Upload
florentina-putri-yunie-n
View
117
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi
Citation preview
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
HALAMAN PENGESAHAN
Penyusun : Rossy Triana (406117032)
Anita Ongkowidjojo (405117033)
Erwin Sugiarto (406117071)
Perguruan Tinggi : Universitas Tarumanagara, Jakarta
Fakultas : Kedokteran
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Judul Refrat : Hubungan stres dengan hipertensi
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam
Periode Kepaniteraan : 12 November 2012 – 19 Januari 2013
Diajukan : Januari 2013
Pembimbing : dr. Mudzakkir Djalal, Sp. PD
Mengetahui dan Menyetujui,
Pembimbing Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Kudus
dr. Mudzakkir Djalal, Sp. PD
Mengetahui,
dr. Amrita, Sp. PD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUS
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
1
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ....................................................................................................1
Daftar Isi ....................................................................................................2
Kata Pengantar ....................................................................................................3
Bab I Pendahuluan ....................................................................................................4
Bab II Stres ....................................................................................................6
II.1 Definisi Stres ....................................................................................................6
II.2 Gejala Stres ....................................................................................................6
II.3 Respon Tubuh Terhadap Stres ................................................................................7
II.4 Diagnosa ....................................................................................................8
II.5 Pengobatan ....................................................................................................8
Bab III Hipertensi ..................................................................................................10
III.1 Definisi Hipertensi ..............................................................................................10
III.2 Klasifikasi Hipertensi ..........................................................................................10
III.3 Etiologi Hipertensi ..............................................................................................10
III.4 Patofisiologi Hipertensi .......................................................................................11
III.5 Evaluasi Hipertensi ..............................................................................................13
III.6 Penatalaksanaan Hipertensi .................................................................................16
III.7 Komplikasi Hipertensi .........................................................................................18
Bab IV Hubungan Stres Dengan Hipertensi ............................................................................20
Bab V Kesimpulan ..................................................................................................22
Daftar Pustaka ..................................................................................................23
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
2
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkah dan karunia-
Nya sehingga dapat menyelesaikan refrat yang berjudul “HUBUNGAN STRES DENGAN
HIPERTENSI”.
Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian pada kepaniteraan
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kudus.
Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak dan
dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Mudzakkir
Djalal, Sp. PD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam
pembuatan referat ini.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat
berkembang ke arah yang lebih baik di kemudian hari.
Kudus, Januari 2013
Penulis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
3
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol
dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal,
dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut “silent killer” karena sifatnya asimtomatik dan
setelah beberapa tahun dapat menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun
tidak dapat sembuh, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi
dan komplikasinya. 1)
Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun
2025. Prediksi ini berdasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini. 2)
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,
yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk
Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih.
Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18
tahun ke atas. Dari jumlah ini, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan
sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan
sistolik sebesar 20mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit
kardiovaskuler. 2)
Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001) terjadi peningkatan rata-rata
kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara
keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. 2)
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan
menunjukkan bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan pengobatannya,
jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai
keluhan. Prevalensi berkisar antara 6-15%.2)
Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun hipertensi. Menurut hasil
Riskesdas tahun 2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
4
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
