refrat anestesi cairan

  • Upload
    rharni

  • View
    271

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis yang sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Tubuh mempertahankan keseimbangan dengan kemampuan menyesuaikan diri, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.1 Gangguan cairan dan elektrolit adalah hal yang sangat sering terjadi dalam masa perioperatif maupun intraoperatif. Sejumlah besar cairan intravena sering dibutuhkan untuk mengkoreksi kekurangan cairan dan elektrolit serta

mengkompensasi hilangnya darah selama operasi. Oleh karena itu, ahli anestesi harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang fisiologi normal cairan dan elektrolit serta gangguannya. Gangguan yang besar terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit dapat secara cepat menimbulkan perubahan terhadap fungsi kardiovaskular, neurologis, dan neuromuskuler. Selain mengetahui fisiologis dan gangguannya seorang ahli anestesi juga haruslah mengetahui macam-macam jenis cairan yang ada sehingga dapat memilih jenis cairan tepat dalam terapi pada gangguan tersebut.1,2 Dengan alasan tersebut, maka dibuatlah refrat ini yang diharapkan dapat memberi informasi mengenai macam-macam jenis cairan yang dapat digunakan dalam terapi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Selain itu juga akan dibahas pula mengenai fisiologi normal cairan dan elektrolit, gangguan cairan dan elektrolit, serta implikasi-implikasi anestesinya.1

BAB II FISIOLOGI CAIRAN DAN ELEKTROLIT TUBUH

II.1 Definisi Cairan Tubuh Tubuh manusia sebagian besar terdiri atas cairan, persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75%. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur menurun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan, tabel dibawah menunjukan estimasi total cairan tubuh manusia berdasarkan usia.1 Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia1 Usia Bayi premature 3 Bulan 6 Bulan 1-2 tahun 11-16 tahun Dewasa Dewasa dengan obesitas Dewasa kurus Total Cairan per kilogram BB (%) 80 70 60 59 58 58-60 40-50 70-75

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan2

tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.1,3 Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.1,2,3,4 Gambar 1. Persentase Cairan Tubuh4

II.1.1 Cairan intraselular (CIS) Cairan Intraseluler adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa kira-kira 2/3 dari cairan tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa (70 kg). Sebaliknya, hanya dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular.4 Membran sel bagian luar memegang peranan penting dalam mengatur volume dan komposisi intraseluler. Pompa membrane-bound ATP-dependent akan mempertukarkan Na dengan K dengan perbandingan 3 : 2. Oleh karena membran sel relatif tidak permeabel tehadap ion sodium dan ion potasium, ion potasium akan dikonsentrasikan di dalam sel sedangkan ion sodium akan dikonsentrasikan di ekstra sel. Akibatnya, potasium menjadi faktor dominan yang menentukan3

tekanan osmotik intraseluler, sedangkan sodium merupakan faktor terpenting yang menentukan tekanan osmotik ekstraseluler.4 Impermeabilitas membran sel terhadap protein menyebabkan konsentrasi protein intraseluler yang tinggi. Oleh karena protein merupakan zat terlarut yang nondifusif (anion), rasio pertukaran yang tidak sama dari 3 Na dengan 2 K oleh pompa membran sel adalah hal yang penting untuk pencegahan hiperosmolaritas relatif intraseluler. Gangguan pada aktivitas pompa Na-K-ATPase seperti yang terjadi pada keadaan iskemik akan menyebabkan pembengkakan sel.4 II.1.2 Cairan ekstraselular (CES) Cairan Ekstraseluler adalah cairan di luar sel. Ukuran relatif dari cairan ekstraselular menurun dengan peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira cairan tubuh terkandung didalam cairan ekstraselular. Setelah 1 tahun, volume relatif dari cairan ekstraselular menurun sampai kira-kira 1/3 dari volume total.5 Fungsi dasar dari cairan ekstraseluler adalah menyediakan nutrisi bagi sel dan memindahkan hasil metabolismenya. Keseimbangan antara volume ekstrasel yang normal terutama komponen sirkulasi (volume intravaskuler) adalah hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, secara kuantitatif sodium merupakan kation ekstraseluler terpenting dan merupakan faktor utama dalam menentukan tekanan osmotik dan volume. Perubahan volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan perubahan jumlah total sodium dalam tubuh. Hal ini tergantung dari sodium intake, ekskresi sodium renal dan hilangnya sodium ekstrarenal 4,6 Cairan ekstraselular dibagi menjadi : a. Cairan Intersisial (CIT) Cairan interstisial adalah cairan di sekitar sel, sama dengan kira-kira 8 L pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume intersisial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume cairan intersisial kira-kira 2 kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding orang dewasa. Normalnya sebagian kecil cairan4

