37
REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI HALAMAN PENGESAHAN Penyusun : Rossy Triana (406117032) Anita Ongkowidjojo (405117033) Erwin Sugiarto (406117071) Perguruan Tinggi : Universitas Tarumanagara, Jakarta Fakultas : Kedokteran Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter Judul Refrat : Hubungan stres dengan hipertensi Bagian : Ilmu Penyakit Dalam Periode Kepaniteraan : 12 November 2012 – 19 Januari 2013 Diajukan : Januari 2013 Pembimbing : dr. Mudzakkir Djalal, Sp. PD Mengetahui dan Menyetujui, Pembimbing Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kudus dr. Mudzakkir Djalal, Sp. PD Mengetahui, dr. Amrita, Sp. PD Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013 1

Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

Citation preview

Page 1: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

HALAMAN PENGESAHAN

Penyusun : Rossy Triana (406117032)

Anita Ongkowidjojo (405117033)

Erwin Sugiarto (406117071)

Perguruan Tinggi : Universitas Tarumanagara, Jakarta

Fakultas : Kedokteran

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Judul Refrat : Hubungan stres dengan hipertensi

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Periode Kepaniteraan : 12 November 2012 – 19 Januari 2013

Diajukan : Januari 2013

Pembimbing : dr. Mudzakkir Djalal, Sp. PD

Mengetahui dan Menyetujui,

Pembimbing Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Kudus

dr. Mudzakkir Djalal, Sp. PD

Mengetahui,

dr. Amrita, Sp. PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

1

Page 2: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ....................................................................................................1

Daftar Isi ....................................................................................................2

Kata Pengantar ....................................................................................................3

Bab I Pendahuluan ....................................................................................................4

Bab II Stres ....................................................................................................6

II.1 Definisi Stres ....................................................................................................6

II.2 Gejala Stres ....................................................................................................6

II.3 Respon Tubuh Terhadap Stres ................................................................................7

II.4 Diagnosa ....................................................................................................8

II.5 Pengobatan ....................................................................................................8

Bab III Hipertensi ..................................................................................................10

III.1 Definisi Hipertensi ..............................................................................................10

III.2 Klasifikasi Hipertensi ..........................................................................................10

III.3 Etiologi Hipertensi ..............................................................................................10

III.4 Patofisiologi Hipertensi .......................................................................................11

III.5 Evaluasi Hipertensi ..............................................................................................13

III.6 Penatalaksanaan Hipertensi .................................................................................16

III.7 Komplikasi Hipertensi .........................................................................................18

Bab IV Hubungan Stres Dengan Hipertensi ............................................................................20

Bab V Kesimpulan ..................................................................................................22

Daftar Pustaka ..................................................................................................23

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

2

Page 3: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkah dan karunia-

Nya sehingga dapat menyelesaikan refrat yang berjudul “HUBUNGAN STRES DENGAN

HIPERTENSI”.

Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian pada kepaniteraan

Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kudus.

Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak dan

dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Mudzakkir

Djalal, Sp. PD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam

pembuatan referat ini.

Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat

berkembang ke arah yang lebih baik di kemudian hari.

Kudus, Januari 2013

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

3

Page 4: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol

dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal,

dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut “silent killer” karena sifatnya asimtomatik dan

setelah beberapa tahun dapat menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun

tidak dapat sembuh, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi

dan komplikasinya. 1)

Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang

dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun

2025. Prediksi ini berdasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan

penduduk saat ini. 2)

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,

yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Berdasarkan

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk

Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih.

Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18

tahun ke atas. Dari jumlah ini, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan

sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan

sistolik sebesar 20mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit

kardiovaskuler. 2)

Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001) terjadi peningkatan rata-rata

kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara

keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. 2)

Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan

menunjukkan bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh

pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan pengobatannya,

jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai

keluhan. Prevalensi berkisar antara 6-15%.2)

Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun hipertensi. Menurut hasil

Riskesdas tahun 2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

4

Page 5: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

Keadaan ini tentunya sangat berbahaya, yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada

masyarakat. 2)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

5

Page 6: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

BAB II

STRESS

II.1 Definisi Stress

Stres didefinisikan sebagai respon organisme terhadap tuntutan lingkungan

atau tekanan. Ketika stres pertama kali dipelajari pada 1950-an, istilah ini digunakan

untuk menunjukkan baik penyebab dan efek dari tekanan. Stressor adalah stimulus

yang menimbulkan respon stres. Para peneliti masih belum menemukan kesepakatan

menyangkut definisi stres pada manusia. Apakah respon eksternal; yang dapat diukur

oleh perubahan sekresi kelenjar, reaksi kulit, dan fungsi fisik lainnya; atau merupakan

suatu interpretasi internal, atau keduanya. 3)

Stres dalam interaksi manusia adalah antara orang dengan lingkungan mereka yang

dianggap tegang atau melebihi kapasitas adaptif mereka dan mengancam kesejahteraan

mereka. Unsur persepsi menunjukkan bahwa respon stres manusia mencerminkan perbedaan

dalam kepribadian, serta perbedaan dalam kekuatan fisik atau kesehatan umum. Faktor risiko

untuk penyakit terkait stres adalah campuran dari variabel personal, interpersonal, dan

sosial. Faktor-faktor ini meliputi kurangnya atau hilangnya kontrol atas lingkungan fisik

seseorang, dan kurangnya atau kehilangan jaringan dukungan sosial. Orang yang tergantung

pada orang lain (misalnya, anak-anak atau orang tua) atau yang secara sosial kurang

beruntung (karena ras, jenis kelamin, tingkat pendidikan, atau faktor serupa) berada pada

risiko lebih besar terkena penyakit yang berhubungan dengan stres. Faktor risiko lain adalah

perasaan tidak berdaya, putus asa takut, atau kemarahan ekstrim, dan sinisme atau

ketidakpercayaan orang lain. 3)

II.2 Gejala Stress

Gejala-gejala stres dapat berupa fisik atau psikologis. Terkait dengan stres fisik

penyakit, seperti sindrom iritasi usus besar , serangan jantung, arthritis, sakit kepala kronis,

hasil dari jangka panjang stimulasi berlebihan dari bagian dari sistem saraf yang mengatur

denyut jantung, tekanan darah, dan sistem pencernaan. 3)

Stres yang berhubungan dengan penyakit emosional, seperti pernikahan,

menyelesaikan pendidikan, menjadi orang tua, kehilangan pekerjaan, atau pensiun. Psikiater

kadang-kadang menggunakan istilah gangguan penyesuaian untuk menggambarkan jenis

penyakit. Di tempat kerja, stres yang berhubungan dengan penyakit yang sering tampak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

6

Page 7: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

seperti kehilangan minat atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan seseorang karena

jangka panjang tingkat stres yang tinggi. Misalnya, perawat perawatan paliatif beresiko tinggi

kelelahan karena ketidakmampuan mereka untuk menelantarkan pasien sekarat. 3)

II.3 Respon tubuh terhadap stress

Stress mengacu pada respon umum spesifik tubuh terhadap setiap faktor yang

mangalahkan, atau akan mengalahkan, kemampuan kompensatorik tubuh dalam

mempertahankan homeostasis. Jenis-jenis stressor berikut ini menggambarkan

beragamnya faktor yang dapat menimbulkan respon stress :

Fisik : trauma, pembedahan, panas atau dingin hebat

Kimia : penurunan pasokan O2, ketidak seimbangan asam basa

Fisiologis : olahraga berat, syok perdarahan, nyeri

Psikologis / emosi : rasa cemas, ketakutan, kesedihan

Sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup3)

Respon stress adalah reaksi saraf dan hormon yang bersifat menyeluruh dan

tidak spesifik terhadap situasi apapun yang mengancam homeostasis. Dr.Hans Selye

adalah orang pertama yang mengenali persamaan respon terhadap berbagai

rangsangan yang menganggu, yang ia sebut sebagai sindrom adaptasi umum

(general adaptation syndrome). Jika tubuh bertemu dengan stressor, tubuh akan

mengaktifkan respon saraf dan hormon untuk melaksanakan tindakan-tindakan

pertahanan untuk mengatasi keadaan darurat. Hasilnya adalahnya keadaan siaga

yang tinggi dan mobilisasi berbagai sumber daya biokimiawi. 3)

