skenario 5NEW

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    1/35

    IKTERUS NEONATORUM

    Seorang neonates berusia 1 hari dibawa ke klinik oleh ibunya karena

    kulitnya tampak kuning sejak 3 jam yang lalu. Progresi ikterik pada kulit tampak

    dengan arah cephalocaudal. Saat ini wana kuning makin terlat kekunungan. Bayi

    tersebut lahir dirumah dengan bantuan bidan. Menurut ibunya, sejak lahir bayi

    tersebut hanya sedikit mendapat ASI sebab ASInya sulit keluar. Dokter

    menjelaska bahwa kunig pada bayi tersebut belum tentu merupakan suatu

    penyakit dan memutuskan untuk melakuka pemeriksaan bilirubin serum total dan

    indirek.

    STEP 1

    1. Neonatus : Massa kehidupan pertama diuar rahim dari hasil pertama

    sampai usia 28 hari

    2. Cephalocaudal : Pola pertumbuhan ikterus dari kepala sampai kebawah

    STEP 2

    1.Mengapa ikterus awalnya dari mata lalu kearah caudal ?

    2.

    Adakah hubungan kekurangan ASI dengan ikterus ?3.

    Apa penyebab ikterus pada neonatorum ?

    4.Bagaimana mekanisme terjadinya ikterus ?

    5.Apa saja jenis ikterus dan cirri-cirinya ?

    6.Bagaimana penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada ikterus

    neonatorum ?

    7.Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan bilirubin total dan indirek ?

    STEP 3

    1.Bilirubin memiliki afinitas yang tinggi terhadap jaringan-jaringann yang elastin

    menyebar kesawar darah otak menyebar kearah caudal / badan

    2.Ada karena ASI membantu eksresi bilirubin dan didalam ASI juga terdapat

    UDPGT

    3.Penyebab dari ikterus :

    a. prehepatic

    b.

    intrahepatic

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    2/35

    c. pascahepatic

    4.

    Mekanisme terjadinya ikterus :

    a. Hepatobilier : -Ikterus obstruksi intraheatic

    -Ikterus obstruksi ekstrahepatic

    b. Hematologi

    5.Jenis ikterus :

    a.

    Fisiologis : pada hari kedua dan ketiga, ada riwayat BCB pda hari ke-

    5,

    bilirubin total 12 mg/dl dan hilang pada hari ke-10

    b. Patologis : bilirubin total 24-73 mg/dl dan menetap sampai 2 minggu

    Derajat ikterus :

    I : Daerah kepala, leher

    II : (+) bagian atas, dada

    III : Daerah 1,2, 3 (+) bagian bawah tungkai

    IV : Daerah 1, 2, 3 (+) lengan, kaki, sampai dengkul

    V : Daerah 1, 2, 3, 4, sampai seluruh tubuh

    6.Anamnesis :

    a)

    Bayi lahir cukup bulan atau tidak ?

    b)

    Sejak kapan bayi mengalami kuning

    c)

    Bayi menyusu ASI atau tidak ?

    7.Tujuan dilakukan peeriksaan bilirubin total dan indirek adalah utuk

    menentukan

    apakah ikterus yang dialami ikterus fisiologis atau ikterus patologis.

    Nilai normal bilirubin direct : 0-0,3 mg/dl

    Nilai normal bilirubin total : 0,3-1,9 mg/dl

    STEP 4

    1.

    Neonatus imaturitas hati bilirubin tak terkonjugasi meningkat

    terabsopsi naik kedalam sawah darah otak mengikuti aliran darah

    kemata

    (jaringan elastin) ikterus bilirubin yang disebaarkan oleh siklus

    enterohepatic menyebar keseluruh tubuh dapat berupa bilirubi yang

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    3/35

    indrirect atau direct dieksresi ke 1. Ginjal urobinogen 2. Usus

    strekobilin yang akan mewarnai feses.

    2.Karena hepar belum sempurna GUDPT yang dihasilkan sedikit maka

    disini dibutuhkan ASI agar bersifat lifofilik.

    Ikterus akibat ASI :

    a) Breast milk jaundice : proses pengeluaran ASI nya yang bermasalah

    b)

    Breast fidding jaundice : kandungan ASI ynag bermasalah (didalam ASI

    tidak terdapat enzim yang dapat memecah bilirubin)

    3.Penyebab ikterus :

    a. Prehepatic : produksi bilirubin pada hemolisis sel darah merah

    Contohnya pada anemia hemolitik, terjadi peningkatan bilirubin tak

    terkonjugasi dimana larut dalam air sehingga bisa dieksresikan kedalam

    urine dan feses. Urine dan feses berwarna lebh gelap

    b. Intrahepatic :

    Penurunan ambilan biirubin dan konjuasi dihepar yang mengakibatkan

    tidak bisa mengubah bilirubin indirect jadi bilirubin direct. Keadaan yang

    membuat turunnya ambilan dan konjugasi adalah sel-sel hepatosi yang

    rusak dan defisiensi enzi glukoronil transferase.

    c.