intersisial dalam bentuk cairan bebas. Sebagian besar air interstisial secara kimia berhubungan dengan proteoglikan ekstraseluler membentuk gel. Pada umumnya tekanan cairan intersisial adalah negatif (kira-kira -5 mmHg). Bila terjadi peningkatan volume cairan intersisial maka tekanan intersisial juga akan meningkat dan kadang-kadang menjadi positif. Pada saat hal ini terjadi, cairan bebas dalam gel akan meningkat secara cepat dan secara klinis akan menimbulkan edema. Hanya sebagian kecil dari plasma protein yang dapat melewati celah kapiler, oleh karena itu kadar protein dalam cairan interstisial relatif rendah (2 g/dl). Protein yang memasuki ruang intersisial akan dikembalikan ke dalam sistem vaskuler melalui sistem limfatik.6 b. Cairan Intravaskular (CIV) Cairan intravaskuler adalah cairan yang terkandung di dalam pembuluh darah. Volume relatif dari cairan intravaskular sama pada orang dewasa dan anakanak. Rata-rata volume darah orang dewasa kira-kira 5-6 L (8% dari BB), 3 L (60%) dari jumlah tersebut adalah plasma. Sisanya 2-3 L (40%) terdiri dari sel darah merah yang mentranspor oksigen dan bekerja sebagai buffer tubuh yang penting; sel darah putih, dan trombosit. Tapi nilai tersebut diatas dapat bervariasi pada orang yang berbeda-beda, bergantung pada jenis kelamin, berat badan dan faktor-faktor lain.3,4 Cairan intravaskuler berbentuk plasma yang dipertahankan dalam ruangan intravaskuler oleh endotel vaskuler. Sebagian besar elektrolit dapat dengan bebas melalui plasma dan interstisium yang menyebabkan komposisi elektrolit keduanya yang tidak jauh berbeda. Bagaimanapun juga, ikatan antar sel endotel yang kuat akan mencegah keluarnya protein dari ruang intravaskuler. Akibatnya, plasma protein (terutama albumin) merupakan satu-satunya zat terlarut secara osmotik aktif dalam pertukaran cairan antara plasma dan cairan interstisial. Peningkatan volume ekstraseluler normalnya juga merefleksikan volume intravaskuler dan interstisial. Bila tekanan interstisial berubah menjadi positif maka akan diikuti dengan peningkatan cairan ekstrasel yang akan menghasilkan ekspansi hanya pada5

kompartemen cairan interstisial. Pada keadaan ini kompartemen interstisial akan berperan sebagai reservoir dari kompartemen intravaskuler. Hal ini dapat dilihat secara klinis sebagai edema jaringan.4,6 II.1.3 Cairan Transeluler Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.4 II.2 Definisi Elektrolit Zat terlarut dalam cairan tubuh terdiri dari dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit. Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen). Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian lainnya, tetapi meskipun konsentrasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik yang menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negative harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif akan tetap berlaku.6 II.2.1 Kation Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.6

6

a.

Natrium Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling

berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135 155 mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:1,3,6 - Left atrial stretch reseptor - Central baroreseptor - Renal afferent baroreseptor - Aldosterone (reabsorpsi di ginjal) - Atrial natriuretic factor - Sistem renin angiotensin - Sekresi ADH - Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (Total Body Water) Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana kurang lebih 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100180mEq/liter, feses 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).3 Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan asupan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.3,6

7

b. Kalium Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan intraseluler dan berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubahubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.3 Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.3,6 c. Kalsium Kalsium terdapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat feses dan sekitar 20% lewat urin. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, dan keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.6 d. Magnesium Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urin dan feses.6 II.2.2 Anion Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat, sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat. Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.3,6

8

a.

