13
1. Kata Pengantar : berisi kata2 harapan penulis, ucapan trimakasih, dll dari penulis 2. Daftar isi (jelas) 3. Pendahuluan : latar belakang pembuatan tugas, tujuan dan manfaat yg diinginkan 4. Landasan teori : kutipan teori2 yg mendasari makalah, biasa lgs dikutip dari buku diktat 5. Pembahasan : inti makalah yg ingin lo bahas masukan di bab ini 6. Kesimpulan : pendek kata dari pembahasan masukin sini 7. Daftar Pustaka : sumber2 yg anda pakai

Struktur Pembuatan Makalah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Struktur makalah

Citation preview

1. Kata Pengantar : berisi kata2 harapan penulis, ucapan trimakasih, dll dari penulis

2. Daftar isi (jelas)

3. Pendahuluan : latar belakang pembuatan tugas, tujuan dan manfaat yg diinginkan

4. Landasan teori : kutipan teori2 yg mendasari makalah, biasa lgs dikutip dari buku diktat

5. Pembahasan : inti makalah yg ingin lo bahas masukan di bab ini

6. Kesimpulan : pendek kata dari pembahasan masukin sini

7. Daftar Pustaka :sumber2yg anda pakai

BAB IPENDAHULUANA.Latar Belakang MasalahKebebasan beragama merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia dalam rangka mencari Tuhannya. Kebebasan beragama ini memiliki empat aspek, yaitu (a) kebebasan nurani (freedom of conscience), (b) kebebasan mengekspresikan keyakinan agama (freedom of religious expression), (c) kebebasan melakukan perkumpulan keagamaan (freedom of religious association), dan (d) Kebebasan melembagakan keyakinan keagamaan (freedom of religious institution)1. Di antara keempat aspek tersebut, aspek pertama yakni kebebasan nurani (freedom of conscience), merupakan hak yang paling asli dan absolut serta meliputi kebebasan untuk memilih dan tidak memilih agama tertentu. Menurut konsep kebebasan di atas, maka kebenaran pribadi harus dianggap sebagai nilai yang yang paling luhur (supreme value). Ia menghendaki komitmen serta pertanggungjawaban pribadi yang mendalam. Komitmen serta pertanggungjawaban pribadi ini harus berada di atas komitmen terhadap agen-agen otoritatif lainnya seperti negara, pemerintah, dan masyarakat.NegaraIndonesiamerupakan negara yang plural (majemuk). Kemajemukan Indonesiaini ditandai dengan adanya berbagai agama yang dianut oleh penduduk, suku bangsa, golongan, dan ras. Letak geografisIndonesiayang berada di tengah-tengah dua benua, menjadikan negara ini terdiri dari berbagai ras, suku bangsa, dan agama.Kemajemukan agama diIndonesiatidak terlepas dari perjalanan sejarah bagaimana bangsaIndonesiaitu muncul. Hal tersebut ditandai dengan munculnya banyaknya kerajaan diIndonesiayang menganut bermacam agama. Tidak diragukan lagi, perjalanan panjang sejarah bangsaIndonesiaitu mengakibatkan adanya beberapa agama yang dianut oleh bangsaIndonesiapada masa-masa selanjutnya. Agama bagi bangsaIndonesiamerupakan potensi yang besar.Sebagai potensi, pada satu sisi agama dapat menjadi pendorong dan pendukung arah pembangunanIndonesia. Pada sisi yang lain, isu tentang agama