15
4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra atau sutera merupakan serat protein alami yang dapat ditenun menjadi tekstil. Jenis sutra yang paling umum adalah sutra dari kepompong yang dihasilkan larva ulat sutra murbei (Bombyx mori) yang diternak (peternakan ulat itu disebut serikultur). Sutra bertekstur mulus, lembut, namun tidak licin. Rupa berkilauan yang menjadi daya tarik sutra berasal dari struktur seperti prisma segitiga dalam serat tersebut yang membolehkan kain sutra membiaskan cahaya pada berbagai sudut (Atmosoedarjo 2000). Peningkatan kualitas bibit sutera masih perlu dilaksanakan di Indonesia, terutama karena bibit yang digunakan sekarang merupakan bibit dari daerah subtropik, yang biasa dipelihara pada kondisi optimum. Untuk kondisi tropik, yang agroklimatnya berfluktuasi, kualitas daun rendah dan kemampuan para pemelihara ulat terbatas, diperlukan jenis ulat yang lebih kuat. Menurut Balasubramanian (1988), daerah tropik sebaiknya mempunyai ras ulat yang relatif tahan terhadap iklim yang panas dan lembab. Sementara itu, menurut Kumar dan Yamamoto (1966), di Negara yang mempunyai zona agroklimat yang bervariasi, pengembangan jenis yang spesifik terhadap daerah dan musim benar-benar diperlukan. Bibit ulat sutera berupa telur ulat sutera yang dikembangkan dari jenis bibit unggul yaitu bivoltine. Pada saat sekarang telur diproduksi dan dikembangbiakkan oleh Perum Perhutani. Pemeliharaan ulat sutera yang berlokasi di Candiroto, Jawa Tengan dan Sopeng, Sulawesi Selatan, dengan produksi riil sebanyak 25.000 kota per tahun yang dapat menghasilkan kokon. 1. Pemeliharaan Ulat Sutera Ulat sutera adalah serangga yang masuk ke dalam ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu. Ulat sutera adalah serangga holometabola, yaitu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Hal ini berarti bahwa setiap generasi melewati empat stadia, yaitu telur, larva, pupa, dan imago (kupu-kupu). Selama metamorfosis, stadia larva adalah satu-satunya masa dimana ulat makan, merupakan massa yang sangat penting untuk sintesis protein sutera dan pembentukan telur. Klasifikasi ulat sutera diperlihatkan pada Tabel 2 (Atmosoedarjo et al. 2000). Pemeliharaan ulat sutera sudah dimulai di Cina sejak berabad-abad yang lalu. Leluhurnya adalah ulat sutera liar yaitu spesies Bombyx mandarina, yang ditemukan di pohon murbei di Cina, Jepang, dan Negara Asia Timur lainnya. Ulat sutera menurut daerah asalnya dibagi dalam empat ras, yaitu ras Jepang, ras Cina, ras Eropa, dan ras Tropika. Jenis ulat sutera komersial yang biasa dipelihara di Indonesia adalah bivoltine yang merupakan hasil persilangan ulat sutera ras Jepang dan ras Cina.

Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

  • Upload
    votruc

  • View
    246

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM

Sutra atau sutera merupakan serat protein alami yang dapat ditenun menjadi tekstil. Jenis

sutra yang paling umum adalah sutra dari kepompong yang dihasilkan larva ulat sutra murbei

(Bombyx mori) yang diternak (peternakan ulat itu disebut serikultur). Sutra bertekstur mulus,

lembut, namun tidak licin. Rupa berkilauan yang menjadi daya tarik sutra berasal dari struktur

seperti prisma segitiga dalam serat tersebut yang membolehkan kain sutra membiaskan cahaya

pada berbagai sudut (Atmosoedarjo 2000).

Peningkatan kualitas bibit sutera masih perlu dilaksanakan di Indonesia, terutama karena

bibit yang digunakan sekarang merupakan bibit dari daerah subtropik, yang biasa dipelihara pada

kondisi optimum. Untuk kondisi tropik, yang agroklimatnya berfluktuasi, kualitas daun rendah

dan kemampuan para pemelihara ulat terbatas, diperlukan jenis ulat yang lebih kuat. Menurut

Balasubramanian (1988), daerah tropik sebaiknya mempunyai ras ulat yang relatif tahan terhadap

iklim yang panas dan lembab. Sementara itu, menurut Kumar dan Yamamoto (1966), di Negara

yang mempunyai zona agroklimat yang bervariasi, pengembangan jenis yang spesifik terhadap

daerah dan musim benar-benar diperlukan.

Bibit ulat sutera berupa telur ulat sutera yang dikembangkan dari jenis bibit unggul yaitu

bivoltine. Pada saat sekarang telur diproduksi dan dikembangbiakkan oleh Perum Perhutani.

Pemeliharaan ulat sutera yang berlokasi di Candiroto, Jawa Tengan dan Sopeng, Sulawesi

Selatan, dengan produksi riil sebanyak 25.000 kota per tahun yang dapat menghasilkan kokon.

