Upload
bentar-priyopradono
View
2.429
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
SOCIAL NETWORK ANALYSIS: COLLABORATIVE NETWORK PENYULUH PERTANIAN DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN
Citation preview
B2 Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
10
SOCIAL NETWORK ANALYSIS: COLLABORATIVE NETWORK
PENYULUH PERTANIAN DALAM MENDUKUNG PROGRAM
PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN
Bentar Priyopradono
Program Studi Manajemen Informatika
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Teknokrat
AMIK - Perguruan Tinggi Teknokrat Lampung
Jl. Z.A. Pagar Alam No 9-11 Kedaton, Bandar lampung, Indonesia email : [email protected]
ABSTRACT Rural Agribusiness Development Program (PUAP) has
been running since 2008 with the fund of Direct Aid
Society ( BLM PUAP) to Gapoktan (Farmers Association)
as a capital gain used for the cultivation of food crops,
horticulture, livestock, crops, non-farming businesses
including domestic industry of agriculture, small-scale
marketing and other business-based agriculture. Ego-
network analyzes linkage structure or local connection of
each node in the network, covering the size and density of
each node relation with other nodes, aiming to
understand, describe variations in the behavior of all
individuals in the social structure, and analyze the
structure of their local association or each node
relationship in the implementation PUAP program. It has
a relevant step to understand the linkages and
collaborative network of actors in the network in
particular agricultural extension, in order to be able to
understand, integrate the skills, knowledge and
technologies among agricultural extensions. On the other
hand collaborative networks can modify the interaction
between agricultural extension to more open, simpler and
easier to build communication among different
agricultural extension agents in the network to the
expertise, work areas, operational areas, office, division,
functions and duties and the mastery of technology.
Key words Network, Ego-Network, Collaborative Network.
1. Pendahuluan
Kementerian Pertanian Republik Indonesia
(KEMENTAN) mulai tahun 2008 telah melaksanakan
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP) dibawah koordinasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan
berada dalam kelompok program pemberdayaan
masyarakat. PUAP dilaksanakan oleh petani
(pemilik/penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani
miskin di perdesaan melalui koordinasi Gapoktan sebagai
lembaga yang dimiliki dan dikelola oleh petani[1].
Sejalan dengan perkembangan pelaksanaan program
PUAP khususnya di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi
Bengkulu dengan penyaluran dana Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) kepada Gapoktan (Gabungan
Kelompok Tani) berupa penguatan permodalan, dalam
pelaksanaan didukung oleh tenaga ahli seperti Penyelia
Mitra Tani (PMT), Penyuluh Pendamping atau Penyuluh
Pertanian (PPL) dan pendampingan teknologi oleh Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Melalui
pendampingan serta pemantapan arah pengembangan
ekonomi masyarakat berbasis potensi sumberdaya
pertanian setempat, memberikan fasilitasi modal usaha
lewat Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai
lembaga ekonomi yang dikelola dan dimiliki petani.
Gapoktan yang akan dijadikan sasaran pemberian modal
usaha adalah Gapoktan yang memiliki usaha produksi dan
pemasaran, dan unit usaha simpan pinjam.
Analisis peran aktor dalam pelaksanaan program PUAP
menjadi langkah yang relevan untuk memahami
keterhubungan, konetivitas dan collaborative network
aktor-aktor dalam jaringan (network) khususnya peranan
penyuluh pertanian dalam mendukung pelaksanaan
program PUAP di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi
Bengkulu dengan tujuan penyusunan dan perencanaan
kerja penyuluh pertanian, salah satunya adalah masih
kurang optimalnya penyuluh pendamping atau penyuluh
pertanian yang ditugaskan untuk mendampingi petani,
kelompok tani (Poktan) dan Gapoktan sehingga hal ini
menarik untuk diteliti. Pemetaan social network dalam
pelaksanaan PUAP dapat dilakukan untuk memahami
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013 B2
11
secara mendalam collaborative network penyuluh
pendamping atau penyuluh pertanian .
2. Program Usaha Agribisnis Perdesaan
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
merupakan program terobosan Kementerian Pertanian.
Program ini dimulai tahun 2008, sampai dengan akhir
2009 telah dilaksanakan di 20.426 desa / Gapoktan di 417
Kabupaten dan 33 Provinsi[2]. Salah satu kegiatan pokok
PUAP adalah penyaluran dana Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) kepada Gapoktan berupa penguatan
permodalan yang digunakan untuk 1) Budidaya tanaman
pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, 2) Usaha
non budidaya meliputi usaha industri rumah tangga
pertanian, pemasaran skala kecil dan usaha lain berbasis
pertanian[2].
Pendekatan utama Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) diharapkan akan menghasilkan resultan
penting, sekaligus sebagai indikator utama keberhasilan
PUAP, yaitu:
• Pemberdayaan Gapoktan.
