71
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau altivitas fisik di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebablan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun, yaitu 47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban menoinggal sebesar 5,63 per 10.000 penduduk. Ngka kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan Timur, yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Depkes, 1996). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah definisi fraktur ekstremitas atas ? 2. Bagaimanakah klasifikasi fraktur ekstremitas atas ? 3. Bagaimanakah etiologi fraktur ekstremitas atas ? 4. Bagaimanakah patofisiologi fraktur ekstremitas atas ? 5. Bagaimanakah woc fraktur ekstremitas atas ?

revisi ulang

  • Upload
    yanni

  • View
    239

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ekstremitas

Citation preview

Page 1: revisi ulang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau altivitas fisik di mana terdapat

tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki

daripada perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan

olahraga, pekerjaan atau luka yang disebablan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.

Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun, yaitu

47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah

korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban menoinggal sebesar

5,63 per 10.000 penduduk. Ngka kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan

Timur, yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah, yaitu sebesar

2,67 per 100.000 penduduk (Depkes, 1996).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah definisi fraktur ekstremitas atas ?

2. Bagaimanakah klasifikasi fraktur ekstremitas atas ?

3. Bagaimanakah etiologi fraktur ekstremitas atas ?

4. Bagaimanakah patofisiologi fraktur ekstremitas atas ?

5. Bagaimanakah woc fraktur ekstremitas atas ?

6. Bagaimanakah manifestasi klinis fraktur ekstremitas atas ?

7. Bagaimanakah pemeriksaan fraktur ekstremitas atas ?

8. Bagaimanakah penatalaksanaan fraktur ekstremitas atas ?

9. Bagaimanakah komplikasi fraktur ekstremitas atas ?

10. Bagaimanakah asuhan keperawatan fraktur ekstremitas atas ?

Page 2: revisi ulang

1.3 Tujuan

1. Mampu menjelaskan.definisi fraktur ekstremitas atas

2. Mampu menjelaskan klasifikasi fraktur ekstremitas atas

3. Mampu menjelaskan etiologi fraktur ekstremitas atas

4. Mampu menjelaskan.patofisiologi fraktur ekstremitas atas

5. Mampu menjelaskan woc fraktur ekstremitas atas

6. Mampu menjelaskan manifestasi klinis fraktur ekstremitas atas

7. Mampu menjelaskan pemeriksaan fraktur ekstremitas atas

8. Mampu menjelaskan penatalaksanaan fraktur ekstremitas atas

9. Mampu memjelaskan komplikasi fraktur ekstremitas atas

10. Mampu menjelaskan askep fraktur ekstremitas atas

Page 3: revisi ulang

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi fraktur

Banyak sekali batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang fraktur. Fraktur

menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya. Demikian pula menurut Sjamsuhidayat (2005), fraktur atau patah

tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sementara Doenges (2000) memberikan batasan,

fraktur adalah pemisahan atau patahanya tulang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya

disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995). Sedangkan fraktur menurut

Reeves (2001), adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.

Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah terputusnya

kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang tulang yang utuh, yang biasanya

disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.

2.2 Klasifikasi fraktur ekstremitas atas

1. Trauma Bahu

a. Fraktur Klavikula

Fraktur klavikula adalah putusnya hubungan tulang. Klavikula yang disebabkan

oleh suatu trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan

terputar/tertarik keluar (outstretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari

pergelangan tangan sampai klavikula.

b. Fraktur Skapula

Fraktur skapula adalah putusnya hubungan tulang belikat (skapula) yang

disebabkan oleh suatu trauma langsung pada badan atau leher skapula.

c. Fraktur Batang Humerus

Fraktur Humerus adalah terputusnya hubungan tulang batang humerus. Secara

klinik bisa bersifat fraktur tertutup tanpa adanya disertai luka terbuka oleh

fragmen tulang dan bisa ersifat fraktur terbuka yang disebabkan oleh suatu

cedera dari trauma langsung atau tidak langsung yang mengenai lengan atass,

Page 4: revisi ulang

atau suatu cedera dari trauma langsung atau tidak langsung yang mengenai

lengan atas atau suatu kondisi fraktur patologis akibat metastasis pada tulang

humerus.

3 Trauma Siku

Trauma pada siku bisa terjadi pada tulang suprakondiler humeri, epikondilus

humeri, kaput radius, leher radius, olekranon, serta proksimal radius dan ulna oleh

berbagai keadaan yang meliputi cedera akibat trauma

a. Fraktur Suprakondiler Humeri (SPCH)

Fraktur suprakondiler humerus adalah terputusnya hubungan tulang sepertiga

distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri yang disebabkan

oleh trauma langsung atau tidak langsung. Garis fraktur berjalan melalui apeks

koronoid yang sering terjadi pada anak – anak. Pada orang dewasa, garis fraktur

terletak sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan

garis fraktur kominutif, spiral disertai angulasi.

b. Fraktur Olekranon

Fraktur olekranon adalah putusnya hubungan tulang ulna bagian atas yang

diseabkan oleh suatu trauma. Dua jenis cedera yang ditemukan, yaitu:

1. Fraktur kominutif akibat pukulan langsung atau jatuh pada siku

2. Patah melintang yang bersih, akibat traksi ketika pasien jatuh pada tangan

saatotot triseps berkontraksi

Fraktur memasuki sendi siku, karena itu juga merusak kartilago artikular. Pada

fraktur melintang, aponeurosis triseps dapat tetap utuh, dalam hal inni fragmen

– fragmen fraktur tetap besama – sama.

4 Trauma Tangan

Trauma tangan dapat terjadi pada tulang radius, tulang ulna dan tulang – tulang

pergelangan tangan oleh berbagai keadaan yang meliputi cedera akibat trauma.

a. Fraktur Radius

Fraktur radius adalah terputusnya hubungan tulang radius. Pada kondisi klinik

bisa berupa frakrtur terbuka yang disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,

jaringan saraf, pembuluh darah) dan fraktur radius tertutup yang disebabkan

Page 5: revisi ulang

oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung ataupun trauma tidak

langsung.

Fraktur terbuka pada radius sering terjadi dalam kecelakaan lalu lintas atau

suatu trauma tajam akibat luka bacok pada lengan bawa menyebabkan

kerusakan pada jaringan lunak dan tulang pada radius. Pada trauma tidak

langsung, daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan

frakturspiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan

langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada

tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbullkan oleh tarikan

otot – otot yang melekat pada radius otot tersebut adalah biseps dan otot

supinatorpada sepertiga bagian atas, pronator teres pada sepertiga pertengahan

dan pronator quadratus pada sepertiga bagian bawah. Perdarahan dan

pembengkakan kompertemen otot pada lenga baah dapat menyebabkan

gangguan peredaran darah.

b. Fraktur Radius Ulna

Fraktur radius-ulna adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna yang

disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung ataupun

trauma tidak langsung. Pada trauma tidak langsung, daya pemutar biasanya

menimbulkan fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang

berbeda.

c. Fraktur Monteggia

Fraktur monteggia ialah terputusnya hubungan seperti bagian proksimal ulna

dan dislokasi kaput radius yang disebabkan oleh cidera akibat jatuh dengan

tangan dan pada saat yang sama tubuh memuntir. Pada daya pemuntir

menimbulkan daya gerak yang dapat dengan kuat mempronasikan lengan

bawah.

d. Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi adalah terputusnya hubungan tulang pada 1/3 distal radius

disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal yang disebabkan oleh cedera pada

lengan bawah akibat jatuh pada tangan dengan posisi hiperekstensi.

