Upload
dody-virgantoro
View
221
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
Strategi Pembelajaran Iqra’ pada Anak TPA Mengajar merupakan pekerjaan yang tidak mudah bagi sebagian besar orang. Terutama jika yang diberi pengajaran adalah anak-anak sementara yang mengajar adalah remaja. Anak-anak mempunyai kecenderungan untuk takut kepada orang yang usianya jauh lebih tua daripada mereka. Dan sebaliknya, kepada orang yang terlihat masih muda, apalagi remaja, anak-anak cenderung tidak mempunyai rasa takut. Bahkan mereka menganggap guru yang usianya masih muda seperti teman sebaya mereka. Anak-anak tidak akan merasa takut berhadapan dengan remaja seperti takutnya mereka berhadapan dengan guru yang sudah tua.
Kesulitan mengajar juga dirasakan oleh guru maupun ustadz/ustadzah baru. Kebanyakan siswa maupun santri tidak begitu takut atau segan dengan guru baru. Hal ini membuat proses pembelajaran mungkin terhambat, karena sering kali apa yang dikatakan oleh guru/ustad/ustadzah tidak begitu dihiraukan. Selain itu banyak pengajar maupun ustadz/ustadzah yang belum mengerti betul mengenai bagaimana strategi mengajar yang baik agar proses belajar mengajar bisa berjalan efektif, efisien, serta menyenangkan bagi anak-anak. Oleh karena itu penelitian ini dirasakan cukup penting untuk dilakukan dengan harapan hasil penelitian ini dapat memberikan solusi atas permasalahan di atas.1. B. RUMUSAN MASALAHMelihat beberapa masalah di atas, maka dapat disimpulkan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan psikologis anak usia TK-SD?2. Bagaimana implementasi masing-masing metode?3. Metode apakah yang paling efektif untuk mengajarkan iqro’ di TPA?
1. C. TUJUAN PENELITIANPenelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Ingin mengkaji perkembangan psikologis anak usia TK-SD.2. Untuk menganalisis apa saja faktor yang menyebabkan anak-anak menjadi patuh.3. Agar mengetahui strategi pengajaran yang efektif.
1. D. MANFAAT PENELITIAN1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan iqra’ bagi anak-anak TPA (Taman Pendidikan Al-qur’an).
1. Manfaat PraktisManfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan arahan bagi para pengajar pada umumnya dan ustadz/ ustadzah TPA pada khususnya mengenai bagaimana seharusnya cara mendidik serta mendampingi anak-anak sehingga kegiatan pengajaran berjalan efektif dan menyenangkan.
1. E. LANDASAN TEORITIK1. a. Pengertian Pengajaran
Pengajaran berasal dari kata Didaskein, didasko (bahasa Yunani), yakni perbuatan atau aktivitas yang menyebabkan timbulnya kegiatan dan kecakapan lain pada orang lain.1. b. Pengertian Pengajar/ PendidikPendidik adalah orang atau manusia yang melakukan aktivitas untuk menumbuhkan atau memancing kecakapan yang dimiliki manusia lain.
1. c. Tujuan Mengajar TPAPengajar TPA harus memiliki tujuan atau motivasi yang menyebabkan mereka bersedia untuk mengajar TPA. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa tujuan atau motivasi ustadz/ ustadzah mengajar TPA, yaitu:
1. Adanya keinginan para ustadz/ustadzah TPA untuk mengamalkan ilmu yang telah mereka miliki kepada para santrinya.
2. Adanya keinginan para ustadz/ustadzah TPA untuk belajar bagaimana cara mengajar anak serta cara menjadi orang tua yang baik.
3. Keinginan untuk mencari ridho Allah SWT.4. Ingin belajar mengenal karakter anak.5. Ingin menambah pengalaman.6. Ingin mewujudkan generasi rabbani.7. Kegiatan mengajar di TPA dijadikan sebagai ladang beramal.8. Belajar menumbuhkan sifat sabar.9. Ingin melatih rasa percaya diri serta berinteraksi sosial dengan baik.10. Melatih kreatifitas.11. Memanfaatkan waktu luang.12. Menyegarkan otak dengan bermain bersama anak-anak.
1. d. Kepribadian Pengajar TPAUntuk mewujudkan tujuan pendidikan di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) maka para pengajar TPA harus memiliki kepribadian sebagai berikut:
1. Sabar dan telaten2. Supel dan cerewet3. Periang dan selalu ceria4. Kreatif dan inovatif5. Berakhlaq baik serta mampu menjadi teladan6. Penyayang7. Ramah dan lembut8. Ikhlas9. Memiliki semangat mengajar yang tinggi10. Istiqamah11. Mengerti dunia anak12. Tegas
13. Disiplin dan tertib14. Smart/cerdas15. Selalu mencari tambahan ilmu16. Mampu menjadi motivator bagi anak
1. e. Kegiatan Yang Disukai AnakKegiatan mengaji harus diselengi dengan bebrapa kegiatan lain agar tidak monoton sehingga membuat anak menjadi jenuh dan bosan dalam belajar mengaji. Untuk itu para pengajar TPA perlu mengetahui beberapa kegiatan yang disukai anak selain kegiatan mengaji. Beberapa kegiatan penunjang TPA yang disukai oleh anak-anak sekaligus dapat mendukung proses pembelajaran ialah sebagai berikut:
1. Menggambar dan mewarnai2. Cerita atau dongeng islami3. Permainan yang mengandung pelajaran4. Jalan-jalan5. Menyanyi6. Bermain tebak-tebakan7. Menulis8. Membuat kaligrafi9. Berbagai macam tepuk tangan10. Tadabbur alam11. Out bond
1. f. Suasana Belajar yang MenyenangkanSuasana belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi anak sangat berpengaruh bagi keberhasilan pembelajaran. Suasana belajar yang menyenangkan dapat terwujud dengan beberapa hal, yaitu:
1. Menciptakan ruang dan suasana belajar yang nyaman. Sebisa mungkin pengajar TPA membuat suasana belajar tidak tegang tapi juga tidak terlalu santai.
2. Hendaknya ustadz/ustadzah memperbanyak interaksi dengan anak.3. Hendaknya ustadz/ustadzah mengusahakan agar tidak mudah marah ketika
menghadapi anak.4. Ustadz/ustadzah harus kreatif melebihi anak dalam membuat inovasi pembelajaran
di TPA.5. Hendaknya ustadz/ustadzah mengajak anak-anak bernyanyi sebagai selingan
kegiatan.6. Hendaknya ustadz/ustadzah memberikan cerita dan mendongeng yang mengandung
nilai-nilai keislaman.7. Hendaknya ustadz/ustadzah mengajari anak-anak bermacam tepuk tangan untuk
memotivasi mereka.8. Mengadakan permainan yang mengandung pembelajaran/ permainan mendidik.9. Memberikan fasilitas yang mendukung, seperti puzzle dan alat peraga lainnya.10. Mendengarkan keluhan dan cerita mereka walau tidak harus dituruti.
11. Memberikan tebak-tebakan.
1. g. Cara Menumbuhkan Rasa Segan Anak pada PengajarAnak-anak akan lebih mudah diatur dan menuruti perintah ustadz/ustadzah apabila mereka memiliki rasa segan dan hormat pada ustadz/ustadzahnya. Sebaliknya, jika anak-anak sudah tidak menghormati ataupun tidak segan pada ustadz/ustadzah maka apa yang disampaikan oleh mereka cenderung tidak didengarkan, bahkan diabaikan. Berikut ini cara untuk menumbuhkan rasa segan anak kepada ustadz/ustadzah adalah:
1. Ustadz/ustadzah menunjukkan sikap bersahabat kepada anak namun tetap tegas kepada mereka.
2. Ustadz/ustadzah hendaknya sabar dan perhatian terhadap anak-anak.3. Hendaknya Ustadz/ustadzah berusaha selalu berpenampilan rapi ketika mengajar.4. Ustadz/ustadzah memiliki sifat ramah terhadap anak.5. Hendaknya Ustadz/ustadzah berusaha menyayangi anak-anak.6. Hendkanya ustadz/ustadzah berusaha menjaga wibawa di hadapan anak-anak.7. Hendaknya ustadz/ustadzah berusaha memberi teladan yang baik kepada anak-
anak dan memberi yang terbaik dalam mengajar.8. Hendaknya ustadz/ustadzah sesekali menuruti kemauan anak selama hal itu positif.9. Hendaknya ustadz/ustadzah berusaha memberi penjelasan tentang saling
menghormati (ta’zhim).
1. h. Kiat Menghadapi Anak yang Rewel atau Tidak PatuhDi bawah ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh ustadz/ustadzah untuk menghadapi anak yang rewel atau tidak patuh:
1. Hendkanya ustadz/ustadzah berusaha sabar, tidak mudah emosi atau marah.2. Hendkanya ustadz/ustadzah berusaha mengerti kondisi anak dengan cara
melakukan pendekatan, menulusuri latar belakang keluarganya maupun pergaulan sehari-harinya.