1. Pemeliharaan Ulat Sutera

Ulat sutera adalah serangga yang masuk ke dalam ordo Lepidoptera, yang mencakup

semua jenis kupu-kupu. Ulat sutera adalah serangga holometabola, yaitu serangga yang

mengalami metamorfosis sempurna. Hal ini berarti bahwa setiap generasi melewati empat

stadia, yaitu telur, larva, pupa, dan imago (kupu-kupu). Selama metamorfosis, stadia larva

adalah satu-satunya masa dimana ulat makan, merupakan massa yang sangat penting untuk

sintesis protein sutera dan pembentukan telur. Klasifikasi ulat sutera diperlihatkan pada

Tabel 2 (Atmosoedarjo et al. 2000).

Pemeliharaan ulat sutera sudah dimulai di Cina sejak berabad-abad yang lalu.

Leluhurnya adalah ulat sutera liar yaitu spesies Bombyx mandarina, yang ditemukan di

pohon murbei di Cina, Jepang, dan Negara Asia Timur lainnya.

Ulat sutera menurut daerah asalnya dibagi dalam empat ras, yaitu ras Jepang, ras

Cina, ras Eropa, dan ras Tropika. Jenis ulat sutera komersial yang biasa dipelihara di

Indonesia adalah bivoltine yang merupakan hasil persilangan ulat sutera ras Jepang dan ras

Cina.

Page 2: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

5

Tabel 2. Klasifikasi ulat sutera

Sumber : Ryu (2000)

Ulat sutera termasuk serangga yang selama hidupnya mengalami metamorphosis

sempurna, dimulai dari telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago (kupu-kupu). Lama

periode hidup mulai dari saat lahir (telur menetas) sampai masa membuat kokon adalah

sekitar satu bulan, namun hal ini, sebenarnya bias berubah, dipengaruhi oleh iklim dan suhu

tempat pemeliharaan (Atmosoedarjo et al. 2000).

Menurut Ryu (2000), tahapan pemeliharaan ulat sutera adalah sebagai berikut :

a) Penanganan telur ulat sutera

Penanganan awal telur ulat sutera yang baru tiba dari produsen telur adalah

dengan melakukan inkubasi telur. Inkubasi telur adalah penempatan telur pada

suatu wadah yang disebut kotak penetasan telur dan diletakkan di dalam lemari

inkubasi dengan suhu optimum 25oC dan kelembapan 85%. Selama melakukan

inkubasi telur, ruangan dibuat menjadi gelap total. Hal ini dilakukan agar pada

saat penetasan telur didapatkan hasil yang merata.

b) Pemeliharaan ulat sutera kecil

Tahapan pemeliharaan ulat sutera kecil atau yang lebih dikenal dengan ulat

kecil, dimulai setelah proses hakitate dilakukan. Hakitate adalah pekerjaan

pemindahan ulat sutera yang baru menetas ke kotak pemeliharaan disertai dengan

pemberian pakan pertama kali. Pemeliharaan ulat kecil dilakukan dengan dilapisi

dan ditutupi oleh kertas paraffin. Larva yang baru menetas mengandung kadar air

yang rendah (75-78%) dan akan meningkat teratur hingga instar II (87%). Oleh

karena itu, diharapkan daun yang memiliki kandungan air yang tinggi dapat

diberikan untuk ulat instar I dan II. Instar adalah sebutan untuk siklus hidup ulat

sutera dimulai dari ulat bangun, makan, sampai tidur kembali. Satu instar biasanya

memakan waktu 4 hari, 3 hari ulat makan, dan 1 hari ulat tidur. Selama tidur, kulit

ulat akan mengelupas dan berganti dengan kulit baru. Kandungan air yang tinggi

pada tanaman murbei diperoleh pada daun bagian atas tanaman (4-7 daun dari

pucuk), sedangkan untuk pemberian pakan pada instar III adalah daun ke 8-11

dari pucuk tanaman murbei. Kondisi lingkungan yang optimum untuk

pemeliharaan ulat kecil adalah pada suhu 26-28oC dengan kelembapan 80-90%.

Pada umumnya daun murbei perlu diberikan empat kali sehari selama instar I, II,

dan III.

Klasifikasi Keterangan klasifikasi

Phyllum Arthropoda

Kelas Insecta

Ordo (bangsa) Lepidoptera

Family (suku) Bombycidae

Genus (marga) Bombyx

Spesies (jenis) Bombyx mori L

Page 3: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

6

c) Distribusi ulat kecil

Pemeliharaan ulat kecil berakhir sampai dengan ulat instar III. Ulat

kemudian disalurkan pada saat tidur memasuki instar IV. Penyaluran ulat

sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari. Ulat didistribusikan pada kotak khusus

yang disebut boks pendistribusian ulat.

d) Pemeliharaan ulat sutera besar

Pemeliharaan ulat sutera besar dilakukan setelah proses distribusi ulat kecil

kepada petani. Kondisi lingkungan yang baik dalam pemeliharaan ulat sutera

besar adalah pada suhu 22-25oC dan kelembapan 70-75%, serta harus

mendapatkan cahaya dan aliran udara yang baik. Fase ulat besar mencakup instar

IV dan V. Akan tetapi, kedua instar ini fisiologi sangat berbeda. Karena pada

instar IV lebih dekat kepada fase ulat kecil, maka titik pemeliharaan harus

diitekankan pada pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit, dan cukup pakan

daun murbei segar dan bergizi tinggi sehingga ulat sutera akan tumbuh dengan

baik dan sehat.