dapat menjadi pemicu konflik antarumat beragama. Oleh sebab itu, hubungan baik antarumat beragama yang terwujud dalam tiga kerukunan hidup beragamaIndonesiadiharapkan selalu terwujud dalam perjalanan hidup bangsa. Setiap agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Setiap penganut terpanggil untuk menanamkan dominasi kebenaran dan keselamatan mutlak pada pihaknya serta kesesatan dan kecelakaan fatal pada pihak yang lain. Interpretasi yang berbeda dan pemikiran teologis yang berlain mengenai konsep ini merupakan sumber perselisihan antarumat beragama.Sejak negaraIndonesiamerdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, hukum islam memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan hukum diIndonesiaselain hukum Belanda yang berlaku saat ini. SetelahIndonesiaberusia 60 tahun dan telah mengalami 6 kali pergantian presiden, hukum islam tetap dipakai dibeberapa bidang hukum disam ping hukum Belanda tentunya. Seperti yang kita ketahui, gelombang reformasi yang menyapu seluruh kawasanIndonesiasejak kejatuhan Suharto banyak memunculkan kembali lembaran sejarah masa lalu Indonesia.Salah satunya yang hingga kini banyak menjadi sorotan adalah tuntutan untuk kembali kepada syariat Islam, atau hukum Islam yang kemudian mengundang beragam kontroversi diIndonesia. Kalau kita lihat lembaran sejarahIndonesia, salah satu faktor pemicunya adalah tuntutan untuk mengembalikan tujuh kata bersejarah yang tadinya terdapat dalam pembukaan atau mukadimmah konstitusiIndonesiayang dirumuskan oleh para pendiri negaraIndonesia. Tujuh kata itu adalah dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Dalam konteksIndonesia, pemikiran hukum Islam sepertinya lebih banyak didominasi oleh warna aliran yang anti perubahan, at least pada masa sebelum tahun 1989. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan substansial yang meliputi esensi materi hukumnya. Ketergantungan kepada teks fikih klasik yang begitu kuat, dan sempitnya peluang untuk menciptakan syarah interpretatif ketimbang syarah normatif, serta minimnya socio-religious response terhadap kasus-kasus hukum yang banyak terjadi menjadi bukti ketidak berdayaan pemikiran hukum Islam.Munculnya gagasan-gagasan pembaharuan hukum Islam dalam bentuk Indonesiasi, reaktualisasi dan kontekstualisasi hukum Islam yang banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh hukum Islam Indonesia, seperti Hazairin, Hasbi Assiddiqie, A. Hassan, dan Munawir Sadzali tidak banyak mendapatkan respon dari masyarakat Muslim secara umum.Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat paper dengan mengambil judul KajianKritik TerhadapTeoriReceptioIn Complelxu.B.Rumusan MasalahDari latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:1)Bagaimanakah perhatian Islam terhadap masyarakat?2)Apa yang melatarbelakangi munculnya teori receptio in complexu?3)Bagaimana menerapkan teori receptio in complexu terhadap pemberlakuan hukum Islam bagi orang Islam di Indonesia?