3. Hendkanya ustadz/ustadzah berusaha memperlihatkan sikap tenang, tetap tersenyum pada dan berusaha menghibur anak.
4. Mengajak anak untuk bernyanyi, melakukan permainan dan memberikan tebak-tebakan
5. Memberi hadiah bagi yang tenang, patuh dan rajin.6. Tidak terlalu memanja anak, harus menunjukkan sikap tegas.7. Menggunakan hati atau perasaan dalam mendekati anak.8. Memberikan perhatian lebih.9. Mengajak santri yang lebih besar untuk membantu menertibkan anak yang rewel
atau tidak patuh.10. Menyentuh mereka dengan kata-kata yang lembut.11. Memberikan penjelasan sesuai logika mereka (Logika anak-anak tentu berbeda
dengan logika orang yang sudah dewasa).12. Memberikan cerita dengan tema sesuai dengan tingkah lakunya agar anak tersebut
sadar dengan akibat dari perbautannya.
1. i. Strategi Menumbuhkan Kerajinan AnakDi bawah ini ialah beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi anak agar rajin mengaji ataupun mengikuti kegiatan TPA:
1. Hendkanya ustadz/ustadzah berusaha menggunakan cara mengajar yang tidak monoton dan ada inovasi dalam pembelajaran.
2. Ada hadiah dan hukuman yang seimbang dari ustadz/ustadzah dalam kegiatan TPA.3. Hendkanya ustadz/ustadzah berusaha memberi nasihat kepada anak-anak dengan
cerita-cerita islami yang menggugah.4. Hendkanya ustadz/ustadzah berusaha menguatkan motivasi pada diri sendiri
sebelum memotivasi anak.5. Membuat anak-anak bersahabat dengan pengajar.6. Membuat anak-anak rindu pada pengajar dengan cara selalu senyum dan selalu
memberikan perhatian.7. Menjadikan TPA sebagai tempat belajar yang menyenangkan.8. Menjelaskan tujuan ngaji dan manfaatnya.
1. F. METODE PENELITIAN1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian “Strategi Pembelajaran Iqro’” ini dilakukan di TPA Baiturrahman, dusun Tundan Tamantirto, Kec. Kasihan Kab. Bantul Yogyakarta. Waktu penelitian yang dilakukan adalah selama beberapa bulan dengan cara mengajar anak TPA secara langsung dan memberikan beberapa pertanyan kepada pengajar TPA.
1. Jenis PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Deskripsi analisis ini dititikberatkan pada bagaimana strategi efektif dalam mengajar anak-anak TPA.
1. Subyek PenelitianSubyek dari penelitian ini adalah anak-anak TPA Baiturrahman serta para pengajarnya.
1. Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara observasi secara langsung ke TPA Baiturrahman serta dengan memberikan blangko pertanyaan kepada para pengajar TPA Baiturrahman.
1. Metode Analisa DataProses menganalisis data, penulis menggunakan metode:
1. Metode deskriptif
Metode deskriptif adalah metode yang membahhas obyek penelitian secara apa adanya berdasar data-data yang diperoleh.
http://blog.umy.ac.id/anafarida/2012/11/01/strategi-pembelajaran-iqra-pada-anak-tpa/
PENERAPAN METODE QIRO’ATI DALAM PEMBELAJARAN ALQURAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan, tanpa adanya pendidikan seorang
anak tidak bisa berkembang. Pendidikan adalah bagian dari upaya untuk
membantu manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh
suatu kebahagian hidup, baik secara individu maupun kelompok
(Jalaluddin,2001:79). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki muatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Hal
ini berarti bahwa pendidikan merupakan suatu proses atau upaya sadar untuk
menjadikan manusia ke arah yang lebih baik.
Semua tujuan pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama
selalu mengidealkan terciptanya sikap anak didik yang dewasa, baik
intelektualnya, emosionalnya, maupun spiritualnya. Proses pendidikan yang hanya
menekankan kedewasaan intelektual dan mengabaikan kedewasaan emosional
dan spiritual akan memunculkan manusia yang cerdas tetapi tidak bermoral,
intoleran, miskin solidaritas, dan tidak humanis.
Negara kita ini sekarang memang berada di tengah perjalanan masyarakat
modern menuju kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
menimbulkan pergeseran dan perubahan masyarakat semakin cepat. Sehingga
kita tidak tahu apakah peran akhlaq masih ada pada mereka?
Untuk dapat membina akhlak pembelajaran Alquran terhadap anak sebagai salah
satu pembinaan akhlak perlu secara terus menerus mengembangkan diri secara
sistematis. Umat islam sekarang hidup pada abad yang disinari oleh pengetahuan
yang telah dicapai oleh orang-orang Eropa dan Amerika terutama dalam bidang
teknologi. Umat islam lupa bahwa mereka mempunyai Alquran yang merupakan
kitab suci yang telah memberikan pengaruh begitu luas dan mendalam terhadap
jiwa manusia.
Alquran merupakan dasar keyakinan yang keagamaan, keibadahan dan hukum.
Membimbing manusia dalam mengarungi hidupnya adalah sangat layak bila
Alquran mendapat perhatian istimewah.
Sekarang ini sangat prihatin sekali, Alquran telah hilang dari pendengaran kita,
jarang sekali Alquran di kumandangkan oleh di masjid dan di musollah
dikarenakan Semakin hari zaman semakin berkembang, kini orang tua selalu
dibayangi oleh persepsi adanya dikotomi ilmu, yaitu duniawi (sekuler) dan ilmu
agama dan pada kedua ilmu itu terdapat perbedaan yang mencolok. Persepsi
yang demikian ini jelas keliru menurut kaca mata islam. Menurut persepsi islam ,
kehidupan dunia itu amat terkait dengan kehidupan akhirat. Sebab-sebab yang
mendatangkan kebahagiaan hidup di dunia juga sama dengan sebab-sebab yang
mendatangkan kebahagiaan hidup di akhirat.
Disisi lain ada gejala yang cukup menggembirakan bahwa arus kesadaran untuk
mengaji Alquran secara bersungguh-sungguh mulai mengalir dan tumbuh
dikalangan intelektual dan orang-orang mudah terpelajar. Kesadaran ini pula pada
gilirannya mendorong mereka ke tempat pengajian atau mereka malah
mengundang guru agama ke rumah mereka.
Pendidikan adalah mempunyai pengaruh tidak terbatas karena anak-anak didik di
ibaratkan sehelai kertas yang masih putih bersih, yang dapat ditulisi apa saja
sesuai kehendak penulis, baik buruknya seorang anak tergantung kepada
pendidikan yang diterimanya. Untuk itu kita semua bertanggung jawab mendidik
dan memberikan penguatan-penguatan yang baik dan positif untuk
kehidupannya.
Kita harus berusaha mendidik anak-anak mulai dari lahir, agar mereka menjadi
generasi yang berguna bagi negara khususnya bagi agama.
Dari penjelasan di atas intinya bahwa kita dalam ajaran islam ada perintah untuk
mendidik anak berdasarkan agama. Sedangkan salah satu materi pendidikan
agama adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca Alquran.
Membaca Alquran itu tidak boleh asal baca dan harus hati-hati karena tidak boleh
salah cara pengucapan makhrojnya, tajwidnya karena akan mempengaruhi arti
dari Alquran itu. Untuk itu di perlukan metode yang cocok agar peserta didik bisa
membaca Alquran dengan baik dan benar sesuai dengan hukum bacaannya
Keberhasilan suatu program, terutama pengajaran dalam proses belajar mengajar
tidak terlepas dari pemilihan metode. Dan disini banyak sekali metode yang
digunakan. Yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Akan
tetapi metode yang digunakan tidak selalu cocok untuk peserta didik karena
kadang-kadang metode yang digunakan tidak sesuai dengan keadaan peserta
didik. Oleh karena itu penulis membahas tentang metode Qiro’ati.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses melaksanakan penerapan metode Qiro’ati untuk meningkatkan
kelancaran membaca pada murid/santri?
2. Bagaimana cara metode Qiro’ati meningkatkan kelancaran membaca? murid/santri
3. Bagaimanakah proses menilai penerapan metode Qiro’ati untuk meningkatkan
kelancaran membaca?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan proses melaksanakan penerapan metode Qiro’ati untuk
meningkatkan kelancaran membaca murid/santri
2. Mendeskripsikan cara metode Qiro’ati meningkatkan kelancaran membaca pada
murid/santri
3. Mendeskripsikan proses menilai penerapan metode Qiro’ati untuk meningkatkan
kelancaran membaca
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Guru
Guru akan lebih mengetahui metode yang tepat untuk peserta didik, guru akan
lebih menyadari bahwa penggunaan metode yang sesuai dengan peserta didik
dalam pembelajaran itu penting dan guru akan lebih aktif, inovatif dan kreatif
dalam menggunakan metode untuk peserta didiknya.