Page 6: revisi ulang

e. Fraktur Colles

Fraktur colles ialah terputusnya hubungan tulang secara melintang pada radius

tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal.

f. Fraktur Smith

Fraktur jenis ini lebih sering ditemukan pada pria dari pada wanita. Ditemukan

deformitas dengan fragmen distal mengalami pergeseran ke volar dimana garis

fraktur tidak melalui persendian.

g. Fraktur Metakarpal

Fraktur metakarpal ialah terputusnya hubungan tulang-tulang metakarpal yang

disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada tangan.

h. Fraktur Falang

Fraktur farang ialah terputusnya hubungan tulang jari-jari tangan yang

disebabkan oleh trauma langsung pada jari tangan. Jari biasanya mengalami

cedera akibat benturan langsung , dan mungkin terdapat banyak pembengkakan

atau luka terbuka.

2.3 Etiologi fraktur ekstremitas atas

1. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa

pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan

penarikan.(Oswari E, 1993)

Page 7: revisi ulang

2.4 Patofisiologi fraktur ekstremitas atas

Fraktur kaput radii sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku

ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku (hemarthosis) harus diaspirasi

untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan awal.

Bila fraktur mengalami pergeseran dilakukan pembedahan dengan eksisi kaput

radii bila perlu. Paska operasi lengan dimobilisasi dengan bebat gips posterior dan

sling. Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi

pada anak-anak. Baik radius maupun ulna keduanya dapat mengalami patah. Pada

setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua tulang patah.

Dengan adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada

beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat mengakibatkan

keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum kuning yang keluar

akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah

sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli lemak ini sampai pada

pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli lebih besar daripada diameter

pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan

perubahan perfusi jaringan.

Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat

karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri

mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan

persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf

ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.

Page 8: revisi ulang

Kecelakaan (Jatuh)

Tangan menyangga siku ekstensi

Hemarthosis

Fraktur

Kerusakan Periosteum dan sumsum tulang

Sumsum tulang keluar

Kerusakan Otot & jaringan lunak

Masuk pembuluh darah

Emboli lemak

Hambatan Aliran darah

Masuk pembuluh darah

MK: Perubahan Perfusi Jaringan

Kerusakan pada Tulang

MK: Nyeri yang hebat

Perubahan sumsum tulang

Persyarafan tertekan

Adanya spasme otot

MK : Gangguan Syaraf

2.5 WOC fraktur ekstremitas atas

Page 9: revisi ulang

2.6 Manifestasi klinis fraktur ekstremitas atas

1. Trauma Bahu

a. Fraktur Klavikula

Keluhan nyeri pada bahu depan. Adanya riwayat trauma pada bahu atau jatuh

dengan posisi tangan yang tidak optimal (outstretched hand)

Look : pada fase awal cedera klien terlihat menggendong lengan pada

dada untuk mencegah gerakan. Suatu benjolan besar atau deformitas pada bahu

depan terlihat dibawah kulit dan kadang-kadang fragmen yang tajam

mengancam kulit.

Feel : didapatkan adanya nyeri tekan pada bahu depan.

Move : ketidakmampuan mengangkat bahu keatas, keluar, dan kebelakang

toraks.

b. Fraktur Skapula

Keluhan nyeri pada bahu belakang dan adanya riwayat trauma pada bahu

belakang. Pada pemeriksaan fisik regional umumnya didapatkan hal-hal berikut.

Look: pada fase awal cedera klien terlihat memar hebat pada skapula dan

dinding dada. Kadang pada jaringan lunak diatas tulang juga mengalami

kerusakan akibat dari trauma.

Feel : didapatkan adanya nyeri tekan pada bahu belakang.

Move : ketidakmampuan mengangkat bahu keseluruh posisi.

c. Fraktur Batang Humerus

Pada anamnesis dikaji tentang kronologis dari mekanisme trauma pada lengan

atas. Sering didapatkan adanya keluhan, seperti nyeri pada lengan atas adanya

deformitas pada lengan atas.

Pemeriksaan fisik regional, didapatkan adanya hal – hal berikut ini.

Look : Terlihat adanya deformitas yang jelas pada lengan atas. Pada fase awal

fraktur didapatkan adanya perubahan warna kulit lebam dan kebiruan. Lengan

atas bengkak. Apabila didapatkan pembengkakan dan adanya keluhan nyeri

lokal hebat, maka perlu dikaji adanya perubahan nadi, perfusi yang tidak baik

(akral dingin pada sisi lesi) dan CRT >3 detik mana hal ini merupakan tanda –

tanda penting terjadinya sindrom kompartemen.

Page 10: revisi ulang

Gambar 13.73 Klinis pemeriksaan look pada frakur humerus tertutup dengan

perubahan warna kulit lebam dan kebiruan disertai pembengkakan pada lengan

atas.

Feel : Adanya keluhan nyeri tekan dan adanya krepitasi

Move : Gerakan pada daerah lengan yang parah tidak boleh dilakukan karena

akan memberikan respons trauma pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen

tulang yang patah. Klien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada

lengan atas yan patah pada seluruh gerakan.

2. Trauma Siku

a. Fraktur Suprakondiler Humeri (SPCH)

Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma jatuh dengan tangan

terentang atau jatuh dengan poisisi siku lebih dahulu dalam kondisi fleksi.

Keluhan utama biassanya nyeri pada siku dan ketidakmampuan dalam

menggerakkan siku.

Look : Pada tipe ekstensi sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak

bengkak, kadang bengkak hebat sekali akibat perdarahan yang luas. Nila

pembengkakan tidak hebat dapat teraba tonjolan fragmen dibawah subkutis.

Pada tipe fleksi posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak

dengan sudut jinjing yang berubah dan gejala sindrom kompartemen. Adanya

gangguan sirkulasi perifer memerlukan tindakan reduksi fraktur segera. Jika

penderita mengeluh gejala setempat yaitu nyeri (pain) dan baal (paresthesia),

disertai dengan adanya tanda passive strech pain, pucat (pale) dan paralisis

(kelumpuhan) haru dicurigai adanya sindrom kompartemen. Pada pergeseran

posterior terlihat deformitas yang jelas.

Gambar 13.78 Klinis fraktur SPCH dengan pergeseran posterior

Feel : Nyeri tekan pada siku

Move : Pada lesi nervus radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu

jari dan ekstensi jari lainnya pada sensi metakarpofalangeal. Selain ini, juga

didapati gangguan sensorik pada bagian dorsai seia metakarpal I-II. Pada lesi

nervus ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi dan

Page 11: revisi ulang

aduksi jari – jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar satu setengah

jari sisi ulna. Pada lesi nervus medianus didapati ketidakmampuan untuk

melakkan oposisi ibu jari dengan jari lain. Gangguan sensorik didapati pada

bagian volar tiga setengah sisi radial. Sering didapati lesi pada sebagian nervus

medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut nervus interosseus arrerior,

disini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleki (pointing

sign).

b. Fraktur Olekranon

Keluhan nyeri pada siku dengan adanya riwayat trauma akibat pukulan

langsung atau jatuh pada siku dan akiat trraksi ketika pasien jatuh pada tangan

saat otot triseps berkontraksi.

Look : Pada fase awal ccedera pasien terlihat levet – lecet atau memar pada

siku menunjukan fraktur kominutif triseps utuh dan siku dapat diekstensikan

melawan gaya gravitasi. Pada fraktur melintang mungkin terdapat celah yang

dapat diraba dan siku pasien tak dapat berekstensi melawan tahanan

Feel : Didapatkan adanya nyeri tekan pada siku dan didapatkan celah pada siku

Move : Ketidakmampuan siku karena adanya nyeri

3. Trauma Tangan

a. Fraktur Radius

Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada lengan bawah. Biasanya kondisi

fraktur radius terbuka terjadi akibat trauma pada lengan bawah. Sering

didapatkan adanya keluhan meliputi nyeri dan keluhan luka terbuka pada lengan

bawah. Pada fraktur radius tertutup keluhan nyeri dan deformitas tangan

dilaporkan. Pada pemeriksaan lokalis biasanya didapatkan hal – hal berikut :

Look : Pada fraktur radius terbuka, terlihat adanya luka terbuka pada lengan

bawah. Kaji beberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah

pada luka terbuka terdapat fragmen tulang yang keluar.