C.Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan dari paper ini adalah :1)Untuk mengetahui sejauhmana perhatian orang Islam terhadap masyarakat2)Untuk mengetahui latar belakang munculnya teori receptio in complexu3)Untuk mengetahui hubungan teori receptio in complexu terhadap pemberlakuan hukum islam diIndonesia.D.Manfaat PenulisanAdapun manfaat dari penulisan Paper ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi rekan-rekan mahasiswa, khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perhatian Islam terhadap masyarakat, latar belakang munculnya teori receptie, dan hubungan teori receptio in complex terhadap pemberlakuan hukum Islam bagi orang Islam di Indonesia.

BAB IIPEMBAHASANA.Masyarakat Islam dan Non IslamKebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang sering kali dipertentangkan dalam kehidupan manusia, secara khusus dalam komunitas yang beragam. Persoalan tersebut menjadi lebih pelik ketika dibicarakan dalam wilayah agama.Kebebasan beragama dianggap sebagai sesuatu yang menghambat kerukunan (tidak adanya toleransi), karena dalam pelaksanaan kebebasan, mustahil seseorang tidak menyentuh kenyamanan orang lain. Akibatnya, pelaksanaan kebebasan menghambat jalannya kerukunan antarumat beragama.Demikian juga sebaliknya upaya untuk merukunkan umat beragam agama dengan menekankan toleransi sering kali dicurigai sebagai usaha untuk membatasi hak kebebasan orang lain. Toleransi dianggap sebagai alat pasung kebebasan beragama.Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antarumat beragama.Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Keduanya tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, yaitu penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi, dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasanbergamadan toleransi antarumat beragama merupakan sesuatu yang penting.Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama yang melekat dalam setiap individu tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.Toleransi yang berasal dari kata toleran itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Selanjutnya, kata toleransi juga berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan (Kamus Umum Bahasa Indonesia).Jadi, dalam hubungannya dengan agama dan kepercayaan, toleransi berarti menghargai, membiarkan, membolehkan kepercayaan, agama yang berbeda itu tetap ada, walaupun berbeda dengan agama dan kepercayaan seseorang. Toleransi tidak berarti bahwa seseorang harus melepaskan kepercayaannya atau ajaran agamanya karena berbeda dengan yang lain, tetapi mengizinkan perbedaan itu tetap ada.Toleransi menjadi jalan terciptanya kebebasan beragama, apabila kata tersebut diterapkan pada orang pertama kepada orang kedua, ketiga dan seterusnya. Artinya, pada waktu seseorang ingin menggunakan hak kebebasannya, ia harus terlebih dulu bertanya pada diri sendiri, Apakah saya telah melaksanakan kewajiban untuk menghormati kebebasan orang lain? Dengan demikian, setiap orang akan melaksanakan kebebasannya dengan bertanggung jawab. Agama-agama akan semakin moderat jika mampu mempersandingkan kebebasan dan toleransi. Kebebasan merupakan hak setiap individu dan kelompok yang harus dijaga dan dihormati, sedang toleransi adalah kewajiban agama-agama dalam hidup bersama.Sikap agama yang lebih moderat, tidak hanya dituntut ada dalam agama Islam, tetapi pada semua agama yang ada diIndonesia. Agama-agama harus menyadari bahwa dunia semakin heterogen. Jadi tidak mungkin lagi untuk memimpikan kehidupan beragama yang homogen. Diskriminasi yang dialami oleh agama-agama tidak perlu menimbulkan semangat balas dendam, karena biasanya diskriminasi agama tidak berasal dari agama itu sendiri, melainkan dipengaruhi faktor lain.Agama dalam pelaksanaan misinya tidak boleh lagi bersikap tidak peduli dengan agama-agama lain. Kemajauan suatu agama tidak boleh membunuh kehidupan agama-agama yang ada di IndonesiToleransi dan kerukunan hidup umat beragam antara Islam dan non Islam, telah diperaktekan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, pada waktu itu rasulullah memimpin negara Madinah, beliau sebagai kepala negara dari komunitas negaranya, terdiri atas penganut Islam, Yahudi dan Nasroni beliau memimpin masyarkat majemuk.Dengan shahifah (piagam madinah) sebagai konstitusinya yang oleh sementara pengamat disebut sebagaithe first written constitution in the world. Piagam madinah memuat pokok-pokok kesepakatan.