2. Bagi Siswa
Siswa akan lebih semangat dalam belajar karena siswa yang mempunyai kesulitan
akan terbantu dengan guru yang lebih kreatif dalam proses pembelajaran.
3. Bagi Lembaga
Lembaga akan lebih berbenah diri untuk penanaman jiwa keagamaan terhadap
anak melalui pembelajaran Alquran dengan metode yang disesuaikan dengan
peserta didik.
4. Bagi Masyarakat
Kegiatan belajar akan semakin optimal dan dengan ini diharapkan akan
menghasilkan output yang lebih berkualitas dari segi agama. Dan ini akan
membuat masyarakat lebih maju dalam keagamaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pembelajaran berasal dari kata”belajar” yang mendapat akhiran pe- dan akhiran –
an. Keduanya (pe-an) termasuk konflik nominal yang bertalian dengan perfiks
verbal “me” yang mempunyai arti proses. Pembelajaran berasal dari kata belajar
yang berarti suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar, dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentukseperti perubahan pengetahuan, pemahaman sikap dan tingkah
laku, ketrampilan kebiasaan, kecakapan, serta perubahan aspek aspek-aspek lain
yang ada pada individu yang belajar (Nana Sudjana, 1989:15).
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun
mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam kontekspendidikan, guru mengajar
supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai
sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi
perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang
peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak,
yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya
interaksi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran hendaknya
memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak
didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-
masing yang tidak sama dengan orang lain (Hartono, 2007)
Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan
individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah
kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi
paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak
seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini
terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan
kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga
perbedaan individual kurang mendapat perhatian.
Metode adalah cara atau langkah-langkah yang digunakan dalam proses belajar
mengajar. Metode Qiro’ati adalah suatu metode membaca Alquran yang langsung
mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Alquran di tinjau dari pengertian:
1.
1. Menurut departemen agama “Alquran dan terjemahannya” memberi pengertian
bahwa: Alquran adalah kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang
diturunkan(wahyukan)kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah
ibadah.
2. Menurut Subhi Al-Shaleh (1993) seperti yang di kutip Masyfuk Zuhdi memberi
batasan ”Alquran adalah kalam Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat bukti atas
kebenaran Nabi Muhammad SAW, yang tertulis dalam muskhaf-muskhaf dan
dinukilkan dengan jalan mutawatir dan bagi yang membacanya di pandang
ibadah”.
3. Ahli ushul mengartikan Alquran sama dengan mengartikan kitab.
Dari beberapa definisi Alquran di atas, telah disepakati oleh para ulama. Definisi
tersebut memberi pengertian bahwa Alquran merupakan bukti kerasulan Nabi
Muhammad SAW sebagai mu’jizat abadi dan menjadi kitab suci umat islam serta
sebagai hujjah dan pedoman hidup sampai akhir zaman.
Dasar-dasar pembelajaran Alquran
Setiap orang islam yang telah menyatakan beriman kepada Alquran mempunyai
kewajiban terhadap kitab sucinya. Diantaranya adalah mengamalkan sedapat
mungkin hasil yang telah diperoleh oleh setiap orang islam dari apa yang ia
pelajari diajarkan kembali kepada orang lain, seperti keluarga, tetangga dan
seterusnya sehingga pembelajaran Alquran dapat terlaksana terus hingga akhir
zaman.
Setiap orang muslim wajib mempelajari dan mengamalkan isi Alquran sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Untuk mempelajari dan mengamalkan isi
Alquran sesuai dengan kemampuan masing-masing. Untuk mempelajari Alquran
secara komprehensif membutuhkan waktu yang cukup panjang. Mungkin manusia
sepanjang hidupnya tiada cukup waktu untuk mempelajarinya karena
keterbatasan keterbatasan yang dimiliki.
Macam-macam Metode Pembelajaran Alquran
Dalam proses pembelajaran, metode mempunyai peranan sangat penting dalam
upaya pencapaian tujuan pembelajaran.
a. Metode Iqro’
Metode iqro’ adalah suatu metode membaca Alquran yang menekankan langsung
pada latihan membaca. Adapun buku panduan iqro’ terdiri dari 6 jilid di mulai dari
tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang
sempurna.
Metode Iqro’ ini disusun oleh Ustadz As’ad Human yang berdomisili di Yogyakarta.
Kitab Iqro’ dari keenam jilid tersebut di tambah satu jilid lagi yang berisi tentang
doa-doa. Dalam setiap jilid terdapat petunjuk pembelajarannya dengan maksud
memudahkan setiap orang yang belajar maupun yang mengajar Alquran.
Metode iqro’ ini dalam prakteknya tidak membutuhkan alat yang bermacam-
macam, karena ditekankan pada bacaannya (membaca huruf Alquran dengan
fasikh). Bacaan langsung tanpa di eja. Artinya tidak diperkenalkan nama-nama
huruf hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lebih bersifat individual.
Adapun kelemahan dan kelebihan metode Iqro’ adalah:
1) Kelebihan
1. Menggunakan metode CBSA, jadi bukan guru yang aktif melainkan santri yang
dituntut aktif.
2. Dalam penerapannya menggunakan klasikal (membaca secara bersama) prifat
(penyemakan secara individual), maupun cara eksistensi (santri yang lebih tinggi
jilidnya dapat menyimak bacaan temannya yang berjilid rendah).
3. Komunikatif artinya jika santri mampu membaca dengan baik dan benar guru dapat
memberikan sanjungan, perhatian dan penghargaan.
4. Bila ada santri yang sama tingkatpelajarannya, boleh dengan system tadarrus,
secara bergilir membaca sekitar dua baris sedang lainnya menyimak.
5. Bukunya mudah di dapat di toko-toko.
2) Kekurangan
a. Bacaan-bacaan tajwid tidak dikenalkan sejak dini.
b.Tidak ada media belajar
c. Tidak dianjurkan menggunakan irama murottal.
b. Metode Al-Baghdad
Metode Al-Baghdady adalah metode tersusun (tarkibiyah), maksudnya yaitu suatu
metode yang tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau
lebih kita kenal dengan sebutan metode alif, ba’, ta’. Metode ini adalah metode
yang paling lama muncul dan metode yang pertama berkembang di Indonesia.
Cara pembelajaran metode ini adalah:
1) Hafalan
2) Eja
3) Modul
4) Tidak variatif
5) pemberian contoh yang absolute
Metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, yaitu:
1) Kelebihan
1. Santri akan mudah dalam belajar karena sebelum diberikan materi, santri sudah
hafal huruf-huruf hijaiyah.
2. Santri yang lancar akan cepat melanjutkan pada materi selanjutnya karena tidak
menunggu orang lain.
2) Kekurangan
1. Membutuhkan waktu yang lama karena harus menghafal huruf hijaiyah dahulu dan
harus dieja.
2. Santri kurang aktif karena harus mengikuti ustadz-ustadznya dalam membaca.
3. Kurang variatif karena menggunakan satu jilid saja.
c. Metode An-Nahdliyah
Metode An-Nahliyah adalah salah satu metode membaca Alquran yang muncul di
daerah Tulungagung, Jawa Timur. Metode ini disusun oleh sebuah lembaga
pendidikan Ma’arif Cabang Tulungagung. Karena metode ini merupakan metode
pengembangan dari metode Al-Bagdady maka materi pembelajaran Alquran tidak
jauh berbeda dengan metode Qiro’ati dan Iqro’. Dan perlu diketahui bahwa
pembelajaran metode ini lebih ditekankan pada kesesuaian dan keteraturan
bacaan dengan ketukan atau lebih tepatnya pembelajaran Alquran pada metode
ini lebih menekankan pada kode “Ketukan”.
Dalam pelaksanaan metode ini mempunyai dua program yang harus diselesaikan
oleh para santri, yaitu:
1) Program buku paket yaitu program awal sebagai dasar pembekalan untuk
mengenal dan memahami serta mempraktekkan membaca Alquran
2) Program sorogan Alquran yaitu progam lanjutan sebagai aplikasi praktis
untuk mengantarkan santri mampu membaca Alquran sampai khatam.
Dalam metode ini buku paketnya tidak dijual bebas bagi yang ingin
menggunakannya atau ingin menjadi guru pada metode ini harus sudah mengikuti
penataran calon guru metode An-Nahdliyah.
Dalam program sorogan Alquran ini santri akan diajarkan bagaimana cara-cara
membaca Alquran yang sesuai dengan system bacaan dalam membaca Alquran.
