14
INFARK MIOKARD DENGAN ELEVASI SEGMEN ST DEFINISI Infark miokard dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya PATOFISIOLOGI Pada infark miokard dengan ST elevasi terjadi oklusi di arteri koroner yang mendadak akibat thrombus. Akibatnya daerah miokard yang didarahi oleh pembuluh tadi akan mengalami iskemia, sehingga menimbulkan nyeri dada dan perubahan EKG. Nekrosis kemudian akan terjadi mulai di daerah endokardial sampai ke permukaan epikardial. Proses ini jika berlangsung terus akan menimbulkan infark transmural. Percobaan pada binatang menunjukkan hubungan yang kuat antara lamanya oklusi dengan luasnya nekrosis. Kematian sel dimulai setelah 20 menit oklusi dan mencapai puncaknya setelah 6 jam. Proses ini dipengaruhi oleh oleh beberapa faktor seperti ada atau tidaknya reperfusi intermiten, kolateral dan iskemia prekondisioning.4 Mortalitas dan morbiditas tergantung pada luasnya daerah infark, sehingga semakin cepat pemulihan aliran darah arteri koroner maka diharapkan akan memperbaiki fungsi ventrikel kiri dan harapan hidup penderita. (1) Pada 15% pasien yang infark miokard dengan ST Elevasi yang dilakukan angiografi, ternyata menun- jukkan anatomi yang paten, diduga karena adanya fibrinolisis spontan. Prognosis pasien ini biasanya lebih baik dari pada kelompok yang terganggu aliran koronernya. (1) DIAGNOSIS Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan precordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim. Mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle. ANAMNESIS 1

stemi kv

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stemi

Citation preview

Page 1: stemi kv

INFARK MIOKARD DENGAN ELEVASI SEGMEN ST

DEFINISIInfark miokard dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)

merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya

PATOFISIOLOGIPada infark miokard dengan ST elevasi terjadi oklusi di arteri koroner yang mendadak

akibat thrombus. Akibatnya daerah miokard yang didarahi oleh pembuluh tadi akan mengalami iskemia, sehingga menimbulkan nyeri dada dan perubahan EKG. Nekrosis kemudian akan terjadi mulai di daerah endokardial sampai ke permukaan epikardial. Proses ini jika berlangsung terus akan menimbulkan infark transmural. Percobaan pada binatang menunjukkan hubungan yang kuat antara lamanya oklusi dengan luasnya nekrosis. Kematian sel dimulai setelah 20 menit oklusi dan mencapai puncaknya setelah 6 jam. Proses ini dipengaruhi oleh oleh beberapa faktor seperti ada atau tidaknya reperfusi intermiten, kolateral dan iskemia prekondisioning.4 Mortalitas dan morbiditas tergantung pada luasnya daerah infark, sehingga semakin cepat pemulihan aliran darah arteri koroner maka diharapkan akan memperbaiki fungsi ventrikel kiri dan harapan hidup penderita. (1)

Pada 15% pasien yang infark miokard dengan ST Elevasi yang dilakukan angiografi, ternyata menun- jukkan anatomi yang paten, diduga karena adanya fibrinolisis spontan. Prognosis pasien ini biasanya lebih baik dari pada kelompok yang terganggu aliran koronernya.(1)

DIAGNOSISDiagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang

khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan precordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim. Mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.

ANAMNESISNYERI DADA

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:

Lokasi : substernal, retrosternal, dan precordial. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti

ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggun/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan

lemas.

Diagnosis bandng nyeri dada STEMI antara lain pericarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada

1

Page 2: stemi kv

STEMI. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpat nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes mellitus dan usia lanjut.

PEMERIKSAAN FISIKSebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas

pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).

Tanda fisik lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur middiastolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suh sampai 38ºC dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

ELEKTROKARDIOGRAMSTEMI ST elevasi 2mm minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan

atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas, LBBB baru atau diduga baru; ada evolusi EKG Perubahan/evolusi EKG pada Injure Miokard

Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna, secara elektrik lebih bermuatan positif disbanding daerah yang tidak mengalami injuri dan pada EKG terdapat gambaran elevasi segmen ST pada sadapan yang berhadapan dengan lokasi injuri. Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi 1mm pada sadapan ekstremitas dan 2mm pada sadapan prekordial di dua atau lebih sadapanyang menghadap daerah anatomi jantung yang sama. Perubahan segmen ST, gelombang T dan kompleks QRS pada injuri dan infark mempunyai karakteristiktertentu sesuai waktu dan kejadian selama infark. Aneurisma ventrikel harus dipikirkan jika elevasi segmen ST menetap beberapa bulan setelah infark miokard.

Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan ekg

Lokasi Lead/SadapanAnterior V1-V4Anteroseptal V1-V3Anterior Ekstensif V1-V6Posterior V1-V2Lateral I, avL, V5-V6Inferior II, III, avFVentrikel Kanan V4R-V5R

LABORATORIUM1. Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada

2

Page 3: stemi kv

nekrosis jantung (infark miokard). CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

2. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu: Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak

dalam 4-8 jam. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark miokard,

mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL) biomarker jantung pada

laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai mempresentasikan 99th percentile kelompok control tanpa STEMI.Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leikositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/u1.

TATALAKSANA AWAL1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).

Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan

resusitasi. Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta

staf medis dokter dan perawat yang terlatih. Melakukan terapi perfusi.

2. Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

TATALAKSANA UMUM• Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

• Nitrogliserin (NTG)

3

Page 4: stemi kv

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru.

Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.• Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV.• Aspirin

Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.• Penyekat Beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

• Terapi ReperfusiReperfusi dini akan memeperpendek lama oklusi koroner, meminimlakan derajat

disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

TERAPI REPERFUSILangkah-langkah Penilaian dalam Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien STEMI:Langkah 1: Nilai waktu dan risiko Waktu sejak onset gejala Risiko STEMI Risiko fibrinolisis

4

Page 5: stemi kv

Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI yang mampu

Langkah 2: Tentukan apakah firinolisis atau strategi invasif lebih disukai. Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi invasive, tidak ada preferensi untuk strategi lain.

Fibinolisis umumnya lebih disukai jika: Presentasi awal <3 jam atau kurang dari onset gejala dan keterlambatan ke strategi invasive. Strategi invasive bukan merupakan pilihan. Laboratorium kateterisasi belum tersedia Kesulitan akses vascular. Tidak ada akses ke laboratorium PCI yang mampu. Terlambat untuk strategi invasive:- Transport jauh- (Door-to-balloon)-(Door-to-needle) time lebih dari 1 jam- Medical contact-to-balloon atau door-to-balloon time lebih dari 90 menit.

Strategi invasive umumnya lebih disukai jika: Laboratorium PCI yang mampu tersedia dengan backup surgical medical contact to balloon

atau door to ballon time <90 menit. (Door to ballon)-(Door to needle) time <1 jam. Risiko tinggi STEMI - Syok kardiogenik - Klas Killip lebih atau sama dengan 3 Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk meningkatnya risiko perdarahan dan perdarahan intracranial. Presentasi terlambat - Onset gejala > 3 jam yang lalu. Diagnosis STEMI tidak yakin.

PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI)Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului

fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam melakukan arteri koroner yang teroklusi dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.

REPERFUSI FARMAKOLOGISFibinolisis

Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door-to-needle time <30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non fibrin seperti streptokinase.

5

Page 6: stemi kv

Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat (culprit) digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) grading system: Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang terkena infark. Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapi

tanpa perfusi vascular distal. Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi

dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri normal. Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran

normal.

Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang.

Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relative kematian di rumah sakit sampai 50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapat terapi dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapat manfaat yang terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih sedang, terapi masih tetap bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat nampaknya masih ada samapi 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST masih tetap elevasi pada sadapan EKG yang belum menunjukkkan gelombang Q yang baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika perhatian pada masalah logistic seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau ada antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis dapat dimulai dibandingkan implementasi PCI.

tPA dan activator plasminogen spesifik fibrin lain seperti rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.

OBAT FIBRINOLITIKStreptokinase (SK)Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibody. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insiden perdarahan intracranial yang rendah, manfaat pertama diperlihatkanpada GISSI-1 trial.

Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase)GUSTO-1 trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA harganya lebih mahal daripada SK dan risiko perdarahan intracranial sedikit lebih tinggi.

Reteplase (Retevase)INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebvanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.