(1)Semua umat Islam, walaupun berasal dari banyak suku merupakan satu komunitas(2)Hubungan antara komunitas Islam dengan non Islam didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga baik. Saling membantu dan saling menghadapi musuh bersama. Membela mereka yang teraniyaya saling menasehati, menghormati, kebebasan beragama, kedua ke Abbesinin (Ethiopia) ketiga perlakuan adil terhadap non nISlam di pengadilan pada waktu dia berhadapn dengan Ali bin Abi Tholib (kepala negara waktu itu) dan Ali bin Abi Thalib di kalahkan. Keempat kerukunan hidup umat beragama pernah di peraktekan oleh ISLam, Yahudi dan Nasrani di Spanyol, sebagaimana di ungkapkan oleh Nurcholis Majid (1994:36) mengutip ungkapan Max Dimont bahwa selama 500 tahun dibawah pemerintahan Islam membuat Spanyol untuk tiga agama dan satu tempat tidur Islam, Kristen dan Yahudi hidup rukun bersama-sama menyertai perbedaan yang genting.B.Latar Belakang Munculnya Teori receptio In ComplexuBerbicara tentang masalah hukum yang berlaku terhadap golongan Bumi Putera, yaitu hukum adat bangsaIndonesia. Timbulah beberapa teori yaitu: Teori pertama diketemukan oleh beberapa sarjana Belanda seperti Carel Frederik Hunter (1799-1859) Salomo Kayzor (1823-1868) dan Odeniya William Christian Van Berg (1845-1925)Teori ini menyatukan bahwa hukum adat bangsaIndonesiaadalah hukum agamanya masing-masing jadi menurut teori ini bahwa hukum tentang berlaku bagi pribumi yang beragama Islam adalah hukum Islam, hukum yang berlaku bagi penduduk asli yang beragam khatolik, demikian juga bagi penganut agama lain, teori ini yang dikenal dengan teori receptio in complex (RIC).Materi teori ini kemudian dimuat dalam pasal 75 RR (Regering Reglement) tahun 1855. pasal 75 ayat 3 RR berbunyi oleh hakim Indonesia itu hendaklah diberlakukan undang-undang agama (Jadsdiensnge Wetten) dan kebiasaan penduduk Indonesia itu pada masa teori ini berlaku, kemudian antara lain Sibi 882 No. 152 tentang pembentukan pengadilan agama (Priensterand) di samping pengadilan negeri (landrand). Berdasarkan pasal 75 dengan mengacu kepada teori RIC hukum waris yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum waris Islam dan menjadi kompetensi (wewenang) peradilan agamaPada mulanya, politik kolonial Belanda sebenarnya cukup menguntungkan posisi hukum Islam, setidaknya sampai akhir abad ke 19 M dikeluarkannyaStaatsbladNo. 152 Tahun 1882 yang mengatur sekaligus mengakui adanya lembaga Peradilan Agama di Jawa dan Madura, merupakan indikasi kuat diterimanya hukum Islam oleh pemerintah kolonial Belanda. Dari sinilah muncul teoriReceptio in Complexuyang dikembangkan oleh Lodewijk Willem Christian Van den Berg (1845 1927). Menurut ahli hukum Belanda ini hukum mengikuti agama yang dianut seseorang. Jika orang itu memeluk agama Islam, maka hukun Islam-lah yang berlaku baginya. Dengan adanya teorireceptio in Complexumaka hukum Islam sejajar dengan dengan sistem hukum lainnya.Kondisi di atas tidak berlangsung lama, seiring dengan perubahan orientasi politik Belanda, kemudian dilakukan upaya penyempitan ruang gerak dan perkembangan hukum Islam. Perubahan politik ini telah mengantarkan hukum Islam pada posisi kritis. Melalui ide Van Vollenhoven (1874 1933) dan C.S. Hurgronje (1857 1936) yang dikemas dalam konsepHet Indiche Adatrechtyang dikenal dengan teoriReceptie, menurut teori ini hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi oleh hukum adat. Jadi hukum adat yang menentukan ada tidaknya hukum Islam. Klaim provokatif dan distorsif ini sangat berpengaruh terhadap eksistensi hukum Islam ketika itu, oleh karenanya Hazairin menyebutnya sebagai teori Iblis.Dengan adanya teoriReceptieini, Belanda cukup punya alasan untuk membentuk sebuah komisi yang bertugas meninjau kembali wewenang Pengadilan Agama di Jawa dan Madura. Dengan bekal sebuah rekomendasi (usulan) dari komisi ini, lahirlahStaatsbladNo. 