29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung 2.1.1.Hidung Luar Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian- bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis os maksila, dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

Rhinitis Akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Rhinitis Akut

Citation preview

Page 1: Rhinitis Akut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung

2.1.1. Hidung Luar

Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi

dan bibir atas; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling

atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah

kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah

lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid

dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge),

2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi, 5)

kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan

yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi

untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang

terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis os maksila,

dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri

dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung,

yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago

nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan

3) tepi anterior kartilago septum.1

Page 2: Rhinitis Akut

Gambar 1.1 Anatomi hidung luar

2.1.2. Hidung Dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari

os internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan

rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding

lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah

antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,

berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan

sebelah atas konka media disebut meatus superior.2,3,4

Gambar 1.2 Gambar Anatomi Dalam

a. Septum nasi

Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan

dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os

etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) ,

premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan

inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista

sfenoid.2,3

b. Kavum nasi

Kavum nasi terdiri dari:

c. Dasar hidung

Page 3: Rhinitis Akut

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila

dan prosesus horizontal os palatum.2

d. Atap hidung

Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan

inferior, os nasal, os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os

sphenoid. Sebagian prosesus frontalis besar atap hidung

dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-

filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah

bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi

dan permukaan kranial konka superior.2

e. Dinding Lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus

frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka

media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior,

lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus

medial.2

f. Konka

Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah

konka; celah antara konka inferior dengan dasar hidung

disebut meatus inferior; celah antara konka media dan inferior

disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut

meatus superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat

(konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior,

dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid,

sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang

melekat pada maksila bagian superior dan palatum.2

g. Meatus superior

Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah

yang sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas

konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di

sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang

besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan

Page 4: Rhinitis Akut

korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat

bermuaranya sinus sfenoid.2

h. Meatus media

Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan

celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di

sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian

anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang

letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang

berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada

suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang

menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang

dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial

infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci

dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada

penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah

satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel

etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal

dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior

atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal.

Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal

mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.2,3

i. Meatus Inferior

Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga

meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat

kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm dibelakang batas posterior

nostril.2,3

j. Nares

Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum

nasi dengan nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah

kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya

dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os

Page 5: Rhinitis Akut

vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian

luar oleh lamina pterigoideus.2

Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus

yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid.

Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara

lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya

menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah

apeks prosesus zygomatikus os maksilla.2,3,4

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang

kepala yang berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak

hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal

dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan

zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified

columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan

lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi

sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.5

2.1.3. Kompleks Ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid

anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada

potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu

suatu rongga di antara konka media dan lamina papirasea. Struktur

anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,

infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi

dan ressus frontal.1,6

Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum

karena sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan

dulu ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga

hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui

celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan

sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung

menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara

prosesus unsinatus dan konka media.6

Page 6: Rhinitis Akut

2.1.4. Perdarahan Hidung

Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan da ri

a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.

oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung

mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya

adalah ujung a. palatina mayor dan a .sfenopalatina yang keluar dari

foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki

rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian

depan hidung mendapat pendarahan dari cabang – cabang a.fasialis.1

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-

cabang a. sfenopalatina,a.etmoid anterior, a. labialis superior, dan a.

palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).

Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh

trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan

hidung) terutama pada anak.1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya . Vena di vestibulum dan struktur

luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan

sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,

sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran

infeksi hingga ke intracranial.1

Gambar 1.3 Gambar Anatomi perdarahan hidung

Page 7: Rhinitis Akut

2.1.5. Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan

sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari

n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga

hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari

n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion

sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa

hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari

n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis

mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus.

Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas

ujung posterior konka media.1

Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari

permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada

sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah

sepertiga atas hidung.1,3

2.1.6. Fisiologi hidung

Hidung memiliki beberapa fungsi yaitu:1

a. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),

penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran

tekanan dan mekanisme imunologik lokal .

b. Fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius

(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu.

c. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu

proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui

konduksi tulang.

d. Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala,

proteksi terhadap trauma dan pelindung panas.

e. Refleks nasal. Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang

berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan

Page 8: Rhinitis Akut

pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks

bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan

sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

2.2. Rinitis akut

2.2.1. Definisi

Rinitis akut adalah radang pada mukosa hidung yang berlangsung

akut, kurang dari 12 minggu, dapat disebabkan karena infeksi virus, bakteri,

ataupun iritan, yang sering ditemukan karena menifestasi dari rinitis simplek

(common cold), influenza, penyakit eksantem (seperti morbili, variola,

varicela, pertusis), penyakit spesifik, serta sekunder dari iritasi lokal atau

trauma.3,8

2.2.2. Epidemiologi

Rinitis akut merupakan penyebab morbiditas yang signifikan. Gejala-

gejala rinitis secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup pasien karena

gejala-gejala sistemik yang menyertainya seperti fatigue, sakit kepala, dan

gangguan kognitif.

