70
1 LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA Klinik Dokter Keluarga FK UNISMA No. Berkas : Berkas Pembinaan Keluarga No. RM : Nama Pasien : Tn. S Tanggal kunjungan pertama kali: 15 Oktober 2010 KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Pasien : Tn. S Alamat : Griya Permata Alam IK 14, Karangploso, Malang Bentuk Keluarga : Nuclear famili Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah No Nama Keduduka n L/ P Umur Pendidi kan Pekerja an Pasie n Klini k Ket 1 Tn. S Kepala keluarga L 48 th SLTA Swasta Ya Atherom a Cyst dengan infeksi sekunde r + DM 2 Ny. Ibu P 41 SLTA Ibu Tidak -

Status Penderita Kista Ateroma+Dm

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

1

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

Klinik Dokter Keluarga FK UNISMA No. Berkas :

Berkas Pembinaan Keluarga No. RM :

Nama Pasien : Tn. S

Tanggal kunjungan pertama kali: 15 Oktober 2010

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Pasien : Tn. S

Alamat : Griya Permata Alam IK 14, Karangploso, Malang

Bentuk Keluarga : Nuclear famili

Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan PekerjaanPasien

Klinik Ket

1 Tn. S Kepala

keluarga

L 48 th SLTA Swasta Ya Atheroma

Cyst

dengan

infeksi

sekunder +

DM

2 Ny. SIbu rumah

tanggaP 41 th SLTA

Ibu rumah

tanggaTidak -

3 An. K Anak L 20 th S1 Swasta Tidak -

4 An. A Anak L 15 th SLTP Pelajar Tidak -

Sumber : Data Primer, 13-10-2010

Kesimpulan :

Tn. S tinggal di perumahan dengan . Terdapat satu orang sakit yaitu Tn.S,

umur 48 tahun, beralamatkan di Griya Permata Alam IK 14, Karangploso,

Malang. Diagnosa klinis penderita adalah Kista Ateroma terinfeksi dengan DM.

Page 2: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

2

BAB ISTATUS PENDERITA

1.1 PENDAHULUAN

Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien yang

menderita penyakit Kista Ateroma dengan sekunder infeksi dengan riwayat DM,

berjenis kelami laki-laki dan berusia 48 tahun, dimana pasien tinggal di malang.

Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat, maka penting

kiranya bagi kita untuk memperhatikan dan mencermatinya, untuk kemudian bisa

menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan

1.2 IDENTITAS PENDERITA

Nama: Tn. S

Umur: 48 tahun

Jenis Kelamin: Laki-laki

Pekerjaan: Karyawan MIGAS Karangploso

Pendidikan: SLTA

Agama: Islam

Alamat: Griya Permata Alam IK 14, Karangploso

Status Perkawinan: Menikah

Suku/asal: Medan

Tanggal Periksa: 15 Oktober 2010

1.3 ANAMNESIS

1. Keluhan utama: nyeri pada benjolan di daerah punnggung

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh ada benjolan di punggung yang terasa nyeri jika ditekan,

sehingga mengganggu akatifitasnya. Benjolan sudah ada sejak tiga minggu

yang lalu. Sudah diobati dengan salep selama 2 minggu, namun tidak ada

perubahan.

3. Riwayat penyakit Dahulu :

Riwayat dirawat di rumah sakit (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat sakit gula (+)

Riwayat asma (-)

Page 3: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

3

Riwayat alergi obat/makanan (+): piroksikam

Riwayat penyakit jantung (-)

4. Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)

Riwayat mondok (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat sakit gula (+): Ibu dan 3 saudaranya menderita DM

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi obat/makanan (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat penyakit maag (+): istri Tn. S

5. Riwayat kebiasaan

Riwayat merokok (+): 10 tahun yang lalu

Riwayat minum alkohol (-)

Riwayat olahraga (-)

Sering lembur kerja

Konsumsi obat: sediaan kapsul jinten hitam setiap hari sehari dua

kali, tiap kali minum 3 butir

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah seorang laki-laki sudah menikah, dengan dua orang anak laki-

laki. Penderita saat ini sebagai karyawan perusahaan Migas. Penderita tinggal

di perumahan Permata Alam. Hubungan Tn. S dengan istri dan kedua anaknya

baik. Hubungan dengan tetangga maupun teman kerja baik. Untuk biaya rumah

sakit menggunakan jamsostek.

7. Riwayat gizi

Sehari makan tiga kali, tanpa ada takaran diet khusus. Air minum

menggunakan air minum kemasan.

1.4 ANAMNESIS SISTEM

1. Kulit: kulit gatal (-)

2. Kepala: sakit kepala (-), pusing (-), rambut rontok (-), luka (-), benjolan (-)

3. Mata: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),

ketajaman penglihatan berkurang (-)

Page 4: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

4

4. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-)

5. Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-)

6. Mulut: sariawan (-), lidah terasa pahit (-)

7. Tenggorokan: sakit menelan (-), serak (-)

8. Pernafasan: sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)

9. Kardiovaskuler: berdebar-debar (-), nyeri dada (-),

10. Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+),

nyeri perut (-), BAB normal

11. Genitourinaria: BAK spontan

12. Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-)

13. Psikiatrik: emosi stabil (-), mudah marah (-)

14. Muskuluskeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan

kaki (-), nyeri otot (-)

15. Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah: bengkak (-), sakit (-), ujung jari

tangan hangat (-), telapak tangan pucat (-), badan terasa lemah (-)

1.5 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum: kesadaran compos mentis ( GCS E4V5M6), status gizi

kesan normal

2. Tanda Vital

BB: 65 Kg

TB: 168 cm

BMI : 23 kg/m2

BBR : 95,6 %

Tensi: 125/84

Nadi : 77/menit

RR: 23 x/menit

Suhu : 36 oC

3. Kulit

Sawo matang, turgor turun (+), ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi

(-), petechie (-), spider nevi (-), Ruam makulo-papular (+)

4. Kepala

Page 5: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

5

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut, keriput (-), macula (-),

atrofi m. temporalis (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah/ bells

palsy (-)

5. Mata

Conjunctiva anemi (+/+), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflek

kornea (+/+), warna kelopak (-), radang (-), mata cekung (+/+)

6. Hidung

Napas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),

hiperpigmentasi (-)

7. Mulut

Bibir hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-),

tremor (-), gusi berdarah (-)

8. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), secret (-), pendengaran berkurang (-), cuping

telinga dalam batas normal

9. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis(-)

10. Leher

Trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe

(-), lesi pada kulit (-)

11. Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),

spidernevi (-), sela iga melebar (-)

a. Cor :

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi: Batas kiri atas: SIC II linea para sternalis sinistra

Batas kanan atas: SIC II linea para sternalis dekstra

Batas kiri bawah: SIC V medial linea medio clavicularis sinistra

Batas kanan bawah: SIC IV linea para sternalis dekstra

Pinggang jantung: SIC III linea para sternalis sinistra (batas

jantung kesan tidak melebar)

