Upload
arip-septadi
View
79
Download
0
Embed Size (px)
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. AK
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Ds. Cikalong-Tomo, Kuningan Jawa Barat
Tanggal Masuk RS : 14 Februari 2014
Jam Masuk : 04.00 WIB
Tanggal Periksa : 19 Februari 2014
Jam Periksa : 12.35 WIB
II. Anamnesa (Autoanamnesa)
A. Keluhan Utama
Batuk berdarah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS Paru Sidawangi dengan keluhan batuk berdarah yang
berulang sejak 1 setengah bulan yang lalu. Batuk darah yang dialami makin
lama makin banyak, semula hanya bercak-bercak darah bercampur dengan
dahak warna putih agak kekuningan. Namun sejak sebulan yang lalu, keluar
darah segar tanpa dahak yang tampak berbuih dengan jumlah ± 150-200 cc.
Batuk darah yang dialami kurang lebih 2-3 kali sehari, sebelum mengeluarkan
darah tersebut pasien batuk terus-menerus dalam waktu 5-10 menit.
Lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien datang diantar oleh keluarganya
ke IGD RS Paru Sidawangi setelah batuk berdarah sebanyak 2 kali dirumah
dengan jumlah lebih dari setengah gelas belimbing setiap kali batuk berdarah.
1Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
Darah yang keluar berwarna merah segar dan berbuih. Setelah dua hari rawat
inap, keluhan batuk berdarah berkurang, darah yang keluar hanya berupa bercak
warna agak kecoklatan yang bercampur dengan dahak.
Satu bulan yang lalu pasien pertama kali dirawat di RS Paru Sidawangi karena
batuk berdarah. Setelah 11 hari dirawat keluhan batuk berdarah berkurang dan
pasien minta pulang paksa. Pada saat ini, Pasien telah didiagnosa menderita
penyakit tuberkulosis dan telah diberikan obat antituberkulosis untuk pertama
kalinya.
Kurang lebih 50 hari yang lalu pasien mengeluh batuk-batuk yang awalnya
adalah batuk kering, setelah beberapa hari kemudian batuk disertai dahak warna
putih agak kekuningan, tidak disertai dengan bau busuk yang menyengat.
Batuk-batuk juga disertai dengan panas badan yang tidak terlalu tinggi dan
sering berkeringat terutama pada malam hari. Terkadang batuk juga disertai
sesak napas, yang tidak berhubungan dengan aktivitas dan posisi tubuh.
Kemudian pasien memeriksakan dirinya ke klinik-klinik swasta. Setelah itu,
dahak yang dikeluarkan oleh pasien bercampur dengan bercak-bercak darah
berwarna merah segar.
Selama kurang lebih dua setengah bulan terakhir ini pasien mengeluh nafsu
makan yang menurun disertai penurunan berat badan ± 9 kg. Pasien juga
mengeluh sering merasa mual tetapi tidak mengeluh adanya muntah-muntah.
Buang air besar dan buang air kecil pasien seperti biasa.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit jantung, kencing manis, asma, darah tinggi atau
penyakit hati.
D. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah minum obat antituberkulosis sebelumnya.
E. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai pedagang di warungnya dipinggir jalan, kebanyakan
pembeli biasanya supir truk atau angkot.
2Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
F. Riwayat Habituasi
Pasien berhenti merokok semenjak satu setengah bulan yang lalu. Sebelumnya
pasien adalah seorang perokok yang menghabiskan satu bungkus rokok selama
dua hari.
G. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama
dengan pasien.
H. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan maupun
cuaca dingin.
III. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 19 Februari 2014)
A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
B. Kesadaran : Compos mentis
C. Tanda-tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmhg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup
Pernapasan : 15 x/menit
Suhu : 36.1 0C
Kesimpulan : tanda vital dalam batas normal
D. Status Gizi
1. Berat Badan : 68 kg
2. Tinggi Badan : 169 cm
Indeks Massa Tubuh (IMT) = 68 / (169)2 = 23.8 kg/m2
Kesimpulan status gizi baik
E. Status Generalis
1. Kepala
a. Bentuk : Normocephali
b. Rambut : Hitam, lebat dan tidak mudah dicabut
c. Mata
3Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
Conjungtiva : Ananemis/ananemis
Sklera : Anikterik/anikterik
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya : Positif/positif (+/+)
d. Hidung
Deviasi Septum : Tidak ada deviasi
Pernapasan Cuping Hidung : Negatif/negatif (-/-)
e. Mulut : Mukosa bibir kering, tidak sianosis
f. Telinga : Tidak ditemukan adanya kelainan
Kesimpulan kepala dalam batas normal
2. Leher
a. Jugular Venous Pressure : JVP tidak meningkat (+1 cm H2O)
b. Trakea : Di tengah
c. Pembesaran Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
Kesimpulan leher dalam batas normal
3. Thorax
a. Dinding dada
Bentuk : Normal, anterolateral > anteroposterior
Jejas : Tidak ada
Statis : asimetris, dada kanan lebih tinggi dari dada kiri
Dinamis : Asimetris, dada kiri tertinggal
Retraksi : Negatif/negatif (-/-)
Kesimpulan dinding dada asimetris
b. Mammae : Tidak ditemukan adanya kelainan
c. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tak teraba
Perkusi
4Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
Jantung kanan : Batas jantung kanan sonor ke redup
ICS 4 garis parasternal dextra
Jantung kiri : Batas jantung kiri sonor ke redup ICS 5
garis axila sinistra
Pinggang jantung : sonor ke redup ICS 3 garis parasternal
sinistra
Auskultasi
Bunyi jantung : S I dan II reguler
Murmur : tidak ada
Gallop : tidak ada
Kesimpulan Jantung dalam batas normal
d. Paru-paru
Anterior
Inspeksi : Pergerakan tidak simetris, dada kiri tertinggal
Palpasi : Vokal fremitus kiri meningkat
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Rhonki (+/+), amforic (-/+), wheezing (-/-)
Posterior
Inspeksi : Pergerakan tidak simetris, dada kiri tertinggal
Palpasi : Vokal fremitus kiri meningkat
Perkusi : Redup seluruh lapang paru
Auskultasi : Rhonki (+/+), amforik (-/+), apex paru wheezing
(-/-)
Kesimpulan Paru kiri tidak dalam batas normal
e. Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatriks bekas operasi tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan epigastrium tidak ada, hepar
5Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
dan lien tidak teraba, turgor kulit normal.
Perkusi : Timpani
Kesimpulan Abdomen dalam batas normal
f. Ektremitas
Akral : Hangat
Edema :
Capillary refill : < 2 detik
Jari tabuh : Tidak ada
Kekuatan otot : Dalam batas normal
Kesimpulan Extremitas dalam batas normal
IV. Resume
A. Anamnesa
Seorang laki-laki berusia 44 tahun dengan keluhan batuk berdarah yang
berulang sejak satu setengah bulan yang lalu. Setelah batuk terus-menerus
selama 5-10 menit diikuti keluar darah ± 150-200 cc sebanyak 2-3 kali
dalam sehari. Batuk juga disertai dengan panas badan yang tidak terlalu
tinggi dan sering berkeringat terutama pada malam hari. Terkadang batuk
juga disertai sesak napas, yang tidak berhubungan dengan aktivitas dan
posisi tubuh. Pasien sekarang dalam pengobatan tuberkulosis dan telah
berjalan ± 1 bulan. Selama dua setengah bulan terakhir nafsu makan
menurun dan pasien mengalami penurunan berat badan ± 9 kg.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi pergerakan dinding dada tidak simetris, dada kiri tertinggal.
Pada palpasi didapatkan vokal fremitus kiri meningkat. Perkusi paru sonor
dan kanan. pada auskultasi didapatkan rhonki kiri dan kanan dan terdengar
suara amforik pada bagian apeks paru kiri. Kesimpulan terdapat kelainan
yang patologis terutama pada paru kiri.
6Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
––––
V. Assessment
Hemoptoe et causa suspek tuberkulosis paru dd karsinoma bronkogenik
VI. Planning diagnosa
Pemeriksaan BTA sputum (SPS)
Pemeriksaan rontgen thorax postero-anterior
Pemeriksaan darah lengkap
o Hematologi
hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Eritorsit
Trombosit
Laju endap darah
Faal hemostasis
o Faal hati
SGOT
SGPT
o Glukosa darah
VII. Planning Terapi
Nonmedikamentosa:
Tirah baring
Memberikan edukasi pada pasien berbaring pada posisi bagian paru yang
sakit
Menenangkan pasien dan edukasi cara batuk yang benar dan pastikan
pasien tidak takut untuk membatukkan darahnya.
Pemantauan hemaptoe
Medikamentosa:
IVFD Ringer laktat 20 tetes/menit.
Lanjutkan OAT FDC 1 ( 1×4 tablet)
Kodein 3×10 mg
Vitamin K 3 × 1
7Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
VIII. Pemeriksaan Penunjang
A. Hasil pemeriksaan foto rontgen PA
Interpretasi
Kondisi foto baik, posisi PA
Trachea di tengah
Cor : dalam batas normal
Pulmo : corakan bronkovaskuler bertambah. Tampak
perselubungan berawan pada lapang paru kiri.
Sudut costophrenicus kanan dan kiri tajam
Kesan Tuberkulosis paru kiri aktif
B. Hasil Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin : 11.3 gr%
Leukosit : 7600/mm3
Eritrosit : 3.440.000/mm3
Trombosit : 165.000/mm3
Laju endap darah : 127 mm/jam
Kesimpulan Laju endap darah meningkat
Faal Hati
8Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
SGOT : 15 U/I
SGPT : 15 U/I
Kesimpulan SGOT dan SGPT dalam batas normal
Glukosa Darah
Puasa : 104 mg/dl
2 jam posprandial :125 mg/dl
Kesimpulan Glukosa darah dalam batas normal
IX. Assesment
Hemoptoe et causa Tuberkulosis aktif
X. Planning diagnosa
Pemeriksaan BTA sputun (SPS)
XI. Planning Terapi
Nonmedikamentosa:
Tirah baring
Memberikan edukasi pada pasien berbaring pada posisi bagian paru yang
sakit
Menenangkan pasien dan edukasi cara batuk yang benar dan pastikan
pasien tidak takut untuk membatukkan darahnya.
Pemantauan hemaptoe
Medikamentosa:
IVFD Ringer laktat 20 tetes/menit.
Lanjutkan OAT FDC 1 ( 1×4 tablet)
Vitamin K 3×1
Kodein 3×10 mg
XII. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
PEMBAHASAN
9Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
Berdasarkan anamnesa dari keterangan pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan Permasalahan utama pada pasien ini adalah :
1. Batuh berdarah
2. Tuberkulosis
Hemoptisis atau batuk darah merupakan salah satu keadaan kegawatan dalam bidang
kedokteran yang harus mendapatkan pertolongan segera. Oleh karena batuk darah
mempunyai potensi untuk terjadi kegawatan akibat perdarahan yang terjadi, bila
tidak segera ditangani secara tepat dan intensif, batuk darah yang masif
akan menyebabkan angka kematian yang tinggi.1
Pada umumnnya, pasien dengan batuk darah telah mempunyai penyakit yang
mendasari dengan gejala lain sebelumnya, seperti batuk atau sesak. Tetapi
gejala ini tidak sampai mendorong pasien untuk datang berobat. Hingga
muncul gejala batuk darah, yang merupakan keadaan yang menakutkan bagi
pasien dan keluarga, hingga akan mendorong pasien untuk datang berobat. 1
Angka kejadian hemoptisis di klinik paru berkisar antara 10 sampai 15 persen dan untuk
negara dengan angka kejadian tuberkulosis yang tinggi merupakan penyebab terjadinya
hemoptisis masif sebesar 20 persen. Sedangkan yang disebabkan oleh bronkiektasis
sebesar 45 persen dan pada tumor sebesar 10 persen.1
Komplikasi yang sering terjadi adalah akibat hemoptisis masif yang dapat menyebabkan
sesak nafas yang berat, kehilangan darah yang banyak dalam waktu singkat dan
penyebaran penyakit ke jaringan paru yang sehat. Batuk darah sendiri terkadang sulit
10Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
didiagnosis, salah satu faktor penyebabnya adalah akibat ketakutan pasien mengenai
gejala ini hingga terkadang pasien akan menahan batuknya,hal ini akan memperburuk
