24
Mufidah Ch, Strategi Implementasi 391 STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN ISLAM Mufidah Ch Fakultas Syari’ah UIN Maliki Malang, email: [email protected] Abstract: Islam encourages Moslems to seek for knowledge regardless the area boundary, age, and field of interest. However, the Islamic education in Indonesia has not been able to facilitate men and women to obtain equal education. This gender gap is found in the policy, management, and teaching institutions of Islamic education. This has an impact on learner output, his/her roles and responsibilities in society. Although the President Instruction No. 9/2000, which foreruns the implementation of gender mainstreaming in national development, has been implemented more than a decade, the policy is neither fully understood nor well implemented especially in the field of Islamic education. Gender mainstreaming is still questioned because a number of institutions and relevant parties have not shown serious responses yet to overcome gender gaps in such areas as policy making, management, and learning. Carrying out analytical study on the gender mainstreaming in Islamic education is, therefore, inevitable: i.e. whether or not it has been practiced based on the implementation guidelines of gender mainstreaming in the national development. Keywords: Pengarusutamaan gender, Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI, Kementerian Pendidikan Nasional, Kebijakan pemerintah/negara.

STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

  • Upload
    donhi

  • View
    243

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 391

STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAANGENDER BIDANG PENDIDIKAN ISLAM

Mufidah ChFakultas Syari’ah UIN Maliki Malang,

email: [email protected]

Abstract: Islam encourages Moslems to seek for knowledgeregardless the area boundary, age, and field of interest. However, theIslamic education in Indonesia has not been able to facilitate men andwomen to obtain equal education. This gender gap is found in thep o l i c y,   m a n a g em e n t ,   a n d   t e a c h i n g   i n s t i t u t i o n s   o fIslamic education. This  has  an  impact on learner  output, his/herroles and  responsibilities in society.  Although  the  PresidentInstruction No. 9/2000, which foreruns the implementation of gendermainstreaming in national development, has been implemented morethan a decade, the policy is neither fully understood nor wellimplemented especially in the field of Islamic education. Gendermainstreaming is still questioned because a number of institutionsand relevant parties have not shown serious responses yet toovercome gender gaps in such areas as policy making, management,and learning. Carrying out analytical study on the gendermainstreaming in Islamic education is, therefore, inevitable: i.e.whether or not it has been practiced based on the implementationguidelines of gender mainstreaming in the national development.

Keywords: Pengarusutamaan gender, Pendidikan Islam, KementerianAgama RI, Kementerian Pendidikan Nasional, Kebijakanpemerintah/negara.

Page 2: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

392 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

PENDAHULUANDiskusi tentang kesenjangan gender bidang pendidikan Islam masihdipandang aktual. Dalam berbagai aspek pendidikan, baik manajemen,pembelajaran, dan peran serta masyarakat masih menunjukkan adanyabias gender. Kebijakan bidang pendidikan sesungguhnya telah mengalamiperubahan pasca dikeluarkannya Inpres No. 9 Tahun 2000 tentangPengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang diikuti pulaoleh Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional sejak tahun2003, namun implementasinya pada lembaga-lembaga pendidikan masihditemukan kebijakan internal yang belum responsif gender.

Berdasarkan data Kementerian Agama RI tahun 2009 bahwa guruagama di Indonesia terdiri atas laki-laki 48,67% dan perempuan mencapai51,33%. Tingginya jumlah guru perempuan ini lebih banyak terdapat padatingkat pendidikan dasar. Hal ini disebabkan oleh pandangan bahwa peranguru tingkat pendidikan dasar lebih dekat dengan pengasuhan anak (peranreproduksi) dalam rumah tangga. Meskipun jumlah guru laki-laki lebihkecil, jumlah kepala sekolah masih didominasi oleh laki-laki yangdisebabkan oleh pandangan bahwa laki-laki lebih pantas memimpin daripadaperempuan sehingga sejumlah guru yang memiliki dedikasi tinggi danprestasi dalam mengajar dikalahkan oleh anggapan bias gender tersebut.1

Kesetaraan gender dapat diketahui melalui indikator yang meliputiakses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Dengan demikian, jika keempatindikator tersebut masih bermasalah, diskriminasi gender masih terjadidalam pendidikan. Secara umum diskriminasi gender dalam pendidikandapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, terdapat keterbatasan bagiperempuan untuk menjadi tenaga pengajar terutama pada tingkat SLTA keatas. Hal tersebut menyebabkan proses pembelajaran tidak berorientasipada kesetaraan gender. Akses bagi perempuan terhadap jurusan-jurusanilmu dasar seperti fisika, biologi, teknologi dan industri masih rendah. Halini bukan disebabkan oleh sistem seleksi masuk perguruan tinggi (PT) yangkurang sensitif gender, tetapi karena rendahnya partisipasi perempuan yangmemilih jurusan IPA atau matematika di Madrasah Aliyah.

1Imam Tholkhah, “Kebijakan PUG dalam Penyelenggaraan PendidikanIslam,” Makalah disampaikan pada Temu Karya Pengarusutamaan GenderBidang Pendidikan Islam, tidak dipublikasikan, Yogyakarta, 2009.

Page 3: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 393

Kedua, partisipasi perempuan dalam pembelajaran masih dipengaruhistereotype gender terutama pada pelajaran keterampilan dan olah raga.Penulis buku ajar pada umumnya adalah laki-laki. Penulis perempuanyang memiliki sensitifitas gender masih minim. Akibatnya, pandangan dancara pikir laki-laki masih mendominasi isi buku tersebut. Partisipasi orangtua siswa/siswi dalam mendukung kegiatan di sekolah masih menggunakanperan-peran yang stereotype gender.

Ketiga, pemegang keputusan di tingkat stakeholders pendidikanmayoritas laki-laki, misalnya Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan,Mapenda, DPRD. Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) masihdidominasi laki-laki. Kepengurusan Komite Sekolah terutama peranpengambilan keputusan belum berkeseimbangan gender. Fungsi kontrol,akuntabilitas, dan evaluasi kinerja lainnya juga masih didominasi laki-laki.Keempat, sebagai akibat ketidaksamaan akses, partisipasi, dan kontrolantara laki-laki dan perempuan, manfaat yang diterima juga belum setaragender.

Pemegang jabatan struktural, akses, dan partisipasi dalam peningkatankualitas guru melalui pelatihan dan workshop, kenaikan pangkat, lebihbanyak laki-laki daripada perempuan karena adanya berbagai kendalabudaya dan peran-peran gender yang tradisional. Pandangan masyarakattentang peran gender yang dikotomis (produktif dan reproduktif) dan tidakadanya kebijakan pemenuhan kebutuhan gender praktis dan strategis, sertamasih sulitnya peran gender tradisional dinegosiasikan berdampak padabeban ganda pada perempuan sehingga laki-laki lebih besar peluangnyamemperoleh manfaat pendidikan. Hambatan di atas tentu saja berdampakpada kapasitas, profesionalisme, dan juga penghasilan yang tidak samadi antara keduanya.

