Upload
lequynh
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR
DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN
KABUPATEN LAMONGAN
Oleh
SITI MASHLAHATUL UMMAH
NIM 121111100
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ii
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR
DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN
KABUPATEN LAMONGAN
Oleh
SITI MASHLAHATUL UMMAH
NIM 121111100
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
iii
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR
DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN
KABUPATEN LAMONGAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada
Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Oleh
SITI MASHLAHATUL UMMAH
NIM 121111100
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
vi
HALAMAN MOTTO
“Kekuatan yang paling hakiki adalah disaat kita terjatuh, seketika itu
pula kita mampu bangkit kembali dan berlari.”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku tercinta,
meski kalian jauh, tidak pernah sekalipun kumerasakan
kurangnya kasih sayang, dan kalianlah sosok suritauladan
pertama disetiap langkahku..
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan”. Sholawat serta salam senantiasa tetap tercurahkan kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Desa Banjarwati di lingkungan
sekitar pondok pesantren memberikan gambaran tentang pemakaian bahasa yang
digunakan dalam komunikasi sehari-hari antara masyarakat Dusun Banjaranyar
Desa Banjarwati baik dengan santri, pengurus, pengasuh pondok pesantren,
maupun dengan sesama masyarakat Desa Banjarwati. Skripsi ini juga
memaparkan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku berbahasa pada
masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan doa dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Drs. Aribowo, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Airlangga Surabaya.
2. Dra. Dwi Handayani, M.Hum. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia
dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ix
3. Bapak Puji Karyanto, S.S., M.Hum. selaku dosen wali yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, serta dorongan positif bagi penulis
dari semester satu hingga saat ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Airlangga.
5. Kedua orang tua, Abah Sholihin dan Bunda Ummu Salma, S.Pd.I. yang
tidak henti-hentinya memberikan dorongan semangat sehingga skripsi ini
selesai tepat waktu.
6. Adik Moh. Arrozi Fachruddin dan Salsa Ayu Pratiwi yang selalu
mendoakan dan selalu menghibur dengan canda tawa, Om Miftahur
Rahman dan sepupu tercinta Mbak Hani’atur Rosyidah yang memberikan
dukungan tiada henti serta bersedia menemani saat penelitian.
7. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2011 terutama para sahabat
terbaik penulis yaitu Aviva Sela D. dan Fitria Nur Hidayah yang selalu
menemani disaat suka maupun duka.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan sebagai bahan untuk perbaikan kedepannya.
Surabaya, 29 April 2015
Penulis
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
x
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis ini adalah karya tulis saya asli dan belum pernah diajukan
untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Airlangga
maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini murni gagasan, penelitian, dan tulisan saya sendiri tanpa
bantuan pihak lain
3. Karya tulis ini bukan karya jiplakan, dan di dalamnya tidak terdapat karya
atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali
secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah
dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai
dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surabaya, 29 April 2015
Yang membuat pernyataan,
Siti Mashlahatul Ummah
NIM 121111100
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
xi
ABSTRAK
Penelitian yang berjudul “Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan” bertujuan untuk menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati ketika berinteraksi dengan siapapun, adanya perilaku berbahasa tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai sentral kegiatan masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. Penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik menurut Dell Hymes untuk menganalisis data yang di peroleh. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik observasi. Dari hasil observasi, penulis dapat memaparkan bentuk serta faktor yang mempengaruhi perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya interaksi secara terus-menerus antara Masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dengan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat dan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap adanya Pondok Pesantren tersebut menimbulkan perilaku berbahasa yang berbeda pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dalam kehidupan sehari-hari. Jika awalnya masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati hanya menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, dengan adanya Pondok Pesantren Sunan Drajat masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati selalu menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama untuk berinteraksi dengan siapapun. Kata kunci: Masyarakat pesisir, perilaku berbahasa, Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, sosiolingustik.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
xii
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Depan……………………………………………………………………...i
Sampul Dalam……………………………………………………………………..ii
Prasyarat Gelar……………………………………………………………………iii
Persetujuan Pembimbing Skripsi…………………………………………………iv
Pengesahan Dewan Penguji Skripsi…………………………………………….....v
Halaman Motto…………………………………………………...………………vi
Halaman Persembahan…………………………………………………………...vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..viii
PERNYATAAN…………………………………………………………………...x
ABSTRAK……………………………………………………………………..…xi
DAFTAR ISI……..…………………………………………………….………...xii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..xv
BAB I PENDAHULUAN………..…………………………………………..…....1
1.1 Latar Belakang Masalah………….………..…………………………..1
1.2 Rumusan Masalah………..…………………..………………………..5
1.3 Batasan Masalah………………………………..……………………...5
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………..………...……..6
1.5 Manfaat Penelitian………...……………………..………..…………..6
1.6 Tinjauan Pustaka………….…………………………………..…….....7
1.7 Landasan Teori………………………………..…………………..….10
1.7.1 Sosiolinguistik…………………………………………...…10
1.7.2 Peristiwa Tutur……………………………………………..11
1.7.3 Ragam Bahasa Dalam Sosiolinguistik……..………………13
1.7.4 Undhak-Usuk (unggah-ungguhing basa)…………………...14
1.8 Metode Penelitian……………………………………..………….......16
1.8.1 Sumber Data…………………..……………………………17
1.8.2 Penentuan Informan……...………...………………………18
1.8.3 Metode Pengumpulan Data………………………………...18
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
xiii
1.8.4 Metode Analisis Data………………………………………19
1.9 Operasionalisasi Konsep………….………………………..………...21
1.10 Sistematika Penulisan Skripsi………………..……………..………22
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN…………………………24
2.1 Desa Banjarwati……………………………..……………………….24
2.1.1 Sejarah Desa………………………………………………..24
2.1.2 Letak Geografis Desa………………………………………26
2.1.3 Kondisi Geografis Desa………..…..………………………27
2.1.4 Pembagian Wilayah Desa…………..………...……………28
2.1.5 Lembaga Pemerintahan Desa………………………………29
2.1.6 Keadaan Sosial……..………………………………………31
2.1.7 Keadaan Ekonomi…………….……………………………34
2.2 Pondok Pesantren Sunan Drajat……………...………………………35
2.2.1 Sejarah Pondok Pesantren Sunan Drajat………….………..35
2.2.2 Visi dan Misi……….………………………………………39
2.2.3 Unit Pendidikan……………….……………………………40
2.2.4 Unit Wirausaha……………..………………………………41
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………46
3.1 Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Dusun Banjaranyar Desa
Banjarwati…….…..............................................................................46
3.1.1 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar
dengan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat
(Ndalem)…………………………………………………..46
3.1.2 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar
dengan Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat..............54
3.1.3 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar
dengan Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat……...……65
3.1.4 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar
dengan Sesama Masyarakat Dusun Banjaranyar………….75
3.1.5 Bentuk Percakapan Oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar
dengan Masyarakat Dusun Sukowati……………………...93
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
xiv
3.2 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perilaku Berbahasa pada
Masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati………...102
BAB IV PENUTUP………………………………………………………….....107
4.1 Simpulan………………………………..…………………………..107
4.2 Saran……………………………………...…………………………109
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..111
LAMPIRAN…………………………………………………………………….113
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data informan…………………………………;……………...113
Lampiran 3 : Surat-surat perizinan………………………….…………..……. -
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap kelompok manusia yang hidup bersama dan berdampingan pasti
melakukan aktivitas berbahasa demi kelancaran dalam komunikasi. Masyarakat
yang saling berkomunikasi dan saling mengerti pada akhirnya membentuk
masyarakat bahasa. Setiap masyarakat memiliki bahasa tertentu sehingga tercipta
ribuan bahasa yang di tuturkan oleh masyarakat dari seluruh dunia (Parera, 1991:
26). Bahasa merupakan ungkapan yang berupa maksud atau ujaran, yang nantinya
akan disampaikan kepada seseorang. Seorang penutur berinteraksi dengan mitra
tuturnya menggunakan bahasa yang baik agar mitra tutur memahami maksud dari
tuturan orang tersebut dan ketika seseorang tersebut berinteraksi menggunakan
bahasa yang baik maka yang menjadi pendengar akan menghormatinya.
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat saat berkomunikasi sangat
beragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya
disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena interaksi
sosial yang mereka lakukan beragam. Bahasa di dalamnya terdapat variasi-variasi
yang diantaranya ditentukan oleh letak geografis, tata tingkat atau strata sosial
dalam masyarakat, suku, adat istiadat dan dapat pula ditentukan oleh latar
belakang masing-masing kelompok penutur dalam batas-batas saling mengerti
(Parera, 1991: 26). Semakin bertambahnya ilmu pengetahuan, baik berbentuk
lisan maupun tulisan, bersosialisasi juga sangat dibutuhkan adanya komunikasi
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
2
berbahasa, dengan adanya komunikasi yang baik maka akan terjadi suatu interaksi
berbahasa yang baik pula.
Bahasa berfungsi direktif, dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara
bahasa dapat mengatur tingkah laku pendengar. Dalam hal ini bahasa tidak hanya
membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai
dengan yang diinginkan oleh si pembicara. Hal ini dapat dilakukan oleh si
pembicara dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah,
imbauan, permintaan maupun rayuan.
Perilaku berbahasa adalah tindakan atau sikap berbahasa yang dilakukan
oleh seseorang saat berkomunikasi, bertujuan agar terjadi suatu interaksi sosial.
Perilaku berbahasa merupakan sebuah ciri dari suatu kelompok masyarakat
tertentu dengan adanya interaksi secara terus menerus. Seperti aktivitas sosial
lainnya, kegiatan berbahasa bisa terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya.
Dalam sebuah tuturan, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada
kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan mitra tuturnya. Setiap peserta tindak
tutur bertanggung jawab atas tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah
kebahasaan di dalam interaksi sosial tersebut (Alan dalam Wijana, 2004:28).
Bahasa yang digunakan masyarakat pesisir agak berbeda dengan
masyarakat di daerah yang jauh dari pesisir atau masyarakat kota, apalagi dengan
bahasa santri yang sangat santun. Hal ini akan membuat para santri yang identik
berasal dari berbagai macam wilayah akan merasa asing karena mereka tidak
pernah mendengar bahasa pesisir sebelumnya, namun ada pula yang bisa
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
3
mengenali bahwa bahasa tersebut merupakan bahasa yang digunakan masyarakat
pesisir. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal di daerah pesisir
(berdekatan dengan laut) dan sumber perekonomiannya bergantung secara
langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Masyarakat pesisir di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat
sering mendengar pembicaraan yang diucapkan oleh santri kepada kiai yang
menggunakan kata-kata sopan dan santun. Santri bersikap sangat tawadhu’ kepada
kiai, baik dari segi pengucapannya maupun perbuatannya saat bertemu secara
langsung dengan kiai. Kemudian apa yang terjadi ketika para santri berbicara
dengan masyarakat yang berada diluar Pondok Pesantren Sunan Drajat namun
masih menjadi satu lingkup dengan pondok pesantren tersebut, yakni masyarakat
Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati kecamatan Paciran kabupaten Lamongan
yang berada di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat dan tergolong
sebagai masyarakat pesisir. Hal tersebut membuat santri yang menyesuaikan
bahasa masyarakat sekitar ataukah masyarakat sekitar yang menyesuaikan bahasa
santri yang sopan dan santun, sedangkan bahasa masyarakat pesisir sangatlah
berbeda dengan bahasa santri.
Fenomena kebahasaan yang diperoleh dari percakapan masyarakat pesisir
Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan yang berada jauh dari
lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah tuturan yang kasar dan
tidak sopan. Berbeda dengan tuturan yang diperoleh dari percakapn sehari-hari
yang digunakan oleh penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat, tuturannya
sangatlah sopan dan santun.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
4
Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena objek dalam penelitian ini
adalah masyarakat pesisir yang daerahnya berada di lingkungan sekitar Pondok
Pesantren Sunan Drajat. Adanya kultur yang berbeda serta interaksi sosial secara
terus menerus antara masyarakat penduduk Desa Banjarwati yang berada di
lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan para penghuni pondok
pesantren tersebut seperti santri, pengurus, dan pengasuh (kiai) yang akan
menghasilkan suatu perilaku berbahasa yang berbeda dari sebelumnya.
Interaksi sosial di dalam pondok pesantren selalu dilandasi oleh norma-
norma keagamaan dan kesopanan. Kesantunan perlu diterapkan dalam suasana
formal maupun non formal, maksud dalam situasi ini adalah dalam situasi apapun
para santri, pengurus, dan pengasuh pondok pesantren dianjurkan untuk
menggunakan bahasa yang sopan saat berinteraksi dengan orang lain, agar orang
tersebut merasa dihormati. Berbeda dengan cara berkomunikasi masyarakat
pesisir yang tidak lepas dari cara berbahasa yang diucapkan secara kasar atau
dengan nada bicara yang tinggi, hal tersebut bisa dikarenakan adanya unsur
kesengajaan ataupun tidak adanya unsur kesengajaan. Dari beberapa hal tersebut,
dapat diketahui bahwa belum terdapat penelitian tentang “Perilaku Berbahasa
pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan”. Desa Banjarwati Kecamatan Paciran kabupaten Lamongan terletak di
daerah pantai utara yang memiliki dua dusun dan di salah satu dusun tersebut
terdapat sebuah pondok pesantren bersejarah yang terkenal dengan sebutan
Pondok Pesantren Wali Songo Sunan Drajat. Pondok pesantren ini merupakan
pondok pesantren modern dan bukan termasuk pondok pesantren salafi (pondok
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
5
pesantren tradisional). Untuk itu, melalui penelitian ini, peneliti akan melakukan
telaah terhadap pengaruh tuturan para penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat
terhadap masyarakat Banjarwati Paciran Lamongan yang berada di lingkungan
sekitar pondok pesantren tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
(1) Bagaimanakah perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun
Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan?
(2) Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi perilaku berbahasa pada
masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan?
1.3 Batasan Masalah
1) Perilaku berbahasa yang dimaksud pada penelitian ini hanya terbatas pada
sikap, tuturan, dan ragam bahasa yang digunakan oleh masyarakat pesisir
Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati.
2) Tuturan masyarakat pesisir Desa Banjarwati yang dimaksud ialah tuturan
masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati.
3) Pengaruh tuturan yang dimaksud adalah tuturan yang berasal dari Pondok
Pesantren Sunan Drajat terhadap perilaku berbahasa pada Dusun
Banjaranyar Desa Banjarwati.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
6
1.4 Tujuan Penelitian
(1) Mendeskripsikan perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun
Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
(2) Mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku berbahasa
pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan.
1.5 Manfaat Penelitian
A. Manfaat Teoretis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
kajian kepustakaan khususnya dalam bidang sosiolinguistik yang berkaitan
dengan penerapan teori tindak tutur dan ragam bahasa yang digunakan pada
masyarakat pesisir.
B. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah data linguistik
yang dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman bahasa yang
terdapat di dalam masyarakat, khususnya pada masyarakat pesisir Dusun
Banjaranyar. Selain itu, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai penambah wawasan bagi pembaca untuk mengetahui fenomena perilaku
bahasa yang digunakan oleh masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar dan
memberikan pemahaman dalam hal berkomunikasi.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
7
1.6 Tinjauan Pustaka
Penelitian terdahulu yang dapat penulis temukan, yaitu:
1. Lutfiyatin (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Imperatif dalam
Interaksi antar Santri di Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjar Anyar Paciran
Lamongan” menjelaskan tentang penanda pemakaian kesantunan imperatif
dalam interaksi antar santri di Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjar Anyar
Paciran Lamongan, dibagi menjadi penanda imperatif, kesantunan imperatif,
dan penanda imperatif pragmatik. Kesantunan imperatif yang digunakan
meliputi kesantunan linguistik dan kesantunan pragmatik. Penelitian tersebut
memberikan contoh-contoh penanda kesantunan berbahasa pada Pondok
Pesantren Sunan Drajat yang berguna untuk penelitian selanjutnya. Perbedaan
penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian dan teori
yang digunakan untuk meneliti. Penelitian tersebut menggunakan teori
pragmatik sedangkan penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik.
Penelitian ini menitik beratkan pada tuturan masyarakat pesisir di lingkungan
sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai objek, bukan pada tuturan
penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat.
2. Ardhiarta (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
dalam Interaksi Sosial di Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang: Suatu
Kajian Pragmatik” menghasilkan tentang interaksi sosial antara kiai, nyai,
santri, ustadz serta pengurus pondok pesantren dengan status sosial yang
berbeda ternyata menghasilkan suatu tindak kesantunan yang berbeda.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
8
dan teori yang digunakan untuk meneliti. Penelitian tersebut menggunakan
teori pragmatik sedangkan penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik
yang menitik beratkan pada masyarakat pesisir di lingkungan sekitar Pondok
Pesantren Sunan Drajat sebagai objek.
3. Rokayah (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam
Interaksi antara Santri dan Kiai di Pondok Pesantren At-Tauhid Surabaya”
menghasilkan kesantunan berbahasa yang dibagi menjadi dua penanda yaitu
penanda kesantunan verbal dan non verbal. Penanda kesantunan verbal
meliputi kesantunan pragmatik dalam tindak direktif dan kesantunan pragmatik
imperatif (dalam tuturan deklaratif dan interogatif). Kesantunan non verbal
meliputi unsur-unsur para linguistik kinesik (gaya isyarat) dan proksemika.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian
dan teori yang digunakan untuk meneliti. Penelitian tersebut menggunakan
teori pragmatik sedangkan penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya
membahas tentang tindak kesopanan verbal dan non verbal yang digunakan
oleh suatu masyarakat sebagai objek dari penelitian.
4. Nurdyansyah (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Undhak-Usuk
Percakapan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Samin Desa Margomulyo
Kecamatan Margomulyo Bojonegoro: Kajian Sosiolinguistik”. Hasil penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa setiap kelompok sosial tertentu akan
menghasilkan ragam bahasa Jawa tertentu pula, seperti pada masyarakat Samin
terdapat bahasa Jawa berupa ngoko, madya, dan krama. Sesuai dengan
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
9
kelompok sosial tertentu masyarakat Samin menggunakan ragam bahasa
pilihan yang digunakan untuk berinteraksi. Perbedaan penelitian tersebut
dengan penelitian ini terletak pada objek kajian yang diteliti. Persamaan
penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada teori yang digunakan
ialah teori sosiolinguistik. Penelitian tersebut memberikan manfaat pada
penelitian ini karena menjelaskan contoh-contoh ragam bahasa Jawa yang juga
terdapat pada perilaku berbahasa masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa
Banjarwati.
5. Nugraheni (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Tuturan
Pembeli kepada Penjual di Pasar Purwoyoso Semarang”. Menyimpulkan
bahwa banyaknya ketidak sesuaian kesantunan tuturan pembeli kepada penjual
di Pasar Purwoyoso Semarang dengan pengertian masing-masing bidang
prinsip kesantunan Leech, serta variasi tuturan yang mendukungnya. Perbedaan
penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian dan teori
yang digunakan untuk meneliti. Penelitian tersebut menggunakan teori
pragmatik berdasarkan prinsip kesantunan Leech dan objek penelitiannya
adalah pembeli dan penjual di Pasar Purwoyoso semarang, sedangkan
penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik menurut Dell Hymes dan
objek penelitiannya adalah masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa
Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
10
1.7 Landasan Teori
Landasan teori dimaksudkan sebagai acuan untuk menganalisis objek
penelitian terkait rumusan masalah berdasarkan judul penelitian “Perilaku
Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan”. Teori yang digunakan adalah sebagai beriku:
1.7.1 Sosiolinguistik
Menurut Fishman, sosiolinguistik merupakan kajian tentang ciri khas
variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa dan pemakaian bahasa, karena ketiga
unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam
satu tutur bahasa masyarakat. (J. A. Fishman, 1972:4)
Masyarakat membuat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu
yang terpisah, tetapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu,
bahasa dan pemakaiannya tidak diamati secara individual, tetapi dihubungkan
dengan kegiatannya di dalam masyarakat atau dipandang secara sosial. Dipandang
secara sosial, bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor linguistik dan
faktor nonlinguistik.