Karbonat Asam karbonat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir

daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan lewat urin. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.3 b. Klorida Kadar ion klorida berlebih di ruang ekstrasel, dan merupakan komponen utama dari sekresi kelenjar gaster. Berfungsi dalam membantu proses keseimbangan natrium. Sumber ion klorida banyak terdapat dalam garam dapur.6 c. Fosfat Fosfat merupakan bagian dari fosfat buffer sistem. Berfungsi menjadi energi pada metabolisme sel dan bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang. Fosfat juga masuk dalam struktur genetik yaitu: DNA dan RNA.6 Tabel 2. Komposisi Elektrolit Cairan Intra dan Ekstraseluler CIS Natrium Kalium Calsium Magnesium Clorida HCO3 HPO4 SO4 15 150 2 27 1 10 100 20 CIV 142 4 5 3 103 27 2 1 CES CIT 144 4 2,5 1,5 114 30 2 1

9

Asam organik

-

5

5

II.3 Definisi Non Elektrolit Non elektrolit merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5,8 Gambar 2. Susunan Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler 6

II.4 Proses Pergerakan Cairan Tubuh Cairan tubuh normalnya berpindah antara kedua kompartemen atau ruang utama untuk mempertahankan keseimbangan nilai cairan. Pergerakan cairan yang normal melalui dinding kapiler ke dalam jaringan tergantung pada kenaikan tekanan hidrostatik (tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada dinding pembuluh darah) pada kedua ujung pembuluh arteri dan vena. Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu:4

10

a. Fase I: plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan traktus gastrointestinal. b. Fase II: cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel c. Fase III: cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke dalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel relatif impermiabel terhadap kebanyakan zat terlarut tapi sangat permeabel terhadap air (permeabel selektif) sehingga perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:4 Osmosis Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.3,4,5 Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.4

11

Difusi Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati poripori tersebut. Kecepatan difusi suatu zat melewati sebuah membran tergantung pada:4,5,6 1. Permeabilitas zat terhadap membrane. 2. Perbedaan konsentrasi antar dua sisi. 3. Perbedaan tekanan antara masing-masing sisi karena tekanan akan memberikan energi kinetik yang lebih besar. 4. Potensial listrik yang menyeberangi membran akan memberi muatan pada zat tersebut.

Difusi dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu difusi melalui membran sel dan difusi melalui endotelial sel. a. Difusi Melalui Membran Sel Difusi antara cairan interstisial dan cairan intraselular dapat terjadi melalui beberapa mekanisme: 3,4,5,6 (1) Secara langsung melewati lapisan lemak bilayer pada membran sel (2) Melewati protein channel dalam membran (3) Melalui ikatan dengan protein karier yang reversibel yang dapat melewati membran (difusi yang difasilitasi). Molekul-molekul yang larut dalam oksigen, CO2, air, dan lemak akan menembus membran sel secara langsung. Kation-kation seperti Na+, K+,dan Ca2+ sangat sedikit sekali yang dapat menembus membran oleh karena tegangan potensial transmembran sel (dengan bagian luar yang positif) yang diciptakan oleh pompa Na+-K+. Dengan demikian, kation-kation ini dapat berdifusi hanya melalui channel protein yang spesifik. Keluarnya ion melalui channel ini tergantung pada12