• Bantuan modal kerja untuk usaha produktif.
• Agribisnis.
• Wilayah.
• Kelembagaan dan
• Pemberdayaan masyarakat secara partisipatif..
Untuk meningkatkan kinerja, Gapoktan PUAP
didukung tenaga Penyelia Mitra Tani (PMT), penyuluh
pendamping (PP), pendampingan teknologi oleh BPTP,
pembinaan oleh provinsi dan kabupaten. GAPOKTAN
PUAP merupakan kelembagaan yang mengelola dana
bantuan Kementerian Pertanian sebesar 100 juta rupiah
untuk penguatan modal, agar anggota Gapoktan dapat
mengembangkan usaha ekonomi produktif bidang
agribisnis. Pola pengembangan PUAP ditempuh melalui
fasilitasi pendampingan, penajaman serta pemantapan arah
pengembangan ekonomi masyarakat berbasis potensi
sumberdaya pertanian setempat, dalam menumbuhkan
PUAP, strategi pengembangannya dengan membeikan
fasilitasi modal usaha lewat Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) sebagai lembaga ekonomi yang dikelola dan
dimiliki petani. Gapoktan yang akan dijadikan sasaran
pemberian modal usaha adalah Gapoktan yang memiliki
usaha produksi dan pemasaran, dan unit usaha simpan
pinjam[2].
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
bertujuan untuk :
• Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui
penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha
agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah.
• Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis,
pengurus Gapoktan, Penyuluh dan PMT.
• Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi
perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha
agribisnis.
• Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani
menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam
rangka akses ke permodalan.
Sasaran Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP) yaitu sebagai berikut :
• Berkembangnya usaha agribisnis di desa terutama
desa miskin terjangkau sesuai dengan potensi
pertanian desa;
• Berkembangnya Gapoktan yang dimiliki dan dikelola
oleh petani untuk menjadi kelembagaan ekonomi;
• Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani
miskin, petani/peternak (pemilik dan/atau penggarap)
skala kecil, buruh tani;
• Berkembangnya usaha agribisnis petani yang
mempunyai siklus usaha harian, mingguan, maupun
musiman.
Penyuluh pertanian atau Penyuluh Pendamping diberi
penugasan oleh Bupati/Walikota dengan tugas utama :
• Melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang
berbasis usaha pertanian.
• Memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis
perdesaan termasuk pemasaran hasil usaha.
• Membantu memecahkan permasalahan usaha petani
/kelompok tani, serta mendampingi Gapokan selama
penyusunan dokumen PUAP dan proses penumbuhan
kelembagaan.
• Melaksanakan pelatihan usaha agribisnis dan usaha
ekonomi produktif sesuai potensi desa.
• Membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap
sarana produksi, teknologi dan pasar.
• Bersama PMT, memberikan bimbingan teknis dalam
pemanfaatan dan pengelolaan dana BLM PUAP.
• Membantu Gapoktan dalam membuat laporan
perkembangan PUAP.Penulisan rumus harus jelas dan
diberi indeks misalnya
3. Social Network Analysis
Social Network Analysis (SNA) menjadi alat
metodologi yang kuat di samping statistik, dimana konsep
jaringan (network) telah didefinisikan, diuji, dan
diterapkan dalam tradisi penelitian di seluruh ilmu-ilmu
sosial, mulai dari antropologi, sosiologi, administrasi
bisnis dan sejarah[3]. SNA merupakan alat untuk
memetakan hubungan pengetahuan penting antara
individu[4]. pendekatan SNA digunakan untuk penelitian
B2 Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
12
sosial seperti memetakan arus informasi vertikal dan
lateral, mengidentifikasi sumber-sumber dan tujuan untuk
mencari batasan atas resourses[5], SNA digunakan untuk
memahami hubungan (ties) dari aktor-aktor (nodes) dalam
sebuah sistem dengan 2 fokus pendekatan, yaitu aktor dan
hubungan antar aktor dalam konteks sosial tertentu, fokus
tersebut membantu pemahaman terhadap bagaimana posisi
aktor-aktor tersebut dapat mempengaruhi akses terhadap
sumber daya yang ada misalnya barang, modal, dan
informasi. Informasi merupakan satu resources atau
sumber daya yang paling penting yang mengalir dalam
sebuah jaringan sehingga SNA sering diimplementasikan
untuk mengidentifikasi arus informasi[5], dengan
mengidentifikasi arus informasi dapat membantu
meningkatkan strategi yang bisa memacu para aktor untuk
berbagi informasi dari pada harus menciptakan strategi
yang baru[6].
