1
DENNY SUSANTO D ERETAN rumah di Pumpung, Kelurah- an Sungai Tiung, Kecamatan Cem- paka, Kota Banjarbaru, Ka- limantan Selatan, itu terlihat sangat sederhana. Kehidupan penghuninya juga jauh dari sejahtera. Padahal, profesi para pemilik rumah adalah penambang in- tan. Mereka mendulang bahan tambang itu di belakang rumah sendiri. Intan yang kemilau, dengan harga selangit, ternyata berban- ding terbalik dengan kehidupan para pendulangnya. Setiap hari, mereka mandi lumpur mencoba peruntungan untuk mendapat- kan batu permata yang sudah mendunia itu. Namun, kerja keras itu tidak banyak mem- buahkan hasil. Belakangan ini intan di perut bumi semakin sulit dicari. Kalaupun ditemukan, bu- kan pendulang yang menerima hasil besar. Para pemodallah yang lebih besar menikmati kilau intan. “Aktivitas penambang intan di Desa Pumpung ini sudah berlangsung turun-temurun. Tetapi sebagian besar warga di sini, masih hidup dalam kemiskinan,” tutur Syaiful, Lu- rah Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka. Camat Cempaka Masdjudin menambahkan, hasil menam- bang intan konvensional sebe- narnya tidak lagi menjanjikan. “Dulu, semua warga tidak pu- nya pekerjaan lain selain men- dulang. Kini, sebagian sudah beralih profesi menjadi petani atau buruh. Ada juga yang mendulang emas di Bombana, Sulawesi,” ujarnya. Yang masih bertahan, ada 200 kelompok pendulang yang beroperasi di empat wilayah, yaitu Kelurahan Cempaka, Su- ngai Tiung, Bangkal, dan Palam. Jumlah pendulang masih seki- tar 1.000 orang. Jumlah warga yang menggantungkan hidup dari kegiatan itu diperkirakan lebih dari 7.000 jiwa. Saking sulitnya mendapat- kan intan, warga lebih meng- andalkan penghasilan dari mencari pasir dan batu koral, karena mudah diperoleh dan pasti ada pembelinya. Selain pendulangan secara tradisional, proses mencari intan juga dilakukan dengan mesin pompa. Kegiatan itu kerap disebut tambang rakyat konvensional. Pekerjaan mendulang dimu- lai dengan menembak lubang galian. Air disemprotkan lewat pipa. Materi tanah, pasir bercam- pur bebatuan yang terkikis di dasar lubang kemudian disedot menggunakan mesin pengisap. Selanjutnya dilakukan penya- ringan di sebuah anjungan ber- bentuk menara yang diletakkan di bibir lubang galian. Material hasil saringan ini- lah yang dikumpulkan dalam sebuah kolam dan kemudian mulai dipilih atau didulang. Areal bukaan tambang rakyat itu diperkirakan mencapai 2.000 hektare. Lubang-lubang bekas galian dengan kedalaman rata-rata 20 meter dan lebar ratusan meter bermunculan. “Selain merusak lingkungan, di lokasi tambang intan ini sering terjadi bencana tanah longsor yang menyebabkan pekerja tambang tewas tertimbun,” ungkap Masdjudin. Sepanjang 2010, kecamatan mencatat terjadi delapan kali ta- nah longsor dan 14 orang tewas tertimbun di lubang galian. Im- bauan sudah sering dilakukan, tapi pendulang bergeming. Geowisata Nama Cempaka sempat sa- ngat terkenal pada 1960-an. Ketika itu, sebuah intan sebesar telur ayam ditemukan. Batu mulia dengan karat mencapai 166,7 itu kemudian disebut intan trisakti. Penemuan trisakti men- julangkan nama Cempaka. Kunjungan dari luar daerah, bahkan dari mancanegara terus mengalir. Pendulangan intan Banjarbaru pun menjadi objek wisata andalan daerah. Dinas Kebudayaan dan Pari- wisata Kalimantan Selatan mencatat dari sekitar 25 ribu wisatawan asing yang datang setiap tahun, lebih dari sepa- ruhnya mengunjungi kawasan wisata pendulangan intan. “Tambang intan di Cempaka merupakan objek wisata anda- lan Kalsel yang sudah cukup dikenal hingga mancanegara,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Mohandas. Selain pemerintah daerah, perhatian juga diberikan Ke- menterian Lingkungan Hidup. Program yang akan digelar kementerian itu adalah menata kawasan pendulangan intan Cempaka. Targetnya, daerah tersebut akan disulap men- jadi