3
Spirometri dapat digunakan untuk menilai gangguan faal paru yang dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu gangguan restriksi dan gangguan obstruksi. Restriksi Restriksi adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun. Paru menjadi kaku, daya tarik ke dalam lebih kuat sehingga dinding dada mengecil, iga menyempit dan volume paru mengecil. Volume statis paru mengecil yaitu KV (kapasitas vital), KPT (kapasitas paru total), VR (volume residu), VCE (volume cadangan ekspirasi) dan KRF (kapasitas residu fungsional). Sebagai parameter pada spirometri diukur KV yang nilainya <80% nilai prediksi (Normal 80-120% sedangkan bila nilainya > 120% disebut over/hiperinflasi). VEP1/KVP nilainya masih di atas 75%. Kelainan restriksi paru dapat dijumpai pasda keadaan sebagai berikut: 1. Kelainan parenkim paru: tumor paru, pneumonia, abses paru, edema paru, atelektasis, kelainan fibrosis (misalnya TB paru, pneumoconiosis, penyakit kolagen dan penyakit interstisial paru) 2. Kelainan pleura: efusi pleura, pneumotoraks, pleuritis sicca/schwarte dan tumor pleura 3. Kelainan dinding dada: fraktur iga, obesitas, pektus ekskavatus, skoliosis, kifosis, gibus. 4. Kelainan neuromuscular: myasthenia gravis 5. Kelainan mediastinum: kardiomegali, tumor mediastinum, efusi pericardial 6. Kelainan diafragma: hernia diafragma, parese diafragma, asites, kehamilan Obstruksi

Spirometri Dapat Digunakan Untuk Menilai Gangguan Faal Paru Yang Dibagi Menjadi Dua Kelompok Utama Yaitu Gangguan Restriksi Dan Gangguan Obstruksi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Spirometri Dapat Digunakan Untuk Menilai Gangguan Faal Paru Yang Dibagi Menjadi Dua Kelompok Utama Yaitu Gangguan Restriksi Dan Gangguan Obstruksi

Citation preview

Page 1: Spirometri Dapat Digunakan Untuk Menilai Gangguan Faal Paru Yang Dibagi Menjadi Dua Kelompok Utama Yaitu Gangguan Restriksi Dan Gangguan Obstruksi

Spirometri dapat digunakan untuk menilai gangguan faal paru yang dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu gangguan restriksi dan gangguan obstruksi.

Restriksi

Restriksi adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun. Paru menjadi kaku, daya tarik ke dalam lebih kuat sehingga dinding dada mengecil, iga menyempit dan volume paru mengecil. Volume statis paru mengecil yaitu KV (kapasitas vital), KPT (kapasitas paru total), VR (volume residu), VCE (volume cadangan ekspirasi) dan KRF (kapasitas residu fungsional).

Sebagai parameter pada spirometri diukur KV yang nilainya <80% nilai prediksi (Normal 80-120% sedangkan bila nilainya > 120% disebut over/hiperinflasi). VEP1/KVP nilainya masih di atas 75%.

Kelainan restriksi paru dapat dijumpai pasda keadaan sebagai berikut:

1. Kelainan parenkim paru: tumor paru, pneumonia, abses paru, edema paru, atelektasis, kelainan fibrosis (misalnya TB paru, pneumoconiosis, penyakit kolagen dan penyakit interstisial paru)

2. Kelainan pleura: efusi pleura, pneumotoraks, pleuritis sicca/schwarte dan tumor pleura

3. Kelainan dinding dada: fraktur iga, obesitas, pektus ekskavatus, skoliosis, kifosis, gibus.

4. Kelainan neuromuscular: myasthenia gravis

5. Kelainan mediastinum: kardiomegali, tumor mediastinum, efusi pericardial

6. Kelainan diafragma: hernia diafragma, parese diafragma, asites, kehamilan

Obstruksi

Adalah gangguan saluran napas baik stuktural (anatomis) maupun funsional yang menyebabkan perlambatan aliran udara respirasi. Kelainan ini dapat dideteksi dengan:

Pemeriksaan fisik: auskultasi dijumpai ekspirasi yang memanjang

Spirometri: VEP1 <75%

Pemeriksaan PFR (dengan peak flow meter) rendah

Gambaran flow volume curve landai dan memanjang

Volume statik paru (VR, KPT dan KRF) meningkat.

Page 2: Spirometri Dapat Digunakan Untuk Menilai Gangguan Faal Paru Yang Dibagi Menjadi Dua Kelompok Utama Yaitu Gangguan Restriksi Dan Gangguan Obstruksi

Kelainan obstruksi dapat dijumpai pada kelainan:

Kelainan intra luminer (lumen bronkus normal tetapi ada massa dalam lumen tersebut misalnya tumor, benda asing, secret dll)

Lumen bronki yang menebal (asma, bronchitis kronis, perokok)

Emfisema. Sebenarnya tidak ada obstruksi, tetapi jaringan penyangga berkurang maka saluran napas menjadi mudah kolaps. Makin kuat menderita melakukan ekspirasi lumen akan semakin menyempit. Pada emfisema, alveolus saling bergabung sehingga terjadi obstruksi relative karena udara dalam alveoli yang menjadi besar harus keluar saluran napas yang kalibernya tetap (fenomena sedotan minum).

UJI BRONKODILATOR

Pemeriksaan spirometri sering dilakukan sebelum dan sesudah inhalasi bronkodilator untuk mengevaluasi fungsi faal paru. Bronkodilator yang digunakan golongan beta-2 agonis (albuterol, metaproterenol, dll) dengan menggunakan MDI (metered dose inhaler) dengan spaser atau menggunakan nebulizer. Pengobatan bronkodilator harus dihentikan sebelum pemeriksaan, misalnya inhalasi beta-2 agonis minimal 6-8 jam sebelum pemeriksaan, teofilin short acting 12 jam sebelumnya dan teofilin long acting 24 jam sebelumnya.

Respons positif terhadap inhalasi bronkodilator adalah terdapat perubahan KVP dan/atau VEP1 minimal 12% atau 200 ml setelah inhalasi bronkodilator. Respons positif dapat pula dinilai dengan terdapatnya penurunan volume air trapping, KRF atau VR. Cara lain untuk mengevaluasi respons terhadap inhalasi bronkodilator adalah dengan membandingkan flow-volume curve sebelum dan sesudah inhalasi.