dibuatnya, dalam hal ini Majelis Pengawas secara berjenjang diberikan

kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administrasi.

Notaris selaku pejabat pembuat akta yang eksistensinya diakui oleh Negara

mempunyai tanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun di muka pengadilan,

apalagi kalau berkaitan dengan masalah Minuta Akta.53 Oleh karena itu dalam rangka

pengawasan dan perlindungan terhadap notaris, dalam pasal 66 UUJN ditegaskan

bahwa :54

53 Supriadi, Op. Cit, hal. 45. 54 Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal.68-69.

(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:

Page 48: Tanggung Jawab Notaris

48

a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

Atas dasar pasal 66 tersebut maka, setiap permintaan penyidik ataupun

penuntut umum dan pengadilan kepada notaris untuk memberikan fotocopi Minuta

Akta atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta untuk proses pembuktian di

peradilan, harus mendapat persetujuan tertulis dari Majelis Pengawas Daerah. Dalam

kewenangannya memberikan persetujuan terhadap pemeriksaan notaris, Majelis

Pengawas Daerah terlebih dahulu dapat memanggil dan memeriksa notaris tersebut

dalam sidang Majelis, sebagai pemeriksaan awal berkaitan dengan substansi perlunya

kehadiran notaris.55 Apabila hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah ternyata

berkesimpulan bahwa notaris tidak perlu hadir, maka Majelis Pengawas Daerah akan

menjawab permohonan tersebut, beserta alasan-alasannya.56

55 Wawancara dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan pada hari Jum’at tanggal

6 Nopember 2009 di Kantor Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan. 56 Ibid.

Dengan demikian notaris dapat menolak memberikan keterangan guna

penyidikan perkara maupun memberikan fotocopi minuta akta atau surat-surat yang

dilekatkan pada minuta akta untuk proses penyidikan maupun pembuktian di

peradilan, apabila belum dan atau tidak ada persetujuan dari Majelis Pengawas

Daerah.

Page 49: Tanggung Jawab Notaris

49

Dalam kenyataannya untuk kepentingan proses penyidikan, penuntutan maupun

peradilan berkaitan dengan akta yang telah dibuat oleh notaris, seringkali notaris

disibukkan dengan menghadiri panggilan dalam rangka pemeriksaan ataupun

penyidikan di tingkat kepolisian hingga pembuktian di tingkat peradilan. Disamping

belum adanya ijin dari Majelis Pengawas Daerah, UUJN juga memberi perlindungan

terhadap perlunya kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara pidana berdasarkan

pasal 51 UUJN bahwa :57

Dengan demikian apabila ternyata dalam pembuatan akta tersebut terjadi

kesalahan, notaris dapat membetulkan dengan cara membuat berita acara pembetulan,

dan menyampaikan salinan berita acara kepada para pihak, sehingga notaris dapat

terhindar dari tuntutan akibat kesalahan/kelalaiannya. Adanya kewenangan notaris

dalam membuat berita acara pembetulan dalam UUJN menunjukkan bahwa dalam

pelaksanaan kewenangannya notaris, diberikan perlindungan oleh undang-undang,

apabila terjadi kesalahan dalam menuangkan isi akta, dimana kesalahan tersebut

akibat ketidak sengajaannya maka dapat dibuat berita acara pembetulan sesuai

(1) Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani.

(2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan.

(3) Salinan akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada para pihak.

57 Ibid, hal. 62.

Page 50: Tanggung Jawab Notaris

50

perintah dan syarat yang ditentukan UUJN. Dengan demikian akta notaris secara

formil maupun materiil dapat membuktikan kebenarannya.

Berkaitan dengan pembuktian di persidangan berdasarkan pasal 1888

KUHPerdata “Kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya.

Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah

dapat dipercaya sekadar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan

aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya”.58

Konsep merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi

dan realita.

Mempertunjukkannya, yang dimaksud dalam pasal tersebut, bahwa hakim dapat

mencocokkan alat bukti permulaan dengan minuta akta yang disimpan notaris hanya

untuk keperluan pembuktian di Persidangan.

2. Konsepsi

59 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi

operasional.60 Pentingnya operasional adalah untuk menghindari perbedaan

pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 61

58 Ibid, hal. 480. 59 Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 1989, hal. 34. 60 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo, 1998, hal. 307. 61 Tan Kamelo, Hukum jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Bandung,

Alumni, 2004, hal. 31.

Selain

itu konsep diperlukan sebagai pegangan dalam penelitian.

Page 51: Tanggung Jawab Notaris

51

Hans Kelsen mengemukakan: "Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Dalam kasus ini subjek dari tanggung jawab hukum dan subjek dari kewajiban hukum tertentu"62

Konsep dapat dilihat dari segi subyektif dan obyektif. Dari segi subyektif

konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu. Sedangkan dari

segi obyektif, konsep merupakan suatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek tersebut.

Hasil dari tangkapan akal manusia itulah yang dinamakan konsep.

63

Konsep merupakan "alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis”.

64

Dalam kerangka konseptional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian

yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.

65

62 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan Judul Buku asli General Theori of Law dan

State, Alih Bahasa oleh Somardi, Jakarta, Rimdi Press, 1996, hal. 65. 63 Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Op. Cit, hal. 122. 64 Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 70. 65 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 7.

Selanjutnya, konsep atau

pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalah dan kerangka

konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-

gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah defenisi

secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan

Page 52: Tanggung Jawab Notaris

52

defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel

yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.66

1. Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada

sesuatu hal, boleh dituntut, diperkarakan dan sebagainya).

Beranjak dari judul tesis ini yaitu “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta

Otentik Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana” dan untuk menjawab

permasalahan dalam penelitian tesis ini maka kerangka konsepsional tidak dapat

dipisahkan dari 2 (dua) variabel yakni Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta

Otentik Yang Dibuat dan akta tersebut Berindikasi Perbuatan Pidana. Selanjutnya

dapatlah dijelaskan konsepsi ataupun pengertian dari kata demi kata dalam judul

tersebut, sebagai berikut :

67 Notaris sebagai

pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta otentik

dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan

pekerjaannya dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggung jawaban

notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya.68 Mengenai

tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan

kebenaran materiil, Nico membedakannya menjadi 4 (empat) poin yakni:69

66 Koentjoro Ningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Jakarta, PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal. 21. 67 John Surjadi Hartanto, Kamus Bahasa Indonesia 1998, Surabaya, Indah, 1998, hal. 328. 68 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia (Perspektif Hukum dan Etika),

Cetakan Pertama, Yogyakarta, UII Press, 2009, hal. 34. 69 Lihat Nico, Tanggung jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Center for

Documentation and Studies of Business Law, 2003, dikutib dari : Abdul Ghofur Anshori, Ibid, hal. 34.

Page 53: Tanggung Jawab Notaris

53

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris.

2. Notaris adalah pejabat umum, yang berwenang membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tangggal pembuatan akta,

menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.70

Dari pengertian tersebut ada beberapa hal yang penting yang tersirat yaitu

ketentuan dalam permulaan pasal tersebut, bahwa notaris adalah pejabat umum

(openbaar ambtenaar), dikatakan demikian karena erat hubungannya dengan

wewenangnya atau kewajibannya yang utama ialah membuat akta-akta otentik.

71

Selanjutnya R. Soegondo Notodisoerjo mengemukakan: "Bahwa untuk dapat membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang advokat, meskipun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum tidak berwenang untuk membuat akta otentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum, sebaliknya seorang pegawai catatan sipil meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran atau akta kematian, Demikian itu karena ia oleh Undang-undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.

72

70 Lihat Pasal 1 huruf (I) Juncto Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris. 71 R. Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 41. 72 Ibid, hal. 43.

Page 54: Tanggung Jawab Notaris

54

3. Akta Otentik, sesuai pasal 1868 KUHPerdata “suatu akta otentik ialah suatu akta

yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di

hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta

dibuatnya”, dan pasal 1870 KUHPerdata adalah "Suatu akta otentik memberikan

di antara para pihak beserta ahli-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat

hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di

dalamnya"73

Menurut R.Subekti: "Akta otentik merupakan suatu bukti yang mengikat, dalam arti bahwa apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dipercaya oleh Hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar, selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Dan ia memberikan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. la merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna.”

Pasal 1 angka 7 UUJN menguraikan definisi dari akta notaris sebagai akta

otentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang

ditetapkan dalam Undang-Undang. Pengertian tersebut memberikan konsekuensi

bahwa setiap notaris dalam pembuatan akta harus memperhatikan ketentuan-

ketentuan dalam UUJN.

74

Akta otentik, demikian juga akta notaris, merupakan alat pembuktian yang

kuat, hal ini merupakan akibat langsung dari ketentuan perundang-undangan, atas

tugas yang dibebankan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu, karena

tidak semua pejabat dapat membuat akta otentik. Dalam pemberian tugas ini

terletak kepercayaan kepada para pejabat tersebut dan pemberian kekuatan

pembuktian kepada akta-akta yang dibuat mereka.

73 R Subekti, R Tjitrosudibio, Op. Cit, hal. 475. 74 R Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta, Pradnya Paramita, 2005, hal. 27.

Page 55: Tanggung Jawab Notaris

55

4. Berindikasi berasal dari kata “Indikasi yang berarti tanda-tanda yang menarik

perhatian, sedangkan berindikasi sama artinya dengan mempunyai indikasi;

mempunyai petunjuk (tanda-tanda); Mengindikasikan berarti memberi tanda;

memberi petunjuk; mengisyaratkan”.75

5. Perbuatan dapat diartikan “sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah

laku”.

Dalam tesis ini dipergunakan kata

“Berindikasi” dengan maksud bahwa akta otentik yang dibuat oleh notaris

mempunyai petunjuk, tanda-tanda yang mengisyaratkan adanya perbuatan pidana.

76

6. Pidana diartikan sebagai “hukum kejahatan (tentang pembunuhan, perampokan,

korupsi, dan sebagainya); kriminal.”

Kata “Perbuatan” dalam tesis ini, diartikan sebagai sesuatu yang

diperbuat atau dilakukan notaris dalam kewenangannya membuat akta otentik,

berkaitan dengan akibat yang akan ditimbulkan dari akta tersebut dikemudian

hari. Perbuatan dalam hal ini merupakan suatu tindakan atau sesuatu yang

diperbuat oleh notaris, baik secara sengaja (culpa) maupun khilaf (alpa) bersama-

sama penghadap atau pihak untuk membuat akta yang diniatkan sejak awal

dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak/penghadap tertentu dan

merugikan pihak/penghadap yang lain.

77

75 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3,

Jakarta, Balai Pustaka, 2001, hal. 430. 76 Ibid, hal. 168. 77 Ibid, hal. 871.

Dalam tesis ini pidana dimaksudkan adalah

tindakan kriminal yaitu tindakan yang berkaitan dengan kejahatan atau

pelanggaran hukum yang dapat dihukum menurut undang-undang hukum pidana.

Page 56: Tanggung Jawab Notaris

56

Perbuatan notaris yang semula dalam ranah hukum administrasi dan hukum

perdata, kemudian dikriminalisasikan78

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum.

Larangan tersebut disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi yang

melanggar larangan tersebut. Tentunya pidana dalam hal ini adalah perbuatan pidana

yang dilakukan notaris dalam kedudukannya sebagai pejabat umum yang berwenang

membuat akta otentik dan tidak dalam konteks individu sebagai warga Negara pada

umumnya.

ke dalam perbuatan pidana. Dalam hal ini

perbuatan pidana yang berkaitan dengan tanggung jawab notaris secara pidana

terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya.

Mengenai ketentuan sanksi pidana terhadap notaris tidak diatur di dalam

UUJN namun tanggung jawab notaris secara pidana dapat dikenakan apabila notaris

dapat dibuktikan telah turut serta atau membantu melakukan perbuatan pidana pada

proses pembuatan akta otentiknya.

UUJN hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris

terhadap ketentuan dalam UUJN. Sanksi akibat pelanggaran tersebut dapat berupa

akta yang dibuat oleh notaris tidak memiliki kekuatan sebagai akta otentik atau hanya

mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan. Terhadap notarisnya sendiri

dapat diberikan sanksi yang berupa teguran hingga pemberhentian dengan tidak

hormat.

78 Kriminalisasi berarti proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap

sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat. Baca pengertian yang di uraikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ibid, hal. 600.

Page 57: Tanggung Jawab Notaris

57

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode

pendekatan penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan

yuridis normatif, "disebabkan penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner

yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang

lain".79 Meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, sumber-sumber hukum,

peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa

permasalahan yang dibahas.80

Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data

sekunder.

81 Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,

sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai pada dokumen-

dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.82

79 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Semarang, PT. Ghalia Indonesia, 1996, hal.

13. 80 Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder, lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 13. 81 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti,

2004, hal. l21. 82 Ibid, hal. 122.

Page 58: Tanggung Jawab Notaris

58

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif dan analitis83

b. Penelitian Lapangan (Field Research), penelitian lapangan dilakukan untuk

mendapatkan data primer sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian

, yaitu suatu penelitian

yang menggambarkan fakta-fakta hukum yang ada juga bertujuan untuk menjelaskan

dengan melakukan analisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat

dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan "Tanggung Jawab Notaris atas Akta

yang dibuat, dalam Pembuktian Perkara Pidana di Persidangan".

3. Metode Pengumpulan Data

Bahan penelitian merupakan kajian terhadap obyek yang berupa data

penelitian. Untuk mendapatkan data yang diperlukan penelitian ini menggunakan 2

(dua) metode yakni :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakan ini dilakukan

dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah,

peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam

penelitian ini dan selanjutnya menganalisa masalah-masalah yang dihadapi

untuk menghimpun data sekunder.

83 Kata deskriptif diarahkan pada bentuk penelitian deskriptif. Pernyataan ini sesuai dengan

apa yang telah dipaparkan oleh Bambang Sunggono, "bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian pada umumnya yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat, terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik, atau faktor-faktor tertentu"; dalam buku, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 35.

Page 59: Tanggung Jawab Notaris

59

dengan mewawancarai beberapa aparat penegak hukum yang terkait dalam

pembuktian perkara pidana di persidangan terhadap akta yang dibuat notaris.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya

serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini

diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara

yaitu:

a. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca,

mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang

berkaitan dengan materi penelitian.84

d. Hasan Basri, SH.

b. Pedoman wawancara dan permintaan data yang terarah dan sistematis dengan

nara sumber yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu :

1). Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Kota Besar Medan Sekitar.

2). Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

3). Majelis Pengawas Daerah Kota Medan.

4). Notaris Kota Medan, yaitu:

a. Ernawaty Lubis, SH.

b. Ferry Susanto Limbong, SH.

c. Lila Meutia, SH.

84 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press,

1986, hal. 21.

Page 60: Tanggung Jawab Notaris

60

5. Analisis Data

Analisis data merupakan proses penelaahan yang diawali dengan melalui

verifikasi data sekunder dan data primer. Untuk selanjutnya, dilakukan

pengelompokan sesuai dengan pembahasan permasalahan. Analisis data adalah

sesuatu yang harus dikerjakan untuk memperoleh pengertian tentang situasi yang

sesungguhnya, di samping itu juga harus dikerjakan untuk situasi yang nyata.85

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data

primer melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan dan penelitian melalui

website (situs internet), selanjutnya dilakukan pengumpulan data sekunder melalui

penelitian lapangan dengan mengadakan wawancara/intervew dengan nara sumber

dan mengumpulkan data berupa informasi yang berkaitan dengan permasalahan.

Setelah data dan hasil wawancara diperoleh, selanjutnya dilakukan evaluasi dan

analisis secara kualitatif yakni pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis

untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga

memperoleh gambaran baru ataupun menguatkan suatu gambaran yang sudah ada

untuk menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang

bermanfaat.

85 Erickson dan Nosandhuk, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial, Jakarta, LP3ES,

1996.