sebuah kawasan wisata pertambangan berwawasan lingkungan atau geowisata. Ini diyakini akan mampu me- ngangkat dunia kepariwisataan di daerah, selain juga mampu memulihkan kerusakan ling- kungan yang telanjur terjadi. Pekan lalu, Menteri Lingkung- an Hidup Gusti Muhammad Hatta telah menyerahkan de- sain pengelolaan kawasan tam- bang intan menjadi kawasan geowisata kepada Pemerintah Kota Banjarbaru. Pengembang- an akan dilakukan di areal seluas 40 hektare. Dana yang akan digulirkan kementerian mencapai Rp1,6 miliar. “Masterplan ini hendaknya dijadikan acuan dalam pe- ngelolaan kawasan sekitar areal tambang sehingga tidak ada lagi kerusakan lingkungan,” kata menteri. Di dalam kawasan geo- wisata itu akan dibangun set- tling pound, kolam ikan, per- kantoran, perpustakaan, dan galeri. Juga dibangun gazebo, area konservasi, kawasan re- kreasi, termasuk area tambang rakyat. Masterplan kawasan geo- wisata itu mengadopsi pengem- bangan kawasan tambang di Phuket, Thailand. (N-2) denny_susanto@ mediaindonesia.com Intan Hilang Geowisata Datang Setelah digerus puluhan tahun, intan makin sulit didapat. Pemerintah berniat menghidupkan denyut ekonomi warga dengan membangun kawasan geowisata. MI/DENNY SUSANTO 9 N USANTARA SENIN, 4 APRIL 2011 GEOWISATA: Aktivitas penambangan intan (pendulangan) konvensional yang menjadi mata pencaharian utama warga Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. beberapa waktu lalu. Pemerintah akan menata kawasan tambang yang rusak menjadi lokasi geowisata. Suku Tengger ASAL-USUL SUKU Tengger menjadikan Gunung Bromo sebagai bentang wilayah kebudayaan. Di wilayah mereka, ada sejumlah garis sakral, berupa kutukan, di antaranya watu balang, watu wungkuk, pura luhur poten, dan widodaren. Warga Tengger hidup harmonis se- laras dengan alam. Itu sebabnya mereka wajib memelihara mata air. Upacara yang berkaitan dengan zat hidup harus dilakukan di sumber air terlebih dulu untuk disucikan. Selain itu, suku ini memiliki hutan larangan untuk bersemayamnya roh leluhur. Mereka juga memiliki daftar tanaman tradisional yang dipakai untuk obat-obatan. “Warga Tengger menempatkan Bromo sebagai kawasan untuk upacara adat,” kata Blasius Suprapta, dosen Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang. Suku Tengger percaya kehidupan mereka berkaitan erat dengan Gunung Bromo. Cerita rakyat yang menyer- tainya bermula dari Kiai Gede Dadap Putih yang tinggal di kawasan itu, dan tidak memiliki putra. Ia memohon kepada dewa agar dika- runiai putra sebanyak 25 orang disertai janji bila dikabulkan, akan membuang salah satu anaknya ke laut. Permintaan itu dikabulkan. Namun, masyarakat dilanda wabah penyakit. Wabah itu akibat ia lalai menepati janji. Walhasil, sang anak bungsu bersedia untuk dikorbankan. Karena laut terlalu jauh, Dadap Putih hanya mengantarkan anaknya itu hingga lautan pasir atau segara wedi di Gunung Bromo. Setelah itu, Bromo meletus berubah menjadi gunung berapi. Cerita lain menyebutkan bahwa le- luhur suku Tengger adalah keturunan Kerajaan Majapahit yakni Roro Anteng dan Joko Seger. Sama seperti cerita Kiai Gede Dadap, pasangan ini juga tidak dikaruniai anak. Setelah bersemedi, mereka dikaruniai 25 anak. Namun, anak bungsu mereka harus dikorbankan di kawah Bromo. Ke-24 anak itulah yang kemudian beranak pinak dan menjadi suku Teng- ger sekarang. Sebelum dikorbankan, si anak bungsu berpesan kepada semua saudaranya untuk hidup rukun dan damai, sejahtera, dan berbakti kepada Sang Hyang Widhi. Ia juga meminta setiap tanggal 14 bulan Kasada, diberi persembahan dari hasil ladang dan ternak. Peristiwa itulah yang terus dilakukan dan dikenal seba- gai upacara Kasada. (BN/N-2) TAMBANG INTAN: Kondisi lahan penambangan intan (pendulangan) konvensional di Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. beberapa waktu lalu. MI/DENNY SUSANTO AP