Pada ulat sutera instar V, berat kelenjar suteranya bertambah dengan cepat

sampai 40% dari jumlah berat tubuhnya bahkan mungkin lebih. Ini merupakan

fase yang penting dalam produksi sutera. Keperluan pakan dalam fase ini hampir

90% dari jumlah keperluan semua fase pertumbuhan ulat. Ini adalah fase dimana

daun murbei harus dimanfatkan secara efisien dan tenaga kerja harus dihemat

untuk kegiatan panen daun dan pemberian pakan ulat. Pada umumnya daun

murbei perlu diberikan empat sampai enam kali sehari selama IV dan V.

e) Desinfektan tubuh ulat sutera

Desinfektan tubuh ulat sutera dilakukan untuk mengurangi adanya

kemungkinan tubuh ulat yang luka selama proses pergantian kulit. Desinfektan

tubuh ulat dilakukan dengan menggunakan kapur atau kaporit 5%. Desinfeksi

dilakukan dengan menggunakan ayakan plastik. Kapur atau kaporit 5% ditaburkan

merata di atas tubuh ulat. Desinfeksi dilakukan sembilan kali, yaitu pada saat

permulaan hakitate, sebelum dan sesudah pergantian kulit pada setiap fase

pertumbuhan ulat.

Pengokonan dan panen kokon merupakan tahapan terakhir dalam pemeliharaan ulat

sutera. Bila tahapan ini tidak dilaksanakan dengan baik, maka akan berpengaruh buruk pada

kualitas filamen kokon (Atmosoedarjo et al. 2000). Persiapan yang perlu dilakukan sebelum

pengokonan adalah dengan melakukan pencucian, pembersihan, dan desinfeksi terhadap alat

pengokon. Menurut bentuk dan strukturnya, alat/tempat pengokonan dapat diklasifikasikan

menjadi alat pengokonan berputar (rotary), alat pengokonan berombak, bambu spiral, sarang

plastik (seriframe), dan lain-lain. Material dan struktur tempat pengokonan sangat

berpengaruh terhadap kualitas kokon dan filamen, serta terhadap tenaga kerja untuk

membantu proses pengokonan dan panen kokon. Persyaratan utama untuk alat pengokonan

adalah harus kuat, struktur alat cocok untuk proses pengokonan, alat pengokonan harus

memberi kemudahan ulat dalam mengokon dan memberi kemudahan pekerja dalam

melakukan panen (Wibowo 1998).

Peletakkan ulat pada alat pengokonan harus dilakukan tepat waktu. Jika pengokonan

dilakukan pada saat belum dewasa atau sudah lewat matang, maka daya pintal (tingkat

Page 4: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

7

kemudahan filamen kokon terurai pada saat pemintalan) menjadi kurang dan panjang

filamen yang didapat akan berkurang (Atmosoedarjo et al. 2000).

Kualitas kokon dipengaruhi oleh keadaan suhu, kelembapan, aliran udara, dan

intensitas cahaya dalam ruang pengokonan. Suhu ideal untuk pengokonan adalah 24oC

dengan kelembapan 60-90%. Sirkulasi udara di dalam ruang pengokonan harus diatur

dengan baik, oleh karena itu ruangan harus mempunyai jendela yang cukup. Kebutuhan

cahaya untuk proses pengokonan antara 10-20 lux (diibaratkan seperti keadaan cahaya

dibawah meja). Cahaya harus merata, karena bila cahaya hanya datang dari salah satu arah,

ulat akan mengokon di tempat yang lebih gelap dan mengumpul, sehingga akan banyak

terjadi kerusakan kokon (Departemen Kehutanan 2007).

Menurut Ryu (2000), waktu yang diperlukan ulat dari mulai mengokon sampai

menjadi pupa dipengaruhi oleh temperatur dan varietas ulat. Pada umumnya ulat selesai

membuat kokon dalam dua hari dan dua hari kemudian digunakan untuk merubah diri

menjadi pupa. Pupa yang mula-mula berwarna keputihan dan lunak dalam dua hari akan

berubah menjadi berwarna cokelat tua dan mengeras. Kokon akan dipanen pada hari keenam

dan ketujuh setelah mengokon. Standar mutu kokon kering dapat dilihat pada lampiran 4.

2. Agroindustri Benang Sutera

Proses produksi pada agroindustri benang sutera dibagi menjadi tiga, yaitu proses

produksi pembuatan benang mentah, proses produksi pembuatan benang matang, dan

pembuatan kain. Proses pembuatan benang sutera mentah secara singkat dijabarkan pada

Gambar 1.

Flossing adalah pembersihan kokon segar dari kapas-kapas yang melekat pada kulit

kokon. Kapas-kapas tersebut dinamakan flossom (Ryu 2000). Pengeringan (drying) kokon

bertujuan untuk mencegah berkembangnya pupa menjadi kupu-kupu dan untuk mengurangi

kandungan air di lapisan sutera dan pupa, sehingga dapat memungkinkan menyimpan kokon

dalam jangka waktu yang lama. Pemasakan (cooking) merupakan tahapan yang bertujuan

untuk menguraikan filamen kokon sehingga dapat dipintal (Atmosoedarjo et al, 2000).