keadaan karena akan timbul penyulit. Oleh sebab itu pengertian yang seksama mengenai
hemoptisis diharapkan mampu memberikan penatalaksanaan yang optimal pada
penderita.2,3
A. Hemoptisis
1. Definisi
Sinonim batuk darah adalah hemoptoe atau hemoptysis, berasal dari
bahasaYunani yaitu haima yang berarti darah, dan ptysis yang berarti
diludahkan.1
Hemoptysis atau batuk darah merupakan keadaan batuk dengan ekspektorasi
atau dahak yang mengandung darah yang berasal dari saluran nafas di bawah
glottis atau pita suara, bukan berasal dari saluran nafas atas maupun saluran
pencernaan. Untuk itu harus dapat dibedakan dengan muntah darah.1
2. Klasifikasi Hemoptysis
a. Berdasarkan jumlah darah, Pursel membaginya sebagai :1
1) Derajat 1 : bloodstreak
2) Derajat 2 : 1-30 cc
3) Derajat 3 : 30-150 cc
4) Derajat 4 : 150-500 cc
5) Massive : 500-1000 cc
b. Pembagian berdasarkan kejadian, Johnson membaginya sebagai :1
1) Single hemoptysis, yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari
2) Repaeated hemoptysis, yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari
dengan interval 2-3 hari
3) Frank hemoptysis, yaitu bila yang keluar darah saja
11Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
c. Berdasarkan usia :1
1) Anak-anak dan remaja :
Bronkiektasis
Stenosis mitral
Tuberkulosis
2) Umur 20-40 tahun :
Tuberkulosis
Bronkiektasis
Stenosis mitral
3) Umur lebih dari 40 tahun :
Karsinoma bronkogen
Tuberkulosis
Bronkiektasis
Pada pasien, didapatkan batuk darah yang dialami 150-200 cc setiap kali
batuk, sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Berarti termasuk derajat 4
menurut kriteria Pursel. Pada saat keluar darah yang banyak tanpa dahak
artinya batuk darah berupa frank hemoptysis menurut kriteria Johnson.
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 44 tahun dan kemungkinan, oleh
karena itu tidak menutup kemungkinan pasien menderita tuberkulosis.
3. Etiologi
Etiologi hemoptisis adalah sebagai berikut : 4,5
a. Batuk darah idiopatik
Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya,
dengan insiden 0,5 sampai 58% . dimana perbandingan antara pria dan
wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun kebanyakan 40-
60 tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi.
b. Batuk darah sekunder
Batuk darah sekunder adalah batuk darah yang diketahui penyebabnya.
12Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
c. Oleh karena peradangan, ditandai vaskularisasi arteri bronkiale > 4%
(normal 1%)
1) Tuberkulosis : batuk sedikit - sedikit, masif perdarahannya dan
bergumpal.
2) Bronkiektasis : bercampur purulen.
3) Abses paru : bercampur purulen.
4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih.
5) Bronkitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir.
d. Neoplasma
1) Karsinoma paru.
2) Adenoma.
e. Lain-lain
1) Trombo emboli paru – infark paru.
2) Mitral stenosis.
3) Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat.
a) ASD
b) VSD
4) Trauma dada.
4. Patogenesis
Arteri bronchial merupakan sumber darah utama bagi saluran nafas (mulai dari
bronkus utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan kelnjar getah
bening intrapulmonary, serta persarafan daerah hilus. Arteri pulmonaris yang
membawa darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan parenkim paru
termasuk bronkiolus respiratorius. Setiap proses yang terjadi pada paru akan
mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang
13Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan
arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. secara
umum bila perdarahn berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan dari
sirkulasi bronkialis, sedangkan bila lesi diparenkim paru maka perdarahan
disirkulasi pulmonal. Pada keadaan kronik dimana terjadi perdarahan berulang,
sering terjadi peningkatan vaskularisasi dilokasi yang terlibat.