    Post-hepatic :

    Penurunan konjugasi blirubin yang akan menyebabkan hiperbilirubinemia

    yang larut dalam air sehingga dapat disekresikan kedalam urine, tetapi

    disini urobiliogennya menurun sehingga menyebabkan feses dan urine

    berwarna gelap.

    4.Mekanisme ikterus

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    4/35

    5.

    Jenis ikterus

    a. Ikterus fisiologis :\

    a)

    Keadaaan faktor fisiologis

    b) Timbul hari ke-2 dan hari ke-3

    c) > 10 mg/dl

    d)

    Cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl

    e) Hilang 10 hari pertama

    b. Ikterus patologis

    a) Terjadi 24 jam pertama

    b)

    Menetap 2 mingg atau lebih

    c) Terjadi peningkatan > 5mg/dl

    d) Berhubungan dengan hemolisis

    Derajat ikterus

    Derajat Prematur Cukup bulan

    I : daerah kepala, leher 4-8 mg/dl 4-18 mg//dl

    II : (+) bagian atas, dada 5-12 mg/dl 5-12 mg/dl

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    5/35

    III : daerah 1, 2, 3 (+) bagian bawah

    tungkai

    7-15 mg/dl 8-16 mg/dl

    IV : daerah 1, 2, 3 (+) lengan, kaki

    sampai dengkul

    9-18 mg/dl 11-18 mg/dl

    V : daerah 1, 2, 3, 4 (+) sampai seluruh

    tubuh

    Lebih 10 g/dl Lebih 15 mg/dl

    6.A. Anamnesis

    a) Massa kehamilan

    b) Perjalanan kuning

    c)

    Gejala

    1) Gejala akut a) Lethargi (lemas) b) Tidak ingin mengisap c) Feses

    berwarna seperti dempul d) Urin berwarna gelap

    2) Gejala kronik a) Tangisan yang melengking (high pitch cry) b) Kejang

    c) Perut membuncit dan pembesaran hati

    B. Pemeriksaan fisik

    a) Derajat kuning

    b)

    Ada trauma lahir atau tidakc) Hepatosplenomegali

    C. Pemeriksaan penunjang

    a) Darah rutin

    b) Bilirubin total

    c)

    Urine dan feses

    D. Penatalaksanaan :

    a.

    FototerapiFototerapi dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar

    bilirubin dalm darah kembali dalm batas normal. Dengan fototerapi

    bilirubin dalam tubuh dapat dipecah tanpa harus diubah dahulu di organ

    hati

    b. Transfusi tukar

    Jika setelah dilakuakn fototerapi tetapi kadar blirubinterus eningkat

    hingga > 20mg/dl maka dapat dilakukan transfuse tukar. Karena jika kadar

    bilirubin terlalu berlebihan dikhawatrkan merusak saraf (kern ikterus)

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    6/35

    BAGAN

    STEP 5

    1.Fisiologi metabolisme bilirruin dan eksresinnya dan Mekanisme ikterus pada

    neonatus, anak, dewasa ?

    2.Penatalaksanaan ikterus pada neonatus dan dewasa (non-farmakologi dan

    farmaakoogi) ?

    STEP 6

    Belajar mandiri

    STEP 7

    1. 1) Fisiologi Pembentukan bilirubin

    Sel darah merah tua (120 hari) dan menjadi terlalu rapuh bertahan dalam

    system sirkulasi, membrane selnya pacah dan hemoglobin yang lepas di

    fagositosis oleh makrofag (system retikuloendoplasma) di seluruh tubuh.

    hemoglobin mula-mula di pecah menjadi globin dan heme dan cinin heme

    di buka untuki melepaskan:

    IKTERUSNEONATUS

    MEKANISME

    ETIOLOGI

    PENATALAKSANAAN

    PENEGAKKANDIAGNOSIS

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    7/35

    a. besi bebas dan di transfor oleh darah oleh transferin

    b.

    suatu rantai lurus yang terdiri dari 4 pirol yaitu substrat yang nantinya

    akan di bentuk menjadi warna empedu ( Guyton,2014 )

    Pigmen pertama di bentuk yaitu biliverdin dan cepat di reduktase

    menjadi bilrubin tak terkonjugasi atau bilirubin indirek yang secara bertahap

    di lepaskan makrofag ke dalam plasma. bentuk bilirubin ini segera

    bergabung dengan albumin plasma dan di transport melalui darah dan cairan

    intestinal. dalam beberapa jam, bilirubin indirek di absorpsi memalui sel

    hati, bilirubin di lepaskan dalam albumin plasma dan segera setelah itu

    sekitar 80% berkonjugasi dengan asam glukoronat tranferase membentuk

    bilirubin direk. dalam bentuk ini bilirubin di keluarkan melalui transfor

    aktiv dalam kanalikuli empedu dan masuk ke dalam usus. ( Guyton,2014 )

