Upload
truongkhuong
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RELEVANSI NILAI BUDAYA DAN DEMOKRASI DALAM
MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN NASIONAL
Makalah
Diajukan Sebagai Syarat Mengikuti
Latihan Kader II HMI Cabang Banjar Tahun 2018
Disusun oleh:
MUHAMMAD ILHAM
08121875153 / [email protected]
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG BANDUNG
1439 H / 2018
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahNya kepada kami, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah yang Merupakan Salah satu syarat mengikuti Latihan
Kader II HmI Cabang Banjar Tahun 2018. Adapun tema dari Makalah yaitu
“Relevansi Nilai Budaya Dan Demokrasi Dalam Mewujudkan Kepemimpinan
Nasional Yang Berkarakter”. Makalah LK II ini telah penulis susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada:
1. Allah SWT 6. Rakandita Denisa Talisa P.
2. Rakanda M. Sigit Ismail, S.H.,M.H. 7. Rakandita Meiske Rizkita
3. Rakanda Firman Nurhakim 8. Keluarga saya di Jakarta
4. Rakanda Dendinar Badrusalam 9. Keluarga Besar HmI Komisariat
5. Rakanda Muhammad Nur Jamaluddin Hukum Unpas
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah LK II ini. Terlepas dari semua
itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah LK II ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah LK II tentang
“Relevansi Nilai Budaya Dan Demokrasi Dalam Mewujudkan Kepemimpinan
Nasional” untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandung, 6 Juli 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 3
C. Tujuan .............................................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................. 5
A. Nilai-nilai Budaya ............................................................................ 5
B. Demokrasi ........................................................................................ 7
C. Kepemimpinan Yang Berkarakter .................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN .................................................................... 5
A. Hubungan Nilai-nilai Budaya Dan Demokrasi Dalam
Mewujudkan Kepemimpinan Nasional Yang Berkarakter .............. 14
B. Peran Kaderisasi HmI Dalam Membentuk Pribadi Pemimpin Yang
Berkarakter ........................................................................................ 20
1. Kualitas Insan Akademis ............................................................ 22
2. Kualitas Insan Pencipta ............................................................. 23
3. Kualitas Insan Pengabdi ............................................................ 23
4. Kualitas Insan Yang Bernafaskan Islam ................................... 24
5. Kualitas Insan Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat
Adil Makmur Yang Diridai Oleh Allah SWT ........................... 25
BAB IV PENUTUP .............................................................................. 26
A. Kesimpulan ..................................................................................... 26
B. Saran ................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 27
A. Buku ................................................................................................. 27
B. Sumber Lainnya ............................................................................... 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan falsafah Pancasila, manusia Indonesia adalah makhluk
ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, daya pikir dan sadar akan
keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya, alam
semesta dan penciptanya. Berdasarkan kesadaran yang dipengaruhi oleh
lingkungannya, manusia Indonesia memiliki motivasi antara lain untuk
menciptakan suasana damai dan tentram menuju kebahagiaan serta
menyelenggarakan keteraturan dalam membina hubungan antar sesama.
Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila sesungguhnya telah
bersemayam dan berkembang dalam hati sanubari dan kesadaran bangsa
Indonesia. Nilai-nilai Pancasila juga tercakup dalam penggalian dan
pengembangan wawasan nasional, hal tersebut biasa kita maknai dalam
pancasila, yaitu dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Sikap tersebut mewarnai
wawasan nasional yang dianut oleh bangsa Indonesia yang menghendaki
keutuhan dan kebersamaan dengan tetap menghormati dan memberikan
kebebasam dalam menganut dan mengamalkan agama masing-masing,
selanjutnya dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, bangsa Indonesia
mengakui, menghargai dan memberikan hak dan kebebasan yang sama kepada
setiap warganya untuk menerapkan hak asasi manusia (HAM). lalu bisa kita
lihat dalam sila Persatuan Indonesia, bangsa Indonesia lebih mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara. Sikap tersebut mewarnai wawasan
kebangsaan/wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa
Indonesia yang mengutamakan keutuhan bangsa dan negara dengan tetap
memperhatikan, menghormati dan menampung kepentingan golongan, suku
bangsa maupun perorangan. Kemudian dalam Sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan bangsa
2
Indonesia mengakui bahwa pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan bersama diusahakan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat.
Dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa
Indonesia mengakui dan menghargai warganya untuk mencapai kesejahteraan
yang setinggi-tingginya sesuai hasil karya dan usahanya masing-masing.
Wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan
dikembangkan oleh bangsa Indonesia merupakan pancaran dari Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Karena itu, wawasan nasional
Indonesia menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan tanpa
menghilangkan ciri, sifat dan karakter dari kebinekaan undur-unsur pembentuk
bangsa (suku bangsa, etnis, golongan serta daerah itu sendiri).1
Pemimpin atau kepemimpinan selalu hangat dibicarakan oleh berbagai
lapisan masyarakat. Seperti para pelajar, mahasiswa, guru atau dosen,
pengusaha, birokrat, orang tua, pemuda, seniman, politikus dan sebagainya.
Salah satu krisis terbesar dunia saat ini adalah ketiadaan pemimpin yang
visioner, kompeten, dan memiliki integritas tinggi dalam kepemimpinannya.
Pemimpin yang diharapkan adalah yang dapat merajut titik temu dari berbagai
elemen yang berbeda baik dari sisi ideologi, budaya, dan tradisi menjadi suatu
tatanan masyarakat baru yang bergerak menuju peradaban baru. Dengan kata
lain seorang pemimpin hendaknya memiliki karakter yang kuat yang dapat
menjadi teladan untuk kelangsungan orang yang dipimpinnya.
Masalah-masalah seputar karakter atau moral yang terjadi sekarang ini
jauh lebih banyak dan kompleks dibandingkan dengan masalah-masalah
karakter atau moral yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Persoalan
karakter menjadi bahan pemikiran sekaligus keprihatianan bersama
dikarenakan negara ini bisa dianggap sedang menderita krisis karakter. Krisis
ini antara lain ditandai dengan banyak terjadinya penyimpangan-pengimpangan
dikalangan para pemimpin seperti terjadinya tindak pidana korupsi dikalangan
1 M. Sobarna, Demokrasi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 34.
3
Legislatif, yudikatif dan eksekutif serta tindakan-tindakan KKN yang dilakukan
pemimpin daerah, belum lagi akhir akhir ini kita mendapatkan pemberitaan
tentang anggota legislatif yang tak senonoh Karakter, watak, sifat, atau trait
adalah suatu kualitas yang tetap terus menerus dan relatif menetap yang dapat
dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi, suatu objek, atau
kejadian. Dalam istilah lain, karakter dapat diartikan sebagai ciri khas dari
seseorang agar kita dapat mengenali siapa sebenarnya orang tersebut. Menurut
Foerster karakter merupakan sesuatu yang mengkualifikasi seorang pribadi, dan
karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman pribadi yang sering
berubah. Watak atau karakter sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu
dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebajikan, dan kematangan moral
seseorang. Oleh karena itu, karakter seseorang sangatlah penting karena dapat
menunjukkan karakter bangsa pada umumnya, sehingga dengan kematangan
pribadi serta karakter yang kuat dari seseorang dapat menunjukkan seberapa
kuat bangsa tersebut. Individu-individu yang memiliki karakter kuat tentunya
dapat membentuk bangsa yang kuat pula. Sebaliknya bila individu dari bangsa
tersebut lemah, tentunya bangsa tersebut memiliki karakter yang lemah pula.