Proses pemintalan benang (reeling) adalah proses penyatuan beberapa filamen untuk

dipintal menjadi benang sutera. Jumlah filamen kokon yang disatukan untuk mendapatkan

sehelai benang mentah berbeda-beda tergantung ukuran benang yang dikehendaki. Proses

pemintalan ulang (rereeling) adalah proses pemindahan benang sutera yang sudah dipintal

dari gulungan dengan keliling yang lebih kecil ke gulungan yang lebih besar (keliling 1,5

meter) (Atmosoedarjo et al. 2000).

Setelah melalui proses pemintalan ulang dan inspeksi akhir maka produk yang

didapatkan dinamakan benang sutera mentah. Sebelum dapat dijadikan kain, benang sutera

mentah terlebih dahulu diproses menjadi benang sutera. Proses perubahan benang sutera

mentah menjadi benang sutera dijabarkan pada Gambar 2.

Page 5: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

8

Gambar 1. Proses produksi benang sutera mentah (Atmosoedarjo et al. 2000)

Perendaman (soaking) adalah proses yang dilakukan untuk menghilangkan protein

serisin dari filamen kokon. Menurut Jumaeri (1997) di dalam Purwaningrum (2007) protein

serisin adalah protein yang tidak mengandung belerang, dan merupakan protein yang tidak

larut dalam air dingin, tetapi lunak di dalam air panas, dan larut dalam alkali lemah atau

sabun. Serisin menyebabkan benang sutera mentah, strukturnya menjadi kaku dan kasar, dan

merupakan pelindung serat selama pengerjaan mekanik. Agar kain sutera menjadi lembut,

berkilau dan dapat dicelup, protein serisin tersebut harus dihilangkan. Proses penghilangan

protein serisin dilakukan dengan pemasakan di dalam larutan sabun. Dalam proses ini, lilin,

dan garam-garam mineral ikut hilang.

Winding adalah proses pemindahan benang dari bentuk gulungan besar (skein) ke

dalam bobbin (gulungan benang yang terbuat dari kayu) dengan panjang benang yang

diinginkan untuk dikerjakan lebih lanjut. Doubling atau penggandaan adalah proses

membuat benang menjadi rangkap. Benang dapat dibuat menjadi rangkap 2, 3, 4, 6, atau

sesuai kebutuhan (Ryu 2000).

Twisting merupakan proses penggintiran benang untuk mencegah pecahnya benang,

member daya penutup (covering capacity) yang lebih besar. Pada proses twisting, gulungan

benang dipindah dari bobbin ke silinder (gulungan benang yang terbuat dari logam).

Rewinding adalah proses menggulung kembali benang sutera dari gulungan benang

berbentuk silinder menjadi bentuk gulungan besar (Atmosoedarjo et al. 2000).

Page 6: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

9

Gambar 2. Proses produksi pembuatan benang sutera (Atmosoedarjo et al. 2000)

B. MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

Manajemen rantai pasokan atau supply chain management merupakan serangkaian

pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat

penyimpanan lainya secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dapat didistribusikan

dengan kuantitas yang tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tempat untuk memperkecil biaya

dan memuaskan kebutuhan konsumen. Manajemen rantai pasokan bertujuan untuk membuat

seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, meminimalisasi biaya dari transportasi dan distribusi

sampai dengan inventori bahan baku, bahan dalam proses, dan barang jadi. Ada beberapa

pemain utama yang memiliki kepentingan dalam rantai pasokan, yaitu pemasok, manufaktur,

distributor, retailer, dan konsumen (David et al. 2000 dalam Indrajit dan Djokopranoto 2002).

Rantai pasok terdiri atas seluruh organisasi yang terlibat, baik secara langsung maupun

tidak langsung, dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Rantai pasok tidak hanya meliputi

manufaktur dan pemasok, tetapi juga transportasi, penggudangan, retailer, dan kosumen sendiri.

Tujuan utama dari rantai pasok adalah memuaskan kebutuhan pelanggan, dan bagi perusahaan

adalah untuk mendapatkan keuntungan. Aktivitas rantai pasok dimulai dari permintaan kosumen

(consumer order) dan berakhir ketika pelanggan atau konsumen telah terpuaskan (Chopra dan

Meindl 2004)

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok

adalah sebagai berikut :

1. Rantai 1 adalah pemasok. Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber

penyedia bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan

pertama ini dapat berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan

Page 7: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

10

dagangan, dan suku cadang. Jumlah pemasok untuk setiap perusahaan tentunya

berbeda-beda.

2. Rantai 1-2 adalah pemasok manufaktur. Manufaktur yang melakukan pekerjaan,

membuat, mempabrikasi, meng-assembling, merakit, mengkonversi, ataupun

menyelesaikan barang. Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai

potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, inventori bahan baku, bahan

setengah jadi, dan barang jadi yang berada di pihak pemasok, manufaktur, dan tempat

transit merupakan target penghematan ini. Penghematan sebesar 40-60 % bahkan

lebih dapat diperoleh dengan menggunakan konsep supplier partnering.

3. Rantai 1-2-3 adalah pemasok – manufaktur – distributor. Barang yang sudah jadi dari

manufaktur disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk

menyalurkan barang kepada pelanggan, yang umum dilakukan adalah melalui

distributor dan ini biasanya merupakan bagian dari rantai pasokan. Barang yang akan

disalurkan biasanya ditempatkan pada gudang untuk dibawa ke gudang distributor

atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar

nanti menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengecer.