Ada tiga hal yang dipandang dapat mempengaruhi keadaan klinis dari

pasien-pasien dengan rinitis akut. Hal tersebut termasuk usia, jenis kelamin,

dan variasi musim terjadinya penyakit tersebut. Togias telah meneliti bahwa

70% pasien yang didiagnosa dengan penyakit hidung nonalergik terdapat

pada usia dewasa > 20 tahun. Tetapi belum diketahui penyebab pasti dari

hubungan antara usia dengan rinitis alergik.7

Jenis kelamin dapat menjadi faktor risiko dari rinitis nonalergik.

Settipane dan Klein mengatakan bahwa 58% dari pasien rinitis nonalergik

adalah wanita. Enberg menemukan 74% pasien rinitis nonalergik adalah

wanita. National rinitis Classification Task Force (NRCTF) menemukan

71% pasien dengan rinitis nonalergik adalah wanita.7

2.2.3. Klasifikasi dan Etiologi

Page 9: Rhinitis Akut

Rinitis akut terdiri atas 3 tipe, yaitu:3,4,8

1. Rinitis Virus

Rinitis virus terbagi 3, yaitu:

a. Rinitis Simplek (Pilek, Selesema, Comman Cold, Coryza)

Rinitis simplek disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya terjadi

melalui droplet di udara. Beberapa jenis virus yang berperan antara

lain, adenovirus, picovirus, dan subgrupnya seperti rhinovirus,

coxsakievirus, dan ECHO. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir

dalam 2-3 minggu.

Pada awalnya terasa panas di daerah belakang hidung, lalu

segera diikuti dengan hidung tersumbat, rinore, dan bersin yang

berulang-ulang. Pasien merasa dingin, dan terdapat demam ringan.

Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Awalnya, secret

hidung (ingus) encer dan sangat banyak. Tetapi bisa jadi mukopurulen

bila terdapat invasi sekunder bakteri, seperti Streptococcus

Haemolyticus, pneumococcus, staphylococcus, Haemophillus

Influenzae, Klebsiella Pneumoniae, dan Mycoplasma Catarrhalis.

b. Rinitis Influenza

Virus influenza A,B atau C berperan dalam penyakit ini. Tanda

dan gejalanya mirip dengan common cold. Komplikasi sehubungan

dengan infeksi bakteri sering terjadi.

c. Rinitis Eksantematous

Morbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan

dengan rinitis, dimana didahului dengan eksantemanya sekita 2-3 hari.

Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering dijumpai dan lebih berat.

2. Rinitis Bakteri/ supuratif

Biasanya riinitis merupakan lanjutan dari rinitis virus sebagai

infeksi sekunder dari dewasa, yang sering disertai sinusitis dan pada anak

sering disertai dengan adenoiditis. Namun pada anak- anak dapat terjadi

riinitis baketrialis primer

Rinitis bakteri dibagi 2, yaitu:

a. Infeksi Non-spesifik

Page 10: Rhinitis Akut

Infeksi non-spesifik dapat terjadi secara primer ataupun sekunder.

1) Rinitis Bakteri Primer

Tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi

pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus. Membrane

putih keabu-abuan yang lengket dapat terbentuk di rongga hidung,

yang apabila diangkat dapat menyebabkan pendarahan.

2) Rinitis Bakteri Sekunder

Merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rinitis viral akut

b. Rinitis Difteri

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.

Rinitis difteri dapat bersifat primer pada hidung atau sekunder pada

tenggorokan dan dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronis. Dugaan

adanya rinitis difteri harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat

imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan

karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.

Gejala rinitis akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis,

dan mungkin ada paralisis otot pernafasan. Pada hidung ada ingus

yang bercampur darah. Membrane keabu-abuan tampak menutup

konka inferior dan kavum nasi bagian bawah, membrannya lengket

dan bila diangkat dapat terjadi perdarahan. Ekskoriasi berupa krusta

coklat pada nares anterior dan bibir bagian atas dapat terlihat.

Terapinya meliputi isolasi pasien, penisilin sistemik, dan antitoksin

difteri.