    Setelah berada di dalam usus, setengah dari bilirubin ko njugasi di ubah

    oleh kerja bakteri usus -glukoronidase atau entamoeba coli menjadi

    urobilinogen yang mudah larut. sebagian urobilinogen di reabsorpsi melalui

    mukosa usus kembali ke dalam darah dengan sirkulasi enterohepatik.

    sebagian besar di ekresi kembali oleh hati ke dalam usus, tetapi 5% di

    ekresikan oleh ginjal sehingga urobilinogen menjadi urobilin ke dalam urin.

    sedangakan 85% di ekresikan ke dalam usus dan urobilinogen di ubah

    menjadi sterkobilin sehingga akan mewarnai feses menjadi coklat. (

    Guyton,2014 )

    Pembentukan bilirubin :

    1. produksi/pembentukan bilirubin

    2. transport bilirubun

    3. asupan bilirubin

    4. konjugasi bilirubin

    5. ekskresi bilirubin ( Guyton,2014 )

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    8/35

    Gambar 1.1 Metabolisme bilirubin ( Guyton,2014 )

    Produksi :

    Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada

    sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada

    neonatos lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gr hemoglobin dapat

    menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang

    bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo, yang bersifat tidak larutdalam air tetapi larut dalam lemak. ( Guyton,2014 )

    Transportasi :

    Bilirubin indirek kemudian dicta oleh albumin. Sel parenkim hepar

    mempunyai cara selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma.

    Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan

    albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat pada ligandin dan sebagian

    kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    9/35

    proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma

    dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit

    dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar,

    ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital

    mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang

    lebih banyak untuk bilirubin.

    ( Guyton,2014)

    Konjugasi :

    Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin

    diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide.

    Glukoronide transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi

    diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam sntesis bilirubin

    diglukoronide. Pertama-tama ahila uridin difosfat glukoronide transferase

    (UDPG) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide.

    Sntesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran kanlikulus. Isomer

    bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX

    dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi misalnya isomeryang terjadi sesudah terapi sinar.( Guyton,2014)

    Ekskresi :

    Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi direk yang larut dalam air dan

    diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usu

    bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kescil bilirubin direk dihidrolisis

    menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus

    enterohepatis. ( Guyton,2014 )

    Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus :

    Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan

    12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu, pada

    inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai

    untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga

    terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    10/35

    amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui

    mucosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan

    neonatos diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil

    bilirubin dari sirkulasi Sangay terbatas. Demikian kesanggupannya untuk

    mengkonjugasi. ( Guyton,2014 )

    Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin

    indirek dan mudah melalui placenta ke sirkulasi ibu dan disekresi oleh hepar

    ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatos

    dapat terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Hal ini menunjukkan

    bahwa ketidakmampuan fatus mengolah bilirubin berlanjut pada masa

    neonatos. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada

    masa neonatus hal ini beakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala

    ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungs hati belum matang atau bila

    terdapat gangguan dalam fungs hepar akibat hipokasi, asidosis atau bila

    terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glucosa,

    kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang

    terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum.

    Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapatdimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan

    sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat

    melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus

    dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek

    mencapai 20mg% pada umumnya capacitas maksimal pengikatan bilirubin

    oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. (

    Guyton,2014 )

    2) Mekanisme Ikterus

    a.

    Ikterus pre-hepatik

    Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau

    intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik

    menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis

    dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh:Babesia sp., danAnaplasma

    sp.Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    11/35

    tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi

    peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses

    menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak

    terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada

    anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksiLeptospira grippotyphosa.

    ( Keren,2014 )

    Ada beberapa etiologi yang menyebabkan ikterus pre hepatic ini,

    antara lain :

    1.

    Over produksi.

    Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah

    yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan

    produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan

    hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan

    autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi

    hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus

    hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi

    suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Pada

    keadaan ini peningkatan terjadi pada bilirubin tidak terkonjugasi dalam

    plasma. sebagai usaha tubuh untuk mengurangi kadar bilirubin tidak

    terkonjugasi ini, penyerapan ke dalam sel hati, begitu pula ekskresi

    bilirubin oleh sel hati meningkat. Hal ini mengakibatkan pembentukkan

    urobilinogen meningkat sehingga peningkatan ekskresi dalam urine feses

    (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin

    abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis

    heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.

    (Prince,2012)

    2. Inkompatibilitas ABO

    Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh antibodi

    anti A dan anti B yang masuk ke dalam sirkulasi fetus dan bereaksi

    dengan antigen A atau B pada permukaan sel darah merah. Pada mereka

    yang memiliki darah tipe A atau B secara alami terdapat anti B atau A

    dalam bentuk molekul IgM sehingga tidak dapat melewati plasenta.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    12/35

    Sebaliknya, pada mereka yang bergolongan darah O, antibodi terutama

    terdiri dari molekul IgG. Dengan alasan ini, maka inkompatibilitas ABO

    biasanya terbatas pada ibu golongan darah O dengan fetus bergolongan

    A atau B. Adanya IgG anti A atau anti B pada ibu tipe O dapat

    menjelaskan hemolisis yang disebabkan inkompatibilitas ABO sering

    terjadi pada kehamilan pertama tanpa diperlukan sensitasi terlebih

    dahulu. Inkompatibilitas ABO jauh lebih ringan daripada

    inkompatibiltas rhesus, gejala hiperbilirubinemia tidak berat. Bila

    memerlukan transfusi tukar, darah yang digunakan adalah golongan

    darah O yang Rh negatif dan kalau mungkin dalam plasma golongan AB

    (Nelson, 2014)

    3. Inkompatibiltas Rhesus

    Terdapat 5 antigen Rhesus yaitu RhD, RhC, Rhc, RhE, dan Rhe.