4. Rantai 1-2-3-4 adalah pemasok – manufaktur – distributor – ritel. Pedagang besar

biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak

lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun produk sebelum disalurkan. Pada rantai

ini bisadilakukan penghematan dalam bentuk inventori dan biaya gudang, dengan

cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang

5. Rantai 1-2-3-4-5 adalah pemasok – manufaktur – distributor – ritel - konsumen.

Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau konsumen. Mata rantai

pasok baru benar-benar berhenti ketika barang tiba pada pemakai langsung.

Rantai pasokan harus saling mendukung diantara organisasi yang saling berhubungan agar

kegiatan pengadaan dan penyaluran bahana baku dan produk akhir terintegrasi secara baik dan

benar, sehingga mereka menjadi sama, yaitu “to gets the right goods or services to the right

place, at the right time, and in the desired condition, while making the greatest contribution to

the firm” (Siagian 2007).

Berdasarkan konsep rantai pasok, terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan

mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur

mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk

sistem physical distribution. Bahan mentah didistribusikan oleh pemasokdan manufaktur

melakukan pengolahan sehingga menjadi barang jadi dan siap didistribusikan kepada konsumen

melalui distributor. Aliran produk terjadi mulai dari pemasok hingga ke konsumen, sedangkan

arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi. Dimana, permintaan dari

konsumen, diterjemahkan oleh distributor, dan distributor menyampaikan pada manufaktur.

Selanjutnya manufaktur menyalurkan informasi tersebut pada pemasok.

C. PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN

Salah satu aspek fundamental dalam SCM adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara

berkelanjutan. Untuk menciptakan kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang

mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok secara holistik. Menurut Pujawan (2005), sistem

pengukuran kinerja dilakukan untuk : i) melakukan monitoring dan pengendalian, ii)

Page 8: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

11

mengorganisasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, iii) mengetahui dimana

posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai; dan

vi) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.

Suatu sistem pengukuran kinerja biasanya memiliki beberapa tingkatan dengan cakupan

yang berbeda-beda. Menurut Melynk et al. (2004), suatu sistem pengukuran kinerja biasanya

mengandung : i) metrik individual; ii) serangkaian metrik kinerja dan iii) sistem pengukuran

kinerja yang menyeluruh.

Metrik individual berada pada tingkat paling bawah dengan cakupan paling sempit. Metrik

adalah ukuran yang dapat diverifikasi, diwujudkan dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif,

dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan tertentu. Menurut Pujawan (2005), ada beberapa hal

yg harus dipenuhi agar suatu metrik bisa efektif, yaitu : i) mudah dimengerti, ii) value-based, iii)

dapat menangkap karakteristik atau hasil dalam bentuk numerik maupun nominal, iv) tidak

menciptakan konflik antar fungsi pada suatu organisasi, dan v) dapat melakukan distilasi data.

Menurut Gunasekaran et al. (2001, 2004), pengukuran kinerja pada rantai pasok bertujuan

untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja, dan penentuan aksi di masa depan pada strategi,

taktik, dan tingkatan operasional. Metrik pengukuran kinerja SCM perlu diklasifikasikan dalam

level strategi, taktik, dan opersional manajemen. Jumlah metrik pada suatu sistem pengukuran

kinerja bisa cukup banyak. Untuk menghindari kerancuan, tiap metrik harus didefinisikan

dengan jelas. Menurut Melynk et al. (2004), metrik bisa diklarifikasikan berdasarkan fokus dan

waktu. Metrik bisa berfokus pada kinerja operasional maupun finansial. Metrik operasional

mengukur kinerja dalam satuan waktu, output, dan sebagainya. Banyak proses-proses dalam

rantai pasok memang dimonitor dalam satuan non-finansial.

D. SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

Konsep sistem pendukung keputusan (SPK) pertama kali diungkapkan pada 1970-an oleh

Michael S. Scoot Morton dengan istilah Management Decision Sistem. SPK merupakan suatu

sistem berbasis komputer yang digunakan untuk membantu pengambil keputusan dalam

memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang tidak

terstruktur (Daihani 2001).

Sistem Penunjang Keputusan digunakan untuk memaparkan secara detail elemen-elemen

sistem sehingga dapat membantu para pengambil kebijakan dalam proses pengambilan

keputusannya. Dalam sistem penunjang keputusan dikenal dengan adanya istilah kriteria dan

alternatif. Kriteria digunakan untuk menggambarkan tujuan dari sistem serta sebagai basis untuk

merancang dan mengembangkan sistem. Alternatif merupakan tindakan yang harus diambil dan

dipilih agar diperoleh hasil yang terbaik sesuai dengan tujuan sistem (Eriyatno 1999).

Landasan utama dalam pengembangan SPK menurut Eriyatno (1999) dalah konsepsi

model. Konsepsi model ini menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama

dalam penunjang keputusan, yaitu pengambil keputusan atau pengguna, model, atau data.

Masing-masing komponen tersebut dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan

keluaran untuk pengguna dikelola oleh sebuah manajemen dialog, sedangkan untuk pelaksanaan

perintah model, dikelola oleh manajemen basis model, dan data akan dikelola oleh sebuah basis

data. Struktur dasar SPK dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Syamsi (1995), pengambilan

keputusan itu meliputi :

1. Identifikasi masalah.

2. Pengumpulan dan analisa data.

Page 9: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

12

3. Perancangan alternatif-alternatif kebijakan yang nantinya akan dijadikan alternatif-

alternatif keputusan.