Faktor linguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri
dari fonologi, morfologi, sikstaksis, dan semantik. Di samping itu, faktor
nonlinguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari faktor
sosial dan faktor situasional. Faktor sosial yang mempengaruhi bahasa dan
pemakaiannya terdiri dari status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin,
dan lain-lain, sedangkan faktor situasional yang mempengaruhi bahasa dan
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
11
pemakaiannya terdiri dari siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa,
di mana, dan masalah apa (Fishman dalam Suwito, 1982:3).
Fishman (dalam Caher 2003: 5) mengatakan kajian sosiolinguistik lebih
bersifat kualitatif. Jadi sosiolinguistik berhubungan dengan perincian-perincian
penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian
bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, latar pembicaraan.
Sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai system sosial dan
sistem komunikasi serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu.
1.7.2 Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan penutur dan lawan tutur dengan satu
pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Secara sosiolinguistik
peristiwa tutur yang pokok pembicaraannya tidak menentu (berganti-ganti sesuai
situasi), tanpa tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja untuk
bercakap-cakap, dan menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti tidak dapat
disebut sebagai peristiwa tutur. (Dell Hymes dalam Chaer, 2010: 47-48)
menyatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila
huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING, kedelapan
komponen itu adalah:
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
12
1. Setting dan Scene
Setting dan scene berhubungan dengan latar atau tempat peristiwa tutur terjadi.
Tempat peristiwa tutur berkaitan dengan where dan when (waktu bicara dan
suasana, kapan dan suasana yang tepat untuk menggunakan tuturan).
2. Participant
Participant adalah alat penafsir yang menanyakan siapa saja pengguna bahasa
(penutur, mitra tutur, dan pendengar).
3. End
Komponen tutur end mengacu pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai
dalam aktivitas berbicara.
4. Act Sequence
Komponen tutur act sequence berhubungan dengan bentuk dan isi suatu
tuturan.
5. Key
Komponen tutur key berhubungan dengan manner, nada suara, sikap atau cara
berbicara.
6. Instrumentalis
Instrumentalis berhubungan dengan channel/saluran dan bentuk bahasa yang
digunakan untuk menyampaikan pesan.
7. Norms
Komponen tutur norms berhubungan dengan kaidah-kaidah tingkah laku
dalam interaksi dan interpretasi komunikasi. Norma interaksi dicerminkan
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
13
oleh tingkat sosial atau hubungan sosial yang umum dalam sekelompok
masyarakat.
8. Genre
Genre merupakan kategori yang dapat ditentukan lewat bentuk bahasa yang
digunakan.
1.7.3 Ragam Bahasa dalam Sosiolinguistik
Bahasa dan ragam bahasa dalam masyarakat sosial merupakan salah satu
konsep sosiolinguistik. Bahasa sebagai hasil budaya mengandung nilai-nilai pada
masyarakat penuturnya. Bahasa dan etnik merupakan satu rangkaian yang ditelaah
dalam sosiolinguistik, etnik mengacu pada kelompok masyarakat yang
keanggotaannya berdasarkan asal-usul keturunan (Sumarsono, 2012: 67). Ragam
bahasa sebenarnya hanya merupakan sebuah kecenderungan (tendency) dan
seluruhnya terdiri dari perbedaan kosakata, kata-kata tertentu cenderung lebih
banyak dipergunakan oleh kelompok tertentu. Sosiolinguistik lebih menitik
beratkan fungsi bahasa secara sosial, sehingga memakai banyak informan
pengguna bahasa (Sumarsono, 2012: 74). Ragam dan variasi bahasa, dalam
hubungan antara bahasa dengan etnik merupakan hubungan yang sederhana dan
bersifat kebiasaan yang dipertegas oleh rintangan sosial antar kelompok etnik.
Pembedaan kelompok sosial dalam masyarakat dapat dilihat dari bahasa sebagai
ciri pengenal salah satunya (Sumarsono, 2012: 72). Dengan demikian, bahasa
mempunyai peran sedemikian rupa sebagai identitas suatu kelompok sosial di
dalam masyarakat.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
14
1.7.4 Undhak-Usuk (unggah-ungguhing basa)
Dalam masyarakat Jawa, kelompok sosial sangat berpengaruh pada
perilaku berbahasa yang menghasilkan variasi bahasa. Ketika seseorang berbicara
selain memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, juga harus memperhatikan siapa
orang yang diajak berbicara. Berbicara dengan orang tua berbeda dengan
berbicara dengan anak kecil atau yang seumuran. Variasi bahasa yang ditujukan
kepada orang lain itulah yang disebut perilaku berbahasa dalam penelitian ini, dan
selanjutnya dalam penelitian ini akan menggunakan istilah perilaku berbahasa.
Uhlenbeck (dalam Chaer, 2010: 40), membagi tingkat variasi bahasa Jawa
menjadi tiga bagian dasar, yaitu ngoko, madya, dan krama. Munculnya tingkatan
bahasa ngoko, madya, dan krama tersebut digunakan jika suatu kelompok sosial
berinteraksi dengan kelompok sosial yang lain. Berikut adalah penjelasan dari
tingkatan variasi bahasa Jawa tersebut:
1. Ragam ngoko, adalah bentuk ragam bahasa Jawa yang berintikan leksikon
dan afiks ngoko. Ragam ini digunakan oleh mereka yang sudah akrab dan
oleh mereka yang merasa dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada
lawan tuturnya. Ada 2 varian dalam ragam ngoko ini, yakni pertama,
ngoko lugu adalah bentuk bahasa Jawa yang semua kosakatanya berbentuk
ngoko dan netral tanpa terselip leksikon krama. Kedua, ngoko andhap/alus
adalah bentuk bahasa Jawa yang bukan hanya terdiri dari leksikon ngoko,
melainkan juga leksikon krama yang dalam penggunaannya hanya untuk
menghormati lawan tutur. Ngoko andhap/alus umumnya hanya muncul
untuk kata benda, kata kerja, atau kata ganti orang (Indrayanto, 2010:12).
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
15
2. Ragam madya dibagi menjadi beberapa jenis. Pertama, madya ngoko ialah
kata-kata madya yang dicampur kata ngoko yang tidak ada kata madya-
nya. Biasanya digunakan oleh orang-orang pedesaan atau orang
pegunungan. Kedua, madya krama ialah ragam yang dibentuk dari kata-
kata madya dicampur dengan krama yang tidak mempunyai kata madya.
Biasanya digunakan oleh orang desa yang satu dengan yang lainnya yang
dianggap lebih tua dan dihormati. Ketiga, madyantara ialah kata-katanya
dibentuk dari bahasa madya krama, tetapi kata-kata yang ditujukan pada
orang yang diajak berbicara dirubah menjadi krama inggil (Setiyanto,
2007:37).
3. Ragam krama, ialah sebuah bentuk bahasa Jawa yang berintikan leksikon
krama. Afiks yang muncul dalam raga mini semuanya berbentuk krama
(misalnya afiks dipun-, -ipun, -aken). Ragam ini dipergunakan oleh
mereka yang merasa berusia atau berstatus sosial lebih rendah daripada
mitra tuturnya, selain itu ragam ini juga digunakan untuk mitra tutur yang
belum dikenal. Jenis ragam ini terdiri dari krama lugu dan krama alus.
Yang menjadi leksikon inti dalam ragam ini hanyalah leksikon yang
berbentuk krama. Leksikon madya dan leksikon ngoko tidak muncul
dalam tingkat tutur ini (Indrayanto, 2010:13-14).
Uraian tersebut menjelaskan macam-macam pembagian bahasa Jawa
ragam ngoko, madya, dan krama. Namun, selanjutnya dalam penelitian ini hanya
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
16
akan menggunakan istilah garis besar dari penjabaran diatas yakni hanya analisis
berupa ragam ngoko, madya, dan krama.
1.8 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara terpenting yang diperlukan dalam
sebuah penelitian. Metode penelitian bahasa adalah cara kerja yang digunakan
untuk memahami dan menjelaskan fenomena objek ilmu bahasa atau merupakan
cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan masalah didalam
objek ilmu bahasa itu (Kridalaksana, 2001: 106; Hartman dan Stork, 1972: 141).
Metode penelitian merupakan alat prosedur dan teknik yang dipilih dalam
melaksanakan penelitian (Djajasudarma, 1995:3).
Latar belakang dan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah
masalah-masalah faktual. Maksudnya, masalah perilaku berbahasa adalah masalah
yang sedang dihadapi oleh pemakai bahasa itu sendiri saat ini. Penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif bersifat deskriptif, menjelaskan data atau objek
secara natural, objektif, dan faktual. Istilah deskriptif merupakan penelitian yang
dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada.
Desa Banjarwati terdiri dari dua dusun, yaitu Dusun Banjaranyar dan
Dusun Sukowati. Penulis membuat deskripsi tentang bagaimana perilaku
berbahasa yang digunakan oleh masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa
Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan di lingkungan Pondok
Pesantren Sunan Drajat. Selain itu penulis juga mengumpulkan fakta-fakta
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku berbahasa pada
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
17
masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di
lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dengan demikian, dari kedua
fakta tersebut dapat diperoleh hasil tuturan dan informasi yang baru dari
sebelumnya.
Metode penelitian deskriptif kualitatif dipilih karena penelitian ini
mengidentifikasi serta mendeskripsikan masalah-masalah yang berkenaan dengan
tuturan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar
Desa Banjarwati yang berada di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan
Drajat ketika berinteraksi dengan para penghuni pondok pesantren melalui
wawancara. Selanjutnya penulis memperoleh data bagaimana persepsi yang
muncul dari masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati ketika menerima
tuturan yang santun dari para penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran
Lamongan.
1.8.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tuturan
dari masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dalam interaksi sosial di
lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat. Interaksi sosial yang
dimaksud adalah percakapan masyarakat Dusun Banjaranyar dengan santri,
pengurus, dan pengasuh pondok pesantren maupun percakapan dengan sesama
masyarakat Desa Banjarwati itu sendiri.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
18
1.8.2 Penentuan Informan
Penelitian ini menggunakan informan sebanyak 15 orang yang terdiri dari
beberapa penduduk Dusun Banjaranyar dan beberapa penduduk Dusun Sukowati.
Selain itu, beberapa informan juga merupakan santri, pengurus, dan pengasuh
Pondok Pesantren Sunan Drajat. Data informan dijelaskan pada lampiran skripsi.
Informan yang dipilih diharapkan dapat memberikan data yang sebenar-benarnya
tanpa dibuat-buat atau memanipulasi data untuk tujuan lain di luar fokus
penelitian. Informan tersebut memiliki kriteria sebagai berikut: (a) Informan
mengetahui budayanya dengan baik tanpa harus memikirkannya, sebab dilakukan
secara otomatis dari tahun ke tahun. (b) Informan terlibat langsung dalam
permasalahan yang kita angkat dalam penelitian. (c) Informan memiliki cukup
waktu untuk diwawancarai. (d) Informan menggunakan bahasa mereka untuk
mendeskripsikan informasi tanpa analisis. (e) Informan memberikan informasi
dengan interpretasi perspektif penduduk asli (Spradley: 1997: 59-70).
1.8.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara, teknik rekam, dan teknik catat. Penulis terlebih dahulu observasi
untuk melihat situasi dan keadaan lingkungan, kemudian melakukan wawancara
kepada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dengan
melakukan wawancara berstruktur untuk mendapatkan informasi yang relevan.
Selanjutnya dengan teknik rekam, penulis akan merekam kejadian faktual di
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
19
lapangan. Langkah terakhir yang dilakukan adalah dengan teknik catat, yaitu
mencatat semua kejadian dari tuturan masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa
Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
1.8.4 Metode Analisis Data
Analisis data penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang
mengubah data rekaman dari wawancara, maupun cara komunikasi dari
masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dengan penghuni Pondok
Pesantren Sunan Drajat dalam bentuk catatan tulis kemudian dianalisis dengan
teori yang digunakan.
Mencatat fenomena kebahasaan yang telah direkam, lalu dari hasil
transkripsi telah diperoleh data tulis yang selanjutnya dapat diidentifikasi. Proses
identifikasi dari setiap data yang dilakukan untuk memisahkan kalimat mana yang
sering digunakan masyarakat pada umumnya dan mana yang sangat jarang
digunakan oleh masyarakat pada umumnya.
Setelah selesai melakukan dengan teknik rekam dan teknik catat,
selanjutnya adalah dengan penyalinan ke dalam kartu data dan menganalisisnya,
sehingga diperoleh data yang relevan. Berikut adalah rincian langkah-langkah
dalam data yaitu sebagai berikut:
(1) Mentranskip Data Hasil Rekaman
Setelah penulis memperoleh data berupa tuturan dari masyarakat pesisir desa
Banjarwati melalui hasil rekaman, maka selanjutnya mentranskripsi
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
20
memindahkan data tersebut dengan cara menulis kembali semua hasil tuturan
yang diujarkan oleh masyarakat pesisir desa Banjarwati.
(2) Mengidentifikasi dan Mengklarifikasi Data
Berdasarkan hasil transkripsi diperoleh data tertulis yang selanjutnya siap
untuk diidentifikasi. Proses identifikasi berarti mengenali/menandai data untuk
memisahkan kalimat mana yang dibutuhkan untuk tahap selanjutnya, dan
mana yang tidak dibutuhkan.
(3) Menyalin ke Dalam Kartu Data
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka selanjutnya adalah
penyalinan tiap tuturan yang telah diidentifikasi ke dalam kartu data. Hal itu
dimaksudkan agar mudah untuk mengelompokkan tuturan tersebut menurut
karakteristik tertentu.
(4) Menganalisis Kartu Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan teori yang ada. Dari
analisis kartu data tersebut akan tergambar perilaku berbahasa masyarakat
pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dilingkungan Pondok Pesantren
Sunan Drajat.
(5) Menyimpulkan
Untuk tahap terakhir, hasil analisis akan menghasilkan simpulan berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
21
1.9 Operasionalisasi Konsep
Operasionalisasi konsep memiliki arti yang penting tentang penjelasan
istilah yang digunakan dalam penelitian. Selain itu, operasionalisasi konsep dapat
digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan terarah serta untuk
menghindari penafsiran yang salah mengenai istilah tersebut. Diperoleh batasan-
batasan yang jelas agar pengertiannya tidak samar. Istilah-istilah yang perlu diberi
penjelasan antara lain:
Interaksi sosial : Suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang
berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan
diterapkan didalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-
hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari hubungan
antara satu dengan yang lainnya, manusia akan selalu
membutuhkan individu atau kelompok lain untuk dapat
berinteraksi ataupun bertukar pikiran.
Perilaku berbahasa : Cara berbahasa suatu masyarakat yang tercermin dengan
sikap serta penggunaan bahasanya. Bagaimana masyarakat
tersebut menggunakan bahasa dan sikap ketika berhadapan
atau berkomunikasi dengan penutur dari golongan lain. Hal
tersebut juga bersangkutan dengan sikap santun dan
tidaknya suatu interaksi berbahasa. Kesantunan berbahasa
merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dapat
meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya, karena
didalam komunikasi penutur dan petutur tidak hanya
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
22
dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap
berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan.
Masyarakat pesisir : Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan sumber
kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung
pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Pondok pesantren : Lembaga pendidikan Islam untuk mempelajari,
memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Santri : Orang-orang yang belajar ilmu agama Islam dan tinggal di
pondok pesantren, santri diklasifikasikan berdasarkan
tingkat ilmu santri (menggunakan variabel santri dan
ustadz/ustadzah) dan status kelembagaan (santri dan
pengurus).
1.10 Sistematika Penulisan Skripsi
Penelitian ini terdiri dari empat bab, masing-masing bab tersebut berisi
suatu bahasan tertentu, diantaranya:
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian, operasionalisasi konsep, dan sistematika
penulisan skripsi.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
23
Bab II merupakan gambaran umum obyek penelitian.
Bab III merupakan alanisis data hasil temuan berupa deskripsi “Perilaku
Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan”.
Bab IV merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dari hasil yang
diperoleh dari analisis data dan sasaran yang berisi
anjuran kepada pembaca atau peneliti yang tertarik untuk
meneliti topik yang sama, selain itu penelitian ini
dilengkapi dengan daftar pustaka.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
24
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
2.1 DESA BANJARWATI
2.1.1 Sejarah Desa
Nama Banjarwati adalah perpaduan dari dua nama dusun yaitu Dusun
Banjaranyar dan Dusun Sukowati, kedua dusun ini kemudian menjadi satu
kesatuan nama desa yang tidak lain adalah Desa Banjarwati. Asal mula nama
Dusun Banjaranyar adalah Kampung Jelak. Jelak kalau dibahasa Jawa
kromoinggilkan adalah celak, yang artinya parek atau dekat, siapa yang bertempat
tinggal dikampung itu berarti akan celak atau dekat dengan kebaikan dan
perdamaian. Sinuwun atau pimpinan Kampung Jelak bernama Mbah Mayang
Madu, pada saat itu Mbah Mayang Madu masih beragama Hindu.
Mbah Daeng yang dikenal dengan sebutan Mbah Banjar yang berasal dari
negeri Bronio pada suatu hari datang ke Kampung Banjar yang sekarang dikenal
sebagai Pulau Kalimantan Kota Banjarmasin. Beliau berlayar ke Pulau Jawa
tepatnya ke Surabaya untuk menemui Mbah Sunan Raden Rahmat yang sekarang
dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Ditengah laut antara Pulau Kalimantan dan
Pulau Jawa, perahu yang dinaiki oleh Mbah Banjar mengalami kerusakan yang
sangat parah karena dihantam oleh ombak besar, kemudian beliau ditolong oleh
ikan cucut (ikan Hiu) sampai beliau dibawa ketepian pesisir laut Jawa pantai utara
(pantura) yang terletak disebelah utara Kampung Jelak. Setelah Mbah Banjar tiba
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
25
di tepi pantai Kampung Jelak, beliau akhirnya menetapkan tinggal di Kampung
Jelak dan dirawat oleh Mbah Mayang Madu. Keakraban mereka sudah seperti
saudara sendiri, sampai pada suatu ketika Mbah Mayang Madu pun mengikuti
agama yang di peluk oleh Mbah Banjar yakni agama Islam. Kedua tokoh tersebut
sepakat untuk mendirikan surau (mushollah) yang sekarang dikenal menjadi
Masjid Jami’ Jelak Banjaranyar Paciran Lamongan. Surau tersebut digunakan
untuk mengembangkan ajaran agama islam. Pada awalnya Mbah Banjar hanya
mengajar ngaji Al-Qur’an dikeluarga Mbah Mayang Madu saja, sampai akhirnya
masyarakat Kampung Jelak mengetahui ada seorang guru ngaji dikeluarga Mbah
Mayang Madu yang bernama Mbah Banjar, maka beberapa masyarakat Kampung
Jelak pun berkata: “ Ayo podo ngaji agomo islam, agomo anyar sing ngulang
jenenge mbah Banjar”. Dari ucapan masyarakat Kampung Jelak itulah akhirnya
Kampung Jelak terkenal dengan sebutan Banjaranyar.
Dusun Sukowati diambil dari kata Suko dan Wati yang artinya Suko
adalah nama sebuah pohon sebangsa pohon Sono Keling atau sekarang disebut
pohon Achasiya yang terletak di tepi pantai laut Jawa, tepatnya sekarang di Dusun
Sukowati. Sedangkan kata Wati berasal dari kata Kuwati, kemudian dua kalimat
Suko dan Kuwati dijadikan nama sebuah kampung baru yaitu Sukowati.