Sebagai lembaga yang mengayomi penyelenggaraan pendidikan agamaIslam, madrasah, dan pondok pesantren, Kementerian Agama (Kemenag)berupaya menjalin kemitraan dengan lembaga internasional untuk peningkatankualitas dan pengembangan madrasah yang antara lain bermuatan PUGdalam pendidikan Islam. Meskipun demikian, belum ada akuntabilitas danjaminan keberlanjutan program oleh Kemenag sendiri sehingga harus

Page 4: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

394 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

diakui secara obyektif bahwa kesenjangan gender masih (mungkin) terjadidi lembaga ini.

Pemikiran di atas setidaknya dilandasi oleh beberapa fakta, antaralain: Pertama, data EMIS tentang angka partisipasi sekolah siswi lebihrendah daripada siswa; Kedua, semakin tinggi jenjang pendidikan, semakinkecil jumlah partisipasi perempuan; Ketiga, jumlah guru perempuan dan laki-laki di Madrasah Ibtidaiyah sebenarnya seimbang, tetapi dalam pengajuansertifikasi guru ternyata guru laki-laki lebih banyak lulus dibandingkan guruperempuan karena partisipasi guru perempuan lebih rendah dibandingkanguru laki-laki, baik dalam bidang karya tulis ilmiah maupun peningkatanjenjang karier; Keempat, sejumlah buku atau lembar kerja siswa/siswimasih memuat bias gender sebagai akibat pemahaman Islam secaratekstual yang terdapat dalam referensi guru sehingga berimplikasi padapengembangan bahan ajar; dan Kelima, beberapa guru dan kepalamadrasah masih banyak yang belum memiliki sensitivitas gender.2

Penelitian yang dilakukan oleh Ruminiati menemukan lima simpulanutama. Dua di antaranya yaitu: (1) tersubordinatnya karier guru perempuanberdampak pada rendahnya peluang guru perempuan untuk dipromosikanmenjadi kepala sekolah dasar swasta. Hal ini merupakan dampakkebijakan aktor yayasan yang cenderung bias gender; dan (2) keyakinanaktor yayasan terhadap nilai agama yang ditafsirkan secara tekstualsehingga mereka berpandangan bahwa perempuan haram menjadipemimpin.3

Uraian singkat di atas menyiratkan bahwa implementasi PUG bidangpendidikan masih perlu dipertanyakan (kembali) karena kesetaraan gendersangat penting diperjuangkan demi terciptanya keadilan, kesejahteraan,dan keharmonisan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan.

2Mufidah Ch, “Hasil Evaluasi Implementasi PUG Bidang Pendidikan Islam,”Monev Pilot Project Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan Islam di DIYogyakarta, 5-6 Maret 2010, Dokumen tidak dipublikasikan. Program KemitraanKementerian Agama dengan MCPM–AIBEP

3Ruminiati, “Promosi Jabatan Kepala Sekolah Ditinjau dari PerspektifGender: Penelitian Multi Situs di Berbagai Sekolah Dasar Swasta BernuansaAgama dan Umum di Kota dan Kabupaten Malang Jawa Timur,” Disertasi(Surabaya: PPS Universitas Airlangga, 2005), 326.

Page 5: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 395

KONSEP GENDER BIDANG PENDIDIKAN ISLAMPengertian GenderIstilah “gender” diartikan sebagai sifat atau karakter yang melekat padadua jenis kelamin yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Lips4

memahami gender sebagai “cultural expectations for women and men,”atau harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.Sedangkan Margaret L. Andersen mendefiniskan gender sebagai berikut:

“Gender refers to the socially learned behaviors andexpectations that are associated with two sexes. Thus, whereas‘maleness’ and ‘femaleness’ are biological facts, masculinityand feminity are culturally constructed attributes. Similar tothe social categories established by race and social class,gender patterns what others expect of us and what weexpect of ourselves. Gender also establishes, in largemeasure, our life chances and directs our social relationswith others.”

Menurut Kantor Negara Kementerian Pemberdayaan Perempuan(KNPP), konsep gender:

“...mengacu kepada peran-peran yang dikonstruksikan dandibebankan kepada perempuan dan laki-laki olehmasyarakat. Peran-peran ini dipelajari, berubah dari waktuke waktu dan sangat bervariasi di dalam dan di antaraberbagai budaya. Tidak seperti seks (perbedaan biologis antaraperempuan dan laki-laki), gender mengacu kepada perilakuyang dipelajari dan harapan-harapan masyarakat yangmembedakan antara maskulinitas dan femininitas.”5

Perbedaan jenis kelamin digunakan sebagai dasar pemberian peransosial yang tidak sekedar menjadi pembeda dalam pembagian kerja, namunlebih dari itu juga menjadi instrumen pengakuan dan pengingkaran sosial,ekonomi, politik, serta penilaian peran dan hak-hak dasar laki-laki dan

4Hilary M. Lips, Sex & Gender: An Introduction (London: MayfieldPublishing Company, 1993), 4.

5Portal.menegpp.go.id, (diakses Selasa, 26 Agustus 2008).

Page 6: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

396 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

perempuan, yang berimplikasi pada akses dan partisipasi keduanyatermasuk dalam bidang pendidikan.

Kebijakan Pengarusutamaan Gender dalam PembangunanNasionalKeadilan dan kesetaraan gender adalah bagian dari penegakan prinsip-prinsip universal dalam kehidupan. Ia merupakan amanat UUD 1945 dankomitmen nasional dalam penghapusan segala bentuk diskriminasi diIndonesia. Indonesia juga telah meratifikasi Convention on theElimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW)melalui UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan KonvensiPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.6

Lahirnya Beijing Platform For Action (BPFA) tentang GenderMainstreaming (Pengarusutamaan Gender) kesetaraan gender masukdalam kebijakan pembangunan pada saat Konferensi Perempuan DuniaKeempat di Beijing tahun 1995, melalui kebijakan publik (governance)oleh pemerintah, swasta, organisasi sosial, dan pihak-pihak lain yang terkait.Sebagai bentuk komitmen pemerintah RI, Presiden Abdurrahman Wahidpada tanggal 19 Desember 2000 mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres)No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam PembangunanNasional. Tindak lanjut Inpres tersebut adalah penerbitan Surat EdaranMenteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 26 Juni 2001 No. 050/1232/SJ tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam PembangunanNasional. Untuk mendorong, mengefektifkan, dan mengoptimalkan pelaksanaanpengarusutamaan gender secara terpadu dan koordinatif, Surat Edarantersebut disempurnakan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal29 Desember 2003 No. 132 Tahun 2003 tentang Pedoman UmumPelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan di Daerah,yang kemudian dikuatkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Genderdalam Pembangunan Daerah, yang implementasinya dikoordinasi olehBappeda Provinsi dan Kabupaten/Kota.