    Yang paling sering menyebabkan inkompatibilitas adalah RhD dan RhC.

    Kelima antibodi tersebut terdapat pada 2 alel, yaitu gen RHCE yang

    mengkode C, c, E, dan e, sedangkan RHD hanya mengkode D. Fenotip

    Rh (-) disebabkan adanya delesi dari RhD-RhD pada kedua kromosom.

    Pada sebagian besar kasus, fenotip Rh(-) juga diasosiasikan dengan Rhcdan Rhe. Fenotip Rh(+) bisa terjadi pada homozigot dari DD dan

    heterozigot Dd.

    Jumlah darah fetus yang diperlukan untuk menyebabkan

    inkompatibilitas rhesus bervariasi. Kadang-kadang 1 ml darah dapat

    membuat sukarelawan dengan darah rhesus negatif menjadi

    tersensitisasi. Studi lain menunjukkan bahwa 30% dari individu dengan

    rhesus negatif tidak terjadi inkompatibilitas rhesus walaupun diberikan

    jumlah darah rhesus positif yang cukup banyak. Setelah tersensitisasi

    diperlukan waktu kira-kira 1 bulan untuk antibodi rhesus yang dibentuk

    ibu masuk dalam sirkulasi fetus. Pada 90% kasus, sensitisasi ini terjadi

    selama persalinan. Oleh karena itu, anak pertama dengan rhesus positif

    dari ibu rhesus negatif tidak terpengaruh oleh karena paparan yang

    sangat singkat dari paparan ke persalinan sehingga tidak cukup untuk

    membentuk IgG ibu yang bermakna. Risiko dan parahnya respon

    sensitisasi meningkat sesuai dengan kehamilan berikutnya bila bayi

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    13/35

    rhesus positif. Pada wanita yang berisiko terhadap inkompatibiltas

    rhesus, kehamilan kedua dengan janin rhesus positif, sering

    menyebabkan bayi anemia ringan, namun kehamilan berikutnya (ketiga,

    dst) dapat menyebabkan janin meninggal dalam kandungan akibat

    anemia hemolitik. Risiko terjadi sensitisasi tergantung dari ketiga faktor

    berikut : volume perdarahan transplasental, cakupan respons imun

    hormonal, inkompatibilitas ABO yang terjadi bersamaan.

    Kejadian inkompatibilitas Rh pada ibu Rh negatif dan dengan

    inkomoatibilitas ABO menurun secara bermakna menjadi 1-2% dan

    tetap terjadi karena serum ibu mengandung antibodi terhadap golongan

    darah ABO janin. Beberapa sel darah merah janin yang bercampur

    dengan sirkulasi ibu dihancurkan sebelum sensitisasi Rh terjadi.

    Untungnya, inkompatibilitas ABO biasanya tidak menyebabkan gejala

    sisa yang serius. Diagnosis dapat dilakukan secara antenatal dengan cara

    melihat optical density (OD) dari cairan amnion. Peningkatan titer IgG

    anti D ibu dapat menandakan ibu telah tersensitisasi, tetapi tidak dapat

    memperkirakan beratnya gejala yang akan timbul yang lebih baik

    memeriksa secara spektrofotometri jumlah pigmen bilirubin dalamcairan amnion. Bila OD cairan amnion berada di zona 3 maka bayi

    memiliki resiko yang besar untuk meninggal/terjadi hidrops fetalis yang

    berat. Bila berada di zona 2 menandakan adanya hemolisis yang ringan

    atau sedang. Zona 1 menentukan bahwa bayi tidak tersensitisasi atau

    hanya berupa hemolisis yang sangat ringan. Hidrops fetalis dapat

    didiagnosis secara dini dengan menggunakan alat USG dengan resolusi

    tinggi. Terapi utnuk inkom,patibilitas rhesus tergantung pada berat

    ringannya gejala yang terjadi. Pada gejala berat, dapat dilakukan

    transfusi intrauterine (Nelson, 2014).

    4. Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI (Breast-feeding

    jaundice dan breast milk jaundice)

    Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI dan tampak pada

    hari ke-2 hingga hari ke-4 disebut sebagaiBreast-feeding jaundicedan

    ikterus yang muncul kemudian (setelah hari ke-5 atau hari ke-7 disebut

    breast milk jaundice).