Pada pasien ini, kemungkinan besar hemoptisis terjadi karena
tuberkulosis paru. Kemungkinan proses terjadinya adalah sebagai
berikut :
a. Erosi arteri pulmonal bila rupture perdarahan dari sirkulasi arteri
(aneurisma Rasmussen)
b. Nekrosis percabangan arteri/vena (lesi parenkim akut)
c. Kavitas dengan lesi fibroulseratif parenkim paru tonjolan aneurisme
arteri kerongga kavitas mudah berdarah (lesi kronis)
d. lesi post TB membentuk bronkolit atau predisposisi terjadinya suatu
mycetoma intrakavitas perdarahan arteri bronchial
batuk yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak
darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit
TB atai initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya
ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena
itu, proses Tb harus cukup lanjut untuk dapat menimbulkan batuk dengan
ekspektorasi. Batuk darah masif terjadi bila ada robekan dari aneurisma
rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari
bronkiektasis atau ulserasi trakeo-bronkial.kematian sering disebabkan oleh
penyumbatan saluran pernafasan oleh bekuan darah.6,7
5. Diagnosis
Diagnosis hemoptoe meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (pemeriksaan dahak, radiologi, bronkoskopi dan bronkografi).1
Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal
14Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
dari nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita
tersebut benar - benar batuk darah dan bukan muntah darah.
Berikut ini adalah perbedaan batuk darah dengan muntah darah :1
No Keadaan Batuk Darah Muntah Darah
1 Prodromal Darah dibatukkan dengan rasa
panas di tenggorokan
Darah dimuntahkan dengan rasa
mual (Stomach Distress)
2 Onset Darah dibatukkan, dapat disertai
dengan muntah
Darah dimuntahkan, dapat
disertai dengan batuk
3 Tampilan Darah berbuih Darah tidak berbuih
4 Warna Merah segar Merah tua
5 Isi Lekosit, mikroorganisme,
hemosiderin, makrofag
Sisa makanan
6 Ph Alkalis Asam
7 Riwayat penyakit
dahulu (RPD)
Penyakit paru Peminum alkohol, ulcus
pepticum, kelainan hepar
8 Anemis Kadang tidak dijumpai Sering disertai anemis
9 Tinja Blood test (-) /
Benzidine Test (-)
Blood Test (+) /
Benzidine Test (+)
Tabel 1. Perbedaan Batuk Darah dan Muntah Darah (Kepustakaan 1)
a. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah :5,8
1) Jumlah dan warna darah yang dibatukkan.
2) Lamanya perdarahan.
3) Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak.
4) Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan.
5) Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik.
6) Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
b. Pemeriksaan fisik
15Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
1) Periksa tanda vital
2) Pemeriksaan pada hidung, mulut, faring posterior, dan laring termasuk
pemeriksaan laringoskopi.
3) Pemeriksaan leher, dada, jantung dan paru.1
c. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita
hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.
Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab
sebagian penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks.1
Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat
diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung).1
d. Pemeriksaan bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan sekaligus
untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan.
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian
sumber perdarahan dapat diketahui.1
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :1
1) Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2) Batuk darah yang berulang
3) Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
6. Penatalaksanaan
Tujuan terapi hemoptysis yang sedang berlangsung adalah menghentikan
perdarahan, mencegah aspirasi, mencegah kemungkinan penyebaran infeksi,
16Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
obstruksi jalan nafas oleh bekuan darah, dukungan terhadap fungsi vital dan terapi
penyakit dasar.1,9
a. Terapi Konservatif
1) Memperbaiki keadaan umum penderita
a) Penderita diminta untuk tirah baring atau istirahat total
b) Pemberian oksigen
c) Pemasangan IV line atau IVFD untuk pengantian cairan maupun untuk
jalur pemberian obat parenteral
d) Transfusi darah diberikam dengan target mempertahankan hematokrit di
atas 30%.
e) Memperbaiki keseimbangan asam basa
f) Bila perlu bisa ditambahkan obat sedatif ringan.