3.1 Social Network
Network merupakan sebuah kumpulan dari hubungan-
hubungan antar aktor[7], secara formal, network memiliki
beberapa objek yang disebut nodes, salah satu contoh
sederhana dari network dapat ditemukan dan dilihat adalah
pada eksistensi sebuah masyarakat dan hubungan-
hubungan sosial antara individu satu dengan yang
lainnya[8], dalam masyarakat dapat ditemukan adanya
network dan juga social network[9]. Social Network
merupakan struktur sosial yang terdiri dari individu atau
organisasi disebut "node", yang terikat (terhubung) dan
saling ketergantungan, seperti persahabatan, kekerabatan,
kepentingan bersama, financial exchange, dislike, sexual
relationships, atau hubungan kepercayaan dan
pengetahuan[5].
3.2 Ego-Network
Ego-Networks merupakan sub-network yang berpusat
pada node tertentu. untuk dapat menghasilkan ego-network
kita menangkap semua hubungan antara node dan node
lainya. Ego-network menganalisis struktur keterkaitan atau
hubungan lokal masing-masing node dalam jaringan,
sebuah ego-network terdiri dari simpul fokus dan set-node
yang berdekatan dari simpul fokus dan dasar dari ego-
network mencangkup ukuran dan kepadatan masing-
masing hubungan node dengan node lainya[10]. Ego
merupakan simpul focus dari individu, ego bisa berupa
orang atau individu, kelompok, organisasi, atau seluruh
masyarakat[11]. Ego Network bertujuan untuk memahami,
menggambarkan variasi dalam perilaku seluruh individu
dalam struktur sosial[11].
3.3 Actor Network Theory
Actor network theory merupakan pendekatan
interdisipliner pada studi ilmu ilmu, ilmu sosial dan studi
teknologi. Sebenarnya Teori ini berawal dari Michel
Callon (1991) dan Bruni Latour (1992) di Centre de
Sociologie de l’Innovation Ecole des Mines di Paris, teori
ANT digunakan untuk memahami proses inovasi teknologi
dan penciptaan pengetahuan, ANT terus berkembang
dalam ilmu sosial sejak kemunculannya pada awal tahun
1980 [20], ANT telah memberikan kontribusi penting
untuk pendekatan analitik dan asumsi tentang pengetahuan,
subjektivitas sosial nyata. ANT berfokus pada materi sosial
dan bagaimana hubungan antara objek-objek dunia nyata.
Sepanjang tahun 1980-an dan 1990-an, ANT sering
digunakan dalam cangkupan penelitian seperti sosiologi,
teknologi, feminisme, geografi budaya, organisasi dan
manajemen, perencanaan lingkungan dan kesehatan[21].
ANT meneliti interkoneksi manusia untuk memahami
bagaimana network yang menghasilkan kekuatan dan efek
lainnya seperti pengetahuan, identitas, rutinitas, perilaku,
kebijakan, inovasi. ANT membantu kita berfikir dan
bertanya, Apa jenis koneksi dan asosiasi yang terbangun
antar individu-individu ?, jenis dan kualitas keterkaitan
yang dihasilkan melalui network ?[21].
3.4 Collaborative Network
Kolaborasi sebuah proses di mana entitas berbagi
informasi, sumber daya dan tanggung jawab untuk
bersama-sama merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi program kegiatan untuk mencapai tujuan
bersama, konsep ini berasal dari bahasa latin
“collaborare” berarti "bekerja sama" dan dapat dilihat
sebagai proses penciptaan bersama. Kolaborasi melibatkan
saling keterlibatan aktor untuk memecahkan masalah
bersama-sama, yang berarti saling percaya dan demikian
membutuhkan waktu, usaha, dan dedikasi[12]. Kolaborasi
merupakan proses di mana entitas berbagi informasi,
sumber daya dan tanggung jawab untuk bersama-sama
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program
kegiatan untuk mencapai tujuan bersama[13].
Kolaborasi merupakan suatu kegiatan yang secara
fundamental terletak dalam social network di mana
network dianggap sebagai hubungan antara dua node
berkomunikasi. Kolaborasi sangat umum di masyarakat
saat ini. Hal ini terbukti ampuh untuk memecahkan
masalah, membangun konsensus, dan membantu proses
pengambilan keputusan[14]. Secara historis, kolaborasi
telah diatur melalui hierarki kolaborasi, di mana setiap
anggota dikendalikan dan diawasi oleh anggota top
lainnya, karyawan didominasi oleh manajer, dan pelanggan
dikendalikan oleh organisasi[15], Kolaborasi merupakan
suatu hubungan yang memiliki tujuan tertentu, kolaborasi
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013 B2
13
juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk kerjasama
dalam upaya untuk pencapaian tujuan, kolaborasi memiliki
tujuan diantaranya 1) memecahkan masalah, 2)
menciptakan sesuatu, dan 3) menemukan sesuatu di dalam
sejumlah hambatan. Istilah kolaborasi selama ini lebih
akrab digunakan di kalangan bisnis, akademisi, maupun
dunia seni, namun, dalam melakukan kolaborasi, juga
terdapat berbagai hambatan yang mungkin dapat
menghambat sulitnya berkolaborasi, hambatan-hambatan
tersebut antaranya keahlian, waktu, biaya, kompetisi, dan
kearifan local[16].