Page 61: Tanggung Jawab Notaris

61

BAB II

FAKTOR YANG MENYEBABKAN NOTARIS DIPERLUKAN KEHADIRANNYA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

A. Hubungan Hukum antara Notaris dengan Para Penghadap

Dalam pembuatan akta otentik yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat

umum, terdapat 3 (tiga) golongan subyek hukum yaitu para penghadap atau para

pihak yang berkepentingan, para saksi dan notaris.86

86 Perhatikan ketentuan dalam pasal 39 dan pasal 40 UUJN;

Pasal 39 : (1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan b. cakap melakukan perbuatan hukum.

(2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

(3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta. Pasal 40 : (1) Setiap akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali

peraturan perundang-undangan menentukan lain. (2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; b. cakap melakukan perbuatan hukum; c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta; d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan. e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau

ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

(3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.

(4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.

Dalam hal ini notaris bukanlah

sebagai pihak dalam pembuatan akta. Notaris hanyalah sebagai pejabat yang karena

kewenangannya untuk membuat akta otentik sesuai keinginan para pihak/penghadap.

Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat dibedakan

dalam 3 (tiga) hal :

Page 62: Tanggung Jawab Notaris

62

1. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri.

Apabila pihak yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan

atau kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh

notaris dalam suatu akta notaris di hadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian

dalam akta tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta

kepada notaris untuk dibuatkan akta tersebut guna kepentingan para penghadap

dan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum dan di harapkan

akta tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para

penghadap yang berkepentingan, ahli warisnya maupun pihak lain.

2. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain berdasarkan

surat kuasa maupun ketentuan Undang-undang.

Hal ini dimungkinkan apabila pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri

di hadapan notaris, namun demikian undang-undang memberikan syarat bahwa

penghadap harus membawa surat kuasa dan bukti-bukti otentik yang menjadi

dasar pelimpahan kewenangan pembuatan akta tersebut.87

87 Perhatikan ketentuan dalam Pasal 47 UUJN.

Pasal 47 (1) Surat kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang

dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah tangan wajib dilekatkan pada Minuta Akta.

(2) Surat kuasa otentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta diuraikan dalam akta. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa telah

dilekatkan pada akta yang dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal tersebut dinyatakan dalam akta.

Dengan demikian

bahwa Undang-undang memberikan keleluasaan bagi pihak yang berkepentingan

dalam pembuatan akta di hadapan notaris, dapat diwakilkan atau dikuasakan

kepada orang lain.

Page 63: Tanggung Jawab Notaris

63

3. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau

kedudukannya berdasarkan ketentuan Undang-undang.

Pihak yang hadir dan menandatangani akta di hadapan notaris dalam hal ini

bertindak dalam jabatannya atau kedudukannya berdasarkan undang-undang,

bukan atas dasar keinginannya ataupun kepentingannya sendiri tetapi untuk

mewakili pihak lain.88

Setiap akta yang di buat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh

penghadap, juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang

saksi, kecuali undang-undang menentukan lain. Saksi-saksi tersebut harus memenuhi

persyaratan yang ditentukan oleh UUJN.

89

Saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan maupun secara tertulis (dalam hal yang disebut terakhir ini dengan menandatanganinya), yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen), baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun suatu kejadian. Jadi saksi adalah orang ketiga (derde). Pengertian-pengertian "pihak" (partij) dan "saksi" (getuige) adalah pengertian-pengertian yang satu sama lain tidak dapat disatukan.

90

88 Perhatikan ketentuan dalam pasal 38 ayat (3) huruf b juncto penjelasannya.

Pasal 38 ayat (3) huruf b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; Penjelasannya : Yang dimaksud dengan ”kedudukan bertindak penghadap” adalah dasar hukum bertindak.

89 Perhatikan ketentuan dalam Pasal 40 UUJN. 90 GHS Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 136.

Saksi yang dimaksudkan dalam pembuatan akta notaris di sini adalah orang ke

tiga yang memberikan kesaksian terhadap apa yang disaksikan sendiri (dilihat dan

didengar) berkaitan dengan hal-hal ataupun perbuatan dalam rangka pembuatan dan

penandatanganan akta notaris.

Page 64: Tanggung Jawab Notaris

64

Kedudukan para pihak sebagai penghadap maupun saksi dalam pembuatan

akta notaris sangat penting. Hal ini akan berpengaruh pada legitimasi akta tersebut.

Keabsahan akta notaris tidak hanya tergantung pada syarat dan prosedur

pembuatannya saja oleh notaris, tetapi ditentukan oleh tindakan dan kewenangan dari

para pihak yang berkepentingan terhadap akta tersebut.

Dengan adanya para pihak yang datang menghadap notaris untuk menuangkan

kehendaknya dalam suatu bentuk akta otentik, termasuk penandatanganan oleh saksi

dan notaris dalam pembuatan akta tersebut, sehingga mengawali terjadinya hubungan

hukum antara notaris dengan para pihak atau penghadap.

Sejak kehadiran penghadap di hadapan notaris untuk menuangkan tindakan

atau perbuatannya dalam bentuk akta otentik, kemudian notaris membuat akta otentik

tersebut sesuai keinginan para penghadap dengan memperhatikan syarat dan

ketentuan yang ditetapkan oleh UUJN, maka sejak penandatanganan akta tersebut

oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris, disinilah telah terjadi hubungan hukum

antara notaris dengan para penghadap.

Hubungan hukum tersebut yaitu adanya kepercayaan para pihak atau

penghadap kepada notaris dalam menuangkan keinginannya pada suatu akta otentik,

karena para pihak ingin dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut akan

menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut sesuai dengan aturan hukum yang sudah

ditentukan, sehingga kepentingan para pihak terlindungi dengan adanya akta tersebut.

Dengan kata lain bahwa akta otentik menjamin adanya kepastian hukum. Dengan

demikian dapat dihindari kerugian maupun sengketa yang akan terjadi dikemudian

Page 65: Tanggung Jawab Notaris

65

hari. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan

hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari tanggunggugat Notaris.91

Menurut Marthalena Pohan dalam bukunya Tanggunggugat Advocaat, Dokter dan Notaris “Untuk memberikan landasan kepada hubungan hukum seperti tersebut di atas, perlu ditentukan tanggunggugat Notaris apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan pekerjaan tertentu ataupun persetujuan perburuhan.

92

Hubungan hukum antara para penghadap dengan notaris dapat dimasukkan

atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuah wanprestasi jika terjadi hubungan hukum

secara kontraktual, misalnya para penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu

pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa.

93

Kedatangan para penghadap kepada notaris adalah atas keinginan sendiri

tanpa terlebih dahulu membuat perjanjian pemberian kuasa kepada notaris untuk

melakukan pekerjaan tertentu yaitu pembuatan akta otentik. Tanpa adanya perjanjian

antara notaris dengan para pihak, baik lisan maupun tertulis untuk membuatkan akta

yang diinginkannya, maka hubungan hukum antara notaris dengan para pihak

bukanlah hubungan kontraktual, sehingga notaris tidak dapat dituntut dengan dasar

91 Habib Adjie, Op. Cit, hal.17. Istilah ”Tanggunggugat” dipergunakan terutama terhadap

kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam menjalankan jabatan-jabatan khusus tertentu (beroepsaansprakelijkheid), Marthalena Pohan, Tanggunggugat Advocaat, Dokter, Notaris, Surabaya, Bina Ilmu, 1985 hal.11.

92 Ibid, hal.17. Sampai saat ini di Indonesia, khususnya di kalangan Notaris masih dianut ajaran bahwa pertanggung-jawaban Notaris dalam hubungannya dengan para pihak yang menghadap di samping berdasarkan UUJN, juga berdasarkan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, Herlien Budiono, "Pertanggung jawaban Notaris Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 (Dilema Notaris di antara Negara, Masyarakat, dan Pasar)" Renvoi, No. 4.28.III, 3 September 2005, hal. 33-37. Dikemukan juga oleh G.H.S. Lumban Tobing, bahwa tanggung jawab Notaris dikuasai oleh Pasal 1365 KUHPerdata. G.H.S. Lumban Tobing, Ibid, hlm. 325.

93 Ibid.

Page 66: Tanggung Jawab Notaris

66

perbuatan wanprestasi apabila terjadi kesalahan terhadap akta yang dibuatnya

sepanjang akta tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan dalam undang-

undang baik tentang bentuk maupun syarat akta otentik.

Setiap notaris pada dasarnya terbuka untuk siapa saja yang berkepentingan

mendapat pelayanan jasanya. Dengan demikian tidak tepat jika hubungan hukum

antara notaris dengan para penghadap dikualifikasikan sebagai hubungan kontraktual

yang jika notaris wanprestasi dapat dituntut/digugat dengan dasar gugatan notaris

telah wanprestasi.

Demikian juga terhadap perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad), inti

dari perbuatan melawan hukum yaitu tidak adanya hubungan kontraktual antara satu

pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan melawan hukum dapat terjadi satu pihak

merugikan pihak lain tanpa adanya suatu kesengajaan tetapi dapat menimbulkan

kerugian pada salah satu pihak.94

Notaris hanyalah melakukan pekerjaan atau membuat akta atas permintaan

penghadap, sehingga notaris bukanlah sebagai pihak atau mewakili penghadap, oleh

Notaris melakukan pekerjaannya berdasarkan kewenangan dalam ruang

lingkup tugas jabatan sebagai notaris berdasarkan undang-undang nomor : 30 tahun

2004 tentang jabatan Notaris (UUJN). Para penghadap datang untuk meminta jasa

notaris menuangkan keinginannya dalam suatu bentuk akta otentik, sehingga tidak

mungkin notaris membuat akta tanpa permintaan para penghadap.

94 Ibid.

Page 67: Tanggung Jawab Notaris

67

karena itu notaris tidak dapat dituntut dalam bentuk mewakili orang lain tanpa kuasa

(zaakwaarneming) berdasarkan pasal 1354 KUHPerdata:

“Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”. Sepanjang notaris melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan

UUJN95

Pada dasarnya hubungan hukum antara notaris dengan para pihak/para

penghadap yang telah membuat akta otentik di hadapan notaris tidak dapat

dan telah memenuhi semua tatacara dan persyaratan dalam pembuatan akta

dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para pihak yang menghadap, maka tuntutan

perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata yaitu “Tiap

perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut” tidak mungkin untuk dilakukan.

95 Pendapat Habib Adjie, dalam bukunya : Hukum Notaris Indonesia (tafsir tematik terhadap

UU no.30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris) hal.17, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus sesuai dengan UUJN, artinya Notaris hanya melaksanakan segala sesuatu yang diperbolehkan oleh UUJN, misalnya kewenangan Notaris secara umum yang diatur dalam Pasal 15 UUJN dan menurut Pasal 15 ayat (1) UUJN kewenangan Notaris yaitu membuat akta otentik untuk permintaan dan kepentingan para pihak yang menghadap Notaris. Ada kemungkinan Notaris melaksanakan tugas atau pekerjaan lain di luar kewenangan Notaris, misalnya Notaris mengurus perpajakan, berbagai izin atau surat-surat yang berkaitan dengan pendirian perseroan terbatas: Pengurusan izin seperti ini sudah di luar atau bukan kewenangan Notaris, atau mungkin untuk Notaris, hal seperti itu dilakukan merupakan salah satu pelayanan tambahan untuk para penghadap, bahwa Notaris menerima pengurusan seperti itu, karena hal seperti ini bukan kewenangan Notaris, sehingga jika menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu, maka Notaris dapat dituntut dengan perbuatan melawan hukum. Hal yang sama jika Notaris membuat perjanjian secara tertulis (kontrak) untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu untuk para penghadap, jika terjadi wanprestasi, maka Notaris dapat dituntut/digugat karena wanprestasi.

Page 68: Tanggung Jawab Notaris

68

dikonstruksikan / ditentukan pada awal pertemuan atau hubungan antara notaris

dengan para penghadap, karena pada saat pertemuan tersebut belum terjadi

permasalahan. Untuk mengetahui hubungan hukum antara notaris dengan penghadap

harus dikaitkan dengan ketentuan pasal 1869 KUHPerdata yaitu “Suatu akta, yang,

karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas, atau karena

suatu cacat dalam bentuknya. tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun

demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani

oleh para pihak”

Dengan demikian maka hubungan hukum itu timbul atau menjadi masalah

sejak adanya permasalah hukum berkaitan dengan akta otentik yang dibuat oleh

notaris. Sejak itulah dapat dikategorikan bahwa akta otentik terdegradasi96

Dengan demikian apabila akta notaris dibatalkan berdasarkan putusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka dengan dasar putusan

tersebut notaris dapat digugat dengan perbuatan melawan hukum. Hubungan notaris

menjadi

akta dibawah tangan dalam status dan kekuatan pembuktian sebagai alat bukti,

dengan alasan bahwa :

1) Pejabat umum yang bersangkutan secara hukum tidak berwenang dalam

pembuatan akta tersebut.

2) Pejabat umum yang bersangkutan tidak mampu.

3) Cacat dalam bentuknya,

96 Degradasi dapat diartikan sebagai kemunduran, kemerosotan, penurunan; Baca:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op. Cit. hal. 245, dalam tesis ini diartikan sebagai penurunan derajat atau penurunan kedudukan.

Page 69: Tanggung Jawab Notaris

69

dan para penghadap dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum

karena:97

Dalam pasal 41 UUJN “Apabila ketentuan dalam pasal 39 dan 40 tidak

dipenuhi, akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah

tangan”. Pasal 39 UUJN mengatur tentang persyaratan penghadap, yaitu:

1. Notaris tidak berwenang membuat akta yang bersangkutan.

2. Tidak mampunya notaris yang bersangkutan dalam membuat akta.

3. Akta notaris cacat dalam bentuknya.

Untuk menghindari agar akta notaris tidak terdegradasi menjadi akta dibawah

tangan atau akta notaris menjadi batal demi hukum dan perbuatan notaris dengan para

penghadap tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, maka seorang

notaris dalam menjalankan tugasnya harus mematuhi berbagai ketentuan yang

terdapat dalam UUJN dan peraturan materiil substantif lainnya. Oleh karena itu

diperlukan kecermatan, ketelitian, dan ketepatan dalam tehnik administrasi membuat

akta maupun penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta berkaitan

dengan para penghadap (subyeknya) maupun obyek yang akan dituangkan dalam

akta. Selain pada dirinya sendiri notaris itu harus memiliki sikap dan perilaku yang

jujur seksama, mandiri dan tidak memihak dalam melayani dan memperhatikan

kepentingan para pihak. Notaris harus memahami dan menguasai ilmu bidang notaris

secara khusus dan ilmu hukum secara umum.

97 Habib Adjie, Op. Cit, hal.19.

Page 70: Tanggung Jawab Notaris

70

(1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah,

dan, b. Cakap melakukan perbuatan hukum

(2) Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) orang penghadap lainnya.

(3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.

Pasal 40 UUJN mengatur tentang perlunya saksi dalam akta notaris dan

ketentuan tentang persyaratan saksi, yaitu :

(1) Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.

(2) Saksi sebagaimana dimaksdud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah b. Cakap melakukan perbuatan hukum. c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf, dan e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam

garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ke tiga dengan notaris atau para pihak.

(3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1(satu) harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada notaris dan penghadap.

(4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.

Dengan tidak dipenuhinya salah satu maupun beberapa ketentuan dalam pasal

39 dan 40 UUJN tersebut, maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau batal demi hukum karena tidak

memenuhi syarat eksternal.

Page 71: Tanggung Jawab Notaris

71

Kedudukan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta

di bawah tangan atau akta notaris menjadi batal demi hukum tidak berdasarkan syarat

subyektif dan syarat obyektif, tetapi dalam hal ini karena UUJN telah menentukan

sendiri tentang persyaratan akta notaris sebagaimana tersebut diatas, yaitu karena

tidak memenuhi syarat eksternal dan juga apabila notaris tidak cermat, tidak teliti dan

tidak tepat dalam menerapkan aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan

tugas jabatan notaris berdasarkan UUJN, dan juga dalam menerapkan aturan hukum

yang berkaitan dengan akta.