Cerita singkat dari Dusun Sukowati adalah pada suatu hari Mbah Banjar
jalan-jalan di tepi pantai, disebelah timur tempat tinggal beliau ternyata terdapat
sebuah pohon yang sangat rindang daunnya dan sangat kuat pohonnya. Orang-
orang setempat menamakan pohon tersebut dengan sebutan “Pohon Suko”,
kemudian Mbah Banjar memberikan nama sebuah kampung yang terdapat pohon
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
26
Suko tersebut dengan sebutan nama Dusun Sukowati. Kata Wati diambil dari kosa
kata bahasa Arab yakni Kuwati yang artinya kuat, dengan harapan masyarakat
kampung tersebut mempunyai iman dan agama yang kuat. Namun, dari
perkembangan dan kemajuan zaman nama Sukowati diplesetkan menjadi “Suko”
yang artinya senang, sedangkan “Wati” artinya perempuan, sehingga orang Jawa
mengatakan: “Seneng wedoan”. Sehingga terdapat beberapa kalangan masyarakat
tertentu yang tidak menyukai orang yang berasal dari Dusun Sukowati karena
terdapat anggapan yang buruk atas penduduk Dusun Sukowati, yaitu suka
bermain perempuan. Maka dari itu masyarakat sepakat menyebut Dusun Sukowati
dengan sebutan dusun Kuwati saja.
2.1.2 Letak Geografis Desa
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Desa Dagan kecamatan Solokuro dan desa Drajad
kecamatan Paciran
Sebelah Barat : Desa Kranji kecamatan Paciran
Sebelah Timur : Desa Kemantren kecamatan Paciran
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
27
2.1.3 Kondisi Geografis Desa
Jumlah penduduk Desa Banjarwati sebanyak 5.769 jiwa dan 1.951 kepala
keluarga. Desa Banjarwati terletak di daerah Kabupaten Lamongan dengan posisi
7 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. Desa
Banjarwati mengalami musim hujan selama 6 bulan pertahun. Jarak Desa
Banjarwati menuju ke kecamatan adalah 7 km dan jarak menuju ke kabupaten
adalah 42 km dengan batasan sebelah utara adalah laut Jawa, sebelah timur
adalah Desa Kemantren, sebelah selatan adalah Desa Dagan dan Desa Drajad,
serta sebelah barat adalah Desa Kranji.
Jarak tempuh Desa Banjarwati menuju ke ibu kota kecamatan adalah 7
km, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 10 menit menggunakan kendaraan
bermotor. Sedangkan jarak tempuh Desa Banjarwati ke ibu kota kabupaten adalah
42 km, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 60 menit menggunakan kendaraan
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
28
bermotor. Berikut merupakan kondisi geografis Desa Banjarwati secara umum,
berdasarkan data profil desa tahun 2014:
Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaan Tanah
Pemukiman umum 142.192 Ha
Persawahan 4 Ha
Tanah kering berupa ladang/tegalan 72.405 Ha dan pemukiman 101.300
Ha
Tanah fasilitas umum, berupa tempat pemakaman umum 4,5 Ha,
perkantoran pemerintah 0,4 Ha, bangunan sekolah 8 Ha dan tanah
bengkok (kas desa) 1,3 Ha.
2.1.4 Pembagian Wilayah Desa
Luas wilayah Desa Banjarwati ± 326,297 Ha yang terbagi menjadi 2 dusun
yang dipimpin oleh masing-masing kepala dusun, yaitu Dusun Banjaranyar dan
Dusun Sukowati. Hal ini menjadi sangat efisien dengan banyaknya tugas desa
yang harus dilakukan untuk memaksimalkan fungsi pelayanan terhadap
masyarakat di Desa Banjarwati.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
29
2.1.5 Lembaga Pemerintahan Desa
SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAHAN
DESA BANJARWATI
KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
Kepala Desa : SUTIYONO
Sekretaris Desa : MOH. MUNAWIR, S.Ag
Kaur Kesmas : KUSWINARNI, Ma
Kaur Keuangan : MUTHMAINNAH
Kaur Umum : MARTA ANDRI NOVIYANA, SE
Kasi Pemerintahan : ACHMAD KHAMZIM
Kasi Ekbang : MOH. HASYIM
Kasi Trantib : ASHAR
Kasi Pemb.perempuan : -
Kepala Dusun Banjaranyar : MOH. KHOIRUL, SH
Kepala Dusun Sukowati : RONI PRIYONO
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
30
Berikut merupakan nama-nama pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Banjarwati dengan jumlah anggota 11 orang yang aktif dalam kepengurusan:
NO NAMA JABATAN
1. JUNAEDI SUTARYO KETUA
2. NUE HAMIM WAKIL KETUA
3. ABDULLAH TAUFIQ SEKRETARIS
4. FREDY SETIAWAN ANGGOTA
5. ABDULLOH ANGGOTA
6.
UMI HUSNUL
KHOTIMAH
ANGGOTA
7.
HJ. LILIS
SETYOWATI
ANGGOTA
8. NUR LAELAH ANGGOTA
9. AIRIN SUTANTO ANGGOTA
10. H. AINUR ROFIQ ANGGOTA
11. LUQMAN HAKIM ANGGOTA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
31
2.1.6 Keadaan Sosial
Dengan adanya perubahan dinamika politik dan sistem politik di Indonesia
yang lebih demokratis, memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk
menerapkan suatu mekanisme politik yang dipandang lebih demokratis. Dalam
konteks politik lokal desa Banjarwati tergambar dalam pemilihan kepala desa dan
pemilihan-pemilihan lain (pileg, pilpres, pemilukada, dan pimilugub) yang juga
melibatkan warga masyarakat desa secara umum.
Khusus untuk pemilihan kepala Desa Banjarwati sebagaimana tradisi
kepala desa dibeberapa wilayah Jawa, biasanya para peserta (kandidat) adalah
mereka yang secara sah memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala desa yang
lama, atau seseorang yang berani mengajukan diri adalah mereka yang dari
kalangan ekonomi menengah keatas. Hal ini dipengaruhi oleh budaya
Moneypolitic yang sedang berkembang dimasyarakat.
Jabatan kepala desa merupakan jabatan yang tidak serta merta dapat
diwariskan kepada anak cucu ataupun karena seseorang tersebut dari kalangan
yang berada. Namun dipilih karena kecerdasan, etos kerja, kejujuran dan
kedekatannya dengan warga desa. Jabatan kepala desa bisa dicabut sewaktu-
waktu jika seseorang tersebut melanggar peraturan maupun melanggar norma-
norma yang berlaku.
Dengan demikian, maka setiap orang yang dapat memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dalam peraturan yang berlaku dapat mendaftarkan diri menjadi
kandidat kepala desa. Fenomena ini terjadi pada pemilihan kepala Desa
Banjarwati pada tahun 2013 lalu. Pada pemilihan kepala desa waktu itu,
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
32
partisipasi masyarakat sangat tinggi yakni hampir 85 % dari jumlah penduduk
yang ada. Pada waktu itu ada 3 kandidat kepala desa yang mengikuti pemilihan.
Acara pemilihan kepala desa bagi masyarakat desa Banjarwati adalah merupakan
perayaan besar disetiap periodenya.
Setelah proses pemilihan kepala desa berakhir, situasi desa kembali
berjalan normal. Hiruk pikuk warga dalam pesta demokrasi desa berakhir dengan
kembalinya kehidupan sebagaimana mulanya. Masyarakat tidak terus menerus
terjebak dalam sekat-sekat kelompok pilihannya. Hal ini ditandai dengan
kehidupan yang penuh gotong-royong dan tolong menolong. Walaupun pola
kepemimpinan ditangan kepala desa, namun mekanisme pengambilan keputusan
selalu ada keterlibatan masyarakat baik melalui lembaga resmi desa seperti Badan
Perwakilan Desa maupun langsung bermusyawarah dengan masyarakat. Dengan
demikian terlihat bahwa pola kepemimpinan diwilayah Desa Banjarwati
mengedepankan pola kepemimpinan yang demokratis.
Berdasarkan beberapa fakta di atas, Desa Banjarwati mempunyai dinamika
politik lokal yang bagus. Hal ini terlihat dari segi pola kepemimpinan, mekanisme
pemilihan kepemimpinan, hingga partisipasi masyarakat dalam menerapkan
sistem politik demokratis ke dalam kehidupan politik lokal. Tetapi masyarakat
Desa Banjarwati masih kurang antusias dalam hal politik daerah dan nasional. Hal
ini dikarenakan dinamika politik nasional dalam kehidupan sehari-hari kurang
mempunyai greget, terutama yang berkaitan dengan permasalahan, kebutuhan dan
kepentingan masyarakat Desa Banjarwati secara langsung.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
33
Dalam catatan sejarah, selama ini belum pernah terjadi bencana alam dan
bencana sosial yang cukup besar di Desa Banjarwati. Isu-isu terkait hal tersebut,
seperti kemiskinan dan bencana alam, tidak sampai pada titik kronis yang
membahayakan masyarakat dan sosial.
Kondisi sosial masyarakat Desa Banjarwati yang cenderung dinamis dan
agamis menciptakan kerukunan antar masyarakat. Kultur yang kuat serta usaha
masyarakat dalam pelestarian adat dan budaya desa dipertahankan sebagai
warisan nenek moyang mereka. Maka tak jarang ritual-ritual khusus keagamaan
masih sering dilakukan. Penduduk Desa Banjarwati seluruhnya memeluk agama
Islam. Dalam menjalankan kewajiban umat beragamanya, masyarakat Desa
Banjarwati didukung dengan fasilitas peribadatan yang memadai. Klasifikasinya
sebagai berikut:
No Jenis Fasilitas Peribadatan Jumlah
1. Masjid 5 buah
2. Mushollah 18 buah
3. Gereja - -
4. Pura - -
5. Wihara - -
Selain itu, kualitas tingkat pendidikan masyarakat Desa Banjarwati sudah tinggi,
adanya sarana dan prasarana pendidikan yang lengkap merupakan salah satu
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
34
aspek tingginya kualitas pendidikan. Sarana pendidikan di Desa Banjarwati
tersedia dari tingkat pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Berikut
merupakan klasifikasinya:
No Jenis Fasilitas Jumlah
1. Play Group/PAUD 4 buah
2. TK/RA 4 buah
3. SD/Sederajat 4 buah
4. SLTP/Sederajat 4 buah
5. SLTA/Sederajat 5 buah
6. Islam TPQ/TPA 4 buah
7. Pondok Pesantren 4 buah
8. Madrasah Diniyah 4 buah
9. Sekolah Tinggi Agama Islam 1 buah
2.1.7 Keadaan Ekonomi
Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Desa Banjarwati adalah sebesar
Rp. 1.000.000 perbulan. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan jumlah anggota
keluarga. Secara umum mata pencaharian masyarakat Desa Banjarwati
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
35
teridentifikasi dalam beberapa sektor, yaitu dalam sektor pertanian, peternakan,
industri kecil dan kerajinan rumah tangga, industri menengah dan besar, serta
dalam sektor jasa.
2.2 PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT
2.2.1 Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Sunan Drajat
Berdasarkan dokumen PPSD 2010, Pondok Pesantren Sunan Drajat
didirikan pada tanggal 7 September 1977 tepatnya di Dusun Banjaranyar Desa
Banjarwati kecamatan Paciran kabupaten Lamongan oleh K. H. Abdul Ghofur.
Nama dari Pondok Pesantren Sunan Drajat ini mempunyai ikatan historis,
psikologis, dan filosofis yang sangat kuat dengan nama Kanjeng Sunan Drajat,
bahkan secara geografis bangunan pondok tepat berada di atas reruntuhan pondok
pesantren peninggalan Sunan Drajat yang sempat menghilang peradaban dunia
Islam di Jawa selama beberapa ratus tahun.
Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah salah satu pondok pesantren yang
memiliki nilai historis yang amat panjang, karena keberadaan pesantren ini tak
lepas dari nama yang disandangnya yakni Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah
julukan dari Raden Qosim putra kedua dari pasangan Raden Ali Rahmatullah
(Sunan Ampel) dengan Nyi Ageng Manila (putri dari adipati Tuban Arya Teja).
Beliyau juga memiliki nama Syarifuddin atau Masih Ma’unat. Perjuangan Sunan
Drajat di Banjaranyar dimulai tatkala beliau diutus ayahandanya untuk membantu
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
36
perjuangan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu guna mengembangkan syiar
Islam di daerah pesisir pantai utara Kabupaten Lamongan.
Pada tahun 1440-an ada seorang pelaut muslim berasal dari daerah Banjar
yang mengalami musibah di pesisir pantai utara, kapal yang ditumpanginya pecah
terbentur karang dan karam di laut. Adapun sang pelaut dari Banjar tersebut
terdampar di tepian pantai Jelak dan ditolong oleh Mbah Mayang Madu penguasa
kampung Jelak pada saat itu.
Melihat kondisi masyarakat Jelak yang telah tersesat sedemikian jauh
dalam hal beragama, sang pelaut muslim itu pun terketuk hatinya untuk
menegakkan sendi-sendi agama Allah. Beliau pun mulai berdakwah dan
mensyiarkan agama Islam kepada penduduk Jelak dan sekitarnya. Lambat laun
perjuangan sang pelaut yang dikenal dengan julukan Mbah Banjar mulai
membuahkan hasil. Bersamaan dengan itu Mbah Mayang Madu pun turut
menyatakan diri masuk Islam dan menjadi pendukung utama perjuangan Mbah
Banjar.
Pada suatu hari Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu berkeinginan untuk
mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama agar syiar Islam semakin
berkembang, namun mereka menemui kendala dikarenakan kurangnya tenaga
edukatif yang mumpuni di bidang ilmu diniyah (Islam). Akhirnya kedua tokoh
agama tersebut sepakat untuk sowan (silaturrahim) ke Kanjeng Sunan Ampel di
Ampeldenta Surabaya. Gayung pun bersambut, Kanjeng Sunan Ampel
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
37
memberikan restu dengan mengutus putranya yakni Raden Qosim untuk turut
serta membantu perjuangan kedua tokoh tersebut.
Sunan Drajat yang merupakan putra Sunan Ampel menjadi tokoh sentral
dalam penyebaran agama Islam yang ada di wilayah Lamongan. Akhirnya Raden
Qosim mendirikan pondok pesantren di suatu tempat yang terletak di area Pondok
Pesantren Putri Sunan Drajat saat ini. Raden Qosim mengatakan bahwa barang
siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat tersebut, semoga Allah
menjadikannya manusia yang memiliki derajat luhur. Karena doa Raden Qosim
inilah para pencari ilmu berbondong-bondong belajar di tempat beliau dan Raden
Qosim pun mendapat gelar Sunan Drajat. Sementara itu untuk mengenang
perjuangan Mbah Banjar, maka dusun yang sebelumnya bernama Kampung Jelak,
dirubah namanya menjadi Dusun Banjaranyar. Hal tersebut dilakukan untuk
mangabadikan nama Mbah Banjar, dan nama Anyar merupakan gambaran
suasana baru pada kampung tersebut karena mendapatkan sinar petunjuk Islam.
Setelah beberapa lama beliau berdakwah di Dusun Banjaranyar, maka
Raden Qosim mengembangkan daerah dakwahnya dengan mendirikan masjid dan
pondok pesantren baru yang berada di Kampung Sentono. Beliau berjuang hingga
akhir hayatnya dan dimakamkan di belakang masjid tersebut. Kampung di mana
beliau mendirikan masjid dan pondok pesantren itu akhirnya dinamakan sebagai
Desa Drajat. Sepeninggalan Sunan Drajat, tongkat estafet perjuangan untuk
menyebarkan ajaran agama Islam dilanjutkan oleh anak cucu beliau. Namun
seiiring dengan berjalannya waktu yang cukup panjang kebesaran nama Pondok
Pesantren Sunan Drajat pun semakin pudar dan akhirnya lenyap ditelan masa.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
38
Saat itu hanya tinggal sumur tua yang tertimbun tanah dan pondasi bekas langgar
(mushollah) yang tersisa. Kemaksiatan dan perjudian merajalela di sekitar wilayah
Banjaranyar dan sekitarnya, bahkan di wilayah di mana Raden Qosim mendirikan
pondok pesantren di Banjaranyar saat itu berubah menjadi tempat pemujaan.
Setelah mengalami proses kemunduran, bahkan sempat menghilang dari
peradaban dunia Islam di Pulau Jawa, pada akhirnya Pondok Pesantren Sunan
Drajat kembali menata diri dan menatap masa depan dengan sangat optimis dan
tekat yang kuat. Hali ini bermula dari upaya yang dilakukan oleh anak cucu Sunan
Drajat yang bercita-cita untuk melanjutkan perjuangan Sunan Drajat di Dusun
Banjaranyar. Keadaan itupun berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang
sama didirikan kembali Pondok Pesantren Sunan Drajat oleh K. H. Abdul Ghofur
yang masih termasuk salah seorang keturunan Sunan Drajat pada tahun 1977 yang
bertujuan untuk melanjutkan perjuangan Wali Songo dalam menyebarkan syiar
Islam di muka bumi.
Munculnya kembali Pondok Pesantren Sunan Drajat saat ini tentu tidak
terlepas dari perjalanan panjang dan perjuangan dari anak cucu Sunan Drajat itu
sendiri. Sebagai institusi resmi dan legal, Pondok Pesantren Sunan Drajat tentu
memiliki persamaan dan perbedaan dengan cikal bakal berdirinya pondok
pesantren itu sendiri.
Pondok Pesantren Sunan Drajat memiliki berbagai macam jenis
pendidikan yang terdiri dari pendidikan formal, non formal, dan in formal.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak semua pondok pesantren memiliki
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
39
pendidikan yang mengajarkan tentang pengetahuan dan keahlian/skill secara
intensif terhadap para santrinya. Dengan demikian sangat penting bagi seorang
akademis untuk mempelajari kembali ide-ide dasar yang muncul dan menyertai
perkembangan Pondok Pesantren Sunan Drajat.
2.2.2 Visi dan Misi Pondok Pesantren Sunan Drajat
Visi:
Menjadi sebuah pondok pesantren yang mampu melakukan perubahan
bagi masyarakat untuk menjadi masyarakat yang madani dan meneruskan cita-
cita Sembilan Wali. Selain itu juga membentuk insan yang berbudi luhur,
berakhlakul karimah, bertakwa kepada Allah SWT, berpengatuhan luas dan
bertanggung jawab terhadap agama, nusa dan bangsa.
Misi:
Menjadi pondok pesantren yang baik agar dapat menjadikan santri sebagai
santri yang berkompeten serta menjadi contoh bagi pondok pesantren
lainnya.
Menyelenggarakan pendidikan Islam dan dibekali dengan pendidikan
formal.
Mengikuti pedoman Sunan Kalijaga “Kenek Iwake Gak Buthek Banyune”
(Kena Ikannya Tapi Tidak Keruh Airnya).
Mengembangkan jiwa mandiri pada santri sebagaimana wasiat dari Sunan
Drajat “Wenehono” (Berilah).
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
40
Membentuk insan yang berbudi luhur, berakhlakul karimah, bertakwa
kepada Allah SWT, berpengetahuan luas dan bertanggung jawab terhadap
agama, nusa, dan bangsa.
2.2.3 Unit Pendidikan
Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai tempat belajar santri memiliki
pola pengajaran pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal yang
tersedia di Pondok Pesantren Sunan Drajat antara lain:
Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Pertama Negeri 2
Paciran (SMPN 2 Paciran)
Madrasah Aliyah Ma’arif 7 (MA Ma’arif 7 Sunan Drajat Paciran), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) NU 1 Paciran, Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) NU 2 Paciran, Sekolah Menengah Kejuruan Kelautan (SMKK),
Madrasah Mualimin Mualimat (MMA)
Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Qosim (STAIRA), dan Ma’had Aly
Sunan Drajat.