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    14/35

    Pada breast milk jaundicepeningkatan kadar bilirubin indirek serum

    yang signifikan terjadi pada sekitar 2% bayi yang diberi ASI setelah hari

    ke-7 kehidupan, dengan kadar serum puncak mencapai 10-30 mg/dl. Jika

    pemberian ASI dilanjutkan, kadar bilirubin serum akan secara bertahap

    turun tetapi dapat menetap selama 3-10 minggu. Jika pemberian ASI

    dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat hingga nilai

    normal dalam beberapa hari. Etiologi dari breast milk jaundice diduga

    karena adanya glukuronidase pada ASI dan pada beberapa wanita, ASI

    nya mengandung metabolit progesterone yang disebut 3--20-

    pregnandiol, yang dapat menghambat kerja enzim UDPGT sehingga

    proses konjugasi bilirubin terhambat.

    PadaBreast-feeding jaundicebiasanya terjadi pada minggu pertama

    kehidupan dimana peningkatan kadar bilirubin serum indirek terjadi

    pada 13% bayi yang disusui oleh ibunya. Peningkatan kadar bilirubin

    serum tersebut disebabkan karena berkurang asupan ASI pada awal-awal

    kehidupan sehingga terjadi penurunan asupan kalori. Dengan

    berkurangnya asupan kalori akan terjadi stimulus peningkatan sirkulasi

    enterohepatik. Selain itu akibat asupan ASI yang kurang maka motilitasusus juga berkurang sehingga ekskresi bilirubin melalui saluran cerna

    berkurang dan terjadi peningkatan reabsorpsi bilirubin masuk dalam

    sirkulasi enterohepatik (Hassan, 2007).

    b. Intrahepatik

    Intra hepatic yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada

    hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin. Liver uptake.

    Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan

    cepat,namun tidakter masuk pengambilan albumin (Karen.J 2014).

    Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati

    mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin

    diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin

    tidakterkonjugasimerupakan bilirubin yang tidaklarutdalam air kecuali

    bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik

    seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    15/35

    harusdikonversikanmenjadiderivat yang larutdalam air sebelum

    diekskresikan oleh system bilier. Proses ini terutama di laksanakan oleh

    konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin

    glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk. (Karen.J 2014)

    Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu

    sehingga bilirubin direkakan meningkat dan juga menyebabkan

    bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan

    regurgitasi kedalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian

    kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi

    pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahankimia, dll. (Karen.J

    2014)

    Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan

    dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin

    terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit,

    hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap

    pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat

    disebabkan karena defisiensi enzim glukoroniltransferase sebagai

    katalisator. (Karen.J 2014)

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    16/35

    Gambar 1.2 Mekanisme metabolisme bilirubin intra hepatic. (Karen.J

    2014)

    Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan

    memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima.

    Pada keadaan ini kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma

    meningkat tetapi tidak terjadi peningkatan kadar urobilinogen dalam urin.

    Beberapa kelainan genetik seperti sindrom Gilbert dan berbagai jenis

    obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi

    uptake ini. (Prince,2012)

    Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan

    bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzimglukoronil transferase. Apabila enzim glukoronil transferase sama sekali

    tidak terdapat, maka konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi dalam darah

    akan sangat tinggi. Selanjutnya karena bilirubin terkonjugasi tidak

    terbentuk, maka tidak terdapat bilirubin terkonjugasi dalam empedu.

    Empedu menjadi tidak berwarna, tinja berwarna pucat, tidak terdapat

    urobilinogen dalam urin. Terjadi pada: Sindroma Crigler Najjar I,

    Sindroma Crigler Najjar II. (Sudoyo,2013)

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    17/35

    c. Post hepatik

    Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya

    penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan

    hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di

    dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui

    ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses

    terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa

    faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan

    oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang

    mengakibatkan fibrosis. (Karen.J 2014)

    Pascahepatikyaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar

    hati oleh batu empedu atau tumor e. Ekskresi bilirubin. Bilirubin

    konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di

    dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan

    mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna

    coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan

    dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen.

    Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak

    terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada

    gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik. Gangguan

    metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat

    mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan

    konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat

    disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik. (Karen.J

    2014)

    2.

    1) Penatalaksanaan Ikterus neonatorum

    A. Terapi non-farmakologi

    Penatalaksanaan Ikterus

    Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

    mengendalikan kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

    menimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    18/35

    langsung ikterus. Dianjurkan agar dilakukan fototerapi, dan jika tidak berhasil

    transfusi tukar dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum

    bilirubin total dalam serum dibawah kadar maksimum pada bayi preterm dan

    bayi cukup bulan yang sehat. Pemberian substrat yang dapat menghambat

    metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi

    enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar,

    merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.

    Dikemukakan juga bahwa obat-obatan IVIG (Intra venous Immuno Globulin)

    dan Metalloporphyrins dipakai dengan maksud menghambat hemolisis,

    meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.

    Tabel. 1.4 Kadar bilirubin indirek maksimum (bayi preterm).