Page 6: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

6

Auskultasi: bunyi jantung tambahan (-)

b. Pulmo :

Statis

Inspeksi: pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi: fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi: sonor / sonor

Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

Dinamis

Inspeksi: pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi: fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi: sonor / sonor

Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

12. Abdomen

Inspeksi: dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)

Palpasi: supel

Perkusi: timpani

Auskultasi: bising usus (+) normal

13. System collumna vertebralis

Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

Palpasi: nyeri tekan (-)

14. Ekstremitas: palmar eritema (-)

Akral dingin Oedema

Satus lokalis: pada punggung

L: kista (+)

F: nyeri tekan (+)

M: terbatas karena nyeri (+)

15. System genetalia: dalam batas normal

16. Pemeriksaan neurologis

- -

- -

- -

- -

Page 7: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

7

Kesadaran: GCS E4V5M6

Fungsi luhur: dalam batas normal

Fungsi vegetatif: dalam batas normal

Fungsi sensorik :

Fungsi motorik :

Kekuatan Tonus

RF

RP

17. Pemeriksaan psikiatrik

Penampilan: Perawatan diri baik

Kesadaran: kualitatif tidak berubah, kuantitatif kompos mentis

Afek: Appropriate

Psikomotor: normoaktif

Proses pikir: bentuk: realistik

Isi: waham (-), ilusi (-), halusinasi (-)

Arus: koheren

Insight: baik

1.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Tanggal 16 Oktober 2010

No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)

1 Gula darah puasa (GDP) 245 < 76-110

2 Gula darah 2 jam post prandial 306 < 130

2. Tanggal 17 Oktober 2010

No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)

N N

N N

5 5

5 5

5 5

5 5

- -

- -

+ +

+ +

Page 8: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

8

1 Gula darah puasa (GDP) 241 < 76-110

2 Gula darah 2 jam post prandial 316 < 130

3. Tanggal 18 Oktober 2010

No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)

1 Gula darah puasa (GDP) 142 < 76-110

2 Gula darah 2 jam post prandial - < 130

4. Tanggal 19 Oktober 2010

No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)

1 Gula darah puasa (GDP) 110 < 76-110

2 Gula darah 2 jam post prandial 140 < 130

5. Tanggal 20 Oktober 2010

No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)

1 Gula darah puasa (GDP) 173 < 76-110

2 Gula darah 2 jam post prandial 180 < 130

6. Tanggal 21 Oktober 2010

No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)

1 Gula darah puasa (GDP) 140 < 76-110

2 Gula darah 2 jam post prandial 147 < 130

1.7 RESUME

Tn. S dengan usia 48 tahun adalah penderita kista ateroma dengan infeksi

sekunder terletak di bagian punggung dan DM uncontrolled. Penderita mengeluh

nyeri pada benjolannya jika ditekan. Pemeriksaan status lokalis didapatkan pada

daerah punggung terdapat kista berwarna merah, berbatas tegas, bentuk bulat,

dengan diameter kurang lebih 5 cm, permukaan rata, tidak dapat digerakkan dari

jaringan sekitar, berjumlah satu dengan pungta (+). Pada pemeriksaan tanda vital

didapatkan tensi: 125/84, nadi: 77 x/menit, suhu: 36oC, RR: 23 x/menit. Hasil

pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDP 242 mg/dL dan GD 2 jam pp 425

mg/dL.

DIGNOSTIK HOLISTIK

Page 9: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

9

1. Diagnosis dari segi biologis

Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM uncontrolled

2. Diagnosis dari segi psikologis

Hubungan dengan keluarga sangat baik, saling mendukung, dan saling

memperhatikan. Hubungan dengan teman kantor dan tetangga baik.

3. Diagnosis dari segi sosial

Penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa

1.8 PENATALAKSANAAN

1. Kista ateroma dengan infeksi sekunder:

- Bedah minor: ekstirpasi

Setelah tindakan aseptik, kemudian pasang doek steril pada tempat kista.

Kemudian lakukan anestesi infiltrasi dengan prokain 1 %. Incisi dilakukan

dengan bentuk ellips sejajar garis kulit dan kemudian lepaskan kapsul kista

secara tumpul. Setelah itu jahit luka satu kali dan tutup dengan kassa steril.

2. DM

Non Farmakologi

- Terapi gizi medis

Pada penderita diabetes, perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan

dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka

yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI,

2006). Jadwal makan dapat diatur dengan interval 3 jam.

Komposisi makanan yang dianjurkan kepada penderita diabetes melitus

terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan energi.

Lemak

Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dari total kebutuhan kalori.

Lemak yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah yang berasal dari sumber

asam lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid),

membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.

(PERKENI, 2006; ADA, 2008).

Protein

Page 10: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

10

Total protein yang dianjurkan adalah sekitar 15-20% dari total asupan

energi. Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan

(Leguminosa), tahu, tempe (PERKENI, 2006).

Garam

Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran

untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan

6-7 g (1 sendok teh) garam dapur. (PERKENI, 2006).

Serat

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat laut.

Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-

kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,

karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik

untuk kesehatan (PERKENI, 2006).

- Latihan jasmani

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani

yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan

berenang. Latihan jasmani ini dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit) (PERKENI, 2006) .

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran

jasmani, contohnya penderita diabetes melitus dengan komplikasi perifer

neuropati dianjurkan untuk mengurangi sensasi nyeri pada bagian ekstrimitas

sehingga pilihan aktivitas yang dapat dilakukan berupa berenang, bersepeda

atau latihan-latihan yang banyak menggunakan lengan (ADA, 2008).

Farmakologis

Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik

tersebut dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin.

- Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Page 11: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

11

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:

1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh

sulfonilurea dan glinid.

Sulfonilurea

Sulfonilurea merupakan obat hipoglikemik oral dengan efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga jika pankreas

dari si penderita sudah tidak mampu mensintesis insulin, penggunaan obat

ini menjadi tidak efektif. Sulfonilurea terbagi menjadi dua kelompok yaitu

sulfonilurea generasi pertama (klorpropamid) dan generasi kedua

(glibenklamid, glipizid, glimepirid). Efek samping dari obat golongan ini

adalah hipoglikemia sehingga penggunaannya memerlukan perhatian

terutama pada orang tua, penderita dengan ganguan faal ginjal dan hati,

kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular. Contoh obat golongan ini

adalah klorpropamid, glibenklamid, glipizid, gliklazid, glikuidon dan

glimepirid (PERKENI, 2006; Lehne, 2007).

Glinid

Glinid merupakan obat hipoglikemik oral yang memiliki mekanisme

kerja yang sama dengan sulfonilurea, yaitu dengan menstimulasi pankreas

untuk mensekresi insulin. Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah

pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati sehingga

penggunaannya pada penderita dengan gangguan fungsi hati diperlukan

perhatian khusus, karena akan memperlambat metabolisme dari obat ini

sehingga dapat mengakibatkan hipoglikemia. Contoh-contoh obat

golongan glinid antara lain repaglinid dan nateglinid (PERKENI, 2006;

Lehne, 2007).