Adapun lembaga pendidikan non formal yang ada di Pondok Pesantren Sunan
Drajat diantaranya adalah:
Madrasah Diniyah Sunan Drajat
Madrasatul Qur’an
Lembaga Pendidikan Bahasa Asing (LPBA).
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
41
2.2.4 Unit Wirausaha
Pondok Pesantren Sunan Drajat disamping memiliki lembaga pendidikan
formal dan non formal, juga memiliki unit-unit usaha untuk menopang keuangan
Pondok Pesantren Sunan Drajat serta berperan penting untuk perkembangan
perekonomian masyarakat Desa Banjarwati khususnya di Dusun Banjaranyar.
Unit bisnis yang dikembangkan Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan
masyarakat sekitar pondok pesantren antara lain sebagai berikut:
a. PT. Sunan Drajat Lamongan (SDL)
PT. SDL berdiri pada tahun 2004 dengan nama merek produk kemasan
Kawasan Industri Sunan Drajat (KISDA) merupakan perusahaan tambang
phosfat yang beroperasi secara terintegrasi, dimulai dari kegiatan
penambangan, pengolahan, rehabilitasi lahan, hingga kemasan. PT. SDL
menjadi pelopor dalam industri pupuk organik dengan menyediakan pupuk
organik berkualitas tinggi, murah, ramah lingkungan, dan menjaga kelestarian
alam.
Pupuk yang diproduksi terdiri dari pupuk alami yang berbentuk powder
dan granule phosphate, dolomite, pupuk magnesium phosphate plus, NPK.
Kapasitas produksi perbualn rata-rata sebanyak 20.000-50.000 ton, 10.000-
20.000 ton untuk dolomite, 10.000 ton untuk phosphate, dengan pangsa pasar
lokal/dalam negeri adalah wilayah kabupaten Wonosobo Jateng, Lampung,
Kalimantan, dan wilayah lainnya.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
42
b. Pengembangan Jus Mengkudu “Sunan”
Pengolahan sari buah mengkudu adalah penanganan paska produksi dari
perkebunan mengkudu yang juga menjadi inti plasma dari petani mengkudu
yang terdiri dari 6 kelompok tani se-Kabupaten Lamongan. Saat ini ada dua
jenis produk sari buah mengkudu yang diperoduksi oleh Pondok Pesantren
Sunan Drajat bersama masyarakat sekitar, yang pertama untuk konsumsi
lokal/dalam negeri dengan merek “SUNAN” dengan kemasan 540 ml dan 110
ml, yang kedua adalah produk khusus ekspor ke Jepang dengan merek
“JAWA NONI” dengan kemasan 540 ml.
c. Pembuatan Air Minum Dalam Kemasan “AIDRAT”
Air minum sunan drajat (AIDRAT) merupakan perusahaan air minum
dalam kemasan gelas yang diproduksi menggunakan teknologi Reverse
Osmosis yang menghasilkan air murni ditambah dengan air oksigen sehingga
baik untuk tubuh dan membantu proses penyembuhan penyakit, khususnya
apabila digunakan dengan metode terapi air. Air minum dalam kemasan
(AMDK) AIDRAT ini didistribusikan ke daerah-daerah, antara lain:
kabupaten Lamongan, kabupaten Gresik, kabupaten Bojonegoro, kabupaten
Tuban, dan sekitarnya. Dengan pangsa pasarnya adalah wali santri Pondok
Pesantren Sunan Drajat.
d. Peternakan Sapi dan Kambing
Pondok Pesantren Sunan Drajat saat ini mengembangkan peternakan sapi
dan kambing yang diorientasikan pada penggemukan sapi dan kambing.
Peternakan ini mulai berdiri pada tanggal 16 November 2003. Proyek ini
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
43
merupakan kerjasama antara Dirjen Peternakan Deptan, Dinas Kelautan dan
Prikanan kabupaten Lamongan dengan Pondok Pesantren Sunan Drajat.
e. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Sunan Drajat
Melihat kondisi pada masyarakat dari sisi ekonomi belum hidup secara
layak dan mapan, masih sering terjerat rentenir, tidak adanya lembaga yang
dapat membantu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, tidak
mempunyai posisi tawar dengan pihak lain, dan kondisi-kondisi lainnya yang
serba tidak menguntungkan bagi masyarakat kecil. Padahal dari potensi yang
dimiliki oleh masyarakat yang apabila dikelola dengan baik dengan sistem
kebersamaan, akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat itu sendiri.
Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka dirintislah Baitul
Maal Wattamwil (BMT) Sunan Drajat oleh pengurus Pondok Pesantren Sunan
Drajat. Tujuan lain didirikannya BMT Sunan Drajat juga untuk menampung,
melayani para santri dalam hal keuangan, pinjam meminjam, menabung, dan
lain-lain.
f. Sunan Drajat Televisi (SDTV)
Sunan Drajat Televisi (SDTV) berdiri pada tanggal 22 Juni 2009. Bermula
dari adanya ide untuk mendirikan media penyiaran berisi dakwah yang
menghibur (dakwah taiment) dengan cakupan luas dan pengemasan program
secara menarik, sederhana, dan universal. Fokus utamanya adalah memberikan
tontonan berkualitas kepada masyarakat melalui pengkajian acara yang sesuai
dengan kebutuhan dan kapasitas pemirsa.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
44
g. Radio Persada FM 97.2 MHz
Berdirinya radio persada FM ini bermula dari keinginan pengasuh Pondok
Pesantren Sunan Drajat untuk mewujudkan masyarakat yang beragama dan
berbudaya dengan meningkatkat ukhuwah islamiyah. Beliau punya pemikiran
untuk mendirikan sebuah stasiun pemancar radio FM yang bisa menjangkau
wilayah luas, hal ini dimaksudkan untuk sarana ibadah dan syiar agama, juga
unutk media informasi bagi masyarakat serta sebagai sarana penyampaian
informasi bagi pihak pemerintah.
Gagasan tersebut ditanggapi dengan baik oleh pihak pemerintah, sehingga
pondok pesantren diberikan bantuan berupa pemancar radio FM yang nantinya
sebagai sarana dakwah dan penyuluhan, juga sebagai media hiburan yang bisa
diterima oleh masyarakat sekitar Provinsi Jawa Timur bagian barat.
Radio persada FM terus mengikuti perkembangan zaman, dan mulai tahun
2010 radio persada FM telah menyiarkan siarannya melalui website dan dapat
didengarkan online live streaming di website persada di www.persadafm.com.
h. Smesco Mart
Smesco Mart merupakan salah satu unit usaha pesantren yang berada
dalam naungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Smesco mart didirikan pada
tahun 2006. Tujuan dari didirikannya Smesco Mart adalah memenuhi
kebutuhan para santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan masyarakat sekitar
dalam keperluan belanja sehari-hari, sehingga para santri dan masyarakat
sekitar dapat terpenuhi kebutuhan kesehariannya secara murah, mudah, dan
lengkap.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
45
i. Koperasi Pondok Pesantren (KOPP0TREN)
Koperasi yang dikembangkan di Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah
warnet, wartel, kantin, dan beberapa unit usaha kecil yang kini telah
berkembang menjadi unit usaha yang mandiri. Konsumen yang dilayani selain
lingkungan pondok pesantren juga untuk masyarakat sekitar Pondok Pesantren
Sunan Drajat.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
46
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bagian inti dalam sebuah penelitian yang mencakup
hasil serta pembahasan, yang disajikan dalam bentuk deskripsi berdasarkan kajian
sosiolinguistik serta penerapan teori yang digunakan untuk menganalisis dan
menelaah data berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
3.1 Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Dusun Banjaranyar Desa
Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan
3.1.1 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Pengasuh
Pondok Pesantren Sunan Drajat (Ndalem).
Data 1
Penutur : Ngapunten, Yai. kawula dhateng meriki kersa nyuwun pangestu, kawula kersa ngasto damel sasi ngarsa. Dinten napa saene, Yai? [ŋapuntən yai kəpərluan kawulᴐ dhatəŋ məriki kərso ñuwUn paŋestu, kawulᴐ kərsᴐ ŋastᴐ daməl sasi ŋarsᴐ dintən nᴐpᴐ saene yai] “Mohon maaf, Yai. Saya kesini mau meminta restu, saya mau bekerja bulan depan. Sebaiknya hari apa, Yai?”
Mitra tutur : Nggih, Cung. Kula dungaaken mugi-mugi lancar nyambut damele, sedaya dinten niku sae, nedi ten gusti Allah mugi-mugi di paringi lancar sedaya urusane [ŋgIh cUŋ kulᴐ dUŋa akən mugi-mugi lancar ñambUt daməle sədᴐyᴐ dintən niku sae nədi tən gusti Allah mugi-mugi di pariŋi lancar sədᴐyᴐ urusane] “Ya, Nak. saya doakan semoga lancar pekerjaan baru nya. Semua hari itu baik, mintalah kepada Allah SWT supaya dilancarkan segala urusan.”
Penutur : Sendika, Yai. [səndikᴐ yai] “Iya, Yai”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
47
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 18.15.
Konteks tuturan: Penutur adalah salah seorang warga Dusun Banjaranyar
dan mitra tutur merupakan Kiai (pengasuh) Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan data di atas adalah saat malam hari di ruang
tamu rumah (ndalem) Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang
berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga yang berumur 28 tahun
sebagai petutur yang merupakan penduduk Dusun Banjaranyar dan Kiai Pondok
Pesantren Sunan Drajat yang berusia 66 tahun sebagai mitra tutur. Dalam tuturan
tersebut warga bertujuan menghadap (sowan) kepada kiai untuk konsultasi tentang
pekerjaan barunya dan meminta restu supaya didoakan kepada Allah SWT agar
pekerjaan baru warga tersebut berjalan dengan lancar dan sukses.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
salah seorang warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa posisi
Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar
dianggap penting dan tinggi dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu,
ketika berbicara dengan kiai, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan
bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu warga Dusun
Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama
dengan nada intonasi yang pelan dan halus, dilihat dari kata: Kawula [kawulᴐ]
“Saya”, dhateng [dhatəŋ] “Kesini”, kersa [kərso] “Mau”, nyuwun [ñuwUn]
“Minta”, pangestu [paŋestu] “Restu”, ngasta damel [ŋastᴐ daməl] “Bekerja”, sasi
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
48
[sasi] “Bulan”, ngarsa [ŋarsᴐ] “Depan”, napa [nᴐpᴐ] “Apa”, sae [sae] “Bagus”,
sendika [səndikᴐ] “Iya”.
Kata pangestu [paŋestu] “Restu” dan sendika [səndikᴐ] “Iya” sangat jarang
digunakan oleh warga Dusun Banjaranyar ketika berinteraksi dengan masyarakat
biasa, hanya digunakan ketika berbahasa dengan orang-orang tertentu saja seperti
kepada kiai, orang tua, dan lain-lain. Perilaku berbahasa non verbal yang
digunakan penutur adalah dengan sikap menundukkan kepala saat berbicara dan
tawadhu’ di hadapan kiai sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia
jauh lebih tua dan merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Perilaku berbahasa yang digunakan oleh Kiai Pondok Pesantren Sunan
Drajat sebagai mitra tutur dilihat dari penggunaan ragam Madya dengan nada
intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pelan, seperti pada kata: Inggih
[ŋgIh] “Iya”, kula [kula] “Saya”, nyambut damel [ñambUt daməl] “Bekerja”,
sedaya [sədᴐyᴐ] “Semua”, dinten [dintən] “Hari”, niku [niku] “Itu”, nedi [nədi]
“Minta”.
Data 2
Penutur : Badhe nyuwun tapak asta, Yai. [badhe ñuwUn tapa? astᴐ yai] “Mau minta tanda tangan, Yai”
Mitra tutur : Inggih, pundhi? [IŋgIh pundhi] “Iya, mana?”
Penutur : Niki, matur sembah nuwun, Yai. [niki matUr səmbah nuwUn yai] “Ini, terima kasih, Yai”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 10.30.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
49
Konteks tuturan: Penutur adalah salah seorang warga Dusun Banjaranyar
dan mitra tutur merupakan Kiai (pengasuh) Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan data di atas adalah saat pagi hari di ruang tamu
rumah (ndalem) Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang
berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga Dusun Banjaranyar
berumur 32 tahun sebagai petutur dengan K. H. Abdul Ghofur yang merupakan
pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai mitra tutur. Dalam tuturan
tersebut warga bertujuan menghadap (sowan) kepada kiai untuk meminta tanda
tangan terkait urusan suatu hal yang ada di Dusun.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
salah seorang warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa posisi
kiai bagi masyarakat Dusun Banjaranyar memang dianggap penting dan tinggi
dalam status sosial. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan Kiai Pondok
Pesantren Sunan Drajat, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa
Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu warga Dusun
Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama
dengan nada intonasi yang pelan dan halus, dilihat dari kata: Badhe [badhe]
“Mau”, nyuwun [ñuwUn] “Minta”, tapak asta [tapa? astᴐ] “Tanda tangan”, niki
[niki] “Ini”, matur sembah nuwun [matUr səmbah nuwUn] “Terima kasih”.
Kata tapak asta [tapa? astᴐ] “Tanda tangan” sangat jarang digunakan oleh
warga Dusun Banjaranyar ketika berinteraksi dengan masyarakat biasa, hanya
digunakan ketika berbahasa dengan orang-orang tertentu saja seperti kepada kiai,
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
50
orang tua, dan lain-lain. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan adalah
dengan sikap menundukkan kepala saat berbicara dan tawadhu’ di hadapan kiai
sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan
merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Perilaku berbahasa yang digunakan oleh Kiai Pondok Pesantren Sunan
Drajat sebagai mitra tutur dapat dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam
Madya dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pelan,
seperti pada kata [IŋgIh, pundhi] “Iya, mana”.
Data 3
Penutur : Wonten napa Nduk? [wᴐntən nᴐpᴐ ndo?] “Ada apa nak?”
Mitra tutur : Ngeten, Bah. Tiang sepah kawula kersa bukak usaha ten deso, dospundhi menurut penjenengan, Bah? [ŋɛtən bah tiaŋ səpah kawulᴐ kərso buka? usaha tən dəso dᴐspundhi mənurut pənjənəngan bah] “Begini, Bah. Orang tua saya mau membuka usaha di desa, bagaimana menurut, Abah?”
Penutur : Sae niku, menawi engken sampeyan kengken dhateng meriki mawon [sae niku mənawi əngken sampeyan kengken dhatəng meriki mawon] “Bagus itu, mungkin nanti kamu suruh kesini saja”
Mitra tutur : Sendika, Bah. Matur sembah nuwun [Səndikᴐ bah, matUr səmbah nuwUn] “Iya, Bah. Terima kasih”
Sumber: Transkip percakapan di dalam rumah Kiai Pondok Pesantren
Sunan Drajat, pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 11.00.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang Kiai (pengasuh) Pondok
Pesantren Sunan Drajat dan mitra tutur merupakan seorang siswa yang berasal
dari Dusun Banjaranyar.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
51
Waktu dan tempat tuturan data di atas adalah pada pagi hari di rumah
(ndalem) Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat tepatnya di ruang tamu. Pihak-
pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah K. H. Abdul Ghofur
sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat berusia 66 tahun sebagai
penutur dengan seorang siswa bernama Siti Hamidah berusia 19 tahun sebagai
mitra tutur. Dalam tuturan tersebut kiai sebagai penutur bertujuan menanyakan
kepada siswa tentang hal apa yang mau dibicarakan dengannya. Sedangkan siswa
sebagai mitra tutur bertujuan menanyakan tentang rencana orang tuanya untuk
membuka usaha di Dusun Banjaranyar yang masuk dalam lingkungan Pondok
Pesantren Sunan Drajat, maka dari itu siswa tersebut meminta izin atau
menghadap (sowan) ke kiai pondok pesantren terlebih dahulu.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa posisi
kiai bagi masyarakat Dusun Banjaranyar memang dianggap penting dan tinggi
dalam status sosial. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan Kiai Pondok
Pesantren Sunan Drajat, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa
Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan.
Perilaku berbahasa yang digunakan oleh Kiai Pondok Pesantren Sunan
Drajat sebagai penutur, dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dan
madya dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pelan.
Ragam krama dapat dilihat dari kata: Sae [sae] “Bagus”, menawi [mənawi]
“Mungkin” dan ragam madya dilihat dari kata: Niku [niku] “Itu”, sampeyan
[sampeyan] “Kamu”, dhateng [dhatəng] “Datang”.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
52
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh siswa sebagai mitra tutur
dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dengan nada intonasi yang
pelan dan halus, seperti pada kata: Kawula [kawulᴐ] “Saya”, sepah [səpah] “Tua”,
kersa [kərso] “Mau”, sendika [səndikᴐ] “Iya”, matur sembah nuwuwn [matUr
səmbah nuwUn] “Terima kasih”. Susunan bahasa Jawa ragam krama tersebut
sangat jarang digunakan oleh siswa ketika berinteraksi dengan masyarakat biasa,
hanya digunakan kepada orang-orang tertentu saja seperti kepada kiai, orang tua,
dan lain-lain. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan siswa adalah dengan
sikap menundukkan kepala saat berbicara dan tawadhu’ di hadapan kiai sebagai
penghormatan terhadap penutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan
Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Data 4
Penutur : Bah, wonten tiyang kersa ngaturi [bah wᴐntən tiyaŋ kərsᴐ ŋaturi] “Bah, ada orang mau memberi tahu”
Mitra tutur : Inggih, Cung. Sekedhap [IŋgIh cUŋ səkədhap] “Iya, Nak. Sebentar”
Sumber: Transkip percakapan di dalam rumah Kiai Pondok Pesantren
Sunan Drajat, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 13.15.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar sekaligus
sebagai pengurus abdi dalem di Pondok Pesantren Sunan Drajat dan mitra tutur
merupakan seorang Kiai (pengasuh) Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan adalah pada siang hari di rumah (ndalem) Kiai
Pondok Pesantren Sunan Drajat tepatnya di ruang tamu. Pihak-pihak yang
berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga Dusun Banjaranyar
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
53
yang menjadi pengurus abdi dalem bernama Ahmad Shiddiq berusia 32 tahun
sebagai penutur dengan K. H. Abdul Ghofur yang merupakan Pengasuh Pondok
Pesantren Sunan Drajat berusia 66 tahun sebagai mitra tutur. Dalam tuturan
tersebut warga bertujuan memberitahu kepada kiai bahwa ada tamu yang hendak
sowan (menghadap) ke beliau untuk memberikan sebuah informasi.
Analisis berdasarkan data, penutur menggunakan bahasa Jawa ragam
krama untuk menghormati mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan
pengasuh dari Pondok Pesantren Sunan Drajat yang ia tempati saat ini, sedangkan
mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam madya untuk menghargai penutur
yang berbahasa sopan dan santun menggunakan bahasa Jawa ragam krama.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu warga Dusun
Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama
dengan nada intonasi yang pelan dan halus, dilihat dari kata: Wonten [wᴐntən]
“Ada”, tiyang [tiyaŋ] “Orang”, kersa [kərsᴐ] “Mau”, ngaturi [ŋaturi]
“Memberitahu“. Kata ngaturi [ŋaturi] “memberi tahu” sangat jarang digunakan
oleh warga Dusun Banjaranyar ketika berinteraksi dengan masyarakat biasa,
hanya digunakan ketika berbahasa dengan orang-orang tertentu saja seperti
kepada kiai, orang tua, dan lain-lain. Perilaku berbahasa non verbal yang
digunakan penutur adalah dengan sikap menundukkan kepala saat berbicara dan
tawadhu’ di hadapan kiai sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia
jauh lebih tua dan merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh Kiai Pondok Pesantren
Sunan Drajat sebagai mitra tutur dapat dilihat dari penggunaan ragam Madya
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
54
dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pelan, seperti pada
kata: Inggih [IŋgIh] “Iya”, sekedap [səkədhap] “sebentar”.