Tujuan organisasi yang terbaik direalisasikan dengan
penataan dirinya sebagai Collaborative Networks. Sebuah
Collaborative Networks adalah kumpulan bisnis, individu
dan entitas organisasi lainnya yang memiliki kemampuan
dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil
tertentu, Collaborative Networks mendesain organisasi
pada posisi terbaik untuk memanfaatkan sumber daya yang
ada dan menciptakan nilai baru. Secara struktur
memanfaatkan kekuatan dari semua pihak yang
berkontribusi dan dengan demikian manfaat dan
menghubungkan mereka dalam cara baru yang
inovatif[16], Collaborative Networks merupakan jaringan
yang terdiri dari berbagai entitas misalnya organisasi,
group dan komunitas yang sebagian besar berdiri mandiri,
terdistribusi secara geografis, dan heterogen dalam hal
lingkungan kerja mereka (budaya, social capita dan
tujuan) yang berkolaborasi untuk pencapaian suatu tujuan.
Collaborative Networks berfokus pada struktur, perilaku,
dan dinamika yang berkembang dari jaringan entitas yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang lebih
baik atau yang kompatibel[17]. Collaborative Networks
menawarkan kemungkinan baru untuk organisasi yang
efektif dan tangkas untuk menuju masa depan, agar sukses
dalam lingkungan yang sangat kompetitif yang berubah
dengan cepat, organisasi membutuhkan kompetensi dalam
hal, strategi, prinsip-prinsip organisasi dan tata kelola,
proses dan kemampuan teknologi, dalam konteks ini,
Collaborative Networks menunjukkan peranan untuk
penciptaan nilai melalui kemampuan baru untuk mengatasi
kebutuhan inovasi, ketidakpastian, kustomisasi massal dan
persaingan[18].
4. Tujuan Penelitian
Permasalahan yang dihadapi pada tahap pelaksanaan
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP), salah satunya adalah masih kurang optimalnya
penyuluh pertanian yang ditugaskan untuk mendampingi
Poktan (Kelompok Tani) dan Gapoktan (Gabungan
Kelompok Tani) dalam mendukung pelaksanaan program
PUAP, oleh karena itu, menarik untuk diteliti. Pemetaan
social network dari seluruh stakeholder program PUAP
menjadi langkah yang relevan, dalam memahami secara
mendalam arus informasi dan collaborative network antara
penyuluh pertanian, dengan tujuan memahami
keterhubungan atau konetivitas dari aktor-aktor, serta
melihat peranan aktor dalam network, ini semua menjadi
kebutuhan dalam rangka penyusunan perencanaan kerja
dari tahapan pelaksanaan program PUAP demi
kesinambungan pelaksanaan program dimasa yang akan
datang.
5. Metode Penelitian
Pada tahapan ini data sampel responden yang diambil
berdasarkan pertimbangan guna keterwakilan sampel
terhadap populasi pada pelaksanaan Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di
Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, Dalam
penelitian ini, berdasarkan objek penelitian sebagai
populasi target, maka penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan data sampel yang diambil berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Akan tetapi,
pengambilan sampel yang dilakukan tetap melihat dari
keterwakilan dari setiap elemen-elemen populasi.Daftar
Populasi dan sampel dari penelitian dapat dilihat pada
tabel 1 berikut.
Tabel 1 Daftar Populasi Target dan Populasi Survei
Populasi Target Populasi Survei Sampel Penelitian
Pelaku atau
Stakeholder
dalam Program
Pengembangan
Usaha
Agribisnis
Pedresaan
(PUAP)
- Badan
Pelaksanaan
Penyuluhan
Pertanian,Perika
nan,dan
Kehutanan
BP4K
- Balai Penyuluh
Pertanian.
- Penyelia Mitra
Tani (PMT)
- Staf Program
PUAP BP4K
- Staf Balai
Penyuluh
Pertanian
- Penyuluh
Pertanian(PP)
- Penyuluh
Pertanian
Pendamping
PUAP
- Penyelah Mitra
Tani
Dari hasil populasi target dan populasi survey
diperoleh informasi dengan komposisi 95 responden.
Berdasarkan hasil kuisioner dan wawancara, seluruh data
sampel responden yang menjadi objek penelitian ini,
merupakan kombinasi dari pelaksanaan Program PUAP di
Kabupaten Rejang Lebong, seperti yang ditunjukkan pada
table 2.