2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion, yang juga dikenal dengan glitazon, bekerja dengan cara

berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma

(PPARγ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan

Page 12: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

12

jumlah protein pengangkut glukosa (glukosa transporter), sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer (PERKENI, 2006).

Efek samping yang paling menonjol dari penggunaan tiazolidindion

adalah dapat meretensi cairan, sehingga terjadi edema dan penambahan

berat badan (2-3 kg). Karena efeknya ini, pemakaian obat golongan ini

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV. Selain

itu, tiazolidindion juga bersifat hepatotoksik sehingga obat ini

dikontraindikasikan juga untuk penderita dengan gangguan faal hati dan

dalam penggunaannya pasien diminta untuk melakukan pemantauan hati

secara berkala. Contoh obat golongan ini adalah rosiglitazon dan

pioglitazon (PERKENI, 2006; Lehne, 2007).

3. Golongan penghambat glukoneogenesis

Metformin

Efek utama metformin adalah dengan mengurangi produksi glukosa di

hati (glukoneogenesis), di samping itu obat ini juga memperbaiki ambilan

glukosa perifer. Metformin diekskresi oleh ginjal dalam bentuk yang tidak

berubah, sehingga pada penderita diabetes melitus yang mengalami

kerusakan ginjal, metformin dapat terakumulasi sampai dengan batas

toksik. Metformin mencegah terjadinya oksidasi asam laktat dan hal ini

dapat menyebabkan asidosis laktat (Lehne, 2007).

4. Golongan penghambat glukosidase alfa

Acarbose

Acarbose bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah

makan. Obat golongan ini diindikasikan pada penderita diabetes melitus

tipe 2 yang hiperglikemianya tidak dapat terkontrol dengan diet dan latihan

jasmani. Efek samping yang paling sering ditimbulkan oleh obat golongan

ini adalah kembung dan flatulen. Acarbose tidak menimbulkan efek

samping hipoglikemia (PERKENI, 2006).

- Insulin

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel beta pankreas sebagai respon

dari rangsangan glukosa dan perangsang-perangsang lain seperi asam-asam

Page 13: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

13

amino, asam-asam lemak bebas, hormon-hormon lambung, stimulasi

parasimpatetik, stimulasi beta-adrenergik (Williams, 2001).

Indikasi terapi insulin antara lain: Penurunan berat badan yang cepat

(dekompensasi metabolik), hiperglikemia berat yang disertai ketosis,

ketoasidosis diabetik. Berdasarkan lama kerjanya, insulin terbagi menjadi

empat jenis, yaitu:

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Contoh insulin golongan ini adalah insulin lispro (Humalog), insulin aspart

(NovoRapid).

2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Contoh insulin golongan ini adalah human regular insulin (Actrapid).

3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Contoh insulin golongan ini adalah Neutral Protamine Hagedorn (NPH)

insulin (Insulatard, Humulin N), insulin lente.

4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Contoh insulin golongan ini adalah insulin glargine (Lantus), insulin

detemir (Levemir).

5. Insulin campuran tetap (premixed insulin)

Contoh dari golongan ini adalah campuran dari 70% NPH dan 30% human

regular insulin (Mixtard, Humulin 30/70), campuran dari 75% insulin lispro

protamine dan 25% insulin lispro (Humalog Mix 25).

- Terapi kombinasi OHO dan Insulin

Pemberian obat hipoglikemik oral maupun insulin selalu dimulai dengan

dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons

kadar glukosa darah. Untuk kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin yang

banyak dipergunakan adalah kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin

basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari

menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup

kecil. Dosis awal insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang

diberikan sekitar pukul 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut

dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.

Page 14: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

14

Bila dengan terapi kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin, kadar

glukosa darah masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan

diberikan insulin saja (PERKENI, 2006).

1.9 FOLLOW UP

Tanggal 16 Oktober 2010

Pukul : 06.00

S: nyeri pada benjolan

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/90 mmHg

N: 80/menit

S: 36 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+), nyeri tekan (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

GDP, GD 2 jam post prandial: 245 mg/dL, 306 mg/dL

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: Injeksi:

Novorapid (insulin aspart) 3 x 4: DM tipe 1 dan 2, dosis 0,5-1 IU/kgBB/hari

Peroral:

Lovecef (Sefradin) 3x1: antibiotik golongan sefalosporin, indikasi profilaksis

bedah, infeksi saluran nafas, ISK, infeksi jaringan lunak. Dosis dewasa 3-4

x/hari 250-500 mg

Asam mefenamat 3 x 1: antiinflamasi, mengurangi nyeri. Dosis 500 mg

3x/hari

Ciprofloksasin 3 x 1: infeksi saluran nafas, tulang, jaringan lunak, saluran

cerna. Dosis 500 mg 2x/hari. Infeksi berat: 750 mg 2x/hari

Galvus (vildagliptin) 2 x 1: obat diabetes oral inhibitor DPP-4

Pukul : 12.00

S: nyeri pada benjolan

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Page 15: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

15

Tanda vital: T: 130/90 mmHg

N: 80/menit

S: 36,2 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul : 18.00

S: nyeri pada leher

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/90 mmHg

N: 80/menit

S: 36,2oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Tanggal 17 oktober 2010

Pukul : 06.00

S: nyeri daerah leher

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital:

T: 130/90 mmHg

N: 88

S: 36 O C

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Page 16: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

16

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

GDP, GD 2 jam post prandial: 241 mg/dL, 316 mg/dL

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul : 12.00

S: keluhan (-)

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/80 mmHg

N: 88/menit

S: 36 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul : 18.00

S: keluhan (-)

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/80 mmHg

N: 78/menit

S: 36,2 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Page 17: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

17

18 Oktober 2010

Pukul : 06.00

S: kadang pusing

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 120/80 mmHg

N: 88/menit

S: 36 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

GDP, GD 2 jam post prandial: 142 mg/dL, 128 mg/dL

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul : 12.00

S: masih pusing

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 120/80 mmHg

N: 84/menit

S: 36 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul 18.00

S: kadang nyeri di benjolan

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/90 mmHg

N: 80/menit

Page 18: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

18

S: 36 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

19 Oktober 2010

Pukul 06.00

S: nyeri pada benjolan

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/80 mmHg

N: 80/menit

S: 36 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (+)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

GDP, GD 2 jam post prandial: 110 mg/dL, 140 mg/dL

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul 12.00

S: nyeri luka incisi

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/80 mmHg

N: 80/menit

S: 36 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (-)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

Page 19: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

19

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul 18.00

S: nyeri luka incisi

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/90 mmHg

N: 80/menit

S: 36,6 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (-)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

20 Oktober 2010

Pukul 06.00

S: keluhan (-)

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/80 mmHg

N: 80/menit

S: 36,6 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (-)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