Dimana santri langsung praktek membaca Alquran besar. Disini santri akan
diperkenalkan beberapa system bacaan.yaitu tartil, tahqiq, dan taghanni.
d. Metode Jibril
Terminology (istilah) metode jibril yang digunakan sebagai nama dari
pembelajaran Alquran yang diterapkan di PIQ Singosari Malang, adalah di latar
belakangi perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti
bacaan Alquran yang telah diwahyukan melalui malaikat Jibril. Menurut KH. M.
Bashori Alwi (dalam Taufiqurrohman) sebagai pencetus metode jibril, bahwa
teknik dasar metode jibril bermula dengan membaca satu ayat atau lanjutan ayat
atau waqaf, lalu ditirukan oleh seluruh orang-orang yang mengaji. Sehingga
mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas. Metode jibril terdapat 2 tahap
yaitu tahqiq dan tartil.
e. Metode Qiro’ati
Metode Qiro’ati disusun oleh Ustadz H. Dahlan Salim Zarkasy pada tahun 1986
bertepatan pada tanggal 1 Juli. H.M Nur Shodiq Achrom (sebagai penyusun
didalam bukunya “Sistem Qoidah Qiro’ati”Ngembul, Kalipare), metode ini ialah
membaca Alquran yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil
sesuai dengan qoidah ilmu tajwid sistem pendidikan dan pengajaran metode
Qiro’ati ini melalui system pendidikan berpusat pada murid dan kenaikan
kelas/jilid tidak ditentukan oleh bulan/tahun dan tidak secara klasikal, tapi secara
individual (perseorangan).
Santri/ anak didik dapat naik kelas/ jilid berikutnya dengan syarat:
1. Sudah menguasai materi/paket pelajaran yang diberikan di kelas
2. Lulus tes yang telah diujikan oleh sekolah/TPA
1. Prinsip –prinsip dasar Qiro’ati
a. prinsip-prinsip yang di pegang oleh guru / ustadz yaitu:
1) Tiwagas (teliti, waspada dan tegas)
2) Daktun (tidak boleh menuntun)
b. Prinsip-prinsip yang harus dipegang santri / anak didik:
1) CBAC : Cara belajar santri aktif
2) LCTB : Lancar cepat tepat dan benar
2. Strategi mengajar dalam Qiro’ati
Dalam mengajar Alquran dikenal beberapa macam stategi. Yaitu:
a. Strategi mengajar umum (global)
1) Individu atau privat yaitu santri bergiliran membaca satu persatu.
2) Klasikal Individu yaitu sebagian waktu digunakan guru/ustadz untuk
menerangkan pokok pelajaran secara klasikal.
3) Klasikal baca simak yaitu strategi ini digunakan untuk mengajarkan
membaca dan menyimak bacaan Alquran orang lain.
b. Strategi mengajar khusus (detil)
Strategi ini agar berjalan dengan baik maka perlu di perhatikan syarat-syaratnya.
Dan strategi ini mengajarkannya secara khusus atau detil.
Dalam mengajarkan metode qiro’ati ada I sampai VI yaitu:
1. Jilid I
Jilid I adalah kunci keberhasilan dalam belajar membaca Alquran. Apabila Jilid I
lancar pada jilid selanjutnya akan lancar pula, guru harus memperhatikan
kecepatan santri.
2. Jilid II
Jilid II adalah lanjutan dari Jilid I yang disini telah terpenuhi target Jilid I.
3. Jilid III
Jilid III adalah setiap pokok bahasan lebih ditekankan pada bacaan panjang (huruf
mad).
4. Jilid IV
Jilid ini merupakan kunci keberhasilan dalam bacaan tartil dan bertajwid.
5. Jilid V
Jilid V ini lanjutan dari Jilid IV. Disini diharapkan sudah harus mampu membaca
dengan baik dan benar
6. Jilid VI
Jilid ini adalah jilid yang terakhir yang kemudian dilanjutkan dengan pelajaran Juz
27.
Juz I sampai Juz VI mempunyai target yang harus dicapai sehingga disini guru
harus lebih sering melatih peserta didik agar target-target itu tercapai.
Metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain:
Kelebihannya :
1. Siswa walaupun belum mengenal tajwid tetapi sudah bisa membaca Alquran secara
tajwid. Karena belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu kifayah sedangkan membaca
Alquran dengan tajwidnya itu fardlu ain.
2. Dalam metode ini terdapat prinsip untuk guru dan murid.
3. Pada metode ini setelah khatam meneruskan lagi bacaan ghorib.
4. Jika santri sudah lulus 6 Jilid beserta ghoribnya, maka ditest bacaannya kemudian
setelah itu santri mendapatkan syahadah jika lulus test.
Kekurangannya:
Bagi yang tidak lancar lulusnya juga akan lama karena metode ini lulusnya tidak
ditentukan oleh bulan/tahun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa
1. Metode Qiro’ati sangatlah cocok didalam mengatasi permasalahan kesulitan
dalam belajar membaca Alquran. Yakni dengan cara membaca Alquran yang
langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan qoidah
ilmu tajwid sistem pendidikan dan pengajaran metode Qiro’ati ini melalui system
pendidikan berpusat pada murid dan kenaikan kelas/jilid tidak ditentukan oleh
bulan/tahun dan tidak secara klasikal, tapi secara individual (perseorangan).
2. Dengan memakai metode ini diharapkan murid/santri mampu membaca
Alquran dengan baik dan benar yakni dengan menerapkan prinsip-prinsip yang
telah ada dan bagi pengajar diharuskan lebih mengembangkan strategi
pembelajaran metode ini.
3. Dalam menilai kemampuan murid/santri, semua kembali kepada kemampuan
murid/santri dengan mampu menguasai materi yang diberikan dan lulus tes yang
diberikan sekolah/TPA.
Saran
Semoga dengan penulisan makalah ini dapat memberi manfaat dan membantu
pembaca untuk mengetahui metode-metode apa saja yang digunakan dalam
proses pembelajaran membaca Alquran selain metode Qiro’ati. Penulis
mengarapkan kritik, saran yang mendukung serta menyempurnakan penulisan
makalah ini.
http://dydyd0d0.wordpress.com/2010/01/07/penerapan-metode-qiroati-dalam-pembelajaran-alquran/
Metode Pengajaran Di TPQPosted on 20 April 2012by hattani
A. LANGKAH-LANGKAH
Keberhasilan suatu program pendidikan di dalam “Proses
Belajar Mengajar” sangatlah ditentukan oleh dua hal penting
yang saling terkait, yaitu :
1. Kualitas dan kemampuan guru pengajarnya, dan
2. Metodologi pengajarannya.
Kualitas dan kemampuan guru yang baik tanpa didukung oleh
metode mengajar yang baik dan tepat, atau sebaliknya metode
mengajar yang baik tanpa ditunjang oleh kemampuan guru yang
baik, jangan diharapkan hasil pendidikan menjadi baik dan
berkualitas.
Demikian pula halnya di dalam program Pendidikan Al-Qur’an
(TKQ, TPQ atau yang lainnya), kedua hal tersebut di atas juga
sangat menentukan keberhasilan dan kualitas suatu Pendidikan
Al-Qur’an. Apalagi pendidikan Al-Qur’an adalah suatu
pendidikan yang khusus, yang tentunya berbeda dengan
program pendidikan pada umumnya, karena materi utama yang
diajarkan adalah “membaca Al-Qur’an”. Yang dimaksud dengan
membaca Al-Qur’an adalah membaca Al-Qur’an secara baik dan
benar sesuai dengan contohcontoh yang telah diajarkan secara
mutawatir. Sebagaimana sayyidina Ali bin Abi Thalib berucap ;
“Sesungguhnya Rasulullah saw menyuruhkan kamu membaca
Al-Qur’an sebagaimana yang diajarkan kepadamu”.
Dengan demikian dalam mengajarkan membaca Al-Qur’an harus
berhati-hati yakni dengan cara yang benar, sebagaimana pesan
para ulama salaf yang sering disampaikan, “Hati-hatilah di
dalam mengajarkan (membaca) Al-Qur’an, jangan sembarangan
dalam mengajarkannya, nanti berdosa (jika salah
mengajarkannya)”. Jika dalam mengajarkan membca Al-Qur’an
dan ketika membacanya dengan cara yang sebenarnya, maka
akan menjadi ibadah dan menjadi syafa’at, tetapi sebaliknya Al-
Qur’an akan menjadi laknat dan ia berdosa manakala dalam
mengajarkannya dan membacanya tidak sesuai dengan cara
sebenarnya.