116 Tahun 1937 yang berisi pencabutan wewenang Pengadilan Agama untuk menangani masalah waris dan lainnya. Perkara-perkara ini kemudian dilimpahkan kewenangannya kepadaLandraad(Pengadilan Negeri).C.Hubungan Teori Receptio In Complexu Terhadap Pemberlakuan Syariat Islam di IndonesiaMerekonstruksi catatan sejarah yang ada pada masa pasca kemerdekaan, kesadaran umat Islam untuk melaksanakan hukum Islam boleh dikatakan semakin meningkat. Perjuangan mereka atas hukum Islam tidak berhenti hanya pada tingkat pengakuan hukum Islam sebagai subsistem hukum yang hidup di masyarakat, tetapi juga sampai pada tingkat lebih jauh, yaitu legalisasi dan legislasi. Mereka menginginkan hukum Islam menjadi bagian dari sistem hukum nasional, bukan semata-mata substansinya, tetapi secara legal formal dan positif. Perjuangan melegal-positifkan hukum Islam mulai menampakkan hasil ketika akhirnya hukum Islam mendapat pengakuan konstitusional yuridis. Berbagai peraturan perundang-undangan yang sebagian besar materinya diambil dari kitab fikih -yang dianggap representatif- telah disahkan oleh pemerintahIndonesia. Diantaranya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Khusus untuk yang terakhir, ia merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.Setelah lahirnya Undang-Undang yang berhubungan erat dengan nasib legislasi hukum Islam di atas, kemudian lahir Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebuah lembaga peradilan yang khusus diperuntukkan bagi umat Islam. Hal ini mempunyai nilai strategis, sebab keberadaannya telah membukakranlahirnya peraturan-peraturan baru sebagai pendukung (subtansi hukumnya). Sehingga pada tahun 1991 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi PresidenNomor 1 Tahun 1991 yang berisi tentang sosialisasi Kompilasi Hukum Islam (KHI). Terlepas dari pro dan kontra keberadaan KHI nantinya diproyeksikan sebagai Undang-Undang resmi negara (hukum materiil) yang digunakan di lingkungan Pengadilan Agama sebagai hukum terapan. Perkembangan terakhir, sebagai tuntutan reformasi di bidang hukum khususnya lembaga peradilan dimulai dengan diamandemennya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang kini kembali direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Perubahan Undang-Undang diatas secara otomatis membawa efek berantai pada Peradilan Agama, sehingga Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama juga mengikuti jejak, yakni diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.Seiring dengan momentum amandemen Undang-Undang tentang Peradilan Agama, maka muncul perubahan paradigma baru yakni Peradilan Agama dari peradilan keluarga menuju peradilan modern. Semula Peradilan Agama hanya menangani perkara-perkara sumir -sebagian besar masalah perceraian- kini dihadapkan pada perkara-perkara ekonomi syariah yang relatif baru dalam dunia ekonomiIndonesia, namun dalam perkembangannya cukup mempengaruhi konfigurasi ekonomiIndonesia. Oleh karena itu hakim dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah tidak cukup hanya berbekal pada doktrin hukum fikih madzhab yang merupakan produk nalar para imam madzhab sekitar tiga belas abad yang lalu, tetapi harus dibekali dengan undang-undang, mengapa? Kalau penyelesaian sengketa ekonomi syariah hanya didasarkan pada madzhab fikih yang dianut oleh masing-masing hakim, itu sangat berbahaya karena akan menjurus pada suatu putusan yang berdisparitas tinggi dan tidak adanya kepastian hukum, karena masing-masing hakim akan berbeda madzhab, sehingga yang terjadi adalah pertarungan madzhab. Hal ini akan sangat