3. Rinitis Iritan

Tipe rinitis akut ini disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas

yang bersifat iritatifseperti ammonia, formalin, gas asam dan lain-lain.

Atau bisa juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa hidung

selama masa manipulasi intranasal,contohnya pada pengangkatan corpus

alienum. Pada rinitis iritan terdapat reaksi yang terjadi segera yang

disebut dengan “immediate catarrhal reaction” bersamaan dengan

Page 11: Rhinitis Akut

bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat sembuh cepat

dengan menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama

beberapa hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan bergantung

pada kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi karenanya.

2.2.4. Stadium

Berdasarkan stadiumnya dapat dibagi menjadi : 10

a. Stadium prodromal, pada hari pertama:

1) rasa panas dan kering pada cavum nasi.

2) bersin-bersin.

3) hidung tersumbat.

4) sekret encer jernih seperti air.

Pemeriksaan (rhinoskopi anterior/RA) cavum nasi sempit,

terdapat sekret serous dan mukosa udem dan hiperemis.

b. Stadium akut, hari kedua sampai keempat:

1) bersin-bersin berkurang.

2) obstruksi nasi bertambah, akibat obstruksi nasi akut terjadi hiposmia,

gangguan gustateris, rasa makanan tidak enak.

3) sekret kental kuning.

4) badan tak enak.

Pemeriksaan cavum nasi lebih sempit, sekret mukopurulen.

Mukosa lebih udem dan hiperemis.

c. Stadium Penyembuhan (resolusi) hari kelima sampai ketujuh:

Gejala-gejala di atas berkurang (udem dan hiperemis berkurang,

obstruksi berkurang, sekret berkurang). Kadang-kadang rinitis akut

didahului gejala nasofaringitis sehingga timbul gejala panas, batuk, dan

pilek. Tetapi adanya faringitis atau laringitis akut tidak selalu didahului

oleh rinitis akut.

2.2.5. Patofisiologi

Pada stadium permulaan terjadi vasokonstriksi yang akan diikuti

vasodilatasi, udem, dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucinous dan

goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan deskuamasi epitel. Sekret

Page 12: Rhinitis Akut

mula-mula encer dan jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat

(mukoid) berwarna kuning mengandung nanah dan bakteri (mukopurulen).

Toksin yang berbentuk terbentuk terserap dalam darah dan limfe,

menimbulkan gejala-gejala umum. Pada stadium resolusi terjadi proliferasi

sel epitel yang telah rusak dan mukosa menjadi normal kembali.10

2.2.6. Manifestasi klinis

Rinitis akut pada dasarnya memiliki tanda dan gejala yang sulit

dibedakan antara tipe yang satu dengan tipe yang lainnya. Rasa panas,

kering dan gatal di dalam hidung, bersin, hidung tersumbat, dan terdapatnya

ingus yang encer hingga mukopurulen. Mukosa hidung dan konka berubah

warna menjadi hiperemis dan edema. Biasanya diikuti juga dengan gejala

sistemik seperti demam, malaise dan sakit kepala.8

Penyakit ini biasanya dimulai dengan gejala malaise, lesu, sakit

kepala, demam dan pada hidung biasanya disertai rasa panas dan nyeri..

Selanjutnya ditandai dengan hidung yang berair, selanjutnya hidung

tersumbat karena pembengkakan mukosa. Infeksi virus merusak sistem

transportasi mukosiliar, yang menghambat pembersihan sistem sekresi.

