RESPONSI KULIT Habibie.doc

Embed Size (px)

Citation preview

STATUS RESPONSI KASUSILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN UNIVERSITAS HANGTUAH-RSAL DR.RAMELAN SURABAYA

Nama : Mohammad Habibie, S.Ked

NIM : 2008.04.0.0015I. IDENTITAS PENDERITA

Nama

: Ny. KUsia

: 36 tahunJenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tanggaAgama

: IslamTanggal pemeriksaan: 29 April 2015, pukul 10:00 WIBII. ANAMNESA (Autoanamnesa)

1. Keluhan Utama

:

Kulit terasa perih di bagian betis kanan2. Keluhan Tambahan

:

Kulit terasa panas dan gatal di bagian betis kanan3. Riwayat Penyakit Sekarang:

Penderita datang ke poli penyakit kulit dan kelamin RSAL dengan keluhan kulit bagian betis terasa perih, gatal dan panas sejak 5 hari yang lalu. Pasien baru sadar setelah bangun tidur lalu pasien merasa gatal dan kemeng-kemeng kemudian menepuk nepuk bagian tersebut. Keesokan harinya, pasien merasakan perih, panas dan gatal pada betisnya dimana semakin hari pasien mengaku bagian betisnya semakin merah dan muncul gelembung beserta luka. Pasien juga mengaku saat itu dirumahnya tersebar banyak hewan menyerupai semut. Setelah itu pasien membeli sendiri obat acyclovir untuk diobati dan tidak diberi minyak tawon atau sejenisnya.4. Riwayat Penyakit Dahulu :

Penderita tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

Penderita tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obat-obatan sebelumnya5. Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluarga penderita tidak sakit seperti ini Keluarga penderita tidak mempunyai alergi obat dan makanan6. Riwayat Psikososial

: Penderita mandi teratur 2-3x sehari memakai sabun dan menggunakan air PDAM

Penderita mengganti pakaian yang digunakan sehari-hari 2x dan memakai handuk sendiri tidak bergantian dengan anggota keluarga lain

Lingkungan tempat tinggal penderita cukup bersih dan padat penduduk

Tidak ada yang memiliki keluhan seperti ini di lingkungannya

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum: Baik

Kesadaran : composmentis

Status gizi

: Baik

Kepala/leher: A/I/C/D = -/-/-/-

Thorax

: Dalam batas normal

Abdomen

: Dalam batas normal

Extremitas

: Dalam batas normal

B. Status Dermatologis

Status Lokalis : Regio cruris dextra- Efloresensi : Makula eritematus dengan di atasnya terdapat krusta, dan vesikel

IV. RESUME

Penderita datang ke poli penyakit kulit dan kelamin RSAL dengan keluhan kulit bagian betis terasa perih, gatal dan panas sejak 5 hari yang lalu. Pasien baru sadar setelah bangun tidur lalu pasien merasa gatal dan kemeng-kemeng kemudian menepuk nepuk bagian tersebut. Keesokan harinya, pasien merasakan perih, panas dan gatal pada betisnya dimana semakin hari pasien mengaku bagian betisnya semakin merah dan banyak gelembung dan juga luka. Pasien juga mengaku saat itu dirumahnya tersebar banyak hewan menyerupai semut. Setelah itu pasien membeli sendiri obat acyclovir untuk diobati dan tidak diberi minyak tawon atau sejenisnya

Status Lokalis: Regio kruris dextra- Efloresensi: Makula eritematus dengan di atasnya terdapat krusta dan vesikel

V. DIAGNOSA KERJA

Dermatitis venenataVI. DIAGNOSA BANDING

Dermatitis kontak iritanImpetigo krustosaHerper zoster

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa: Hidrokortison cream 2,5% 2 x 1

Gentamycin cream 0,1% 3 x 1

Loratadine 1 x 10 mg p.o

Mefenamat acid 500mg 3 x 1 Non medikamentosa : Tidak menggaruk bagian kulit yang gatal

Tidak menggunakan minyak gosok di kulit

VIII. PROGNOSA

ad bonam

DERMATITIS VENENATA / DERMATITIS INSECT BITEI. DEFINISI

Dermatitis venenata merupakan dermatitis kontak iritan tipe akut lambat yang disebabkan oleh terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan bawang. Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab. Dimana gambaran klinis dan gejalanya baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Penderita baru merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. Dermatitis venenata dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin.