2) Mencegah penyumbatan jalan napas
Menjaga jalan napas agar tetap terbuka, kemudian nilai reflex batuk
a) Jika reflex batuk baik :
posisi duduk/setengah duduk;
batukkan darah;
tidak boleh menahan batuk
b) Reflex batuk kurang baik:
Menenangkan penderita dan memberitahukan penderita agar jangan
takut untuk membatukkan darahnya;
Posisi tidur miring kea rah lesi yang sakit (asal batuk darah), sedikit
trendelenberg agar bagian yang sehat bebas bernafas dan tidak masuk
ke yang sakit karena dapat menyebabkan asfiksia dan sufokasi;
Pasang intubasi bila ada tanda-tanda sesak
Isap bekuan darah melalui ETT
3) Menghentikan perdarahan
Jika hemoptisis berlangsung terus-menerus, upaya-upaya yang dapat
dilakukan adalah :
a) Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan
penderita.
17Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
b) Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),
misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
g) Antitusif kuat (kodein) harus diberikan bila batuk sangat berat dengan
perdarahan hanya sedikit untuk mencegah tercetusnya perdarahan baru.
Akan tetapi, pada saat keluar darah yang banyak antitusif tidak diberikan
karena akan mengakibatkan kegagalan reflex pembersihan saluran nafas
dari bekuan darah.
h) Ekspektoran bila batuk berlebihan terutama bila perdarahan telah
berhenti.
4) Mengobati penyakit yang dasar
Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas selalu
diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan juga
antibiotika yang sesuai.
b. Penatalaksanaan Bedah
Indikasi tindakan bedah menurut Busroh :1
1) Hemoptoe > 600 cc/24 jam dan batuk darah tidak berhenti .
2) Hemoptoe 250-600 cc/24 jam, Hb<10 gr% dan batuk darah berlangsung
terus.
3) Hemoptoe 250-600 cc/24 jam Hb>10gr%, observasi 48 jam perdarahan tidak
berhenti .
Tindakan bedah yang dilakukan dapat berupa :1
1) Reseksi paru : lobektomi, pneumonektomi
2) Terapi kolaps : pneumoperitoneum, pneumotoraks artificial,
torakoplasti, frenikolisis
3) Lainnya : embolisasi artificial.
7. Komplikasi
Komplikasi dari hemoptisis berupa :1,9
a. Sufokasi bahaya utama yang sering fatal dengan tersumbatnya trakea atau
saluran pernafasan sentral dimana penderita tampak sianosis, hal ini biasanya
terjadi pada hemoptysis massif.
b. Pneumonia aspirasi karena terhisapnya darah ke bagian paru-paru yang sehat
18Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
c. Atelektasis karena tersumbatnya saluran pernafasan sehingga bagian paru-paru
kolaps.
d. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya batuk darah dapat
menimbulkan syok hipovolemik, terutama pada perdarahan masif.
8. Prognosis
Prognosis batuk darah idiopatik prognosisnya baik, kecuali jika penderita
mengalami batuk darah yang rekuren.
Prognosis batuk darah sekunder tergantung pada :
a. Derajat batuk darah. Pada single hemoptysis mempunyai prognosis baik, sedang
batuk darah yang massif dan bergumpal-gumpal prognosisnya jelek.
b. Macam penyakit dasar. Pada Ca bronkogenik prognosisnya jelek
c. Kecepatan dalam penatalaksanaan hemoptoe masif. Menurut Crocco, pasien
dengan batuk darah massif (600 ml) dalam waktu kurang dari 4 jam mempunyai
mortality rate 71%; 4-16 jam mortality rate 22% dan 16-48 jam mortality rate
5%.1
B. Tuberkulosis Paru
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian
kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB
merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa
tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi.
Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen
Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23%
dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini
berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya
muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap
100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke-3 di dunia untuk
jumlah kasus TB setelah India dan China.10
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.10
19Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
2. Klasifikasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru).
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :10
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
3) Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.
3. Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini
akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
20Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana
terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis
dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan :
a) Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
b) Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
21Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan
sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior
maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut :
a. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
b. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
c. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Nasib kaviti ini :
1) Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas.
2) Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi •
Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
22Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).10
4. Diagnosis
Standar diagnosis tuberkulosis berdasarkan International Standard of TB Care
(ISTC) tahun 2009, yaitu :11
a. Standar 1 : setiap orang dengan keluhan batuk produktif selama 2-3 minggu
atau lebih, yang tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk TB.
b. Standar 2 : semua pasien dengan batuk produktif yang diduga menderita
TB paru harus melakukan pemeriksaan dahak sekurang-kurangnya 2 kali
yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika
memungkinkan satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.
c. Standar 3 : semua pasien dengan kecurigaan TB ekstra paru, harus diambil
spesimen dari bagian yang dicurigai tersebut untuk pemeriksaan
mikroskopis, kultur dan histopatologis.
d. Standar 4 : semua orang dengan kecurigaan TB berdasarkan foto thorak
harus melakukan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
e. Standar 5 : diagnosis TB paru BTA (-) harus berdasarkan criteria yaitu
minimal 2 kali pemeriksaan dahak negative, temuan foto thoraks konsisten
dengan TB, dan tidak ada respon terhadap antibiotic spectrum luas.
f. Standar 6 : diagnosis TB intrathoraks (paru, pleura, KGB
hilus/mediatinalis) pada anak konfirmasi bakteriologis harus dilakukan
dengan pemeriksaan dahak untuk pemeriksaan mikroskopis.
g. Standar 7 : setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap
menjalankan fungsi kesehatan masyarakat yang penting untuk mencegah
penularan infeksi lebih lanjut dan terjadinya resistensi obat.
h. Standar 8 : semua pasien yang belum pernah diobati harus diberi paduan
obat yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang
bioavailabilitasnya diketahui.
i. Standar 9 : membina dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan,
j. Standar 10 : respon pengobatan terapi pada pasien TB harus dimonitor
dengan pemeriksaan dahak mikroskopis berkala waktu fase inisial selesai.
k. Standar 11 : penilaian kemungkinan resistensi obat
23Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
l. Standar 12 : pasien yang menderita kemungkinan besar menderita TB
MDR/XDR, seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang
mengandung OAT lini kedua
m. Standar 13 : rekaman tertulis tentang pengobatan, respon bakteriologis dan
efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien.
n. Standar 14-17 : standar untuk penanganan TB dengan infeksi HIV dan
komorbid-komorbid lain
o. Standar 18-21 : standar untuk kesehatan masyarakat.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala Respiratorik
1) Batuk ≥ 3 minggu
2) Batuk darah
3) Sesak napas
4) Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru
tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa
akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.10
b. Gejala Sistemik
1) Demam
2) Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun.
24Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
Penderita dengan gejala tersebut dianggap sebagai curiga tuberkulosis dan
harus diperiksakan dahaknya. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (pagi-
sewaktu-pagi/SPS) dengan pewarnaan.1
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
a. 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
b. 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian
1) Bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif
2) Bila 3 kali negatif → Mikroskopik negatif
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif :10
a. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
noduler.
c. Bayangan bercak milier.
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif :10
a. Fibrotik pada segmen apikal atau posterior lobus atas
b. Kalsifikasi atau fibrotik
c. Kompleks ranke
d. Fibrotoraks/fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luas proses yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dintyatakan sebagai berikut :
a. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari datu atau dua paru
dengan luas lesi tidak melebihi dari volume paru yang terletak di atas
chondrosternal junction dari iga kedua dan prosessus spinosus vertebra
thorakalis IV, tidak dijumpai adanya kaviti.
b. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal
25Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
5. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi. Pemakaian OAT-KDT
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan
b. Untuk menjamin kepatuhan meminum obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT) oleh PMO
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.10
Obat yang dipakai:
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
1) Rifampisin
2) INH
3) Pirazinamid
4) Streptomisin
5) Etambutol
b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
1) Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
2) Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
c. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
1) Kanamisin
2) Kuinolon
3) Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
4) Derivat rifampisin dan INH
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
a. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3), paduan obat ini diberikan untuk pasien baru:
1) Pasien baru TB paru BTA positif
26Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
2) Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif
3) Pasien TB ekstra paru.