GDP, GD 2 jam post prandial: 173 mg/dL, 180 mg/dL

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul 12.00

S: keluhan (-)

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Page 20: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

20

Tanda vital: T: 130/80 mmHg

N: 80/menit

S: 36 oC

Status generalis: grimace (+)

Status lokalis: kista (-)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Pukul 18.00

S: keluhan (-)

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 120/70 mmHg

N: 80 x/menit

S: 36 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (-)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

21 Oktober 2010

Pukul 06.00

S: keluhan (-)

O: cukup ( GCS E4V5M6)

Tanda vital: T: 130/80 mmHg

N: 80/menit

S: 36,6 oC

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: kista (-)

Status neurologis: dalam batas normal

Status mentalis: dalam batas normal

Page 21: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

21

GDP, GD 2 jam post prandial: 148 mg/dL, 147 mg/dL

A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

P: terapi medikamentosa dilanjutkan

Kesimpulan :

- Kista, kadar gula darah sudah teratasi

- Tanda vital dalam batas normal

1.10 FLOW SHEET

Nama : Tn. S

Diagnosa : - Kista ateroma dengan sekunder infeksi - DM uncontrolled

No Tanggal Jam Vital Sign BB/TB BMIStatus

LokalisKeluhan Rencana

1 15 Oktober 11.00 T: mmHg 65/168 23 Kista Nyeri pada -tx: injeksi

2010 N: x/menit (+) benjolan Novorapid 10 IU

S: 36 oC Po: Lovecef 3x1,

Asam Mefenamat

3x1, Ciproflok

sasin 3x1, diit

1900 kal BI

Galvus 2x1

-GD I/II

2 16 Oktober 06.00 T:130/90 mmHg Kista Nyeri pada -Tx dilanjutkan

2010 N: 80 x/menit (+) benjolan -GD I/II

S: 36 oC -Diit 1900 kal BI

- konsul gizi

12.00 T:130/90 mmHg Kista Nyeri pada

N: 80 x/menit (+) benjolan

S: 36,2 oC

18.00 T:130/90 mmHg Kista Nyeri leher

N: 80/menit (+)

S: 36,2oC

3 17 Oktober 06.00 T:130/90 mmHg Kista Nyeri leher -Tx dilanjutkan

Page 22: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

22

2010 N: 88 x/menit (+) -GD I/II

S: 36 OC

12.00 T:130/80 mmHg Kista -

N: 88 x/menit (+)

S: 36 oC

18.00 T:130/80 mmHg Kista -

N: 78/menit (+)

S: 36,2 oC

4 18 Oktober 06.00 T:120/80 mmHg Kista Kadang -Tx dilanjutkan

2010 N: 88/menit (+) Pusing - GD I/II

S: 36 oC

12.00 T:120/80 mmHg Kista Masih

N: 84/menit (+) Pusing

S: 36 oC

18.00 T:130/90 mmHg Kista Kadang

N: 80/menit (+) nyeri di

S: 36 oC benjolan

5 19 Oktober 06.00 T:130/80 mmHg Kista nyeri di -Tx dilanjutkan

2010 N: 80/menit (+) benjolan -GD I/II

S: 36 oC -Operasi

- kultur pus

12.00 T:130/80 mmHg Kista nyeri luka

N: 80/menit (-) Incisi

S: 36 oC

18.00 T:130/90 mmHg Kista nyeri luka

N: 80/menit (-) Incisi

S: 36,6 oC

Page 23: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

23

No Tanggal Jam Vital Sign BB/TB BMIStatus

LokalisKeluhan Rencana

6 20 Oktober 06.00 T:130/80 mmHg Kista - -Tx: injeksi

2010 N: 80/menit (-) Novarapid 8 IU,

S: 36,6 oC Po dilanjutkan

-GD I/II

12.00 T:130/80 mmHg Kista - Tx: injeksi

N: 80 x/menit (-) Actrapid 8 IU

S: 36 oC Po dilanjutkan

18.00 T:130/80 mmHg Kista Tx: Injeksi

N: 80/menit (-) Novorapid 8 IU

S: 36,6 oC Po dilanjutkan

Lavecef (-)

7 21 Oktober 06.00 T: mmHg Kista - Tx: injeksi

2010 N: x/menit (-) Novorapid 8 IU

S: 36 oC Po lanjutkan

Pasien dipulang

kan, periksa

28/10/2010

Page 24: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

24

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kista Ateroma

2.1.1 Definisi

Obstruksi glandula sebasea sehingga terjadi penimbunan sekret sebum diikuti

deskuamasi sel-sel dan cornified detritus yang mengandung kristal-kristal

kolesterol (Nico, et al.)

2.1.2 Ujud Kelainan Kulit

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran: bulat, batas tegas, dinding tipis,

bebas dari dasar tapi melekat pada dermis atasnya, daerah muara sumbatan

disebut pungta (Chandrasoma and Taylor, 2005).

2.1.3 Predileksi

Bagian tubuh yang sering timbul Kista Ateroma adalah: kepala, wajah, telinga,

leher, punggung (Nico, et al.).

2.1.4 Terapi

Ekstirpasi seluruh kapsula hingga bersih agar tidak residif. Irisan berbentuk

ellips agar tidak terkena pungta untuk mencegah residif (Nico, et al.)

2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan kronik pada metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein sehingga mengakibatkan gangguan pada sekresi

insulin, sensitivitas insulin atau keduanya. Diabetes mellitus ditandai dengan

adanya hiperglikemia dan berhubungan dengan kerusakan berbagai sistem tubuh,

khususnya sistem saraf dan pembuluh darah (WHO, 2007; Kumar, 2005; Dipiro et

al, 2005).

2.1.2 Gejala Diabetes Mellitus

Gejala yang khas pada diabetes mellitus dapat berupa poliuria (sering buang air

kecil terutama di malam hari), polidipsia (rasa haus dan berlangsung lama),

polifagia (makan yang berlebihan) dan penurunan berat badan secara drastis tanpa

sebab yang jelas (PERKENI, 2006). Gejala lainnya dapat berupa lemah badan

Page 25: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

25

(cepat lelah), kesemutan, mata kabur, infeksi, gatal (teutama di daerah genital),

disfungsi ereksi (pada pria) (PERKENI, 2006; Medicastore, 2007).

2.1.3 Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Pemeriksaan penyaring atau skrining dilakukan pada kelompok dengan faktor

risiko diabetes mellitus sebagai berikut: (PERKENI, 2006)

Usia ≥ 45 tahun

Obesitas (Indeks Massa Tubuh > 23 kg/m2 )

Riwayat keluarga diabetes mellitus

Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gram (4 kg), atau

riwayat diabetes gestasional

Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)

Kolesterol (HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL)

Riwayat penyakit jantung

Orang yang sebelumnya dinyatakan sebagai TGT (Toleransi Glukosa

Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

2.1.4 Penyebab Diabetes Mellitus

Di era globalisasi seperti saat ini, banyak hal-hal baru yang diduga sebagai

pemicu diabetes mellitus, diantaranya adalah perubahan gaya hidup yang tidak

sehat. Banyaknya jaringan restoran cepat saji (fast food) yang ada di masyarakat

dewasa ini mengandung banyak lemak, yang jika tidak dikendalikan dengan baik

dapat menyebabkan penyakit pada tubuh. Selain fast food, juga banyak beredar

minuman ringan (soft drink) dengan kadar gula yang tinggi.