4. Pemilihan satu alternatif terbaik untuk dijadikan keputusan.

5. Pelaksanaan keputusan.

6. Pemantauan dan evaluasi hasil pelakasanaan keputusan.

Gambar 3. Struktur dasar SPK (Turban 1990)

E. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pendekatan dalam

membantu pengguna untuk mengambil keputusan dengan kriteria jamak pada model pemilihan

produk prospektif dan pemilihan pasar potensial. Menurut Eriyatno (1996), Metode

Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pembantu bagi individu mengambil

keputusan untuk menggunakan rancang bangun yang telah terdefinisi dengan baik tiap tahap

proses. MPE digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif dengan menggunakan

sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. MPE adalah

salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih

dalam skala tertentu. Metode ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin

terjadi dalam analisis. Nilai skor menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi

eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata.

Menurut Marimin (2004) dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial ada

beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan

dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi,

menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria,

melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai

total pada setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau

nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam

metoda perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut :

Data Model

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Model

Sistem Pengolahan

Sistem Manajemen Dialog

Pengguna

Page 10: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

13

Keterangan :

TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i

TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0;bulat

n = Jumlah pilihan keputusan

m = Jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar

atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria

tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin

besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing

alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial

(Marimin 2004).

F. ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP) merupakan suatu metode

atau alat yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem

serta membantu melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. AHP memasukkan

pertimbangan dan nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman

dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah serta pada logika, intuisi, dan

pengalaman untuk memberi pertimbangan. Mekanisme prosesnya adalah mengidentifikasi,

memahami dan menilai interaksi dari suatu sistem sebagai suatu satuan. Analisis ini dapat

diterapkan untuk menyelesaikan masalah-masalah terukur (kuantitatif) maupun masalah-masalah

yang memerlukan pendapat (judgement) (Saaty 1986).

Tahap terpenting dalam analisis pendapat adalah penilaian dengan teknik komparasi

berpasangan (pairwise comparation) terhadap elemen-elemen keputusan pada suatu tingkat

hirarki keputusan. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari

suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu

dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Penilaian dilakukan

untuk membedakan setiap pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan proses

transformasi dalam perhitungan matematis dari bentuk pendapat (kualitatif) ke dalam bentuk

nilai angka (kuantitatif). Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan nilai skala 1 sampai 9

yang merupakan skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat (Saaty 1986).

Nilai-nilai perbandingan relative kemudian diolah untuk menentukan peringkat relative

dari seluruh alternative. Baik criteria kualitatif, maupun criteria kuntitatif, dapat dibandingkan

sesuai dengan pendapat (judgement) yang diberikan untuk menghasilkan bobot. Kemudian bobot

dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. Tingkat

kesahihan (validitas) pendapat bergantung pada konsistensi dan akurasi pendapat. Revisi

pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio konsistensi pendapat cukup tinggi (Marimin 2004).

Page 11: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

14

Gambar 4. Struktur Dasar Hirarki AHP (Saaty 1980)

Dalam proses penjabaran tujuan hirarki terdapat tiga hal yang perlu dicermati. Pertama,

setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut. Kedua, perlu

dihindarkan terjadinya pembagian yang terlampau banyak, baik ke arah lateral maupun vertikal.

Ketiga, tes kepentingan perlu dilakukan karena kriteria-kriteria dalam hirarki harus relevan

dengan tujuan (Mangkusubroto dan Trisnadi 1987).

G. SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE)

SCOR adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai

Pasokan sebagai alat diagnosa Supply Chain Management yang digunakan untuk mengukur

performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan pihak-

pihak yang terlibat di dalamnya. Dasar model SCOR didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu

pemodelan proses, pengukuran performa atau kinerja rantai pasokan, dan penerapan best

practice (Supply Chain Council 2008).

Model SCOR mempunyai indikator-indikator penilaian yang dinyatakan dalam ukuran

kuantitatif yang disebut dengan metrik-metrik penilaian. Metrik-metrik penilaian tersebut

dinyatakan dalam beberapa level tingkatan meliputi level 1, level 2, dan level 3. Banyaknya

metrik dan tingkatan metrik yang digunakan sesuai dengan jenis dan banyaknya proses, serta

tingkatan proses rantai pasokan yang diterapkan di dalam perusahaan (Supply Chain Council

2008). Proses SCOR terbagi menjadi beberapa level detail proses untuk membantu perusahaan

menganalisa kinerja supply chainnya. Model SCOR diperkenalkan pada lima proses berbeda,

yaitu perencanaan (Plan), pengadaan (Source), produksi (Make), distribusi (Deliver), and

pengembalian (Return) yang terdapat pada level 1. Tabel di bawah ini menjelaskan model

hierarki proses dalam SCOR.