Berat badan
Tahap intensif, tiap hari
selama 56 hari
RHZE(150/75/400/275)
Tahap lanjutan, 3x
seminggu selama 16
minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
>71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori I (Kepustakaan 1,10)
b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3), paduan OAT ini diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
1) Pasien kambuh
2) Pasien gagal pengobatan
3) Pasien dengan pengobatan setelah putus obat (default)
Berat badan
Tahap intensif tiap hari RHZE
(150/75/400/275) + S
Tahap lanjutan 3 kali seminggu
RH (150/150) +E (400) selama
20 mingguSelama 56 hari Selama 28 hari
30-37 kg2 tablet 4KDT+500
mg streptomisin inj2 tab 4 KDT
2 tab 2KDT+2 tab etambutol
38-54 kg3 tablet 4KDT+750
mg streptomisin inj3 tab 4 KDT
3 tablet 2KDT+3 tab etambutol
55-70 kg
4 tablet
4KDT+1000 mg
streptomisin inj
4 tab 4KDT
4 tablet 2KDT+4 tab etambutol
>71 kg
5 tablet
4KDT+1000 mg
streptomisin inj
5 tab 4 kDT
5 tablet 2KDT+5 tab etambutol
Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT kategori 2 (Kepustakaan 1,10)
27Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Adapun efek samping ringan yang biasa terjadi setelah penggunaan OAT adalah
sebagai berikut
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan,
mual, sakit perut
Rifampisin, Pirazinamid,
INH
Semua OAT diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin, NSAID atau
parasetamol
Kesemutan sampai dengan
rasa terbakar di kaki
INH Beri vitamin B6 100 mg/hari
Warna kemerahan pada urin Rifampisin Cukup penjelasan, tidak perlu
diberi apa-apa
Flu like syndrome Dosis rifampisin intermiten Ubah pemberian dari
intermiten ke harian
Tabel 4. Efek Samping Ringan OAT (Kepustakaan 1,10)
6. Evaluasi Pengobatan
Setelah pengobatan perlu dilakukan evaluasi sebagai berikut :10
a. Evaluasi klinik (setiap 2 minggu 1 bulan pertama, berikutnya setiap bulan)
b. Evaluasi bakteriologik (0-2-6/9)
c. Evaluasi radiologik (0-2-6/9)
d. Evaluasi efek samping secara klinik (pemeriksaan fungsi hati dan ginjal)
e. Evaluasi Keteraturan berobat (penyuluhan atau edukasi)
f. Evaluasi penderita yang telah sembuh (mikroskopis dan radiologis)
28Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
DAFTAR PUSTAKA
1. M. Jusuf, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Batuk Darah. Departemen
Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2010. Hal ; 78-91.
2. Jean, Eddy. Management of Hemoptysis in the Emergency Departement.
Medical Article. January 2005. Available at :
http://www.turner-white.com/memberfile.php?PubCode=hp_jan05_manage.pdf.
Accessed 2014 February 20.
3. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis paru dalam buku at
a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga; 2008.hal ; 80-81.
4. Arief, Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/
11/27bdd48b1f564a5010f814f09f2373c0d805736c.pdf. Diakses pada tanggal 20
Februari 2014.
5. Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II,
edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006
6. Snell, SS. Thorak dalam buku anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2006.Hal : 94-
95
7. Amin Z dan Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
Edisi ke-IV. Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam FKUI; 2006. Hal
988-93.
29Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru
8. PAPDI. 2006. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna
U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
9. Sudarto & Ahmad. Tatalaksana Penyakit Respirasi dan Kritis Paru. Jilid II.
Bandung; PERPARI; 2012.
10. PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
2006. Situs : http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf. Diakses Tanggal 27
Februari 2014.
11. ISTC. International Standard of Tuberculosis Care. 2009. Situs :
http://parupadang.com/unduh/2012/International_Standards_For_TB_Care.pdf.
Diakses Tanggal 27 Februari 2014.
30Hemoptoe et causa Tuberculosis Paru