Keadaan ini tentunya sangat berbahaya, yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada
masyarakat. 2)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
5
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
BAB II
STRESS
II.1 Definisi Stress
Stres didefinisikan sebagai respon organisme terhadap tuntutan lingkungan
atau tekanan. Ketika stres pertama kali dipelajari pada 1950-an, istilah ini digunakan
untuk menunjukkan baik penyebab dan efek dari tekanan. Stressor adalah stimulus
yang menimbulkan respon stres. Para peneliti masih belum menemukan kesepakatan
menyangkut definisi stres pada manusia. Apakah respon eksternal; yang dapat diukur
oleh perubahan sekresi kelenjar, reaksi kulit, dan fungsi fisik lainnya; atau merupakan
suatu interpretasi internal, atau keduanya. 3)
Stres dalam interaksi manusia adalah antara orang dengan lingkungan mereka yang
dianggap tegang atau melebihi kapasitas adaptif mereka dan mengancam kesejahteraan
mereka. Unsur persepsi menunjukkan bahwa respon stres manusia mencerminkan perbedaan
dalam kepribadian, serta perbedaan dalam kekuatan fisik atau kesehatan umum. Faktor risiko
untuk penyakit terkait stres adalah campuran dari variabel personal, interpersonal, dan
sosial. Faktor-faktor ini meliputi kurangnya atau hilangnya kontrol atas lingkungan fisik
seseorang, dan kurangnya atau kehilangan jaringan dukungan sosial. Orang yang tergantung
pada orang lain (misalnya, anak-anak atau orang tua) atau yang secara sosial kurang
beruntung (karena ras, jenis kelamin, tingkat pendidikan, atau faktor serupa) berada pada
risiko lebih besar terkena penyakit yang berhubungan dengan stres. Faktor risiko lain adalah
perasaan tidak berdaya, putus asa takut, atau kemarahan ekstrim, dan sinisme atau
ketidakpercayaan orang lain. 3)
II.2 Gejala Stress
Gejala-gejala stres dapat berupa fisik atau psikologis. Terkait dengan stres fisik
penyakit, seperti sindrom iritasi usus besar , serangan jantung, arthritis, sakit kepala kronis,
hasil dari jangka panjang stimulasi berlebihan dari bagian dari sistem saraf yang mengatur
denyut jantung, tekanan darah, dan sistem pencernaan. 3)
Stres yang berhubungan dengan penyakit emosional, seperti pernikahan,
menyelesaikan pendidikan, menjadi orang tua, kehilangan pekerjaan, atau pensiun. Psikiater
kadang-kadang menggunakan istilah gangguan penyesuaian untuk menggambarkan jenis
penyakit. Di tempat kerja, stres yang berhubungan dengan penyakit yang sering tampak
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
6
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
seperti kehilangan minat atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan seseorang karena
jangka panjang tingkat stres yang tinggi. Misalnya, perawat perawatan paliatif beresiko tinggi
kelelahan karena ketidakmampuan mereka untuk menelantarkan pasien sekarat. 3)
II.3 Respon tubuh terhadap stress
Stress mengacu pada respon umum spesifik tubuh terhadap setiap faktor yang
mangalahkan, atau akan mengalahkan, kemampuan kompensatorik tubuh dalam
mempertahankan homeostasis. Jenis-jenis stressor berikut ini menggambarkan
beragamnya faktor yang dapat menimbulkan respon stress :
Fisik : trauma, pembedahan, panas atau dingin hebat
Kimia : penurunan pasokan O2, ketidak seimbangan asam basa
Fisiologis : olahraga berat, syok perdarahan, nyeri
Psikologis / emosi : rasa cemas, ketakutan, kesedihan
Sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup3)
Respon stress adalah reaksi saraf dan hormon yang bersifat menyeluruh dan
tidak spesifik terhadap situasi apapun yang mengancam homeostasis. Dr.Hans Selye
adalah orang pertama yang mengenali persamaan respon terhadap berbagai
rangsangan yang menganggu, yang ia sebut sebagai sindrom adaptasi umum
(general adaptation syndrome). Jika tubuh bertemu dengan stressor, tubuh akan
mengaktifkan respon saraf dan hormon untuk melaksanakan tindakan-tindakan
pertahanan untuk mengatasi keadaan darurat. Hasilnya adalahnya keadaan siaga
yang tinggi dan mobilisasi berbagai sumber daya biokimiawi. 3)
Respon saraf utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan
menyeluruh sistem saraf simpatis. Hal ini menyebabkan peningkatan curah jantung
dan ventilasi serta pengalihan darah dari daerah-daerah vasokonstriksi yang
aktivitasnya ditekan, misalnya saluran pencernaan dan ginjal, ke otot rangka dan
jantung yang lebih aktif dan mengalami vasodilatasi untuk mempersiapkan tubuh
melaksanakan sistem fight or flight. Secara simultan, sistem simpatis memanggil
kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinefrin dari medulla
adrenal. Epinefrin memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang
tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya
memobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak. 3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
7
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
Selain epinefrin, sejumlah hormon lain terlibat dalam respon stress
keseluruhan. Respon hormon predominan adalah pengaktifan sistem CRH-ACTH-
Kortisol. Kortisol menguraikan simpanan lemak dan protein, memperbesar simpanan
karbohidrat, serta meningkatkan persediaan glukosa darah. 3)
Selain efek kortisol pada sumbu hipotalamus-hipofisis-korteks adrenal,
terdapat bukti bahwa ACTH mungkin berperan dalam mengatasi stress. Pemutusan
molekul besar POMC menghasilkan tidak saja ACTH, tetapi juga β-endorfin yang
mirip morfin dan sinyal-sinyal serupa. Senyawa-senyawa ini disekresikan bersama
ACTH setelah mendapat stimulasi dari CRH selama stress. Diduga bahwa β-
endorfin, sebagai opiat endogen yang kuat, mungkin berperan dalam menyebabkan
analgesia (penurunan persepsi nyeri) seandainya terjadi cedera fisik akibat stress. 3)
II.4 Diagnosa
Sejarah kesehatan yang mencakup stres dalam kehidupan pasien (keluarga atau pekerjaan
masalah, penyakit lain, dll).