Tenekteplase (TNKase)

6

Page 7: stemi kv

Keuntungan mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). LAporan awal dari TIMI 10B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahanyang sama dibandingkan tPA.Indikasi Terapi Fibrinolitik:

Klas I1. Jika tidak ada kontraindikasi terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien STEMI dengan

onset gejala <12 jam dan elevasi ST>0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan ekstremitas.

2. Jika tidak ada kontaindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan LBBB baru atau diduga baru.

Klas II a1. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik

pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan EKG 12 sadapan konsisten dengan infark miokard posterior.

2. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang mengalami gejala iskemik yang terus berlanjaut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau sekurang-kurangnya 2 sandapan ekstremitas.

3. Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST >50% dalam 90 menit pemberian trombolitik. Trombolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG dating dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah percutaneous coronary intervention (PCI).

TATALAKSANA DI RUMAH SAKIT

ICCUAktivitas. Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.

Diet. Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat kalium, magnesium dan rendah natrium.

Bowels. Istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan nyeri sering mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod di amping tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringna secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).

Sedasi. Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.

TERAPI FARMAKOLOGIAntitrombotik

Penggunaan terapi antilatetlet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratories bahwa thrombosis mempunyai peran penting dalam pathogenesis.

7

Page 8: stemi kv

Tujuan primer pengobatan adalah untuk mementapkan dan memepertahankan potensi arteri kororner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi thrombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.

Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi thrombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting. Hasilnya menunjukkan penurunan kematian, reinfark atau revaskularisasi segera dan 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan stent.

Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah infractionated heparin. Pemberian UFHIV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis dan memantapkan serta mempertahankanpatensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasi adlah bolus 60U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infuse inisial 12U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali.

Antikoagulan alternative pada pasien STEMI adalah low molecular weight heparin (LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan tenekteplase dosis penuh memperbaiki mortalitas reinfark di Rumah Sakit dan iskemik refrakter di Rumah Sakit.

Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, thrombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru terapeutik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 bulan.

Penyekat BetaPemberian penyekat beta akut IV memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan

oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnnya infark dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.

Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagl jantung atau fungsi sistolik kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma).

Inhibitor ACEInhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas

bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 2 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global atau pasien hipertensif. Penelitian klkinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk data dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadapa ACE inhibitor.

KOMPLIKASI STEMI Disfungsi ventrikular Gangguan hemodinamik Syok kardiogenik Infark ventrikel kanan Aritmia pasca STEMI Ekstrasistol ventrikel

8

Page 9: stemi kv

Takikardia dan fibrilasi ventrikel Fibrilasi atrium Aritmia supraventrikular Asistol ventrikel Bradiaritmia dan blok

KOMPLIKASI MEKANIK Rupture muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding ventrikel. Penatalaksanaan : operasi.

PERIKARDITIS Aspirin (160-325 mg/hari): merupakan pengobatan terpilih Indometasin, ibuprofen. Kortikosteroid.

PROGNOSIS Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini penting bahwa semua pasien yang menderita serangan jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang dengan obat-obatan seperti:

ASPIRIN clopidrogel statin (cholesterol lowering) drugs beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi otot

jantung) ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada yang khas,

biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani serangan jantung adalah untuk mencegah mereka.

Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI)Faktor Risiko (Bobot) Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%)Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8)Usia > 75 tahun (3 poin) 1 (1,6)Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2 (2,2)Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin) 3 (4,4)Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin) 4 (7,3)Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23,4)Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)Skor risiko = total poin ( 0-14 ) >8 (35,9)

9

Page 10: stemi kv

DAFTAR PUSTAKA

Antman EM, Sidney C. Smith J, Anbe DT, Armstrong PW, Bates ER, et al. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction. A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1999 Guidelines for the Management of Patients With Acute Myocardial Infarction). Circulation. 2004;110:e82-e293.

Firman D. Intervensi Koroner Perkutan Primer. J Kardiol Indones. 2010; 31:112-117

Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, 2007.

Werf FVd, Bax J, Betriu A, Blomstrom-Lundqvist C, Crea F, Falk V, et al. Management of acute myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-segment elevation.The Task Force on the management of ST-segment elevation acute myocardial infarction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J. 2008;29:2909-45.

10