6Tim Penyusun, Hak Azasi Perempuan: Instrumen Hukum untukMewujudkan Keadilan. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), 8.

Page 7: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 397

Adapun tujuan pengarusutamaan gender (selanjutnya disingkat PUG)sebagaimana tercantum dalam lampiran Inpres No. 9 Tahun 2000 adalahterselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, danevaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektifgender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, danbernegara.7 Implementasi PUG dapat membantu upaya identifikasikesenjangan gender yang merupakan sumber permasalahan gender.Dengan demikian, tujuan akhir PUG adalah mempersempit atau bahkanmeniadakan kesenjangan gender dalam seluruh aspek pembangunan.8

Implementasi Inpres No. 9/2000 di Indonesia telah membuahkan hasilantara lain: Pertama, meningkatnya program pembangunan di berbagaisektor; Kedua, meningkatnya anggaran responsif gender melaluiKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Ketiga,meningkatnya dukungan anggaran lintas sektoral untuk kesetaraan gender;Keempat, menguatnya kelompok-kelompok penggerak dalam koordinasipelaksanaan PUG; Kelima, lahirnya sejumlah undang-undang yangmemberikan perlindungan pada perempuan dan anak untuk menghapusdiskriminasi gender.9

Kebijakan Pengarusutamaan Gender Bidang PendidikanDalam konteks pendidikan, PBB telah menyelenggarakan PertemuanMillenium di New York pada September 2000. Pertemuan yang dihadiri189 negara anggota PBB tersebut menyepakati ’Delapan TujuanPembangunan Millenium’ atau Millenium Development Goals (MDGs)yang salah satu hasilnya adalah pencanangan ’Pendidikan untuk Semua’atau Education for All (EFA) pada Konferensi Internasional di Dakkar,yaitu: (1) memberlakukan pendidikan dasar yang universal, memastikanbahwa anak laki-laki dan perempuan dapat menyelesaikan pendidikandasar (pada poin 2); dan (2) mengembangkan kesetaraan dan

7Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2000tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional (Jakarta:Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2002), 53.

8Ibid., 3.9Mufidah Ch, Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi

Sosial (Malang: UIN Maliki Press, 2009), 107-108.

Page 8: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

398 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

pemberdayaan perempuan, menghilangkan perbedaan gender di tingkatpendidikan dasar, menengah, serta di semua tingkatan (pada poin 3).10

Implementasi PUG dalam pendidikan nasional dikuatkan oleh PeraturanMenteri Pendidikan Nasional No. 84 Tahun 2008 tentang PedomanPelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. Regulasi inimenjadi landasan PUG bidang pendidikan, termasuk pada lembagapendidikan Islam, baik negeri maupun swasta, dan pada semua satuanpendidikan mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga jenjangPerguruan Tinggi.

Respon progresif Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas)terhadap PUG juga tampak dalam enam Renstra Kemendiknas Tahun2010–2014 yang secara eksplisit memuat kesetaraan gender, yaitu:Pertama, perluasan dan pemerataan akses Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD) bermutu dan berkesetaraan gender; Kedua, perluasan danpemerataan akses pendidikan dasar universal bermutu dan berkesetaraangender; Ketiga, perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengahbermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhanmasyarakat; Keempat, perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggibermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender, dan relevandengan kebutuhan bangsa dan negara; Kelima, perluasan dan pemerataanakses pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan genderdan relevan dengan kebutuhan masyarakat; Keenam, penguatan tatakelola, sistem pengendalian manajemen, dan sistem pengawasan intern.11

Selanjutnya, Kemendiknas memiliki sejumlah model implementasi PUGbidang pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota, antara lain di KabupatenKebumen, Jawa Tengah. Permendiknas No. 84 Tahun 2008 cukup efektifdalam mendorong terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender bidangpendidikan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap efektivitasimplementasi Permendiknas tersebut adalah adanya komitmen politik daripolicy maker, berfungsinya kelompok kerja PUG dan gender focal pointdi unit kerja maupun satuan pendidikan, adanya sensitivitas gender

10Tim Penyusun, Panduan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan:Buku II Kebijakan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan (Malang:Indonesia Australia Partnership In Basic Education, 2007), 1

11"Rencana Strategis Diknas 2010–2014,” http/www.diknas.go.id, diakses 5April 2011.

Page 9: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 399

stakeholder pendidikan, tersedianya sistem dan informasi data terpilahmenurut jenis kelamin, adanya dukungan anggaran untuk pelaksanaanPUG pendidikan, serta adanya bimbingan teknis PUG pendidikan daripemerintah tingkat Provinsi.12

PENDIDIKAN ISLAM BERPERSPEKTIF GENDERSalah satu hak dasar individu baik laki-laki maupun perempuan adalahmendapatkan pendidikan yang setara. Pendidikan menjadi sangat pentingkarena dengan pendidikanlah manusia dapat berpengetahuan,bermartabat, dan pada akhirnya mencapai hidup sejahtera di tengah-tengah masyarakat. Konsep pendidikan dalam Islam dikaitkan dengan istilahtarbi>yah, ta‘li>m, dan ta’di>b. Ketiganya memiliki makna mendalam yangmenyangkut manusia, masyarakat, dan lingkungan dalam hubungannyadengan Tuhan. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagaisuatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,pemindahan pengetahuan, dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan denganfungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.13

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua warga negarabisa mengakses pendidikan yang layak. Masalah bias gender di kalanganmasyarakat ternyata menjadi salah satu penyebab beberapa anak bangsatidak mendapatkan hak pendidikan. Padahal ajaran Islam menyebutkanbahwa tidak ada perlakuan diskriminatif bagi setiap individu baik laki-lakimaupun perempuan di muka bumi ini yang didasarkan pada perbedaanjenis kelamin, status sosial, ataupun ras. Semua manusia memilikikedudukan yang sama di sisi Allah. Allah membedakan kedudukan manusiadi sisi-Nya berdasarkan kualitas ketakwaannya.14

Pendidikan Islam berperspektif gender hadir untuk memberikan danmenjamin terpenuhinya hak pendidikan yang sama bagi laki-laki danperempuan. Ia merupakan proses transformasi pengetahuan dan nilai-nilai

12Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, “Efektifitas Regulasi Permendiknas No. 84Tahun 2008 tentang Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan (Studi Kasusdi Kab. Kebumen)”, Yustisia, 78, (Surakarta, September-Desember, 2009), 43.

13Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam(Bandung: Al-Ma’arif, 1979), 6.