3.1.2 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Pengurus
Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Data 5
Penutur : Mbak, kula badhe mundhut ageman seragam batik [mba? kulᴐ badhe mundhUt agəman səragam batI?] “Mbak, saya mau beli baju seragam batik”
Mitra tutur : Sampeyan rantosi nggih, kula mriksani rumiyen, tasek wonten napa boten [sampeyan rantᴐsi ŋgIh kulᴐ mriksani rumiyen tase? wᴐntən nᴐpᴐ bᴐtən] “Tunggu ya, saya lihat dulu, masih ada atau tidak”
Penutur : Inggih, Mbak [IŋgIh mba?] “Iya, Mbak”
Mitra tutur : Inggih niki tasek wonten [IŋgIh niki tase? wᴐntən] “Iya ini masih ada”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 10.40).
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang siswa yang berasal dari Dusun
Banjaranyar dan mitra tutur merupakan salah satu pengurus Pondok Pesantren
Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat jam istirahat pagi di dalam kantor
kepengurusan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi
dalam tuturan tersebut adalah salah satu siswa Madrasah Aliyah di yayasan
Pondok Pesantren Sunan Drajat bernama Nurus Shobahah berusia 19 tahun asli
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
55
Dusun Banjaranyar sebagai penutur, sedangkan mitra tuturnya adalah seorang
pengurus pondok pesantren putri bernama Siti Azimatur Rohmah berusia 25 tahun
yang saat itu sedang bertugas pagi mengurus semua kebutuhan siswa, kedua
penutur tersebut tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut siswa
bertujuan untuk membeli seragam baru untuk sekolah.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya dan
krama oleh salah seorang siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut
memperlihatkan bahwa Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat
Dusun Banjaranyar dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena
itu, ketika berbicara dengan pengurus, masyarakat Dusun Banjaranyar
menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama sebagai bentuk
penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu siswa yang
berasal dari Dusun Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa
Jawa ragam madya dan krama dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, hal
tersebut dapat dilihat pada kata: Kula [kulᴐ] “Saya”, badhe [badhe] “Mau”, inggih
[IŋgIh] “iya”, mundhut [mundhUt] “Beli”, ageman [agəman] “baju”. Kata ageman
[agəman] “baju” tidak digunakan oleh warga Desa Banjarwati yang tinggal jauh
dari Pondok Pesantren Sunan Drajat, namun kata tersebut hanya digunakan oleh
warga Dusun Banjaranyar ketika berbahasa dengan orang yang dianggap berusia
lebih tua dan status sosial lebih tinggi. Perilaku berbahasa non verbal yang
digunakan penutur adalah dengan sikap tawadhu’ di hadapan mitra tutur sebagai
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
56
penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan
Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Perilaku berbahasa yang digunakan pengurus sebagai mitra tutur juga
menggunakan Bahasa Jawa ragam madya dan karma, dilihat dari kata: Sampeyan
[sampeyan] “Kamu”, nggih [ŋgIh] “Iya”, niki [niki] “Ini”, rantosi [rantᴐsi]
“Tunggu”, mriksani [mriksani] “Lihat”, wonten [wᴐntən] “Ada”, tasek [tase?]
“Masih”. Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai mitra tutur
menggunakan bahasa Jawa dengan pilihan ragam madya dan krama untuk
menghargai siswa yang berbahasa sopan dan santun meskipun mitra tutur sadar
bahwa si penutur usianya jauh lebih muda.
Data 6
Penutur : Assalamualaikum, Yai wonten mas? [Assalamualaikum yai wᴐntən mas] “Assalamualaikum. Yai ada mas?”
Mitra tutur : Waalaikumsalam, wonte tapi Yai tese sare, Bu [waalaikumsalam wᴐntən tapi yai təse sare] “Waalaikumsalam, ada tapi Yai masih tidur, Bu”
Penutur : Oh nggih sampun, Mas. Mangke mawon mantun ngaos sore meriki male [oh ŋgIh sampun mas maŋke mawᴐn mantUn ŋaᴐs sore məriki male] “Oh ya sudah, Mas. Nanti saja setelah mengaji sore kesini lagi”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 13.40.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar
dengan mitra tutur yang merupakan salah satu pengurus Pondok Pesantren Sunan
Drajat yang dipercaya untuk mengurus rumah kiai (abdi ndalem) dan juga
merupakan salah satu warga dari Dusun Banjaranyar.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
57
Waktu dan tempat tuturan adalah saat siang hari di dalam rumah (ndalem)
Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam
tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang perempuan bernama Zurofah
berumur 45 tahun warga Dusun Banjaranyar, sedangkan mitra tuturnya adalah
seorang pengurus abdi ndalem Pondok Pesantren Sunan Drajat berusia 32 tahun
bukan penduduk asli desa Banjarwati, kedua penutur tersebut tidak saling kenal
sebelumnya. Dalam tuturan tersebut warga bertujuan untuk menemui Kiai Pondok
Pesantren Sunan Drajat karena ada sesuatu hal yang akan dibicarakan.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
penutur yang merupakan salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut
memperlihatkan bahwa Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat
Dusun Banjaranyar dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena
itu, ketika berbicara dengan pengurus, masyarakat Dusun Banjaranyar
menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu warga Dusun
Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama
dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat pada
beberapa kata seperti: Wonten [wᴐntən] “Ada”, mangke [maŋke] “Nanti”, ngaos
[ŋaᴐs] “Mengaji”, meriki [məriki] “Kesini”. Perilaku berbahasa non verbal yang
digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap baik dan sopan untuk
menghormati mitra tutur sebagai pengurus meskipun usia mitra tutur lebih muda,
karena mitra tutur merupakan abdi ndalem atau salah satu pengurus yang
dipercaya oleh kiai untuk mengurus semua kegiatan yang ada di rumah kiai.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
58
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan pengurus sebagai mitra tutur
juga menggunakan Bahasa Jawa ragam krama, dapat dilihat dari kata: Wonten
[wᴐntən] “Ada”, tese [təse] “Masih”, sare [sare] “Tidur”. Kata sare [sare] “Tidur”
sangat jarang digunakan oleh masyarakat pesisir pada umumnya, kata tersebut
hanya sering digunakan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar di lingkungan
Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan
pengurus sebagai mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saat
melayani penutur.
Data 7
Penutur : Mbak, badhe bayar kitab ngaji” [mba? badhe bayar kitab ŋaji] “Mbak, mau bayar kitab ngaji”
Mitra tutur : Oh inggih sekedhap [oh IŋgIh səkədhap] “Oh.. iya sebentar”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 09.15.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang siswa warga Dusun Banjaranyar
dan mitra tutur merupakan pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di dalam kantor
kepengurusan Pondok Pesantren Sunan Drajat, percakapan seorang siswa dengan
salah satu pengurus yang sedang bertugas pada hari itu. Pihak-pihak yang
berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang siswa SMP Sunan Drajat
sebagai penutur dengan seorang pengurus bernama Siti Azimatur Rohmah berusia
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
59
25 tahun sebagai mitra tutur, keduanya tidak saling mengenal. Dalam tuturan
tersebut siswa bertujuan membayar uang kitab mengaji kepada pengurus.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa
Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar
dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara
dengan pengurus, siswa menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk
penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh siswa sebagai penutur dan
pengurus sebagai mitra tutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam madya
dengan nada intonasi yang pelan dan jelas, dilihat dari kata: Inggih [IŋgIh] “Iya”,
sekedap [səkədhap] “Sebentar”, badhe [badhe] “Mau” kosakatanya merupakan
bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa
non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap
sopan dan santun untuk saling menghormati dan menghargai status sosial masing-
masing.
Data 8
Penutur : Abah Yai ten pundi mbak? Tiyang sepah kawula kersa sowan ten Abah Yai [abah yai tən pundi mbak? tiyang səpah kawulᴐ kərsᴐ sᴐwan tən abah yai] “Abah Yai dimana mbak? Orang tua saya mau menemui Abah Yai”
Mitra tutur : Abah Yai tese ngaos, sampean entosi sak medale ngaos nggih [abah yai təse ŋaᴐs sampeyan əntᴐsi sa? mədale ŋaᴐs ŋgIh “Abah Yai Masih mengaji, tunggu sampai selesai mengaji ya”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
60
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 16.00.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar
sekaligus sebagai santri di Pondok Pesantren Sunan Drajat dan mitra tutur
merupakan salah satu pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat yang sedang
bertugas mengamankan situasi dan kondisi pondok saat itu.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di lingkungan pondok
pesantren tepatnya di depan salah satu kamar yang berada di Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah
penutur merupakan salah seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Arinil Haq
berusia 19 tahun yang masih duduk di bangku sekolah Madrasah Aliyah dan
sebagai santri Pondok Pesantren Sunan Drajat, sedangkan mitra tutur merupakan
salah seorang pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bernama Siti Azimatur
Rohmah berusia 25 tahun berasal dari Bojonegoro yang sudah tidak sekolah dan
hanya mengabdi di pondok pesantren, kedua penutur saling mengenal. Dalam
tuturan tersebut warga bertujuan bertanya kepada pengurus tentang keberadaan
Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat karena pada saat itu orang tua warga tersebut
ingin menemui kiai untuk membicarakan tentang suatu hal.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa Pengurus
Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap
penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
61
pengurus, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam
krama sebagai bentuk penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunkan warga sebagai penutur
menggunakan bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara pelan dan jelas,
ragam krama tersebut dapat dilihat dari kata: Kawula [kawulᴐ] “Saya”, sowan
[sᴐwan] “Menemui”, sepah [səpah] “Tua”, kersa [kərsᴐ] “Mau”. Kata sowan
[sᴐwan] “menemui” sangat jarang digunakan oleh masyarakat pesisir pada
umumnya, kata tersebut hanya sering digunakan oleh masyarakat Dusun
Banjaranyar ketika hendak menemui atau menanyakan keberadaan Kiai Pondok
Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur
adalah dengan sikap tawadhu’ di hadapan mitra tutur sebagai penghormatan
terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan Pengurus Pondok
Pesantren Sunan Drajat.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh pengurus sebagai mitra
tutur adalah menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan juga dengan bahasa
Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang cukup pelan dan jelas meskipun
usia pengurus terpaut jauh lebih tua dari usia penutur. Perilaku berbahasa tersebut
bisa dilihat pada pemakaian bahasa Jawa ragam krama seperti pada kata: Ngaos
[ŋaᴐs] “Mengaji”, tese [təse] “Masih” dan bahasa Jawa ragam madya dilihat dari
kata: Sampeyan [sampeyan] “Kamu”, entosi [əntᴐsi] “Tunggu”, medal [mədal]
“Keluar”, nggih [ŋgIh] “Iya”. Hal tersebut dikarenakan adanya hubungan timbal
balik kesopanan yang dilakukan di lingkungan pondok pesantren.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
62
Data 9
Penutur : Mbak kula izin badhe medal [mba? kulᴐ ijIn badhe mədal] “Mbak saya ijin mau keluar”
Mitra tutur : Ten pundhi? [tən pundhi] “Kemana?”
Penutur : Badhe ten rumah sakit, Mbak. [badhe tən rumah sakIt mba?] “Mau ke rumah sakit mbak”
Mitra tutur : Kale sinten? pundhi KTP e? [kale sintən pundhi ktp e] “Sama siapa? mana KTP nya?”
Penutur : Kale tiyang sepah kula, niki KTPe, Mbak [kale tiyaŋ səpah kulᴐ niki ktpe mba?] “Dengan orang tua saya, ini KTP nya mbak.”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 10.20.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang mahasiswa warga Dusun
Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat dan mitra
tutur merupakan pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di dalam kantor
kepengurusan Pondok Pesantren Sunan Drajat, percakapan seorang mahasiswa
dengan salah satu pengurus yang sedang bertugas pada hari itu. Pihak-pihak yang
berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang mahasiswa perempuan
bernama Faridatun Ni’mah berusia 22 tahun sebagai penutur dengan seorang
pengurus bernama Siti Azimatur Rohmah berusia 25 tahun sebagai mitra tutur,
keduanya saling mengenal. Dalam tuturan tersebut mahasiswa bertujuan meminta
izin kepada pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat agar diperbolehkan ke
rumah sakit dengan orang tuanya untuk periksa keadaanya yang kurang sehat.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
63
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
penutur yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa
Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar
dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara
dengan pengurus, penutur menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai
bentuk penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur
dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam madya dengan nada intonasi yang
pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Kula [kulᴐ] “Saya”, badhe
[badhe] “Mau”, medal [mədal] “Keluar”, ten pundhi [tən pundhi] “Kemana”, kale
sinten [kale sintən] “Sama siapa”, tiyang sepah [tiyaŋ sepah] “Orang tua”, niki
[niki] “Ini” yang semua kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan
netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh
penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling
menghormati dan menghargai status sosial masing-masing.
Data 10
Penutur : Abah ngaturi, benjeng enjing mantun ngaos santri dikengken ten pesarean Mbah Mayang Madu. [abah ŋaturi benjeŋ enjIŋ mantUn ŋaᴐs santri dikɛŋkɛn tən pəsarean] “Abah memberi tahu, besok pagi setelah mengaji para santri disuruh ke makam Mbah Mayang Madu”
Mitra tutur : Inggih, Mas. [IŋgIh mas] “Iya, Mas”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 02 April 2015 pukul 15.00.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
64
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang pengurus yang berasal dari
Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan beberapa santri yang juga berasal
dari Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah pada sore hari di lingkungan Pondok
Pesantren Sunan Drajat tepatnya di Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan
Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang
pengurus abdi ndalem bernama Ahmad Shiddiq berusia 32 tahun sebagai penutur
dengan para santri yang sedang menunggu kiai hadir untuk mengaji sore rutinan
di Masjid Agung Sunan Drajat. Dalam tuturan tersebut pengurus bertujuan
menyampaikan pesan dari kiai kepada seluruh santri yang berasal dari Dusun
Banjaranyar bahwa besok pagi setelah mengaji para santri diharuskan untuk ke
makam Mbah Mayang Madu untuk tahlil bersama terlebih dahulu sebelum pulang
kerumah masing-masing.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
pengurus yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa
Pengurus Pesantren Sunan Drajat sebagai penutur tidak hanya berlaku sopan
kepada mitra tutur yang berusia lebih tua namun juga menghargai para santri yang
rata-rata berusia lebih muda. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan para santri,
salah satu pengurus pondok pesantren tersebut menggunakan bahasa Jawa ragam
krama sebagai bentuk penghargaan kepada yang berusia lebih muda.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh penutur adalah bahasa
Jawa ragam krama dengan nada intonasi yang tegas dan lantang, dilihat dari kata:
Ngaturi [ŋaturi] “Memberitahu”, benjeng [benjeŋ] “Besok”, enjing [enjIŋ] “Pagi”,
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
65
ngaos [ŋaᴐs] “Mengaji”, pesarehan [pəsarean] “Makam/Kuburan”. Kata [ŋaᴐs]
“Mengaji” sangat jarang digunakan oleh masyarakat pesisir pada umumnya, kata
tersebut hanya sering digunakan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dan
penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat untuk menyebut kegiatan membaca
kitab suci yang dipimpin oleh kiai. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan
penutur adalah dengan sikap tegas dan sopan di hadapan mitra tutur sebagai
penghargaan mitra tutur yang berusia jauh lebih muda dan merupakan Santri
Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Sebagai mitra tutur, perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh para
santri adalah bahasa Jawa ragam madya dengan nada intonasi yang tegas dan
serempak, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Inggih [IŋgIh] “Iya”. Perilaku
berbahasa non verbal yang digunakan mitra tutur adalah dengan sikap tegas dan
tunduk terhadap penutur yang sedang mengumumkan sebuah pengumuman.
3.1.3 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Santri
Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Data 11
Penutur : Kula tumbas setunggal, niki yatrane, Bu. [kulᴐ tumbas sətuŋgal niki yᴐtrᴐne bu] “Saya beli satu, ini uangnya, Bu.”
Mitra tutur : Inggih, Mbak. Mangga sampeyan pendhet. [IŋgIh mba? mᴐŋgᴐ sampeyan pəndhət] “Iya, Mbak. Silahkan kamu ambil”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren
Sunan Drajat, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 09.50).
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
66
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri dan mitra tutur merupakan
salah satu warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di depan Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah
penutur merupakan seorang santri mahasiswa bernama Nurul Hidayah berusia 23
tahun berasal dari Kabupaten Gresik, sedangkan mitra tuturnya adalah seorang
warga Dusun Banjaranyar bernama Ibu Sumiah berumur 50 tahun yang
merupakan pemilik toko yang berada di depan pondok pesantren, kedua penutur
tersebut tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut santri bertujuan
untuk membayar uang sabun cuci kepada pemilik toko.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
salah seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat tersebut memperlihatkan
bahwa santri menghormati masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai mitra tuturnya.
Oleh karena itu, santri ketika berbicara dengan masyarakat Dusun Banjaranyar
tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh santri sebagai penutur dan
salah seorang warga Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur dilihat dari
penggunaan bahasa Jawa ragam madya dengan nada intonasi yang pelan dan jelas,
hal tersebut dapat dilihat dari kata: Kula [kulᴐ] “Saya”, tumbas [tumbas] “Beli,
setunggal [sətuŋgal] “Satu”, niki [niki] “Ini”, yatra [yᴐtrᴐ] “Uang” dan kata Inggih
[IŋgIh] “Iya”, mangga [mᴐŋgᴐ] “Silahkan”, sampeyan [sampeyan] “Kamu”,
pendhet [pəndhət] “Ambil”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
67
penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling
menghormati dan menghargai status sosial masing-masing.
Data 12
Penutur : Mbenjeng tanggal abrit, sekolah e boten libur? [mbenjeŋ taŋgal abrIt səkᴐlah e bᴐtən libur] “Besok tanggal merah, sekolahnya tidak libur?”
Mitra tutur : Mbenjeng boten libur, Pak. Amergi wonten kegiatan kale wonten kelas tambahan damel persiapan UAN [mbenjeŋ bᴐtən libur pa? amərgi wᴐntən kegiatan kale wᴐntən kəlas tambahan daməl pərsiapan uan] “Besok tidak libur, Pak. karena ada kegiatan dan ada kelas tambahan untuk persiapan UAN”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren
Sunan Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 09.10.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan
mitra tutur merupakan salah satu santri yang juga berasal dari Dusun Banjaranyar
yang masih sekolah.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di depan sekolah di
lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi
dalam tuturan tersebut adalah salah satu warga Dusun Banjaranyar bernama
Mulyono berusia 48 tahun yang merupakan penjual makanan ringan di lingkungan
Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai penutur dengan seorang santri siswa
Madrasah Aliyah (SMA) bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun juga berasal dari
Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur, kedua penutur sebelumnya tidak saling
kenal. Dalam percakapan tersebut penutur bertujuan menanyakan apakah besok
ketika tanggal merah sekolah yang berada dalam naungan yayasan Pondok
Pesantren Sunan Drajat libur atau tidak.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
68
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa santri
Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap
penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan
santri, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama
sebagai bentuk penghormatan. Begitu pula dengan santri sebagai mitra tutur yang
menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam berinteraksi dengan salah satu
warga Dusun Banjaranyar tersebut menunjukkan adanya hubungan timbal balik
perilaku berbahasa yang sopan dan santun antara warga Dusun Banjaranyar
dengan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan warga sebagai penutur adalah
bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara pelan dan jelas, ragam krama
tersebut dapat dilihat dari kata: Abrit [abrIt] “Merah”, boten [bᴐtən] “Tidak”
meskipun pada data di atas terdapat afiks –e seperti kata [səkᴐlahe] “Sekolahnya”
yang merupakan ciri bahasa Jawa ragam ngoko. Perilaku berbahasa non verbal
yang digunakan penutur adalah dengan sikap menghargai, sopan, dan santun saat
berbicara dengan mitra tutur sebagai penghargaan terhadap mitra tutur yang
berusia jauh lebih muda dan merupakan santri dari Pondok Pesantren Sunan
Drajat.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh santri sebagai mitra tutur
adalah berupa bahasa Jawa ragam krama dan bahasa Indonesia dengan intonasi
bicara yang pelan dan jelas, dilihat dari kata: Amergi [amərgi] “Karena”, wonten
[wᴐntən] “Ada”, damel [daməl] “Untuk” yang merupakan ciri bahasa Jawa ragam
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
69
krama. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh mitra tutur adalah
dengan sikap menghormati, sopan, dan santun saat berbicara dengan penutur
untuk menghormati penutur yang belum dikenal dan berusia jauh lebih tua.