Dermatitis yang disebabkan spesifik diakibatkan oleh bahan aktif yang dikandung oleh serangga genus Paederus, yakni paederin, disebut dengan paederus dermatitis atau dermatitis linearis atau blister beetle dermatitis

II. EPIDEMIOLOGI

DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan, diperkirakan sekitar 70%-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja. DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyakterutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja). Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di beberapa negara adalah sama, yaitu 50-70 kasus per 100.000 pekerja pertahun. Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerjaindustri kimia, pekerja logam, penanam bunga, pekerja di gedung. Adapun pada DKI akibat serangga khususnya yang disebabkan kumbang Paederus kejadiannya meningkat pada musim penghujan, karena cuaca yang lembab merupakan lingkungan yang sesuai bagi organism penyebab dermatitis venenata (misal: Genus Paederus). Paederus dermatitis terjadi di seluruh bagian dunia, khususnya daerah beriklim tropis seperti Indonesia, dan pernah dilaporkan kejadian yang merebak di Australia, Malaysia, Srilanka, Nigeria, Kenya, Iran, Uganda, Okinawa, Sierra Leone, Argentina, Brazil, Venezuela, Ecuador, India.III. ETIOLOGI

Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ini adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab.

Spesies serangga yang paling sering menyebabkan dermatitis venenata adalah dari genus Paederus. Spesies dari genus ini menyebabkan paederus dermatitis. Paederus dermatitis sendiri di Indonesia paling disebabkan oleh Pederus peregrines. Paederus dewasa panjang tumbuhnya 7-10 mm dan lebar 0,5 mm seukuran dengan nyamuk. Paederus berkepala hitam dengan abdomen di caudalnya dan juga elytral ( struktur yang membungkus sayap dan sepertiga atas segmen abdomen). Meskipun paederus dapat terbang, namun paederus lebih sering berlari dan meloncat. Paederus memiliki karateristik mengangkat bagian abdomennya ketika mereka lari ataupun merasa terganggu. Spesies yang biasa menyebabkan paederus dermatitis adalah Paederus melampus di India, Paederus brasiliensis di Amerika Latin, Paederus colombius di Venezuela, Paederus fusipes di Taiwan dan tentunya Paederus peregrinus di Indonesia. Kumbang ini tidak menggigit atau menyengat, namun tepukan keras pada kumbang ini diatas kulit akan memicu pengeluaran bahan aktifnya yang berupa paederin.

Gambar. Paederus spPaederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan terang. Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas tebakar, kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar.IV. PATOGENESISKelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada 4 mekanisme yang berhubungan dengan DKI.

1. Hilangnya membran lemak (Lipid Membrane)

2. Kerusakan dari sel lemak

3. Denaturasi keratin epidermal

4. Efek sitotoksik secara langsungKerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular.

DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.

V. GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis meskipun faktor individu dan lingkungan sangat berpengaruh.

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang mengklasifikasi DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut, reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, noneritematosa, dan subyektif.DKI Akut

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut. Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asal sulfat dan asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.

DKI Akut LambatGambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan dapat menyebabkan DKI akut lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

DKI Kumulatif

Dermatitis ini adalah jenis dermatitis yang paling sering terjadi; nama lain ialah DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (Faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, dan kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.

Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, lama-lama kulit menebal dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung, kulit bisa menjadi retak(fisur) seperti pada tumit tukang cuci. Keluhan umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak(fisur). Kadang hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh pasien. setelah dirasa mengganggu, baru mendapat perhatian.Reaksi IritanReaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah, misal penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit dapat berupa skuama, eritema, pustul, dan erosi. Umumnya bisa sembuh sendiri, menimbulkan penebalan kulit, kadang bisa berlanjut menjadi DKI kumulatif.

DKI traumatikKelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Sering terjadi di tangan.DKI noneritematosa

DKI noneritematosa adalah bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi sawar statum korneum tanpa disertai kelainan klinis.DKI subjektif

Disebut juga DKI sensori, kelainan kulit tidak terlihat, tapi penderita merasa seperti tersengat(pedih) atau terbakar(panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misal asam laktat.Dermatitis venenata memiliki gambaran klinis yang khas dimana kulit yang terkena penyakit ini akan menjadi merah dan timbul vesikel disertai rasa perih. Bila lesi ini digaruk, maka lesi ini akan menyebar dan membentuk gambaran lesi yang linear. Gejala klinis yang dapat ditemukan dari pasien dengan dermatitis venenata antara lain:

a. Tidak ada gejala prodromal.

b. Lesi muncul tiba-tiba pada pagi hari atau setelah berkebun dan terasa gatal serta pedih.

c. Lesi berbentuk garis linear dan berwarna merah dengan batas yang tidak tegas serta terdapat jaringan nekrosis di tengahnya.

d. Lesi hanya pada tempat yang tidak tertutup oleh pakaian.

e. Adanya kissing phenomenon, yang berarti kulit yang tertempel atau terkena lesi akan berubah menjadi lesi yang baru.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai untuk menyingkirkan diagnosa bandingnya.VII. DIAGNOSIS BANDING

Dermatitis kontak alergika

Dermatitis Atopik Herpes zoster : Pada herpes simpleks terdapat gejala prodormal (panas, malaise) sedangkan pada dermatitis venenata tidak ada gejala prodormal. Lesi pada dermatitis venenata berupa makula eritema dengan vesikel, pustul dan disertai dengan jaringan nekrosis, pada herpes simpleks lesi dalam satu gerombolan umur lesi sama dan tidak disertai jaringan nekrosis.VIII. PENATALAKSANAAN

Penanganan dermatitis kontak yang tersering adalah menghindari bahan yang menjadi penyebab. Cuci bagian kulit yang terkena dengan air dan sabun.Pengobatan medikamentosa terdiri dari:

A. Pengobatan sistemik :

1. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat.

Prednisone

Dewasa: 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

Anak: 1 mg/KgBB/hari

Dexamethasone

Dewasa: 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

Anak: 0,1 mg/KgBB/hari

Triamcinolone

Dewasa: 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

Anak: 1 mg/KgBB/hari

2. Antihistamin

Chlorpheniramine maleat

Dewasa: 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

Anak: 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali

Diphenhydramine HCl

Dewasa: 10-20 mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali

Anak: 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali

Loratadine

Dewasa: 1 tablet sehari 1 kali

B. Pengobatan topikal :

1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl 0,9%)

2.Bentuk kronis dan kering diberi krim hydrocortisone 1% atau diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat 0,005-0,1%IX. KOMPLIKASI

Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan bakteri

Hiperpigmentasi : Hiperpigmentasi karena dermatitis venenata disebut juga hiperpigmentasi post inflamasi (HPI) yang terjadi akibat kelebihan produksi melanin atau tidak teraturnya produksi melanin setelah proses inflamasi. Pada HPI, terjadi peningkatan produksi dan transfer melanin ke kerainosit sekitarnya. Meskipun mekanisme yang tepat belum diketahui, peningkatan produksi dan transfer melanin dirangsang oleh prostanoids, sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi serta spesi oksigen reaktif yang dilepaskan selama inflamasi. Beberapa studi menunjukkan rangsangan melanosit diakibatkan oleh leukotrien (LT), seperti LT-C4 dan LT-D4, prostaglandin E2 dan D2, tromboksan-2, interleukin-1 (IL-1), IL-6, Tumor Nekrosis Faktor- (TNF-), factor pertumbuhan epidermal, dan spesi oksigen reaktif seperti NO.X. PROGNOSIS

Prognosis dari DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat dikenali dan dihilangkan. Prognosis untuk DKI kumulatif atau kronis tidak pasti dan bahkan lebih buruk dari Dermatitis Kontak Alergi. Latar belakang pasien atopi, kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, dan atau diagnosis dan penatalaksanaan adalah faktor-faktor yang membawa ke perburukan dari prognosis.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

Murtiastutik Dwi et all. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin, 2nd ed. Surabaya : DEP/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK. Unair/RSUD Dr. Soetomo, 2009.

Freederg IM. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th eds. New York : McGraw-Hill, 201313