Selain penyebab yang telah disebutkan di atas, ada faktor-faktor lain yang

dapat menyebabkan diabetes, antara lain :

Usia

Semakin bertambah usia semakin tinggi risiko diabetes. Mengingat bahwa

manusia mengalami perubahan fisiologis setelah usia 40 tahun. Diabetes sering

muncul setelah seseorang memasuki usia tersebut, karena menurunnya fungsi

fisiologis akibat dari bertambahnya usia, ditambah lagi pada mereka yang berat

badannya berlebih.

Page 26: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

26

Stres

Stres cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis dan

berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Dimana seretonin

memiliki efek penenang sementara, yang berguna untuk meredakan stres. Salah

satu efek dari meningkatnya kadar serotonin adalah peningkatan pada nafsu

makan. Sehingga penyebab diabetes bukanlah pada serotonin yang dihasilkan,

tetapi disebabkan karena gula dan lemak yang mereka makan.

Pola makan yang salah.

Pola makan yang minim hingga mengakibatkan kurang gizi atau pola makan

yang berlebih dan berakibat pada kelebihan berat badan sama-sama dapat

meningkatkan risiko diabetes. Hal ini dikarenakan kurang gizi (malnutrisi) dapat

memperbesar risiko rusaknya pankreas, sedangkan obesitas (berat badan berlebih)

mengakibatkan gangguan pada kerja insulin (retensi insulin). (Sustrani dkk, 2004)

Aktivitas fisik

Teknologi yang semakin maju mempermudah segala pekerjaan sehingga

aktivitas fisik semakin sedikit. Sedikitnya aktivitas ditambah dengan pola makan

yang berlebihan dapat meningkatkan risiko obesitas yang merupakan faktor risiko

dari diabetes mellitus (Health care, 2005).

2.1.5 Patogenesis Diabetes Mellitus

Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa ke

dalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di

pulau-pulau langerhans di pankreas. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta

diibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke

dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi atau

tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel sehingga

glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya dalam

darah meningkat (hiperglikemik). (Soegondo dkk;2002; WHO, 2007; Greene et

al, 2003).

2.1.6 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Berdasarkan PERKENI (2006), diabetes mellitus dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Diabetes Mellitus Tipe-1

Page 27: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

27

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yang

disebabkan oleh:

Autoimun

Idiopatik

2. Diabetes Mellitus Tipe-2

Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di

bawah ini, antara lain:

Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk

memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).

Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (PERKENI, 2006).

Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu:

Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus

4. Diabetes Mellitus Kehamilan

Diabetes mellitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah Diabetes

Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang

terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung.

Faktor risiko diabetes tipe ini antara lain obesitas, adanya riwayat DMG,

gukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya

riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan adanya riwayat preeklamsia.

Penilaian adanya risiko diabetes melitus gestasional perlu dilakukan sejak

kunjungan pertama untuk pemeriksaan kehamilannya.

2.1.7 Diagnosis Diabetes Mellitus

Kriteria diagnosis menurut American Diabetes Association (2008):

1. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L).

Page 28: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

28

Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan asupan kalori tambahan sedikitnya

8 jam.

2. Tampak gejala klasik diabetes melitus dan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200

mg/dL (11,1 mmol/L).

Gejala klasik diabetes mellitus termasuk poliuria, polidipsia dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Glukosa sewaktu merupakan hasil

pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan

terakhir.

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mg/dL

(11,1 mmol/L).

Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar World Health

Organization, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram

glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes

melitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa

Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung

dari hasil yang diperoleh.

TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-

11,0 mmol/L).

GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L).

2.1.8 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan

yang terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat

menyebabkan beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkan

dapat berupa:

1. Komplikasi Akut

a. Hipoglikemi

Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga

mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik

(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik

(pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).

Page 29: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

29

b. Ketoasidosis diabetik

Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yang

terbatas dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagai

sumber energi, sehingga tubuh melakukan penyeimbangan dengan

memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak bebas

dan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang menyebabkan

terjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).

Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam

(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu, sesorang dikatakan

mengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya:

Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)

Na serum <140 meq/L

Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)

Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria)

c. Hiperosmolar non ketotik

Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia

>40 tahun. Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi

(>320).

2. Komplikasi Kronis (Menahun)

a. Makroangiopati:

1. Pembuluh darah jantung

2. Pembuluh darah tepi

3. Pembuluh darah otak

b. Mikroangiopati:

1. Pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)

2. Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)

c. Neuropati

d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan:

1. Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,

infeksi kulit dan infeksi kaki.

2. Disfungsi ereksi.

Page 30: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

30

2.1.9 Terapi pada Diabetes Mellitus

2.1.9.1 Terapi Non-farmakologis

Edukasi/ penyuluhan (PERKENI, 2006)

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

Perjalanan penyakit diabetes melitus

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes melitus

Penyulit diabetes melitus dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral atau

insulin serta obat-obat lain

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin

mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau

hipoglikemia

Pentingnya latihan jasmani yang teratur

Masalah khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemia pada kehamilan

Pentingnya perawatan diri

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Terapi gizi medis

Prinsip pengaturan makan pada penderita diabetes hampir sama dengan

pengaturan makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada

penderita diabetes, perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal

jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006).

Komposisi makanan yang dianjurkan kepada penderita diabetes melitus terdiri

dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan energi.

Lemak

Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dati total kebutuhan kalori.

Page 31: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

31

Protein

Total protein yang dianjurkan adalah sekitar 15-20% dari total asupan energi.

Garam

Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1

sendok teh) garam dapur.

Serat

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat laut.

Pemanis

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman

(ADI/Acceptable Daily Intake) yang ditetapkan oleh Food and Drug

Administration (FDA).

Kebutuhan kalori untuk penderita diabetes melitus bersifat individual karena

ditentukan oleh berbagai macam faktor seperti jenis kelamin, umur, aktifitas fisik

atau pekerjaan dan berat badan si penderita (PERKENI, 2006).

Latihan jasmani

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat

badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang.

Latihan jasmani ini dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang

lebih 30 menit) (PERKENI, 2006) .

2.1.9.2 Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik tersebut

dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin.

A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:

1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh sulfonilurea

dan glinid.

2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin, contoh tiazolidindion dan

metformin.

Page 32: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

32

3. Golongan penghambat glukoneogenesis contohnya Metformin

4. Golongan penghambat glukosidase alfa contohnya Acarbose

5. Insulin

Indikasi terapi insulin:

Penurunan berat badan yang cepat (dekompensasi metabolik).