Berdasarkan pemaparan tersebut du atas, Penulis tertarik untuk
mengkajinya dalam bentuk Makalah dengan judul “RELEVANSI NILAI
BUDAYA DAN DEMOKRASI DALAM MEWUJUDKAN
KEPEMIMPINAN NASIONAL YANG BERKARAKTER”.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana hubungan nilai-nilai budaya dan demokrasi dalam mewujudkan
kepemimpinan nasional yang berkarakter?
2. Bagaimana peran kader HmI dalam membentuk pribadi pemimpin yang
berkarakter?
4
C. Tujuan
1. Mengatahui dan memahami hubungan nilai-nilai budaya dan demokrasi
dalam mewujudkan kepemimpinan nasional yang berkarakter.
2. Mengatahui dan memahami peran kader HmI dalam membentuk pribadi
pemimpin yang berkarakter.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai-nilai Budaya
Masa modern ini masalah kebudayaan dapat berpengaruh dalam
menggerakkan pemikiran orang banyak seperti para ahli pendidikan, di mana-
mana selalu menghadapi masalah. Dalam setiap soal daya kebudayaan
menampakkan diri sebagai faktor yang tak dapat dielakkan, yang mau tak mau
harus diperhatikan agar usaha-usaha tersebut tidak gagal. Dari dalam
kebudayaan orang menggali motif dan perangsang untuk menjunjung
perkembangan masyarakat,2 Tiada orang yang menolak bahwa fenomena
kebudayaan adalah sesuatu yang khusus bagi manusia. Bagi hewan dan
tumbuhan tidak diharapkan karya budaya.3
Kebudayaan merupakan ciptaan manusia yang berlangsung dalam
kehidupan. Pendidikan dan kehidupan adalah suatu hubungan antara proses
dengan isi, yaitu proses pengambil alihan kebudayaan dalam arti
membudayakan manusia, aspek lain dari fungsi pendidikan adalah mengolah
kebudayaan itu menjadi sikap mental, tingkah laku, bahkan menjadi
kepribadian anak didik, sedangkan landasan pendidikan adalah filsafat. Jadi
hubungan pendidikan dengan kebudayaan terdapat pada hubungan nilai
demokrasi, dimana fungsi pendidikan sebagai kebudayaan mempunyai tujuan
yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif
dan produktif yakni mampu menciptakan kebudayaan.
Kebudayaan adalah suatu hal yang terus berlangsung dan belum
berhenti pada titik tertentu. Ketika suatu kebudayaan dalam kehidupan manusia
telah berhenti di satu titik dan tidak berkembang lagi, maka hal itu, disebut
peradaban Filsafat merupakan salah satu disiplin ilmu yang menjadi sumber
2 Bakker Sj. J.W.M., Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Pustaka Filsafat, 1992,
hlm. 11. 3 Ibid, hlm. 14.
6
utama dari berbagai ilmu di dunia pendidikan. Seperti yang telah kita ketahui,
bahwa manusia adalah makhluk yang berpengetahuan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, budaya (cultural) adalah
pikiran, adat-istiadat, sesuatu yang berkembang, sesuatu yang menjadi
kebiasaan yang sukar diubah.4 Menurut Edward B. Tylor sebagaimana dikutip
Sulistyorini, budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks
dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat- istiadat, serta
kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat.5 Sedangkan menurut Nur Kholis, budaya
adalah asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan diantara para anggota
kelompok atau organisasi.6 Koentjaraningrat mengelompokkan aspek-aspek
budaya berdasarkan dimensi wujudnya meliputi:
1. Kompleks gugusan atau ide seperti pikiran, pengetahuan, nilai,
keyakinan, norma dan sikap.
2. Kompleks aktivitas seperti pola komunikasi, tari-tarian, upacara
adat.
3. Material hasil benda seperti seni, peralatan dan sebagainya.7
Sebuah budaya dapat berbentuk menjadi beberapa hal yakni artefak,
sistem aktifitas, dan sistem ide atau gagasan. Kebudayaan yang berbentuk
artefak salah satu contohnya adalah benda-benda yang merupakan hasil karya
manusia. Sedangkan kebudayaan aktivitas dapat diterjemahkan berupa tarian,
olahraga, kegiatan sosial, dan kegiatan ritual. Sedangkan kebudayaan yang
berbentuk sistem ide atau gagasan didefinisikan sebagai pola pikir yang ada di
dalam pikiran manusia. Pikiran merupakan bentuk budaya abstrak yang
4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai
Pustaka, Jakarta, 1991, hlm. 149. 5 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Teras,
Yogyakarta, 2009, hlm. 249. 6 Nur Kholis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi, PT. Gramedia
Widiasmara Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 200. 7 Koentjaraningrat, Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di
Indonesia, Lembaga Riset Kebudayaan Nasional, Jakarta, 1969, hlm. 17.
7
mengawali suatu perilaku ataupun hasil perilaku bagi setiap bangsa atau ras.
Kebudayaan secara universal terdiri dari 7 unsur utama yaitu:8
a. komunikasi (bahasa);
b. kepercayaan (religi);
c. kesenian (seni);
d. organisasi sosial (kemasyarakatan);
e. mata pencaharian (ekonomi);
f. ilmu pengetahuan;
g. teknologi.
B. Demokrasi
Demokrasi merupakan tatanan hidup bernegara yang menjadi pilihan
negara-negara di dunia pada umumnya. Demokrasi lahir dari tuntutan
masyarakat barat akan persamaan hak dan kedudukan yang sama di depan
hukum. Hal ini terjadi karena pada masa sebelum adanya deklarasi Amerika dan
Perancis, setiap warga dibeda-bedakan kedudukannya baik di depan hukum
maupun dalam tatanan sosial masyarakat.