Apabila hal tersebut terjadi, maka tuntutan terhadap notaris terjadi dalam

bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga sebagai akibat akta notaris

terdegredasi menjadi akta dibawah tangan atau bahkan batal demi hukum,

berdasarkan adanya :

1. Hubungan hukum yang khas antara notaris dengan para penghadap dengan bentuk sebagai perbuatan melawan hukum.

2. Ketidakcermatan, ketidak telitian dan ketidak tepatan dalam : a. Tehnik administratif membuat akta berdasarkan UUJN b. Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang

bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak di dasarkan pada kemampuan menguasai keilmuan bidang notaris secara khusus dan hukum pada umumnya.98

98 Ibid, hal.20.

Hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap merupakan hubungan

hukum yang khas, karena dalam hubungan hukum tersebut terdapat ciri hubungan

dengan karakter:

Page 72: Tanggung Jawab Notaris

72

a. Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk

pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan

tertentu;

b. Mereka yang datang ke hadapan notaris, dengan anggapan bahwa notaris

mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para

pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;

c. Hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris yang berasal

dari permintaan atau keingian para pihak sendiri;

d. Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan.

Oleh karena itu sebelum notaris dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian

biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:

a. Adanya kerugian yang diderita akibat dibuatnya akta tersebut oleh notaris,

b. Terdapat hubungan kausal antara kerugian yang diderita dengan pelanggaran atau

kelalaian dari notaris,

c. Pelanggaran (perbuatan) atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan.

Dalam UUJN diatur bahwa ketika notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi

sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan notaris, dimana

sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam UUJN dan kode etik

jabatan notaris sedangkan sanksi pidana terhadap notaris tidak diatur dalam UUJN

maupun Kode Etik Notaris.

Page 73: Tanggung Jawab Notaris

73

Dalam pasal 85 UUJN dinyatakan bahwa :99

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul saat menghadap notaris.

Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 16 ayat (1). huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d, Pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis, c. pemberhentian sementara d. pemberhentian dengan hormat, atau e. pemberhentian dengan tidak hormat. Penerapan sanksi administrasi terhadap pelanggaran ketentuan pasal 85 UUJN

tersebut, dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah. Sementara dalam praktek sehari-

hari ditemukan kenyataan bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang

dilakukan oleh notaris sebenarnya dapat dijatuhi sanksi administrasi atau perdata atau

kode etik jabatan notaris, namun kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu

tindak pidana yang dilakukan oleh notaris. Pengkualifikasian tersebut berkaitan

dengan pelanggaran aspek-aspek seperti :

b. Para pihak (orang) yang menghadap notaris.

c. Kebenaran tanda tangan penghadap.

d. Salinan akta yang tidak sesuai dengan minuta akta

e. Dibuat salinan akta tanpa adanya minuta.

99 Hadi Setia Tunggal, Op. Cit, hal. 77.

Page 74: Tanggung Jawab Notaris

74

f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap oleh penghadap dan saksi

tetapi salinannya dikeluarkan.

g. Renvoi tidak diparaf dengan benar dan sempurna.

Apabila aspek tersebut dapat dibuktikan telah dilanggar oleh notaris,

berdasarkan UUJN pasal 38 tentang bentuk akta dan pasal 16 tentang kewajiban

notaris maka kepada notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi administrasi

berdasarkan UUJN pasal 84 yaitu kekuatan pembuktian akta notaris hanya

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau menjadi batal

demi hukum, sehingga dapat dijadikan alasan bagi pihak yang dirugikan untuk

menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris. Tuntutan ini dapat

dilakukan dengan gugatan perdata terhadap notaris berdasarkan pasal 1365

KUHPerdata “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kegurian itu,

mengganti kerugian tersebut.” Disamping itu berdasarkan pasal 85 UUJN notaris

tersebut dapat diberikan sanksi administrasi berupa :

a. teguran lisan

b. teguran tertulis.

c. pemberhentian sementara

d. pemberhentian dengan hormat

e. pemberhentian tidak dengan hormat.

Proses penjatuhan sanksi tersebut dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah,

Majelis Pengawas Wilayah maupun Majelis Pengawas Pusat. Di sisi lain ternyata

Page 75: Tanggung Jawab Notaris

75

pelanggaran tersebut dapat diselesaikan secara pidana, apabila terdapat alasan yang

dijadikan dasar untuk mempidanakan notaris diantaranya bahwa notaris telah

membuat surat palsu, atau memalsukan surat berdasarkan pasal 263 jo 264 KUHP

sebagaimana hasil penelitian di bawah ini.

Batasan yang dijadikan dasar untuk mempidanakan notaris tersebut

merupakan aspek formal dari akta notaris, dimana yang seharusnya berdasarkan

UUJN apabila notaris terbukti melanggar aspek formal akta, maka notaris dapat

dijatuhi sanksi perdata dan administrasi tergantung pada jenis pelanggarannya, atau

sanksi kode etik jabatan notaris.

Hasil penelitian di wilayah Kepolisian Kota besar Medan dan sekitarnya sejak

tahun 2008 hingga 2009, notaris yang diperiksa penyidik berkaitan dengan akta

notaris yang dilaporkan berindikasi perbuatan pidana adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Data Notaris-PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya Tahun 2008 -2009 .100

NO

JML LAP POL

NOTARIS DIPERIKSA

SEBAGAI

PELANGGARAN PASAL DALAM KUHP

263

263 jo

266 Subs 385

263 ayat (2)

372 378 378 jo

372

266 Subs 385

385 266 jo

264

1.

2.

20

2

Saksi

Tersangka

6 -

2 -

1 -

3 -

3 1

2 -

1 -

2 -

- 1

100 Sumber data dari satuan Reserse Kriminal Kepolisian Kota Besar MS yang dibuat pada

tanggal 3 Oktober 2009.

Page 76: Tanggung Jawab Notaris

76

Sedangkan untuk wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara, data

akta notaris yang di laporkan berkaitan dengan akta yang dibuat dan berindikasi

perbuatan pidana adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Data Notaris-PPAT yang diperiksa di Wilayah Hukum Polda Sumut tahun 2008-2009.101

NO

THN PELANGGARAN KUHP PASAL KEDUDUKAN SBG

KET 231 263 266 363 372 378 385 SAKSI S. AHLI TSK

1 2008 - 4 5 - 4 6 2 21 - - -

2 2009 - 4 2 - - 2 - 8 - - -

JUMLAH - 8 7 - 4 8 2 29 - - -

Sebagai bahan kajian maka isi dari pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana

dalam tabel diatas: 102

101 Sumber data dari Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut yang dibuat pada tanggal 7

Oktober 2009. 102 Pasal 372 KUHP : Penggelapan.

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 378 KUHP : Perbuatan curang / Penipuan Barang siapa dengan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Seorang tidak dapat secara hukum (rechtmatig) memakai nama orang lain. Pasal 385 : Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun : (1) Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,

menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband, sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain;

(2) barangsiapa dengan maksud yang sama menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband, sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat yang telah dibebani credietverband, atau sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang juga telah dibebani demikian, tanpa memberitahukan tentang adanya beban itu kepada pihak yang lain;

Page 77: Tanggung Jawab Notaris

77

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemanggilan terhadap notaris, berkaitan

dengan akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, umumnya

menempatkan notaris sebagai saksi. Pemanggilan sebagai saksi dalam pemeriksaan

perkara pidana dilakukan oleh penyidik dalam rangka memperoleh keterangan yang

obyektif terhadap perkara yang sedang dalam proses penyidikan di Kepolisian karena

fungsi penyidik adalah membuat terang suatu tindak pidana. Adapun perkara pidana

berkaitan dengan akta notaris yang menonjol umumnya pelanggaran pasal 263

KUHP103

Dalam proses penyidikan notaris diminta memberikan keterangan sebagai

saksi berkaitan dengan kewenangan notaris membuat akta otentik dan memberikan

penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta sebagaimana diatur dalam

yaitu pemalsuan surat.

(3) barangsiapa dengan maksud yang sama mengadakan credietverband mengenai sesuatu hak tanah

yang belum bersertifikat, dengan menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah yang berhubungan dengan hak tadi sudah digadaikan.

(4) barangsiapa dengan maksud yang sama, menggadaikan atau menyewakan tanah dengan hak tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa orang lain yang mempunyai atau turut mempunyai hak atas tanah itu;

(5) barangsiapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak tanah yang belum bersertifikat yang telah digadaikan, padahal tidak diberitahukannya kepada pihak yang lain bahwa tanah itu telah digadaikan;

(6) barangsiapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak tanah yang belum bersertifikat untuk suatu masa, padahal diketahui bahwa tanah itu telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu juga.

103 Pasal 263 KUHP : Pemalsuan surat. (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak,

perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Salah satu unsur dari kejahatan surat palsu ialah bahwa surat yang dipalsu karena sifatnya mempunyai kekuatan pembuktian. Salah satu anasir dari kejahatan “pemalsuan surat” yang termaksud dalam pasal 263 KUHP adalah suatu kenyataan kemungkinan merugikan, bukan merugikan suatu pihak.

Page 78: Tanggung Jawab Notaris

78

pasal 15 UUJN dan kewajiban notaris untuk membacakan aktanya dihadapan para

penghadap sesaat sebelum penandatanganan akta tersebut. Oleh karena itu wajar

apabila terjadi pemeriksaan perkara pidana berkaitan dengan akta yang dibuat notaris,

diduga berindikasikan perbuatan pidana, maka notaris turut dipanggil untuk

memberikan keterangan ataupun kesaksian berkaitan dengan dugaan adanya

pemalsuan surat ataupun menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik. Jikalau

dalam pemeriksaan ternyata ada indikasi notaris turut serta maka, pada saat itulah

notaris dapat ditetapkan sebagai tersangka, meskipun putusan tentang terbukti

tidaknya masih menunggu persidangan di pengadilan.

Pada dasarnya penyidik memeriksa notaris untuk mencari keterangan

berkaitan dengan bukti-bukti yang mendukung dan dijadikan dasar dalam pembuatan

akta notaris tersebut. Salah satu contoh dalam kasus pemeriksaan notaris oleh

penyidik sebagai tersangka yaitu pada kasus pembuatan akta pelepasan hak dan ganti

rugi dari sebagian bidang tanah, yang kemudian di pecah menjadi 18 (delatan belas)

kapling yang terjadi pada Desember 2003 oleh salah satu notaris di Kota Medan.104

Dalam kasus tersebut awalnya notaris hanya diminta hadir untuk diambil

keterangannya sebagai saksi. Namun hasil penyidikan dan berdasarkan keterangan

yang diberikan ternyata mengindikasikan bahwa notaris patut diduga melakukan

perbuatan pidana sehingga notaris tersebut ditetapkan diperiksa sebagai tersangka

104 Wawancara dengan penyidik Kepolisian Kota Besar Medan Sekitarnya pada tanggal 2

Oktober 2009, kasus ini masih dalam proses penyidikan, kasus ini hanya sebagai contoh bahwa kepolisian melakukan penyidikan berdasarkan bukti awal dari masyarakat yang dirugikan atas terbitnya akta otentik notaris.

Page 79: Tanggung Jawab Notaris

79

berdasarkan pasal 266 KUHP yaitu memberikan keterangan palsu dalam akta otentik

jo 264 KUHP105

Di sini diperlukan kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara pidana untuk

memberikan keterangan berkaitan dengan akta atentik yang dibuat. Dalam rangka

pelepasan hak dan ganti rugi tentunya terdapat bukti awal yang disampaikan pihak

berkaitan dengan laporan polisi tanggal 23 Mei 2006 no.pol:

LP/1524/k.3/V/2006/Ops/Tabes. Dalam kasus ini pelapor bukanlah pihak dalam akta

tersebut, namun demikian pelapor adalah orang atau pihak lain yang dirugikan atas

terbitnya 18 (delapan belas) akta pelepasan hak dan ganti rugi yang dibuat oleh

notaris tersebut. Berdasarkan bukti awal yang dimiliki pelapor, bahwa pelapor adalah

pemilik sebagian tanah yang telah dibuat akta pelepasan hak dan ganti rugi oleh

notaris tersebut, dan berdasarkan silang sengketa dari Kelurahan bahwa tanah tersebut

masih dalam sengketa.

105 Pasal 266 KUHP : Memberikan keterangan palsu dalam akta otentik.

(1) Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akte otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akte tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 264 KUHP : Ancaman hukuman pemalsuan surat. (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan

terhadap; 1. akte-akte otentik; 2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu

lembaga umum; 3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan

perseroan atau maskapai; 4. talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah-satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3,

atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

(2) Diancam dengan pidana yang sarna barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Page 80: Tanggung Jawab Notaris

80

yang akan melepaskan hak tersebut kepada notaris. Diantara bukti yang disampaikan

tersebut perlu diperhatikan kebenarannya, apakah notaris mengetahui keabsahan bukt i

pemegang hak terhadap tanah yang akan dilepaskan hak nya tersebut? Ternyata ada

pihak lain yang dapat membuktikan bahwa keabsahan alas hak tanah yang telah

dibuat akta pelepasan hak dan ganti rugi tersebut perlu dibuktikan kebenarannya.

Kasus tersebut merupakan bukti bahwa hubungan hukum antara para pihak

dengan notaris berakibat adanya tanggung jawab hukum notaris atas kerugian pihak

lain ataupun masyarakat yang dilindungi oleh undang-undang dengan pemberian

sanksi sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hubungan hukum

yang semula dalam ranah hukum perdata, harus dipertanggungjawabkan berdasarkan

ketentuan hukum pidana karena memenuhi unsur-unsur pidana yang dipersangkakan.

Hubungan hukum yang terjadi antara notaris dengan para pihak yang

sebenarnya dalam ranah hukum perdata, dapat ditarik dalam ranah hukum pidana.

Penarikan kasus pada ranah hukum pidana terjadi bila terdapat pelanggaran hak dari

salah satu pihak dan pihak yang dirugikan melaporkan perkara tersebut kepada

penyidik bahwa dari akta notaris tersebut berindikasi perbuatan pidana yang

dilakukan oleh notaris, baik dalam kedudukannya sebagai turut serta maupun

membantu salah satu pihak sehingga merugikan pihak lainnya. Dengan demikian

fungsi notaris yang diamanatkan oleh UUJN pasal 16 ayat (1) huruf a. harus netral

dan tidak boleh berpihak, telah dilanggar.

Page 81: Tanggung Jawab Notaris

81

B. Faktor Yang Menyebabkan Notaris Diperlukan Kehadirannya Dalam

Pemeriksaan Perkara Pidana.

Ruang lingkup pelaksanaan tugas jabatan notaris yaitu dalam ruang lingkup

hukum pembuktian, hal ini karena tugas dan kewenangan notaris yaitu membuat alat

bukti yang diinginkan oleh para pihak dalam hal tindakan hukum tertentu.

Keberadaan alat bukti tersebut dalam ruang lingkup atau tataran hukum perdata.

Karena pekerjaan notaris membuat akta tersebut atas permintaan dari penghadap,

tanpa adanya permintaan dari para penghadap, notaris tidak akan membuat suatu

apapun.

Notaris membuat akta berdasarkan alat bukti atau keterangan / pernyataan

para pihak yang dinyatakan atau diterangkan atau diperlihatkan kepada atau di

hadapan notaris, dan selanjutnya notaris membingkainya secara lahiriah, formil dan

materil dalam bentuk akta notaris, dengan tetap berpijak pada aturan hukum atau tata

cara atau prosedur pembuatan akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan tindakan

hukum yang bersangkutan yang dituangkan dalam akta.

Peran notaris dalam hal ini juga untuk memberikan nasehat hukum yang

sesuai dengan permasalahan yang ada sebagaimana yang diwajibkan oleh pasal 15

ayat (2) huruf e. UUJN. Apapun nasehat hukum yang diberikan kepada para pihak

dan kemudian dituangkan ke dalam akta yang bersangkutan tetap sebagai keinginan

atau keterangan para pihak yang bersangkutan, tidak dan bukan sebagai keterangan

atau pernyataan notaris.

Page 82: Tanggung Jawab Notaris

82

Dalam praktik notaris ditemukan kenyataan, jika ada akta notaris

dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak lainnya, maka sering pula notaris ditarik

sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak

pidana, yaitu membuat atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta notaris. Hal

ini pun menimbulkan kerancuan, apakah mungkin notaris secara sengaja (culpa) atau

khilaf (alpa) bersama-sama para penghadap/pihak untuk membuat akta yang

diniatkan sejak awal untuk melakukan suatu tindak pidana?

Dalam kaitan ini tidak berarti notaris steril atau bersih dari hukum atau tidak

dapat dihukum atau kebal terhadap hukum. Notaris bisa saja dihukum pidana jika

dapat dibuktikan di pengadilan bahwa secara sengaja atau tidak disengaja notaris

bersama-sama dengan para pihak/penghadap untuk membuat akta dengan maksud

dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu saja atau merugikan

penghadap yang lain. Jika hal ini terbukti dalam persidangan, maka notaris tersebut

wajib dihukum. Oleh karena itu, hanya Notaris yang tidak waras dalam menjalankan

tugas jabatannya, ketika membuat akta untuk kepentingan pihak tertentu dengan

maksud untuk merugikan pihak tertentu atau untuk melakukan suatu tindakan yang

melanggar hukum.106

Dalam rangka proses pembuktian terhadap indikasi perbuatan pidana dalam

akta otentik tersebut di atas, maka diperlukan kehadiran notaris dalam pemeriksaan

perkara pidana mulai dari tingkat penyidikan di Kepolisian, penuntutan oleh

Kejaksaan hingga proses pembuktian dalam sidang di Pengadilan.

106 Habib Adjie, Op. Cit, hal.24.

Page 83: Tanggung Jawab Notaris

83

Perlunya kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara pidana berkaitan

dengan akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana sangat ditentukan oleh

aspek formal dan materiil akta notaris itu sendiri. Dalam kasus yang melibatkan

notaris sebagai tersangka berdasarkan bukti awal pada laporan polisi yang dibuat

pelapor pada tanggal 23 Mei 2006, di Kepolisian Kota Besar Medan, terhadap akta

notaris yang dibuat pada bulan Desember 2003107

Untuk keperluan pemanggilan notaris berdasarkan pasal 66 ayat 1 huruf b.

Kepolisian harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah

Kota Medan. Atas dasar permohonan ijin dari Kepolisian tersebut maka Majelis

Pengawas Daerah (MPD) Kota Medan mengadakan sidang majelis untuk memeriksa

notaris sehubungan dengan perlu atau tidaknya notaris memberikan keterangan pada

pemeriksaan perkara pidana di Kepolisian sebagaimana surat permohonan ijin

pemeriksaan notaris yang diterima oleh Majelis Pengawas Daerah. Berdasarkan hasil

sidang majelis pengawas maka Majelis Pengawas Daerah Kota Medan memberikan

ijin untuk melakukan penyidikan atau meminta keterangan terhadap notaris tersebut.

dinilai berindikasi perbuatan

pidana, sehingga notaris perlu dipanggil untuk menjelaskan proses terjadinya akta

tersebut, dan alat bukti yang dijadikan dasar pembuatan akta tersebut.

Ketentuan Pasal 66 UUJN tersebut bersifat imperatif atau perintah artinya jika

Kepolisian, Kejaksaan atau Hakim menyepelekan ketentuan Pasal 66 UUJN, maka

terhadap Kepolisian, Kejaksaan atau Hakim dapat dikategorikan sebagai pelanggaran

107Wawancara dengan penyidik Kepolisian Kota Besar Medan Sekitarnya pada tanggal 2

Oktober 2009.

Page 84: Tanggung Jawab Notaris

84

terhadap undang-undang, maka jika hal ini terjadi, kita dapat melaporkan Kepolisian,

Kejaksaan dan Hakim kepada atasannya masing-masing, dan di sisi yang lain, perkara

yang disidik atau diperiksa tersebut dapat dikategorikan cacat hukum (dari segi

Hukum Acara Pidana) yang tidak dapat dilanjutkan (ditunda untuk sementara) sampai

ketentuan Pasal 66 UUJN dipenuhi.108 Ada juga Notaris yang dipanggil oleh

Kepolisian, Kejaksaan atau Hakim langsung datang menghadap kepada intansi yang

memanggilnya, tanpa diperiksa terlebih dahulu oleh Majelis Pengawas Daerah artinya

notaris menganggap sepele terhadap Majelis Pengawas Daerah. Jika notaris

melakukan hal seperti ini, maka pemanggilan tersebut menjadi tanggungjawab notaris

itu sendiri, misalnya jika terjadi perubahan status dari Saksi menjadi Tersangka atau

Terdakwa.109

Dalam praktik ditemukan bahwa seorang notaris di panggil tanpa dasar surat

ijin dari Majelis Pengawas Daerah untuk datang memenuhi panggilan Kepolisian.

Atas dasar surat panggilan tersebut notaris mengkonfirmasikan kepada pihak

Kepolisian tentang kewajiban Kepolisian untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada

Majelis Pengawas Daerah. Pihak Kepolisian akhirnya membatalkan panggilan

tersebut, sampai saat ini belum ada panggilan lagi kepada notaris tersebut.

110

108 Baca, Habib Adjie, Op. Cit, hal.24-25. 109 Wawancara dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan pada tanggal 6

Nopember 2009 di Kantor Majelis Pengawas Daerah Kota Medan. 110 Wawancara dengan notaris, Ernawaty Lubis, SH, tanggal. 24 Oktober 2009.

Demikianlah perlindungan hukum yang diberikan oleh UUJN kepada notaris sebagai

pejabat umum, dalam kewenangannya sebagaimana yang ditentukan dalam UUJN.

Page 85: Tanggung Jawab Notaris

85

Dari contoh kasus panggilan terhadap notaris dalam pembuatan akta tentang

pelepasan hak dan ganti rugi tersebut, patut diduga baik sengaja maupun tidak

notaris kurang teliti dan kurang hati-hati dalam memeriksa bukti yang disampaikan

oleh pihak yang akan melepaskan hak atas tanah diantaranya :

1. Surat yang dijadikan dasar kepemilikan tanah yang akan dibuat Akta Pelepasan

Hak dan Ganti Rugi hanya berupa foto copy yang di cap/stempel sesuai dengan

aslinya oleh notaris lain. Alasan notaris bahwa kapasitas notaris hanya mencatat

keinginan pihak dan apa yang tercantum dalam akta telah sesuai dengan apa yang

diterangkan oleh para penghadap kepada notaris dan telah dicantumkan dalam

akta sedangkan kebenaran dari keterangan yang disampaikan kepada notaris

hanya antara para pihak yang bersangkutan.111

2. Tanpa dilampirkan surat silang sengketa dari Kelurahan. Notaris beranganggapan

bahwa syarat tersebut tidak mutlak harus ada dalam pelepasan hak dan ganti rugi,

karena pihak yang akan melepaskan hak telah memasukkan klausula dalam salah

satu pasalnya yaitu pemilik menjamin tanah tersebut tidak dalam sengketa dan

bebas dari sitaan dan agunan. Kapasitas notaris hanya mencatat keinginan pihak-

pihak dan hubungan hukum notaris dengan para pihak berkaitan dengan

pelepasan hak dan ganti rugi tersebut.

3. Surat dari Kepolisian tentang bukti kehilangan surat yang dibuat pada bulan Juni

2000 yang dijadikan dasar pembuatan akta pelepasan hak dan ganti rugi. Padahal

111 Wawancara dengan penyidik Kepolisian Kota Besar Medan Sekitarnya pada tanggal 2

Oktober 2009.

Page 86: Tanggung Jawab Notaris

86

surat tersebut hanya berlaku 1 (satu) bulan sejak dikeluarkannya sedangkan

pembuatan akta dilakukan pada bulan Desember 2003 dan penegasan dari

Kepolisian pada surat bukti kehilangan tersebut bahwa surat keterangan

kehilangan bukan merupakan jaminan terhadap segala sesuatu yang berkaitan

dengan hukum juga bukan merupakan bukti kepemilikan atau alas hak.

4. Dalam pemeriksaan diketahui bahwa surat yang dijadikan dasar dalam pembuatan

akta pelepasan hak dan ganti rugi, tidak dilekatkan dalam minit akta, semua surat-

surat hanya diperlihatkan kepada notaris.

5. Berdasarkan pengakuan para pihak yaitu beberapa orang yang menandatangani

akta pelepasan hak dan ganti rugi tersebut, bahwa penandatanganan dilakukan di

rumah bukan di kantor notaris, bahkan ada yang ditandatangani oleh orang lain,

bukan nama yang ada dalam komparisi akta pelepasan hak dan ganti rugi tersebut.

Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1. Notaris sengaja menempatkan surat palsu sehingga dapat dikategorikan sebagai

tindak pidana berdasarkan pasal 263 KUHP diantaranya surat bukti kehilangan

dari kepolisian yang sudah habis masa berlakunya dan penandatanganan akta

yang seharusnya menurut pasal 16 ayat (1) huruf L UUJN dilaksanakan seketika

setelah pembacaan akta oleh notaris dan ditandatangani dihadapan notaris oleh

para pihak, tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

2. Melanggar ketentuan pasal 15 ayat (2) huruf e. Undang-undang Jabatan Notaris

tentang kewajiban memberikan penyuluhan hukum dan pasal 16 ayat (1) huruf L

Page 87: Tanggung Jawab Notaris

87

membacakan akta sesaat sebelum penandatanganan akta oleh para pihak dan saksi

di hadapan notaris.

3. Tanpa melampirkan silang sengketa terhadap tanah yang belum bersertifikat,

sehingga tidak diketahui bahwa tanah tersebut masih dalam sengketa.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut di atas, notaris dapat dipidanakan apabila

dapat dibuktikan secara mendalam dengan mencari unsur kesalahan atau kesengajaan

dari notaris yang merupakan suatu tindakan tanpa dasar hukum yang harus

dipertanggungjawabkan. Untuk kepentingan pembuktian tersebut, maka diperlukan

keterangan dari notaris oleh penyidik disamping itu untuk menghindari terjadinya

kesalahan dakwaan tersebut, maka diperlukan kehadiran notaris dalam pemeriksaan

pidana. Dengan kehadiran notaris dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan, sampai

dengan persidangan, kiranya dapat membantu para penegak hukum untuk

membuktikan apakah notaris terlibat dalam tindak pidana yang dipersangkakan

ataukah hanya berakibat pada akta yang dibuat yaitu hanya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau menjadi batal demi hukum

sebagaimana ketentuan pasal 84 UUJN.

Faktor yang menyebabkan notaris diperlukan kehadirannya dalam

pemeriksaan perkara pidana adalah :

1. Apabila akta yang dibuat oleh notaris menimbulkan kerugian yang diderita para

pihak maupun pihak lain dan berdasarkan bukti awal bahwa notaris patut diduga

turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana, berkaitan

Page 88: Tanggung Jawab Notaris

88

dengan kewenangan notaris berdasarkan pasal 15 UUJN yaitu membuat akta

otentik dengan adanya unsur-unsur tindak pidana seperti :

a. 55 KUHP yaitu turut serta melakukan tindak pidana

b. 231 KUHP yaitu membantu pelaku dalam melakukan kejahatan.

c. 263 KUHP yaitu membuat surat palsu

d. 266 KUHP yaitu memberikan keterangan palsu dalam akta otentik

e. 372 KUHP yaitu penggelapan

f. 378 KUHP yaitu penipuan

g. 385 KUHP yaitu menjual, menukarkan atau membebani dengan

credietverband (sekarang Hak Tanggungan) atas tanah yang belum

bersertifikat.

2. Untuk mendapatkan keterangan dari notaris baik secara formil maupun materiil

berkaitan dengan akta yang dibuatnya berdasarkan laporan para pihak atau pihak

lain yang dirugikan atas akta tersebut (aktanya berindikasi adanya perbuatan

pidana), sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang obyektif oleh penyidik,

karena Kepolisian wajib menerima laporan ataupun pengaduan masyarakat dan

menindak lanjuti dengan pemanggilan guna diminta keterangannya karena fungsi

penyidik Kepolisian adalah membuat terang suatu tindak pidana. Terhadap

kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara pidana khususnya penyidikan di

Page 89: Tanggung Jawab Notaris

89

Kepolisian “sepanjang hal tersebut diperlukan kehadiran notaris untuk

memperjelas kasus tersebut maka hal tersebut diperbolehkan”112

3. Merupakan kewajiban setiap warga/anggota masyarakat untuk menghadiri

pemeriksaan pidana sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa berdasarkan pasal

224 KUHP yang menyatakan bahwa :

113

“barang siapa dipanggil sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya, diancam :

1) Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;

2). Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan. Ketentuan ini berlaku juga bagi notaris sebagai pejabat umum namun demikian

berdasarkan pasal 66 UUJN bahwa pemanggilan notaris dalam pemeriksaan

perkara pidana harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah

bagi Kota atau Kabupaten yang mempunyai Majelis Pengawas Daerah, atau

Majelis Pengawas Wilayah bagi Kota/Kabupaten yang belum mempunyai Majelis

Pengawas Daerah.

Meskipun notaris mempunyai Immunitas hukum yang diberikan undang-

undang berupa kewajiban untuk menolak memberikan keterangan yang

rnenyangkut rahasia jabatannya, dan Immunitas tersebut diwujudkan dengan

adanya hak ingkar atau mengundurkan diri sebagai saksi sepanjang menyangkut

keterangan-keterangan yang sifatnya rahasia jabatan. Sebagai pejabat umum yang

112 Wawancara tertulis dengan notaris Ferry Susanto Limbong, SH, M.Hum tanggal 4

Nopember 2009. 113 R. Soenarto Soerodibroto, Op.Cit, hal. 136.

Page 90: Tanggung Jawab Notaris

90

menjalankan pelayanan publik dibidang pelayanan jasa hukum, maka terhadap

kesalahan notaris perlu dibedakan antara kesalahan yang bersifat pribadi (faute

personelle atau personal fault) dan kesalahan didalam menjalankan tugas (faute

de serive atau in service fault).114

Seperti dalam perkara perdata maka dalam perkara pidanapun diatur mengenai

adanya pengecualian-pengecualian bagi orang atau pejabat yang dapat menolak

atau mengundurkan diri menjadi saksi yaitu sebagaimana yang tertera dan

tercantum dalam Pasal 170 KUHAP yaitu :

115

4. Berdasarkan pasal 65 UUJN bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta

yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah diserahkan kepada penyimpan

protokol notaris. Artinya tanggung jawab notaris tidak berakhir meskipun notaris

telah pensiun/purna tugas, sehingga setiap saat dapat dimintai

pertanggungjawabannya atas akta yang dibuat.

(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

5. Berdasarkan pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)

Dalam perkara pidana, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang

paling utama disamping alat bukti yang lainnya seperti keterangan ahli, surat

(bukti-bukti tertulis), petunjuk dan keterangan terdakwa. Tidak ada perkara

114 Paulus Efendi Lotulung, Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam

Menjalankan Tugasnya, Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Edisi April, 2002, hal. 3. 115 R. Soenarto Soerodibroto, Op.Cit, hal. 432.

Page 91: Tanggung Jawab Notaris

91

pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua

pembuktian perkara pidana, selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan

saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain

seperti persangkaan atau bukti tertulis bahkan pengakuan dari terdakwa sekalipun,

masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.116

Oleh

karena itu untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang obyektif dan sempurna

penyidik sangat memerlukan keterangan saksi, meskipun yang menjadi saksi

seorang notaris.

116 M Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan

Penuntutan, edisi ke-dua, Sinar Grafika, 2002, hal. 265.

Page 92: Tanggung Jawab Notaris

92

BAB III

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI

PERBUATAN PIDANA

A. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Notaris.

Pembuktian adalah proses, cara, perbuatan membuktikan atau usaha

menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan.117

Akta notaris adalah akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis dengan

kekuatan pembuktian yang sempurna. ”Ini berarti bahwa masih dimungkinkan dapat

dilumpuhkan hanya oleh alat bukti lawan sehingga hakim berwenang untuk

membatalkannya”.

Hal ini

berkaitan dengan kekuatan pembuktian suatu akta otentik yang dibuat oleh notaris.

Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak, ahli

warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak karenanya. Dengan demikian akta

otentik hanya dapat dikalahkan oleh bukti lawan. Hakim hanya dapat membatalkan

akta notaris jika dimintakan pembatalan oleh para pihak yang bersengketa, dengan

didasarkan pada bukti-bukti kuat dan sempurna yang disampaikan pemohon kepada

hakim. Tanpa adanya permohonan pembatalan akta, hakim tidak serta merta dapat

membatalkan akta otentik yang menjadi obyek sengketa di Pengadilan.

118

117 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit, hal. 172 118 Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit. hal. 19 dikutib dari : Sudikno Mertokusumo, Hukum

Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 149.

Page 93: Tanggung Jawab Notaris

93

Menurut Sudikno Mertokusumo, dalam bukunya Hukum Acara Perdata

Indonesia : “Suatu akta yang dibuat oleh seorang pejabat tanpa ada wewenang dan

tanpa ada kemampuan untuk membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat

dianggap sebagai akta otentik, tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah

tangan oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.119

Akta otentik sebagai akta yang dibuat oleh notaris secara teoritis adalah surat

atau akta yang sejak semula dengan sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian.

120

Otentik tidaknya suatu akta, tidak saja hanya cukup dibuat dihadapan notaris

atau pejabat umum, namun akta tersebut harus dibuat menurut cara dan ketentuan

yang ditetapkan oleh undang-undang. UUJN mengatur dalam pasal 38 sampai dengan

53 Bab VII bagian pertama, tentang bentuk dan sifat akta. Oleh karena itu hendaknya

Sejak semula dengan sengaja berarti bahwa sejak awal dibuatnya akta tersebut

tujuannya adalah untuk pembuktian jika terjadi sengketa di kemudian hari. Dikatakan

dengan resmi karena tidak dibuat di bawah tangan. Pembuatan akta otentik dilakukan

sesuai ketentuan undang-undang. Berdasarkan pasal 1868 KUHPerdata bahwa akta

otentik harus dibuat dalam bentuk yaitu :

(1) sesuai aturan hukum

(2) dibuat dihadapan pejabat umum,

(3) dibuat dihadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya di tempat akta

tersebut dibuat.

119 Ibid, hal. 18-19. 120 Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit, hal. 18.

Page 94: Tanggung Jawab Notaris

94

notaris dalam membuat akta otentik tidak menyimpang dari persyaratan, bentuk dan

sifat serta isi akta sebagaimana yang diatur dalam UUJN. Dalam praktek di lapangan

ditemukan akta yang bentuk dan sifatnya sesuai dengan undang-undang namun isinya

tidak sesuai dengan undang-undang, inilah yang sering dijadikan dasar pemeriksaan

notaris oleh penyidik.

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa Ada 2 (dua) jenis/golongan akta

notaris, yaitu:

(1) Akta yang dibuat oleh (door) notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Relaas

atau Berita Acara,

(2) Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris, biasa disebut dengan istilah

Akta Pihak atau Akta Partij.121

Sedang akta pihak adalah akta yang dibuat di hadapan notaris atas permintaan

para pihak. Notaris berkewajiban untuk mendengarkan pernyataan atau keterangan

para pihak yang dinyatakan atau diterangkan sendiri oleh para pihak di hadapan

Akta Relaas adalah akta yang dibuat oleh notaris atas permintaan para pihak,

agar notaris mencatat atau menuliskan segala sesuatu hal yang dibicarakan oleh pihak

berkaitan dengan tindakan hukum atau tindakan lainnya yang dilakukan oleh para

pihak, agar tindakan tersebut dibuat atau dituangkan dalam suatu akta notaris. Dalam

Akta Relaas ini notaris menulis atau mencatatkan semua hal yang dilihat atau

didengar dan dialami sendiri secara langsung atau disaksikan oleh notaris terhadap

apa yang dilakukan oleh para pihak.

121 Habib Adjie, Op. Cit, hal. 45.

Page 95: Tanggung Jawab Notaris

95

notaris, kemudian dituangkan ke dalam akta notaris. Dari hasil penelitian di

Kepolisian, akta yang sering dipermasalahkan / berindikasi perbuatan pidana

umumnya adalah akta partij atau akta pihak.

Oleh karena itu untuk menghindari adanya indikasi perbuatan pidana dalam

suatu akta otentik, dan notaris tidak disibukkan dengan adanya pemanggilan dari

penyidik, maka dalam pembuatan akta notaris, harus diperhatikan ketentuan akta

otentik yang disyaratkan oleh undang-undang, yaitu hendaknya diperhatikan 3 (tiga)

aspek yaitu :

a. Aspek Lahiriah (uitwendige bewijskracht).

Yaitu kemampuan lahiriah akta notaris, yang merupakan kemampuan akta

itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica

probant seseipsa). Suatu akta apabila dilihat dari luar (lahirnya), maka bentuk

akta tersebut sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah

ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta

otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa

akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Kemampuan lahiriah akta notaris

ditentukan dalam pasal 38, 42 dan 43 UUJN122

122 Hadi Setia Tunggal, Op. Cit, hal. 56.

bahwa :

Pasal 38 : (1) Setiap akta Notaris terdiri atas :

a. awal akta atau kepala akta; b. badan akta; dan c. akhir atau penutup akta.

(2) Awal akta atau kepala akta memuat:

Page 96: Tanggung Jawab Notaris

96

a. judul akta; b. nomor akta; c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

(3) Badan akta memuat: . a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,

jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;

b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang

berkepentingan; dan d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. (4) Akhir atau penutup akta memuat:

a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) hiiruf 1 atau Pasal 16 ayat (7);

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada;

c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.

(5) Akta Notaris Pengganti, Notaris Pengganti. Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.

Pasal 42, (1) Akta Notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang

tidak terputus-putus dan ndak menggunakan singkatan. (2) Ruang dan sela kosong dalam afcta digaris dengan jelas sebelum akta

ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dalam fckta, penyebutan tanggal, bulan, dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus didahului dengan angka.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi surat kuasa yang belum menyebutkan nama penerima kuasa.

Pasal 43, (1) Akta dibuat dalam bahasa Indonesia. (2) Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta,

Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap.

Page 97: Tanggung Jawab Notaris

97

(3) Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskan-nya, akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi,

(4) Akta dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi apabila pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang Undang-undang tidak menentukan lain.

(5) Dalam hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Penyangkalan terhadap aspek lahiriah dapat dilakukan dengan

pembuktian negatif, artinya beban pembuktian ada pada pihak yang

menyangkal keotentikan akta notaris tersebut. Parameter untuk menentukan

akta notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari notaris yang

bersangkutan, baik yang ada pada Minuta dan Salinan dan adanya, awal akta

(mulai dari judul) sampai dengan akhir akta.123

123 Habib Adjie, Op. Cit, hal.26.

Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah akta tersebut harus

dilihat sebagaimana adanya, bukan dilihat ada apanya terhadap akta tersebut.

Secara lahiriah, jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak

memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan

bahwa akta tersebut bukan akta otentik, berdasarkan ketentuan dan

persyaratan bentuk ataupun lahiriah akta yang disyaratkan oleh UUJN.

Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta notaris

sebagai akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus

didasarkan kepada syarat-syarat akta notaris sebagai akta otentik sesuai

peraturan perundangan yang berlaku.

Page 98: Tanggung Jawab Notaris

98

b. Aspek Formal (formele bewijskracht).

Bahwa akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian

dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan

oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai

dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta notaris.

Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari,

tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang

menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan notaris, serta

membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh notaris (pada akta

pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para

pihak/penghadap (pada akta pihak), sebagaimana kewenangan notaris

berdasarkan pasal 15 ayat (1) UUJN.

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan

dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari,

tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran

mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat,

disaksikan dan didengar oleh notaris, juga harus dapat membuktikan

ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang

diberikan/disampaikan di hadapan notaris, dan ketidakbenaran tandatangan para

pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak

dilakukan. Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus

melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta notaris.

Page 99: Tanggung Jawab Notaris

99

Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta

tersebut harus diterima oleh siapa pun. Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan

pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta notaris, jika yang

bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris.

Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan

ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek

formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan, misalnya,

bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa menghadap Notaris pada hari,

tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal akta, atau merasa tanda

tangan yang tersebut dalam akta bukan tanda tangan dirinya.

Jika hal ini terjadi, maka yang bersangkutan atau penghadap tersebut dapat

menggugat notaris, dan penguggat harus dapat membuktikan ketidakbenaran

aspek formal tersebut.

c. Aspek Materiil (materiele bewijskracht)

Bahwa suatu akta otentik harus memberikan kepastian tentang materi

suatu akta, apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah

terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan

berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).

Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat

(atau berita acara), atau keterangan atau para pihak yang diberikan/disampaikan

di hadapan Notaris (akta pihak) dan para pihak harus dinilai benar terhadap apa

yang dikatakan yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai

Page 100: Tanggung Jawab Notaris

100

yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang

kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar

berkata. Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi

tidak benar berkata, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Dalam

hal ini notaris terlepas dari tanggung jawab materiil akta.

Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan

harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan

yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang telah benar

berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan

pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.

Dengan terpenuhinya syarat lahiriah, formil dan materiil, suatu akta otentik

mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah (mempunyai

kekuatan pembuktian yang sempurna) di antara para pihak dan para ahli waris serta

para penerima hak mereka. Oleh karena itu akta otentik dapat dijadikan bukti yang

kuat dalam perkara khususnya perkara pidana sepanjang tidak ada bukti lain yang

membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik.

Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai

akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam

suatu persidangan di pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar,

maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta

di bawah tangan atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai

akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

Page 101: Tanggung Jawab Notaris

101

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kekuatan pembuktian akta

otentik yang dibuat notaris adalah sebagai berikut :

1. Mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige bewijskracht) yaitu

kemampuan akta itu sendiri untuk dapat membuktikan dirinya sebagai akta

otentik. Kemampuan ini berdasarkan Pasal 1875 KUHPerdata yang tidak dapat

diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan. Akta yang dibuat di bawah

tangan baru berlaku sah, yakni apabila benar-benar berasal dari pihak, terhadap

siapa akta tersebut dipergunakan, dan apabila yang menandatanganinya mengakui

kebenaran dari tanda tangannya itu atau apabila itu dengan cara yang sah menurut

hukum telah diakui oleh yang bersangkutan.

Sementara akta otentik yang dibuat notaris dapat membuktikan sendiri

keabsahannya (acta publica probant sese ipsa). Artinya dari bentuk lahiriah akta

dan dari isi kata-katanya menunjukkan bahwa akta itu berasal dari seorang pejabat

umum, maka akta dianggap sebagai akta otentik sampai dapat dibuktikan bahwa

akta tersebut bukanlah suatu akta otentik.

2. Mempunyai kekuatan pembuktian formal (Formale bewijskracht), bahwa akta

tersebut memberikan kepastian tentang sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam

akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang

menghadap. Artinya bahwa pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam

tulisan sebagaimana yang tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran

dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan

disaksikannya di dalam jabatannya itu. Dalam arti formal, sepanjang mengenai

Page 102: Tanggung Jawab Notaris

102

akta pejabat (ambtelijike acte), akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang

disaksikan, yakni yang dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh notaris

sebagai pejabat umum di dalam menjalankan jabatannya.

Pada akta di bawah tangan kekuatan pembuktian ini hanya meliputi kenyataan

bahwa keterangan itu diberikan, apabila tanda tangan yang tercantum dalam akta

di bawah tangan itu diakui oleh orang yang menandatanganinya atau dianggap

sebagai telah diakui sedemikian menurut hukum. Dalam arti formal, maka

terjamin kebenaran/kepastian tanggal dari akta otentik tersebut, kebenaran

tandatangan yang terdapat dalam akta itu, identitas dari orang-orang yang hadir

(comparanten), demikian juga tempat akta itu dibuat. Sepanjang mengenai acte

partij bahwa para pihak yang ada menerangkan seperti yang diuraikan dalam akta

itu, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti antara

pihak-pihak sendiri.

Pada akta otentik berlaku kekuatan pembuktian formal dan berlaku

terhadap setiap orang yakni apa yang ada dan terdapat di atas tandatangan

mereka. Namun terdapat pengecualian atau pengingkaran atas kekuatan

pembukt ian formal ini,yaitu :

1). Pihak penyangkal dapat langsung tidak mengakui bahwa tanda tangan yang

dibubuhkan dalam akta tersebut adalah tanda tangannya. Pihak penyangkal

dapat mengatakan bahwa tanda tangan yang kelihatannya sebagai yang

dibubuhkan olehnya ternyata dibubuhkan oleh orang lain dan karenanya

dalam hal ini terjadi apa yang dikenal sebagai pemalsuan tanda tangan.

Page 103: Tanggung Jawab Notaris

103

2). Pihak penyangkal dapat menyatakan bahwa notaris dalam membuat akta

melakukan suatu kesalahan atau kehilafan (ten onrechte) namun tidak

menyangkal tanda tangan yang ada di dalam akta tersebut. Artinya pihak

penyangkal tidak mempersoalkan formalitas akta namun mempersoalkan

substansi akta. Dengan demikian yang dipersoalkan adalah keterangan dari

notaris yang tidak benar (intelectuele valsheid). Pihak penyangkal tidak

menuduh terdapat pemalsuan namun menuduhkan suatu kehilafan yang

mungkin tidak disengaja sehingga tuduhan tersebut bukan pada kekuatan

pembuktian formal melainkan kekuatan pembuktian material dari keterangan

notaris tersebut. Dalam membuktikan hal ini menurut hukum dapat digunakan

segala hal yang berada dalam koridor hukum formil pembuktian.

3. Mempunyai kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht), bahwa apa

yang tersebut dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-

pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk

umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Artinya tidak hanya

kenyataan yang dibuktikan oleh suatu akta otentik, namun isi dari akta itu

dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang menyuruh

adakan/buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya (preuve

preconstituee). Akta otentik dengan demikian mengenai isi yang dimuatnya

berlaku sebagai yang benar, memiliki kepastian sebagai sebenarnya maka menjadi

terbukti dengan sah di antara para pihak oleh karenanya apabila digunakan di

muka pengadilan adalah cukup dan bahwa hakim tidak diperkenankan untuk

Page 104: Tanggung Jawab Notaris

104

meminta tanda pembuktian lainnya di samping akta otentik tersebut. Hakim

terikat dengan alat bukti otentik sebab jika tidak demikian maka dapat

dipertanyakan apa gunanya undang-undang menunjuk para pejabat yang

ditugaskan untuk membuat suatu akta otentik sebagai alat bukti bila hakim dapat

begitu saja mengesampingkan akta yang dibuat oleh pejabat tersebut.

B. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta Otentik

Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana.

Otensitas akta notaris bukan hanya pada kertasnya ataupun bentuk fisiknya,

akan tetapi akta yang dimaksud benar-benar dibuat di hadapan notaris sebagai Pejabat

Umum dengan segala kewenangannya atau dengan perkataan lain akta yang dibuat

notaris mempunyai sifat otentik, bukan karena undang-undang menetapkan

sedemikian, akan tetapi oleh karena akta itu dibuat oleh atau di hadapan Pejabat

Umum, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata.

Sebagai Pejabat Umum, notaris dalam melaksanakan kewenangannya

membuat akta otentik harus Independen. Dalam istilah sehari-hari istilah Independen

ini sering disama-artikan dengan mandiri. Dalam konsep Manajemen bahwa

penerapan istilah mandiri berarti institusi yang bersangkutan secara manajerial dapat

berdiri sendiri tanpa tergantung kepada atasannya, tetapi secara institusional tetap

tergantung kepada (dependen) atasannya. Sedangkan Independen baik secara

manajerial maupun insitusional tidak tergantung kepada atasannya ataupun kepada

pihak lainnya.

Page 105: Tanggung Jawab Notaris

105

Independen ini mempersoalkan kemerdekaan Pejabat Umum dari intervensi

atau pengaruh pihak lain ataupun diberi tugas oleh instansi lain. Oleh karena itu

dalam konsep Independen ini harus diimbangi dengan konsep Akuntabilitas.

Akuntabilitas ini mempersoalkan keterbukaan (transparancy) menerima kritik dengan

pengawasan (controlled) dari luar serta bertanggung jawab kepada pihak luar atas

hasil pekerjaannya atau pelaksanaan tugas jabatannya.

Indepedensi notaris dalam hal ini dapat dilihat dalam 3 (tiga) bentuk yaitu:124

Sebagaimana diuraikan di atas, konsep Independen notaris sangatlah berkaitan

dengan konsep Akuntabilitas (Accountability) atau Pertanggung jawaban, yaitu terdiri

dari:

1. Structural Independen, yaitu independen secara kelembagaan (institusional) yang dalam bagan struktur (organigram) terpisah dengan tegas dari institusi lain. Dalam hal ini meskipun Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman, secara kelembagaan tidak berarti menjadi bawahan Menteri Kehakiman atau berada dalam struktur Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

2. Functional Independen, yaitu independen dari fungsinya yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya tugas, wewenang, dan jabatan Notaris.

3. Financial Independen, yaitu independen dalam bidang keuangan yang tidak pernah memperoleh anggaran dari pihak manapun juga.

125

1. Akuntabilitas Spritual. Hal ini berkaitan dengan keyakinan secara langsung vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersifat pribadi. Akuntabilitas sepert, ini dapat dilihat dari kalimat yang tercantum dalam Sumpah/janji Jabatan Notaris, yaitu "Demi Allah, saya bersumpah". Oleh karena itu bagaimana implementasi Akuntabilitas Spiritual ini akan tergantung kepada diri sendiri notaris yang bersangkutan. Hanya Tuhan Yang Maha Esa dan dirinya yang tahu. Akuntabilitas Spiritual ini seharusnya mewarnai dalam setiap tindakan/perbuatan kita ketika

124 Ibid, hal. 32 125 Ibid, hal. 32-33

Page 106: Tanggung Jawab Notaris

106

menjalankan tugas jabatannya, artinya apa yang kita perbuat bukan hanya dipertanggungjawabkan kepada masyarakat saja, tapi juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu sangat penting nilai-nilai "Ke-Tuhan-an" menyertai setiap perilaku, tindakan, dan perbuatan kita.

2. Akuntabilitas moral kepada publik. Kehadiran notaris adalah untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkan akta-akta otentik ataupun surat-surat yang lainnya yang menjadi kewenangan notaris. Oleh karena itu masyarakat berhak untuk mengontrol "hasil kerja" dari notaris. Salah satu konkretisasi dari akuntabilitas ini, misalnya masyarakat dapat menuntut notaris, jika ternyata hasil pekerjaannya merugikan anggota masyarakat. Ataupun ada tindakan-tindakan Notaris yang dapat "mencederai" masyarakat yang menimbulkan kerugian baik materi maupun immateriil kepada masyarakat.

3. Akuntabilitas hukum. notaris bukan orang/jabatan yang "imun" (kebal) dari hukum. Jika ada perbuatan/tindakan Notaris yang menurut ketentuan hukum yang berlaku dapat dikategorikan melanggar hukum (pidana, perdata, administrasi), maka mau tidak mau kita harus bertanggungjawab.

4. Akuntabilitas profesional. notaris dapat dikatakan profesional jika dilengkapi dengan berbagai keilmuan yang mumpuni (intelectual capital) yang dapat diterapkan dalam praktik, tapi bukan berarti "tukang" tapi dalam hal bagaimana mengolah nilai-nilai atau ketentuan-ketentuan yang abstrak menjadi suatu bentuk yang tertulis (akta) sesuai yang dikehendaki oleh para pihak. Oleh karena itu kita jangan lelah dan bosan untuk senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan kita, agar kita senantiasa profesional.

5. Akuntabilitas administratif. Sebelum kita menjalankan jabatan/tugas sebagai notaris sudah tentu kita telah mempunyai surat pengangkatan kita sebagai notaris, sehingga legalitas kita tidak perlu dipertanyakan lagi, tapi yang sampai saat ini masih jadi pertanyaan bagi kita sebagai notaris secara administratif dalam pengangkatan dan penggajian karyawan. Banyak notaris yang mengangkat karyawan karenan ”pertemanan” ataupun ”persaudaraan” Padahal sebenarnya apapun latar belakangnya tetap harus ada pembenahan secara administratif. Kemudian juga yang lainnya yaitu mengenai "pengarsipan" akta-akta, terkadang kita menatanya "asal-asalan" padahal akta tersebut adalah arsip negara yang harus kita "administrasikan" secara seksama. Oleh karena itu sangat beralasan kita harus belajar "Manajemen kantor notaris" yang bahan dasarnya dari pengalaman-pengalaman notaris terdahulu yang kemudian dibukukan.

6. Akuntabilitas keuangan. Bentuk akuntabilitas dalam bidang keuangan ini yaitu kita melaksanakan kewajiban kita untuk membayar pajak. Ataupun membayar kewajiban lain kepada organisasi, seperti iuran bulanan misalnya. Kemudian juga membayar gaji para karyawan kita tidak senantiasa memacu (atau lebih dari) kepada Upah Minimum Regional (UMR). Suatu saat hal tersebut harus dapat dibenahi oleh kita semua.

Page 107: Tanggung Jawab Notaris

107

Uraian tersebut diatas merupakan implementasi dari Undang-Undang Jabatan

Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris (KEN) yang secara lengkap mengatur tentang

jabatan notaris. Dengan pemahaman independensi dan akuntabilitas seperti tersebut

diatas diharapkan notaris dapat mengetahui dimana dan bagaimana tugas dan

tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugas/jabatannya.

Sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan untuk mengemban

sebagian tugas negara, notaris harus dapat menjalankan tugas profesi sebaik mungkin

sesuai dengan hukum agamanya dan hukum serta peraturan yang berlaku. Oleh

karena itu jika notaris berbuat melanggar hukum, sanksinya tidak hanya berupa

sanksi hukum positif saja, melainkan sanksi moral dari masyarakat dan sanksi

spiritual menurut hukum agamanya. Sebagai pejabat umum yang diberikan

kepercayaan untuk mengemban sebagian tugas negara, notaris tidak bisa

menghalalkan segala cara untuk mencapai profesionalnya.126

Sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) notaris berwenang membuat

akta otentik. Sehubungan dengan kewenangannya tersebut notaris dapat dibebani

tanggung jawab atas perbuatannya / pekerjaannya dalam membuat akta otentik.

Tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi

notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta, diantaranya :

127

1. Tanggung jawab notaris secara perdata atas akta dibuatnya, dalam hal ini adalah

tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam konstruksi perbuatan

126 Anke Dwi Saputro (penyadur), Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, dan Di Masa

Datang, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal. 182. 127 Baca Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit , hal. 35-49.

Page 108: Tanggung Jawab Notaris

108

melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif maupun

pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada

pihak lain. Sedangkan pasif, dalam artian tidak melakukan perbuatan yang

merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian. Jadi unsur dari

perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya suatu perbuatan melawan hukum,

adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan. Perbuatan melawan

hukum disini diartikan luas, yaitu suatu perbuatan tidak saja melanggar undang-

undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain dan

menimbulkan kerugian. Suatu perbuatan dikategorikan perbuatan melawan

hukum apabila perbuatan tersebut:

a. Melanggar hak orang lain.

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku

c. Bertentangan dengan kesusilaan.

d. Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan

harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Tanggung jawab notaris dalam ranah hukum perdata ini, termasuk didalamnya

adalah tanggung jawab perpajakan yang merupakan kewenangan tambahan

notaris yang diberikan oleh undang-undang perpajakan.

2. Tanggung jawab notaris secara pidana atas akta dibuatnya. Pidana dalam hal ini

adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh notaris dalam kapasitasnya sebagai

pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam konteks individu

sebagai warga negara pada umumnya.

Page 109: Tanggung Jawab Notaris

109

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN)

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode

etik notaris. Hal ini ditegaskan dalam pasal 4 UUJN tentang sumpah jabatan

notaris.

Tanggung Jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik yang

dibuat dan berindikasi perbuatan pidana sangat diperlukan meskipun ranah pekerjaan

notaris dalam ranah hukum perdata dan hukum administrasi serta

pertanggungjawaban moral dan etika namun terhadap akta yang dibuat dan

berindikasi perbuatan pidana maka notaris harus bertanggung jawab secara pidana,

mulai pemeriksaan dalam proses penyidikan hingga proses pembuktian di

persidangan dan melaksanakan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum

tetap. Tuntutan tanggung jawab ini muncul sejak terjadinya sengketa berkaitan

dengan akta yang telah dibuat dengan memenuhi unsur-unsur dalam perbuatan pidana

meliputi :

a. Perbuatan manusia.

b. Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan, artinya berlaku asas

legalitas, nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal tersebut tidak

atau belum dinyatakan dalam aturan undang-undang).

c. Bersifat melawan hukum.

Tanggung jawab notaris dalam pembuktian perkara pidana di persidangan dapat

terjadi manakala akta tersebut menjadi permasalahan sehingga mewajibkan notaris

Page 110: Tanggung Jawab Notaris

110

tersebut memberikan keterangan dan kesaksiannya berkaitan dengan aspek formil

maupun materiil akta.

Namun demikian sebagai pejabat umum notaris tidak begitu saja dapat

diperiksa maupun dimintai keterangannya baik dalam proses penyidikan maupun

dalam pemeriksaan / pembuktian perkara pidana di pengadilan. Sebagai pejabat

umum, layaknya pejabat negara lainnya UUJN memberikan perlindungan hukum

atas apa yang dibuat notaris berkaitan dengan tugas dan kewenangannya sesuai

UUJN. Perlindungan hukum tersebut diantaranya dimuat dalam pasal 66 UUJN yaitu

:

(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan

pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

Berdasarkan pasal tersebut diatas, maka untuk menghadirkan notaris dalam

pemeriksaan perkara pidana mulai dari tingkat Kepolisian hingga di Pengadilan harus

mendapat ijin terlebih dahulu dari lembaga tempat notaris bernaung, dalam hal ini

adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya

dilimpahkan secara berjenjang kepada Majelis Pengawas Daerah untuk tingkat kota /

kabupaten dan Majelis Pengawas Wilayah untuk tingkat Propinsi serta Majelis

Pengawas Pusat untuk seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Page 111: Tanggung Jawab Notaris

111

Terhadap akta yang dibuatnya notaris wajib bertanggung jawab atas

keotentikannya, namun demikian dalam pemeriksaan perkara pidana notaris tidak

serta merta dapat dihadirkan dalam pemeriksaan, karena pasal 66 UUJN memberikan

perlindungan terhadap notaris sebagai pejabat umum. Tanpa adanya bukti awal yang

kuat bahwa akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana atas dugaan notaris

turut serta melakukan tindak pidana dan atau memberikan keterangan palsu ke dalam

akta. Majelis Pengawas Daerah bisa saja menolak permintaan penyidik untuk

memberikan ijin pemeriksaan terhadap notaris. Meskipun antara Kepolisian Republik

Indonesia dalam hal ini Kapolri dengan Ikatan Notaris Indonesia dan PPAT telah

mengadakan MoU (Memory of Understanding), No. Pol.: B / 1O56 / V / 2O06 dan

Nomor: O1 / MoU / PP-INI / 2O06 tanggal 9 Mei 2OO6 maka setiap Penyidik akan

melakukan pemeriksaan terhadap notaris baik sebagai saksi maupun sebagai

tersangka diwajibkan meminta izin terlebih dahulu kepada Majelis Pengawas

Daerah/W di wilayah kerja Notaris yang bersangkutan. Ada kalanya tanpa izin dapat

juga dilakukan pemeriksaan (BAP) tergantung permintaan dari Notaris yang

bersangkutan.128

Apabila notaris menghadiri pemeriksaan perkara pidana tanpa ijin ataupun

persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah sebagaimana yang disampaikan penyidik

tersebut diatas, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya peningkatan status

dari saksi menjadi tersangka adalah tanggung jawab notaris itu sendiri.

128 Wawancara dengan Kasat I Pidana Umum Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut pada

tanggal 7 Oktober 2009.

Page 112: Tanggung Jawab Notaris

112

Kenyataan di lapangan terkadang karena lamanya ijin yang diberikan oleh

Majelis Pengawas Daerah ataupun Wilayah, sehingga untuk keperluan penyidikan

akhirnya penyidik memanggil notaris untuk dapatnya memberikan keterangan pada

pemeriksaan perkara tanpa menunggu ijin dari Majelis Pengawas Daerah ataupun

Wilayah dengan alasan bahwa proses penyidikan berkaitan dengan pembuatan Berita

Acara Pemeriksaan yang dibutuhkan oleh Penuntut Umum maupun Hakim dalam

suatu proses pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan dengan kehadiran notaris

sebagai saksi sangat diperlukan, sedangkan akta notaris sifatnya adalah sebagai

bukti/petunjuk ataupun menjadi Barang Bukti dalam suatu perkara.129

Sebagai warga negara, meskipun notaris adalah pejabat umum dalam

pemeriksaan perkara pidana notaris tidak dapat menghindar, karena penyidik sebagai

pejabat negara juga mempunyai dasar untuk pemanggilan paksa sebagaimana yang

diuraikan diatas, bahwa semua warga negara tanpa terkecuali wajib menjunjung

hukum dan menjunjung pemerintahan. Tidak terkecuali aparat pemerintah, Polisi,

Jaksa, Hakim maupun Notaris - PPAT. Demikian juga Undang-Undang No. 39 tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 3 ayat (2) yang berbunyi : "Setiap

129 Wawancara dengan Kasat I Pidana Umum Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut pada

tanggal 7 Oktober 2009, juga dijelaskan bahwa perlu diketahui bahwa sesuai dengan UU No. 8 / 1981 tentang Hukum Acara Pidana dipertimbangan pada huruf a tercantum "Bahwa negara Republik Indonesia ialah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersama kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya dengan tiada kecualinya". Disini yang perlu digaris bawahi adalah wajib "wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya dengan tiada kecualinya". Dengan perkataan lain bahwa semua warga negara tanpa kecuali wajib menjunjung hukum dan menjunjung pemerintahan. Tidak terkecuali aparat pemerintah, Polisi, Jaksa, Hakim maupun Notaris - PPAT. Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 3 ayat (2) yang berbunyi : "Setiap warga berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum"

Page 113: Tanggung Jawab Notaris

113

warga berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil

serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum”. Guna

memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat maka

pihak Kepolisian sebagai aparat penegak hukum pelindung dan pengayom

masyarakat, manakala ijin yang diperlukan tidak segera diberikan oleh Majelis

Pengawas Daerah maupun Wilayah, penyidik dapat bertindak demi perlindungan dan

kepastian hukum para pencari keadilan.

Page 114: Tanggung Jawab Notaris

114

BAB IV

FUNGSI DAN PERANAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP PEMANGGILAN NOTARIS PADA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

A. Ruang Lingkup Pengawasan Terhadap Notaris.

Kedudukan notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian

dan perlindungan hukum bagi masyarakat, karena kewenangan notaris membuat akta

otentik berada dalam ranah pencegahan (tindakan preventif) terhadap terjadinya

masalah hukum. Suatu perbuatan hukum dalam ranah hukum perdata yang dilakukan

masyarakat di bingkainya dalam suatu akta otentik, sehingga akta tersebut dapat

dijadikan bukti yang sempurna di Pengadilan.

Notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang berhak membuat akta otentik

sebagai alat pembuktian yang paling sempurna. Notaris adalah kepanjangan tangan

negara di mana ia menjalankan sebagian tugas negara di bidang hukum perdata yaitu

menjalankan tugas negara dalam rangka memberikan perlindungan hukum dalam

bidang hukum privat kepada warga negara dalam bentuk kewenangan membuat akta

otentik. Oleh karena itu, ketika menjalankan tugasnya, notaris wajib diposisikan

sebagai pejabat umum yang mengemban tugas negara layaknya para Hakim, Jaksa,

anggota Dewan, Duta Besar, Bupati, Walikota dan lain sebagainya. Namun bedanya

notaris tidak mendapat gaji dari anggaran Pemerintah. Notaris hanya mendapatkan

honorarium sebagai kontraprestasi atas pelayanannya kepada masyarakat yang

memerlukan jasanya.

Page 115: Tanggung Jawab Notaris

115

Besarnya honorariumpun ditentukan dalam pasal 36 dan pasal 37 UUJN yaitu

:130

Menurut Drs. Suparno, SH, MH, ”notaris adalah pejabat umum yang diangkat

oleh Pemerintah, dengan demikian ia merupakan kepanjangan tangan Pemerintah dan

(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya.

(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.

(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut: a. sampai dengan Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen

gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);

b. di atas Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau

c. di atas Rp.l.000.000,000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 % (satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya.

(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal37 Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.

Dari ketentuan tersebut diatas, jelaslah bahwa notaris tidak bisa seenaknya sendiri

menentukan honorariumnya. Dengan demikian harus diakui bahwa notaris adalah

jabatan profesional dan juga pengabdian kepada kepentingan negara dan masyarakat.

Oleh karena itu, pengawasan khususnya pemeriksaan kepada notaris harus

mengedepankan rasa menghargai dan menghormati sesama perangkat negara.

130 Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal. 55.

Page 116: Tanggung Jawab Notaris

116

otomatis dia orangnya Pemerintah.131

Majelis Pengawas sebagai kepanjangan tangan dari Menteri mempunyai

tanggung jawab membina dan mengawasi notaris di Indonesia sesuai amanat UUJN

pasal 1 angka 6. Fungsi Majelis Pengawas adalah mengawasi tingkah laku dan

perilaku notaris, selain mengawasi perbuatan hukum para notaris.

Karena notaris diangkat oleh Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia, maka pengawasan terhadap notaris juga dilakukan oleh

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh

Majelis Pengawas secara berjenjang yaitu Majelis Pengawas Daerah / Wilayah / Pusat

sesuai dengan ketentuan dalam UUJN.

132

Apabila dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya notaris melakukan

pelanggaran hukum, maka notaris akan dihadapkan dengan ketentuan hukum perdata,

hukum pidana, UUJN serta peraturan hukum materiil lainnya. Untuk pelanggaran

pidana notaris dihadapkan dengan proses penyidikan, penuntutan sampai dengan

pembuktian di Pengadilan. Demikian juga untuk pelanggaran perdata dan UUJN

notaris dihadapkan kepada gugatan dengan ganti rugi dan bisa juga dijatuhi sanksi

administrasi oleh Majelis Pengawas. Sedangkan apabila terjadi pelanggaran norma

Jadi kalau notaris

melanggar perundang-undangan yang memiliki kewenangan untuk menindak notaris

disamping aparat penegak hukum juga Majelis Pengawas Notaris. Oleh karena itu

perlu dibuat batasan yang jelas, mana yang menjadi kewenangan penegak hukum, dan

mana yang menjadi kewenangan Majelis Pengawas.

131 Renvoi, Nomor : 6.66.VI tanggal 3 Nopember 2008, hal. 15. 132 Renvoi, Nomor : 6.42.IV tanggal 3 Nopember 2006, hal. 7.

Page 117: Tanggung Jawab Notaris

117

yang berlaku dalam masyarakat, notaris dihadapkan dengan kode etik notaris yang

merupakan pedoman moral bagi notaris yang prosesnya dilakukan oleh Majelis

Pengawas Daerah, dan penjatuhan sanksinya berdasarkan pasal 73 ayat (1) huruf e

dan f UUJN dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah berupa teguran lisan dan

tertulis,sedangkan untuk pemberhentian dengan hormat dan tidak hormat oleh Majelis

Pengawas Pusat.

Dalam pasal 66 UUJN, dalam hal pemanggilan terhadap notaris baik sebagai

saksi maupun tersangka dan pengambilan foto copy minuta akta dan surat-surat yang

dilekatkan pada minuta akta, penyidik, penuntut umum maupun hakim harus

mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah yang berwenang. Fungsi

pengawasan dalam hal ini haruslah disertai dengan pemahaman bahwa dalam setiap

pengawasan, terdapat fungsi pembinaan dan perlindungan. Karena tanpa pembinaan

dan perlindungan maka pengawasan akan tidak berarti bagi notaris.

Fungsi pembinaan dalam pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas

Daerah sesuai pasal 70 huruf a UUJN dalam bentuk menyelenggarakan sidang untuk

memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran

pelaksanaan jabatan notaris dan pasal 70 huruf b UUJN melakukan pemeriksaan

terhadap protokol notaris secara berkala dalam satu tahun atausetiap saat jika

diperlukan. Dengan demikian diharapkan akan memperkecil bahkan menghilangkan

kesalahan dalam perilaku dan pelaksanaan jabatan notaris.

Pengawasan juga harus mengandung unsur perlindungan khususnya berkaitan

dengan azas praduga tidak bersalah dan posisi notaris sebagai pejabat umum yang

Page 118: Tanggung Jawab Notaris

118

sedang melaksanakan tugas negara. Apabila terjadi proses hukum kepada pejabat

notaris seharusnya dilaksanakan sesuai tata cara dan prosedur yang etis sebagaimana

amanat pasal 66 UUJN, dimana Majelis Pengawas Daerah tidak serta merta

memberikan ijin pemeriksaan, namun harus mengedepankan asas praduga tak

bersalah.

Semua pihak yang diamanatkan undang-undang mengemban fungsi

pengawasan harus memahami 3 (tiga) unsur dalam pengawasan, yaitu : pengawasan,

pembinaan dan perlindungan. Dengan demikian fungsi pengawasan bisa bersinergi

dengan fungsi pembinaan dan perlindungan guna menciptakan insan notaris yang

semakin handal, profesional dan berbudi luhur.

Notaris juga merupakan jabatan kepercayaan, karena notaris dipercaya

memegang rahasia para pihak dan menjaga minuta akta yang merupakan dokumen

negara. Sebagai pejabat yang dipercaya hendaknya notaris mempunyai perilaku yang

bisa dipercaya dan dapat menjaga kepercayaan yang diberikan oleh para pihak

penghadap. Oleh karena itu, para pejabat yang mengemban profesi kepercayaan wajib

merahasiakan semua hal yang diberitahukan klien kepadanya dalam kapasitas

jabatannya tersebut.

Dengan demikian, dalam proses pengawasan dan pemeriksaan kepada notaris,

para pihak harus memperhatikan etika profesi. Tanpa alasan yang kuat pengawas

maupun pemeriksa tidak bisa mendesak notaris untuk mengatakan segala sesuatu

yang menjadi bagian dari amanat yang dipercayakan klien dan masyarakat

kepadanya.

Page 119: Tanggung Jawab Notaris

119

Jika penyidik bersikeras sebaiknya bukan notaris yang "dikejar" namun para

oknum yang terlibat dalam pembuatan akta tersebut. Karena dalam kapasitas

pelayanan, notaris hanyalah pihak yang menuangkan keinginan para pihak yang

menghadap kepadanya, bukan kehendak dirinya sendiri dan bersikap netral, tidak

berpihak kepada salah satu penghadap. Meskipun, notaris diwajibkan bersikap hati-

hati (prudent) dan memeriksa keabsahan dokumen namun notaris hanya mampu

menyentuh kebenaran formal saja. Kebenaran material berada pada para pihak dan

produk hukum yang dibawa menghadap kepada notaris.

Sehingga, jika terjadi masalah dalam aspek material seharusnya para

pengawas dan penyidik mengejar dahulu para penghadap yang secara sengaja

menyodorkan dokumen palsu kepada seorang notaris, bukan sebaliknya. Diharapkan

dalam pemeriksaan maupun pengawasan notaris mendapatkan perlakuan yang

semestinya sesuai kadar kewenangan dan tanggung jawab yang dilimpahkan negara

kepadanya.

Mekanisme pengawasan terhadap notaris berdasarkan UUJN dilimpahkan

kepada pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia dengan membentuk Majelis Pengawas. Pelaksana pengawasan tidak

lagi menjadi monopoli pemerintah semata namun telah diserahkan kepada 3 (tiga)

unsur yakni :

(1) Pemerintah,

(2) organisasi profesi dan

(3) ahli/akademisi,

Page 120: Tanggung Jawab Notaris

120

sehingga diharapkan lebih mewakili keberagaman pandangan dan meningkatkan

akses pengawasan terhadap notaris oleh masyarakat. Dengan Majelis Pengawas

Daerah di mana para anggotanya juga menjadi anggota masyarakat sehingga lebih

mudah diakses. Masyarakat bisa mengadukan praktik kenotariatan yang menyimpang

kepada Majelis Pengawas Daerah.

Majelis Pengawas dibentuk dari mulai tingkat kabupaten/kota, disebut Majelis

Pengawas Daerah (MPD), tingkat propinsi disebut dengan Majelis Pengawas Wilayah

(MPW), dan tingkat nasional disebut Majelis Pengawas Pusat (MPP).

Dalam pasal 67 (4) UUJN fungsi pengawasan lebih ditegaskan diantaranya

adalah pengawasan terhadap :

(1) perilaku notaris dan

(2) pelaksanaan Jabatan Notaris.

Aspek pertama, perilaku notaris, sebenarnya juga termasuk kehidupan pribadi.

Mejelis Pengawas Daerah memiliki wewenang pada delapan bidang. 133

133 Anke Dwi Saputro (penyadur), Op. Cit, hal. 234-235.

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan notaris.

2. Melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu.

3. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan enam bulan. 4. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul notaris yang

bersangkutan. 5. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah

terima Protokol Notaris telah berumur 25 tahun atau lebih. 6. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara

Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 4.

Page 121: Tanggung Jawab Notaris

121

7. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik atau pelanggaran ketentuan undang-undang ini.

8. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud UUJN. Dengan adanya wewenang tersebut, maka Majelis Pengawas Daerah secara

moral turut bertanggung jawab terhadap perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan

notaris. Oleh karena itu fungsi pengawasan tidak dapat dilepaskan dengan fungsi

pembinaan dan perlindungan. Tanpa adanya pembinaan maka pengawasan tidak

berarti, dalam artian bahwa pembinaan dilakukan supaya tidak terjadi pelanggaran

baik perhadap perilaku notaris, maupun pelaksanaan jabatan. Sedangkan

perlindungan diperlukan pada saat terjadi suatu permasalahan terhadap notaris,

hendaknya Majelis Pengawas Daerah, memberikan perlindungan dengan pemeriksaan

terhadap permasalahan yang dihadapi notaris, apakah merupakan pelanggaran kode

etik yang termasuk dalam ranah hukum administrasi ataukah pelanggaran undang-

undang yang menjadi ranah hukum perdata maupun pidana.

Majelis Pengawas Daerah tidak serta merta memberikan ijin pemeriksaan terhadap

notaris sebelum dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh Majelis Pengawas

Daerah. Hal ini berkaitan dengan asas praduga tak bersalah dan posisi notaris sebagai

pejabat umum yang melakukan tugas negara.

Di samping itu, Majelis Pengawas Daerah juga mempunyai 6 (enam)

kewajiban, yaitu :134

1. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta, serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir.

134 Ibid, hal. 235-236

Page 122: Tanggung Jawab Notaris

122

2. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Mejelis Pengawas Wilayah Setempat, dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, organisasi notaris, dan MPP.

3. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan. 4. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari notaris

dan merahasiakannya. 5. Memeriksa laporan masyarakat terhadap notaris dan menyampaikan hasil

pemeriksaan tersebut kepada MPW dalam waktu tiga puluh hari dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan yakni Notaris yang bersangkutan, MPP dan organisasi notaris.

6. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti. Sedangkan wewenang Majelis Pengawas Wilayah ada 6 (enam) yaitu :

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah.

2. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a.

3. Memberikan izin cuti lebih dari enam bulan sampai 1 tahun. 4. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak

cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor. 5. Memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis. 6. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap notaris kepada MPP berupa

pemberhentian sementara selama 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan atau pemberhentian dengan tidak hormat.

Di samping itu, Majelis Pengawas Wilayah berkewajiban menyampaikan

keputusannya di atas kepada notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada

Majelis Pengawas Pusat dan organisasi notaris atau menyampaikan pengajuan

banding dari notaris kepada Majelis Pengawas Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan

penolakan cuti.

Sedangkan Majelis Pengawas Pusat mempunyai 4 (empat) wewenang, yaitu :

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengadili keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.

2. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan, 3. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara.

Page 123: Tanggung Jawab Notaris

123

4. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada menteri.

Sidang dalam tingkat Majelis Pengawas Pusat ini bersifat terbuka dan notaris

diberi hak membela diri. Dalam pelaksanaan tugasnya MPP berkewajiban

menyampaikan keputusannya kepada menteri dan notaris yang bersangkutan dengan

tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang

bersangkutan dan organisasi notaris.

Dalam UUJN peran Majelis Pengawas Daerah sangat penting khususnya

sebagai "benteng terakhir" yang memberikan atau menolak ijin pemanggilan dan

pemeriksaan oleh penyidik atas diri seorang notaris. Majelis Pengawas Daerah

menjadi soko guru bagi terlaksananya proses pengawasan yang berkualitas dan

proporsional yang menjamin kepastian hukum, perlindungan hukum, dan ketertiban

hukum bagi notaris maupun masyarakat pada umumnya.

Majelis Pengawas Daerah juga menjadi saluran satu-satunya bagi masyarakat

yang ingin mengadukan praktik tidak etis atau melanggar jabatan yang dilakukan

notaris tertentu. Hal ini harus diakui menjadi faktor positif UUJN yang mendekatkan

notaris dengan masyarakat yang pada undang-undang sebelumnya yaitu Peraturan

Jabatan Notaris tidak mengatur.

Page 124: Tanggung Jawab Notaris

124

B. Fungsi Dan Peranan Majelis Pengawas Daerah Terhadap Pemanggilan Notaris Pada Pemeriksaan Perkara Pidana

Majelis Pengawas notaris secara umum mempunyai ruang lingkup

kewenangan menyelenggarakan sidang majelis untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris (Pasal

70 huruf a, Pasal 73ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan b UUJN. Berdasarkan

substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas notaris berwenang melakukan

sidang untuk memeriksa:

1. Adanya dugaan pelanggaran Kode Etik;

2. Adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan notaris.

3. Perilaku para notaris yang di luar menjalankan tugas jabatannya sebagai notaris

yang dapat mengganggu atau mempengaruhi pelaksanaan tugas jabatan notaris.

Majelis Pengawas juga berwenang memeriksa fisik kantor notaris beserta

perangkatnya juga memeriksa fisik minuta akta Notaris (Bab IV Tugas Tim

Pemeriksa Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor : M. 39-PW.07.10. Tahun 2004).

Tujuan dari pengawasan terhadap notaris agar para notaris ketika menjalankan

tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan

tugas jabatan notaris, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat, karena

notaris diangkat oleh pemerintah, bukan untuk kepentingan diri notaris sendiri, tapi

untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya.

Page 125: Tanggung Jawab Notaris

125

Betapapun ketatnya pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas notaris,

tidak mudah untuk melakukan pengawasan, hal ini terpulang kepada notaris sendiri

dengan kesadaran dan penuh tanggung jawab dalam tugas jabatannya mengikuti atau

berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan tidak kalah pentingnya, yaitu peranan

masyarakat untuk mengawasi dan senantiasa melaporkan tindakan notaris yang dalam

melaksanakan tugas jabatannya tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku

kepada Majelis Pengawas notaris setempat, dengan adanya laporan seperti ini dapat

mengeliminasi tindakan notaris yang tidak sesuai dengan aturan hukum pelaksanaan

tugas jabatan notaris.

Pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris yang dilakukan oleh Majelis

Pengawas, yang di dalamnya ada unsur notaris, dengan demikian setidaknya notaris

diawasi dan diperiksa oleh anggota Majelis Pengawas yang memahami dunia notaris.

Adanya anggota Majelis Pengawas dari notaris merupakan pengawasan internal

artinya dilakukan oleh sesama notaris yang memahami dunia notaris luar dan dalam,

sedangkan unsur lainnya merupakan unsur eksternal yang mewakili dunia akademik,

pemerintah dan masyarakat.

Perpaduan keanggotan Majelis Pengawas diharapkan dapat memberikan

sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang objektif, sehingga setiap pengawasan

dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari UUJN karena diawasi secara

internal dan eksternal.

Page 126: Tanggung Jawab Notaris

126

Fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap pemanggilan notaris

pada pemeriksaan perkara pidana adalah :

1. Sebelum memberikan ijin pemeriksaan terhadap notaris, Majelis Pengawas

Daerah terlebih dahulu memanggil dan memeriksa notaris yang bersangkutan

dalam Sidang Majelis Pengawas untuk memeriksa dugaan adanya pelanggaran

undang-undang atau Kode Etik.135

Apabila dalam sidang Majelis Pengawas ternyata ada unsur yang memberatkan

maka Majelis Pengawas Daerah akan memberikan surat ijin kepada notaris untuk

menghadiri panggilan penyidik, dan jika tidak terbukti Majelis Pengawas Daerah

akan memberikan surat jawaban kepada penyidik bahwa Majelis Pengawas

Daerah tidak memberikan ijin atas penyidikan terhadap notaris yang

bersangkutan. Oleh karena itu Majelis Pengawas Daerah merupakan benteng

terakhir bagi terlaksananya proses pengawasan yang berkualitas dan profesional,

turut menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum serta ketertiban hukum

bagi masyarakat dan notaris.

Pelaksanaan tugas jabatan notaris, juga

terhadap perilaku para notaris di luar tugas jabatannya sebagai notaris yang dapat

mengganggu atau mempengaruhi pelaksanaan tugas jabatan notaris.

2. Terhadap hasil sidang majelis yang telah dilaksanakan, Majelis Pengawas Daerah

dapat memberikan nasehat dan teguran lisan berkaitan dengan pelanggaran yang

dilakukan notaris.

135 Wawancara dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Medan pada tanggal 6

Nopember 2009 di Kantor Majelis Pengawas Daerah Kota Medan.

Page 127: Tanggung Jawab Notaris

127

3. Majelis Pengawas Daerah secara moral turut bertanggung jawab terhadap perilaku

notaris dan pelaksanaan jabatan notaris. Oleh karena itu fungsi pengawasan tidak

dapat dilepaskan dengan fungsi pembinaan dan perlindungan. Pembinaan secara

represif terhadap terjadinya pelanggaran hukum. Perlindungan khususnya

berkaitan dengan azas praduga tidak bersalah dan posisi notaris sebagai pejabat

umum yang sedang melaksanakan tugas negara, apabila terjadi proses hukum

kepada pejabat notaris seharusnya dilaksanakan sesuai tata cara dan prosedur

yang etis.

4. Majelis Pengawas Daerah merupakan saluran satu-satunya bagi masyarakat yang

ingin mengadukan perilaku tidak etis atau pelanggaran jabatan yang dilakukan

notaris dalam masyarakat, oleh karena itu keberadaan Majelis Pengawas Daerah

sangat penting dalam praktek notaris.

Page 128: Tanggung Jawab Notaris

128

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Faktor yang menyebabkan notaris diperlukan kehadirannya dalam pemeriksaan

perkara pidana adalah :

a. Apabila akta yang dibuatnya menimbulkan kerugian yang diderita para pihak

maupun pihak lain berdasarkan bukti awal bahwa notaris patut diduga turut

serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana berkaitan

dengan kewenangan notaris membuat akta otentik berdasarkan pasal 15

UUJN.

b. Untuk mendapatkan keterangan dari notaris terhadap bukti materiil berkaitan

dengan akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, sehingga dapat

dilakukan pemeriksaan yang obyektif dan sempurna oleh penyidik dan dapat

memberi petunjuk awal sebagai dasar dalam Berita Acara penuntutan

selanjutnya.

c. Merupakan kewajiban setiap warga/anggota masyarakat untuk menghadiri

pemeriksaan pidana sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa berdasarkan

pasal 224 KUHP, hal ini juga berlaku bagi notaris sebagai pejabat umum

Page 129: Tanggung Jawab Notaris

129

dimana kehadirannya harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Majelis

Pengawas Daerah berdasarkan pasal 66 UUJN.

d. Berdasarkan pasal 65 UUJN bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap

akta yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah diserahkan kepada

penyimpan protokol notaris. Artinya tanggung jawab notaris tidak berakhir

meskipun notaris telah pensiun/purna tugas, sehingga setiap saat dapat

dimintai pertanggungjawabannya atas akta yang dibuat, jika berindikasi

perbuatan pidana

e. Berdasarkan pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)

Dalam perkara pidana, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang

paling utama disamping alat bukti yang lainnya seperti keterangan ahli, surat

(bukti-bukti tertulis), petunjuk dan keterangan terdakwa. Oleh karena itu

pemanggilan notaris terhadap akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan

pidana dalam proses penyidikan sangat diperlukan.

2. Tanggung Jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik yang dibuat

dan berindikasi perbuatan pidana sangat diperlukan meskipun ranah pekerjaan

notaris dalam ranah hukum perdata dan hukum administrasi serta

pertanggungjawaban moral dan etika namun terhadap akta yang dibuat dan

berindikasi perbuatan pidana maka notaris harus bertanggung jawab secara

pidana, mulai pemeriksaan dalam proses penyidikan hingga proses pembuktian di

persidangan dan melaksanakan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan

hukum tetap. Tuntutan tanggung jawab ini muncul sejak terjadinya sengketa atau

Page 130: Tanggung Jawab Notaris

130

permasalahan berkaitan dengan akta yang telah dibuat karena memenuhi unsur-

unsur dalam perbuatan pidana meliputi :

a. Perbuatan manusia.

b. Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan, artinya berlaku asas

legalitas, nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal tersebut tidak

atau belum dinyatakan dalam aturan undang-undang).

c. Bersifat melawan hukum.

Dengan demikian mewajibkan notaris tersebut memberikan keterangan dan

kesaksiannya berkaitan dengan aspek formil maupun materiil akta.

3. Fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap pemanggilan notaris pada

pemeriksaan perkara pidana adalah :

a. Memanggil notaris dan mengadakan sidang majelis untuk memeriksa notaris

terhadap dugaan adanya pelanggaran undang-undang atau Kode Etik sebelum

memberikan ijin pemeriksaan terhadap notaris. Apabila dalam sidang Majelis

Pengawas ternyata ada unsur yang memberatkan maka Majelis Pengawas

Daerah akan memberikan ijin pemeriksaan dan jika tidak terbukti, Majelis

Pengawas Daerah tidak memberikan ijin atas penyidikan terhadap notaris

yang bersangkutan.

b. Memberikan nasehat dan teguran lisan berkaitan dengan pelanggaran yang

dilakukan notaris.

Page 131: Tanggung Jawab Notaris

131

c. Secara moral turut bertanggung jawab terhadap perilaku notaris dalam

pelaksanaan jabatan notaris. Oleh karena itu fungsi pengawasan tidak dapat

dilepaskan dari fungsi pembinaan dan perlindungan. Pengawasan khususnya

pemeriksaan kepada notaris harus mengedepankan rasa menghargai dan

menghormati sesama perangkat negara, dengan mengedepankan asas praduga

tak bersalah.

d. Menjadi saluran satu-satunya bagi masyarakat yang ingin mengadukan

perbuatan tidak etis atau pelanggaran jabatan yang dilakukan notaris.

B. Saran

1. Sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan untuk mengemban sebagian

tugas negara, notaris seharusnya tidak mengahalalkan segala cara untuk mencapai

profesionalnya. Notaris hendaknya benar-benar paham atas tugas, kewenangan

dan tanggung jawab yang dibebankan undang-undang kepadanya, oleh karena itu

kualitas pelayanan dalam praktek kenotariatan hendaknya ditingkatkan dengan :

a. peningkatan kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan

emosional.

b. memberikan kepastian.

c. meningkatkan daya tanggap dengan memberikan solusi atau nasehat hukum

terhadap permasalahn yang dialami penghadap.

d. meningkatkan penampilan diri dan fasilitas kantor serta empati.

Page 132: Tanggung Jawab Notaris

132

2. Meskipun undang-undang memberikan perlindungan hukum kepada notaris

dalam hal pemeriksaan perkara khususnya perkara pidana, hendaknya notaris

tetap menjaga kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuatnya dengan

memperhatikan aspek lahiriah, aspek formal dan aspek materiil, sehingga aktanya

mempunyai kekuatan hukum yang sempurna, dengan demikian notaris terhindar

dari perbuatan pidana.

3. Adanya MoU antara organisasi notaris (INI) dengan Kepolisian Republik

Indonesia, hendaknya Majelis Pengawas Daerah dapat proaktif dengan menjawab

secepatnya atas ijin pemeriksaan terhadap notaris yang akan di periksa dalam

tingkat penyidikan, sehingga tidak berlarut-larut menunggu ijin dari Majelis

Pengawas Daerah. Majelis Pengawas Daerah hendaknya disamping sebagai

pengawas terhadap perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris, juga

mempunyai fungsi perlindungan khususnya berkaitan dengan asas praduga tidak

bersalah dan posisi notaris sebagai pejabat umum yang sedang melaksanakan

tugas negara. Dalam prakteknya Majelis Pengawas Daerah tidak berwenang

memberikan sanksi kecuali teguran lisan, hal ini menjadikan Majelis Pengawas

Daerah kurang mempunyai wibawa, sehingga kurang dapat menekan angka

pelanggaran yang dilakukan oleh notaris di daerah. Oleh karena itu hendaknya

Majelis Pengawas Daerah diberikan kewenangan untuk memberikan sanksi

kepada notaris sehingga dapat menekan lebih efektif angka pelanggaran

khususnya pelanggaran pidana.

Page 133: Tanggung Jawab Notaris

133

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku :

Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang, UMM Press, 2009.

Adam, Muhammad, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, Bandung, Sinar Baru, 1985. Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia (tafsir tematik terhadap UU no.30 tahun

2004 tentang Jabatan Notaris), Bandung, Refika Aditama, 2008. , Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan

Tulisan Tentang Notaris dan PPAT, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2009. Anshori, Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia (Perspektif Hukum dan

Etika), Cetakan Pertama, Yogyakarta, UII Press, 2009. Erickson dan Nosandhuk, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial, Jakarta,

LP3ES, 1996. Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cetakan ke-3,

Malang, Bayumedia Publishing, 2007. Harahap, M Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan

dan Penuntutan, edisi ke-dua, Jakarta, Sinar Grafika, 2002. Kamelo, Tan, Hukum jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan,

Bandung, Alumni, 2004. Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni dengan Judul Buku asli General Theori of Law

dan State, Alih Bahasa oleh Somardi, Jakarta, Rimdi Press, 1996. , (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State,Teori

Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007.

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis

Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2006.

Page 134: Tanggung Jawab Notaris

134

Kusumaatmadja, Mochtar dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Bandung, Alumni, 2000.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar maju, 1994. Lubis, Suhrawardi K, Etika Profesi Hukum, Cetakan ke-6, Jakarta, Sinar Grafika,

2006. Lumban Tobing, G.H.S. Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5, Jakarta, Erlangga Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,

Cetakan ke-3, 2007. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty,

2003. Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, Jakarta, PT karya Intan Maksima, 2006. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya

Bakti, 2004. Nasution, Bahder Johan Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju,

Cetakan kesatu, 2008. Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center For Documentation

And Studies Of Bussiness Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003. Ningrat, Koentjoro, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Jakarta, PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1997. Notodisoerjo, R.Soegondo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Jakarta,

PT. Grafindo, 1993. Rahardjo, Satjipto, llmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1996. Rasjidi, Lili dan Putra, I. B. Wiyasa, Hukum Sebagai Suatu System, Bandung, Remaja

Rosdakarya. Saputro, Anke Dwi (Penyadur), Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di

Masa Datang, Jakarta, PT Gramedia, 2008.

Page 135: Tanggung Jawab Notaris

135

Setiawan, Rahmat, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung, Putra A Bardin, Cetakan Keenam, 1999

Singarimbun, Masri dkk, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 1989. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

Jakarta, 1986. dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995. Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, PT Rineka

Cipta, 1997. Subekti, R, Hukum Pembuktian, Jakarta, Pradnya Paramita, 2005. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada,

2001. Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar

Grafika, 2008 Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo, 1998. Sutrisno, Diktat Kuliah Komentar Atas Undang-Undang Jabatan Notaris, Medan,

2007. Tedjosaputro, Liliana, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang, Aneka Ilmu,

2003. Tunggal, Hadi Setia, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris

dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART dan Kode Etik Notaris, Jakarta, Harvarindo, 2006.

Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Semarang, PT. Ghalia Indonesia,

1996. Undang-Undang : R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta,

Pradnya Paramita, 2008.

Page 136: Tanggung Jawab Notaris

136

Soerodibroto, R Sunarto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahakamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003,

Undang-Undang Dasar tahun 1945. Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok kepegawaian. Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang Nomor : 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jabatan Notaris, Undang-undang Republik

Indonesia nomor : 30 tahun 2004 & Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor : 37 tahun 1998 tentang PPAT, dilengkapi : Peraturan Menteri, Peraturan Kepala Badan Pertanahan dan Surat Edaran Dirjen Pajak.

Lain – Lain : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-

3, Balai Pustaka, Jakarta, 2001. Hartanto, John Surjadi, Kamus Bahasa Indonesia 1998, Indah, Surabaya, 1998. http://hukum.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=183&Itemid

=180 diakses terakhir tanggal 21 Nopember 2008 jam 21.26 http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=5&kastsus-16&id=439,diakses terakhir

tanggal 21 nopember 2008 Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia, Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan,

Hotel JW Marriott Surabaya, 28-31 Januari 2009. Lotulung, Paulus Efendi, Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum

Dalam Menjalankan Tugasnya, Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Edisi April, 2002.

Page 137: Tanggung Jawab Notaris

137

Penjelasan atas Kode Etik Notaris pasal 1 ayat (2) Keputusan Sidang Pleno Kongres INI ke XIII di Bandung tahun 1987.

Renvoi, Nomor : 4.28.III, 3 September 2005. _______ Nomor : 6.42.IV, 3 Nopember 2006. _______ Nomor : 6.66.VI, 3 Nopember 2008. Sambutan Kapolda Sumut pada pembukaan acara “Seminar pemeriksaan dan

penyidikan oleh Polri terhadap notaris/PPAT sebagai Saksi/Tersangka atas perbuatan tindak pidana” pada tanggal 27 Oktober 2007.