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.

Ketoasidosis diabetik.

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.

Hiperglikemia dengan asidosis laktat.

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).

Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan Terapi Gizi Medis.

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

Gagal dengan kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dosis hampir maksimal.

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap Obat Hipoglikemik Oral.

6. Terapi kombinasi OHO dan Insulin

Untuk kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin (Gambar 2.1), yang

banyak dipergunakan adalah kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin basal

(insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali

glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal

insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar pukul

22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa

darah puasa keesokan harinya.

Bila dengan terapi kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin, kadar

glukosa darah masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan

diberikan insulin saja (PERKENI, 2006).

Page 33: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

33

BAB IIIIDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

3.1 FUNGSI HOLISTIK

1. Fungsi Biologis

Keluarga ini terdiri dari suami-istri (Tn. S dan Ny. S) dengan 2 orang anak.

Keluarga Tn. S menanggapi kista ateroma sebagai bisul biasa yang tidak

berbahaya. Sedangkan untuk penyakit DM, mereka beranggapan sebagai

penyakit yang berbahaya sehingga memerlukan perhatian khusus.

2. Fungsi Psikilogis

Hubungan Tn. S dengan keluarga sangat baik, Mereka saling

memperhatikan dan mendukung satu sama lain. Namun mereka memiliki

aktifitas yang padat, hanya bisa berkumpul waktu malam hari saja,

sehingga hari minggu mereka manfaatkan untuk berkumpul bersama di

rumah.

3. Fungsi Sosial

Tn. S hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Tn. S cukup aktif dalam

kegiatan dilingkungannya seperti pengajian bersama yang dilakukan satu

minggu sekali dan beberapa kegiatan yang lainnya. Tn. S adalah seorang

pekerja di sebuah perusahaan MIGAS dengan waktu kerjanya mulai pukul

07.30 sampai 17.00 WIB. Namun sering kali Tn. S lembur kerja dan lupa

waktu istirahat.

3.2 FUNGSI FISIOLOGIS DENGAN APGAR SCORE

Adaptation

Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga

yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang

lain.

Partnership

Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota

keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut

Growth

Page 34: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

34

Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan

anggota keluarga tersebut

Affection

Menggambarkan hubungan ksih saying dan interaksi antar anggota keluarga

Resolve

Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu

yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.

Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata ≤ 5= kurang, 6-7 cukup

dan 8-10 adalah baik. Dimana score untuk masing-masing kategori adalah:

2 : sering

1 : kadang-kadang

0 : jarang/tidak sama sekali

a. Tn. S

APGAR Tn. S terhadap keluarga 0 1 2

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya mengahadapi

masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya √

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk

melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon smosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √

Untuk Tn. S, APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation : Penderita mendapat dukungan dari keluarga untuk menjaga

kestabilan kondisinya terutama terhadap penyakit DM yang dideritanya.

(Score : 2)

Partnership : Komunikasi antara penderita dengan keluarga terjalin sangat baik

(Score : 2)

Growth : Tn. S selalu berdiskusi bersama keluarga untuk menentukan keputusan

(Score : 2).

Page 35: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

35

Affection : Keluarga sangat perhatian ketika Tn. S sakit dan dirawat di rumah

sakit, walaupun memiliki kesibukan sendiri-sendiri, mereka berbagi waktu untuk

bergantian menjaga Tn. S di rumah sakit (Score : 2)

Resolve : Waktu berkumpul maksimal hanya hari minggu saja kurang (Score : 1)

Total APGAR score Sdr. R: 9 (baik)

b. Ny. S

APGAR Ny. S terhadap keluarga 0 1 2

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya mengahadapi

masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan

saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya

untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon smosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √

Untuk Ny. S, APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation : adanya dukungan dari keluarga dalam menghadapi masalah

(Score : 2)

Partnership : Komunikasi antara keluraga terjalin sangat baik (Score : 2)

Growth : Seringkali berdiskusi bersama teman asrama untuk menentukan

keputusan (Score : 2).

Affection : Kasih sayang yang terjalin antara keluraga terjalin dengan baik

(Score : 2)

Resolve : Waktu berkumpul maksimal pada hari minggu saja, biasanya pada hari

minggu Tn. S membantu pekerjaan rumah Ny. S (Score : 1)

Total APGAR score Sdr. F: 9 (baik)

c. An. K

APGAR An. K terhadap keluarga 0 1 2

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya mengahadapi

masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan

saya

Page 36: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

36

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya

untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon smosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √

Untuk An. K, APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation: keluraga selalu memberikan semangat dan bantuan dalam

menghadapi masalah (Score : 2)

Partnership: karena dari kecil hingga umur 15 tahun tinggal bersama kakek dan

nenek, sehingga dengan keluarga tidak begitu akrab (1)

Growth: kadang berdiskusi bersama keluraga untuk menentukan keputusan

(Score : 1).

Affection: kasih sayang yang terjalin antara keluarga terjalin cukup baik

(Score : 1)

Resolve : waktu berkumpul dirasakan kurang (Score : 1)

Total APGAR score An. K: 6 (cukup baik)

d. An. A

APGAR An. A terhadap keluarga 0 1 2

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya mengahadapi

masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan

saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya

untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon smosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √

Untuk An.A, APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation: adanya dukungan dari keluraga dalam menghadapi masalah

(Score : 2)

Partnership: keluarga sering berbagi permasalahan untuk dipecahkan bersama

(Score : 2)

Page 37: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

37

Growth: kegiatan-kegiatan positif An.A selalu mendapat dukungan dari keluarga

(Score : 2).

Affection: Kasih sayang yang diberikan keluarga terhadap An. A sangat besar

(Score : 2)

Resolve: hanya bisa berkumpul pada hari minggu saja (Score : 0)

Total APGAR score An. A: 8 (baik)

Total APGAR score keluarga Tn. S: 9+9+6+8 = 8 (baik)

Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga Tn. S baik.