Tabel 2 Daftar Populasi Sampel Penelitian
Kelembagaan Responden Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) 10 responden
B2 Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
14
Balai Penyuluh Pertanian (BPP) 85 responden
Total Responden 95 Responden
Dari data sampel diatas 95 responden yang
memberikan informasi baik di tingkat BP4K terdiri dari
Penyela Mitra Tani (PMT) dan staf Program dan
pengembangan kelembagaan di BP4K, sedangkan pada
tingkat Balai Penyuluh Pertanian (BPP), responden
tersebar dari 10 kantor BPP yang terdiri dari Penyuluh
Pendamping atau penyuluh pertanian, Staff BPP, dan
Kepala BPP, data sampel responden yang diambil
berdasarkan pertimbangan guna keterwakilan sampel
terhadap populasi pelaksanaan program PUAP.
ego-Networks digunakan untuk menganalisis struktur
keterkaitan atau hubungan-hubungan antar aktor yang
membangun jaringan sosial dalam Program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dalam jaringan sosial
tersebut akan dianalisis hubungan lokal masing-masing
node untuk menemukan aktor-aktor yang memiliki peran-
peran tertentu, melihat keterhubungan (connection) antar
aktor dalam jaringan sosial dan peran dari aktor dalam
jaringan.
6. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengolahan data responden diperoleh hasil
visualisasi Social Network dan deskripsi statistik dari
hubungan aktor-aktor dalam Program Pengembagan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kabupaten Rejang
Lebong Provinsi Bengkulu, untuk dapat melihat secara
mendalam dari visualisasi social network, berikut akan
dibahas hubungan dan interaksi yang dibangun dan
terbangun dari para aktor, yang dilihat dari beberapa
analisa dalam Social Network Analysis.
6.1 Struktur Keterkaitan dan Hubungan Masing-
masing Penyuluh Pertanian
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dengan
bantuan software Netminer4, diperoleh hasil visualisasi
jaringan sosial dan diskripsi statistik dari 95 aktor.
Gambar 1 Sociogram Collaborative Network Seluruh Sampel (95 aktor)
Tahapan ini mencoba melihat dan menganalisa struktur
keterkaitan dan kedekatan hubungan lokal masing-masing
node dalam jaringan (network), hasil visualisasi dapat
dilihat pada Gambar 1 Sociogram Collaborative Network
dari seluruh data sampel. Secara keseluruhan berdasaran
sociogram dari total 95 aktor diperoleh informasi bahwa
hubungan yang terbagun antara aktor dalam jaringan,
terdapat 3 aktor (node hijau) yang memiliki kepadatan
hubungan keterkaitan tertinggi diantaranya (1) N93 dengan
39 keterkaitan, (2) N92 dengan 36 keterkaitan, dan (3)
N94 dengan 26 keterkaitan dengan nodes lain, terlihat jelas
bahwa ada tiga aktor memiliki pengaruh besar dalam
jaringan (network) pelaksanaan program PUAP, hasil
perhitungan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Perhitungan Ego-network dari 95 aktor dalam program PUAP
Measures Value
Size Density
Mean
Std.Dev
Min
Max
6,894
6,146
1
39
-
-
0
1
Hasil perhitungan Ego Network pada jaringan
(network) didapat informasi bahwa masing-masing aktor
rata-rata hanya mengirim dan menerima informasi secara
umum dari dan kepada 6 aktor, berdasarkan 95 aktor yang
ada dalam jaringan (network).
Dari 95 aktor, dilakukan seleksi berdasarkan penyuluh
pertanian dan Penyelia Mitra Tani yang secara langsung
bertanggung jawab akan pelaksanaan program PUAP dan
didapatlah 59 aktor, hasil dari visualisasi Ego-network
dapat dilihat pada gambar 2 yang merupakan visualisasi
dari 59 aktor.
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013 B2
15
Gambar 2 Sociogram Collaborative Network 59 Aktor
Hasil visualisasi Ego Network dari total 59 aktor pada
program PUAP diperoleh informasi bahwa hubungan yang
terbagun antara aktor dalam jaringan (network), terdapat 4
nodes yang memiliki nilai kepadatan hubungan tertinggi
diantaranya (1) N93 dengan 35 keterkaitan dengan aktor
lainnya, (2) N92 dengan 37 keterkaitan, (3) N94 dengan 23
keterkaitan, dan (4) N18 dengan 14 keterkaitan, terlihat
jelas bahwa ada 4 actor yang memiliki pengaruh besar
dalam jaringan program PUAP. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Perhitungan Ego-network PUAP
Measures Value
Size Density
Mean
Std.Dev
Min
Max
4,61
5,986
1
35
-
-
0
1
Dari hasil perhitungan Ego Network pada jaringan
(network), didapat informasi bahwa masing-masing aktor
rata-rata hanya mengirim dan menerima informasi secara
umum dari dan kepada 4 aktor, berdasarkan 59 aktor yang
ada dalam jaringan.