tegangan membran dan ikatannnya dengan pengikat (seperti asetil kolin) terhadap reseptor membran. Glukosa dan asam amino berdifusi dengan bantuan ikatan membran protein karier.4,6 Pertukaran cairan antara ruangan interstisial dan intraselular dibangun oleh daya osmotik yang diciptakan oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut nondifusif. Perubahan relatif pada osmolalitas antara kompartemen intraselular dan interstisial menghasilkan perpindahan air dari kompartemen yang hipoosmolar menuju kompartemen yang hiperosmolar.4 b. Difusi Melalui Endotel Kapiler Dinding kapiler mempunyai ketebalan 0,5 m, terdiri dari satu lapis sel endotel dengan dasar membran. Celah interseluler mempunyai jarak 6-7 nm, memisahkan masing-masing sel dari sel di dekatnya. Hanya substansi dengan berat molekul rendah yang larut dalam air seperti sodium, chlorida, potasium, dan glukosa yang dapat melewati celah intersel. Substansi dengan molekul yang besar seperti plasma protein sangat sulit untuk menembus celah endotel (kecuali pada hati dan paru-paru dimana terdapat celah yang lebih besar).6 Pompa Natrium Kalium Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.5,7,8 II.5 FaktorFaktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, di antaranya adalah : 3,4,6

13

1. Usia Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan berat badan. Selain itu, cairan tubuh menurun dengan peningkatan usia. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung. 2. Jenis Kelamin Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proporsional, karena lebih banyak mengandung lemak tubuh. Tabel 3. Presentase Cairan Tubuh Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin 3

3. Sel-sel lemak Mengandung sedikit air, sehingga air tubuh menurun dengan peningkatan lemak tubuh. 4. Stres Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.

14

5. Kondisi sakit Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, contohnya: - Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui insensible water lost (IWL) - Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulasi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh - Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk

memenuhinya secara mandiri. 6.Diet Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema. 7. Pengobatan Pengobatan seperti pemberian diuretik dan laksatif dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh. 8. Tindakan Medis Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti: suction, nasogastric tube dan lain-lain. 9.Pembedahan Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.

15

BAB III PATOFISIOLOGI KESEIMBANGAN CAIRAN

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu : 1. Perubahan volume Defisit volume Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi. 3,4,6

Dehidrasi Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.

16

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.7

Kelebihan volume Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang

menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada Glomerulus Filtration Rate), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.7,8 2. Perubahan Konsentrasi Hiponatremia Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia ( polidipsi psikogenik), hipovolemia

(disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan17

(Na+ 125

mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,52,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. 1,3,4 Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :1 Na= Na1 Na0 x TBW Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq) Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan Na0 = Na serum yang aktual TBW = total body water = 0,6 x BB (kg) BB = Berat Badan

Hipernatremia Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat

disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan.1 Terapi keadaan ini adalah:1 Kelebihan natrium : {(X-140) x BB x 0,6} = mg Defisit Cairan dalam air X = Jumlah natrium aktual BB = Berat Badan : {(X-140) x BB x 0,6}:140 = Berikan 5 % dekstrosa

Hipokalemia Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi18

(alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk hipokalemia yang ringan ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat; 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACEinhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.1,4

3.

Perubahan Komposisi Asidosis respiratorik (pH< 7,35 dan PaCO2> 45 mmHg) Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.

19

Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.4

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg) Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera susunan saraf pusat, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi. 4

Asidosis metabolik (pH27 mEq/L) Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.4,520

BAB IV TERAPI CAIRAN DAN MACAM-MACAM CAIRAN YANG DIGUNAKAN DALAM TERAPI CAIRAN

IV.1 Penatalaksanaan Terapi Cairan IV.1.1 Cairan Pra Bedah Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi, hal ini dilakukan untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler seperti dekompensasi akut. Penilaian status cairan ini didapat dari :7

Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing terakhir, jumlah dan warnya.

Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda objektif dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit, abdomen, mata dan mukosa.

Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan protein.

Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi. Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan cairan kira-kira 2% BB (1500 ml air).8 Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB. Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock kardiosirkulasi, terjadi pada kehilangan cairan 7-15% BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.7 Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih21

dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB pertama, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB kedua, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya.2,3,7 Selain penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.2

IV.1.2 Cairan Selama Pembedahan Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian sisa defisit sebelum operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Berdasarkan beratnya trauma pem25bedahan dikenal pemberian cairan pada trauma ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.2,3 Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6 ml/kgBB/jam.2,3 Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering mengalami kesulitan, dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam wadah suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100 150 ml darah, sedangkan untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.3

22

Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 10 g/dl atau Hct 21 30%. 20 25% pada individu sehat atau anemia kronis.7 Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai hematokrit dan Estimated Blood Volume (EBV). EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 65 ml/kgBB.3 Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut : 3 EBV Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop) Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%) Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop RBVC 30%) Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3 Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3. Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut.3 Berdasar berat-ringannya perdarahan : 3,7 Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 15%, cukup diganti dengan cairan elektrolit. Perdarahan sedang, perdarahan 10 20% EBV, 15 30%, dapat diganti dengan cairan kristaloid dan koloid. Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan transfusi darah.23

Tabel 4. Klasifikasi Shok Akibat Perdarahan : 6 Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shock Class I (haemorrhage 750 ml (15%)) 2.5 l Ringer-lactate solution or 1.0 L polygelatin

Class II 1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer(haemorrhage 800-1500 ml (15- lactate solution 30%))

1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5 l whole blood or 0.1-1.5 l equal volumes of concentrated red cells and (haemorrhage 1500-2000 ml (30- polygelatin 40%)) Class III

Class IV (haemorrhage 2000 ml (48%))

1.0 l Ringer-lactate solution plus 1.0 l polygelatin plus 2.0 l whole blood or 2.0 l equal volumes of concentrated red cells and polygelatin or hestastarch

IV.1.3 Cairan Paska Bedah Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk2 : Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris). Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.

24

IV.2 Macam-macam Cairan Yang Dapat Digunakan dalam terapi cairan 1. Cairan Kristaloid 6 Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.3,6 Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitial. Larutan ringer laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau sedikit hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.7

25

2. Cairan Koloid Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.3

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid: 1. Koloid Alami Fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.3,6

2. Koloid Sintesis yaitu: Dextran Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi26

mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi adesif dari platelet, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.7 Hydroxylethyl Starch (Heta starch) Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, ratarata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.7

Gelatin Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu: - Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell) - Urea linked gelatin - Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin627

Transfusi Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada respon yang diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan vasokonstriksi.7 Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.8 Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas 20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.7 Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi darah, yaitu6: V = (Hb target Hb inisial) x 80% x BB

V BB

: Volume : Berat Badan

Hb inisial : Kadar Hb donor

28

1. Transfusi sel darah merah Indikasi transfusi sel darah merah3,7 Kehilangan darah yang akut Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hlang, maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang diberikan.3 Transfusi darah prabedah Anema defisiensi besi Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.7 Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun Gagal ginjal Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.3,6 Gagal sumsum tulang Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun juga komponen darah yang lain.6 Penderita yang tergantung trasnfusi Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.6 Penderita sel bulan sabit

29

Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur, terutama setelah stoke, karena sindrom dada berulang yang mengancam jiwa, dan selama kehamilan.7 Penyakit hemolitik neonatus Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.6 Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah a. Masalah Mendesak Beban sirkulasi terjadi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga redistribusi cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan fungsi jantung. Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat terjadi gagal ventrikel kiri.7 Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan. Hiperkalemia ini terjadi karena penyimpanan darah terlalu lama pada suhu kamar.7 Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban asam, dan penyusutan trombosit serta faktor koagulasi.7 Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan tidur, nyeri selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi, syok, dan akhirnya gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC.7 Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi anafilaktik berat, walaupun jarang terjadi.7 b. Masalah Jangka Menengah Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat yang sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus atau corinebacterium.530

Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada thalasemia mayor yang menerima transfusi penderita sel sabit dan teratur.5

Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi.5

c. Masalah jangka panjang

Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat diekskresikan tubuh. Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga terjadi pigmentasi, hambatan pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid, gagal jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi besi harus dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan organ yang serius.6 2. Transfusi Trombosit dan Granulosit

Transfusi

trombosit

dan

granulosit

diperlukan

bagi

penderita

trombositopenia yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena kegagalan sumsum tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit penderita, misalnya leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum tulang.8 Indikasi transfusi trombosit8 Gagal sumsum tulang yangdisebabkan oleh penyakit atau pengobatan mielotoksik Kelainan fungsi trombosit Trombositopenia akibat pengenceran Pintas kardiopulmoner Purpura trombositopenia autoimun