Fokus yang hendak dicapai Fokus

Faktor

Aktor

Alternatif

Faktor-1 Faktor -2 Faktor -m

Aktor-1 Aktor-2 Aktor-n

Alternatif-1 Alternatif-2 Alternatif-o

Page 12: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

15

Tabel 3. Model hierarki SCOR

Sumber : Supply Chain Council (2008)

Model SCOR memiliki lima aspek penilaian, yaitu reliability, responsiveness, flexibility, cost

dan assets. Masing-masing dari atribut performa tersebut terdiri dari satu atau lebih metrik level

1. Menurut Bolstroff (2003), pada umumnya para pimpinan perusahaan menggunakan metrik

level 1 ini sebagai dasar untuk menentukan strategi pengembangan rantai pasokan yang hendak

dicapai oleh perusahaan, disesuaikan dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh

pembeli (eksternal) dan perusahaan (internal). Definisi dari masing-masing atribut performa

tersebut dijelaskan pada Tabel 4.

Page 13: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

16

Tabel 4. Atribut performa manajemen rantai pasokan beserta metrik performa

Atribut Performa Definisi Metrik Level 1

Reliabilitas

Rantai Pasokan

Performa rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesaan

pembeli dengan; produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi,

dan dokumentasi yang tepat, sehingga mampu memberikan

kepercayaan kepada pembeli bahwa pesanannya akan dapat

terpenuhi dengan baik.

Pemenuhan

Pesanan

Sempurna

Responsivitas

Rantai Pasokan

Waktu (kecepatan) rantai pasokan perusahaan dalam

memenuhi pesanan konsumen.

Siklus

Pemenuhan

Pesanan

Fleksibilitas

Rantai Pasokan

Keuletan rantai pasokan perusahaan dan kemampuan untuk

beradaptasinya terhadap perubahan pasar untuk memelihara

keuntungan kompetitif rantai pasokan.

Fleksibilitas

Rantai Pasok

Atas

Penyesuaian

Rantai Pasok

Atas

Penyesuaian

Rantai Pasok

Bawah

Biaya Rantai

Pasokan

Biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan proses rantai

pasokan.

Biaya SCM

Biaya Pokok

Produk

Manajemen

Aset Rantai

Pasokan

Efektivitas suatu perusahaan dalam memanajemen asetnya

untuk mendukung terpenuhinya kepuasan konsumen.

Siklus Cash-to-

Cash

Return on

Supply Chain

Fixed Assets

Return on

Working Capital

Sumber : Bolstroff (2003)

Jumlah metrik pada suatu sistem pengukuran kinerja bias cukup banyak. Untuk

menghindari kerancuan, tiap metrik harus didefinisikan dengan jelas. Menurut Melynk et al.

(2004), metrik bisa diklasifikasikan berdasrkan fokus dan waktu. Metrik bisa berfokus pada

kinerja finansial maupun operasional. Metrik operasional mengukur kinerja dalam satuan waktu,

output, dan sebagainya. Banyak proses dalam rantai pasok memeang dimonitor dalam satuan

non-finansial.

Menurut Gunasekaran et al (2001, 2004), pengukuran kinerja pada rantai pasok bertujuan

untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja, dan penentuan aksi di masa depan pada strategi,

taktik, dan tingkat operasional. Untuk itu dibutuhkan lebih besar untuk studi pengukuran dan

metirk dalam konteks manajemen rantai pasok karena dua alasan, yaitu kurangnya pendekatan

yang seimbang dan kurang jelasnya perbedaan antara metrik level strategi, taktik dan

operasional. Model SCOR fokus pada aspek-aspek seperti semua kegiatan yang berkaitan

dengan interaksi pembeli mulai dari pesanan barang yang masuk hingga ke pelunasan

pembayaran oleh pembeli, semua trnsaksi produk (barang atau jasa) mulai dari produsen hulu

hingga ke konsumen akhir, dan semua interaksi pasar mulai dari memehami permintaan pasar

secara agregat hingga ke pemenuhannya dari masing-masing permintaan. Namun, bukan berarti

SCOR berusaha untuk mendeskripsikan semua kegiatan dan proses bisnis yang ada.

Page 14: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

17

H. WWW (WORLD WIDE WEB) Web adalah jaringan informasi yang menggunakan protocol HTTP (Hyper Text Transfer

Protocol) dan FTP (File Transfer Protocol), dimana sumberdaya- sumberdaya yang berguna

diidentifikasi oleh pengenal global berupa alamat URL (Uniform Resource Locator). Web dapat

diakses melalui interface sederhana dan mudah digunakan. Informasi ini biasanya disajikan

dalam bentuk hypertext atau multimedia, dan disediakan oleh server yang berlokasi di berbagai

penjuru dunia.

Halaman web terbagi menjadi dua macam, yaitu halaman statis dan halaman dinamis.

Web statis biasanya hanya merupakan HTML yang diketik melalui teks editor yang disimpan

dalam bentuk.html atau .htm. Web dinamis adalah halaman web yang hanya berhubungsn

dengan halaman web yang lain, user hanya bias melihat isi dokumen pada halaman web dan jika

diklik maka dokumen akan berpindah ke halaman web selanjutnya. Interaksi user dengan

browser hanya sebatas melihat informasi tetapi tidak bisa mengolah informasi yang dihasilkan.

Web yang dinamis memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan menggunakan form sehingga

kita bisa mengolah informasi yang ditampilkan .