Visualisasi Ego-network gambar 3 merupakan data
aktor-aktor yang berperan sebagai penyuluh pertanian
(hasil seleksi dari 95 responden) dalam pelaksanaan
program PUAP yang terdiri dari 59 aktor, namun di sini
aktor yang berperan sebagai Penyelia Mitra Tani (PMT) di
hilangkan maka sampel menjadi 56 aktor, dengan tujuan
melihat peran dan keterhubungan aktor dengan aktor yang
lain yang berperan sebagai penyuluh Pertanian.
Gambar 3 Sociogram Collaborative Network Penyuluh Pertanian (56
Aktor)
Hasil visualisasi Ego Network dari total 56 responden
pada program PUAP diperoleh informasi bahwa hubungan
yang terbagun antara actor dalam jaringan terdapat 1
nodes yang memiliki nilai kepadatan hubungan tertinggi
yaitu N18 dengan 12 keterkaitan dengan aktor lainnya,
terlihat jelas bahwa ada 1 aktor (penyuluh pertanian) yang
memiliki pengaruh besar dalam jaringan (network)
pelaksanaan program PUAP, dari hasil perhitungan Ego
Network pada jaringan (network) didapat informasi bahwa
masing-masing aktor rata-rata hanya mengirim dan
menerima informasi secara umum dari dan kepada 1 aktor,
berdasarkan 56 aktor yang ada dalam jaringan, dilihat juga
terdapat aktor yang terisolasi seperti (N11,N12, N26, N39,
N51, N55, N56, N59, N60, N79, N81, N86), karena
jaringan keterkaitan dan keterhubungan sepenuhnya
dipengaruhi oleh peran Penyelia Mitra Tani (PMT). Hasil
perhitungan ego-network dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 4 Perhitungan Ego-network Penyuluh Pertanian
Measures Value
Size Density
Mean
Std.Dev
Min
Max
1,929
1,935
0
12
-
-
0
1
6.2 Collaborative Network yang terbangun antar
Penyuluh Pertanian
Tahapan ini melihat dimensi spasial yang menunjukkan
bagaimana bentuk keterhubungan dan keterkaitan yang
terbangun oleh penyuluh pertanian dalam pelaksanaan
program PUAP berdasarkan wilayah operasional Balai
Penyuluh Pertanian (BPP) dimana penyuluh pertanian
bertugas, tahapan ini mencoba memberikan pemahaman
tentang bagaimana pertukaran informasi, pengetahuan dan
interkasi antar penyuluh pertanian dalam pelaksanaan
program PUAP dengan menjelajahi lingkungan wilayah
B2 Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
16
operasional Balai Penyuluh Pertanian (BPP), langkah ini
bertujuan untuk mengetahui efisiensi, efektivitas, dan
produktivitas peran penyuluh pertanian dalam
melaksanakan fungsi dan tugas-tugas mereka. Gambar 4
merupakan visualisasi dari 59 aktor yang secara langsung
terlibat dalam pelaksanaan prohram PUAP, namun di sini
aktor yang berperan sebagai Penyelia Mitra Tani tetap di
hilangkan, maka menjadi 56 aktor, dengan tujuan melihat
peran dan keterhubungan aktor dengan aktor yang lain
yang berperan sebagai penyuluh pendamping (PP).
Gambar 4 Sociogram Collaborative Network Penyuluh Pertanian
Berdasarkan Wilayah Operasional Balai Penyuluh Pertanian
Hasil visualisasi diatas dapat dilihat pemahaman
tentang bagaimana pertukaran informasi, pengetahuan dan
interkasi antar aktor dalam pelaksanaan program PUAP di
Kabupaten Rejang Lebong dengan menjelajahi dimensi
dalam lingkungan spasial wilayah operasional Balai
Penyuluh Pertanian (BPP) berdasarkan wilayah kerja
penyuluh pertanian. dari visualisasi Gambar 4 dapat
terlihat kepadatan keterkaitan aktor dengan aktor lainya
berdasarkan wilayah operasional BPP, ditunjukan dengan
4 wilayah BPP yang terisolasi (BPP Kesambe Lama, BPP
Durian Mas, BPP Bengko dan BPP Tanjung Agung) ini
menunjukan bahwa jaringan (network) yang tebangun dari
penyuluh pertanian antar wilayah operasional BPP masih
rendah, sebagian besar keterhubungan dan keterkaitan
penyuluh pertanian terjadi di dalam wilayah operasional
BPP dimana penyulu pertanian bertugas. Hasil visualisasi
terlihat penyuluh pertanian yang aktif sebagai penghubung
antar wilayah BPP seperti N18 dan N17 pada BPP Air
Pikat, N7 dan N9 pada BPP Air Duku, N82 pada BPP
PAL VIII, N67 pada BPP Mojorejo dan N63 pada BPP
Lubuk Ubar, disimpulkan hubungan dan keterkaitan antar
penyuluh pertanian dilihat dari wilayah operasional BPP
masih sangat besar di pengaruhi oleh peran Penyelia Mitra
Tani.