merugikan para pihak pencari keadilan yang kebetulan madzhabnya juga berbeda. Putusan yang demikian bertentangan dengan azas legalitas (principle of legality). Oleh karena itu adanya undang-undang yang mengatur tentang ekonomi syariah menurut teori kontrak sosial adalah merupakan bagian dari upaya negara untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga negara pencari keadilan.Pada dasarnya pelembagaan hukum Islam dalam bentuk peraturan perundang-undangan merupakan tuntutan dari kenyataan nilai-nilai danfikrah(pemikiran) umat Islam dalam bidang hukum, kesadaran berhukum pada syariat Islam secara sosiologis dan kultural tidak pernah mati dan selalu hidup dalam sistem politik manapun, baik masa kolonialisme Belanda, Jepang maupun masa kemerdekaan dan masa pembangunan dewasa ini. Hal ini menunjukkan nilai-nilai ajaran Islam disamping kearifan lokal dan hukum adat memiliki akar kuat untuk tampil menawarkan konsep hukum dengan nilai-nilai yang lebih universal, yakni berlaku dan diterima oleh siapa saja serta di mana saja, karena Islam merupakan sistem nilai yang ditujukan bagi tercapainya kesejahteraan seluruh alam (rahmatan lil alamin). Syariat Islam meskipun dalam realitanya telah membumi dan menjiwai setiap aktifitas sehari-hari bangsaIndonesia(khususnya umat Islam), dan banyak dijadikan acuan Hakim Pengadilan Agama dalam memutus perkara, namun belum merupakan undang-undang negara. Oleh karena itu pelembagaan hukum Islam dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah kegiatan di bidang ekonomi syariah merupakan suatu tuntutan kebutuhan hukum umat Islam, khususnya dan bagi para pelaku bisnis di bidang ekonomi syariah pada umumnya. Secara sosiologis, hukum merupakan refleksi dari tata nilai yang diyakini masyarakat sebagai suatu pranata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Itu berarti, muatan hukum yang berlaku selayaknya mampu menangkap aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang bukan hanya yang bersifat kekinian, melainkan juga sebagai acuan dalam mengantisipasi perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di masa depan.Pluralitas agama, sosial dan budaya diIndonesiatidak cukup menjadi alasan untuk membatasi implementasi hukum Islam hanya sebagai hukum keluarga. Dalam bidang muamalah (ekonomi syariah) misalnya, hukum perbankan dan perdagangan dapat diisi dengan konsep hukum Islam. Terlebih kegiatan di bidang ekonomi syariah diIndonesiadalam perkembangannya telah mengalami pertumbuhan yang signifikan, namun banyak menyisakan permasalahan karena belum terakomodir secara baik dalam regulasi formil yang dijadikan rujukan oleh Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan persoalan tersebut. Hal ini wajar, mengingat belum adanya hukum subtansial dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan ekonomi syariah sebagaimana Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.Pembangunan hukum nasional secara obyektif mengakui pluralitas hukum dalam batas-batas tertentu. Pemberlakuan hukum adat dan hukum agama untuk lingkungan tertentu dan subyek hukum tertentu adalah wajar karena tidak mungkin memaksakan satu unifikasi hukum untuk beberapa bidang kehidupan. Oleh karena itu tidak perlu dipersoalkan jika terhadap subyek hukum Islam-yang melakukan kegiatan dibidang muamalah- diperlakukan hukum ekonomi syariah. Selanjutnya wajar pula dalam hubungan keluarga terkadang hukum adat setempat lebih dominan. Prinsip unifikasi hukum memang harus jadi pedoman, namun sejauh unifikasi tidak mungkin, maka pluralitas hukum haruslah secara realitas diterima. Idealnya pluralitas hukum ini haruslah diterima sebagai bagian dari tatanan hukum nasional. 