14Tim Penyusun, Membangun Relasi Setara antara Perempuan dan Laki-laki Melalui Pendidikan Islam (Jakarta: Direktoral Jenderal PendidikanKementerian Agama-Australia Indonesia Partnership, 2010), 33–34

Page 10: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

400 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

15Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PTRemaja Rosdakarya, 2005), 46.

16Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam(Bandung: Al-Ma’arif, 1979), 7.

Islam berlandaskan al-Qur’an dan Hadis Nabi untuk mengantarkanterbentuknya kepribadian Islami dengan mempertimbangkan perbedaankebutuhan, pengalaman, dan pengetahuan laki-laki dan perempuan akibatkonstruksi sosial lingkungannya, menuju pendidikan berkesetaraan genderagar keduanya memperoleh manfaat yang sama dari hasil pendidikandalam mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan Pendidikan Islam Berperspektif GenderTujuan pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup Muslim, yaitumenciptakan pribadi-pribadi bertakwa yang dapat mencapai kebahagiaanhidup di dunia dan akhirat. Idealisme ini seringkali disebut sebagai tujuanakhir pendidikan Islam. Pendidikan Islam diharapkan mampu merealisasikantujuan hidup manusia sebagaimana digariskan dalam ajaran Islam, yaituberibadah kepada Allah.15 Tujuan mulia pendidikan Islam tersebut samasekali bebas dari bias gender akibat perbedaan jenis kelamin. Sayangnya,implementasi ajaran Islam yang sebenarnya tidak mendiskriminasipendidikan bagi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-harimasih patut dipertanyakan. Adapun tujuan khusus pendidikan Islamresponsif gender dirumuskan secara spesifik berupa harapan-harapan yangingin dicapai dalam proses pendidikan. Hasil pendidikan tersebut selanjutnyadinilai berdasarkan capaian terhadap indikator yang telah dirumuskansebelumnya dengan mempertimbangkan kesetaraan gender pada akses,partisipasi, kontrol atas sumber daya pendidikan Islam, dan manfaat darihasil pendidikan Islam.

Dasar-Dasar Pendidikan Islam Berperspektif GenderKonsep pendidikan Islam secara umum bersumber dari al-Qur’an danal-Sunnah, nilai-nilai sosial kemasyarakatan, dan wawasan pemikiranIslam.16 Dengan demikian pendidikan Islam berperspektif genderdiimplementasikan berdasarkan pada: Pertama, ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah yang meliputi penghargaan Islam terhadap akal, keutamaan dankewajiban menuntut ilmu, serta nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender;

Page 11: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 401

Kedua, nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang selaras atau tidakbertentangan dengan ajaran Islam atas dasar manfaat, dan menghindarikendala-kendala yang dihadapi oleh laki-laki maupun perempuan, sehinggakedua jenis kelamin sama-sama memperoleh hasil belajar yang baik;Ketiga, warisan pemikiran Islam yang berpotensi mendorong terwujudnyakesetaraan gender sebagai bahan pengembangan pendidikan Islam yangbermuara pada prinsip dasar Islam sebagai agama yang ramah terhadapperbedaan gender dan perbedaan-perbedaan lainnya.

Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam Berperspektif GenderPrinsip-prinsip pendidikan Islam menurut Hasan Langulung pada dasarnyatidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip pendidikan pada umumnya, antaralain: Pertama, pendidikan berusaha menumbuhkembangkan seluruh potensiindividu dalam mempersiapkan kehidupan yang mulia di tengah-tengahmasyarakat; Kedua, pendidikan merupakan proses dinamis danberkesinambungan yang meliputi semua aspek kehidupan secara individumaupun kolektif di masyarakat; Ketiga, pendidikan dalam pengertianmenyeluruh bertemu dan berjalin dengan konsep-konsep dan prosesbelajar, pertumbuhan, interaksi, penyerapan pengalaman, adaptasi, kondisipsikologis, dan perubahan sosial yang dapat mengubah tingkah lakuindividu dan kehidupan masyarakat; Keempat, pendidikan mengantarkanmanusia menuju keutuhan dan kesempurnaan secara berproses dalamsemua aspek (intelektual, spiritual, emosional, dan sosial) untuk kehidupandunia dan akhirat.17

Menurut Mursi,18 pendidikan Islam harus memenuhi beberapa prinsip,antara lain: Pertama, menyeluruh, yaitu meliputi segala aspek kehidupanmanusia baik jasmani maupun rohani; Kedua, berfokus padakeseimbangan dunia dan akhirat; Ketiga, bersifat teoritis dan praktis;Keempat, bersifat personal dan sosial; Kelima, tidak menyalahi fitrahnyasebagai makhluk yang baik.

17Hasan Langgulung, Azas-azas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), 60–62.

18Anonim, “Prinsip-prinsip Pendidikan Islam,” http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan. (Diakses, 28 April 2011).

Page 12: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

402 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

19Tim Penyusun, Membangun Relasi Setara, 35–36.

Uraian di atas, ada lima prinsip utama pendidikan Islam berperspektifgender, yaitu prinsip integrasi, keseimbangan, persamaan, pendidikan seumurhidup, dan idealisme.19 Lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Prinsip integrasi; Pendidikan Islam senantiasa mengembangkan segalapotensi dan bakat manusia tanpa dibatasi oleh jenis kelamin. Potensimanusia bervariasi dan berjenjang, namun Islam tidak mengindikasikansedikit pun bahwa keunggulan potensi ditentukan oleh jenis kelamin.Prinsip keseimbangan; Pendidikan Islam mengambil jalan tengah antarakepentingan hidup dunia dan akhirat, kebutuhan jasmani dan rohani, materiildan spiritual, dan antara kebutuhan gender (praktis maupun strategis) laki-laki dan perempuan yang merupakan modal untuk memahami makna dantujuan hidup berkeseimbangan sebagaimana prinsip Islam itu sendiri.Prinsip persamaan; Al-Qur’an surat al-H{ujura>t, 49:13 menegaskan bahwamanusia pada dasarnya memiliki kesamaan derajat di hadapan Allah dalammemperoleh hak-hak dasar dan tanggung jawabnya sebagai manusia tanpamembedakan suku, etnis, dan jenis kelamin. Prinsip pendidikan seumurhidup; Pendidikan yang ditanamkan kepada manusia dalam konsep Islamtanpa batas usia. Oleh sebab itu, Islam mendorong setiap manusia, laki-laki maupun perempuan, untuk terus belajar sepanjang usia. Pembatasanusia belajar yang dialamatkan kepada jenis kelamin tertentu sesungguhnyabertentangan dengan prinsip pendidikan Islam ini. Prinsip idealism;Pendidikan Islam mengantarkan manusia untuk mencapai nilai-nilai Islamyang ideal yakni insan paripurna yang memiliki moral tauhid. PendidikanIslam tidak sekedar mengantarkan manusia untuk menjalani proses belajarsesuai dengan target-target penguasaan materi yang bersifat formalistikdan mekanik, tetapi lebih pada pembentukan kepribadian melaluiketeladanan dan perlakuan baik tanpa diskriminasi gender, sebabkepribadian paripurna tidak ditentukan oleh jenis kelamin, melainkan olehikhtiar setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan.