6.3 Strategi Collaborative Network dalam
pelaksanaan program PUAP
Hasil analisis Social Network Analysis didapat berbagai
pola keterkaitan dan berbagi informasi di dalam
pelaksanaan program PUAP khususnya penyuluh
pertanian, SNA membantu membuat interaksi kelompok
terlihat, hal ini sangat penting dalam pekerjaan dan
peningkatan koordinasi antar penyuluh pertanian didalam
pelaksanaan program PUAP dalam menghadapi beberapa
macam permasalahan yang menghambat kemampuan
jaringan (network) untuk mengintegrasikan keahlian antar
penyuluh pertanian. Permasalahan tersebut mungkin
hirarkis/struktur, fungsional, geografis, namun pemahaman
bagaimana arus informasi, melintasi batas-batas dalam
sebuah program dapat menghasilkan wawasan penting
bagaimana pelaksanaan program PUAP harus menargetkan
upaya untuk mempromosikan kolaborasi yang memiliki
hasil strategis demi tercapainya tujuan pelaksanaan
program PUAP, dukungan collaborative network dapat
memodifikasi interaksi antar penyuluh pertanian menjadi
lebih terbuka, maka membutuhkan sistem yang terbuka,
sistem ini harus memungkinkan untuk membangun
komunikasi sederhana dan mudah antara penyuluh
pertanian yang berbeda dari jaringan (network) baik
keahlian, wilayah kerja, wilayah operasional dan
penguasaan teknologi. Kemampuan untuk menangkap dan
berbagi informasi dalam jaringan (network) seringkali
dibatasi oleh keragaman proses bisnis, unit organisasi,
struktur dan teknologi, serta sulitnya berbagi pengetahuan
antara penyuluh pertanian dilihat dari jabatan, divisi dan
fungsi tugas mereka.
Peranan dan kontribusi Penyelia Mitra Tani dalam
pelaksanaan program PUAP perlu titingkatkan dan
dikembangkan dikarenakan perananan supervisi dan
advokasi proses penumbuhan kelembagaan kepada
Gapoktan beserta Penyuluh Pertanian melakukan
pendampingan bagi Gapoktan PUAP dapat menjadi
rasionalisasi bahwa social network yang terbentuk
memiliki social power dan interaksi yang ada merupakan
social capital yang baik[19], dan perlu dilihat kembali
peran, kontribusi aktor lain yang muncul (memiliki potensi
power / memberikan pengaruh) dari social Network
Analisys, dimana sebagai aktor yang memiliki potensi serta
cukup berpengaruh dalam jaringan (network), disebabkan
dari kemampuan dan kemauannya untuk bertukar
informasi, mereka memiliki kekuatan secara struktural
untuk menjadi fasilitator komunikasi, dengan demikian,
mereka adalah aktor dominan dan aktor penting dalam
pengembangan pelaksanaan program PUAP di Kabupaten
Rejang Lebong, yang kedepannya perlu ditingkatkan
koordinasi dan pengarunya untuk meningkatkan
pelaksanaan Program PUAP ditingkat kelembagaan
terutama di tingkat wilayah kerja Balai Penyuluh Pertanian
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013 B2
17
(BPP) khususnya pelaksanaan program PUAP di
Kabupaten Rejang Lebong [19].
4. Kesimpulan
Pemetaan collaborative network pada pelaksanaan
program PUAP di Kabupaten Rejang Lebong dilakukan
berdasarkan hubungan kolaborasi kerja antar penuluh
pertanian, hasil penelitian telah menunjukkan pentingnya
kolaborasi antara penyuluh pertanian dan unit kerja dalam
pelaksanaan Program PUAP, baik kelembagaan terutama
ditingkat wilayah kerja Balai Penyuluh Pertanian (BPP)
dalam menentukan tingkat inovasi agar bisa memberikan
masukan yang lebih baik untuk pelaksanaan program
PUAP, berkolaborasi sangat penting dalam pekerjaan dan
peningkatan koordinasi antar penyuluh pertanian didalam
mendukung pelaksanaan program PUAP untuk
menghadapi beberapa macam permasalahan yang
menghambat kemampuan jaringan (network).