Demokrasi yang berasal dari kata demos dan kratos berarti
pemerintahan dari untuk oleh rakyat. Amin Rais9 mengartikan demokrasi
sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya yang memberikan pengertian
bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-
masalah pokok yang mengenai kehidupannya termasuk dalam menilai
kebijaksanaan pemerintah negara oleh karena kebijaksanaannya tersebut
menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian demokrasi adalah
pemerintahan yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan
rakyat. Atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai suatu
pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas
persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
8 Tim Sosiologi, Sosiologi I Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat, Yudhistira, Jakarta,
2006, hlm. 14, 9 Amin Rais, Pengantar Dalam Demokrasi dan Proses Politik, LP3ES, Jakarta,1986, hlm.
5.
8
Dalam praktik pelaksanaannya, demokrasi yang memposisikan rakyat
dalam penentuan kebijakan negara, sering bergeser ketika peranan negara yang
terwujud dalam pemerintahan melakukan langkah-langkah yang berusaha
membatasi hakekat kehendak dan kekuasaan rakyat dalam penyelenggaraan
negara. Langkah-langkah tersebut dicapai melalui perubahan konstitusi ataupun
produk perundang-undangan yang dibuat rezim yang berkuasa. Gerakan
konstitusional maupun yuridis formal dipergunakan untuk merubah dan
membatasi ruang berlakunya demokrasi.
Perjalanan sejarah demokrasi di Indonesia telah membuktikan bahwa
tidak selamanya demokrasi dilaksanakan sesuai dengan konstitusi. Kenyataan
silih bergantinya sistem demokrasi di Indonesia sejak awal kemerdekaan
sampai lahirnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, demokrasi terpimpin,
demokrasi Pancasila, sampai pada munculnya reformasi menunjukkan betapa
dominannya peranan (pemerintahan) negara dalam memberikan warna terhadap
sistem demokrasi di Negara Indonesia. Sementara rakyat sebagai pemegang
kedaulatan negara dipaksa mengikuti kemauan dan kekuatan elite politik yang
sedang berkuasa dalam menjalankan demokrasi.
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan
pemerintahannya berasal dari rakyat baik secara langsung (demokrasi langsung)
atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa
Yunani yaitu demokratia (kekuasaan rakyat), yang dibentuk dari kata demos
(rakyat) dan kratos (kekuasaan), merujuk pada sistem politik yang muncul pada
pertengahan abad ke 5 dan ke 4 SM di kota Yunani Kuno khususnya Athena.10
Dapat diartikan secara umum bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang sederhana
tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang.
Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan, akan tetapi
pemakaian konsep ini di zaman modern dimulai sejak terjadinya pergolakan
revolusioner dalam masyarakat Barat pada akhir abad ke-18. Pada pertengahan
10 Azumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Prenada
Media, Jakarta, 2005, hlm. 125.
9
abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti demokrasi muncul tiga pendekatan
umum. Sebagai suatu bentuk pemerintahan, demokrasi telah didefinisikan
berdasarkan sumber wewenang bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh
pemerintah dan prosedur untuk membentuk pemerintahan.2 Demokrasi
mementingkan kehendak, pendapat serta pandangan rakyat, corak pemerintahan
demokrasi dipilih melalui persetujuan dengan cara mufakat. Sehingga
demokrasi yang kuat adalah demokrasi yang bersumber dari hati nurani rakyat
untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan rakyat.11 Layaknya sebuah sistem,
demokrasi juga mempunyai konsep, ciri-ciri, model dan mekanisme sendiri.
Yang mana semuanya itu merupakan satu kesatuan yang dapat menjelaskan arti,
maksud dan praktek sistem demokrasi.
C. Kepemimpinan Yang Berkarakter
Pengertian pemimpin bagi banyak orang juga berbagai macam,
kepemimpinan bagi dunia identik dengan prestasi, status, penampilan, tingkat
sosial, ketenaran dan lain sebagainya. Secara umum pengertian kepemimpinan
adalah terjemahan dari kata leadership yang berasal dari kata leader. Pemimpin
(leader) ialah orang yang memimpin, sedangkan pemimpin merupakan
jabatannya. Dalam pengertian lain, secara etimologi istilah kepemimpinan
berasal dari kata dasar pimpin yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata
pimpin lahirlah kata kerja memimpin yang artinya membimbing dan
menuntun.12
Kata ‘pemimpin’ dalam bahasa Yunani diterjemahkan dari kata benda:
hodegos (pemimpin, penuntun, pembimbing). Dalam bentuk kata kerja dipakai
11 Zakaria Bangun, Demokrasi dan Kehidupan Demokrasi di Indonesia, Bina Media
Perintis, Medan, 2008, hlm. 2. 12 Kepemimpinan mempunyai arti yang sangat beragam, bahkan dikatakan bahwa definisi
kepemimpinan sama banyak dengan orang-orang yang berusaha mendefinisikannya. Para peneliti
biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif individual dan aspek
dari fenomena yang paling manarik perhatian mereka. Kepemimpinan telah didefinisikan dalam
kaitannya dengan cirri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi,
hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administrasi, serta persepsi oleh orang lain mengenai
keabsahan dari pengaruh. Pramudji, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bumi Aksara,
Jakarta, 1995, hlm. 5.
10
kata: hodegein (memimpin, menuntun, membimbing). Dalam Perjanjian Baru
kata hodegos dan hodegein dipakai secara bervariasi. Pada satu pihak kedua
kata itu dipakai dalam pengertian yang negatif. Namun di pihak lain, kedua kata
itu juga dipakai dalam arti yang positif. Penulis Injil Yohanes menyatakan
bahwa apabila Roh Kebenaran itu datang Ia memimpin (hodegesei) kamu ke
dalam seluruh kebenaran, Yoh. 16:13).13 John Gage Allee mendefenisikan
pemimpin dengan, Leader… a guide; a conductor; a commander” (pemimpin
itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun; komandan).14
Kartono mengatakan bahwa persyaratan kepemimpinan itu harus selalu
dikaitkan dengan tiga hal, yaitu:
1. Kekuasaan, yaitu otoritas dan legalitas yang memberikan
kewenangan kepada pemimpin guna mempengaruhi dan
menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
2. Kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu
mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada
pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan perbuatan tertentu.
3. Kemampuan, yaitu segala daya, kesanggupan, kekuatan dan
kecakapan/keterampilan teknis maupun social yang dianggap
melebihi dari kemampuan anggota biasa
Stognil mengatakan bahwa pemimpin harus memiliki beberapa
kelebihan, yaitu:
1. Kapasitas, yaitu kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara
atau verbal facility, keaslian dan kemampuan menilai.