Metode Pendidikan Islam Berperspektif GenderDalam beberapa literatur, metode yang digunakan dalam pendidikan Islammeliputi: Pertama, metode rasional (manhaj ‘aqli>); Kedua, metode intuitif

Page 13: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 403

(manhaj dhawqi>); Ketiga, metode dialogis (manhaj jadali>); Keempat,metode komparatif (manhaj muqa>rani >); dan Kelima, metode kritik(manhaj naqdi >).20

Penggunaan metode rasional (manhaj ‘aqli>) dalam pendidikan Islamberlandaskan pada keyakinan bahwa umat Muslim dituntut berpikirrasional, yaitu mendayagunakan akal secara maksimal untuk memahamikebenaran al-Qur’an dan al-Sunnah dengan baik. Dalam perspektif gender,metode rasional (manhaj ‘aqli>) digunakan untuk memahami Islam sebagaiagama yang ramah terhadap laki-laki maupun perempuan, menjujunjungtinggi martabat manusia bukan atas dasar jenis kelamin, melainkan atasdasar ketakwaan. Metode ini juga digunakan untuk menganalisis realitaskesenjangan gender yang terjadi akibat kurangnya pemahaman nilai-nilaiuniversal Islam sesuai dengan kemampuan nalar. Apabila nilai-nilaiuniversal tersebut dapat dipahami dengan baik, setiap anak laki-laki danperempuan akan mampu belajar secara kompetitif dan kooperatif agarbisa mandiri dan bertanggung jawab.

Metode intuitif (manhaj dhawqi>) sangat mungkin digunakan karenasetiap manusia memiliki kecakapan (meski cukup beragam) untukmemperoleh pengetahuan. Di kalangan filosof Muslim, misalnya, intuisidigunakan untuk mendukung kinerja filsafat yang mereka tekuni.21 Dalamkonteks pendidikan Islam berperspektif gender, metode ini dapatmembangun sensitivitas gender seseorang sebab pengetahuan tentanggender dalam perspektif Islam belum cukup menjamin seseorang memilikikeajegan (ke-istiqa>mah-an) dalam memegang komitmen kesetaraan dankeadilan gender. Melalui metode intuitif seseorang mampu menguak tabirmisteri dan menjawab pertanyaan mendasar, antara lain: Mengapa laki-lakidan perempuan dalam hal status, peran, dan tanggung jawab masihdibedakan?; Mengapa kesenjangan dan diskriminasi gender sering terjadidalam kehidupan?; Ketiga, Mengapa kesetaraan gender penting dalammewujudkan kehidupan yang harmonis? Pertanyaan-pertanyaan kritis di

20Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam: Dari Metode RasionalHingga Metode Kritik (Jakarta: Erlangga, 2005), 270–350.

21Irfan Achmad Khan, “Elemen-Elemen Empiris, Intuitif, dan RasionalTerjalin dalam Pengetahuan Kita: The Islamic Method” dalam MuhammadMuqim (ed.), Research Methodology in Islamic Perspective (New Delhi:Institute of Objective Studies, 1994), 68.

Page 14: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

404 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

atas dapat dijawab melalui metode intuitif seperti tafakur, kontemplasi,introspeksi, dan sejenisnya agar sensitivitas gender seseorang semakinterasah.

Sementara itu, metode dialogis (manhaj jadali>), yaitu upaya menggalipengetahuan pendidikan Islam melalui proses tanya jawab, dapatmenumbuhkan sikap keterbukaan: saling memberi dan menerima. Metodedialogis dalam pendidikan Islam diharapkan mampu menjembatanikesenjangan perspektif, keyakinan, dan perbedaan pengalaman antara laki-laki dan perempuan akibat konstruksi sosial masyarakat. Dengan metodeini pula, laki-laki dan perempuan dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengansaling memahami, menghargai, dan bekerjasama untuk kebaikanberdasarkan nilai-nilai Islam yang sebenarnya menghargai hak-hak dasarmanusia baik laki-laki maupun perempuan sebagai makhluk bermartabat.

Metode komparatif (manhaj muqa >rani>) dapat digunakan untukmembandingkan konsep dan penerapan pendidikan Islam denganpendidikan (model) lain. Komparasi yang meliputi dasar, tujuan, metode,dan materi pendidikan ini diharapkan dapat menghasilkan inovasipengetahuan keislaman dan memunculkan ide-ide progresif pendidikanIslam yang sejalan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sertakemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks pendidikanIslam yang berkesetaraan gender metode komparatif digunakan untukmembandingkan konsep dan implementasi pendidikan Islam yang netralgender, bias gender, dan responsif gender. Perbandingan ini diharapkandapat mendorong perubahan pada pendidikan yang masih netral genderdan bias gender menuju pendidikan responsif gender.

Sedangkan metode kritik (manhaj naqdi>) dimaksudkan sebagai usahamenggali pengetahuan tentang pendidikan Islam dengan cara mengoreksikelemahan-kelemahan konsep dan implementasi pendidikan Islam yangtelah lalu dan yang sedang berlangsung, kemudian menawarkan solusialternatifnya. Kritik berperan penting dalam mewujudkan dinamika ilmupengetahuan, juga menjadi motif utama dalam semangat gerakanintelektual dalam pengembangan pendidikan Islam. Pada dasarnya konseppendidikan Islam yang bersumber dari nilai-nilai al-Qur’an dan al-Sunnahtidak mengindikasikan diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu, namunditemukan sejumlah penerapan pendidikan Islam yang bias gender akibat

Page 15: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 405

penafsiran teks yang cenderung ahistoris, penggunaan metode penafsiranyang kurang tepat, dan infiltrasi budaya patriarkhi. Akibatnya, akses danpartisipasi perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Metode kritikdigunakan untuk menelaah kembali penyebab kesenjangan gender padapendidikan Islam dan menemukan solusi yang tepat dalam perspektif Islamagar laki-laki maupun perempuan, menjadi sebaik-baik umat.

Pentingnya Pendidikan Islam Berperspektif GenderPendidikan Islam berkesetaraan gender menjadi bagian dari inovasipemikiran Islam tentang pendidikan yang memuat berbagai manfaat bagigenerasi ke depan dalam membangun kehidupan umat yang lebih harmonis,antara lain untuk: pertama, mengatasi masalah kesenjangan gender dalampendidikan Islam di masyarakat sebagai dampak konstruksi sosial yangcenderung masih bias gender; kedua, menghilangkan diskriminasi dalamperencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pendidikan; ketiga,membangun kesadaran gender terhadap pelaku pendidikan, manajemen,pembelajaran, dan budaya pendidikan yang ramah gender; keempat,mewujudkan masyarakat yang egaliter, menghormati hak-hak dasarmanusia dan menciptakan relasi harmonis dalam kehidupan berlandaskannilai-nilai Islam.