3.3 FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREEM

Sumber Patologis

Social Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya -

Culture Menggunakan adat-istiadat jawa dalam kehidupan sehari-hari -

Religious Anggota keluarga menjalankan sholat 5 waktu di rumah -

Economic Penghasilan keluarga yang relatif tidak stabil -

educational Tingkat pendidikan tergolong rendah -

Medication Dalam mencari pelayanan kesehatan, kel. Sdr. R pergi ke

Rumah Sakit atau balai pengobatan, akan tetapi jarang

dilakukan dan kebih sering mengabaikan penyakitnya karena

keterbatasan biaya

-

Kesimpulan:

Keluarga asrama Tn. S tidak memiliki fungsi patologi

3.4 GENOGRAM KELUARGA

Diagram 1. Genogram Keluarga Tn. S

Tn. S Ny. S

An. K

Kista Ateroma dengan infeksi

sekunder dan DM uncontrolled

An. A

Page 38: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

38

Keterangan diagram:

: Laki-laki

: Perempuan

atau : Telah meninggal

atau : Penderita DM

: Pasien

Kesimpulan

- Kista Ateroma tidak ditemukan pada anggota keluarga lainnya

- Diabetes Melitus ditemukan pada anggota keluaarga laainnya

3.5 INFORMASI POLA INTERKASI KELUARGA

Diagram 2. Pola interaksi keluarga

Keterangan:

: hubungan baik : laki-laki : Pasien

: hubungan jelek : perempuan

Kesimpulan:

Hubungan Tn. S dengan keluarga harmonis

3.5 IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESEHATAN

A. Identifikasi faktor perilaku dan non-perilaku keluarga

1. Faktor perilaku keluarga

Pengetahuan

Pengetahuan tentang kesehatan keluarga Tn. S baik. Hal tersebut dapat

dilihat dari upaya keluraga untuk menciptakan lingkungan yang sehat

terhindar dari polutan. Tn. sendiri adalah seorang perokok berat, namun sudah

sepuluh tahun beliau berhenti merokok, karena menyadari bahaya rokok bagi

Tn. S

An. A

An. K

Ny. S

Page 39: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

39

kesehatan baik kesehatan dirinya maupun orang lain. Mengenai kista ateroma,

mereka menganggap bahwa penyakit ini hanya bisul biasa saja dan cukup

diberi salep saja. Sedangkan untuk DM, mereka beranggapan merupakan

penyakit yang berbahaya, namun mereka tidak mengetahui penyebab, cara

mengobatinya, pola diet dan komplikasi yang dapat timbul. Dengan demikian

mereka tidak dapat memberikan perhatian atau bantuan terhadap Tn. S secara

optimal.

Sikap

Keluarga peduli terhadap kesehatan penderita. Selama ini keluarga selalu

mengingatkan Tn. S untuk kontrol gula darah dan makan secara teratur. Tn. S

sendiri sudah lama tidak menggunakan obat DM, karena beliau menganggap

alergi terhadap obat DM karena riwayat terdahulu pernah terjadi penurunan

gula darah secara mendadak hingga 90 mg/dL. Beliau hanya mengkonsumsi

sediaan kapsul jintan hitam saja dan rutin periksa gula darah. Beliau

mengatakan bahwa dari pemeriksaan gula darah didapatkan 200 mg/dL dan

menganggap bahwa gula darah 200 mg/dL sudah stabil dan tidak berbahaya.

Selain itu Tn. S sering kerja lembur sehingga waktu istirahatnya kurang, dan

belia jarang berolahraga karena kesibukannya.

Tindakan

Keluarga berusaha menciptakan suasana lingkungan rumah yang nyaman,

menjaga ketenangan, kebersihan, dan mengatur pola makan secara teratur

bagi Tn. S.

2. Faktor non perilaku

Lingkungan

Tn. S tinggal di kawasan perumahan dengan luas rumah 6 m x 10 m.

Pencahayaan dan ventilasi udara cukup baik, tidak terpapar polusi udara

maupun suara sehingga suasananya cukup tenang. Terdapat 2 kamar tidur,

dimana satu kamar tidur untuk Tn. S dan Ny. S dan satu kamar tidur untuk

An. A, sedangkan An. K tinggal di rumah sendiri. Dalam rumah terdapat satu

kamar mandi yang berdekatan dengan tempat cuci dan ruang makan yang

menjadi satu dengan tempat makan. Di bagian depan rumah terdapat teras dan

took tempat istri Tn. S berjualan.

Page 40: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

40

Pelayanan Kesehatan

Tempat pelayanan kesehatan mudah dijangkau. Biasanya Tn. S pergi

berobat ke klinik kedokteran keluarga Jamsostek.

Keturunan

Ibu dan tiga saudara kandung Tn. S menderita DM

Diagram 3: Faktor Perilaku dan Non perilaku

Keterangan:

: Faktor perilaku

: Faktor non-perilaku

Kesimpulan:

Identifikasi faktor perilaku dan non perilaku keluarga Sdr. R tidak mendukung

kesehatan Tn.S, yaitu kurangnya pengetahuan terhadap DM, bagaimana

pengobatan yang benar, pola diet, sikap Tn. S yang tidak mau menggunakan obat

DM, waktu istirahat yang kurang dan jarang berolahraga serta adanya faktor

keturunan DM sehingga cara pengendalian komplikasi tidak efektif.

B. Identifikasi Lingkungan Rumah

1. Gambaran lingkungan rumah

Penderita tinggal di lingkungan perumahan bersama dengan istri dan

anaknya. Lokasi rumah cukup strategis. Letaknya cukup jauh dari jalan raya,

sehingga tidak terpapar polusi udara, maupun suara kendaraan.

PengetahuanKurangnya

pengetahuan keluarga terhadap penyakit

penderita

Keluarga Tn. S

SikapTidak berobat, kurang waktu istirahat, jarang

berolahraga

KeturunanIbu dan saudara menderita DM

Page 41: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

41

2. Gambaran lingkungan dalam rumah

Rumah memiliki dinding permanen, disemen dan dicat. Semua ruangan

lantainya diubin dengan atap menggunakan genting dan terpasang eternity.

Terdiri dari 2 kamar tidur, dengan satu kamar mandi, tempat cuci, ruang

tamu, dapur dan tempat makan. Dibagian depan terdapat toko. Suasana

didalam rumah cukup nyaman, ventilasi udara dan pencahayaan cukup.

Dena Rumah Tn. S

Keterangan:

: pintu

3.6 DAFTAR MASALAH

Masalah medis :

Kista ateroma dengan sekunder infeksi dan DM

Masalah non medis :

1. Kurangnya pengetahuan mengenai kista ateroma dan DM

2. Sikap Tn. S yang tidak mau mengkonsumsi obat DM

3. Diet tidak tepat

4. Jarang berolahraga

5. Kurang Istirahat

6. Faktor keturunan DM

Kamar mandi+WC Dapur

Kamar tidur

Tempat makan

Kamar tidur

Ruang Tamu

Teras Toko

Tempat cuci

Page 42: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

42

Diagram Permasalahan Pasien

(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada

dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

Matrikulasi Masalah

Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks. (Azrul, 1996)

Matrikulasi masalah

No Daftar MasalahI

TR Jumlah

IxTxRP S SB Mn Mo Ma

1

Kurang pengetahuan

tentang kista ateroma dan

DM

5 5 5 4 5 5 5 62.500

2 Tidak konsumsi obat DM 5 5 5 3 5 5 5 46.875

3 Diet tidak tepat 5 5 5 5 3 4 5 37.500

4 Jarang olahraga 5 5 5 3 5 3 5 28.125

5 Kurang istirahat 5 4 5 4 4 2 5 16.000

Faktor keturunan 5 4 4 4 3 3 4 11.520

Keterangan :

I : Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)

S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)

SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)

T : Technology (teknologi yang tersedia)

R : Resources (sumber daya yang tersedia)

Mn : Man (tenaga yang tersedia)

Mo : Money (sarana yang tersedia)

Ma : Material (pentingnya masalah)

Kurangnya pengetahuan mengenai kista ateroma dan DM Tn. S

Kista ateroma dengan sekunder infeksi + DM

6. Kurang istirahat

2. Tidak mau berobat DM

4. Jarang olahraga

5. Faktor keturunan DM

3. diet tidak tepat

Page 43: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

43

Kriteria penilaian :

1 : tidak penting

2 : agak penting

3 : cukup penting

4 : penting

5 : sangat penting

Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga

Sdr. R adalah sebagai berikut :

1. kurangnya pengetahuan mengenai Kista Ateroma dan DM

2. Tidak mengkonsumsi obat DM

3. Diet tidak tepat

4. Jarang olahraga

5. Kurang istirahat

6. Faktor keturunan

Kesimpulan :

Prioritas masalah yang diambil adalah kurangnya pengetahuan Tn. S dan

keluarga mengenai kista ateroma dan DM.