Evaluasi kepribadian pasien
Pola respons emosional
Dokter perlu membedakan antara gangguan penyesuaian dan kecemasan atau
gangguan suasana hati , dan antara gangguan kejiwaan dan penyakit fisik (misalnya, aktivitas
tiroid) yang memiliki efek samping psikologis. 3)
II.5. Pengobatan
Kemajuan terbaru dalam pemahaman tentang hubungan yang kompleks antara
pikiran dan tubuh manusia telah menghasilkan berbagai pendekatan utama untuk stres
yang berhubungan dengan penyakit. Rejimen pengobatan ini dapat mencakup satu
atau lebih hal berikut:
Obat-obatan.
Termasuk obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah atau gejala fisik
lainnya dari stres, serta obat-obatan yang mempengaruhi mood pasien (obat
penenang atau antidepresan).
Stres program manajemen.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
8
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
Individu atau kelompok perawatan, dan biasanya melibatkan analisis dari stres
dalam kehidupan pasien. Mereka sering fokus pada pekerjaan atau tempat kerja
yang berhubungan dengan stres.
Perilaku pendekatan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
9
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
BAB III
HIPERTENSI
III.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-
10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh
penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma
Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat
obat .4)
III.2 Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 < 80
Pre-Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi Derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Derajat 2 >160 > 100
Sumber: JNC VII, 2003
III.3 Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 4)
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis,
sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
10
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol,
merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50
tahun.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab
spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma,
koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.3
III.4 Patofisiologi Hipertensi
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan
darah yang mempengaruhi rumus dasar:
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.4)
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial
antara lain : 4)
1) Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap
kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah
jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin
lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang
irreversible.
2) Sistem Renin-Angiotensin Ginjal
Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui
pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-
Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan
darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon
glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari
sistem saraf simpatetik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
11
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang
peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh
ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan
tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.
3) Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara
sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor
lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.
4) Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
12
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium
banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan
antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.
5) Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan
sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin
lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium
jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan
ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan
dan hipertensi.
6) Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding
pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),
ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi
dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan
semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan
pemberian obat anti-hipertensi.
7) Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika
terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input
ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri
melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.
III.5 Evaluasi Hipertensi
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang
keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi:5)
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
13
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian
obatobat analgesik dan obat/bahan lain.
c. Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d. Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attack, defisit sensoris atau motoris
b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria
c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
a. Tes darah rutin
b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)
c. Kolesterol total serum
d. Kolesterol LDL dan HDL serum
e. Trigliserida serum (puasa)
f. Asam urat serum
g. Kreatinin serum
h. Kalium serum
i. Hemoglobin dan hematokrit
j. Urinalisis
k. Elektrokardiogram
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
14
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit
penyerta sistemik, yaitu :9)
Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)
Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah)
Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta
memperkirakan laju filtrasi glomerulus).
Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya
kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya
hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien.
Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi: 1,6)
1. Jantung
Pemeriksaan fisis
Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri
intratoraks dan sirkulasi pulmoner)
Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia
serta hipertrofi ventrikel kiri)
Ekokardiografi.