Kerusakan mempermudah kolonisasi dari bakteri sehingga cairan berubah

menjadi mukopurulen. Gejala lokal dan sistemik biasanya mereda dalam

waktu sekitar seminggu.11

.Pada rinitis influenza, gejala sistemik umumnya lebih berat disertai

sakit pada otot. Pada rinitis eksantematous, gejala terjadi sebelum tanda

karekteristik atau ruam muncul. Ingus yang sangat banyak dan bersin dapat

dijumpai pada rinitis iritan.8

2.2.7. Diagnosis

Rinitis akut umumnya didiagnosis dari gambaran klinisnya. Walaupun

pada dasarnya memiliki tanda dan gejala yang hampir sama, tetapi terdapat

juga beberapa karekteristik yang khas membedakannya. Pada rinitis bakteri

difteri, diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret

hidung.8

Page 13: Rhinitis Akut

Table 1.1 Alur penegakan diagnosis rinitis

2.2.8. Penatalaksanaan

Rinitis akut merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri secara

spontan setelah kurang lebih 12 minggu. Karena itu umumnya terapi yang

diberikan lebih bersifat simptomatik, seperti analgetik, antipiretik, nasal

dekongestan dan antihistamin disertai dengan istirahat yang cukup. Terapi

khusus tidak diperlukan kecuali bila terdapat komplikasi seperti infeksi

sekunder bakteri, maka antibiotik perlu diberikan.3,4,8

Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat

pasien merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan.4 Tetes hidung

efedrin 1 % dapat membantu jika bila hidung tersumbat. Pemberian obat

simtomatik oral sangat efektif dengan diberikan 4 jam sekali, suatu kapsul

yang terdiri dari efedrin sulfat, pentobarbital, dan asam asetil salisilat

Page 14: Rhinitis Akut

Preparat analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala, dimana antipiretik

yang biasanya diberikan adalah asetaminofen.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadnya rinitis akut

adalah dengan menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat. Dengan begitu

dapat terbentuknya system imuitas yang optimal yang dapat melindungi

tubuh dari serangan za-zat asing. Istirahat yang cukup, mengkonsumsi

makanan dan minuman yang sehat dan olahraga yang teraturjuga baik untuk

menjaga kebugaran tubuh. Selain itu, mengikuti program imunisasi lengkap

juga dianjurkan, seperti vaksinasi MMR untuk mencegah terjadinya rinitis

eksantematous.8

Pencegahan tergantung kepada kesehatan pribadi dengan lebih sering

mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah, memperkecil kontak

dengan orang-orang yang telah terinfeksi, tidak berbagi sapu tangan, alat

makan, atau gelas minum, menutup mulut ketika batuk dan bersin.9

2.2.9. Komplikasi

Rinitis akut biasanya dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan

membaik secara spontan setelah 2-3 minggu, tetapi kadang-kadang,

komplikasi seperti sinusitis, faringitis, tonsiitis, bronchitis, pneumonia

dan otitis media dapat terjadi.1

2.2.10. Prognosis

Rinitis akut merupakan “self limiting disease” umumnya sembuh

dalam 7 -10 hari. Tapi dapat lebih lama 3 minggu bila ada faringitis,

laringitis atau komplikasi lain.7

2.3. Rinitis Simpleks

2.3.1. Definisi

Penyakit yang biasanya juga disebut dengan common cold

disebabkan oleh virus, akut dan dapat sembuh sendiri yang ditandai dengan

rhinorrhea dan hidung tersumbat, dan kadang disertai iritasi tenggorokan,demam

dan malaise.12

2.3.2. Etiologi

Page 15: Rhinitis Akut

Lebih dari 200 virus telah dikaitkan dengan rhinitis simpleks. Yang paling

banyak disebabkan dari enam kelompok virus yaitu rhinoviruses, coronaviruses,

parainfluenza viruses, respiratory syncytial virus, influenza viruses dan

adenoviruses. Rhinovirus dari keluarga Picornaviridae merupakan penyebab

terbanyak dari rhinitis simpleks. Coronavirus mencapai sekitar 10% dari penyebab

infeksi.12

Table 1.2 Penyebab dari rinitis simpleks

2.3.3. Patofisiologi

Sebagian besar informasi mengenai pathogenesis dari rhinitis simplek berasal

dari studi dari eksperimen induksi infeksi rhinovirus. Setelah virus berinokulasi,

virus menyerang host dengan mengikat molekul reseptor adhesi intraseluler

Reseptor dari sel epitel basal (ICAM-1), terutama yang terletak di daerah-ICAM

1- yang kaya akan adenoid tersebut., seluruh virus akan bertranslokasi melintasi

membran sel epitel dan untuk melepaskan RNA virus ke dalam sitoplasma untuk

replikasi. Terjemahan dari seluruh genom ke poliprotein, menghasilkan protein

virus baru. Hal ini akan terjadi jika protein (RNA) dapat teragregasi dan akhirnya

akan dilepaskan ketika sel inang hancur. Infeksi dapat secara menyebar intranasal

dan faring. Khas untuk infeksi rhinovirus adalah terisolasi selyang terkena yang

tersebar dari epitel yang terinfeksi dengan epitel normal. Berbeda dengan lvirus

lainya, virus flu biasa seperti influenza dan adenovirus, pada epitel tidak

menunjukkan perbedaan mencolok kerusakan atau perubahan sitopatik.