Gambar 13.82 Tampilan klinis fraktur radius terbuka

Pada frakturradius tertutup, terlihat adanya deformitas tanda jejas pascatrauma

dan pembengkakan.

Page 12: revisi ulang

Penting untuk dilakukan pemeriksaan tanda dan gejala dari sindrom

kompartemen. Periksa adanya keluhan nyeri lokal hebat isertai parestesia

adanya perubahan nadi, perfusi yang tidak baik (akral dingin dan pucat pada sisi

lesi), dan CRT >3 deik pada bagian lengan bawah yang merupakan respons dari

pembengkakan pada lengagn dimana hal ini merupakan tanda – tanda penting

terjadinya sindrom kompartemen.

Feel : Adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi

Move : Keterbatasan melakukan pergerakkan pada lengan bawah

b. Fraktur Radius Ulna

Pada anamnesis sering didapatkan adanya keluhan meliputi nyeri pada tangan

atas, adanya deformitas pada lengan atas.

Look pada fase awal trauma wajah klien terlibat meringis kesakitan. Terlihat

adanya detormitas yang jelas pada lengan bawah. Apabila didapatkan

pembengkakan dan adeanya keluhan nyeri local hebat, maka perlu dikaji adanya

perubahan nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT >3 detik dimana hal ini

merupakan tanda-tanda penting terjadinya sindrom kompartemen.

Feel adanya keluhan nyeri tekan dan adanya krepitasi

Move gerakan pada daerah lengan yang patah tidak bole dilakukan karena akan

memberikan respons trauma pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang

yang tajam.

c. Fraktur Monteggia

Pengkajian focus pada fraktur monteggia meliputi anamnesis yaitu adanya

riwayat terjatuh, adanya keluhan nyeri dan bengkak pada lengan bawah, serta

dating dengan tangan dalam posisi fleksi dan pronasi. Pada pemeriksaan lokalis

biasanya didapatkan hal-hal berikut.

Look terlihat adanya deformitas ulna biasnya jelas, tetapi kaput radius yang

berdislokasi tersembunyi akibat pembengkakan. Apabila terjadi open fracture

didapatkan adanya tabda-tanda trauma jaringan lunak sampai pada kerusakan

intregitas kulit.

Feel adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi.

Move klien terlihat tidak mampu melakukan pergerakkan pada lengan bawah.

Page 13: revisi ulang

d. Fraktur Galeazzi

Fraktur galeazzi meliputi anamnesi yaitu adanya riwayat terjatuh dank lien

biasanya mengeluh nyeri dan bengkak pada lengan bawah. Pada pemeriksaan

lokalis biasanya didapatkan hal-hal berikut.

Look terlihat adanya perubahan dari kesejajaran tulang lengan bawah, kadang

didapatkan adanya pembengkakan pada lengan bawah.

Feel adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi

Move klien terlihat tidak mampu melaksanakan pergerakan pada lengan bawah.

e. Fraktur Colles

Pengkajian focus pada fraktur colles meliputi anamnesis yaitu terdapat riwayat

trauma dengan pembengkakan pergelangan tangan pada orang yang berumur

lebih dari 50 tahun.

Look terlihat adanya suatu derfomitas yang khas berbentuk garpu makan

malam. Gambaran ini terjadi karena adanya angulasi dan pergeseran ke dorsal,

deviasi radial, supinasi, dan impaksi kearah proksima.

Feel adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi

Move klien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada lengan bawah.

f. Fraktur Smith

Terdapat riwayat trauma dengan pembengkakan pergelangan tangan pada orang

yang berumur lebih 50 tahun. Pada pemeriksaan lokalis biasanya didapatkan

hal-hal berikut.

Look terlihat adanya deformitas akibat adanya fraktur, tetapi tidak ada tanda

deformitas garpu makan.

Feel adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi.

Move klien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada lengan bawah.

g. Fraktur Metakarpal

Fraktur metacarpal lainnnya dapat terjadi pada satu metakarpal atau multiple

pada beberapa metakarpal. Fraktur leher metakarpal sering terjadi pada

seseorang yang mengalami trauma dengan pisisi kepalan tinju.

Page 14: revisi ulang

Manifestasi klinis pada anamnesis biasanya didapatkan adanya keluhan meliputi

nyeri pada tngan. Pada pemeriksaan lokalis biasanya didapatkan hal-hal berikut

ini.

Look terlihat adanya pembengkakan pada tangan. Pada fraktur batang

metakarpal melintang sering disertai kerusakan jaringan lunak. Pada tangan

akan terlihat luka lecet atau luka terbuka. Kaji berapa luas kerusakan jaringan

lunak yang terlihat.

Feel adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi.

Move klien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada tangan dan jari-

jari tangan.

2.7 Pemeriksaan fraktur ekstremitas atas

1. Trauma Bahu

a. Fraktur Klavikula

Pada pemeriksaan rontgen terlihat terputusnya hubungan tulang klavikula

dimana bagian fragmen medial terangkat keatas.

b. Fraktur Skapula

Pada pemneriksaan rontgen terlihat terputusnya hubungan tulang skapula baik

multiple pada bahu skapula atau garis fraktur pada leher skapula.

c. Fraktur Batang Humerus

Pemeriksaan foto polos aakan didapatkan adanya gariss patah pada tulang

batang humerus.

Gambar 133.74 Rdiologis fraktur batang humerus. A. Fraktur transversal B.

Fraktur multipel C. Fraktur spiral

2. Trauma Siku

a. Fraktur Suprakondiler Humeri (SPCH)

Fraktur terlihat paling jelas dalam foto lateral. Pada fraktur yang bergeser ke

posterior yang serring ditemukan, garis fraktur berjalan secara oblik ke bawah

dan kedepan, dan fragmen distal bergeser kebelakang lalu miring kebelakang.

Page 15: revisi ulang

Pada fraktur yang bergeser ke anterior garis fraktur bersifat oblik dan lebih

rendah diposterior, fragmen miring kedepan.

Gambar 13.79 Radiologis fraktur SPCH dengan pergeseran posterior

b. Fraktur Olekranon

Pada pemeriksaan Rontgen terlihat terputusnya hubungan tulang ulna dan

kadang disertai adanya dislokasi siku.

Gambar 13.81 Radiologis fraktur olekranon sebelum dan setelah pemasangan

fiksasi interna

3. Trauma Tangan

a. Fraktur Radius

Pemeriksaan foto polos akan didapatkan adanya garis patah tulang radius atau

ulna.

Gambar 13.83 Radiologis fraktur radius

b. Fraktur Radius Ulna

Pemeriksaan foto polos akan didapatkan adanya garis patah pada tulang radius-

ulna. Pemeriksaan juga dilakukan setelah dilakukan intervensi sebagai hasil

evaluasi tindakan yang telah dilakukan.

c. Fraktur Monteggia

Dalam kasus biasa, kapur radius (yang biasanya mengarah langsung ke

kapitulum) berdislokasi ke depan, dan terdapat fraktur pada sepertiga bagian

atas ulna dengan pelengkungan ke depan.

d. Fraktur Galeazzi

Fraktur melintang atau oblik yang pendek ditemukan pada sepertiga bagian

bawah radius, dengan angulasi atau tumpangtindih. Sendi radioulnar inferior

bersublukasi atau berdislokasi.

Page 16: revisi ulang

e. Fraktur Colles

Beberapa unit menggunakan pemeriksaan sinar X selama fase penyembuhan

untuk mengkaji posisi fraktur karena cedera ini sering menimbulkan komadvis

serta informasi tentang bagaimana mengurangi risiko fraktur lanjutan.

f. Fraktur Smith

Pada pemeriksaan rontgen didapatkan fraktur pada metafisis radius distal; foto

lateral menunjukkan bahwa fragmen distal bergeser dan miring ke anterior

sangat berlawanan dengan fraktur colles.

g. Fraktur Metakarpal

Pemeriksaan foto polos akan didapatkan adanya garis patah pada tulang

metakarpal

2.8 Penatalaksanaan fraktur ekstremitas atas

1. Trauma Bahu

a. Fraktur Klavikula

Untuk fraktur sepertiga tengah, intervensi reduksi tidak dilakukan.

Intervensi dengan pemasangan gendongan bahu dengan tidak menganjurkan

klien melakukan abduksi lengan dapat dilakukan hingga nyeri mereda (biasanya

2-3 minggu). Sesudah itu harus dilakukan latihan bahu secara aktif; hal ini

penting terutama pada pasien tua.

Fraktur sepertiga bagian luar yang mengalami pergeseran hebat (misalnya

pada pasien yang ligamen korakoklavikularnya robek) biasanya tidak dapat

direduksi secara tertutup. Bila dibiarkan tanpa terapi, fraktur tersebut akan

menyebabkan deformitas dan dalam beberapa kasus akan menimbulkan rasa tak

enak dan kelemahan pada bahu. Oleh karena itu, terapi oprasi diindikasikan :

melalui insisi supraklavikular, fragmen reposisi dan dipertahankan dengan

fiksasi interna dan kemudian kembali ke batang klavikular.

b. Fraktur Skapula

Pada fraktur skapula, sebagaian besar intervensi berhasil dengan reduksi

tertuitup. Pasien memakai kain gendongan agar nyaman, dan sejak awal

mempraktikkan latihan aktif pada bahu, siku dan jari.

Page 17: revisi ulang

c. Fraktur Batang Humerus

Konservatif

Tindakan konservatif untuk fraktur batang humerus, meliputi hal – hal sebagai

berikut :

1. Gips menggantung (Hangging Cast). Pada beberapa kondisi, fraktur

humerus dapat diberikan intervensi dengan hanging cast dan tidak

membutuhkan reduksi yang sempurna ataupun imobilisasi. Intervensi ini

dilakukan dengan mengoptimalisasi berat lengan dan gips untuki menarik

secara gravitasi bagian bawah fragmen sehingga didapatkan kondisi sejajar

dari tulang humerus. Hanging cast dipasang dri bahu samapai pergelangan

tangan dengan siku yang berfleksi 90 derajat dan bagian lengan awah

tergantumg pada kain gendong yang melingkar pada leher pasien. Gips ini

dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan gips yang pendek (dari bahu ke

siku) atau suatu penanan polipropilen fumgsional yang dipakai selama 6

minggu selanjutnya. Pergelangan tangan dan jari latihan sejak awal. Latihan

bahu dengan pemberat dimulai dalam seminggu, tetapi abduksi aktif ditunda

hingga fraktur telah menyatu.

2. Traksi. Pilihan lainnya, fraktur dapat dipertahankan tereduksi dengan

fiksator luar memulai pembebanan didni (Pembedahan membantu

penyembuhan). Traksi yang digunakan adalah Double skin traction.

Gambar 13.75 Gips menggantung (hanging cast) diberikan pada klien

fraktur batang humerus.

Gambar 13.76 Intervensi traksi dengan menggunakan metode doule skin

traction pada fraktur batang humerus tertutup. Pemberian beban traksi

secara bertahap. Berat badan traksi awal adalah 3,5-5 kg pada skin straksi

lengan bawah dan 3-4 kg pada skin traksi lengan atas.

Page 18: revisi ulang

Intervensi Bedah

Tindakan operatif dilakukan dengan adanya indikasi operasi yaitu,

terjadi lesi nervus radialis setelah dilakukan reposisi (jepitan nervus

radialis), non-union, dan pasien yang segera igin kembali bekerja secara

aktif. Beberapa prosedur intervensi bedah pada fraktur batang humerus,

meliputi hal – hal sebagai berikut :

1. Fiksasi dengan plate dan serew atau pin

2. Fiksasi dengan intramedullary implants

3. Fiksasi eksterna

Gambar 13.77 Radiologis pascabedah fraktur batang humerus, A dan B:

Fiksasi interna dengan plate dan serew. C: Fiksasi dengan intramedullary

implants

2. Trauma Siku

a. Fraktur Suprakondiler Humeri (SPCH)

Penatalaksanaan Fraktur yang Bergeser ke Posterior

1. Jika tidak ada pergeseran, tidak diperlukan dilakukan reduksi

penanggualangan konservatif fraktur suprakondiler humerus diindikasikan

pada anak undisplacedl minimally desplaced fractures atau pada fraktur

sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengan kapasitas fungsi yang

terbatas. Pada prinsipnya adalah reposisii dan imobilisasi. Pada undisplaced

fracture hanya dilakukan imobilisasi dengan elbow fleksi selama tiga

minggu.

2. Fraktur yang disertai pergeseran harus direduksi secepat mungkin, dibawah

anestesi umum. Hal ini dilakukan dengan manuver secara metodik dan

berhati – hati:

a) traksi selama 2-3 menit di sepanjang lengan tersebut dengan traksi lawan

diatas siku

Page 19: revisi ulang

b) koreksi terhadap kemiingan, pergeseran atau pemuntiran ke samping

(dibanding dengan lengan sebelahnya)

c) siku difleksikan perlaan – lahan sementtara traksi dipertahankan

d) tekanan jari di belakang fragmen distal untuk mengoreksi kemiringan

posterior.

Kemudian nadi diraba jika nadi tak ada, kenduran fleksi aiku hingga

naddi muncul lagi. Pemeiksaan Rontgen dilakukan untuk memastikan

reduksi, sambil memeriksa dengan cermat bahwa tidak terjadi angulasi

varus atau valgus dan tidak ada deformitas rotasional (tanda – tanda ini

dapat terlihat dengan memperhatikan sudut Baumann).

Setelah reduksi, lengan dipertahankan dalam suatu collar dan menset,

terus menerus selama 3 minggu. Setelah itu, diperbolehkan melakukan fleksi

siku aktif, tetapi lengan disangga dalam kain gendongan dan ekstensi

dihindari selama 3 minggu lagi.

Traksi kerangka meluli olekranon, dengan lengan yang ditahan diatas, dapat

digunakan dalam situasi khusus:

a) Bila fraktur tidak dapat direduksi dengan manipulasi

b) Bila siku berfleksi 90 derajat, nadi hilang

c) Untuk cedera gabungan yang berat atau cedera ganda pada tungkai.

Setelah pembengkakan mereda, usaha selanjutnya dapat dilakukan

denga reduksi tertutup

Reduksi terbuka kadang – kadang dipilih untuk mengatasi fraktur yang

tak dapat direduksi. Fraktur dibuka (terutama melalui dua insisi, pada kedua

sisi siku), hermatoma dievakuasi dan fraktur direduksi dan dipertahankan

dengan dua kawat Kirschner.

Gambar 13.80 Radiologis pascareduksi dengan K-wire

Page 20: revisi ulang

Penatalaksanaan Fraktur dengan Pergeseran Anterior

Fraktur direduksi dengan menarik lengan bawah dengan siku pada posisi

semi-fleksi, melakukan tekanan jempol pada bagian depan fragmen distal

kemudian mengekstensikan siku sepenuhnya. Suatu slab posterior dipasang

dan dipertahankan selama 3 minggu. Sesudah itu, dibiarkan untuk

memperoleh kembali fleksinya secara berangsur – angsur.

b. Fraktur Olekranon

Penatalaksanaan pada fraktur olekranon kominutif dengan triseps yang

tidak cedera dilakukan imobilisasi siku. Lengan diistirahatkan menggunakan

mitela selama seminggu, kemudian dilakukan pemeiksaan Rontgen lagi untuk

memastikan bahwa tidak terjadi pergeseran kemudian pasien dianjurkan untuk

memulai gerakan aktif.

Fraktur melintang yang tak bergesr tidak terpisah ketika siku difoto

dengan sinar X dalam posisi fleksi dapat diterapi secara tertutup. Siku

dimobilisasi dengan gips pada posisi fleksi sekitar 60 derajat selama 2-3

minggu, kemudian latihan dimulai.

Fraktur yang bergeser hanya dapat dipertahankan dengan membebat

lengan pada posisi yang benar – benar harus dan kekakuan pada posisi ini akan

memberikan komplikassi. Mekanisme ekstensor harus diperbaiki dengan

operasi. Fraktur direduksi dan ditahan sengan sekrup panjang atau dengan

pemasangan nail dan K-wire. Mitela dipakai selama 3 minggu dan pasien

diajarkan teknik ROM.

3. Trauma Tangan

a. Fraktur Radius

Intervensi yang dilakukan pada fraktur radius, meliputi hal – hal berikut :

1. Debridemen. Bedah perbaikan dilakukan pada jaringan lunak yang membuat

kerusakan

2. Reduksi terbuka. Pemasangan fiksasi interna dengan reduki terbuka

dilakukan untuk fraktur radius

Page 21: revisi ulang

Gambar 13.84 Radiologis pada fraktur radius dan pemasangan fiksasi interna

b. Fraktur Radius Ulna

Pada anak-anak, reduksi tertutup biasanya berhasil dan fragmen dapat

dipertahankan dalam gips yang panjang lengkap, dari aksila sampai ke batang-

batang metacarpal. Alat ini diterapkan dengan posisi siku 90 derajat dan lengan

bawah pada posisi netral. Posisi tersebut diperiksa dengan sinar x setelah 2

minggu dan jika memuaskan, pembabatan dipertahankan hingga fraktur

menyatu (biasanya 6-8 minggu). Selain metode ini dianjurkan melakukan

latihan tangan dan bahu.

c. Fraktur Monteggia

Pada anak-anak dilakukan dengan manipulasi dan reduksi tertutup dengan

pemasangan gips sirkule : dengan hasil imobilisasi yang baik. Pada orang

dewasa semua jenis fraktur monteggia harus segera dilakukan operasi terbuka

dengan fiksasi interna yang rigid karena fraktur ini adalah suatu fraktur yang

juga mengenai sendi siku dan perlu imobilisasi secepatnya.

d. Fraktur Galeazzi

Pada anak-anak dilakukan dengan manipulasi dan reduksi tertutup dengan

pemasangan gips sirkuler dengan hasil imobilisasi yang baik. Pada orang

dewasa harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi segera karena

bagian distral mengalami dislokasi. Dengan terposisi yang akurat dan cepat,

maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi dengan sendirinya.

e. Fraktur Colles

Pada fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser). fraktur

dibebar dalam siap zips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan

pergelangan tangan. Serta dibalut kuat dalam posisinya . fraktur yang bergeser

harus direduksi dibawah anestersi. Tangan dipegang erat dan tarikan dilakukan

pada sepanjang tulang. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. jika posisi

memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat dibawa siku

sampai leher metakapral dan dua pertiga keliling dari pergelangan tangan

tersebut.

Page 22: revisi ulang

f. Fraktur Smith

1) Konveservatif

Fraktur direduksi dengan traksi dan ekstensi pergelangan tangan. Lengan

bawah diimobilisasi dalam gips sirkuler selama 6 minggu.

2) Intervensi bedah

Terapi pembedahan dengan pemasangan fiksasi interna kemudian

dipertahankan dengan gips spalk.

g. Fraktur Metakarpal

Pada fraktur batang metakarpal spiral atau fraktur melintang dengan

sedikit pergerakan tidak memerlukan reduksi. Pembabatan juga tak diperlukan,

tetapi pembalut krep yang kuat mungkin memberi rasa nyaman. Pasien harus

didorong untuk melakukan gerakan jari aktif dan harus dilatih dengan tekun.

Tindakan ini dipertahankan selama 3 minggu dan jari tidak rusak juga dilatih.

h. Fraktur Falang

Fraktur falang yang tak bergeser dapat diterapi dengan pembebatan

fungsional. Jari diikat dengan jari sebelahnya dan gerakan dianjurkan sejak

permulaan. Pembebatan dipertahankan selama 2-3 minggu, tetapi saat ini

sebaiknya diperiksa posisinya dengan sinar X untuk memastikan tidak terjadi

pergeseran. Imobilisasi dengan posisi fleksi harus dipertahankan untuk menahan

reduksi, dan cara ini dapat menghasilkan hasil yang terbaik dengan memasang

gips pada lengan bawah yang berakhir pada telapak tangan, tetapi mempunyai

bebat distal yang menyokong jari dalam fleksi sekitar 80 derajat pada sendi

metakarpofalangeal dan fleksi pada sendi-sendi interfalangeal untuk menjegah

pergeseran tulang fraktur. Gips dipertahankan selama 3 minggu, dan pengikatan

dengan jari sebelahnya dilanjutkan selama 3 minggu.

Fraktur falang yang tak stabil dapat diterapi dengan fiksasi internal dengan

menggunakan kawat Kirschner atau sekrup mini. Falang terminal dapat terpukul

oleh matril, atau terjepit pintu, dan tulangnya dapat hancur. Fraktur tidak

dipedulikan dan terapi diputuskan untuk mengendalikan pembengkakan dan

memperoleh kembali gerakan.

Page 23: revisi ulang

2.9 Komplikasi fraktur ekstremitas atas

1. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok.

Bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera.

2. Sindroma kompartemen

Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan

untuk kehidupan jaringan.

3. Tromboemboli

4. Infeksi.

2.10 Asuhan keperawatan fraktur ekstremitas atas

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,

diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk

itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga

dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses

keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,

no.register, tanggal MRS, diagnose medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :

(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

presipitasi nyeri.

Page 24: revisi ulang

(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menususk.

(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk

pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukann untuk menentukan sebab dari fraktur,

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga

nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana

yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna

D, 1995).

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

member petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang

menyebabkan fraktur patalogis yang sering sulit untuk menyambung.

Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko

terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,

osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker

Page 25: revisi ulang

tulang yang cenderung diturunkan secara genetic (Ignatavicius, Donna D,

1995).

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya

dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam

masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan

pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk

membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga

meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang

dapat menggangu metabolism kalsium, pengkonsumsian alcohol yang

bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan

olahraga atau tidak. (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola

nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak

adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah musculoskeletal

terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat

degenerasi dan mobilitas klien.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,

tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna

serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola

eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.

Page 26: revisi ulang

Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi

Anna, 1991)

(4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal

ini dapat menggangu pola dan gerak, sehingga hal ini dapat

menggangu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,

dan kesulitan tidur serta penggunaan obatt tidur. (Doengos. Marilynn

E, 1999)

(5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur disbanding pekerjaan yang

lain. (Ignativicius, Donna D, 1995)

(6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena klien harus menjalani rawat inap. (Ignatavicius, Donna D,

1995)

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan

kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya

yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 1995)

(8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal

fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbbul gangguan, begitu

juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,

timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignitavicius, Donna D, 1995).

(9) Pola Reproduksi Seksual

Page 27: revisi ulang

Dampak pada klien fraktura yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan

gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji

status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya

(Ignitavicius, Donna D, 1995)

(10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif

(Ignitavicius, Donna D, 1995).

(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa

disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignitavicius,

Donna D, 1995).

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini

perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih

mendalam.

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan :

(1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,

seperti :

a. Kesadaran penderita : apatis, spoor, koma, gelisah, komposmentid

tergantung pada keadaan klien.

b. Kesakitan, keadaan penyakit ; akut, kronik, ringan, sedang berat

dan pada kasus fraktur biasanya akut.

Page 28: revisi ulang

c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

maupun bentuk.

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

a. System Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,

oedema, nyeri tekan.

b. Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalic, simetris, tidak ada

penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

c. Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek

menelan ada.

d. Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi

maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

e. Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak

terjadi perdarahan)

f. Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi

atau nyeri tekan.

g. Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h. Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

mulut tidak pucat.

i. Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j. Paru

1.) Inspeksi

Page 29: revisi ulang

Pernafasan meningkat, regular atau tidaknya tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan paru.

2.) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

3.) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

4.) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan

lainnya seperti stridor dan ronchi.

k. Jantung

1.) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

2.) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba

3.) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

l. Abdomen

1.) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidakada hernia.

2.) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

3.) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

4.) Auskultasi

Peristaltic usus normal ± 20 kali / menit.

m. Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak adapembesaran lymphe, tak ada kesulitan

BAB.

b) Keadaan Lokal

Page 30: revisi ulang

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama

mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada system musculoskeletal

adalah :

(1) Look (inspksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain :

a. Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti

bekas operasi).

b. Cape au lait spot (birth bark).

c. Fistulae.

d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang

tidak biasa (abnormal).

f. Posisi dan bentuk dari ektrimitas (deformitas).

g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki

mulai dari poisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan

pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa

maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah :

a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema

terutama disekitar persendian.

c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1 / 3

proksimal, tengahh atau distal).

Otot :tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang

terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga

diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat

benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,

pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,

dan ukurannya.

Page 31: revisi ulang

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan

menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri

pada pergerakan. Pencatatn lingkup gerak inii perlu, agar dapat

mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat

dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0

(posisi netral) atauu dalam ukuran metric. Pemeriksaan ini

menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak .

pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a.) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x – ray). Untuk mendapatkan gambaran 3

dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2

proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan

proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi

yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-

ray harus atas dasr indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya

dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray :

a. Bayangan jaringan lunak.

b. Tipis tablnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

d. Sela sendi serta bentuknyaarsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray mungkin perlu tehnik khususnya

seperti :

a. Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang

lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan

Page 32: revisi ulang

kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja

tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

b. Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan

akibat trauma.

c. Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena

ruda paksa.

d. Computed Tomografi – Scanning : menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang

rusak.

b.) Pemeriksaan Laboratorium

a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

c. Enzim Otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),

Aspartat Amino Tranferase (AST), Aldolase yang meningkat pada

tahap penyembuhan tulang.

c.) Pemeriksaan Lain-lain

a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

b. Biopsy tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.

c. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan

fraktur.

d. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena

trauma yang berlebihan.

e. Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi

pada tulang.

f. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignitavicius, Donna D, 1995)

Page 33: revisi ulang

b. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianasia untuk

menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi

dua data yaitu, data sujektif dan objektif, dan kemudian ditentukan masalah

keperawatan yang timbul.

2. Diagnosa Keperawatan

Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik akyual maupun

potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan

mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,

menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung

jawab.

3. Perencanaan

Dx Intervensi Rasional

1 - Kaji lokasi, intensitas dan tipe

nyeri

- Imobilisasi bagian yang sakit

- Tingikan dan dukung ekstremitas

yang terkena

- Dorong menggunakan teknik

manajemen relaksasi

- Berikan obat analgetik sesuai

indikasi

- Untuk menentukan tindakan

keperawatan yang tepat

- Untuk mempertahankan posisi

fungsional tulang

- Untuk memperlancar arus balik vena

- Agar klien rileks

- Untuk mengurangi nyeri

2 - Kaji derajat imobilisasi yang

dihasilkan oleh cedera

- Dorong partisipasi pada aktivitas

terapeutik

Bantu dalam rentang gerak

pasif/aktif yang sesuai

- Ubah posisi secara periodik

- Kolaborasi dengan ahli

terapis/okupasi dan atau

- Untuk menentukan tindakan

keperawatan yang tepat

- Melatih kekuatan otot klien

- Melatih rentang gerak aktif/pasif klie

secara bertahap

- Untuk mencegah terjadinya dekubitus

- Melatih rentang gerak aktif/pasif klien

secara bertahap

Page 34: revisi ulang

rehabilitasi medic

3 - Kaji kulit untuk luka terbuka

terhadap benda asing, kemerahan,

perdarahan, perubahan warna

- Massage kulit, pertahankan

tempat tidur kering dan bebas

kerutan

Ubah posisi dengan sering

- Bersihkan kulit dengan air

hangat/NaCl

- Lakukan perawatan luka secara

steril

- Memberikan informasi mengenai

keadaan kulit klien saat ini

- Menurunkan tekanan pada area yang

peka dan berisiko rusak.

- Untuk mencegah terjadinya dekubitus

- Mengurangi kontaminasi dengan agen

luar

- Untuk mengurangi resiko gangguan

integritas kulit

4 - Kaji tingkat kecemasan klien

(ringan, sedang, berat, panik)

- Dampingi klien

- Beri support system dan motivasi

klien

- Beri dorongan spiritual

- Jelaskan jenis prosedur dan

tindakan pengobatan

- Untuk mengetahui tingkat kecemasaan

klien

- Agar klien merasa aman dan nyaman

- Meningkatkan pola koping yang

efektif

- Agar klien dapat menerima kondisinya

saat ini

- Informasi dapat menurunkan ansietas

4. Pelaksanaan

Dx Intervensi Rasional

1 - Kaji lokasi, intensitas dan tipe

nyeri

- Imobilisasi bagian yang sakit

- Tingikan dan dukung ekstremitas

yang terkena

- Dorong menggunakan teknik

manajemen relaksasi

- Berikan obat analgetik sesuai

indikasi

- Untuk menentukan tindakan

keperawatan yang tepat

- Untuk mempertahankan posisi

fungsional tulang

- Untuk memperlancar arus balik vena

- Agar klien rileks

- Untuk mengurangi nyeri

2 - Kaji derajat imobilisasi yang - Untuk menentukan tindakan

Page 35: revisi ulang

dihasilkan oleh cedera

- Dorong partisipasi pada aktivitas

terapeutik

Bantu dalam rentang gerak

pasif/aktif yang sesuai

- Ubah posisi secara periodik

- Kolaborasi dengan ahli

terapis/okupasi dan atau

rehabilitasi medic

keperawatan yang tepat

- Melatih kekuatan otot klien

- Melatih rentang gerak aktif/pasif klie

secara bertahap

- Untuk mencegah terjadinya dekubitus

- Melatih rentang gerak aktif/pasif klien

secara bertahap

3 - Kaji kulit untuk luka terbuka

terhadap benda asing, kemerahan,

perdarahan, perubahan warna

- Massage kulit, pertahankan

tempat tidur kering dan bebas

kerutan

Ubah posisi dengan sering

- Bersihkan kulit dengan air

hangat/NaCl

- Lakukan perawatan luka secara

steril

- Memberikan informasi mengenai

keadaan kulit klien saat ini

- Menurunkan tekanan pada area yang

peka dan berisiko rusak.

- Untuk mencegah terjadinya dekubitus

- Mengurangi kontaminasi dengan agen

luar

- Untuk mengurangi resiko gangguan

integritas kulit

4 - Kaji tingkat kecemasan klien

(ringan, sedang, berat, panik)

- Dampingi klien

- Beri support system dan motivasi

klien

- Beri dorongan spiritual

- Jelaskan jenis prosedur dan

tindakan pengobatan

- Untuk mengetahui tingkat kecemasaan

klien

- Agar klien merasa aman dan nyaman

- Meningkatkan pola koping yang

efektif

- Agar klien dapat menerima kondisinya

saat ini

- Informasi dapat menurunkan ansietas

Page 36: revisi ulang

BAB III

APLIKASI TEORI

3.1 Kasus Keperawatan

Pasien datang post jatuh waktu bermain bola di sekolah, posisi jatuh tangan

ekstensi menahan beban tubuh. Waktu kejadian sadar, keluhan lengan kiri sakit saat

digerakkan, bentuk lengan bengkok. Diagnosa Medis adalah Fraktur Supra Condiler

sinistra dan dilakukan Pembedahan Orif Plate. Setelah dilakukan Pembedahan keadaan

umum pasien adalah Pusing (-),Mual (-), Muntah (-), BAB (+), Flatus (+), Nyeri jika

lengan kiri digerakkan (+), baal (-), Kesemutan (-)

3.2    Proses Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas pasien

Nama : An. R

Usia : 9 tahun

Jenis Kelamin : Laki – Laki

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

keluhan lengan kiri sakit saat digerakkan, bentuk lengan bengkok

c. Riwayat Alergi obat : -

d. Pemeriksaan

Pemeriksaan Lokalisasi : Nyeri pada lengan kiri, deformitas

Pemeriksaan Penunjang : Elbow AP dan lateral : frkatur

suprakondiler sinistra.

Diagnosis : Fraktur Supra Condiler sinistra

Planning : Pembedahan; Orif Plate

e. Riwayat Post Op Orif Plate

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : bengkak pada tangan kiri (+), Pucat (-)

Palpas : Akral distal hangat (+), Pulsasi (+), Rabaan (+)

Page 37: revisi ulang

Movement : Fleksi jari-jari (+), dorso fleksi pergengan tangan (+) tapi

sedikit nyeri, palmar fleksi (+) sedikit nyeri,fleksi dan ekstensi siku (-) Karen

sangat nyeri, tahanan otot (-) Kekuatan Otot Lengan Kiri :2

2. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko untuk disfungsi Peripheral neurovascular

b. Nyeri Akut

c. Resiko Infeksi

d. Gangguan mobilitas Fisik

3. Intervensi Keperawatan

No.

Dx

Tujuan & Kriteria

HasilIntervensi Rasional

1. Tujuan:

Pasien dapat

mempertahankan

sirkulasi pada

ektremitas setelah

dilakukan tindakan

keperawatan

kurang dari 1jam

Kriteria hasil :

1.Pasien

mempertahankan

sirkulasi pada

ektremitas

1. Immobilisasi sendi langsung di

bawah dan di atas tempat yang

dicurigai fraktur.

2. Kaji sirkulasi sebelum

pemasangan gips.

3. Tinggikan anggota gerak lebih

tinggi dari pada letak jantung

setelah pembedahan.

4. Hindari memfleksikan ektremitas

yang terkena

5. Ajarkan pasien, anggota kelurga

tentang posisi yang tepat untuk

berbaring ditempat tidur dan

1. Untuk

memfasilitasi

pemantauan status

sirkulasi.

2. Untuk medeteksi

tanda-tanda

gangguan sirkulasi

3. Untuk mengurangi

penekanan

4. Fleksi dapat

menurunkan

sirkulasi vena

5. Untuk menghidari

Page 38: revisi ulang

2.Pasien dapat

merasakan dan

menggerakkan

masing-masing

kaki atau jari

setelah

pemasangan gips.

      

duduk.

1

penumpukan darah

dan ulkus tekanan.

2. Tujuan :

Nyeri pasien

berkurang

Kriteria Hasil :

1.Pasien

mengungkapnkan

perasaan nyaman

berkurangnya

nyeri.

1. Kaji jenis dan tingkat nyeri

pasien

2. Minta pasien untuk menjelaskan

tingkat nyerinya dengan skala 1-

10

3. Kolaborasi dengan dokter untuk

memberian obat nyeri

4. Bantú pasien untuk mendapatkan

posisi yang nyaman dan gunakan

bantal untuk menyokong daerah

yang sakit.

1. Untuk memberikan

penanganan yang

tepat

2. Untuk

memfasilitasi

pengkajian yang

akurat tingkat

nyerri pasien.

3. Untuk mengurangi

rasa nyeri

4. Untuk menurunkan

ketegangan otot

dan

mendistribusikan

kembali tekanan

pada bagian tubuh.

3. Tujuan :

Pasien dapat

meningkatkan

kekuatan

ektremitas setelah

1. Kaji derajat imobilisasi yang

dihasilkan oleh cedera

2. Dorong partisipasi pada aktivitas

terapeutik

Bantu dalam rentang gerak

1. Untuk menentukan

tindakan

keperawatan yang

tepat

2. Melatih kekuatan

Page 39: revisi ulang

dilakukan tindakan

keperawatan

selama

Kriteria Hasil :

pasif/aktif yang sesuai

3. Ubah posisi secara periodik

4. Kolaborasi dengan ahli

terapis/okupasi dan atau

rehabilitasi medic

otot klien

3. Melatih rentang

gerak aktif/pasif

klie secara

bertahap

4. Untuk mencegah

terjadinya

dekubitus

5. Melatih rentang

gerak aktif/pasif

klien secara

bertahap

3. Tujuan           : 

Paien terbebas dari

resiko infeksi

Kriteria hasil :

1. Pasien tetap

terbebas dari

infeksi

2 Suhu tetap dalam

keadaan normal.

1. Ajarkan pada pengunjung untuk

mencuci tangan sewaktu masuk

dan meninggalkan ruangan

pasien

2. Ajarken pasien teknik mencuci

tangan yang benar

3. Ajarkan pasien dan keluarganya

tanda/gejala infeksi dan kapan

harus melaporkannya

4. Berikan terapi antibiotic bila

diperlukan

5. Pantau Suhu minimal setiap 4

jam

1. Untuk mencegah

penularan patogen

2. Agar pasien dapat

berpastisipasi

dalam perawatan

3. Untuk

mempertahankan

tingkat kesehatan

yang optimal

4. Untuk mengurai

bakteri pathogen

5. Dapat merupakan

tanda awitan

adanya infeksi.

4. Tujuan :

Pasien dapat

meningkatkan

kekuatan

1. Kaji derajat imobilisasi yang

dihasilkan oleh cedera

2. Dorong partisipasi pada aktivitas

terapeutik

1. Untuk menentukan

tindakan

keperawatan yang

tepat

Page 40: revisi ulang

ektremitas setelah

dilakukan tindakan

keperawatan

selama

Kriteria Hasil :

Bantu dalam rentang gerak

pasif/aktif yang sesuai

3. Ubah posisi secara periodik

4. Kolaborasi dengan ahli

terapis/okupasi dan atau

rehabilitasi medic

2. Melatih kekuatan

otot klien

3. Melatih rentang

gerak aktif/pasif

klie secara

bertahap

4. Untuk mencegah

terjadinya

dekubitus

5. Melatih rentang

gerak aktif/pasif

klien secara

bertahap

4.Implementasi Keperawatan

Tanggal

Dan WaktuDx Intervensi

Paraf &

Nama

9 Mei 2015

Pukul

08.00 WIB

1 1. Membantu mengimmobilisasi sendi pasien

langsung di bawah dan di atas tempat yang

dicurigai fraktur.

2. Mengkaji sirkulasi sebelum pemasangan

gips.

3. Meninggikan anggota gerak lebih tinggi dari

pada letak jantung setelah pembedahan.

4. Menghindari memfleksikan ektremitas yang

terkena

5. Mengajarkan pasien, anggota kelurga tentang

posisi yang tepat untuk berbaring ditempat

Page 41: revisi ulang

tidur dan duduk.

9 Mei 2015

Pukul

08.00 WIB

2 1. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien

2. Minta pasien untuk menjelaskan tingkat

nyerinya dengan skala 1-10

3. Kolaborasi dengan dokter untuk memberian

obat nyeri

4. Bantú pasien untuk mendapatkan posisi yang

nyaman dan gunakan bantal untuk

menyokong daerah yang sakit.

9 Mei 2015

Pukul

08.00 WIB

3 1. Mengajarkan pada pengunjung untuk

mencuci tangan sewaktu masuk dan

meninggalkan ruangan pasien

2. Mengajarken pasien teknik mencuci tangan

yang benar

3. Mengajarkan pasien dan keluarganya

tanda/gejala infeksi dan kapan harus

melaporkannya

4. Memberikan terapi antibiotic bila diperlukan

5. Memantau Suhu minimal setiap 4 jam

9 Mei 2015

Pukul

08.00 WIB

4. 1. Mengkaji derajat imobilisasi yang dihasilkan

oleh cedera

2. Mendorong partisipasi pada aktivitas

terapeutik

Bantu dalam rentang gerak pasif/aktif yang

sesuai

3. Mengubah posisi secara periodik

4. Mengkolaborasi dengan ahli terapis/okupasi

dan atau rehabilitasi medic

Page 42: revisi ulang

5. Evaluasi Keperawatan

TGL/JAM EVALUASI PARAF

15/5/2015

Jam

19.00

WIB

S  : Klien mengatakan nyerinya sudah

berkurang

O : Pasien terlihat tidak menyeringai lagi

A : Masalah Teratasi sebagian

P  : Diteruskan Intervensi yaitu dengan

pemasangan gips

BAB IV

PEMBAHASAN

Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi karena jatuh dengan tangan

terentang. Fraktur adalah terputusnya sebuah jaringan tulang yang pada umumnya

Page 43: revisi ulang

disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya yaitu tekanan eksternal yang

dating lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

Adapun fungsi dari tulang antara lain :

1. Member kekuatan pada kerangka tubuh

2. Tempat melekatnya otot

3. Melindungi organ penting

4. Tempat pembuatan sel darah

5. Tempat penyimpanan garam mineral

Terdapat berbagai jenis fraktur ekstremitas atas, fraktur yang paling sering terjadi

diantaranya :

1. Trauma Bahu

a. Fraktur Klavikula

Fraktur klavikula adalah putusnya hubungan tulang. Klavikula yang disebabkan

oleh suatu trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan

terputar/tertarik keluar (outstretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari

pergelangan tangan sampai klavikula.

b. Fraktur Skapula

Fraktur skapula adalah putusnya hubungan tulang belikat (skapula) yang

disebabkan oleh suatu trauma langsung pada badan atau leher skapula.

c. Fraktur Batang Humerus

Fraktur Humerus adalah terputusnya hubungan tulang batang humerus. suatu

cedera dari trauma langsung atau tidak langsung yang mengenai lengan atas

atau suatu kondisi fraktur patologis akibat metastasis pada tulang humerus.

2. Trauma siku

Trauma pada siku bisa terjadi pada tulang suprakondiler humeri, epikondilus

humeri, kaput radius, leher radius, olekranon, serta proksimal radius dan ulna oleh

berbagai keadaan yang meliputi cedera akibat trauma

3. Trauma Tangan

Page 44: revisi ulang

Trauma tangan dapat terjadi pada tulang radius, tulang ulna dan tulang – tulang

pergelangan tangan oleh berbagai keadaan yang meliputi cedera akibat trauma.

Tanda dan gejala khas dari fraktur ekstremitas atas yaitu terlihat bengkak atau

benjolan besar atau deformitas, terlihat memar pada bagian yang fraktur,terkadang ada

jaringan lunak yang mengalami kerusakan, serta pasien akan terlihat menyeringai

kesakitan dan merasakan nyeri pada daerah fraktur.

Penanganan fraktur ekstremitas atas ini bermacam-macam dengan cara pemasangan

Gips, diberikan mobiliisasi, traksi, jika ada pergeseran maka perlu dilakukan reduksi.

Pada intinya reposisi sama mobilisasi harus dilakukan dengan tepat.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Page 45: revisi ulang

1. Fraktur menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan

ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Demikian pula menurut Sjamsuhidayat (2005),

fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sementara Doenges

(2000) memberikan batasan, fraktur adalah pemisahan atau patahanya tulang.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

(Price, 1995). Sedangkan fraktur menurut Reeves (2001), adalah setiap retak atau

patah pada tulang yang utuh.

2. Fraktur humerus proksimal dapat terjadi pada kolum anatomikum maupun kolum

sirurgikum humeri. Kolum anatomikum humeri terletak tepat di bawah kaput

humeri. Kolum sirurgikum humeri terletak di bawah tuberkulum. Fraktur impaksi

kolum sirurgikum humeri paling sering terjadi pada wanita tua setelah jatuh dengan

posisi tangan menyangga. Fraktur ini pada dasarnya tidak bergeser. Pasien usia

sebaya yang aktif dapat mengalami fraktur kolum humeri dengan pergeseran

dengan pergeseran dengan disertai kerusakan rotator cuff.

3. Fraktur barang humerus paling sering disebabkan oleh (1) trauma langsung yang

mengakibatkan fraktur transversal, oblik, atau kominutif, atau (2) gaya memutar tak

langsung yang menghasilkan fraktur spiral. Saraf dan pembuluh darah brakhialis

dapat mengalami cedera pada fraktur ini.

4. Fraktur humerus distal akibat kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dengan siku

menumpu (dengan posisi ekstensi atau fleksi), atau hantaman langsung. Fraktur ini

dapat mengakibatkan kerusakan saraf akibat cedera pada saraf medianus, radialis,

atau ulnaris

5. Fraktur radius distal (fraktur Colles) merupakan fraktur yang sering terjadi dan

biasanya terjadi akibat jatuh pada tangan dorsifleksi terbuka.

6. Tanda dan gejalanya antara lain nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri

bertambah bila ditekan/diraba, tidak mampu menggerakkan lengan/tangan, spasme

otot.

1. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan normal.

2. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.

Page 46: revisi ulang

3. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh fragmen

tulang.

4. Krepitasi jika digerakkan.

5. Perdarahan.

6. Hematoma.

7. Syok

8. Keterbatasan mobilisasi.

5.2 Saran

Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan

benar sehingga klien dengan penyakit fraktur ekstremitas atas yang biasa terjadi pada

semua usia bisa segera ditangani dan diberikan perawatan yang tepat. Perawat juga

diharuskan bekerja secara profesional sehingga meningkatkan pelayanan untuk

membantu kilen dengan penyakit fraktur ekstremitas atas.

DAFTAR PUSTAKA

Cynthia M, Sheila, 2002, Diagnosa Keperawatan, Jakarta; EGC

Julia & Davis,Peter, 2002, Keperawatan Ortopedik dan Trauma, Jakarta; EGC

Page 47: revisi ulang

Lukman & Ningsih,nurma, 2012, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal, Jakarta; Salemba Medika.

Noor, Zairin,2012, Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal,Jakarta; Salemba Medika

Padila,2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Yogyakarta; Nuha Medika

Suzanne & Brenda, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta; EGC

Syaifuddin, 2002, Anatomi Fisiologi, Jakarta; EGC.