SUDAHKAH KESETARAAN GENDER MENJADI ARUSUTAMA PENDIDIKAN ISLAM?Kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan Islam merupakan konsepbesar yang bersifat universal. Upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilangender tersebut membutuhkan strategi implementasi khususnya padalingkup pendidikan Islam melalui PUG bidang pendidikan Islam. PUGbidang pendidikan Islam adalah suatu pendekatan untuk mengembangkankebijakan pembangunan yang mengintegrasikan pengalaman dan masalahperempuan dan laki-laki dalam proses perencanaan, pelaksanaan,pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pendidikan Islam di tingkatnasional, daerah, dan setiap satuan pendidikan Islam guna mencapaikesetaraan dan keadilan gender.

Page 16: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

406 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

Integrasi kesetaraan gender dalam bidang pendidikan Islam dapatdilakukan melalui: pertama, kebijakan PUG bidang pendidikan Islam; kedua,manajemen dan budaya di tingkat satuan pendidikan Islam; ketiga,kurikulum dan pembelajaran pendidikan Islam di dalam kelas; keempat,peran serta masyarakat dan komite madrasah; kelima, sinergi pendidikanIslam dengan pendidikan di bawah naungan Kemendiknas.

Implementasi PUG bidang pendidikan Islam sangat ditentukan olehkebijakan PUG yang mengacu pada terpenuhinya unsur-unsur atau yanglazim disebut komponen kunci22 sebagai berikut:

Komitmen PolitikKesepakatan di tingkat pengambil kebijakan baik eksekutif maupunlegislatif menjadi modal awal untuk bersama-sama melaksanakan InpresNo. 9 Tahun 2000 tentang PUG. Komitmen politik ini penting karenamenyangkut persoalan penyusunan rencana strategis, khususnya peraturanyang menyangkut pendidikan dan penganggaran pendidikan Islam responsifgender. Landasan yuridis untuk melaksanakan PUG bidang pendidikanIslam belum ditetapkan melalui Peraturan Menteri (Agama) sebagaimanayang telah dilakukan oleh Kemendiknas sehingga kerangka kebijakanbelum mampu mengatur pelaksanaan PUG di bidang pendidikan Islam.Renstra yang disusun di bidang pendidikan Islam juga belum memberikanporsi khusus sebagai upaya akselerasi PUG bidang pendidikan Islam melaluiKemenag.

Komitmen politik ini juga terkait dengan mindset pengambil keputusan(decision maker) yang berpengaruh pada political will. Jika parapengambil kebijakan memiliki sensitivitas gender, kebijakan yang dikeluarkanjuga akan responsif gender. Pun demikian sebaliknya: kurangnya sensitivitasgender dapat memicu dan memantik munculnya kebijakan bias gendersehingga mengabaikan dan membiarkan ada/tidak adanya kesenjangangender yang terjadi atau memandang gender bukan sebagai masalahstruktural maupun kultural.

22Panduan Pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang PengarusutamaanGender dalam Pembangunan Nasional, 2002.

Page 17: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 407

Kelembagaan/StrukturKepmendagri No. 15/2008 yang menghendaki agar setiap Satuan Kerjamembentuk Pokja (kelompok kerja) PUG tingkat nasional dan daerahternyata tidak berlaku efektif. Walaupun Pokja PUG di tingkat KemenagRI dan Kanwil Kemenag telah dibentuk, keduanya belum berjalan secaraefektif. Program kegiatan yang tercantum dalam Renstra Kemenag untukmendukung kesetaraan gender hanya terdapat dalam sub kegiatan. Upayamengintegrasikan kesetaraan gender dalam berbagai kegiatan yangmemungkinkan juga belum memiliki perangkat yang memadai. PUGsekadar dimasukkan dalam kluster penelitian dan pertimbangan penentuanpenerima bantuan dana penelitian dan pengabdian masyarakat padaDirektorat Pendidikan Tinggi Islam. Apalagi, karena kebijakan ini hanyadijamin secara personal atau kelompok, bukan melalui peraturan institusionalyang mengikat, perubahan kebijakan dapat terjadi sewaktu-waktu.

Sumber DayaTersedianya SDM yang memiliki komitmen tinggi dan sensitifitas gendermerupakan kunci keberhasilan PUG. SDM merupakan unsur pentingsebagai motivator, fasilitator, dan negosiator yang menggerakkan PUGbidang pendidikan yang disebut dengan gender focal point (GFP).23 Dalamdunia pendidikan Islam, pejabat pengambil kebijakan, pimpinan lembaga/yayasan pendidikan Islam, kepala madrasah, guru, dan pengasuh sangatmenentukan perubahan kondisi pendidikan Islam yang masih memilikiproblem ketimpangan gender baik dalam ranah kebijakan, manajemen, maupunpembelajaran.

Sejumlah kasus kesenjangan gender di lembaga pendidikan Islamsangat sulit untuk dibongkar kecuali dengan keterlibatan GFP sebagaipelaku kunci dalam melakukan perubahan dan berada pada posisi terdepan.Harapan ini bukan hal yang mustahil. Hasil penelitian di Pesantren SalafiyahSyafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur menunjukkan bahwaimplementasi PUG dapat berhasil baik karena adanya dukungan dan peran

23Aparatur yang memiliki kemampuan untuk melaksanakanpengarusutamaan gender pada SKPD. Lihat: Permendagri No. 15/2008. Bisa jugaindividu-individu stakeholder yang memiliki tanggung jawab terhadapkesetaraan gender.

Page 18: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

408 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

GFP, khususnya SDM perempuan berkualitas, yang memiliki sensitivitasdan responsibilitas gender.24

Sistem Informasi dan DataIstilah gender masih dianggap asing, tabu, bahkan berbahaya. Konsep genderrelatif masih belum dipahami dengan baik oleh masyarakat tidak terkecualimasyarakat dalam lingkup lembaga pendidikan Islam. Implementasi PUGmemerlukan adanya sistem informasi yang memuat data terpilah laki-lakidan perempuan. Informasi dan data ini bermanfaat untuk menemukenalikesenjangan gender di lembaga pendidikan Islam sebagai pembukawawasan. Data gender dapat berbentuk kuantitatif dan kualitatif.Keduanya sangat penting sebagai entri point kebijakan, manajemen,kurikulum, dan implementasi pembelajaran di dalam kelas. Validitas datakuantitatif maupun kualitatif yang tersedia akan menentukan ketepatandan akselerasi implementasi PUG. Dalam realitasnya, data EMIS yangtersedia di Kemenag belum digunakan secara maksimal untuk mendukungkebijakan responsif gender pada pendidikan Islam. Sejumlah temuan hasilpenelitian tentang kesenjangan gender bidang pendidikan Islam juga tidakdimanfaatkan untuk mengubah kondisi yang ada.