31

Efek merugikan pada transfusi trombosit Efek merugikan pada transfusi trombosit adalah timbulnya kerefrakteran trombosit, aloimunisasi, penularan penyakit dan kadang-kadang graft versus host disease.8 Indikasi transfusi granulosit7 Neutropenia persisten dan infeksi berat Jika dihitung neutrofil terusmenerus kurang dari 0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan menggunakan antibotik yang tepat dalam 48-72 jam. Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten Sepsis neonatus

Efek merugikan transfusi granulosit8 Efek merugikan pada transfusi granulosit adalah timbulnya aloimunisasi, penularan infeksi, infiltrasi paru dan graft versus host disease. Sifat-Sifat Plasma Substitute yang Ideal 5 Sifat-sifat plasma substitute yang ideal adalah: pH, tekanan onkotik dan viskositas sebanding dengan plasma darah Efek volume yang cukup untuk periode waktu tertentu tanpa resiko overload pada sistem cardiovaskuler atau terjadinya edema Meningkatkan mikrosirkulasi dan memperbaiki diuresis Tidak mengganggu homeostasis Tidak mengganggu blood grouping dan cross matching Akumulasi minimal pada sistem retikuloendotelial Lama penyimpanan produk panjang Ekonomis

32

Tabel 5. Karakteristik Berbagai Plasma Substitute 6

Kriteria

Whole blood

Larutan elektrolit 5,5 6,5 -

Albumin 20%

Dekstran 40+10

HES 6%

Haemaccel

Ph BM rata Tekanan osmotic Keseimbang an cairan

7,3 7,4 rata- -

6,47 7,2 66.000

4,5 5,7 40.000

5,0 7,0 200.000/ 450.000

7,0 7,6 35.000

Fisiologis

Nonosmotik

Isoosmotik Perbaikan

Hiperosmotik Dehidrasi

Hiperosmotik Dehidrasi

Iso-osmotik

Terpelihara

Resiko edema

Perbaikan

intravaskule r-interstitial Waktu paruh efektif Gangguan pada typing Gangguan pada homeostasis Ada kemungkina n Hanya Hanya Menurunka Menurunka Hanya Biasanya Tidak Tidak Pseudoaglu tinasi Tidak Tidak Beberapa hari-minggu Beberapa menit Beberapa hari 6-8 jam 12 jam 4-6 jam

blood tidak

pengence- pengence- n ran

fungsi n

fungsi pengenceran

(aktivasi ran

trombosit dan koagulopati

trombosit dan koagulopati Tidak ditemukan data literatur Membaik

faktor)

Fungsi ginjal

?

Membaik

Membaik

Mungkin terganggu

Overload cardiovasku

Mungkin

Tidak

Tidak mungkin33

Mungkin

Mungkin

Tidak mungkin

ler Efek samping yang mungkin Anafilaksis/ inkompatibil itas Edema pulmonal Reaksi kutis, demam, hipotensi sementara Transmisi penyakit Resiko infeksi virus seperti HIV, HBV, HCV Waktu penyimpana n Suhu penyimpana n Akumulasi pada RES Tidak Tidak Tidak Beberapa minggu Beberapa bulan Tidak 4-60C Suhu ruangan 2-250C0

Anafilaksis yang

Anafilaksis

Reaksi kulit

perlu atau reaksi lokal, anafilaksis hipotensi sementara

premedikasi

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

21 hari

3 tahun

3-5 tahun

5 tahun

3 tahun

5 tahun

C

Suhu ruangan

Suhu ruangan

Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Sediaan Plasma Substitute 1.Whole blood8 Kelebihan

Kapasitas angkut oksigen Kapasitas hemostatik

Kekurangan

Penyediaan lama Waktu penyimpanan pendek Reaksi anafilaktik ringan sampai parah Alloimunisasi Reaksi hemolisis34

Reaksi infeksi Viskositas meningkat Overload volume Hiperkalium, hiperkalsium, asidosis Harga mahal