Data 13
Penutur : Songsong niki pinten regine, Bu? [sᴐŋsᴐŋ niki pintən rəgine bu] “Payung ini berapa harganya, Bu?”
Mitra tutur : Gangsal welas ewu, Mbak. Regine [gaŋsal wəlas ewu mba? rəgine] “Lima belas ribu, Mbak. Harga nya”.
Sumber: Transkip percakapan di pasar Desa Banjarwati, pada tanggal 2
April 2015 pukul 09.30.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri dan mitra tutur merupakan
salah satu warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di pasar tradisional yang
berada tidak jauh dari pondok pesantren. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam
tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang santri mahasiswa bernama
Faridatun Ni’mah berusia 22 tahun yang berasala dari Dusun Banjaranyar yang
sedang berada di pasar, sedangkan mitra tuturnya adalah seorang warga berusia 49
tahun bernama Ibu Fathanah yang juga penduduk Dusun Banjaranyar yang
merupakan pemilik toko di pasar tradisional Banjaranyar, kedua penutur tersebut
tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut santri bertujuan untuk
membeli payung di toko Ibu Fathanah.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
santri kepada salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan
bahwa santri Pondok Pesantren Sunan Drajat selalu menggunakan bahasa yang
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
70
sopan dan santun untuk menghormati warga. Begitu pula dengan warga Dusun
Banjaranyar sebagai mitra tutur yang menggunakan bahasa Jawa ragam krama
dalam berinteraksi dengan salah satu santri tersebut menunjukkan adanya
hubungan timbal balik perilaku berbahasa yang sopan dan santun antara warga
Dusun Banjaranyar dengan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan santri sebagai penutur adalah
bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, hal
tersebut dapat dilihat pada kata: Songsong [sᴐŋsᴐŋ] “Payung”, niki [niki] “Ini”,
pinten [pintən] “Berapa”, regi [rəgi] “Harga”. Kata songsong [sᴐŋsᴐŋ] “Payung”
tidak digunakan oleh warga Desa Banjarwati yang tinggal jauh dari Pondok
Pesantren Sunan Drajat, namun kata tersebut hanya digunakan oleh warga Dusun
Banjaranyar ketika berbahasa dengan orang yang dianggap berusia lebih tua dan
status sosial lebih tinggi serta hanya digunakan oleh penghuni Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah
dengan sikap menghormati, sopan, dan santun saat berhadapan dengan mitra tutur
sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh Ibu Fathanah sebagai mitra
tutur juga menggunakan Bahasa Jawa ragam krama, dilihat dari kata: Gangsal
[gaŋsal wəlas ewu] “Lima belas ribu”, regi [rəgi] “Harga”. Perilaku berbahasa non
verbal yang digunakan mitra tutur adalah dengan sikap menghargai, sopan, dan
santun saat berbicara dengan penutur sebagai penghargaan terhadap penutur yang
berusia jauh lebih muda dan merupakan santri dari Pondok Pesantren Sunan
Drajat.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
71
Data 14
Penutur : Bu, kula badhe mundhut laundry. [bu kulᴐ badhe mundhUt lᴐndri] “Bu, saya mau mengambil laundry”
Mitra tutur : Inggih, Mbak, sekedhap nggih kula pendhetaken, niki mangga, Mbak. [IŋgIh mba? səkədhap ŋgIh kulᴐ pəndhətakən niki mᴐŋgᴐ mba?] “Iya, Mbak. Tunggu sebentar saya ambilkan, ini silahkan, Mbak”
Penutur : Matur nuwun, Bu. [matur nuwUn bu] “Terima kasih, Bu”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren
Sunan Drajat, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 09.00.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri dan mitra tutur merupakan
salah satu warga Dusun Banjaranyar bertempat tinggal di lingkungan Pondok
Pesantren Sunan Drajat yang membuka usaha sebagai jasa laundry pakaian bagi
warga sekitar khususnya bagi para penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di lingkungan sekitar
pondok pesantren tepatnya di salah satu rumah warga Dusun Banjaranyar. Pihak-
pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang santri perempuan
bernama Nurul Hidayah berusia 23 tahun sebagai penutur dengan seorang warga
Dusun Banjaranyar bernama Ibu Asri yang berprofesi menjadi tukang cuci baju
(laundry) berusia 50 tahun sebagai mitra tutur. Dalam tuturan tersebut santri
bertujuan mengambil baju yang sudah dua hari lalu di laundry kepada ibu
tersebut.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya dan
krama oleh santri kepada salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
72
memperlihatkan bahwa santri Pondok Pesantren Sunan Drajat selalu
menggunakan bahasa yang sopan dan santun untuk menghormati warga. Begitu
pula dengan warga Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur yang menggunakan
bahasa Jawa ragam madya dalam berinteraksi dengan salah satu santri tersebut
menunjukkan adanya hubungan timbal balik perilaku berbahasa yang sopan dan
santun antara warga Dusun Banjaranyar dengan santri Pondok Pesantren Sunan
Drajat.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan santri sebagai penutur adalah
bahasa Jawa ragam krama dan madya, ragam krama dilihat dari kata: Mundhut
[mundhUt] “Mengambil” dan ragam madya dilihat dari kata: Kula [kulᴐ] “Saya”,
badhe [badhe] “ Mau” dengan intonasi yang rendah dan jelas bertujuan
menghormati mitra tutur yang lebih tua. Perilaku berbahasa non verbal yang
digunakan penutur adalah dengan sikap menghormati, sopan, dan santun saat
berhadapan dengan mitra tutur sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang
berusia jauh lebih tua.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh warga sebagai mitra tutur
dalam tuturannya adalah hanya menggunakan bahasa Jawa ragam madya dengan
intonasi yang rendah dan jelas, dilihat dari kata: Inggih [iŋgih] “Iya”, sekedhap
[səkədhap] “Sebentar”, kula [kulᴐ] “Saya”, pendhet [pəndhət] “Ambil”, niki [niki]
“Ini”, mangga [mᴐŋgᴐ] “Silahkan”. Perilaku berbahasa non verbal yang
digunakan mitra tutur adalah dengan sikap menghargai, sopan, dan santun saat
berbicara dengan penutur sebagai penghargaan terhadap penutur yang berusia jauh
lebih muda dan merupakan santri dari Pondok Pesantren Sunan Drajat.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
73
Data 15
Penutur : Benjeng tanggal abrit boten libur bu sekolahe, tese saged sadean [benjeŋ taŋgal abrIt bᴐtən libUr bu səkᴐlahe təse sagəd sadean] “Besok tanggal merah tidak libur bu sekolahnya, masih bisa jualan”
Mitra tutur : Oh.. Inggih mbak, matur suwun. [oh.. IŋgIh mba? matUr suwUn] “Oh.. iya mbak, terima kasih”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 11.50.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri dan mitra tutur merupakan
salah satu warga Dusun Banjaranyar yang memiliki usaha kantin di dalam Pondok
Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari menjelang siang di
lingkungan pondok pesantren tepatnya di salah satu kantin Sekolah Madrasah
Aliyah Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut
adalah seorang santri perempuan bernama Siti Hamidah berusia 19 tahun yang
merupakan siswa Madrasah Aliyah sebagai penutur dengan salah seorang penjual
makanan di kantin sekolah yang merupakan warga Dusun Banjaranyar sebagai
mitra tutur. Dalam tuturan tersebut santri bertujuan memberi tahu kepada warga
tersebut bahwasanya besok pada hari Jumat tanggal 3 April 2015 bertepatan juga
tanggal merah, yayasan yang berada di dalam naungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat tidak libur sehingga warga tersebut tetap bisa berjualan makanan di kantin
sekolah.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
74
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
salah seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat memperlihatkan bahwa
adanya interaksi berbahasa yang dilakukan oleh santri dengan masyarakat Dusun
Banjaranyar. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan masyarakat Dusun
Banjaranyar, santri menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk
penghormatan
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh santri sebagai penutur
dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi yang rendah
dan jelas, dilihat dari kata: Benjeng [benjeŋ] “Besok”, abrit [abrIt] “Merah”, boten
[bᴐtən] “Tidak”, tese [təse] “Masih”, saged [sagəd] “Bisa”, sadean [sadean]
“Jualan”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan
sikap menghormati, sopan, dan santun saat berhadapan dengan mitra tutur sebagai
penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua.
Perilaku berbahasa yang digunakan oleh warga sebagai mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi yang rendah dan jelas, dilihat dari
kata: Inggih [iŋgih] “Iya”, matur suwun [matUr suwUn] “Terima kasih”. Perilaku
berbahasa non verbal yang digunakan mitra tutur adalah dengan sikap
menghargai, sopan, dan santun saat berbicara dengan penutur sebagai
penghargaan terhadap penutur yang berusia jauh lebih muda dan merupakan santri
dari Pondok Pesantren Sunan Drajat.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
75
3.1.4 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Sesama
Masyarakat Dusun Banjaranyar.
Data 16
Penutur : Mbenjeng enjing wonten pengajian ten masjid Jami’ Jelak, Bu. [mbenjeŋ enjIŋ wᴐntən pəŋajian tən masjid jami? jəla? bu] “Besok pagi ada pengajian di masjid Jami’ Jelak, Bu”
Mitra tutur : Jam pinten, Mbah? [jam pintən mbah] “Jam berapa, Mbah?”
Penutur : Sareng kalean ngaose tiyang pondok, Bu. [sarəŋ kalean ŋaᴐse tiyaŋ pᴐndᴐ? bu] “Bersamaan dengan mengajinya orang pondok, Bu”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren
Sunan Drajat di depan masjid Jelak, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 18.00.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar yang
sudah lanjut usia dan mitra tutur juga merupakan warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat petang menjelang malam hari di
depan masjid Jelak, pembicaraan ini dilakukan saat ibu-ibu bertemu setelah sholat
maghrib berjamaah. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah
nenek Taslimah berusia 62 tahun masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai penutur
dan seorang ibu rumah tangga bernama Zurofah berusia 45 tahun yang juga
merupakan masyarakat asli Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur, keduanya
saling mengenal dan tempat tinggalnya saling berdekatan. Dalam tuturan tersebut
penutur bertujuan memberi informasi kepada mitra tutur bahwa besok ada
pengajian di masjid Jami’ Jelak yang diadakan oleh pihak Pondok Pesantren
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
76
Sunan Drajat dan tausiyah agamanya diisi oleh K. H. Abdul Ghofur yang juga
sebagai pengasuh pondok pesantren itu sendiri.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun
Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain
selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika
masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam krama, dengan intonasi bicara pelan dan jelas, hal tersebut
dapat dilihat dari kata: Wonten [wᴐntən] “Ada”, enjing [enjIŋ] “Pagi”, ngaos
[ŋaᴐs] “Mengaji”, tiyang [tiyaŋ] “Orang”, pinten [pintən] “Berapa”. Perilaku
berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan
bersikap sopan dan santun untuk saling menghargai meskipun penutur dan mitra
tutur saling kenal dan akrab.
Data 17
Penutur : Rika badhe ten pundhi, Buk? [rika badhe tən pundhi bu?] “Rika mau kemana, Buk?”
Mitra tutur : Badhe kesah ten Lamongan ngerencangi bapak. [badhe kesah tən lamᴐŋan ŋərɛncaŋi bapa?] “Mau pergi ke Lamongan menemani bapak”
Penutur : Oh.. Inggih. [oh IŋgIh] “Oh.. iya”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren
Sunan Drajat tepatnya di rumah salah satu warga, pada tanggal 02 Maret 2015
pukul 15.15.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
77
Konteks tuturan: Penutur adalah warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur
juga merupakan warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di rumah salah satu warga
Dusun Banjaranyar yang bernama Ibu Zurofah. Pihak-pikah yang berpartisipasi
dalam tuturan tersebut adalah seorang pemuda bernama Hanafi berusia 20 tahun
sebagai penutur dan mitra tutur adalah seorang wanita bernama Ibu Zurofah
berusia 45 tahun yang juga merupakan ibu dari penutur. Dalam percakapan
tersebut penutur bertujuan menanyakan keberadaan adiknya yang bernama Rika
kepada ibunya.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun
Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain
selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, masyarakat
Dusun Banjaranyar ketika berbicara dengan masyarakat lainnya tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan
penghormatan. Seorang pemuda sebagai penutur menggunakan bahasa Jawa
ragam madya karena menghormati mitra tutur yang juga merupakan ibu dari
penutur, sedangkan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam madya karena
disamping untuk menghargai penutur yang berbahasa sopan dan santun, juga
untuk membiasakan keluarganya untuk berbahasa sopan dan santun dalam
kegiatan sehari-hari.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara tegas dan jelas, dilihat dari kata:
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
78
Pundhi [pundhi] “Mana”, inggih [IŋgIh] “Iya”, badhe [badhe] “Mau”, dan pada
kata: Kesah [kesah] “Pergi”, ngerencangi [ŋərɛncaŋi] “Menemani”. Perilaku
berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan
bersikap sopan dan santun untuk saling menghargai dan menghormati meskipun
penutur dan mitra tutur mempunyai hubungan darah.
Data 18
Penutur : Kersa tindak pundhi, Pak? [kərsᴐ tinda? pundhi pa?] “Mau kemana, Pak?”
Mitra tutur : Daleme Pak Lurah [daləme pa? lurah] “Ke tempatnya pak lurah”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun
Banjaranyar, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 19.00.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang pemuda warga Dusun
Banjaranyar dan mitra tutur juga merupakan warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat malam hari di rumah salah satu
warga Dusun Banjaranyar. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut
adalah seorang pemuda warga Dusun Banjaranyar bernama Hanafi berusia 20
tahun yang merupakan mahasiswa dari Perguruan Tinggi Yayasan Sunan Drajat
sebagai penutur dengan seorang laki-laki bernama Sholeh berusia 60 tahun yang
merupakan ayah dari penutur sebagai mitra tutur. Dalam percakapan tersebut
penutur bertujuan menanyakan hendak kemana tujuan mitra tutur saat malam hari
pada hari itu.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
79
Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain
selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika
masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghargaan dan
penghormatan terhadap lawan tutur.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam krama, dengan intonasi bicara pelan dan jelas, dilihat dari
kata: Kersa [kersa] “Mau”, tindak [tindak] “Pergi”, pundhi [pundhi] “Kemana “,
dan dapat dilihat dari kata: Daleme [daləm-e] “Rumahnya” yang merupakan ciri
bahasa Jawa ragam krama meskipun terdapat afiks –e pada kata [daləm-e]
“Rumahnya” yang merupakan ciri bahasa Jawa ragam ngoko. Perilaku berbahasa
non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap
sopan dan santun untuk saling menghargai meskipun penutur dan mitra tutur
saling kenal dan akrab. Penutur dalam tuturannya menggunakan bahasa Jawa
ragam krama dan mitra tutur dalam tuturannya juga menggunakan bahasa Jawa
ragam krama dengan intonasi bicara yang jelas dan tegas untuk menghormati
penutur berusia jauh lebih muda. Berdasarkan data, mitra tutur merupakan orang
yang usianya jauh lebih tua dari penutur namun ia tetap menggunakan bahasa
Jawa ragam krama untuk menghargai penutur.
Data 19
Penutur : Boten mantuk, Nduk? [bᴐtən mantU? ndu?] “Tidak pulang nak?”
Mitra tutur : Ngerantos boten wonten ngaos, Buk. [ŋərantᴐs bᴐtən wᴐntən ŋaᴐs bu?] “Nunggu tidak ada ngaji, Buk”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
80
Sumber: Transkip percakapan di Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada
tanggal 02 April 2015 pukul 17.00.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan
mitra tutur merupakan seorang santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di depan Pondok Pesantren
Sunan Drajat saat setelah mengaji di Masjid Agung Sunan Drajat. Pihak-pihak
yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang
warga Dusun Banjaranyar bernama Ibu Zurofah berumur 45 tahun yang
merupakan ibu dari mitra tutur, keduanya saling mengenal dan berinteraksi secara
terus menerus. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan menanyakan kapan
putrinya akan pulang ke rumah untuk beberapa waktu karena mitra tutur adalah
putri dari Ibu Zurofah yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat
saat itu.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya dan
krama oleh warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga
Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang
lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika
masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama sebagai bentuk penghargaan
kepada mitra tutur yang lebih muda dan penghormatan terhadap mitra tutur yang
lebih tua.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh penutur adalah bahasa
Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan tidak pula
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
81
terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Boten [bᴐtən] “Tidak”, mantuk
[mantU?] “Pulang” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan
netral tanpa ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur
adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk menghargai mitra tutur yang
berusia lebih muda dari penutur dan keduanya memiliki hubungan darah sebagai
ibu dan anak.
Sebagai mitra tutur sekaligus sebagai putri dari penutur, perilaku
berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu santri Pondok Pesantren Sunan
Drajat tersebut adalah dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama, hal
tersebut dapat dilihat pada kata: Ngerantos [ŋərantᴐs] “Menunggu”, boten [bᴐtən]
“Tidak”, wonten [wᴐntən] “Ada”, ngaos [ŋaᴐs] “Mengaji”. Perilaku berbahasa
non verbal yang digunakan oleh mitra tutur adalah dengan sikap tunduk dan
tawadhu’ untuk menghormati penutur sebagai orang tua kandung mitra tutur dan
juga karena mitra tutur menyadari bahwa usia penutur jauh lebih tua.
Data 20
Penutur : Kawula kepareng dhaharan terus, Bu. Matur sembah nuwun. [kawulᴐ kəparəŋ daharan tərUs bu matUr səmbah nuwUn ] “Saya dapat makanan terus, Bu. Terima kasih banyak”
Mitra tutur : Alhamdulillah garwa kawula kepareng rejeki, Mbah. [alhamdulillah garwᴐ kawulᴐ kəparəŋ rəjəki mbah] “Alhamdulillah suami saya dapat rezeki, Mbah”
Penutur : Mugi-mugi rejekine tambah katah [mugi-mugi rəjəkine tambah katah] “Mudah-mudahan rezekinya tambah banyak”
Mitra tutur : Aamiin, matur sembah nuwun, Mbah. [aamiin matUr səmbah nuwUn mbah] “Aamiin, terima kasih, Mbah”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
82
Sumber: Transkip percakapan di depan rumah salah satu warga Dusun
Banjaranyar, pada tanggal 2 April 2015 pukul 18.10.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar yang
sudah lanjut usia dan mitra tutur juga merupakan warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat malam hari di depan rumah salah
satu warga Dusun Banjaranyar, pembicaraan ini dilakukan saat ibu-ibu bertemu
sebelum sholat isya’ berjamaah di masjid. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam
tuturan tersebut adalah nenek bernama Taslimah berusia 62 tahun masyarakat
Dusun Banjaranyar sebagai penutur dan seorang ibu rumah tangga bernama
Zurofah berusia 45 tahun yang juga merupakan masyarakat Dusun Banjaranyar
sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal dan tempat tinggalnya saling
berdekatan. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan untuk mengucapkan terima
kasih kepada mitra tutur karena selalu diberi makanan.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh
warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun
Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain
selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika
masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghargaan dan
penghormatan terhadap lawan tutur yang berusia lebih muda maupun yang berusia
lebih tua.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara pelan dan jelas, yang
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
83
merupakan ciri ragam krama dapat dilihat dari kata: Kawula [kawulᴐ] “Saya”,
kepareng [kəparəŋ] “Dapat”, daharan [daharan] “Makanan”, matur sembah nuwun
[matUr səmbah nuwUn] “Terima kasih”, garwa [garwᴐ] “Suami”, mugi-mugi
[mugi-mugi] “Mudah-mudahan”, katah [katah] “Banyak”. Perilaku berbahasa non
verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan
dan santun untuk saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan
mitra tutur saling kenal dan akrab. Berdasarkan data, penutur menggunakan
bahasa Jawa ragam krama meskipun penutur adalah seorang yang lebih tua namun
ia menghargai orang yang lebih muda dengan etika berbahasa yang sopan dan
santun, sedangkan mitra tutur dalam tuturannya juga menggunakan bahasa Jawa
ragam krama karena bertujuan untuk menghormati penutur yang berusia jauh
lebih tua.