Alat Analisis dan Gender Analysis SkillMetode yang diperlukan untuk membantu implementasi PUG bidangpendidikan Islam mencakup gender analysis pathway (GAP) danproblem-based approach (PROBA) berdasarkan data kualitatif maupunkuantitatif tentang pendidikan Islam dan data terpilah berdasarkan jenis kelamin.Adapun gender analysis skill merupakan keterampilan dalammenggunakan alat analisis PUG sebagai strategi menuju kesetaraan genderbidang pendidikan Islam. Keterampilan dalam menganalisis kesenjangangender ini ditopang pula oleh sensitivitas gender SDM. Alat analisis genderuntuk menemuken kesenjangan gender yang terjadi pada kebijakan,manajemen, dan pembelajaran pendidikan Islam belum digunakan secaramaksimal. Ketersediaan SDM yang memiliki keterampilan analisis gender

24Mufidah Ch, Gender di Pesantren Salaf, Why Not?Menelusuri JejakKonstruksi Sosial Pengarusutamaan Gender di Kalangan Elit Santri (Malang:UIN Maliki Malang Pr

Page 19: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 409

di perguruan tinggi Islam seperti PSW/PSG sebenarnya bisa memberikankontribusi dalam bentuk penelitian dan kajian-kajian, namun Kemenag belummemaksimalkan peran perguruan tinggi Islam untuk mendukung implementasiPUG ini.

Alat dan Sistem Monitoring dan EvaluasiSalah satu unsur dalam implementasi PUG adalah sistem evaluasi.Pengukuran tingkat keberhasilan pelaksanaan PUG bidang pendidikan Islamdapat dilakukan secara integratif dengan instrumen penilaian yang tersedia.Bentuk evaluasi penerapan PUG bidang pendidikan ini antara lain:pertama, impact study dengan menghadirkan GFP atau stakeholdersPUG bidang pendidikan Islam untuk mengidentifikasi dan menganalisisindikator capaian PUG melalui focused group discussion (FGD)implementasi PUG bidang pendidikan Islam; kedua, melihat perubahanyang terjadi melalui bukti-bukti fisik seperti adanya Renstra Kemenag,program kegiatan, Renstra satuan pendidikan Islam (madrasah), strukturorganisasi madrasah, kurikulum tingkat madrasah, rencana pelaksanaanpembelajaran (RPP), karya tulis perspektif gender, dan penggunaan mediaKIE; ketiga, perubahan komposisi siswa maupun siswi dari aspek jumlah,partisipasi dalam kegiatan madrasah, komposisi guru laki-laki danperempuan dari aspek jenjang karier, partisipasi dalam pengambilankeputusan, dan sebagainya; keempat, survei/penelitian yang dilakukandengan menghadiri kegiatan-kegiatan rutin dimana PUG bidang pendidikanIslam telah diterapkan. Terkait dengan data, alat analisis, dan genderanalysis skill, sejumlah alat dan sistem monitoring/evaluasi sebagaimanauraian dimaksud ternyata belum dapat diterapkan sebagai bagian dari sistemevaluasi kebijakan, manajemen, dan pembelajaran pendidikan Islamresponsif gender.

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)Upaya menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan instansi dan lembagapemerintah di tingkat pusat dan daerah dalam mengimplementasikan PUGbidang pendidikan Islam antara lain melalui KIE. Bentuk-bentuk KIE yangdipandang efektif untuk implementasi PUG bidang pendidikan Islam antaralain: pertama, forum ilmiah seperti seminar, workshop, pelatihan, studi

Page 20: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

410 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

banding, dan sebagainya; kedua, forum yang dilengkapi dengan mediaKIE, misalnya sosialisasi kesetaraan gender dalam pertemuan-pertemuanstakeholder pendidikan Islam dalam Kelompok Kerja Madrasah (KKM),Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Guru(KKG), Komite Madrasah, Paguyuban Kelas, dan sejenisnya; ketiga,media cetak seperti publikasi karya ilmiah atau hasil penelitian, buletin,buku saku, leaflet, buklet, komik, koran, stiker, dan media sejenis yangmemuat pesan-pesan kesetaraan gender; keempat, benda-benda yangmemuat pesan kesetaraan gender dan pendidikan Islam dalam bentuktulisan, jargon, maupun simbol-simbol yang mudah dilihat, dipahami, danmengesankan, seperti hiasan dinding, pajangan, vas bunga, lukisan, gambar,poster; kelima, pesan-pesan kesetaraan gender dan pendidikan Islam yangditempatkan pada benda-benda yang biasa disentuh dan digunakan setiaphari seperti tempat HP, kipas, gantungan kunci, pembatas buku, cangkir,alat-alat tulis; Keenam, audio atau audio-visual seperti film pendidikanIslam berwawasan gender dalam bentuk CD, kaset, atau sejenisnya;ketujuh, dialog/perbincangan, maupun iklan layanan masyarakat yangbertema kesetaraan gender dalam pendidikan Islam melalui radio dantelevisi; kedelapan, permainan out-bond/in-bond, simulasi, drama,nyanyian, kasidah, dan kegiatan lain yang sejenis.

Dari sejumah alternatif media KIE tersebut, sebagian telah disediakanoleh beberapa lembaga/organisasi/project yang mewajibkan genderterintegrasi dalam kegiatan. Namun demikian, secara spesifik Kemenagbelum menjadikan isu kesetaraan gender sebagai gerakan masif untukmendukung akselerasi kesetaraan gender di bidang pendidikan Islamsebagaimana yang dilakukan oleh Kemendiknas.

Dukungan MasyarakatPUG tidak dapat dilaksanakan tanpa dukungan masyarakat. Dalamkonteks ini sebagai subyek yang aktif sekaligus menjadi bagian dari sistemPUG bidang pendidikan Islam. Perubahan sistemik akan terwujud dengankehadiran dan peran masyarakat dalam melakukan upaya-upaya secarasinergis dengan berbagai unsur masyarakat yang ada. Implementasi PUGbidang pendidikan Islam bukan berarti bersifat eksklusif melainkan inklusif,sebab pendidikan Islam merupakan salah satu instrumen strategis untuk

Page 21: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 411

mengubah bias gender menjadi responsif gender, untuk mewujudkanmasyarakat yang berkesetaraan dan keadilan gender. Sinergitas lembaga-lembaga pendidikan Islam dengan berbagai pihak menjadi kunci keberhasilanPUG bidang pendidikan Islam. Strategi memotivasi masyarakat agar proaktifadalah melalui peran tokoh agama, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnyasebagai GFP. Sosialisasi PUG bidang pendidikan Islam di tengah-tengahmasyarakat juga memerlukan dukungan media KIE yang sesuai.