    BB lahir (gram) Tidak ada komplikasi Ada komplikasi

    < 1000 12-13 10-12

    1000-1250 12-14 10-12

    1251-1499 14-16 12-14

    1500-1999 16-20 15-17

    2000-2500 20-22 18-20

    Tabel. 1.5 Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan yang sehat.

    Umur (jam) Fototerapi Fototerapi dan persiapan Transfusi tukar jika

    transfusi tukar fototerapi gagal

    < 24 jam - - -

    24-48 15-18 25 20

    49-72 18-20 30 25

    >72 20 30 25

    >2 minggu

    Transfusi

    tukar Transfusi tukar

    Transfusi

    tukar

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    19/35

    A)Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO):

    - Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat

    - Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    20/35

    Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu :

    Kadar bilirubin serum berkala

    Darah tepi lengkap

    Golongan darah ibu dan bayi

    Uji coombs

    Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi

    hepar bila perlu.

    B. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir

    Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah bila keadaan bayi baik dan

    peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi,

    pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan

    pemeriksaan lainnya bila perlu.

    C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

    Pemeriksaan yang dilakukan :

    1) Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect berkala

    2) Pemeriksaan darah tepi

    3) Pemeriksaan penyaring G-6-PD

    4)

    Biarkan darah, biopsi hepar bila ada indikasi

    D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

    Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

    - Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.

    - Pemeriksaan darah tepi.

    - Pemeriksaan penyaring G-6-PD.

    - Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.

    - Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    21/35

    Mengatasi hiperbilirubinemia:

    Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini

    bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan

    dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi

    penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu

    kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.4

    Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi dan konjugasi. Contohnya

    ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat

    diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan

    sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat

    keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang

    diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar. Pemberian glukosa perlu

    untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.4

    Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat

    menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan

    transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerai dapat digunakan untuk pra dan

    pasca transfusi tukar.

    Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:

    oPada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20mg%.

    oKenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,31 mg% per jam.

    oAnemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

    oBayi dengan kadar hemoglobin talipusat

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    22/35

    22

    Sesudah diberi transfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan

    seperti asfiksia neonatal, distress pernapasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar

    protein serum kurang atau sama dengan 5 gr%, berat badan lahir kurang dari 1500gr

    dan tanda-tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati pada kadar

    bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.

    Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi dan faktor penyebab dan perawatan

    yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah pemberian makanan yang dini

    dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi kamar besalin dan bangsal bagi bayi.

    Bahaya hiperbilirubinemia ialah kern ikterus. Oleh karena itu terhadap bayi

    yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindakan lanjut sebagai berikut:

    - Penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan.

    - Penilaian berkala pendengaran.

    - Fisioterapi dan rehabilitasi bila terjadi gejala sisa.

    Terapi Sinar pada Ikterus Neonatal

    Dengan adanya kenyataan bahwa terapi sinar mempunyai manfaat yang besar

    dalam pengobatan hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh bermacam-macam

    etiologi dan mempunyai komplikasi yang relatif sedikit, penggunaannya telah

    dilakukan secara luas walaupun cara ini tidak dapat dipakai sebagai pengganti

    transfusi tukar. Tindakan transfusi tukar pada penderita hiperbilirubinemia berat yang

    mempunyai risiko kernikterus tetap masih merupakan pilihan utama. Terapi sinar

    dalam hal ini mempunyai peranan dalam mengurangi kemungkinan dilakukannya

    transfusi tukar serta dapat pula bermanfaat dalam membantu menurunkan kadar

    bilirubin setelah transfusi tukar dilakukan.

    Terapi sinar dilakukan terhadap penderita:

    Setiap saat apabila bilirubin indirek lebih dari 10 mg%

    Pra-transfusi tukar

    Pasca-transfusi tukar

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    23/35

    23

    Terdapat ikterus pada hari pertama yang disertai dengan proses hemolisis. Melihat

    indikasi yang tercantum di atas jelaslah bahwa terapi sinar dilakukan untuk

    mengobati dan mencegah hiperbilirubinemia agar tidak mencapai tingkat yang

    mengharuskan dilakukannya transfusi tukar.4

    Karena terapi sinar ini mempunyai komplikasi yang relatif kecil, hendaknya

    perlu diperhatikan agar tidak terjadi penggunaan yang salah dari cara ini. Untuk hal

    ini sebaiknya dihindarkan usaha melakukan terapi sinar pada penderita ikterus

    hemolisis yang jelas memerlukan transfusi tukar sebagai tindakan yang lebih efektif

    atau penggunaan yang tidak pada tempatnya sehingga memperpanjang perawatan di

    rumah sakit yang tidak perlu bagi para penderita. Pada keadaan tertentu seperti

    adanya asidosis, hipoksia, prematuritas, hipoalbuminemia dan lain-lain, kadang-

    kadang diperlukan pertimbangan secara individual untuk menentukan dimulai atau

    dihentikannya tindakan terapi sinar untuk mencegah ataupun dimulainya tindakan

    yang lebih efektif pada penderita tersebut. Demikian pula perlu diketahui bahwa

    terapi sinar ini tidak banyak mempunyai manfaat pada penderita dengan gangguan

    motilitas usus, obstruksi usus atau saluran cerna, bayi yang tidak mendapatkan

    makanan secara adekuat. Hal ini terjadi karena penurunan peristaltik usus akan

    mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi enterohepatik bilirubin, sehingga secara

    klinis seolah-olah terapi sinar tidak bekerja efektif.

    Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin

    Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan

    oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat

    bahwa bayibayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya

    lebih cepat menghilang dibandingkan bayi bayi lainnya. Cremer (1958) yang

    mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai pengaruh

    sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping

    pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam

    menurunkan kadar bilirubin pada bayibayi prematur lainnya.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    24/35

    24

    Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler

    superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat

    diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati.

    Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi

    merupakan obat perkutan.Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-

    foton diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap

    oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada

    reseptor.

    Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami

    reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan

    merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk

    bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer

    nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang

    berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam

    empedu tanpa mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus

    untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin

    serum. Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam

    mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi

    melalui proses yang cepat.Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana

    lumirubin ini mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum.

    Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin.Lumirubin bersifat larut dalam

    air.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    25/35

    25

    Gambar. 1.4. Mekanisme fototerapi.

    Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan

    25,5% neonatus kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan

    dan membutuhkan fototerapi.

    Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat

    sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat

    badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan rekomendasi American

    Academy of Pediatrics(AAP)

    Tabel Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan

    cukup bulan.

    Tabel. 1.7. Total serum bilirubin (mg/dl)

    Usia Pertimbangan Fototerapi Transfusi tukar Transfusi tukar

    Fototerapi ika fototerapi dan intensif

    Intensif gagal Fototerapi

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    26/35

    26

    24 jam - - - -

    25-48 12 15 20 25

    49-72 15 18 25 30

    > 72 17 20 25 30

    Tabel Rekomendasi AAP untuk penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus

    prematur (sehat dan sakit).

    Tabel. 1.8. Total serum bilirubin

    (mg/dl)

    Neonatus sehat Neonatus sakit

    Berat badan Fototerapi Transfusi tukar Fototerapi Transfusi tukar

    < 1500 gr 5-8 13-16 4-7 10-14

    1500-2000 gr 8-12 16-18 7-10 14-16

    2000-2500 gr 12-15 18-20 10-12 16-18

    > 2500 gr Tabel 1 Tabel 1 13-15 17-2

    Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan

    kadar bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive

    jaundice.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    27/35

    27

    Sinar Fototerapi

    Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang

    merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik

    bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan

    spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah,

    oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang

    gelombang yang berbeda beda.

    Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar

    bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.Sinar biru lebih

    baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau,

    sinar putih, dan sinar hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per

    sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan

    menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin

    cepat penurunan kadar bilirubin serum. Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai

    W/cm2/nm.

    Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi.

    Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.

    Intensitas sinar 30 W/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar

    bilirubin untuk intensif fototerapi.Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 40

    W/cm2/nm. Intensitas sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah 30 50

    W/cm2/nm. Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula

    efikasinya.

    Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis

    sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas

    permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan

    sinar.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    28/35

    28

    Jarak Sinar Fototerapi

    Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan

    tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar

    lebih dekat pada bayi.

    Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali

    dengan menggunakan sinar halogen. Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar

    bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan

    dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari

    tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana

    intensitas sinar paling tinggi.

    Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi

    Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum

    sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan tubuh yang

    terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi

    dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30 mg/dL [513 mol/L])

    dengan menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin akan mengalami penurunan

    sekitar 10 mg/dL (171 mol/L) dapat terjadi dalam beberapa jam.

    Garg AK dkk menyatakan fototerapi ganda lebih cepat menurunkan kadar bilirubin

    dibandingkan dengan menggunakan fototerapi tunggal, selain mudah dilakukan

    dan lebih efektif.36 Dengan menggunakan sinar biru jarak yang terbaik untuk

    menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan penurunan kadar bilirubin

    sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan kadar bilirubin

    sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 13%.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    29/35

    29

    Persiapan Unit Terapi Sinar

    Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan sehingga suhu di bawah

    lampu antara 280C- 300C.

    Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung flurosence berfungsi dengan baik.

    Ganti lampu/tabung fluorsence yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering).

    Gunakan linen putih pada basinet inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar

    daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak

    mungkin pada bayi.

    Pemberian Terapi Sinar

    Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.

    Bila berat bayi 2000gram, tempatkan bayi dalam kedaan telanjang pada basinet.

    Tempatkan bayi yang lebih kecil pada inkubator.

    Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.

    Tutup mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut

    tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.

    Balikkan bayi setiap 3 jam

    Pastikan bayi diberi makan. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI

    ad libitum, paling kurang setiap 3 jam.

    Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa, tingkatkan

    volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih

    ditrapi sinar.

    Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi

    ila bayi bertambah kuning.1

    Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan

    reversibel.

    Tabel 1.9. Komplikasi terapi sinar.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    30/35

    30

    Kelainan Mekanisme yang mungkin terjadi

    Bronze baby syndrome

    Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran

    bilirubin

    Diare Bilirubin indirek menghambat laktase

    Hemolisis Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit

    Dehidrasi Bertambahnya Insensible water Loss (30-100%) karena

    menyerap energi foton

    Ruam kulit Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan

    pelepasan histamin

    Transfusi tukar

    Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang

    dilanjutkan dengan pemasukan darah dari donor dalam jumlah yang sama. Teknik

    ini secara cepat mengeliminasi bilirubin dari sirkulasi. Antibodi yang bersirkulasi

    yang menjadi target eritrosit juga disingkirkan. Transfusi tukar sangat

    menguntungkan pada bayi yang mengalami hemolisis oleh sebab apapun.1

    Satu atau dua kateter sentral ditempatkan, dan sejumlah kecil darah pasien

    dikeluarkan, kemudian ditempatkan sel darah merah dari donor yang telah

    dicampurkan dengan plasma. Prosedur tersebut diulang hingga dua kali lipat volume

    darah telah digantikan. Selama prosedur, elektrolit dan bilirubin serum harus diukur

    secara periodik. Jumlah bilirubin yang dibuang dari sirkulasi bervariasi tergantung

    jumlah bilirubin di jaringan yang kembali masuk ke dalam sirkulasi dan rata-rata

    kecepatan hemolisis.

    Monitoring

    Monitoring yang dilakukan antara lain:

    1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak

    dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum

    selama bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    31/35

    31

    2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan

    baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di

    RS.

    2) Penatalaksanaan pada Dewasa

    1) Etiologi

    A. Fase Prahepatik

    Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh

    hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)

    a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau

    sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80%

    berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan

    sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama

    dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah

    merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.

    b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin

    tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin

    dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul

    dalam air seni. (Sudoyono,2014)

    B. Fase Intrahepatik

    Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada

    hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin

    a. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan

    berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.

    b.

    Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami

    konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida /

    bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi

    merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin

    terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin.

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    32/35

    32

    Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus

    dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum

    diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh

    konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin

    glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk.( Sudoyono, 2014)

    C. Fase Pascahepatik

    Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar

    hati oleh batu empedu atau tumor Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi

    dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus,

    flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan

    mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat.

    Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam

    jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat

    mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal

    ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan

    hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik. Gangguan metabolisme bilirubin

    dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini: over produksi,

    penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi

    bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi

    mekanik ekstrahepatik). (Price, 2013)

    Pengobatanjaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya.

    Jika penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya

    jaundice akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa

    gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan

    kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah mencukupi.

    Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya

    membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau

    insersistent, dan drainase via kateter untuk striktura (sering keganasan) atau

    daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel,

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    33/35

    33

    drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan

    melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik (ERCP). (Katzung,2014)

    Penatalaksanaan kolestasis intrahepatik adalah menghilangkan keluhan,

    karena ikterus dan keluhan pruritus dapat menetap hingga berbulan-bulan.

    Untuk menghilangkan keluhan pruritus dan mempercepat penurunan

    bilirubin, dapat diberikan:

    - Prednisolon 30 mg/hari tapering off dalam jangka pendek untuk

    mengatasi pruritus7,8

    - Kolestiramin 12-16 g/hari terbagi dalam 2-4 dosis7,9

    - Asam ursodeoksikolat (UDCA) dosis tinggi 20 mg/kgBB7,10 Sebagian

    ahli tidak lagi menggunakan steroid dan menggantikannya dengan

    rifampisin.11 Suplemen kalsium dan vitamin D dapat membantu

    mencegah penyusutan massa tulang pada pasien kolestasis kronis.

    (Katzung, 2014)

    Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi

    dapat dilakukan "ERCP terapeutik". Prinsip dari ERCP terapeutik adalah

    memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik

    sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik).

    Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali

    inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan. Papilotomi endoskopik dengan

    pengeluaran batu telah menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di

    duktus kholedokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan

    untukmembantu pengeluaran batu di saluran empedu. .(Katzung, 2014)

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    34/35

    34

    Gambar 2.1. ERCP sebagai alat terapeutik spingterektomi

    (Katzung, 2014)

    Gambar 2.2. ERCP sebagai alat terapeutik stent

  • 7/26/2019 skenario 5NEW

    35/35

    35

    DAFTAR PUSTAKA

    Hall, Jhon E. 2014. Guyton & Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Saunder

    Elsevier. Singapore

    Jufkrie, M. 2014. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit

    Ikatan DokterAnak Indonesia

    Katzung, BG. 2011.Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC

    Keren. J. 2014Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Ke-6. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC

    Price, Sylvia. A. 2014.Patofisiologi Volume I Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC

    Sudoyo, Aru, W. 2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 jilid II. Interna

    Publishung. Jakarta.