Data 21
Penutur : Rasukane sampeyan pendheten Cung ten laundry an. [rasukane sampeyan pəndhətən cUng tən lᴐndrian] “Pakaian kamu ambilen Cung di laundry an”
Mitra tutur : Inggih, Buk. [IŋgIh buk] “Iya, Buk”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun
Banjaranyar, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 15.00.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan
mitra tutur juga merupakan seorang warga dari Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di rumah seorang warga
Dusun Banjaranyar tepatnya di rumah Ibu Zurofah. Pihak-pihak yang
berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang warga
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
84
Dusun Banjaranyar bernama Ibu Zurofah berumur 45 tahun yang juga merupakan
ibu dari mitra tutur, keduanya saling mengenal dan berinteraksi setiap hari secara
terus menerus. Dalam tuturan tersebut, penutur bertujuan menyuruh mitra tutur
sebagai anaknya untuk mengambil pakaian yang berada di tukang laundry.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun
Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain
selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika
masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan
penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan
tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Rasukan [rasukan]
“Baju”, sampeyan [sampeyan] “Kamu”, pendhet [pəndhət] “Ambil”, ten [tən]
“Di”, inggih [IŋgIh] “Iya” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam
madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang
digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun
saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur
mempunyai hubungan darah dan usia penutur lebih tua dari usia mitra tutur,
namun penutur tetap berbahasa Jawa ragam madya untuk menghargai mitra tutur.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
85
Data 22
Penutur : Sampun nedha, Mas? [sampUn nədhᴐ mas] “Sudah makan, Mas?”
Mitra tutur : Dereng, Buk. [dɛrɛŋ bu?] “Belum, Buk”
Penutur : Nedha rumiyen mawon, Mas. [nədhᴐ rumiyen mawᴐn mas] “Makan dulu saja, Mas”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun
Banjaranyar, pada tanggal 02 Maret 2015 pukul 13.11.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan
mitra tutur juga merupakan seorang warga dari Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat siang hari di rumah seorang warga
Dusun Banjaranyar tepatnya di rumah Ibu Asri. Pihak-pihak yang berpartisipasi
dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang warga Dusun
Banjaranyar bernama Ibu Asri berumur 50 tahun yang juga merupakan ibu dari
pemuda bernama Lutfi berumur 21 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling
mengenal dan berinteraksi setiap hari secara terus menerus. Dalam tuturan
tersebut, penutur bertujuan menyuruh anak sulungnya untuk makan terlebih
dahulu sebelum keluar rumah.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun
Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain
selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika
masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan keluarga maupun dengan
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
86
masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk
penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan
tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Nedha [nədhᴐ]
“Makan”, rumiyen [rumiyen] “Dulu”, mawon [mawᴐn] “Saja”, sampun [sampUn]
“Sudah”, dereng [dɛrɛŋ] “Belum” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa
ragam madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal
yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan
santun saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur
mempunyai hubungan darah dan usia penutur lebih tua dari usia mitra tutur,
namun penutur tetap berbahasa Jawa ragam madya untuk menghargai mitra tutur
dan berdasarkan pada data di atas, mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam
madya untuk menghormati penutur sebagai orang yang lebih tua dan merupakan
ibu kandung mitra tutur itu sendiri.
Data 23
Penutur : Mbenjeng ngajie perei [benjeŋ ŋajie pərɛi] “Besok ngajinya libur”
Mitra tutur : Wonten napa kok perei? [wᴐntən nᴐpᴐ kᴐ? pərɛi] “Ada apa kok libur?”
Penutur : Abah Yai kesah ten Jakarta wonten urusan bisnis [abah yai kesah tən jakarta wᴐntən urusan bisnis] “Abah Yai pergi ke Jakarta ada urusan bisnis”
Mitra tutur : Oohh… pinten dinten? [oohh… pintən dintən] “Oohh… berapa hari?”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
87
Penutur : Boten semerap. [bᴐtən səmərap] “Tidak tahu”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 19.00.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri yang berasal dari Dusun
Banjaranyar dan mitra tutur juga merupakan santri berasal dari Dusun
Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat malam hari di dalam salah satu
kamar yang ada di pondok pesantren, percakapan seorang santri dengan santri
lainnya yang sedang belajar dan sedang membereskan pakaiannya di almari.
Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah santri perempuan
bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun sebagai penutur dengan santri perempuan
bernama Siti Hamidah berusia 19 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling
mengenal dan berasal dari Dusun Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok
Pesantren Sunan Drajat. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan memberitahu
mitra tuturnya bahwa besok libur mengaji dan memberitahu tentang ketidak
hadiran kiai karena pergi ke Jakarta untuk melaksanakan urusan bisnis.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
para santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa
warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan
orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi
karena adanya pengaruh perilaku berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
88
dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai
bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan
tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Ngaji [ŋaji] “Ngaji”,
wonten [wᴐntən] “Ada”, napa [nᴐpᴐ] “Apa”, kesah [kesah] “Pergi”, pinten
[pintən] “Berapa”, semerap [səmərap] “Tahu” yang kosakatanya merupakan
bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama. Perilaku berbahasa non verbal
yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan
santun saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur
berstatus sosial sama sebagai seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan
keduanya berasal dari Dusun Banjaranyar.
Data 24
Penutur : Badhe jawah niki! [badhe jawa niki] “Mau hujan ini”
Mitra tutur : Inggih, boten sios kesah mawon [IŋgIh botən siᴐs kesah mawᴐn] “Iya, tidak jadi pergi saja”
Penutur : Nggih nggih. [ŋgIh ŋgIh] “Iya iya”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren
Sunan Drajat, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 15.10.
Konteks tuturan: Penutur dan mitra tutur adalah warga Dusun Banjaranyar
yang merupakan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di halaman Pondok Pesantren
Sunan Drajat, percakapan seorang santri dengan santri lainnya yang mau
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
89
berangkat kesuatu tempat di daerah Kecamatan Paciran. Pihak-pihak yang
berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah santri perempuan bernama Siti
Hamidah berusia 19 tahun sebagai penutur dengan santri perempuan yang
bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling
mengenal. Penutur dan mitra tutur berasal dari Dusun Banjaranyar yang sedang
melanjutkan pendidikannya di Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dalam
tuturan tersebut penutur bertujuan memberitahu mitra tuturnya bahwa saat ini
langit sedang mendung dan tidak lama lagi akan turun hujan.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
para santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa
warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan
orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi
karena adanya pengaruh perilaku berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara
dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai
bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan
tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Inggih [IŋgIh] “Iya”,
boten [botən] “Tidak”, sios [siᴐs] “Jadi”, kesah [kesah] “Pergi”, mawon [mawᴐn]
“Saja”, badhe [badhe] “Mau”, jawah [jawah] “Hujan”, niki [niki] “Ini” yang
semua kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama
dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
90
tutur adalah dengan bersikap sopan, saling menghargai, dan menghormati
meskipun penutur dan mitra tutur berstatus sosial sama sebagai seorang santri
Pondok Pesantren Sunan Drajat dan keduanya berasal dari Dusun Banjaranyar.
Data 25
Penutur : Badhe ten pundhi? [badhe tən pundhi] “Mau kemana?”
Mitra tutur : Ten sekolahan sekedhap. [tən səkᴐla an səkədap] “Ke sekolahan sebentar, Mbak”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 02 Maret 2015 pukul 17.00.
Konteks tuturan: Penutur dan mitra tutur adalah seorang santri Pondok
Pesantren Sunan Drajat yang berasal dari Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di halaman Pondok
Pesantren Sunan Drajat saat perjalanan kembali ke pondok dari mengaji kitab di
masjid, percakapan seorang santri dengan santri lainnya yang terlihat sedang buru-
buru untuk kesuatu tempat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut
adalah santri perempuan bernama Faridatun Ni’mah berusia 22 tahun sebagai
penutur dengan santri perempuan lainnya bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun
sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal. Penutur dan mitra tutur keduanya
berasal dari Dusun Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan
Drajat. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan menanyakan hendak kemana
mitra tutur pergi dengan tergesah-gesah.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
para santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
91
warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan
orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi
karena adanya pengaruh perilaku berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara
dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai
bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan
tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Badhe [badhe] “Mau”,
ten pundhi [tən pundhi] “Kemana”, sekedap [səkədap] “Sebentar” yang
kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama dan
ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra
tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saling menghargai dan
menghormati meskipun penutur dan mitra tutur berstatus sosial sama sebagai
seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan keduanya berasal dari Dusun
Banjaranyar.
Data 26
Penutur : Benjeng kula mantuk [benjeŋ kulᴐ mantU?] “Besok saya pulang”
Mitra tutur : Badhe napa? [badhe nᴐpᴐ] “Mau apa?”
Penutur : Mendhet rasukan. [məndhət rasu?an] “Mengambil baju”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
92
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 19.15.
Konteks tuturan: Penutur dan mitra tutur adalah seorang santri Pondok
Pesantren Sunan Drajat yang berasal dari Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat malam hari di dalam salah satu
kamar yang ada di pondok pesantren, percakapan seorang santri dengan santri
lainnya setelah sholat isya’ berjamaah. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam
tuturan tersebut adalah santri perempuan bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun
sebagai penutur dengan santri perempuan yang bernama Siti Hamidah berusia 19
tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal dan berasal dari Dusun
Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dalam
tuturan tersebut penutur bertujuan memberitahu mitra tuturnya bahwa besok ia
akan pulang untuk mengambil pakaiannya di rumah karena pakaian yang ia bawa
ke pondok semuanya sudah kotor dan tidak ada yang bersih.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
para santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa
warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan
orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi
karena adanya pengaruh perilaku berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara
dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai
bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
93
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah
bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan
tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Badhe [badhe]
“Mau/akan”, napa [nᴐpᴐ] “Apa”, mendhet [məndhət] “Mengambil”, rasukan
[rasu?an] “Baju”, benjeng [benjeŋ] “Besok”, kula [kulᴐ] “Saya”, mantuk
[mantU?] “Pulang” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan
netral tanpa krama. Kata [rasu?an] “Baju” sangat jarang digunakan oleh
masyarakat pesisir pada umumnya, hanya digunakan oleh penghuni Pondok
Pesantren Sunan Drajat dan masyarakat Dusun Banjaranyar yang berada di
lingkungan sekitar pondok pesantren. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh
bahasa santri terhadap perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun
Banjaranyar. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan
mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saling menghargai dan
menghormati meskipun penutur dan mitra tutur berstatus sosial sama sebagai
seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan keduanya berasal dari Dusun
Banjaranyar.
3.1.5 Bentuk Percakapan Oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan
Masyarakat Dusun Sukowati.
Data 27
Penutur : Tekan endi, Pak? [təkan əndi pa?] “Dari mana, Pak?”
Mitra tutur : Dugi griyane Pak Joko. [dugi griyᴐne pa? jᴐkᴐ] “Dari rumahnya Pak Joko”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
94
Sumber: Transkip percakapan di pertigaan jalan dekat Balai Desa
Banjarwati, pada tanggal 02 Maret 2015 pukul 09.40.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Sukowati dan mitra
tutur merupakan warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di pertigaan jalan dekat
Balai Desa Banjarwati. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut
adalah seorang warga Dusun Sukowati bernama Sumarsono berusia 58 tahun
penutur dengan seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Ahmad berusia 60
tahun yang sedang naik sepeda motor, keduanya saling mengenal sebelumnya.
Dalam percakapan tersebut penutur bertujuan menyapa mitra tutur yang sedang
mengendarai sepeda motor di depannya.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko oleh
penutur yang berasal dari Dusun Sukowati yang lingkungannya jauh dari Pondok
Pesantren Sunan Drajat tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan
dan santun. Berbeda dengan mitra tutur yang berasal dari Dusun Banjaranyar yang
berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat menunjukkan adanya
perilaku berbahasa yang sopan dan santun dengan menggunakan bahasa Jawa
ragam madya dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain.
Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan sesama
masyarakat Dusun Banjaranyar maupun dengan masyarakat lain, mereka tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam madya atau bahkan krama sebagai bentuk
penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
95
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa
ragam ngoko dengan nada tinggi dan jelas, dilihat dari kata: Tekan [təkan] “Dari”,
endi [əndi] “Mana”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur
adalah dengan bersikap tegap dan lantang tanpa merunduk karena telah mengenal
mitra tutur dengan akrab, sedangkan warga Dusun Banjaranyar sebagai penutur
menggunakan perilaku berbahasa verbal berupa bahasa Jawa ragam madya
dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, dilihat dari
kata: Dugi [dugi] “Dari”, griya [griyᴐ] “Rumah”. Perilaku berbahasa non verbal
yang digunakan oleh mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun,
menghargai dan menghormati penutur meski keduanya saling mengenal akrab dan
usia penutur lebih muda dari usia mitra tutur.
Data 28
Penutur : Iki jepiro regane, Bu? [iki jepirᴐ rəgane bu] “Ini berapa harganya, Bu?”
Mitra tutur : Sedoso ewu, Bu. Mangga. [sədᴐsᴐ ɛwu bu mᴐŋgᴐ] “Sepuluh ribu, Bu. Silahkan”
Penutur : Aku tuku telu. [aku tuku təlu] “Saya beli tiga”
Sumber: Transkip percakapan di pasar Desa Banjarwati, pada tanggal 2
April 2015 pukul 09.50.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Sukowati dan mitra
tutur merupakan seorang warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di pasar tradisional yang
berada tidak jauh dari pondok pesantren. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam
tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang warga asli Dusun Sukowati
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
96
yang sedang berbelanja di pasar, sedangkan mitra tutur adalah seorang warga
Dusun Banjaranyar berusia 49 tahun bernama ibu Fathanah yang merupakan
pemilik salah satu toko di pasar tradisional Banjaranyar, kedua penutur tersebut
tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan untuk
membeli sapu tangan di toko ibu Fathanah.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko oleh
penutur yang berasal dari Dusun Sukowati yang lingkungannya jauh dari Pondok
Pesantren Sunan Drajat tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan
dan santun. Berbeda dengan mitra tutur yang berasal dari Dusun Banjaranyar yang
berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat menunjukkan adanya
perilaku berbahasa yang sopan dan santun dengan menggunakan bahasa Jawa
ragam madya dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain.
Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan sesama
masyarakat Dusun Banjaranyar maupun dengan masyarakat lain, mereka tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam madya atau bahkan krama sebagai bentuk
penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa
ragam ngoko dengan nada tinggi dan jelas, hal tersebut dapat dilihat pada kata:
Aku [aku] “Aku”, tuku [tuku] “Beli”, telu [təlu] “Tiga”, iki [iki] “Ini”, jepiro
[jepirᴐ] “Berapa”, regane [rəgane] “Harganya”. Perilaku berbahasa non verbal
yang digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap tegap dan lantang tanpa
merunduk karena tidak mengenal mitra tutur sebelumnya.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
97
Salah satu warga Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur menggunakan
perilaku berbahasa verbal berupa bahasa Jawa ragam madya, dapat dilihat dari
kata: Sedasa ewu [sədᴐsᴐ ɛwu] “Sepuluh ribu”, mangga [mᴐŋgᴐ] “Silahkan” dan
perilaku berbahasa non verbal yang digunakan adalah bersikap sopan dan santun,
menghargai dan menghormati penutur meski mitra tutur tidak mengenal penutur
sebelumnya.
Data 29
Penutur : Sakit napa yoga sampeyan, Yu? [sakIt nᴐpᴐ yogᴐ sampeyan yu] “Sakit apa anak kamu, Yu?”
Mitra tutur : Lara tipes, Yu. Wingi lagek moleh teka rumah sakit [lᴐrᴐ tipəs yu wiŋi lage? mole təkᴐ rumah sakIt] “Sakit tipes, Yu. Kemarin baru pulang dari rumah sakit”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun Sukowati,
pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 16.30.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan
mitra tutur merupakan warga Dusun Sukowati.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di rumah salah satu warga
Dusun Sukowati. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah
seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Ibu Zurofah berusia 45 tahun yang
sedang dirumah salah seorang warga Dusun Sukowati sebagai penutur, dengan
mitra tutur adalah seorang warga Dusun Sukowati bernama Ibu Rohana berusia 59
tahun yang merupakan pemilik rumah tempat kejadian tuturan, kedua penutur
tersebut saling mengenal. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan untuk
menanyakan tentang sakit apa yang diderita oleh anak mitra tutur.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
98
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
salah seorang masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai penutur menunjukkan
adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Berbeda dengan mitra tutur
yang merupakan salah seorang warga Dusun Sukowati yang menggunakan bahasa
Jawa ragam ngoko tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan
santun. Hal tersebut terjadi karena penutur dan mitra tutur merupakan penduduk
Desa Banjarwati yang bertempat tinggal di dusun yang berbeda dan di lingkungan
yang berbeda, sehingga perilaku berbahasa mereka berdua pun berbeda.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa
ragam madya dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, hal tersebut dapat
dilihat dalam kata: Sakit [sakIt] “Sakit”, napa [nᴐpᴐ] “Apa”, yoga [yogᴐ] “Anak”,
sampeyan [sampeyan] “Kamu” dan perilaku berbahasa non verbal yang digunakan
oleh penutur adalah dengan bersikap sopan dan santun, menghargai dan
menghormati mitra tutur meski keduanya saling mengenal akrab.
Salah satu warga Dusun Sukowati sebagai mitra tutur menggunakan
perilaku berbahasa verbal berupa bahasa Jawa ragam ngoko, dilihat dari kata: Lara
[lᴐrᴐ] “Sakit”, wingi [wiŋi] “Kemarin”, lagek [lage?] “Baru”, moleh [moleh]
“Pulang”, teka [təkᴐ] “Datang’. Berdasarkan data tersebut, mitra tutur
menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko karena terbiasa dengan penggunaan
bahasa Jawa ragam ngoko.
Data 30
Penutur : Mangga, kula betoaken, Bu. [mᴐŋgᴐ kulᴐ bətᴐakən bu] “Silahkan, saya bawakan, Bu”
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
99
Mitra tutur : Iya, Nak. Wong endi kowe? [iyᴐ na? wᴐŋ əndi kowe] “Iya, Nak. Orang mana kamu?”