Hingga kini, masih ditemui sejumlah kendala yang menghambatpartisipasi masyarakat dalam mendukung implementasi PUG yangdisebabkan oleh: pertama, pro-kontra terhadap gender sebagai istilahkonseptual, di mana istilah “gender” masih dicurigai dan distigma negatif;kedua, budaya patriarkhi yang menjadikan laki-laki lebih unggul; ketiga,penafsiran agama yang bias gender; keempat, landasan yuridis dantersedianya strategi pelaksanaannya belum menjamin para pengambilkebijakan memiliki sensitivitas gender dan political will terhadapimplementasi PUG itu sendiri.

PENUTUPNegara telah memiliki landasan yuridis untuk melaksanakan PUG dalampembangunan melalui Inpres No. 9/2000 yang berfungsi sebagai dukunganpelaksanaan “pendidikan untuk semua” yang menjadi komitmeninternasional. Meskipun demikian, implementasi PUG di bidang pendidikanIslam masih belum memenuhi harapan. Hal ini disebabkan oleh: pertama,komitmen dan political will terhadap isu-isu gender bidang pendidikanIslam masih rendah, sehingga implementasi PUG dalam bentuk kebijakan,manajemen, dan pembelajaran bidang pendidikan Islam belum maksimal;kedua, sejumlah data kesenjangan gender belum ditindaklanjuti melaluianalisis gender; ketiga, SDM yang memiliki wawasan gender dalamperspektif Islam masih minim sehingga belum banyak SDM yang memilikiketerampilan analisis gender; keempat, minimnya media KIE yangberdampak pada rendahnya dukungan masyarakat terhadap PUG bidangpendidikan Islam; Kelima, belum tersedianya alokasi anggaran secarakhusus (gender budget) hingga tingkat satuan pendidikan.

Dilihat dari respon dalam bentuk kebijakan di tingkat kementerian,Kemendiknas dalam hal ini lebih progresif jika dibandingkan dengan

Page 22: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

412 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

Kemenag dalam menindaklanjuti Inpres No. 9/2000 dan Permendagri No.15/2008. Kemendiknas telah melakukan langkah-langkah kongkrit dalambentuk: pertama, mengeluarkan Permendiknas No. 84 tahun 2008 TentangPedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan;kedua, memiliki Renstra tahun 2010–2014 yang secara eksplisitmencantumkan “kesetaraan gender”; ketiga, memiliki Pokja PUG bidangpendidikan tingkat nasional, provinsi, dan sebagian di tingkat kabupaten/kota. Ketiga langkah strategis tersebut ternyata belum dilakukan olehKemenag.

Para pengambil kebijakan bidang pendidikan Islam perlu merevitalisasipendidikan Islam sebagai entry point pengembangan epistemologipendidikan Islam, khususnya dalam implementasi PUG. Langkah strategisini perlu dilakukan agar proses akselerasi dalam mewujudkan kesetaraandan keadilan gender bidang pendidikan Islam di semua level pendidikanmenjadi kenyataan. Revitalisasi yang dimaksud mencakup aspek kebijakanresponsif gender, misalnya pelatihan PUG bidang pendidikan bagistakeholder pendidikan Islam untuk semua jenjang pendidikan, sertapenyediaan anggaran responsif gender (gender budget). Kemudianditindaklanjuti oleh Kepala Madrasah melalui pembenahan manajemendan budaya ramah gender, kurikulum pendidikan Islam. Para guru jugamelakukan inovasi dalam pembelajaran di kelas, penyediaan buku ajar danmedia pembelajaran responsif gender.

DAFTAR RUJUKAN

Achmad Khan, Irfan. “Elemen-elemen Empiris, Intuitif, dan RasionalTerjalin dalam Pengetahuan Kita: The Islamic Method” dalamMuhammad Muqim (ed.). Research Methodology in IslamicPerspective. New Delhi: Institute of Objective Studies, 1994.

Andersen, Margaret L. Thinking about Women SociologicalPerspectives on Sex and Gender. New York: Macmillan PublishingCompany, 1988.

Page 23: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

Mufidah Ch, Strategi Implementasi 413

Dwi Astuti Nurhaeni, Ismi. “Efektifitas Regulasi Permendiknas No. 84Tahun 2008 tentang Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan(Studi Kasus di Kab. Kebumen).” Yustisia, Tahun 2009.

Hilary M, Lips. Sex & Gender: An Introduction. London: MayfieldPublishing Company, 1993.

Imam Tholkhah. “Kebijakan PUG dalam Penyelenggaraan PendidikanIslam.” Makalah disampaikan pada Temu Karya PengarusutamaanGender Bidang Pendidikan Islam, tidak dipublikasikan, Yogyakarta,2 Juni 2009.

Langgulung, Hasan. Azas-azas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988.

Langgulung, Hasan. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam.Bandung: Al-Ma’arif, 1979.

Mufidah Ch. “Hasil Evaluasi Implementasi PUG Bidang Pendidikan Islam.”Monev Pilot Project Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan Islamdi DI Yogyakarta, 5-6 Maret 2010, Program Kemitraan KementerianAgama dengan MCPM–AIBEP, 2010.

Mufidah Ch.Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi, danKonstruksi Sosial. Malang: UIN Maliki Press, 2009.

Mufidah Ch. Gender di Pesantren Salaf, Why Not? Menelusuri JejakKonstruksi Sosial Pengarusutamaan Gender di Kalangan ElitSantri. Malang: UIN Maliki Malang Press, 2010.

Panduan Pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang PengarusutamaanGender dalam Pembangunan Nasional.

Qomar, Mujamil. Epistimologi Pendidikan Islam: Dari MetodeRasional hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga, 2005.

Ruminiati. “Promosi Jabatan Kepala Sekolah Ditinjau dari PerspektifGender: Penelitian Multi Situs di Berbagai Sekolah Dasar SwastaBernuansa Agama dan Umum di Kota dan Kabupaten Malang JawaTimur.” Disertasi. Surabaya: PPS Universitas Airlangga, 2005.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2005.

Tim Penyusun. Hak Azasi Perempuan: Instrumen Hukum untukMewujudkan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.

Page 24: STRATEGI IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER

414 Al-Tahrir Vol.11, No. 2 November 2011

Tim Penyusun. Membangun Relasi Setara antara Perempuan dan Laki-laki Melalui Pendidikan Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal PendidikanKementerian Agama – Australia Indonesia Partnership, 2010.

Tim Penyusun. Panduan Pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2000tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2002.

Tim Penyusun. Panduan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan:Buku II Kebijakan Pengarusutamaan Gender BidangPendidikan. Malang: Indonesia – Australia Partnership in BasicEducation, 2007.