14 Untuk memenuhi kebutuhan hukum terhadap bidang-bidang yang tidak dapat diunifikasi, negara dengan segala kedaulatan dan kewenangan yang ada padanya dapat mengakui atau mempertahankan Todung Mulya Lubis,Cita-Cita Hukum Nasional dan RUUPA (Dalam Buku Peradilan Agama Dalam Wadah Negara Pancasila yang disusun oleh Zuffran Sabrie), Pustaka Antara, Jakarta, 1990, hal. 107. hukum yang hidup dalam masyarakat, sekalipun itu bukan produk hukum negara, seperti hukum adat yang merupakan warisan nenek moyang, hukum Islam yang bersumber dari ajaran agama dan hukum Barat yang merupakan peninggalan kolonialis.Prinsip negara hukum sebagaimana pasal 27 ayat (1) yang berbunyi: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Persamaan di depan hukum di mana kepada seluruh warga negara diberikan pelayanan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Namun, bukan berarti pelembagaan hukum Islam bertentangan dengan prinsip di atas sebab bunyi Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yakni: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Jaminan UUD 1945 ini harus dipandang sebagai adanya kebebasan bagi kaum muslimin untuk melakukan aktifitas keperdataan sesuai dengan konsep syariat Islam sebagai keyakinan yang dianutnya.Hadirnya hukum ekonomi syariah dalam ranah sistem hukum nasional merupakan pengejawantahan dari semakin tumbuhnya pemikiran dan kesadaran untuk mewujudkan prinsip hukum sebagaiagent of development(hukum sebagai sarana pembangunan),agent of modernization(hukum sebagai sarana modernisasi) dan hukum sebagaia tool of social engineering(sarana rekayasa sosial)22. Namun dengan bertambahnya kewenangan tersebut belum diimbangi dengan kesiapan sarana hukum sebagai rujukan hakim dalam memutus perkara. Oleh karena itu adanya produk legislasi yang mengatur tentang ekonomi syariah sudah sangat mendesak dan urgen yang pasti akan dirasakan oleh para hakim di lingkungan Peradilan Agama.Keberadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ekonomi syariah yang akan datang adalah untuk mengisi kekosongan hukum subtansial yang dijadikan rujukan oleh para hakim di lingkungan Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, mengingat masih tersebarnya hukum materiil Islam khususnya yang berkenaan dengan ekonomi syariah di berbagai kitab fikih muamalah,25 sehingga gagasan legislasi fikih muamalah dapat dipandang sebagai upaya unifikasi madzab dalam hukum Islam.Dengan demikian, kehadiran undang-undang yang mengatur kegiatan ekonomi syariah akan datang tidak perlu diperdebatkan lagi, karena kehadirannya di satu sisi untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, di sisi lain secara subtansial akan dijadikan sebagai landasan bagi hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Selanjutnya diperlukan intervensi negara dalam pembentukan dan pengaturannya karena berhubungan dengan ketertiban umum dalam pelaksanaannya.BAB IIIKESIMPULANPluralitas agama, sosial dan budaya diIndonesiatidak cukup menjadi alasan untuk membatasi implementasi hukum Islam hanya sebagai hukum keluarga. Dalam bidang muamalah (ekonomi syariah) misalnya, hukum perbankan dan perdagangan dapat diisi dengan konsep hukum Islam. Terlebih kegiatan di bidang ekonomi syariah diIndonesiadalam perkembangannya telah mengalami pertumbuhan yang signifikan, namun banyak menyisakan permasalahan karena belum terakomodir secara baik dalam regulasi formil yang dijadikan rujukan oleh Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan persoalan tersebut.Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama yang melekat dalam setiap individu tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.

DAFTAR PUSTAKAAl-Maraghi, Ahmad Mustafa. TT.Tafsir al-Maraghi,JuzI.Beirut: Dar al-Fikr.Daud Ali Mohammad. 1999.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.Fatah, Syekh Abdul. 1990. Tarikh al-Tasyri al-Islam. Kairo: Dar al-Ittihad alArabi.Hamka. 1976.Sejarah Umat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.Mansyur. 1991.Sejarah Minangkabau.Jakarta: Bhara.Ridla, Muhammad Rasyid. TT.Tafsir al-Manar,JuzI.Bairut: Dar al-Fikr.Suepomo. 1977.Bab-Bab Tentang Hukum Adat.Jakarta: Pradnya Paramita.Yamanni, Ahmad Zaki. 1388 H.Islamic Law and Contemporary Issues. Jeddah: The Saudi Publishing House.