Untuk itu, agar kita lebih berhati-hati dan lebih berhasil dalam
mengajarkan “membaca Al-Qur’an”, maka perlu diusahakan
secara sungguh-sungguh :
1. Peningkatan kualitas dan kemampuan guru-guru pengajar di
lembaga Pendidikan Al-Qur’an.
2. Mengenal dan memahami serta memilih “Metode Pengajaran
Membaca Al-Qur’an” yang paling baik dan tepat serta nyata
keberhasilannya.
Untuk usaha peningkatan kualitas dan kemampuan guru-guru
pengajar Al-Qur’an, dapat dilakukan upaya-upaya :
1. Pembinaan bacaan Al-Qur’an secara benar, sesuai dengan
kemampuan dasar para guru.
2. Pembinaan dan pelatihan terhadap metode yang telah dipilih.
3. Pembekalan ilmu-ilmu penunjang yang lain, seperti psikologi,
ilmu mengajar, metodik-didaktik, menulis / khat, dan lain-
lain.
Adabeberapa hal yang perlu dipahami bagi pengajar Al-Qur’an
antara lain ; tujuan, sistem, target dan prinsip-prinsip dasar.
B. TUJUAN
1. Menjaga kesucian dan kemurnian Al-Qur’an dari segi
bacaannya yang benar sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-
Nya. Sebagaimana :
a. Firman Allah swt :
- “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikir
(yaitu Al-Qur’an) dan sesungguhnya kami benar-benar akan
memeliharanya” (QS. : Al-Hijr : 9).
- “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil” (QS.: Al-
Muzzamil : 4).
b. Ucapan sahabat :
- Ali bin Abi Thalib kw pernah menerangkan :
“Sesungguhnya Rasulullah saw menyuruh kamu membaca Al-
Qur’an sebagaimana yang telah diajarkan kepadamu”.
- Ali bin tsabit ra, telah menyebutkan sabda nabi saw yang
berbunyi :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menyukai seseorang membaca Al-
Qur’an itu sebagaimana ia diturunkan”.
1. Ketentuan menurut ijma’ para ulama, yakni “membaca Al-
Qur’an itu fardhu ‘ain dengan bertajwid, baik di dalam shalat
maupun di luar shalat”.
2. Menyebarluaskan ilmu membaca Al-Qur’an.
3. Mengingatkan kembali kepada para “guru ngaji” (pengajar
Al-Qur’an) agar lebih berhati-hati dalam mengajarkan Al-Qur’an.
4. Meningkatkan kualitas pendidikan Al-Qur’an.
C. SISTEM
1. Sejak awal anak diajak langsung membaca huruf Arab
dengan bacaan yang lancar tanpa mengeja.
2. Langsung mempraktekkan bacaan-bacaan yang bertajwid.
3. Materi pelajaran diberikan secara bertahap, dari yang
mudah menuju yang sulit, dari yang umum kepada yang khusus,
sesuai dengan kaidah.
4. Belajar dengan sistem modul, tidak diperbolehkan belajar
modul berikutnya kalau belum menguasai modul sebelumnya.
5. Belajar sesuai dengan kemampuan dan kecerdasan siswa.
D. TARGET
Target yang diharapkan adalah seseorang (anak) akan mampu
membaca kitab suci Al-Qur’an dengan bacaan tartil sesuai
dengan kaidah ilmu tajwid yang mutawatir dan sesuai dengan
yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw, bukan hanya sekedar
bisa membaca Al-Qur’an.
E. PRINSIP-PRINSIP DASAR
Agar berhasil dalam mengajar maka harap diperhatikan prinsip-
prinsip dasar, yakni :
1. Prinsip untuk Pengajar
A. DAK – TUN (tidak boleh menuntun)
Dalam mengajar, guru tidak diperbolehkan menuntun membaca,
guru hanya membimbing, yakni menerangkan setiap pokok
pelajaran dan memberi contoh bacaan secara benar sekedar
satu atau dua baris saja, serta menegur siswa yang bacaannya
salah atau keliru.
B. TI – WAS – GAS (Teliti, Waspada, Tegas)
Teliti : Guru harus memberi contoh bacaan yang benar
secara teliti jangan sampai keliru.
Waspada : Guru harus selalu waspada dalam menyimak
atau mendengarkan bacaan siswanya.
Tegas : Dalam menentukan kenaikan pelajaran atau jilid,
guru harus tegas tidak boleh segan, ragu dan berat hati.
2. Prinsip untuk siswa / santri
a. Aktif dan Mandiri
Dalam mengajar membaca Al-Qur’an, siswa harus aktif
membaca sendiri tanpa dituntun oleh gurunya.
b. LCTB (Lancar, Cepat, Tepat, Benar)
Dalam membaca, para siswa harus membacanya dengan lancar,
yakni secara cepat namun tepat dan benar bacaan-bacaannya.
Jika ternyata belum / tidak lancar dalam membaca, maka jangan
dinaikkan ke pelajaran atau jilid berikutnya.
F. STRATEGI MENGAJAR
Agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar dan
berhasil, maka dapat dipilh beberapa strategi dalam
mengajar.Adatiga strategi mengajar yang dapat kita pilih,
yakni :
1. Sorogan / Privat / Individual
Yaitu suatu strategi yang diterapkan dalam belajar mengajar,
yakni dengan cara satu persatu secara bergiliran siswa belajar
kepada gurunya sesuai dengan pelajarannya masing-masing,
strategi ini diterapkan jika :
- Jumlah guru dengan jumlah siswanya tidak seimbang.
- Jumlah ruangan kelas yang tidak mencukupi.
- Dalam satu kelas para siswa terdiri dari bermacam-macam
jilid (bercampuran).
2. Klasikal dengan Individual
Yaitu strategi mengajar dengan cara sebagian waktu digunakan
mengajar secara klasikal dan waktu selebihnya mengajar
individu, yakni :
- 20 – 25 % waktu digunakan untuk mengajar secara klasikal,
misalnya hari pertama klasikal untuk Pokok Pelajaran pertama
(dengan halaman latihan), hari kedua untuk Pokok Pelajaran
kedua, dan seterusnya.
- 70 – 75 % waktu digunakan untuk mengajar individu sesuai
dengan pelajarannya masing-masing.
Strategi ini diterapkan jika :
- Jumlah guru sebanding dengan jumlah siswa.
- Jumlah ruangan kelas mencukupi.
- Dalam satu kelas hanya terdiri dari satu macam jilid saja.
Tidak boleh dicampur berbagai macam jilid.
3. Klasikal Baca – Simak
Yaitu mengajarkan secara klasikal yang kemudian dilanjutkan
mengajar individu, tetapi disimak oleh guru bersama-sama
dengan siswa lainnya. Pelajaran dimulai dari pokok pelajaran
yang paling rendah terus bertahap secara berurutan sampai
pada siswa pelajaran yang tertinggi. Dengan demikian satu
siswa membaca, yang lainnya menyimak, sehingga jika ada yang
salah dalam membaca, siswa bersama-sama guru menegurnya.
Strategi mengajar ini sesuai dengan firman Allah swt, di dalam
Al-Qur’ansuratAl A’raf ayat 204, yaitu artinya “Apabila
dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan
perhatikanlah dengan tenang, agar kamu mendapatkan
rahmat”. Dan sesuai pula dengan perintah Rasulullah saw, di
dalam hadits riwayat Al Hakim, sebagai berikut ;”Tunjuklah
(kesaksian bacaan) saudaramu itu”.
Strategi ini hanya bisa diterapkan pada jilid ke 3 keatas.
Contoh penerapan strategi mengajar klasikal baca simak pada
kelas jilid 3 :
- Jumlah siswa = 20 anak (A-J), dengan perincian halaman
pelajaran sebagai berikut :
Halaman 1 = A, B
Halaman 2 = C
Halaman 4 = D, E
Halaman 6 = F, G
Halaman 8 = H
Halaman 10 = I, J
Jadi pelajaran terendah halaman 1.
1. Semua siswa membuka halaman 1 (termasuk siswa halaman
tertinggi).
a. Kita terangkan pokok pelajaran dan contoh sekedar 2 – 3
baris. Selanjutnya semua siswa membaca bersama-sama
(klasikal), minimal 3 baris.
b. Kemudian siswa yang pelajarannya halaman 1 ini (yaitu A
dan B) disuruh membaca bergantian, sedangkan siswa yang
lainnya menyimak bacaan A dan B. Jika ada yang salah
membaca, maka kewjiban bersama (guru dan siswa) untuk
menegur, misalnya : “salah!”. Secara otomatis siswa yang salah
baca tadi akan mengulangi bacaannya. Seandainya A tidak
lancar, maka si A akan mengulangi lagi halaman 1 esok harinya.
Namun jika B lancar, maka si B diberi kesempatan membaca
atau mempelajari halaman 2.
2. Semua siswa membuka halaman 2 (termasuk A dan B)
a. Kita terangkan pokok pelajaran dan materi contoh-
contohnya sekedar 2 – 3 baris. Kemudian secara klasikal siswa
membaca bersama-sama, contoh-contoh yang lainnya, minimal 3
baris.
b. Kemudian giliran siswa halaman 2 membaca (yaitu C dan B),
sambil disimak oleh siswa yang lain. Jika lancar, maka dicoba
membaca halaman 3, secara acak. Misalnya si C disuruh
membaca baris 1, 3, 5 dan 7, si B membaca baris 2, 4 dan 6. Jika
tidak lancar, maka halaman 3 ini harus diulang esok harinya.
Dan jika lancar diberi kesempatan membaca atau mempelajari
halaman berikutnya (misalnya C).
3. Semua siswa membuka halaman 4
a. Kita terangkan dan kita contohkan pelajaran halaman 4.
Secara klasikal membaca bersama-sama, minimal 3 baris.
b. Giliran D dan E membaca bergantian, disimak oleh siswa
lainnya. Demikian seterusnya sampai dengan pelajaran halaman
tertinggi.
Catatan :
1. Buku Al Ma’arif ini terdiri dari dari dua halaman, yaitu
halaman pokok pelajaran (ditandai garis bawah) dan halaman
latihan. Halaman pokok pelajaran wajib dibaca secara urut tiap
baris, sedangkan halaman latihan boleh dibaca secara acak.
2. Siswa yang tidak dan atau kurang lancar, harus mengulang
pelajaran. Siswa yang cukup lancar tidak mengulang pelajaran,
namun belajar atau membacanya hanya satu halaman. Siswa
yang lancar membaca diberi kesempatan membaca lebih dari
satu halaman tergantung kemampuannya (menurut pengalaman
maksimal 3 halaman).
Kriterianya adalah :
- Lancar membaca : tanpa ada kesalahan membaca.
- Cukup lancar : satu dua kata salah, namun
langsung dapat membaca.
- Kurang / tidak lancar : berkali-kali salah, walaupun
diulang kembali.
3. Membaca bersama-sama secara klasikal dilakukan jika :
- Halaman pokok pelajaran.
- Siswa berkali-kali salah tanpa mengetahui / mengerti
kesalahannya, walaupun telah dibantu oleh salah satu siswa
yang lain.
4. Jika siswa salah membaca, guru dilarang memberi tahu
kesalahannya. Dalam hal ini bisa dibantu dengan menunjuk
siswa halaman atasnya yang membetulkan, jika ternyata juga
lupa atau salah baru dibetulkan bersama-sama.
5. Pelajaran kotak bawah juga wajib dibaca
Dibandingkan dengan sorogan dan klasikal individual, strategi
klasikal Baca-Simak mempunyai banyak keuntungan dan
kelebihan, antara lain :
- Sorogan dan Klasikal-Individual masing-masing siswa setiap
hati belajar membaca + 5 menit saja, sisa waktu yang lain hanya
untuk bergurau, dan lain-lain.
- Klasikal Baca-Simak, semua siswa belajar membaca setiap
hari secara penuh (waktu +60 menit), karena menyimak juga
dalam rangka belajar membaca dengan cara mendengarkan
bacaan siswa yang lainnya.
Agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan
lancar, maka jumlah siswa dalam satu kelas agar
dipertimbangkan. Adapun jumlah siswa ideal dalam satu kelas
ialah :
- Kelas usia Pra TK : jumlah siswa per kelas 10 siswa.
- Kelas jilid I : jumlah siswa per kelas 15 siswa.
- Kelas jilid 2 – 5 : jumlah siswa per kelas 20 siswa.
- Kelas Al-Qur’an : jumlah siswa per kelas 20 siswa.
http://tpqmnu1.wordpress.com/2012/04/20/metode-pengajaran-tpq/
Metode Granada merupakan sebuah Konsep Pembelajaran Yang Singkat untuk
Belajar Al-Quran.
Apakah benar-benar Mustahil untuk bisa belajar bahasa Arab dalam waktu 8 jam?
Ternyata Tidak! Tidak ada yang mustahil di dunia ini, Apalagi ini semua berkaitan
dengan kemukjizatan dan janji Allah untuk mempermudah belajar Al-Quran.
Metode Granada disajikan secara Singkat dan Padat
1. Komponen kalimat dalam bahasa Arab hanya ada tiga, yaitu kata benda, kata kerja
dan huruf bermakna. Kesemuanya akan dengan mudah teridentifikasi melalui ciri-
ciri khususnya.
2. Kami telah mengalihbahasakan istilah-istilah Arab ke dalam bahasa Indonesia,
sehingga peserta yang awam tidak terbebani dengan istilah asing.
3. Konsep utama yang diusung metode ini adalah Anda mengenali awalan, sisipan,
dan akhiran sehingga Anda mampu memperoleh akar kata dari tiap kalimat dalam
text Arab.
4. Awalan, sisipan, dan akhiran dari tiap kalimat dalam Al-Qur’an dikemas hanya
dalam satu halaman Tabel Rumus Granada.
5. Beberapa materi tata bahasa Arab yang rumit seperti pola aktif & pasif (fi’il majhul,
fail & maf’ul) dan huruf penyakit (harf ‘illah), diringkas dengan mudah & unik.
Menerjemah dengan Cara Menghitung Huruf
Satu hal yang menjadi ciri dasar Metode Granada adalah keunikannya dalam
mengemas pelajaran nahwu sharaf (tata bahasa Arab). Pada saat Anda belajar
metode ini, Anda akan diajak “bermain” menghitung huruf. Sungguh menyenangkan.
Tapi, bagaimana bisa?
Bahasa Arab ternyata sangat eksak. Hampir semua kata dasar berasal dari 3 huruf.
Ada beberapa yang 4 huruf namun itu sedikit sekali.
Dan dengan cara menghitung huruf ini, kami akan memastikan Anda bisa
mendapatkan akar kata dari setiap potong kalimat dari teks Arab berharakat.
Sepanjang ataupun sependek apa pun.
Berikut akan saya simulasikan sedikit bagaimana mudahnya belajar bahasa Arab.
Perhatikan kata berikut :
Potongan kata di atas (Masjidun) memiliki 4 huruf. Ma, Sa, Ja, dan Da (baca dengan
harakat fathah semua). Dengan tabel rumus Granada -yang hanya satu halaman-
kita akan tahu bahwa Ma merupakan awalan yang berarti tempat. Selanjutnya kata
Sa, Ja, Da merupakan akar kata yang berarti sujud. Maka kita bisa mengerti
sekarang, kata Masjid artinya tempat sujud.
Demikian juga kata Al-Muflihuuna, kita akan
tahu dari tabel bahwa Al dan Mu merupakan awalan Wawu dan Nun merupakan
akhiran, sehingga akar katanya adalah Fa, La, Ha.
http://www.belajaralquran.com/
METODE QIROATI
Metode Qiroati
1. Pencipta dan penemu metode qiroatiMetode ini disusun oleh H. Ahmad Dahlan Salim Zarkasyi, semarang.
Terbitan pertama pada tanggal 1 Juli 1986 sebanyak 8 jilid. Setelah dilakukan revisi dan ditambah materi yang cocok. Dalam praktek pengajaran, materi qiroati ini dibeda-bedakan, khusus untuk anak-anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja dan orang dewasa. Metode qiraati adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Dalam pengajarannya metode qiroati, guru tidak perlu memberi tuntunan membaca, namun langsung saja dengan bacaan pendek. Adapun tujuan pembelajaran qira’ati ini adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kesucian dan kemurnian Al-Qur’an dari segi bacaan yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
2. Menyebarluaskan ilmu membaca Al-Qur’an.
3. Memberi peringatan kembali kepada guru ngaji agar lebih berhati-hati dalam mengajarkan Al-Qur’an.
4. Meningkatkan kualitas pendidikan Al-Qur’an.
Sedangkan target operasionalnya adalah sebagai berikut:
· Dapat membaca Al-Qur’an dengan tarti meliputi: Makhroj dan sifat huruf sebaik mungkin.
· Mampu membaca Al-Qur’an dengan bacaan tajwid.
· Mengenal bacaan ghorib dalam praktek.
· Mengerti sholat, dalam arti bacaan dalam praktek sholat.
· Hafal beberapa hadist dan surat pendek.
· Hafal beberapa do’a.
· Dapat menulis huruf Arab.
2. Latar Belakang Timbulnya Qiro’ati
Sebelum adanya Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ), pendidikan Al-Qur’an di Indonesia masih menggunakan sistem “pengajian anak-anak” di musholah, langgar, masjid bahkan dirumah-rumah. Metode pengajarannya dengan menggunakan turutan, yakni Al-Qur’an juz 30 yang dilengkapi dengan petunjuk membaca Al-Qur’an. Metode ini disusun oleh ulama’ dari baghdad, sehingga metode ini dikenal dengan nama “Qoidah Baghdadiyah”. Qoidah ini telah terbukti menciptakan ulama’-ulama’ besar yang ahli dalam bidang Al-Qur’an. Namun pada saat ini mayoritas umat Islam, khususnya anak-anak mulai enggan mengaji dengan menggunakan turutan, karena dianggap kurang praktis dan efisien, terutama bagi mereka yang ingin bisa membaca Al-Qur’an lebih cepat dan praktis. Melihat gejala seperti ini, banyak para ulama mencoba mencarikan atau menyajikan alternatif yang lebih menarik dan memudahkan anakanak dalam belajar membaca Al-Qur’an. Tetapi alternatif yang ditawarkan selalu mengalami kegagalan, karena tidak ada bukti keberhasilanya. Di samping itu juga ada suatu pandangan atau kesepakatan yang tidak tertulis, bahkan kalau mengajar mengaji harus mamakai turutan. Sehingga metode baru yang ditawarkan hanya dipandang sebelah mata.
Pada pertengahan tahun 1986 umat Islam dibuat lega dengan adanya metode atau model pengajian anak-anak yang baru, yakni pendidikan Al-Qur’an anak-anak untuk usia 4 – 6 tahun yang dirintis oleh Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy Semarang. Karena pendidikannya seperti Taman Kanak-kanak umum, maka lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ). Keberadaan TKQ ini tidak terlepas dari usaha Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy dalam mencari metode belajar membaca Al-Qur’an yang telah dirintis dan diuji coba sejak tahun 1963. Pada tahun 1963 Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy mulai mengajar ngaji kepada anak-anaknya dan anak-anak tetangganya dengan menggunakan turutan. Akan tetapi ternyata hasilnya kurang memuaskan, dimana anak-anak hanya mengahfal saja. Jika petang Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy
mengajar ngaji, sedangkan pada siang harinya berdagang . pada saat berkesempatan mengambil barang diluar kota, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Pekalongan, yogyakarta dan kota-kota lainnya, beliau selalu menyempatkan diri untuk meneliti dan mengamati pengajian anak-anak 20 yang ada di mushalla, langgar dan masjid setempat. Ternyata hasilnya tidak jauh berbeda dengan yang dialami beliau. Berdasarkan rasa tidak puas dengan hasil dari mengaji dengan kitab turutan itu, maka beliau mencoba menyusun metode baru yang lebih efektif dan efisien. Akhirnya berkat hinayah, hidayah dan rahmah dari Allah SWT, Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy berhasil menyusun metode praktis belajar membaca Al-Qur’an yang tersusun menjadi sepuluh jilid. Atas saran dua orang ustadz, yakni ustadz Joened dan ustadz Sukri Taufiq metode ini diberi nama “Metode Qiroaty”, yang berarti ‘inilah bacaan Al-Qur’anku yang tartil’. Metode Qiroati ini langsung mengajarkan bunyi huruf, yaki huruf-huruf yang berkharokat tanpa dieja dan mengenalkan nama-nama huruf secara acak serta langsung memasukkan bacaan yag bertajwid secara praktis bukan teoritis.
Melihat keberhasilan Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy dengan metode Qiroatinya pada tahun 1966, H. Ja’far, seorang ulama’ semarang, mengajak beliau sowan kepada K.H. Arnawi Kudus untuk menunjukkan buku qiroatinya. Dan Alhamdulillah, setelah diteliti dan dikoreksi, mendapat restu beliau. Setelah mendapat restu K.H Arwani buku Qiroati mulai dikenalkan kepada masyarakat semarang sekitarnya. Pada bulan Mei 1986, Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy diajak oleh salah satu wali murid, sukito, untuk silaturrahim dan menyaksikan Ponpes Al-Qur’an Anak-anak “Mambaul Hisan” di Sedayu Gresik, yang berdiri pada tahun 1965 yang diasuh K.H. Muhammad. Beliau merasa prihatin melihat anak-anak kecil di bawah umur 7 tahun, yang terpisah dari orang tuanya, dan semestinya anak-anak tersbut masih membutuhkan kasih sayang mereka. Akan tetapi dalam mengaji bacaan Al-Qur’an mereka kurang tartil. Dari hasil kunjungan tersebut, beliau dapat menyimpulkan bahwa anak di bawah usia balita mampu diajarkan membaca Al-Qur’an. Sepulang dari gresik, selama sebulan tepatnya di bulan Ramadhan, ust. H. Dahlan Salim Z, menyusun kembali buku Qiroati untuk usia taman kanak-kanak yang diambil dari qiroati 10 jilid. Kemudian dibukalah pendidikan Al-Qur’an untuk anak-anak usia 4-6 tahun pada tanggal 1 juli 1986. inilah Taman Kanak-Kanak pertama di Indonesia. Kemudian atas saran KH. Hilal Sya’ban yang juga direstui oleh KH. Turmudzi Taslim, TKQ tersebut diberi nama “Roudlotul Mujawwidin”. Sebenarnya awal berdirinya merupakan percobaan, mungkinkah anak-anak usia TK (4-6 tahun) mampu membaca Al-Qur’an. Pada hari pertama pembukaan, jumlah muridnya 26 anak dan tempat pendidikannya meminjam rumah Sdr. Ir. Abdullah, Kampung Wotprau 77, Semarang. Setelah berjalan kurag lebih 3 bulan, jumlah muridnya mencapai 70 anak.Proses belajar mengajar berlangsung setiap sore selama 1 jam, mulai jam 16.00 sampai 17.00 WIB. Sekalipun berdirinya TKQ merupakan percobaan dengan rencana 4 tahun hatam 30 juz, diluar dugaan ternyata dalam 2 tahun, tepatnya 22 juli 1988 telah menghatamkan yang pertama sebanyak 20 siswa putra/putri. Khatam dengan bacaan tajwid dan ghorib. Lahirnya TKQ Roudlotul Mujawwidin ini mendapat
sambutan yang sangat menggembirakan, sehingga di beberapa tempat berdiri pula lembaga-lembaga pendidikan Al-Qur’an di Indonesia. Selain itu, di negeri jiran mulai berdiri pula TKQ dengan menggunakan metode Qiroati Malaysia, Serawak, Singapura, Brunai Darussalam dan Thailand.
3. Target penggunaannya:1. untuk anak-anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun)
2. untuk remaja
3. orang dewasa.
4. Pendekatan dan Prinsip pembelajaran qiraati
Adapun prinsip pembelajarannya di bagi dua yaitu yang dipegang oleh guru dan yang dipegang oleh santri. Prinsip yang dipengang guru adalah Ti-Wa-Gas (teliti, waspada, dan Tegas).
· Teliti adalah dalam menyampaikan semua materi pelajaran
· Waspada adalah terhadap bacaan santri yakni, bisa mengkoodinasikan antara mata, telinga, lisan dan hati.
· Tegas adalah disiplin dan bijaksana terhadap kemampuan santri.
Sedangkan yang dipegang santri adalah menggunakan sistem cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lancar, cepat, tepat, dan benar (LCTB) ( Nur Shodiq Achrom, 1996:18)
· CBSA+M : Cara Belajar Santri Aktif dan Mandiri
· Santri dituntut keaktifan, kosentrasi dan memiliki tanggung jawab terhadap dirinya tentang bacaan Al-Qur’annya. Sedangkan ustadz-ustadzah sebagai pembimbing, monivator dan evaluator saja.
· Menurut Zuhairini fenomena adanya CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) perlu dipertimbangkan untuk lebih mengembangkan potensi-potensi siswa secara individual. Dalam hal ini guru bertugas memberikan bimbingan dan pengarahan kepada siswa secara aktif. Untuk itu dalam CBSA diharapkan yang aktif tidak hanya siswanya tetapi juga gurunya.
· LCTB : Lancar Tepat Cepat dan Benar
Lancar artinya bacaannya tidak ada yang mengulangulang.
Cepat artinya bacaannya tidak ada yang putus-putus atau mengeja.
Tepat artinya dapat membunyikan sesuai denganbacaan an dapat membedakan antara bacaan yang satu dengan laiannnya.
Benar artinya hukum-hukum bacaan tidak ada yang salah.
Dalam metode ini dikenal beberapa bentuk dalam pelaksanaannya, yaitu:
1. Sorogan, individual atau privat. Dalam bentuk ini santri bergiliran satu persatu untuk mendapatkan pelajaran membaca dari ustadz. (berdasarkan kemampuan siswa yang ada yang 2,3 atau 4 halaman).
2. Klasikal- individual Sebagian waktu dipergunakan untuk menerangkan pokok pelajaran, sekedar satu atau dua halaman dan seterusnya. Sedangkan membacanya sangat ditekankan, kemudian di nilai prestasinya pada lembar data.