SENIN, 4 APRIL 2011 Intan Hilang Geowisata Datang fileMasterplan kawasan geo-wisata itu mengadopsi pengem-bangan kawasan tambang di Phuket, Thailand. (N-2) denny_susanto@ mediaindonesia.com

  • Upload
    dinhtu

  • View
    218

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

DENNY SUSANTO

DERETAN rumah di Pumpung, Kelurah-an Sungai Tiung, Kecamatan Cem-

paka, Kota Banjarbaru, Ka-limantan Selatan, itu terlihat sangat sederhana. Kehidupan penghuninya juga jauh dari sejahtera.

Padahal, profesi para pemilik rumah adalah penambang in-tan. Mereka mendulang bahan tambang itu di belakang rumah sendiri.

Intan yang kemilau, dengan harga selangit, ternyata berban-ding terbalik dengan kehidupan para pendulangnya. Setiap hari, mereka mandi lumpur mencoba peruntungan untuk mendapat-kan batu permata yang sudah mendunia itu. Namun, kerja keras itu tidak banyak mem-buahkan hasil. Belakangan ini intan di perut bumi semakin sulit

dicari. Kalaupun ditemukan, bu-kan pendulang yang menerima hasil besar. Para pemodallah yang lebih besar menikmati kilau intan.

“Aktivitas penambang intan di Desa Pumpung ini sudah berlangsung turun-temurun. Tetapi sebagian besar warga di sini, masih hidup dalam kemiskinan,” tutur Syaiful, Lu-rah Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka.

Camat Cempaka Masdjudin menambahkan, hasil menam-bang intan konvensional sebe-narnya tidak lagi menjanjikan. “Dulu, semua warga tidak pu-nya pekerjaan lain selain men-dulang. Kini, sebagian sudah beralih profesi menjadi petani atau buruh. Ada juga yang mendulang emas di Bombana, Sulawesi,” ujarnya.

Yang masih bertahan, ada 200 kelompok pendulang yang beroperasi di empat wilayah,

yaitu Kelurahan Cempaka, Su-ngai Tiung, Bangkal, dan Palam. Jumlah pendulang masih seki-tar 1.000 orang. Jumlah warga yang menggantungkan hidup dari kegiatan itu diperkirakan lebih dari 7.000 jiwa.

Saking sulitnya mendapat-kan intan, warga lebih meng-andalkan penghasilan dari mencari pasir dan batu koral, karena mudah diperoleh dan pasti ada pembelinya.

Selain pendulangan secara tradisional, proses mencari intan juga dilakukan dengan mesin pompa. Kegiatan itu kerap disebut tambang rakyat konvensional.

Pekerjaan mendulang dimu-lai dengan menembak lubang galian. Air disemprotkan lewat pipa. Materi tanah, pasir bercam-pur bebatuan yang terkikis di dasar lubang kemudian disedot menggunakan mesin pengisap. Selanjutnya dilakukan penya-

ringan di sebuah anjungan ber-bentuk menara yang diletakkan di bibir lubang galian.

Material hasil saringan ini-lah yang dikumpulkan dalam sebuah kolam dan kemudian mulai dipilih atau didulang. Areal bukaan tambang rakyat itu diperkirakan mencapai 2.000 hektare. Lubang-lubang bekas galian dengan kedalaman rata-rata 20 meter dan le bar ratusan meter bermunculan. “Selain merusak lingkungan, di lokasi tambang intan ini sering terjadi bencana tanah longsor yang menyebabkan pekerja tambang tewas tertimbun,” ungkap Masdjudin.

Sepanjang 2010, kecamatan mencatat terjadi delapan kali ta-nah longsor dan 14 orang tewas tertimbun di lubang galian. Im-bauan sudah sering dilakukan, tapi pendulang bergeming.

GeowisataNama Cempaka sempat sa-

ngat terkenal pada 1960-an. Ketika itu, sebuah intan sebesar telur ayam ditemukan. Batu mulia dengan karat mencapai 166,7 itu kemudian disebut intan trisakti.

Penemuan trisakti men-julangkan nama Cempaka. Kunjungan dari luar daerah, bahkan dari mancanegara terus mengalir. Pendulangan intan Banjarbaru pun menjadi objek wisata andalan daerah.

Dinas Kebudayaan dan Pari-wisata Kalimantan Selatan mencatat dari sekitar 25 ribu wisatawan asing yang datang setiap tahun, lebih dari sepa-ruhnya mengunjungi kawasan wisata pendulangan intan.

“Tambang intan di Cempaka merupakan objek wisata anda-lan Kalsel yang sudah cukup dikenal hingga mancanegara,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Mohandas.

Selain pemerintah daerah, perhatian juga diberikan Ke-menterian Lingkungan Hidup. Program yang akan digelar kementerian itu adalah menata kawasan pendulangan intan Cempaka. Targetnya, daerah tersebut akan disulap men-jadi sebuah kawasan wisata pertambangan berwawasan lingkungan atau geowisata. Ini diyakini akan mampu me-ngangkat dunia kepariwisataan di daerah, selain juga mampu memulihkan kerusakan ling-kungan yang telanjur terjadi.

Pekan lalu, Menteri Lingkung-an Hidup Gusti Muhammad Hatta telah me nyerahkan de-sain pengelolaan kawasan tam-bang intan menjadi kawasan geowisata kepada Pemerintah Kota Banjarbaru. Pengembang-an akan dilakukan di areal seluas 40 hektare. Dana yang akan digulirkan kementerian mencapai Rp1,6 miliar.

“Masterplan ini hendaknya dijadikan acuan dalam pe-ngelolaan kawasan sekitar areal tambang sehingga tidak ada lagi kerusakan lingkungan,”

kata menteri. Di dalam kawasan geo-

wisata itu akan dibangun set-tling pound, kolam ikan, per-kantoran, perpustakaan, dan galeri. Juga dibangun gazebo, area konservasi, kawasan re-kreasi, termasuk area tambang rakyat.

Masterplan kawasan geo-wisata itu mengadopsi pengem-bangan kawasan tambang di Phuket, Thailand. (N-2)

[email protected]

Intan Hilang Geowisata Datang

Setelah digerus puluhan tahun, intan makin sulit didapat. Pemerintah berniat menghidupkan denyut ekonomi warga

dengan membangun kawasan geowisata.

MI/DENNY SUSANTO

9NUSANTARA SENIN, 4 APRIL 2011

GEOWISATA: Aktivitas penambangan intan (pendulangan) konvensional yang menjadi mata pencaharian utama warga Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. beberapa waktu lalu. Pemerintah akan menata kawasan tambang yang rusak menjadi lokasi geowisata.

Suku TenggerASAL-USUL

SUKU Tengger menjadikan Gunung Bromo sebagai bentang wilayah kebudayaan. Di wilayah mereka, ada sejumlah garis sakral, berupa kutukan, di antaranya watu balang, watu wungkuk, pura luhur poten, dan widodaren.

Warga Tengger hidup harmonis se-laras dengan alam. Itu sebabnya mereka wajib memelihara mata air. Upacara yang berkaitan dengan zat hidup harus dilakukan di sumber air terlebih dulu untuk disucikan.

Selain itu, suku ini memiliki hutan larangan untuk bersemayamnya roh leluhur. Mereka juga memiliki daftar

tanaman tradisional yang dipakai untuk obat-obatan.

“Warga Tengger menempatkan Bromo sebagai kawasan untuk upacara adat,” kata Blasius Suprapta, dosen Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang.

Suku Tengger percaya kehidupan mereka berkaitan erat dengan Gunung Bromo. Cerita rakyat yang menyer-tainya bermula dari Kiai Gede Dadap Putih yang tinggal di kawasan itu, dan tidak memiliki putra.

Ia memohon kepada dewa agar dika-runiai putra sebanyak 25 orang disertai janji bila dikabulkan, akan membuang salah satu anaknya ke laut.

Permintaan itu dikabulkan. Namun, masyarakat dilanda wabah penyakit. Wabah itu akibat ia lalai menepati janji.

Walhasil, sang anak bungsu bersedia untuk dikorbankan. Karena laut terlalu jauh, Dadap Putih hanya mengantarkan anaknya itu hingga lautan pasir atau segara wedi di Gunung Bromo. Setelah itu, Bromo meletus berubah menjadi gunung berapi.

Cerita lain menyebutkan bahwa le-luhur suku Tengger adalah keturunan Kerajaan Majapahit yakni Roro Anteng dan Joko Seger. Sama seperti cerita Kiai Gede Dadap, pasangan ini juga tidak

dikaruniai anak. Setelah bersemedi, mereka dikaruniai 25 anak. Namun, anak bungsu mereka harus dikorbankan di kawah Bromo.

Ke-24 anak itulah yang kemudian beranak pinak dan menjadi suku Teng-ger sekarang. Sebelum dikorbankan, si anak bungsu berpesan kepada semua saudaranya untuk hidup rukun dan damai, sejahtera, dan berbakti kepada Sang Hyang Widhi.

Ia juga meminta setiap tanggal 14 bulan Kasada, diberi persembahan dari hasil ladang dan ternak. Peristiwa itulah yang terus dilakukan dan dikenal seba-gai upacara Kasada. (BN/N-2)

TAMBANG INTAN: Kondisi lahan penambangan intan (pendulangan) konvensional di Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. beberapa waktu lalu.

MI/DENNY SUSANTO

AP