2. Pembuluh darah
Pemeriksaan fisis termasuk perhitungan pulse pressure
Ultrasonografi (USG) karotis
Fungsi endotel (masih dalam penelitian)
3. Otak
Pemeriksaan neurologist
Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan cranial computed
tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) (untuk
pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau
gangguan kognitif)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
15
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
4. Mata
Funduskopi
5. Fungsi ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/ mikro-
makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin
Perkiraan laju filtrasi glomerulus, yang untuk pasien dalam kondisi
stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari
Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation
(NKF) yaitu:
(140-umur) x berat badan
Klirens kreatinin= x (0,85 untuk perempuan)
72 x kreatinin serum
III.6 Penatalaksanaan Hipertensi
a. Penatalaksanaan farmakologis
Jenis obat-obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7:
Diuretika, terutama jenis Thiazide atau aldosteron antagonis
Beta blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 reseptor antagonist/blocker (ARB)5).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
16
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7 6)
b. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)
Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan
farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan
merubah gaya hidup.6)
Tujuan dari penatalaksanaan diet :
a. Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan
darah menuju normal.
b. Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral
c. Menurunkan faktor risiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak,
kolesterol dalam darah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
17
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
d. Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM.
Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi :
Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang
Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita
Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam
daftar diet. Konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hari atau
dapat menggunakan garam lain diluar natrium.6)
III.7 Komplikasi Hipertensi 5)
• Penyakit Jantung Koroner
– Akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung
– Penyempitan pembyuluh darah à berkurangnya aliran darah pada beberapa
bagian otot jantung à nyeri dada à gangguan otot jantung à serangan
jantung
• Gagal Jantung
– TD ↑ à otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah à penebalan
otot jantung à daya pompa otot menurun à kegagalan kerja jantung secara
umum
– Tanda: sesak napas, napas pendek, dan pembengkakan tungkai bawah dan
kaki
• Kerusakan pembuluh darah otak
– Kerusakan yang ditimbulkan oleh hipertensi adalh pecahnya pembuluh darah
dan rusaknya dinding pembuluh darah. Dampak akhirnya, seseorang bisa
mengalami stroke dan kematian
• Gagal ginjal
– Ada 2 jenis kelainan ginjal akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis benigna dan
nefrosklerosis maligna
– Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama
sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah
akibat proses menua. Hal ini menyebabkan daya permeabilitas dinding
pembuluh darah berkurang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
18
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
– Nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan
naiknya tekanan diastole >130mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi
ginjal
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
19
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
BAB IV
HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
Hipertensi dipicu oleh faktor lingkungan seperti stress dan obesitas. Respon
stress dalam sistem kardiovaskular yang disebabkan oleh interaksi antara rangsangan
lingkungan dan kognisi situasional individu tergantung pada perbedaan kognisi situasional
antar individu.
Studi Framingham, misalnya, selama 18-20 tahun pengamatan, pria paruh baya
dengan ketegangan tingkat tinggi atau kecemasan 2,19 kali lebih besar rentan terhadap
hipertensi dibandingkan mereka yang tidak stress. 7)
Menurut Pickering, tingkat tekanan darah lebih besar antara manusia dengan beban
kerja yang tinggi dan tidak ada dis-cretionary kekuasaan. 8) Akhir-akhir ini, hipertensi
dianggap sebagai penyakit genetic multifaktorial yang dipicu oleh interaksi antara lingkungan
dan faktor genetik. 2) Dengan kata lain, hipertensi diyakini sebagai akibat dari kombinasi
predisposisi untuk hipertensi dan faktor-faktor lingkungan seperti stres, kebiasaan diet,