Mekanisme dimana rhinovirus menginfeksi sel epitel di saluran napas bagian atas

Page 16: Rhinitis Akut

yang akan menyebabkan gejala rhinitis akut masih belum sepenuhnya dimengerti

sampai saat ini. Teori yang ada saat ini yaitu virus menghasilkan kerusakan epitel

nasal infeksi virus yang bertanggung jawab untuk gejala. Infeksi rhinovirus dari

epitel membangkitkan sintesis dan pelepasan mediator dan sitokin, yang

menghasilkan kaskade dari inflamasi. Reaksi ini berhubungan dengan gejala

seperti pilek dan juga menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, infiltrasi seluler, dan pelepasan berbagai mediator

inflamasi yang akan menimbulkan gejala-gejala lain.2

. 2.3.4. Manifestasi Klinis

Penyakit ini diawali dengan gejala seperti malaise (lesu, sakit kepala,

demam) dan rasa tidak nyaman lokal di hidung dan nasofaring seperti terbakar,

dan nyeri. Selanjutnya akan diikuti dengan hidung berair yang awalnya serosa

dan hidung tersumbat karena pembengkakan mukosa. Pada pemeriksaan akan

tampak mukosa hidung memerah dan membengkak. Selain itu virus akan merusak

sistem transportasi mukosiliar, yang menghambat siklus pembersihan normal dari

sekresi di hidung, akibatnya akan terjadi penumpukan cairan yang semakin

banyak akibat inflamasi dan akan menpermudah kolonisasidari bakteri, yang akan

mengubah konsistensi cairan hidung menjadi mukopurulen. Gejala lokal dan

sistemik biasanya akan mereda dalam waktu sekitar seminggu.3,11

. 2.3.5. Diagnosis

Rinitis akut umumnya didiagnosis dari gambaran klinisnya. Walaupun pada

dasarnya memiliki tanda dan gejala yang hampir sama, tetapi terdapat juga

beberapa karekteristik yang khas membedakannya.8

. 2.3.6. Tatalaksana

Rinitis simpleks merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri secara

spontan. Karena itu umumnya terapi yang diberikan lebih bersifat simptomatik,

Page 17: Rhinitis Akut

seperti analgetik, antipiretik, nasal dekongestan dan antihistamin disertai dengan

istirehat yang cukup. Terapi khusus tidak diperlukan kecuali bila terdapat

komplikasi seperti infeksi sekunder bakteri, maka antibiotik perlu diberikan.13

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: Rhinitis Akut

1. Soetjipto D., Wardani RS. Hidung. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta: FK UI, 2010. hal

: 118-122.

2. Ballenger JJ. Anatomy and Physiology of the Nose and Paranasal Sinuses

Dalam : Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-

16. Iilinois: BC Decker, 2003 hal : 547-549.

3. Dhingra PL. Disease of Ear Nose and Throat. Edisis ke- 4.New Delhi:

Elsevier, 2007 hal : 129-135; 145-148.

4. Heilger PA, 1997. Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Boies

Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC, hal : 173-188; 206-208.

5. Sobol SE. 2007. Sinusitis Acute Medical Treatment.. [Diakses tanggal 20 April

2012,   http://www.emedicine.com/ent/topic337.htm ]

6. Nizar NW. 2000. Anatomik Endoskopik Hidung Sinus Paranasal dan

Patofiologi Sinusitis. Dalam : Kumpulan Naskah Lengkap Kursus, Pelatihan

dan Demo BSEF, Makassar, 1-11.

7. Settipane R.A, Lieberman P. Update on Non-Allergic Rhinitis. Brown

University School of Medicine. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2015,

http://nypollencount.com/Articles/Non-Allergic%20Rhinitis.pdf

8. Soepardi E.A. Iskandar N.I. Bashiruddin J. dkk. Infeksi hidung. Dalam Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi 6.

Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal: 140-2.

9. The Free Dictionary. Rhinitis. Gale Encyclopedia of Medicine. Last update :

2008 [Diakses tanggal 20 April 2012,  http://medical-

dictionary.thefreedictionary.com/rhinitis]

10. Rolla LT. Acute rhinitis. The eclectic practice of medicine. Henriette’s Herbal.

2009. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015,

http://www.swsbm.com/EclecticMed/Eclectic%20Medicine_Part_2.pdf

11. Probst, R. dkk. Basic Othorhinolaryngology. Thieme. New York. 2006. Hal 49

12. Boone J.B. Etiology of Infectious Diseases of the Upper Respiratory

TractDalam : Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi

ke-16. Iilinois: BC Decker, 2003 hal : 633-635.

Page 19: Rhinitis Akut

13. Newlands, Shawn D. Bailey, Biron J. et al.. Textbook of Head and Neck

Surgery-Otolaryngology. 3rd edition. Volume 1.. Philadelphia: Lippincot:

Williams & Wilkins, 2000, 273-279