Penutur : Kula tiyang Njaranyar, Bu. [kulᴐ tiyaŋ njarañar bu] “Saya orang Njaranyar, Bu”
Sumber: Transkip percakapan di pasar tradisional Desa Banjarwati, pada
tanggal 02 Maret 2015 pukul 09.40.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan
mitra tutur merupakan warga Dusun Sukowati.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di pasar tradisonal Desa
Banjarwati yang letaknya tidak seberapa jauh dari Pondok Pesantren Sunan
Drajat. Pihak-pikah yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang
perempuan bernama Arinil Haq berusia 19 tahun sebagai penutur dengan seorang
perempuan bernama Ibu Rohana berusia 59 tahun yang berada di pasar sebagai
mitra tutur, keduanya tidak saling mengenal sebelumnya. Dalam percakapan
tersebut penutur bertujuan membantu mitra tutur untuk membawa barang bawaan
yang sangat banyak menuju becak.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh
salah seorang masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai penutur menunjukkan
adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Berbeda dengan mitra tutur
yang merupakan salah seorang warga Dusun Sukowati yang menggunakan bahasa
Jawa ragam ngoko tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan
santun. Hal tersebut terjadi karena penutur dan mitra tutur merupakan penduduk
Desa Banjarwati yang bertempat tinggal di dusun yang berbeda dan di lingkungan
yang berbeda, sehingga perilaku berbahasa mereka berdua pun berbeda.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
100
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa
ragam madya dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, dilihat dari kata: Kula
[kulᴐ] “Saya”, mangga [mᴐŋgᴐ] “Silahkan”, betoaken [bətᴐakən] “Bawakan” dan
perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur adalah dengan
bersikap sopan, santun, dan menghormati mitra tutur meski keduanya tidak saling
mengenal. Salah satu warga Dusun Sukowati sebagai mitra tutur menggunakan
perilaku berbahasa verbal berupa bahasa Jawa ragam ngoko, dilihat dari kata: Iyo
[iyᴐ] “Iya”, wong [wᴐŋ] “Orang”, endi [əndi] “Mana”, kowe [kowe] “Kamu”.
Data tersebut menunjukkan bahwa mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam
ngoko karena menyadari usia penutur jauh lebih muda.
Data 31
Penutur : Pe jukut jaitan ta, Mbak? [pe njukUt jaitan ta mba?] “Mau mengambil jahitan ta, Mbak?”
Mitra tutur : Inggih, Buk. Telas pinten? [IngIh bu? təlas pintən] “Iya, Buk. Habis berapa?”
Penutur : Mek seket ewu, Mbak. [mɛ? sɛkət ɛwu mba?] “Cuma lima puluh ribu, Mbak”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun Sukowati,
pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 12.15.
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Sukowati dan mitra
tutur merupakan seorang warga Dusun Banjaranyar.
Waktu dan tempat tuturan adalah saat siang hari di rumah salah satu warga
Dusun Sukowati. Pihak-pikah yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah
seorang warga Dusun Sukowati bernama Ibu Jah berumur 50 tahun yang
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
101
berprofesi sebagai tukang jahit pakaian sebagai penutur dengan seorang
perempuan bernama Faridatun Ni’mah berusia 22 tahun sebagai mitra tutur,
keduanya tidak saling mengenal sebelumnya. Dalam percakapan tersebut penutur
bertujuan menanyakan kepada mitra tutur tentang maksud dari kedatangan
penutur kerumahnya.
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko oleh
penutur yang berasal dari Dusun Sukowati yang lingkungannya jauh dari Pondok
Pesantren Sunan Drajat tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan
dan santun. Berbeda dengan mitra tutur yang berasal dari Dusun Banjaranyar yang
berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat menunjukkan adanya
perilaku berbahasa yang sopan dan santun dengan menggunakan bahasa Jawa
ragam madya dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain.
Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan sesama
masyarakat Dusun Banjaranyar maupun dengan masyarakat lainnya, mereka tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam madya atau bahkan krama sebagai bentuk
penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa
ragam ngoko dengan nada tinggi dan jelas, dilihat dari kata: Mek [mɛ?] “Cuma”,
seket ewu [sɛkət ɛwu] “Lima puluh ribu”, pe [pe] “Mau”, njukut [njukUt]
“Mengambil” dan perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur
adalah dengan bersikap tegap dan lantang tanpa merunduk karena tidak mengenal
mitra tutur sebelumnya dan usia mitra tutur lebih muda dari penutur. Salah satu
warga Dusun Banjaranyar sebagai penutur menggunakan perilaku berbahasa
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
102
verbal berupa bahasa Jawa ragam madya, dilihat dari kata: Inggih [IngIh] “Iya”,
telas [təlas] “Habis”, pinten [pintən] “Berapa”. Perilaku berbahasa non verbal
yang digunakan oleh mitra tutur adalah dengan bersikap sopan, santun, dan
menghormati penutur meski tidak saling mengenal.
3.2 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perilaku Berbahasa pada
Masyarakat Pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati
Perilaku berbahasa pada masyarakat Dusun Banjaranyar terkait dengan
bentuk percakapan yang diperoleh saat di lapangan dapat dikelompokkan menjadi
5 kategori, yaitu:
a. Bentuk percakapan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dengan pengasuh
Pondok Pesantren Sunan Drajat
b. Bentuk percakapan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dengan pengurus
Pondok Pesantren Sunan Drajat
c. Bentuk percakapan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dengan para santri
Pondok Pesantren Sunan Drajat
d. Bentuk percakapan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dengan sesama
masyarakat Dusun Banjaranyar, dan
e. Bentuk percakapan masyarakat Dusun Banjaranyar dengan masyarakat
Dusun Sukowati yang tidak berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan
Drajat.
Masyarakat yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat
adalah masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. Perilaku berbahasa
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
103
masyarakat Dusun Banjaranyar dalam sehari-hari menggunakan bahasa Jawa
ragam madya dan krama, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah adanya interaksi secara terus-menerus antara masyarakat
Dusun Banjaranyar dengan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat, baik
dengan pengasuh (kiai), pengurus, maupun santri pondok pesantren tersebut. Hal
tersebut dapat di lihat pada:
1) Data 1, 2, 3, dan 4 dalam bentuk percakapan nomor 3.1.1, masyarakat Dusun
Banjaranyar yang berinteraksi dengan pengasuh Pondok Pesantren Sunan
Drajat menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk menghormati kiai
sebagai pengasuh dari pondok pesantren sekaligus sebagai tokoh pemuka
agama di Dusun Banjaranyar, sedangkan pengasuh Pondok Pesantren Sunan
Drajat menggunakan bahasa Jawa ragam campuran antara krama dan madya
untuk menghargai warga yang menggunakan bahasa sopan dan santun
meskipun dalam tuturan tersebut warga berusia jauh lebih muda dari
pengasuh.
2) Data 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 dalam bentuk percakapan nomor 3.1.2, pengurus
pondok pesantren dalam tuturannya menggunakan bahasa Jawa ragam krama
dan madya, masyarakat Dusun Banjaranyar juga menggunakan bahasa Jawa
ragam krama dan madya, hal tersebut dilakukan untuk saling menghormati
mitra tutur.
3) Data 11, 12, 13, 14, dan 15 dalam bentuk percakapan nomor 3.1.3 masyarakat
Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam madya dengan para
santri Pondok Pesantren Sunan Drajat begitu pula sebaliknya, hal tersebut
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
104
dilakukan karena adanya timbal balik kesopanan antara para santri dengan
masyarakat Dusun Banjaranyar.
4) Data 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, dan 26 dalam bentuk percakapan
3.1.4, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam
krama dengan masyarakat Dusun Banjaranyar itu sendiri.
5) Data 27, 28, 29, 30, dan 31 dalam bentuk percakapan 3.1.5, masyarakat Dusun
Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan masyarakat Dusun
Sukowati yang menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dalam berinteraksi.
Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan sentral kegiatan sehari-hari
masyarakat Dusun Banjaranyar, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, ataupun
kegiatan kemasyarakatan lainnya. Hal tersebut memicu adanya interaksi secara
terus menerus antara masyarakat Dusun Banjaranyar dengan penghuni pondok
pesantren.
Pekerjaan masyarakat Dusun Banjaranyar disamping sebagai petani, juga
rata-rata sebagai wiraswasta seperti penjual sayur, penjual makanan, pedagang
kecil, pedagang kaki lima, dan juga penjual jasa seperti warnet, photo copy, ojek
dan tukang becak. Meskipun masyarakat Dusun Bnajaranyar merupakan tergolong
masyarakat pesisir, namun masyarakat tersebut sedikit sekali yang memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan, hal tersebut dikarenakan adanya pondok pesantren
sebagai sentral perekonomian lain yang dapat memperoleh keuntungan lebih
besar.
Faktor lain yang melatarbelakangi perilaku berbahasa pada masyarakat
Dusun Banjaranyar terhadap bahasa santri adalah banyaknya masyarakat Dusun
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
105
Banjaranyar yang memilih untuk mengenyam pendidikan di Yayasan Pondok
Pesantren Sunan Drajat, seperti banyak remaja yang sekolah di Madrasah Aliyah
Sunan Drajat, SMK Sunan Drajat, SMP Sunan Drajat dan yang lainnya. Bahkan
terdapat beberapa masyarakat Dusun Banjranyar yang memilih untuk mondok di
Pondok Pesantren Sunan Drajat meskipun rumah mereka tidak terlalu jauh dari
pondok, hal tersebut dilakukan karena tingginya minat masyarakat Dusun
Banjaranyar untuk dapat mengenyam pendidikan agama yang lebih baik.
Perilaku berbahasa pada masyarakat Dusun Banjaranyar selain
dilatarbelakangi oleh tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap ranah
perekonomian, pendidikan, dan kegiatan kemasyarakatan yang berpusat pada
Pondok Pesantren Sunan Drajat, juga karena adanya habit atau kebiasaan sehari-
hari yang dilakukan oleh penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat terhadap
masyarakat sekitar. Penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam sehari-hari
menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama baik di lingkungan pondok
pesantren maupun ketika berada di luar pondok pesantren. Seperti ketika berbicara
dengan masyarakat sekitar, santri tetap menggunakan perilaku berbahasa verbal
yang sopan dan santun dalam berbicara dengan siapapun dan santri juga selalu
menggunakan perilaku berbahasa non verbal dengan cara tunduk dan hormat
dengan mitra tutur yang diajak bicara.
Kebiasaan yang dilakukan oleh penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat
itulah yang menimbulkan adanya perilaku berbahasa yang baik pada masyarakat
pesisir Dusun Banjaranyar saat berkomunikasi dengan siapapun. Masyarakat
Dusun Banjaranyar selalu berbahasa secara sopan dan santun dengan
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
106
menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama baik saat berhadapan dengan
mitra tutur yang sudah saling kenal, yang tidak saling kenal sebelumnya, maupun
yang mempunyai hubungan keluarga. Hal tersebut sangat berbeda dengan
masyarakat pesisir Dusun Sukowati yang jauh dari lingkungan Pondok Pesantren
Sunan Drajat, selalu berbahasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dengan
nada intonasi yang tinggi sesuai dengan identitas berbahasa masyarakat pesisir
pada umumnya.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
107
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Bahasa dan ragam bahasa dalam interaksi sosial merupakan salah satu
konsep sosiolinguistik. Perbedaan kelompok sosial dalam masyarakat dapat
dilihat dari perilaku berbahasa sebagai salah satu ciri pengenal. Adanya perilaku
berbahasa dalam suatu masyarakat dapat dilihat dari segi interaksi sosial sehari-
hari yang menggunakan bahasa. Dalam masyarakat, interaksi sosial sangat
berpengaruh terhadap perilaku berbahasa yang nantinya menghasilkan suatu
ragam bahasa tertentu.
Masyarakat pesisir memiliki budaya dan perilaku berbahasa yang berbeda
dengan masyarakat pada umumnya, terutama pada segi intonasi berbicara dan
ragam bahasa yang digunakan. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal
di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara
langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Desa Banjarwati terdiri dari dua dusun, yaitu Dusun Banjaranyar dan
Dusun Sukowati. Perilaku berbahasa masyarakat pesisir Desa Banjarwati
sebelumnya tidak terbiasa dengan adanya bahasa santri yang merupakan bahasa
Jawa ragam madya dan bahasa Jawa ragam krama yang digunakan dalam sehari-
hari saat berinteraksi dengan orang lain. Masyarakat Desa Banjarwati pada zaman
dahulu saat berkomunikasi dengan sesama masyarakat Desa Banjarwati maupun
dengan mitra tutur yang bukan tergolong masyarakat pesisir mereka hanya
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
108
menggunakan satu bentuk ragam bahasa Jawa yakni bahasa Jawa ragam ngoko.
Namun, saat meluasnya wilayah Pondok Pesantren Sunan Drajat, pemakaian
ragam bahasa Jawa dengan intonasi yang tinggi dan terkesan kasar sudah berubah,
terutama pada masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di
lingkungan sekitar pondok pesantren. Jika awalnya masyarakat Desa Banjarwati
seluruhnya hanya menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, sekarang mereka
sudah terpengaruh adanya bahasa santri yang menggunakan bahasa Jawa ragam
madya dan krama saat berinteraksi dengan orang lain. Perubahan tersebut hanya
terjadi pada masyarakat Dusun Banjaranyar.
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
kultur yang berbeda serta adanya interaksi sosial secara terus menerus antara
masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dengan penghuni Pondok
Pesantren Sunan Drajat seperti santri, pengurus, dan pengasuh pondok pesantren
akan menghasilkan suatu perilaku berbahasa yang berbeda dari sebelumnya. Hasil
tuturan yang diperoleh dari interaksi berbahasa yang dilakukan oleh masyarakat
Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di lingkungan pondok pesantren
jauh berbeda dengan hasil tuturan yang diperoleh dari masyarakat Desa
Banjarwati yang berada jauh dari lingkungan pondok pesantren yaitu pada
masyarakat Dusun Sukowati.
Masyarakat Dusun Banjaranyar memiliki ketergantungan dalam beberapa
hal terhadap keberadaan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pondok Pesantren
Sunan Drajat saat ini menjadi sentral perekonomian pada masyarakat Dusun
Banjaranyar sehingga masyarakat Dusun Banjaranyar yang tergolong sebagai
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
109
masyarakat pesisir sebagaian besar sudah tidak memilih mata pencaharian sebagai
nalayan. Pondok pesantren tersebut juga sebagai sentral kegiatan bagi penduduk
Dusun Banjaranyar sehingga menimbulkan interaksi berbahasa yang berulang-
ulang setiap hari dengan penghuni pondok pesantren. Selain itu, Pondok Pesantren
Sunan Drajat merupakan penyumbang dana terbesar disetiap kegiatan yang
diadakan oleh Dusun Banjaranyar dan bahkan disetiap kegiatan yang diadakan
oleh penduduk Desa Banjarwati. Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat
merupakan pemuka agama sekaligus tokoh yang dianggap penting oleh Desa
Banjarwati terutama oleh warga Dusun Banjaranyar, setiap kegiatan apapun selain
meminta perizinan dari Kepala Desa Banjarwati, izin dan restu dari Kiai Pondok
Pesantren Sunan Drajat sangatlah diperhitungkan. Faktor-faktor tersebutlah yang
mengakibatkan adanya pengaruh bahasa santri terhadap perilaku berbahasa pada
masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di lingkungan
sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat.
4.2 Saran
Kajian ilmu ini hendaknya lebih menitik beratkan perbedaan yang lebih
mendalam mengenai bahasa masyarakat yang terpengaruh oleh adanya Pondok
Pesantren Sunan Drajat dengan masyarakat yang tidak terpengaruh sama sekali
terhadap adanya Pondok Pesantren Sunan Drajat, bukan hanya menitik beratkan
pada masyarakat yang berinteraksi dengan penghuni Pondok Pesantren Sunan
Drajat saja. Sebagai sarana komunikasi bahasa sangatlah penting bagi manusia,
dan dapat digunakan baik sebagai ciri identitas suatu kelompok masyarakat.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
110
Segala macam perbedaan dalam perilaku berbahasa tidak terlepas dari unsur
kebudayaan dan kebiasaan suatu masyarakat tuturnya, maka dari itu diharapkan
dalam penelitian fungsi dan kegunaan bahasa terkait suatu golongan masyarakat,
peneliti harus jeli melihat dan menganalisa semua aspek maupun faktor yang turut
mempengaruhi objek kajian, hingga akhirnya menimbulkan sebuah tuturan baru
pada suatu masyarakat bahasa tertentu. Bahasa masyarakat pesisir yang berada di
Desa Banjarwati masih bisa dikaji dengan pendekatan etnolinguistik, dialektologi,
atau etnografi komunikasi.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
111
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiarta. 2013. “Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Sosial di Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang: Suatu Kajian Pragmatik”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga
Abikusno. 1988. Pepak Basa Jawa. Surabaya: Express Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Renika Cipta Djajasudarma, Fatimah. 1995. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian
dan Kajian. Bandung: PT Eresco http://ithinkeducation.blogspot.com/2012/07/tembung-ngoko-kromo-kromo-
inggil-ten.html Indrayanto, Bayu. 2010. Fenomena Tingkat Tutur dalam Bahasa Jawa Akibat
Tingkat Sosial Masyarakat dalam “Magistra” Tahun XXII Nomor 72. Klaten: PBISD Universitas Widya Dharma
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik: Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Luthfiyatin. 2008. “Kesantunan Imperatif dalam Interaksi antar Santri di Pondok
Pesantren Sunan Drajat Banjar Anyar Paciran Lamongan”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga
Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Nugraheni, Y.E. 2008. “Kesantunan Tuturan Pembeli kepada Penjual di Pasar
Purwoyoso Semarang”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Nurdyansyah. 2014. “Undhak-Usuk Percakapan Kelompok Sosial dalam
Masyarakat Samin Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Bojonegoro: Kajian Sosiolinguistik”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga
Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama Parera, Jos Daniel. 1991. Pengantar Linguistik Umum Fonetik dan Fonemik.
Ende: Nusa Indah
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
112
Rokayah. 2010. “Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi antara Santri dan Kiai Pondok Pesantren Islam Al-Tauhid Surabaya”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga
Spradley, James, P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Syafyahna, Leni dan Aslinda. Pengantar Sosiolinguistik. 2010. Bandung: PT
Refika Aditama Suwito. 1982. Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset Sumarsono. 2012. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA Setiyanto, Aryo Bimo. 2007. Parama Sastra Bahasa Jawa. Yogyakarta: Panji
Pustaka Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press Wijana, I Dewa Putu. 2004. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
113
LAMPIRAN
Lampiran 1
DATA INFORMAN
Nama : K. H. Abdul Ghofur
Usia : 66 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : -
Sebagai : Pengasuh (Kiai) Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama : Siti Hamidah
Usia : 19 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Madrasah Aliyah
Sebagai : Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama : Ahmad Shiddiq
Usia : 32 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Tamat SMA
Sebagai : Pengurus Abdi Ndalem Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama : Siti Azimatur Rohmah
Usia : 25 Tahun
Alamat : Bojonegoro
Pendidikan : Tamat SMA
Sebagai : Pengurus Keamanan Pondok Pesantren Putri Sunan Drajat
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
114
Nama : Zurofah
Usia : 45 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Tamat SMP
Sebagai : Warga Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Nama : Arinil Haq
Usia : 19 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Madrasah Aliyah
Sebagai : Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama : Faridatun Ni’mah
Usia : 22 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Sekolah Tinggi Agama Islam Radin Qasim (STAIRA)
Sebagai : Mahasiswa dan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama : Nurul Hidayah
Usia : 23 Tahun
Alamat : Gresik
Pendidikan : Sekolah Tinggi Agama Islam Radin Qasim (STAIRA)
Sebagai : Mahasiswa dan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama : Sumiah
Usia : 50 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Tamat SD
Sebagai : Warga Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
115
Nama : Mulyono
Usia : 48 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Tamat SD
Sebagai : Penjual makanan di Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama : Iin Rikayanti
Usia : 17 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Madrasah Aliyah Sunan Drajat
Sebagai : Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama : Fathanah
Usia : 49 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Tamat SMA
Sebagai : Pemilik toko di pasar Desa Banjarwati
Nama : Asri
Usia : 50 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Tamat SMP
Sebagai : Pemilik usaha jasa laundry
Nama : Taslimah
Usia : 62 Tahun
Alamat : Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Tamat SD
Sebagai : Warga Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
116
Nama : Sumarsono
Usia : 58 Tahun
Alamat : Dusun Sukowati Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan : Tamat SMP
Sebagai : Warga Dusun Sukowati Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH