Upload
andesta-mutia-ulva
View
33
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
POSTSTROKE SPASTICITY MANAGEMENT
Robby Zayendra0807101010066
Pembimbing : dr. Imran Sp S
Jurnal
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SYARAF RSUD DR. ZAINOEL ABIDINFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH
November, 2012
Spastisitas pasca stroke (SPS) merupakan komplikasi
yang sering muncul bersamaan dengan gejala sindroma
upper motor neuron, meliputi kontraksi
agonis/antagonis, kelemahan, dan gangguan koordinasi.
Tujuan penanganan SPS tidak hanya mengurangi hiper
tonus dari otot, tetapi juga menangani efek SPS
terhadap fungsi dan kualitas hidup.
Intervensi terapi terfokus pada tujuan perifer dan sentral
Terapi SPS yang optimal adalah kombinasi dan koordinasi
dari terapi obat-obatan dan intervensi bedah, bersamaan
dengan terapi rehabilitasi.
Spastisitas diartikan sebagai “kelainan motorik yang ditandai dengan peningkatan kecepatan reflek regangan tonus dengan kerusakan tendon yang luas, akibat hipereksitabilitas dari reflek regangan, salah satu komponen dari sindroma upper motor neuron.”
Merupakan komplikasi tersering dari stroke
Apa itu SPS dan seberapa sering kasus ini terjadi?
Mempelajari pasien stroke selama 3 sampai 12 bulan Insidensi SPS berkisar antara 17% sampas 42%.
Faktor predictor SPS adalah : - Lesi stroke di batang otak
- Stroke hemoragik dan usia muda - Paresis berat dan hemihipestesia pada saat onset stroke
Ada tiga penelitian berbasis komunitas:
Pengukuran regangan pasif Kemampuan pergerakan Fungsi aktif/pasif
Penilaian klinis yang sering digunakan untuk spastisitas : Skala Ashworth atau versi modifikasinya Skala Tardieu
Bagaimana Penilaian SPS?
SPS yang menyebabkan bahu berputar kearah dalam, bisa membatasi pergerakan untuk menjangkau sesuatu yang berada diatas kepala dan menyebabkan area dibawah lengan sulit untuk dibersihkan. Bila yang terkena adalah lengan dan flexor jari, SPS bisa menyulitkan pasien dalam menggenggam sesuatu dan melepaskannya kembali.
Alasan utama SPS diterapi adalah bila ini menyebabkan masalah. Tujuan terapi adalah aktif—tugas dilakukan oleh pasien, dan pasif—tugas dilakukan terhadap pasien. Seringnya, tujuan terapi adalah kombinasi aktif dengan pasif. Misalnya, terapi spastisitas flexor siku adalah untuk memudahkan membersihkan pasien dan mencegah kontraktur (tujuan pasif) dan disaat yang sama untuk memperbaiki pergerakan lengan (tujuan aktif).
Kapan dan kenapa SPS harus diterapi?
Untuk memperbaiki fungsi diperlukan kombinasi teknik
rehabilitasi. Sebagian besar penelitian penanganan spastisitas
sangat terbatas, random dan terkontrol. Ada bukti terbaru
mengenai efektifitas stimulasi listrik pada otot pasca injeksi
racun botulinum, pada persendian siku dan tumit, dan EMG-
triggered electronic stimulation pada ekstensor lengan dan
jari.
Tehnik Rehabilitasi
o Obat antispastik oral : Baclofen, tizanidine, dantrolene, dan benzodiazepine
o Neurolisis
- Blok saraf efektif untuk penanganan SPS fokal. bukti efektifitas dan keamanannya berdasarkan penelitian randomized controlled masih terbatas.
- Agen ini (phenol dan alcohol) bisa menyebabkan denaturasi protein di axon dan membrane aferen dan eferen pada serabut saraf, yang akan menyebabkan denervasi dan degenerasi serabut otot.