Untuk mengintegrasikan keahlian, pengetahuan dan
teknologi antar penyuluh pertanian banyak sekali factor
penghambat terjadinya kolaborasi, baik permasalahan
struktur, fungsional dan geografis, collaborative network
dapat memodifikasi interaksi antar penyuluh pertanian
menjadi lebih terbuka, membangun komunikasi sederhana
dan mudah antara penyuluh pertanian yang berbeda dalam
jaringan (network) baik itu keahlian, wilayah kerja,
wilayah operasional, jabatan, divisi, fungsi dan tugas
dampai dengan penguasaan teknologi.
REFERENSI [1] Kementan., 2013, “Pedoman Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan”, Peraturan Kementerian Pertanian,
Jakarta.
[2] Kementan., 2013, “Petunjuk Teknis Verifikasi Dokumen
Administrasi Dan Penyaluran Dana BLM-PUAP Tahun
2013”, Petunjuk Teknis, Jakarta.
[3] W. De Nooy, A. Mrvar and V. Batagelj., 2005, “Exploratory
Network Analysis with Pajek,” Cambridge University Press,
New York.
[4] S. Pryke., 2004, “Analysing Construction Project
Coalitions: Exploring the Application of Social Network
Analysis,” Construction Management and Economics.
[5] B. Wellman., 1997, “An Electronic Group Is Virtually a
Social Network,” In: S. Kiesler, Ed., Culture of the Internet,
Lawrence Erlbaum, Mahwah, pp. 179-205.
[6] O. Serrat., 2009, “Social Network Analysis, Knowledge
Solutions,” Asian Development Bank (ADB), Mandaluyong
City.
[7] C. Kadushin., 2004, “Introduction to Social Network
Theory,” Boston.
[8] R. Agusyanto., 2010, “Fenomena Dunia Mengecil: Rahasia
Jaringan Sosial,” Institute Antropologi Indonesia, Jakarta.
[9] E. M. Daly and M, Haahr., 2007, “Social Network Analysis
for Routing in Disconnected Delay-Tolerant,” ACM, New
York.
[10] M. Granovetter, 1978, Introduced the concept of threshold
as the percentage of previous adopters in a person’s ego-
network in “Threshold models of collective behavior”.
American Journal of Sociology 83, 1420-43.
[11] R. A. Hanneman and R. Mark., 2005, “Introduction to
Social Network Methods,” University of California,
Riverside, http://faculty.ucr.edu/~hanneman/.
[12] Camarinha-matos, L. M., & Afsarmanesh, H., 2006,
“Collaborative networks Value creation in a knowledge
society”, In Proceedings of PROLAMAT, Springer, Vol 06,
14–16, Shanghai, China.
[13] L.M. Camarinha-Matos, H. Afsarmanesh., 2012,
“Taxonomy of Collaborative Networks Forms”, GloNet
project.
[14] Straus, D. and Layton, T., 2002, “How to Make
Collaboration Work: Powerful Ways to Build Consensus,
Solve Problems, and Make Decisions”, San Francisco:
Berrett-Koehler Publishers.
[15] Tapscott, D., & Williams, A.D., 2006, “WIKINOMICS
How Mass Collaboration Changes Everything”, United
States of America: Janson Text with Daily News.
[16] Shuman, J., & Twombly, J., 2008, “Collaborative Network
Management”, 6 April. Vol.22, No.8, Routledge, London.
doi:10.1080/0144619042000206533.
[17] L.M. Camarinha-Matos, H. Afsarmanesh., 2005, “The
emerging discipline of collaborative networks”, J.
Intelligent Manufacturing, vol. 16, Nº 4-5, pp 439-452.
[18] Camarinha-Matos, L. & Afsarmanesh, H., 2005.
“Collaborative networks: Anew scientific discipline”.
Journal of intelligent manufacturing, 16, pp.439-452, ISSN:
0956-5515.
[19] Priyopradono, B., Manongga, D., & Herry Utomo, W. 2013.
“Spatial Social Network Analysis: Program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) or an Exertion
Development Program in Supporting the Region
Revitalization Development”, Social Networking, Vol 02,
63–76, New York. doi:10.4236/sn.2013.22008.
[20] Rowland, N. J., Passoth, J.-H., & Kinney, A. B. (2011).
Latour’s greatest hits, reassembled: Review of Bruno
Latour’s Reassembling the social: An introduction to Actor-
Network-Theory. Spontaneous Generations: A Journal for
the History and Philosophy of Science, 5(1), 95–99.
doi:10.4245/sponge.v5i1.14968
[21] Lissandrello, E. (2008). Reassembling the Social – An
Introduction to Actor Network Theory. Comparative
Sociology, 7(4), 500–502. doi:10.1163/156913308X336453
Bentar Priyopradono, memperoleh gelar S.Kom dan M.Cs. dari
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Jawa Tengah, tahun
2009 dan 2013. Saat ini sebagai Staf Pengajar di Perguruan
Tinggi Teknokrat Bandar Lampung.