2. Prestasi atau achievement, yaitu gelar keserjanaan, ilmu
pengetahuan perolehan dalam olahraga, atletik dan lain lain.
13 Dari pemakaiannya itu maka nyata bahwa kata kerja: memimpin, menuntun,
membimbing, memiliki beberapa arti antara lain: menunjukkan jalan terutama berjalan di depan,
menuntun, membimbing, mengambil langkah awal, mempengaruhi orang dengan pandangan dan
tindakan, memprakasai, bertindak lebih dahulu, memelopori, mengarahkan pikiran atau mendapat,
menggerakkan orang lain dengan pengaruhnya, dll. A.M. Mangunhardjana, Kepemimpinan,
Kanisius, Yogyakarta, 1990,11. 14 7http://referensi-kepemimpinan.blogspot.com /2009/03/definisi-pemimpin.html
diakses 6 Juli 2018.
11
3. Tanggung jawab, yaitu mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya
diri, agresif dan punya hasrat untuk unggul.
4. Partisipasi, yaitu aktif, memiliki sosialbilitas tinggi, mampu
bergaul, kooperatif atau suka bekerja sama, mudah menyesuaikan
diri, punya rasa humor.
5. Status, yaitu memiliki kedudukan social ekonomi yang cukup
tinggi, popular dan tenar.
Nightingle dan Schult dalam Sudriamunawar mengatakan bahwa
seseorang pemimpin perlu memiliki kemampuan, yaitu:
1. Kemandirian, berhasrat untuk memajukan diri sendiri
(individualisme).
2. Besar rasa ingin tahu dan cepat tertarik kepada manusia dan benda-
benda.
3. Multiterampil atau memiliki kepandaian yang beraneka ragam.a
4. Memiliki rasa humor, suka berkawan, antusiasme yang tinggi.
5. Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna.
6. Mudah menyesuaikan diri, adaptasinya tinggi.
7. Sabar, tapi tidak berarti diam atau berhenti.
8. Waspada, peka, jujur, optimis, gigih, ulet dan realistis.15
9. Komunikatif, serta pandai berbicara/ berpidato.
10. Berjiwa wiraswasta.
11. Sehat jasmani, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas yang
berat serta berani mengambil resiko.
12. Tajam firasatnya, adil pertimbangannya.
13. Berpengetahuan yang luas dan selalu berupaya meningkatkan
pengetahuannya.
14. Memiliki motivasi yang tinggi, sadar akan target yang harus
dicapainya dengan idealism yang tinggi.
15. Punya imajinasi dan sinerjik
15 Harbani Pasolong, Kepemimpinan Birokrasi, Alfabeta, Bandung, 2015, hlm. 11.
12
Dalam kepemimpinan harus memiliki ciri ciri, Menurut Maxwell ciri-
ciri pemimpin yaitu:
1. Pemimpin yang baik mampu menciptakan lingkungan yang tepat.
2. Pemimpin yang vaik mengetahui kebutuhand dasar bawahannya.
3. Pemimpin yang baik mampu mengendalikan keuangan, personalia
dan perencanaan.
4. Pemimpin yang baik mampu menghindari tujuh dosa yang
mematikan.
5. Berusaha untuk disukai bukan dihormati.
6. Tidak minta nasihat dan bantuan pada orang lain.
7. Mengesampingkan bakar pribadi dengan menekan peraturan bukan
keahlian.
8. Tidak menjaga untuk dikritik tetap konstruktif.
9. Tidak mengembangkan rasa tanggung jawab dalam diri orang lain.
10. Memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama.
11. Tidak membuat setiap orang selalu mendapat informasi.
Bennis dan Towsend mengatakan bahwa ciri-ciri pemimpin yang baik,
yaitu:
1. Pandangan tentang ambisi pribadi yang terkendali.
2. Intelegensi.
3. Kemampuan untuk mengutarakan diri (komunikasi), yaitu mampu
berbicara dengan jelas sederhana dan mudah dipahami.
4. Kemampuan menjadi pelayan bagi bawahannya.
5. Jangan memberikan kekuasaan kepada orang yang terlalu banyak
menginginkan semua perangkat yang menyertainya.
6. Objektivitas yang tinggi.
7. Seseorang pemimpin yang tidak pernah mengambil penghargaan.16
Teori dasar munculnya kepemimpinan menurut Siagin Anoraga, terbagi
tiga, yaitu:
16 Ibid, hlm. 11.
13
1. Teori genetik menjelaskan bahwa pimpinan tidak dibangun, tetapi
seorang akan menjadi pemimpin karena bakat yang dimiliki luar biasa,
atau dengan kata lain seseorang menjadi pemimpin karena memang
ditakdirjan menjadi pemimpin.
2. Teori sosial menjelaskan bahwa pemimpin harus dibangun atau
dibentuk, tidak begitu saja muncul atau ditakdirkan. Jadi seseorang
menjadi pemimpin karena melalui proses pendidikan dan pengalaman
serta disesuaikan dengan lingkungan.
3. Teori ekologis menjelaskan bahwa merupakan gabungan dari teori
genetic dan teori sosial. Teori berasumsi bahwa seseorang sukses
menjadi pemimpin, jika sejak lahir sudah mempunyai bakat-bakat
kepemimpinan, kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan
pengalaman serta disesuaikan dengan lingkungan.17
17 Ibid, hlm. 85.
14
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hubungan Nilai-nilai Budaya dan Demokrasi Dalam Mewujudkan
Kepemimpinan Nasional Yang Berkarakter
Keteladanaan yang baik menjadi sesuatu yang sangat langka bagi
bangsa ini, sehingga ini lah yang menjadi salah penyebab bangsa ini kehilangan
jati dirinya. Keluarga yang merupakan cikal-bakal segala sesuatu yang ‘baik’
bagi bangsa ini, saat ini mulai tergerus perkembangan jaman, sehingga lebih
mengedepankan nilai-nilai ‘kebendaan’ (material), sehingga tidak jarang
prestasi anak bangsa diukur dengan ukuran-ukuran keduniawian. Sehingga
‘keluarga’ juga melahirkan hal-hal yang kurang baik bagi anak bangsa ini, jika
hanya mengukur segala sesuatu keberhasilan berdasarkan kebendaan semata.
Lebih jauh lagi persoalan pembangunan nasional dan karakter bangsa ini
sesungguhnya dapat ditelusuri bagaimana masyarakat bangsa ini memahami
dan menghargai suatu keluarga. Sehingga tidak salah apabila keluarga
merupakan pusat dari persoalan (sumber dan sekaligus akibat) dan sekaligus
merupakan sumber dari segala penyelesaian bangsa ini. Ide pembangunan
karakter dan bangsa (nation and character building) dapat mulai lingkungan
terkecil dari masyarakat yaitu keluarga.18
Presiden Sukarno pernah mengemukakan bahwa kemerdekaan adalah
“jembatan emas” menuju cita-cita demokrasi, sedangkan pembentukan “nation
and character building” dilakukan di dalam prosesnya. Kalau pada saat itu
Sukarno menyatakan bahwa, “revolusi belum selesai,” maka dalam konteks
“nation and character building,” pernyataan demikian dapat dipahami. Dalam
arti, baik “nation” maupun “character” yang dikehendaki sebagai bangsa
merdeka belum mencapai standar yang dibutuhkan. Maka dalam hubungan
18 Lektor Kepala dan Koordinator Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD
periode 2014-2018.
15
“nation and character building” seperti yang diuraikan di atas, terdapat
beberapa hal yang terkandung di dalam gagasan awalnya:19
1. Pertama, kemandirian (selfreliance), atau menurut istilah Presiden
Soekarno adalah “Berdikari” (berdiri di atas kaki sendiri). Dalam
konteks aktual saat ini, kemandirian diharapkan terwujud dalam
percaya akan kemampuan manusia dan penyelenggaraan Republik
Indonesia dalam mengatasi krisis-krisis yang dihadapinya. Krisis
bahan pangan dan krisis energi merupakan salah satu contoh yang
sedang dialami saat ini sebagai ujian kemandirian bangsa Indonesia.
2. Kedua, demokrasi (democracy), atau kedaulatan rakyat sebagai ganti
sistem kolonialis. Masyarakat demokratis yang ingin dicapai adalah
sebagai pengganti dari masyarakat warisan yang feodalistik.
Masyarakat di mana setiap anggota ikut serta dalam proses politik
dan pengambilan keputusan yang berkaitan langsung dengan
kepentingannya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran.
Pemilihan kepala daerah yang sebelumnya telah berjalan dipilih
secara langsung oleh rakyat, telah coba dikembalikan lagi pada pola
lama dengan dipilih melalui perwakilan (melalui anggota DPRD)
juga merupakan ujian akan demokrasi bangsa Indonesia saat ini.
3. Ketiga, persatuan nasional (national unity). Dalam konteks aktual
dewasa ini diwujudkan dengan kebutuhan untuk melakukan
rekonsiliasi nasional antar berbagai kelompok yang pernah bertikai
ataupun terhadap kelompok yang telah mengalami diskriminasi
selama ini. Rasa persatuan nasional sebagai bangsa Indonesia yang
satu, kembali diuji terutama setelah pesta demokrasi Pemilihan
Presiden 2014. Siap menerima kekalahan dan siap menerima
kemenangan dengan merangkul yang pihak kalah demi rasa
persatuan Indonesia.
19 Silakan cermati tulisan Otho H. Hadi, Staf Direktorat Politik, Komunikasi, dan
Informasi Bappenas, dalam tulisannya tentang Nation and Caracter Building melalui Pemahaman
Wawasan Kebangsaan.
16
4. Keempat, Martabat Internasional (bargaining positions). Indonesia
tidak perlu mengorbankan martabat dan kedaulatannya sebagai
bangsa yang merdeka untuk mendapatkan prestise, pengakuan dan
wibawa di dunia internasional. Sikap menentang hegemoni suatu
bangsa atas bangsa lainnya adalah sikap yang mendasari ide dasar
“nation and character building.” Bung Karno menentang segala
bentuk “penghisapan suatu bangsa terhadap bangsa lain,” serta
menentang segala bentuk “neokolonialisme” dan
“neoimperialisme.” Indonesia harus berani mengatakan “tidak”
terhadap tekanan-tekanan politik yang tidak sesuai dengan
“kepentingan nasional” dan “rasa keadilan” sebagai bangsa
merdeka.
Patut diduga bahwa berbagai fenomena sosial yang mengarah menjadi
masalah sosial yang muncul dewasa ini merupakan akibat dari lemahnya nilai-
nilai kebangsaan (nation) serta lemahnya karakter bangsa Indonesia sebagai
bangsa Indonesia. Sebagaimana telah disinyalir oleh Prof. Dedy Mulyana
dengan menyatakan, bahwa banyak nama-nama rumah makan/restoran dan
menjual jenis makanan-minuman dengan menggunakan nama-nama berbahasa
asing, daripada bahasa Indonesia. Mereka lebih bangga, lebih senang, dan lebih
percaya diri apabila menggunakan nama-nama berbahasa asing daripada
berbahasa Indonesia atau namanama lokal. Sementara itu sebaliknya, warga
negara asing (WNA) sangat mengagumi dan menyukai jenis makanan Indonesia
dan mengagumi kekhasan budaya Indonesia. Sungguh sangat ironis.
Teori dasar munculnya kepemimpinan menurut Siagin Anoraga, terbagi
tiga, yaitu:
1. Teori genetik menjelaskan bahwa pimpinan tidak dibangun, tetapi
seorang akan menjadi pemimpin karena bakat yang dimiliki luar
biasa, atau dengan kata lain seseorang menjadi pemimpin karena
memang ditakdirkan menjadi pemimpin.
2. Teori sosial menjelaskan bahwa pemimpin harus dibangun atau
dibentuk, tidak begitu saja muncul atau ditakdirkan. Jadi seseorang
17
menjadi pemimpin karena melalui proses pendidikan dan
pengalaman serta disesuaikan dengan lingkungan.
3. Teori ekologis menjelaskan bahwa merupakan gabungan dari teori
genetic dan teori social. Teori berasumsi bahwa seseorang sukses
menjadi pemimpin, jika sejak lahir sudah mempunyai bakat-bakat
kepemimpinan, kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan
pengalaman serta disesuaikan dengan lingkungan.
4. Teori ekologis menjelaskan bahwa merupakan gabungan dari teori
genetic dan teori social. Teori berasumsi bahwa seseorang sukses
menjadi pemimpin, jika sejak lahir sudah mempunyai bakat-bakat
kepemimpinan, kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan
pengalaman serta disesuaikan dengan lingkungan.
Dilihat dari teori dasar munculnya kepemimpinan tersebut, bisa kita
Tarik hubungan antara budaya dengan demokrasi untuk menciptakan pemimpin
yang berkarakter, yaitu:
1. Teori genetik menjelaskan bahwa pemimpin tidak dibangun akan
tetapi seseorang yang menjadi pemimpin karena memiliki bakat
luar biasa atau dengan kata lain seseorangan menjadi pemimpin
karena memang ditakdirkan menjadi pemimpin, sehingga jiwa
kepemimpinan yang ia miliki benar-benar turunan dari orang
tuanya walaupun tidak dapat dipungkiri ada factor pengaruh
lingkungan juga. Teori genetik ini tidak hanya melihat soerang
pemimpin dari sisi bakat nya saja, akan tetapi bagaimana pemimpin
tersebut dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki berupa bakat
yang telah lahir semenjak dari awal.
2. Teori sosial menjelaskan bahwa pemimpin harus dibangun atau
dibentuk, tidak begitu saja muncul atau ditakdirkan. Jadi seseorang
menjadi pemimpin karena melalui proses pendidikan dan
pengalaman serta disesuaikan dengan lingkungan, dalam teori
sosial disini karakter kepemimpinan benar-benar muncul akibat
dari faktor lingkungan maupun budaya yang berada di tempat yang
18
ia tinggali, sehingga karakter seseorang bisa tumbuh karena factor
lingkungan masyarakat dan budaya dilingkungannya. Menurut
Jalaludin rahmat dalam bukunya psikologi komunikasi, perilaku
seseorang tergantung lingkungan yang ia tempati, sehingga factor
masyarakat dan lingkungan ataupun budaya yang berada di
lingkungan ia tempati mempengaruhi jiwa kepemimpinan yang ia
miliki dan hal tersebut mempengaruhi tokoh pemimpin seperti apa
yang dapat memimpin masyarakat tersebut sehingga kebudayaan
yang dianut masyarakat sangat mempengaruhi cikal bakal
kepemimpinan yang berkarakter.
3. Teori ekologis menjelaskan bahwa merupakan gabungan dari teori
genetic dan teori social. Teori berasumsi bahwa seseorang sukses
menjadi pemimpin, jika sejak lahir sudah mempunyai bakat-bakat
kepemimpinan, kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan
pengalaman serta disesuaikan dengan lingkungan, jadi dalam teori
ini terlihat jelas bahwa hubungan budaya dengan demokrasi dalam
menciptakan kepemimpinan yang berkarakter, yang mana bakat
luar biasa yang dimiliki seseorang karena faktor genetik ataupun
turunan dan dipengaruhi oleh lingkungan setempat akan tetapi
dikembangkan pula melalui pendidikan.
Bila kita merujuk pada pemikiran Jean Jacques Russeou, ia mengatakan
bahwa dalam terbentuknya satu masyarakat, diperlukan adanya kesepakatan
untuk membentuk dirinya (masyarakat) kesepakatan tersebut disebut dengan
Pactum Unisiones. Kesepakatan tersebut dalam taraf tertentu, menimbulkan
sesuatu yang lain yang menjadi ciri dari satu masyarakat tersebut, atau kedepan
ia terbentuk menjadi suatu budaya.
Sesudah masyarakat menyepakati untuk membentuk dirinya, setelah itu
mereka menentukan siapa yang akan mereka jadikan panutan (pemimpin) yang
akan memimpin mereka kedepan. Hal tersebut diperlukan karena masyarakat
tidak dapat mengatur dirinya sendiri, karena ia terbentuk dari berbagai macam
individu. Individu-individu yang mulai terorganisasi menjadi masyarakat ini
19
perlu seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu untuk dapat mengatur
jalannya kehidupuan bermsyarakat (menjadi penegak aturan-aturan yang telah
disepakati/apparatus) atau dengan kata lain pemimpin. Kesepakatan memilih
seseorang untuk dapat mengatur jalannya masyarakat disebut dengan Pactum
Subjectiones.
Merujuk pada teori Russoeu diatas, pemimpin dipilih karena
masyarakat tidak dapat mengatur dirinya sendiri, ia perlu individu yang dapat
mengatur dan menjadi penegak aturan-aturan yang telah disepakati masyarakat,
maka pemimpin harus menjadi bagian dari masyarakat, ia hidup dan bertumbuh
disana. Masyarakat pun tidak dapat melepaskan perannya, individu-individu
dalam masyarakat harus bersikap aktif, terutama dalam menciptakan atmosfer
yang dapat membentuk pemimpin yang berkarakter. Dimulai dari komunitas
terkecil yaitu keluarga, sampai ke lingkungan terbesar yaitu masyarakat itu
sendiri.
Sesuai dengan makna paling sederhana dari demokrasi yaitu dari
rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, maka rakyat menjadi penentu paling penting
dalam sistem ini. Rakyat diberikan keleluasaan dalam menentukan hidupnya,
termasuk dalam memilih pemimpin. Pemimpin seperti apa yang akan dipilih,
maka tidak akan terlepas dari kecenderungan masyarakat pemilih.
Kecenderungan ini merupakan cerminan tipologi satu masyarakat. Maka
soerang pemimpin harus dapat mengetahui kecenderungan ini, karena ia bagian
yang tak terlepas dari masyarakat tersebut. Baik atau buruk kecenderungan
tersebut, menjadi pengetahuan awalan yang perlu dimiliki oleh seorang
pemimpin. Karena pemimpin (seperti dikatakan Russoeu) harus menjadi sosok
pengatur laju masyarakat kedepanya, maka perlu beberapa kualifkasi yang
memungkinkan. Bennis dan Towsend mengatakan bahwa ciri-ciri pemimpin
yang baik, yaitu:
1. Pandangan tentang ambisi pribadi yang terkendali.
2. Intelegensi.
3. Kemampuan untuk mengutarakan diri (komunikasi), yaitu mampu
berbicara dengan jelas sederhana dan mudah dipahami.
20
4. Kemampuan menjadi pelayan bagi bawahannya.
5. Jangan memberikan kekuasaan kepada orang yang terlalu banyak
menginginkan semua perangkat yang menyertainya.
6. Objektivitas yang tinggi.
7. Seseorang pemimpin yang tidak pernah mengambil penghargaan.20
Pemimpin yang berkarakter disini adalah pemimpin yang memliki
kualitas tertentu yang muncul beserta kecenderungan budaya masyarakat
tempat diamana ia hidup dan berkembang. Sehingga karakter yang dimaksud
disini adalah kualitas tertentu yang merupakan representasi dari budaya satu
masyarakat. Seorang pemimpin diharapkan menjadi representasi hidup dari satu
nilai-nilai luhur yang ada dalam masyarakat. nilai-nilai tersebut merupakan
sumber etik dan norma yang akan menjadi pembatas bagi seorang pemimpin
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
B. Peran Kaderisasi HmI Dalam Membentuk Pribadi Pemimpin Yang
Berkarakter
Terlihat dalam tubuh organisasi, kader memiliki fungsi tersendiri yaitu
sebagai tenaga penggerak organisasi, sebagai calon pemimpin, dan sebagai
benteng organisasi. Secara kualitatif, kader mempunyai mutu, kesanggupan
bekerja dan berkorban yang lebih besar daripada anggota biasa. Kader itu adalah
anggota inti. Kader merupakan benteng dari “serangan” dari luar serta
penyelewengan dari dalam. Ke dalam tubuh organisasi, kader merupakan
pembina yang tidak berfungsi pemimpin. Kader adalah tenaga penggerak
organisasi, yang memahami sepenuhnya dasar dan ideologi perjuangan. Ia
mampu melaksanakan program perjuangan secara konsisten di setiap waktu,
situasi, dan tempat. Terbawa oleh fungsinya itu, untuk menjadi kader organisasi
yang berkualitas, anggota harus menjalani pendidikan, latihan, dan praktikum.
Pendidikan kader harus dilaksanakan secara terus menerus dan teratur, rapi dan
berencana, yang diatur dalam pedoman perkaderan. Kongres ke-8 HMI tahun
20 Ibid, hlm. 11.
21
1966 merumuskan pengertian kader adalah tulang punggung organisasi,
pelopor, penggerak, pelaksana, penyelamat cita-cita HMI masa kini dan yang
akan datang dimanapun berada, tetap berorientasi kepada asas dan syariat
islam.21
Definisi dan pengertian diatas, setidaknya terdapat tiga ciri yang
terintegrasi dalam diri seorang kader. Pertama, seorang kader bergerak dan
terbentuk dalam organisasi. Kader mengenal aturan permainan organisasi sesuai
dengan ketentuan yang ada, seperti NDP dalam pemahaman yang integralistik
dengan Pancasila dan UUD 1945. Dari segi operasionalisasi organisasi, kader
selalu berpegang dan mematuhi AD/ART HMI, pedoman perkaderan, dan
ketentuan lain. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang tinggi secara
terus menerus, konsisten dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran.
Ketiga, seorang kader mempunyai bakat dan kualitas sebagai tulang
punggung yang mampu menyangga kesatuan kumpulan manusia yang lebih
besar. Jadi, fokus seorang kader terletak pada kualitas. Kader HMI adalah
anggota HMI yang telah menjalani proses perkaderan sehingga memiliki ciri
kader, yang integritas kepribadian yang utuh, beriman, berilmu, dan beramal
shaleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.22
Mengingat fungsi HMI sebagai organisasi kader, maka seluruh
aktivitasnya harus dapat memberi kesempatan berkembang bagi kualitas-
kualitas pribadi anggota-anggotanya. Sifat kekaderan HMI dipertegas dalam
pasal 4 Anggaran Dasar HMI yaitu Terbinanya insane kademis, pencipta,
pengabdi, yang bernafaskan islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Tujuan HMI ini telah
memberi tuntunan kemana perkaderan HMI diarahkan. Anggota HMI yang
merupakan human material yang dihadapi HMI untuk dibina dan dikembangkan
menjadi kader HMI, adalah mereka yang memiliki kualitas-kualitas sebagai: a)
21 Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, CV Misaka Galiza, Jakarta,
2008, hlm. 10. 22 Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, CV Misaka Galiza, Jakarta,
2008, hlm. 11.
22
mahasiswa, yaitu mereka yang telah mencapai tingkat pendidikan intelektual
tertentu, calon sarjana, dan potensial menjadi intelegensia, b) kader yaitu
mereka yang memiliki kesediaan untuk berlatih dan mengembangkan kualitas
pribadinya guna menyongsong tugas masa depan umat Islam dan bangsa
Indonesia, c) pejuang, yaitu mereka yang ikhlas, bersedia berbuat dan berkorban
guna mencapai cita-cita umat Islam dan bangsa Indonesia pada waktu sekarang
dan yang akan datang.23 Pada hakekatnya, tugas pokok HMI adalah tugas
perkaderan yang mana semua kegiatannya hendaklah menggambarkan fungsi
kekaderannya sehingga membentuk profil kader yang ideal, yaitu Muslim
intelektual profesional.
Tujuan HMI sebagai tujuan umum yang hendak dicapai oleh HMI
menjadi garis arah dan titik sentral seluruh kegiatan dan aktivitas perkaderan
HMI. Konsekuensi dari tujuan itu maka dengan sendirinya tujuan merupakan
ukuran/norma dari semua kegiatan HMI. Dengan demikan kegiatan-kegiatan
HMI benar-benar relevan dengan tujuannya. Bagi anggota, tujuan organisasi
merupakan titik pertemuan persamaan kepentingan yang paling pokok dari
seluruh anggota. Oleh karena itu peranan anggota dalam pencapaian tujuan
organisasi adalah sangat besar dan menentukan.
Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal tujuan (pasal 4 AD HMI)
adalah sebagai berikut:24
1. Kualitas Insan Akademis
Berpendidikan Tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional,
obyektif, dan kritis. Memiliki kemampuan teoritis, mampu
memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu
berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran.
Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai
dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis maupun tekhnis dan
sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur,
23 Ibid, hlm. 12. 24 Muhammad Faiz-Ur-Rahman Ansari, Konsepsi Masyarakat Islam Modern, Risalah,
Bandung, 1983, hlm. 166.
23
mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
Aktualisasi untuk saat ini adalah sebagai insan akademis,
dihadapkan pada kehidupan yang serba praktis dengan berbagai
kepentingan asal menguntungkan seperti ini, terkadang kita
mengorbankan status akademisi kita dan lebih memilih untuk
menjadi pelacur intelektual. Kader HMI tetap harus menjaga
independensi akademisinya, mengesampingkan kepentingan-
kepentingan praktis, melakukan inovasi-inovasi sesuai dengan
bidang ilmunya guna mendukung dan mensukseskan bangsanya
dalam mencetak pribadi pemimpin yang berkarakter guna menopang
pembangunan nasional. Bukan malah mengabdi kepada kepentingan
asing yang bisa merugikan bangsanya.
2. Kualitas Insan Pencipta
Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih
dari sekedar yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan
bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak
dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-
gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan.
Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang
menyadari dengan sikap demikian potensi, kreatifnya dapat
berkembang dan menentukan bentuk yang indah-indah. Dengan
ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja
kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.
3. Kualitas Insan Pengabdi
Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak
atau untuk sesama umat. Sadar membawa tugas insan pengabdi,
bukannya hanya membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi
sekelilingnya menajadi baik. Insan akdemis, pencipta dan mengabdi
adalah yang bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas
24
mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
Aktualisasinya dalam permasalahan yang ada saat ini khususnya
untuk mencetak pribadi pemimpin yang berkarakter guna menopang
pembangunan nasional, kader HMI harus memiliki kesadaran social,
sehingga ia tidak hanya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri,
namun ia juga mampu membangun lingkungan masyarakatnya,
sehingga bisa sejahtera bersama-sama.
4. Kualitas Insan Yang Bernafaskan Islam
Ajaran Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola
fikir dan pola perilakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan
menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan
nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menapasi
dan menjiwai karyanya. Ajaran Islam telah berhasil membentuk
“unity personality” dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk
pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada
dilema pada dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai
muslim insan ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya dalam
pembangunan nasional bangsa kedalam suksesnya perjuangan umat
Islam Indonesia dan sebaliknya. Aktualisasinya dalam permasalahan
yang ada saat ini khususnya untuk mencetak pribadi pemimpin yang
berkarakter guna menopang pembangunan nasional, kader HMI
dituntut untuk tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran Islam,
berhubungan dengan Negara asing tentu saja didalamnya terdapat
transfer-transfer nilai dan kebudayaan yang kadang bertentangan
dengan Islam.
25
5. Kualitas Insan Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya
Masyarakat Adil Makmur Yang Diridhoi Oleh Allah SWT
Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan
Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT. Berwatak, sanggup memikul
akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar bahwa menempuh jalan
yang benar diperlukan adanya keberanian moral. Spontan dalam
menghadapi tugas, responsip dalam menghadapi persoalan-
persoalan dan jauh dari sikap apatis. Rasa tanggungjawab, takwa
kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran aktif
dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang diridhoi Allah SWT. Korektif terhadap setiap langkah
yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur. Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya
sebagai “khallifah fil ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas
kemanusiaan.
Pada pokoknya insan cita HmI merupakan “Man of future”
insan pelopor yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan
jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar
apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu
perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan yang
dicita-citakan. Ideal type dari hasil perkaderan HmI adalah “man of
inovator”. Penyuara “Idea of Progress” insan yang berkeperibadian
imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan
bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan memiliki kualitas insan cita
tersebut, diharapkan kader-kader HmI mampu berperan lebih dalam
menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN sebagai “Man of future”
dan “man of inovator” guna tercapainya kesejahteraan masyarakat
serta memajukan bangsanya Indonesia.25
25 Ansari, Muhammad Faiz-Ur-Rahman, Konsepsi Masyarakat Islam Modern, Risalah,
Bandung, 1983, hlm. 121.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hubungan nilai budaya dan demokrasi dalam menciptakan Pemimpin yang
berkarakter disini adalah pemimpin yang memliki kualitas tertentu yang
muncul beserta kecenderungan budaya masyarakat tempat dimana ia hidup
dan berkembang. Sehingga karakter yang dimaksud disini adalah kualitas
tertentu yang merupakan representasi dari budaya satu masyarakat. Seorang
pemimpin diharapkan menjadi representasi hidup dari satu nilai-nilai luhur
yang ada dalam masyarakat. nilai-nilai tersebut merupakan sumber etik dan
norma yang akan menjadi pembatas bagi seorang pemimpin untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
2. Adapun peran kader HmI dalam menciptakan pemimpin yang berkarakter
adalah dengan mengimplementasikan pada tujuan HmI yang terkandung
dalam pasal 4 Anggaran Dasar HmI, yaitu Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas
terselenggaranya masyarakat adil, makmur yang diridai Allah SWT.
B. Saran
1. Meningkatkan pengetahuan baik dalam bidang pendidikan demokrasi dan
budaya, kemudian dapat mengimplementasikannya agar terwujudnya
pemimpin yang berkarakter.
2. Adapun dalam mewujudkan terciptanya kepemimpinan yang berkarakter
adalah dengan cara mengimplementasikan pasal 4 Anggaran Dasar HmI,
yaitu meningkatkan kualitas insan akademis, kualitas pencipta, kualitas
pengabdi , kualitas yang bernafaskan islam dan kualitas bertanggung jawab
atas terselenggaranya masyarakat adil, makmur yang di ridai Allah SWT.
27
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ansari, Muhammad Faiz-Ur-Rahman. 1983. Konsepsi Masyarakat Islam
Modern. Risalah. Bandung.
Azra, Azumardi. 2005. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani. Prenada Media, Jakarta.
Bakker Sj. J.W.M. 1992. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Pustaka
Filsafat.
Bangun, Zakaria. 2008. Demokrasi dan Kehidupan Demokrasi di Indonesia.
Bina Media Perintis. Medan.
Kholis, Nur. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. PT.
Gramedia Widiasmara Indonesia, 2003, Jakarta.
Koentjaraningrat. 1969. Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan
Ekonomi di Indonesia, Lembaga Riset Kebudayaan Nasional, Jakarta.
Pasolong, Harbani. 2015. Kepemimpinan Birokrasi, Alfabeta, Bandung.
Rais, Amin. 1986. Pengantar Dalam Demokrasi dan Proses Politik, LP3ES.
Jakarta.
Sitompul, Agussalim. 2008. 44 Indikator Kemunduran HMI. CV Misaka
Galiza. Jakarta. 2008.
Sobarna, M. 2001. Demokrasi Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sulistyorini. 2009. Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi, dan
Aplikasi, Teras. Yogyakarta.
B. Sumber Lainnya
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
1991. PT. Balai Pustaka. Jakarta.
Tim Sosiologi. 2006. Sosiologi I Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat,
Yudhistira. Jakarta.
Lektor Kepala dan Koordinator Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP
UNPAD periode 2014-2018.
28
7http://referensi-kepemimpinan.blogspot.com /2009/03/definisi-
pemimpin.html diakses 6 Juli 2018
29
BIODATA DIRI
Nama Lengkap : Muhammad Ilham
Nama Panggilan : Ilham
Tempat, Tanggal Lahir : Ciamis, 16 Agustus 1997
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Akiel No. 11a Ciatuel
Email : [email protected]
Telepon/HP : 08121875153
Pekerjaan : Mahasiswa
Riwayat Pendidikan
a. SD : SDN Pegadungan 13 Pagi Kalideres Jakarta Barat
b. SLTP : SMPN 45 Jakarta Barat
c. SLTA : SMAN 84 Jakarta Barat
Riwayat Organisasi
a. SD : -
b. SLTP : Rohis
c. SLTA : Rohis
d. Perguruan Tinggi : BPM FH Unpas, Lembaga Kajian Riset dan Debat
& HmI