- Efek sampingnya adalah disestesia pasca injeksi, pembengkakan local, dan kelemahan.
Terapi Farmakologis
o Neurotoksin Batulinum
- Konsensus artikel terbaru mendukung penggunaan neurotoksin
botulinum (BoNT) untuk spastisitas fokal pada dewasa dengan SPS.
- Pemberian BoNT tipe A bisa meningkatkan fungsi pada sejumlah pasien
pasca stroke.
- Keuntungan BoNT dibandingkan obat-obatan oral adalah spesifitasnya
(misalnya perubahan yang nyata hanya terjadi pada otot yang diinjeksi)
dan efek samping yang lebih sedikit.
Negara lain adanya pembatasan total dosis BoNT yang boleh digunakan
Amerika tidak ada standarisasi atau rekomendari berdasarkan bukti empiric atau penelitian yang besar. Untuk mengetahui dosis yang optimal, diperlukan beberapa kali injeksi dengan dosis yang berbeda, sehingga didapatkan perbaikan tanpa menyebabkan efek samping.
Pemberian BoNT, tetapi tidak lebih dari 1 kali setiap 3 bulan, berdasarkan penelitian immunoresisten pada distonia leher, bukan pada stroke
Penggunaan BoNT di klinis
Sebuah penelitian acak, controlled, multicenter, menemukan
bahwa terapi dengan BoNT tipe A aman dan efektif dalam
mengurangi spastisitas alat gerak atas, namun berdasarkan
pengukuran standar, tidak ada perubahan dari kualitas hidup.
Baclofen intratekal (ITB) sering digunakan untuk SPS umum dan regional, pada pasien yang tidak patuh terhadap terapi oral dan injeksi.
Terapi ITB efektif dalam menangani SPS, berpotensi memperbaiki cara berjalan dan penggunaan alat gerak atas, dan meningkatkan kualitas hidup.
Consensus dari para ahli menyarankan terapi ITB pada 3 sampai 6 bulan pasca stroke, meskipun ini bisa menyebabkan gangguan fungsional yang nyata atau mengganggu pemulihan dari rehabilitasi.
Terapi Baclofen intratekal
Meskipun banyak keuntungannya, hanya 1% pasien stroke
dengan spastisiti berat yang diterapi dengan ITB. Alasannya
mungkin pada ITB ada resiko operasi, kelemahan yang
meluas, kurangnya efek pada alat gerak atas, dan perbaikan
fungsinya terbatas. Tetapi penelitian terbaru menunjukkan
keuntungan yang didapat dengan ITB lebih besar
dibandingkan resiko nya.
Pasien SPS dengan komplikasi pemendekan otot atau tendon, dan pada pasien yang gagal dengan terapi yang kurang invasive, diperlukan terapi bedah.
Sebuah penelitian retrospektif pada populasi campuran (stroke, cerebral palsy, dan cedera otak) menunjukkan perbaikan kemampuan berjalan, penurunan kebutuhan pemakaian orthosis, dan peningkatan kemampuan untuk menggunakan sepatu normal, pada pasca operasi.
Peran intevensi operasi
Pemilihan terapi yang tepat dan tujuan dari penanganan SPS adalah untuk memperbaiki fungsional. Penanganan SPS yang kurang baik bisa mengganggu pemulihan fungsional dan
meningkatkan komplikasi.Factor lain yang harus diperhatikan adalah lamanya kondisi, respon terhadap terapi sebelumnya, potensi efek samping, dan biaya. Terapi harus terfokus pada perifer (misalnya memperbaiki otot dengan teknik fisik) dan sentral (misalnya mempengaruhi neurotransmission dengan terapi GABA dan perubahan reciprocal inhibition). Terapi kombinasi dengan teknik rehabilitasi bersamaan dengan terapi medis yang efektif biaya serta penanganan neurologist merupakan yang paling menjanjikan hasilnya pada penanganan SPS
Kesimpulan
…Terima kasih…