2.Larutan elektrolit7

Kelebihan Lebih mudah tersedia dan murah Komposisi serupa dengan plasma (Ringer Asetat / Ringer Laktat) Bisa disimpan pada suhu kamar Bebas dari reaksi anafilaktik Komplikasi minimal

Kekurangan Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan sel Memerlukan volume 4 kali lebih banyak

3.Larutan human albumin8

Kelebihan Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi volume interstitial Ekspansi volume lebih besar Durasi lebih lama Oksigenasi jaringan lebih baik Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit Insiden edema paru dan atau edema sistemik lebih rendah35

Kekurangan Reaksi anafilaksis Koagulopati Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok

4.Larutan dekstran6

Kelebihan

Efek volume panjang atau lama Efek anti trombotik

Kekurangan

Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial Gangguan hemostasis Batasan dosis Reaksi anafilaksis fatal Gangguan fungsi renal Akumulasi pada sistem retikuloendotelial Gangguan pada blood grouping dan cross matching

5.HES7

Kelebihan

Efek volume panjang atau lama Efek anti trombotik

Kekurangan

Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial Gangguan hemostasis Batasan dosis Reaksi anafilaksis fatal Akumulasi pada sistem retikuloendotelial36

6.Haemaccel8

Kelebihan

Iso-osmotik Mempertahankan keseimbangan cairan Efek volume optimal Perbaikan fungsi renal Tidak mengganggu hemostasis Tidak mengganggu blood grouping Tidak terjadi akumulasi pada RES Ekonomis

Kekurangan

Reaksi anafilaktoid

37

BAB V KESIMPULAN

Terapi cairan peri operatif meliputi pemberian cairan pada masa prabedah, selama pembedahan dan pasca bedah. Perlu diketahui perubahan fisiologi akibat pembiusan dan pembedahan, fisiologi cairan tubuh, tanda-tanda fisik dan laboratorium kelebihan atau kekurangan cairan. Penilaian status cairan dilakukan pada kunjungan pertama pra bedah dan mulai diberikan terapi cairan dan diusahakan status cairan seoptimal mungkin sebelum dilakukan induksi pembiusan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat pembiusan dan pembedahan. Selama pembedahan harus selalu dijaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan mengganti kehilangan cairan akibat pembedahan, kebutuhan dasar dan trauma pembedahan. Selalu dipantau tanda-tanda fisik mengenai kelebihan atau kekurangan cairan. Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk mengoreksi pemberian cairan sebelumnya dan memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi untuk mempercepat penyembuhan. Cairan yang diberikan tergantung dari trauma operasi yang didapat. Adanya berbagai macam cairan memberi keleluasaan untuk memilih cairan yang mendekati kebutuhan pasien.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan G. E,Mikhail S,Murray Michael. Fluid Management and Transfusion. In:Clinical Anesthesiology, 4th Edition. McGraw-Hill Companies;2006.

2. Leksana Ery.Terapi Cairan dan Elektrolit. Bagian Anestesi dan Terapi Intensif FK UNDIP. Semarang : UNDIP; 2004. 3. Guyton,A.C. Buku Ajar Fisiologi.Ed 9.EGC:1997.Hal 357-377 4. McKinlay S, Gan Tong. Intraoperative Fluid Management and Choice of Fluids.The American Society of Anesthesiologist Incorporation.Philadelphia; 2003. 5. Tonessen AS. Crystalloids and Colloid, In: Anesthesia 3rd ed, Vol. 2. Philadelphia: Churchill Livingstone; 1990, 1439-65. 6. Collins, VI. Fluids and Electrolytes. In: Physicologic and Pharmachologic Bases of Anesthesia. USA: Williams & Wilkins; 1996: 165-187. 7. Baskett, PJF. Management of Hypovolenic Shock, In: British Medical Journal (BMJ), Vol. 300; 1990, 1453-1457. 8. Ngurah, N. Terapi Cairan Perioperatif, Workshop Cairan FK UGM, RSUP Dr. Sardjito. 2006.

39