obesitas, hiperlipidemia, merokok dan konsumsi alkohol. Lebih mudah untuk dipahami
bahwa tanggapan stress dalam sistem kardiovaskular dari interaksi antara stimuli lingkungan
dan kognisi situasional individu, seperti yang dinyatakan oleh Steptoe. 10)
Stress dapat menyebabkan hipertensi melalui peningkatan tekanan darah berulang serta
stimulasi sistem saraf untuk menghasilkan sejumlah besar hormon vasokonstriksi yang meningkatkan
tekanan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah melalui stres antara lain ketegangan
pekerjaan, ras, lingkungan sosial, dan tekanan emosional. Selanjutnya, ketika salah satu faktor risiko
yang ditambah dengan stres lainnya, efek pada tekanan darah meningkat. Secara keseluruhan, studi
menunjukkan bahwa stres tidak secara langsung menyebabkan hipertensi, tetapi memiliki efek pada
perkembangannya. 11)
Semua respon individual terhadap stress dipengaruhi secara langsung dan tidak
langsung oleh hipotalamus. Hipotalamus menerima masukan stressor fisik dan emosi dari
hampir semua daerah di otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon,
hipotalamus secara langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis, mengeluarkan CRH untuk
merangsang sekresi ACTH dan kortisol, dan memicu pengeluaran vasopresin. Stimulasi
simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi epinefrin, di mana sistem tersebut memiliki
efek bersama terhadap sekresi insulin dan glukagon terhadap pankreas. Selain itu,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
20
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
vasokontriksi arteriol afferent ginjal oleh katekolamin secara tidak langsung memicu sekresi
renin dengan menurunkan aliran darah beroksigen ke ginjal. Renin kemudian mengaktifkan
mekanisme renin-angiotensin-aldosteron yang pada akhirnya berperan dalam meningkatkan
tekanan darah. Dengan cara ini, selama stress, hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon
baik dari sistem saraf simpatis maupun sistem endokrin. 12)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
21
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
BAB V
KESIMPULAN
Mereka yang hidup dalam masyarakat modern sering terkena stres yang tidak
terduga. Kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola stres adalah menghalangi
pertambahan faktor dalam pengembangan dan progresif hipertensi. Perlu dicatat bahwa
respon tekanan darah abnormal tinggi dan tingkat stres tak terkendali dapat mengancam
hidup dan bahkan dapat menunjukkan resistensi terhadap terapi obat. Ketidaktahuan atau
pengetahuan salah yang sering menyebabkan orang-orang untuk mengambil reaksi tidak
pantas untuk stressor. Inti pengobatan hipertensi terletak pada petunjuk dokter dan dukungan
sosial (yang memungkinkan mundur sementara dari situasi stress) bagi pasien untuk benar
mengubah atau memodifikasi perilaku tidak pantas tersebut.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
22
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI
DAFTAR PUSTAKA
1) Naomi DL, Fisher, Gordon H, Williams. Hypertensive Vasculare Disease. Harrison’s
Principles of Internal Medicine, 16th. Aucland , McGraw Hill. 2005: 1463 – 1480.2) Ward, R.: Agregasi familial dan Genetik Epidemiologi Tekanan Darah. ed.Laragh JMAJ,
Mei.2002.vol 45,p.5.3) Beers, Mark H., MD, dan Robert Berkow, MD., Editor. "Psikiatri di Kedokteran." The
Merck Manual of Diagnosis dan Terapi. Whitehouse Station, NJ: Merck Research
Laboratories, 2004.
4) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21480/4/Chapter%20II.pdf5) Sutikno. Penyakit Jantung Hipertensif. Ilmu Penyakit Dalam.Ed 3. Jakarta: FKUI. 2002.
pp.1128-33
6)Yogiantoro M. Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV. FKUI. 2007: 599 –
617.7) Markovits, JH et al Psikologis prediktor. Hipertensi dalam studi Framingham. Ketegangan
dalam hipertensi. JAMA 1993; 270: 2.439-2.443.8) Pikering, TG. Pengaruh lingkungan dan faktor gaya hidup terhadap tekanan darah dan
perantara peran saraf simpatis Sistem. J Manusia Hypertens 1997; II (Suppl I).pp9-189) Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et.al. The seventh
report of the Joint Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7): the JNC 7 Report: JAMA. 2003;289:2560 – 2572.10)Juhnston D, Steptoe A. Hipertensi. In : Pearce, S.and Wardle, J. (Eds.). Praktek
kedokteran perilaku. Oxford University Oxford:1989.11) Medical College of Wincosin. Stress dan Tekanan Darah. [last updated: Desember 2007]
Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/989443812) Sherwood L. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 2.
Jakarta:EGC. 2001. 660-1.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013
23