1. Desain website Setelah melakukan penyewaan domain name dan web hosting serta penguasaan bahasa

program (scripts program), unsur website yang penting dan utama adalah desain. Desain website

menentukan kualitas dan keindahan sebuah website. Desain sangat berpengaruh kepada penilaian

pengunjung akan bagus tidaknya sebuah website.

Untuk membuat website biasanya dapat dilakukan sendiri atau menyewa jasa website

designer. Kualitas situs sangat ditentukan oleh kualitas designer. Semakin banyak penguasaan

web designer tentang beragam program/software pendukung pembuatan situs maka akan

dihasilkan situs yang semakin berkualitas, demikian pula sebaliknya.

2. Publikasi website Keberadaan situs tidak ada gunanya dibangun tanpa dikunjungi atau dikenal oleh

masyarakat atau pengunjung internet. Karena efektif tidaknya situs sangat tergantung dari

besarnya pengunjung dan komentar yang masuk. Untuk mengenalkan situs kepada masyarakat

memerlukan apa yang disebut publikasi atau promosi.

Publikasi situs di masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan

pamflet-pamflet, selebaran, baliho dan lain sebagainya tapi cara ini bisa dikatakan masih kurang

efektif dan sangat terbatas. Cara yang biasanya dilakukan dan paling efektif dengan tak terbatas

ruang atau waktu adalah publikasi langsung di internet melalui search engine-search engine

(mesin pencari, seperti : Yahoo, Google, search Indonesia, dsb). Cara publikasi di search engine

ada yang gratis dan ada pula yang membayar. Yang gratis biasanya terbatas dan cukup lama

untuk bisa masuk dan dikenali di search engine terkenal seperti Yahoo atau Google. Cara efektif

publikasi adalah dengan membayar, walaupun harus sedikit mengeluarkan akan tetapi situs cepat

masuk ke search engine dan dikenal oleh pengunjung.

3. Pemeliharaan Website Untuk mendukung kelanjutan dari situs diperlukan pemeliharaan setiap waktu sesuai yang

diinginkan seperti penambahan informasi, berita, artikel, link, gambar atau lain sebagainya.

Tanpa pemeliharaan yang baik situs akan terkesan membosankan atau monoton juga akan segera

ditinggal pengunjung.

Pemeliharaan situs dapat dilakukan per periode tertentu seperti tiap hari, tiap minggu atau

tiap bulan sekali secara rutin atau secara periodik saja tergantung kebutuhan (tidak rutin).

Pemeliharaan rutin biasanya dipakai oleh situs-situs berita, penyedia artikel, organisasi atau

Page 15: Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47398/F11kra_BAB II... · 4 II.TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Sutra

18

lembaga pemerintah, sedangkan pemeliharaan periodik bisanya untuk situs-situs pribadi,

penjualan/e-commerce, dan lain sebagainya. (Saputro 2007).

I. PENELITIAN TERDAHULU

Panggabean (2010) dengan skripsi yang berjudul Pengembangan Model Perencanaan

untuk Pendirian Agroindustri Sutera Alam. Program SiDiKuu 1.0 dapat membantu menganalisa

perencanaan pendirian agroindustri sutera alam ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis khususnya

pemilihan lokasi, aspek produksi, dan aspek kelayakan finansial. Kriteria investasi yang

digunakan untuk mengukur kelayakan dalam model ini adalah Net Present Value (NPV),

Payback Periode (PBP), Profitability Index (PI), dan Break Even Point (BEP).

Sementara Muhardika (2009) dengan skripsi yang berjudul Sistem Pendukung Keputusan

Manajemen Rantai Pasok Krisan dan Kedelai Edamame melakukan pengukuran kinerja terhadap

para mitra perusahaan dengan metode SCOR dan DEA. Selain itu, dalam sistem yang dibuatnya,

terdapat pula model pengukuran nilai tambah masing-masing komoditas terhadap berbagai

pihak, diantaranya konsumen, perusahaan, dan mitra tani.

Setiawan (2009) dalam tesisnya yang berjudul Studi Peningkatan Kinerja Manajemen

Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat melakukan pengukuran kinerja

komoditas lettuce head dengan menggunakan pendekatan DEA dan SCOR fuzzy AHP.

Pengukuran kinerja jaringan rantai pasok produk sutera alam menggunakan teknik AHP untuk

memilih metrik pengukuran prioritas yang diadaptasi dari metode SCOR. Dengan mengadopsi

SCOR, model dapat dirancang dengan metrik kinerja yang seimbang dan mencakup kinerja

keseluruhan dari rantai pasok dalam berbagai sisi.

Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasokan sutera alam merupakan penelitian

studi kasus di suatu agroindustri yang permasalahannya diambil dari agroindustri tersebut.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengoptimalkan potensi

produk dan pasar, membantu menentukan strategi pengembangan plasma, serta mengukur

kinerja perusahaan yang terangkum dalam suatu sistem penunjang keputusan berbasis web

sehingga pengguna dapat mengaksesnya dengan mudah. Metode yang digunakan dalam memilih

keputusan mengenai produk dan pasar yaitu dengan MPE, sementara metode AHP digunakan

dalam menentukan strategi plasma unggul. Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan dengan

SCOR yang dikombinasikan dengan AHP. Sistem ini juga dilengkapi dengan informasi

mengenai budidaya ulat sutera, proses pengolahan sutera, serta mekanisme rantai pasok yang

terjadi dalam agroindustri sutera tersebut.