3.7 HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN KISTA

ATEROMA

Kista ateroma atau disebut dengan kista sebasea disebabkan karena adanya

penutupan saluran pori rambut yang terdiri dari jaringan ikat padat dengan isi

mengandung banyak lemak. Kista ateroma sering timbul pada daerah yang banyak

mengandung kelenjar sebasea seperti kepala, wajah, telinga, leher dan punggung

(Nico, et al.). Untuk menghindari adanya infeksi sekunder, sebaiknya

menghindari manipulasi terhadap kista ateroma.

Penyebab timbulnya kista ateroma karena adanya trauma atau infeksi. Oleh

karena itu untuk mencegahnya dengan cara menjaga kebersihan dan menghindari

aktifitas yang dapat menimbulkan trauma, terutama pada pasien dengan Diabetes

Melitus yang memiliki resiko luka sulit sembuh.

Page 44: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

44

3.8 HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN DIABETES

MELITUS

Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang

ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat

tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Umumnya diabetes

melittus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel

betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan

insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melittus juga

dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa

kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang

belum diketahui

Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak

berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM). Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas,

sebuah kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur

metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi

glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot.

Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena

reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit

glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa,

di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang

akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan pelbagai komplikasi. Bagi

penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern

seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ tubuh lain.

Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu: banyak minum,

banyak kencing, berat badan turun. Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara

lain : Rasa haus, banyak kencing, berat badan turun, rasa lapar, badan lemas, rasa

gatal, kesemutan, mata kabur, kulit kering, impotensi. Bila tidak waspada maka

bisa berakibat pada gangguan pembuluh darah antara lain: stroke gangguan

penglihatan penyakit jantung koroner gagal ginjal, serta luka yang sukar sembuh.

Page 45: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

45

Pengobatan Diabetes milittus yang secara langsung terhadap kerusakan pulau-

pulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk

penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan :

Menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin

Mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung,

ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dsb.

Tindakan pengelolaan yang dilakukan dengan menormalkan kadar glukosa,

lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan penyakit kronis

lainnya. Langkah yang dilakukan terutama :

Diet: mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin.

Aktivitas fisik: olahraga teratur, pengelolaan glukosa dan meningkatkan

kepekaan terhadap insulin.

Obat-obat hipoglikemia oral: Sulfonylurea untuk merangsang pankreas

menghasilkan insulin dan mengurangi resistensi terhadap insulin.

Terapi insulin

(Anonimus, 2009)

Page 46: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

46

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Diagnosis Holistik

Tn. S dengan observasi Kista Ateroma dengan infeksi sekunder dan DM

uncontrolled, dengan keluarga yang saling memperhatikan kesehatan, tetapi

pengetahuan tentang penyakit Tn. S masih kurang, sehingga dukungan terhadap

Tn. S mengenani penyakit yang dideritanya kurang maksimal.

Segi Biologis : Kista Ateroma dengan sekunder infeksi dan DM uncontrolled

Segi Psikologis : Hubungan Tn. S dengan keluarga terjalin baik.

Segi Sosial Ekonomi dan Budaya : status ekonomi Tn. S cukup

4.2 SARAN

1. Edukasi/ penyuluhan (PERKENI, 2006)

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

Perjalanan penyakit diabetes melitus

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes mellitus

Penyulit diabetes melitus dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral

atau insulin serta obat-obat lain

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau

urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau

hipoglikemia

Pentingnya latihan jasmani yang teratur

Masalah khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemia pada kehamilan

Pentingnya perawatan diri

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

1. Upaya pencegahan komplikasi

Mencegahan infeksi sekunder pada luka post incisi kista ateroma dengan

menjaga kebersihan daerah luka dengan mengganti kassa setiap hari.

Page 47: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

47

Mencegah komplikasi DM dengan menerapkan pola hidup sehat: menjaga

pola makan sesuai yang dianjurkan oleh ahli gizi, olahraga secara teratur,

mengurangi aktifitas berlebih

2. Melanjutkan terapi yang selama ini dilakukan

Post incisi kista ateroma:

- Asam mefenamat: efek analgesik, antipiretik dan antiradang yang

cukup baik, efek samping menimbulkan gangguan lambung, diminum

setelah makan.

DM

- Galvus (Vildagliptin): merupakan inhibitor DPP-4. Penggunaan DPP-

4 inhibitor jangka panjang, khususnya vildagliptin, memiliki

tolerabilitas yang tinggi yang dibuktikan dengan rendahnya insidensi

hipoglikemia, gangguan GI tract, peningkatan berat badan, dan edema,

diminum kurang lebih saat makan. Kombinasi yang terbukti

meningkatkan kinerja masing-masingnya adalah dengan metformin,

sulfonil urea, insulin dan glitazone. Metformin terbukti dapat

meningkatkan kadar GLP-1 dalam serum melalui jalur peningkatan

sintesisnya diusus halus ( Yasuda,2002 ).

Page 48: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

48

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2009. Diabetes Melitus. news.yahoo.com. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2010

Anonimus.Kemoterapetika.http://118.98.163.253/download/view.php?file=53_PRESENTASI_DAN_BAHAN_AJAR/Farmasi/Buku+Farmakologi+2/Bab+2.doc. Diakses tanggal 21 Oktober 2010.

Asman Manaf. 2008. DPP-4 Inhibitor : A New Pathway in Diabetes Management. Subbagian Endokrin Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr M Jamil. Padang

Chandrasoma Parakrama, Taylor Clive R. 2005. Ringkasan PATOLOGI ANATOMI. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Nico, et al. 2006. Guide Book Bedah. FK UNSRI. Palembang

Yasuda N. 2002. Biochem Biophys Ref Commun 298 : 779 – 784

Anonimus. 2010. Tanya Dokter; tata laksana Kista Ateroma. www.klikdokter.com. Diakses tanggal 19 Oktober 2010

Page 49: Status Penderita Kista Ateroma+Dm

49