3. Klasikal baca simak.Dalam bentuk ini guru menerangkan bentuk pelajaran (klasikal) kemudian siswa di tes satu persatu dan di simak oleh semua siswa, kemudian dilanjutkan pelajaran berikutnya dengan cara yang sama sampai pelajaran selesai.
Untuk sorogan dapat diterapkan pada kelas yang terdiri dari jilid untuk satu kelas. Sedangkan klasikal-individual dan klasikal baca simak hanya bisa diterapkan untuk kelas yang hanya terdiri dari satu jilid saja. Untuk klasikal baca simak hanya berlaku pada jilid 3 sampai 6.
4. Langkah-langkah penerapan metode qiraati:
Metode Penyampaian Qiroati
1. Praktis Artinya : langsung (tidak dieja)
Contoh : Lَب L .baca, A-BA (bukan Alif fatha A, Ba fatha BA), dan dibaca pendek َأJangan di baca panjang Aa Baa, atau Aa Ba atau, A Baa
2. Sederhana
Artinya : kalimat yang dipakai menerangkan diusahakan sederhana asal dapat difahami, cukup memperhatikan bentuk hurufnya saja, jangan menggunakan
keterangan yang teoritis/devinitif. Cukup katakan : Perhatikan ini ! Lَب Bunyinya = BA Cukup katakan : Perhatikan titiknya !. ini BA, ini TA, dan ini TSA. Dalam mengajarkan pelajaran gandeng, jangan mengatakan : “ini huruf didepan, ditengah atau dibelakang”, contohnya seperti : – / – ه ه Lَم Cukup َمkatakan :semua sama bunyinya, bentuknya memang macam-macam
. Yang penting dalam mengajarkan Qiroaty adalah bagaimana anak biasa membaca dengan benar. Bukan masalah otak-atik tulisan, oleh karena itu disini tidak diterangkan tentang huruf yang bisa di gandeng dan yang tidak. Sederhana saja !
3. Sedikit Demi Sedikit, Tidak Menambah Sebelum Bisa Lancar
Mengajar Qiroati tidak boleh terburu-buru, ajarkan sedikit demi sedikit asal benar, jangan menambah pelajaran baru sebelum bisa dengan lancar, bacaan terputus-putus. Guru yang kelewat tolenransi terhadap anak degan mengabaikan disiplin petunjuk ini akibatnya akan berantakan, sebab pelajaran yang tertumpuk dibelakag menjadai beban bagi anak, ia justru bingung dan kehilangan gairah belajar. Jika disuruh mengulang dari awal jelas tidak mungkin, ia akan malu, dan akhirnya ia akan enggan pergi belajar. Guru yang disiplin dalam menaikkan pelajaran hasilnya akan menyenangkan anak itu senduiri, semakin tinggi jilidnya semakin senang, karena ia yakin akan kemampuannya, dan insyaallah akan tambah semangat menuntaskan pelajarannya. Disiplin ini memang mengundang reaksi besar baik dari santri maupun dari wali santri, oleh karenanya guru dituntutdapat berpegang teguh, tidak kehilangan cara dengan mengorbankan disiplin tersebut. Disinilah perlu adanya seni mengajar itu.
4. Merangsang Murid Untuk Saling Berpacu
Setelah kita semua tau mengajarkan Qiroaty tidak boleh menambah pelajaran baru sebelum bisa membaca dengan benar dan cepat, maka cara yang tepat adalah menciptakan suasana kompetisi dan persaingan sehat dalam kelas, cara ini insya Allah akan memacu semangat dan mencerdaskan anak. KH. Daahlan telah merintis agar terjadi suasana ini dalam sekolah dengan terbaginya buku Qiroaty dalam bentuk berjilid, karena secara otomatis setiap anak naik jilid semangat dan gairah ikut kembali baru pula. Kenaikan kelas sebaikya diadakan beberapa bulan sekali dengan menggunakan standar pencapaian pelajaran Qiroaty, karena dengan demikian anak yang tertinggal dalam kelas akan malu dengan sendirinya.
5. Tidak Menuntun Untuk Membaca
Seorang guru cukup menerangkan dan membaca berulang-ulang pokok bahasan pada setiap babnya sampai anak mampu membaca sendiri tanpa dituntun latihan di bawahnya. Metode ini bertujuan agar anak faham terhadap pelajrannya, tidak sekedar hafal. Karena itu guru ketika mengetes kemampuan anak boleh dengan cara melompat-lompat, tidak urut mengikuti baris tulisan yang ada. Apabila dengan sangat terpaksa guru harus dengan menuntun, maka dibolehkan dalam batas 1 sampai 2 kata saja. Metode ini pada awal dekade 1980 an, oleh kalangan pendidikan dikenal dengan istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).
6. Waspada Terhadap Bacaan Yang Salah
Anak lupa terhadap pelajaran yang lalu itu soal biasa dan wajar, anak lupa dan guru diam itulah yang tidak wajar. Terlalu sering anak membaca salah saat ada guru dan gurunya diam saja, maka bacaan salah itu akan dirasa benar oleh murid, dan salah merasa benar itulah bibit dari salah kaprah. Maka agar ini tidak terus menerus terjadi dalam bacaan Al-Qur’an, maka harus waspada setiap ada anak baca salah tegur langsung, jangan menunggu sampai bacaan berhenti. Kewaspadaan inilah cara satu-satunya memberatas salah kaprah itu. Keberhasilan guru mengajar tertil dan fashih adalah tergantug pada peka atau tidaknya guru mendengar anak baca salah.
7. Driil (bisa karena biasa)
Metode drill banyak tersirat pada buku Qiroaty, adapun yang secara khusus menggunakan metode ini adalah pada pelajaran : Ghorib Ilmu Tajwid, dan Hafalan-hafalan Biarpun tanpa ada kewajiban menghafal di rumah, insyaallah dengan metode drill ini semua pelajaran hafalan akan hafal dengan sendirinya. Selain metode diatas agar proses belajar mengajar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka harus memakai strategi mengajar. Dalam mengajar al-qur’an dikenal beberapa macam strategi.
Strategi mengajar secara umum (global)
1. Individual atau privat
Santri bergiliran membaca satu persatu, satu atau dua halaman sesuai dengan kemampuannya
2. Klasikal-individual
sebagian waktu digunakan guru untuk menerangkan pokokpokok pelajaran secara klasikal sekedar 2 atau 3 halaman.
Strategi mengajar secara khusus (detail)
Agar kegiatan belajar mengajar Al-qaur’an dapat berjalan dengan baik sehingga tercapai keberhasilan yang maksimal maka perlu diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Guru harus menekan kelas, dengan memberi pandangan menyeluruh terhadap semua santri sampai semuanya tenang, kemudian mengucapkan salam dan membaca do’a iftitah.
2. Pelaksanaan pelajaran selama satu jam ditambah 15 menit untuk variasi (do’a-do’a harian, bacaan sholat, do’a ikhtitam atau hafalan-hafalan lainnya).
3. Usahakan setiap anak mendapat kesempatan membaca satu persatu.
4. Wawasan dan kecakapan anak harus senantiasa dikembangkan dengan sarana dan prasarana yang ada.
5. Perhatian guru hendaknya menyeluruh, baik pada anak yang maju membaca maupun yang lainnya
6. Penghayatan terhadap jiwa dan karakter anak sangat penting agar anak tertarik dan bersemangat untuk memperhatikan pelajaran. Jika ada yang diam terus dan tidak mau membaca maka guru harus tetap membujuknya dengan sedikit pujian.
7. Motivasi berupa himbauan dan pujian sangat penting bagi anak, terutama anak Pra TK. Anak jangan selalu dimarahi, diancam atau ditakut-takuti. Tapi kadang kala perlu dipuji dengan kata-kata manis, didekati serta ucapan dan pendapatnya ditanggapi dengan baik.
8. Guru senantiasa menanti kritik yang sifatnya membangun demi meningkatkan mutu TKQ. Jangan cepat merasa puas.
9. Jaga mutu pendidikan dengan melatih anak semaksimal mungkin.
10. Idealnya untuk masing-masing kelas/jilid terdiri dari :
a. Pra Taman Kanak-kanak : 10 anak
b. Jilid : 15 anak
c. Jilid II – Al-Qur’an : 20 anak Masing-masing dengan seorang guru.
11. Agar lebih mudah dalam mengajar, sebaiknya disediakan alat -alat
12. peraga dan administrasi belajar mengajar di dalam kelas, antara lain : Buku Data Siswa, Buku Absensi Siswa, Kartu/Catatan Prestasi Siswa (dipegang siswa), Dan lain-lain.
http://widiyareski.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-in-x-none-x_14.html