Respon saraf utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan

menyeluruh sistem saraf simpatis. Hal ini menyebabkan peningkatan curah jantung

dan ventilasi serta pengalihan darah dari daerah-daerah vasokonstriksi yang

aktivitasnya ditekan, misalnya saluran pencernaan dan ginjal, ke otot rangka dan

jantung yang lebih aktif dan mengalami vasodilatasi untuk mempersiapkan tubuh

melaksanakan sistem fight or flight. Secara simultan, sistem simpatis memanggil

kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinefrin dari medulla

adrenal. Epinefrin memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang

tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya

memobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak. 3)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

7

Page 8: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

Selain epinefrin, sejumlah hormon lain terlibat dalam respon stress

keseluruhan. Respon hormon predominan adalah pengaktifan sistem CRH-ACTH-

Kortisol. Kortisol menguraikan simpanan lemak dan protein, memperbesar simpanan

karbohidrat, serta meningkatkan persediaan glukosa darah. 3)

Selain efek kortisol pada sumbu hipotalamus-hipofisis-korteks adrenal,

terdapat bukti bahwa ACTH mungkin berperan dalam mengatasi stress. Pemutusan

molekul besar POMC menghasilkan tidak saja ACTH, tetapi juga β-endorfin yang

mirip morfin dan sinyal-sinyal serupa. Senyawa-senyawa ini disekresikan bersama

ACTH setelah mendapat stimulasi dari CRH selama stress. Diduga bahwa β-

endorfin, sebagai opiat endogen yang kuat, mungkin berperan dalam menyebabkan

analgesia (penurunan persepsi nyeri) seandainya terjadi cedera fisik akibat stress. 3)

II.4 Diagnosa

Sejarah kesehatan yang mencakup stres dalam kehidupan pasien (keluarga atau pekerjaan

masalah, penyakit lain, dll). 

Evaluasi kepribadian pasien

Pola respons emosional

Dokter perlu membedakan antara gangguan penyesuaian dan kecemasan atau

gangguan suasana hati , dan antara gangguan kejiwaan dan penyakit fisik (misalnya, aktivitas

tiroid) yang memiliki efek samping psikologis. 3)

II.5. Pengobatan

Kemajuan terbaru dalam pemahaman tentang hubungan yang kompleks antara

pikiran dan tubuh manusia telah menghasilkan berbagai pendekatan utama untuk stres

yang berhubungan dengan penyakit. Rejimen pengobatan ini dapat mencakup satu

atau lebih hal berikut:

Obat-obatan. 

Termasuk obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah atau gejala fisik

lainnya dari stres, serta obat-obatan yang mempengaruhi mood pasien (obat

penenang atau antidepresan).

Stres program manajemen.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

8

Page 9: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

Individu atau kelompok perawatan, dan biasanya melibatkan analisis dari stres

dalam kehidupan pasien. Mereka sering fokus pada pekerjaan atau tempat kerja

yang berhubungan dengan stres.

Perilaku pendekatan. 

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

9

Page 10: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

BAB III

HIPERTENSI

III.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi

diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-

10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan

tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh

penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma

Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat

obat .4)

III.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal <120 < 80

Pre-Hipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi Derajat 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi Derajat 2 >160 > 100

Sumber: JNC VII, 2003

III.3 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 4)

1) Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,

disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang

mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis,

sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

10

Page 11: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol,

merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50

tahun.

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab

spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular

renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma,

koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.3

III.4 Patofisiologi Hipertensi

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan

darah yang mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.4)

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial

antara lain : 4)

1) Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap

kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah

jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah

ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.

Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin

lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin

dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang

irreversible.

2) Sistem Renin-Angiotensin Ginjal

Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui

pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-

Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan

darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon

glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari

sistem saraf simpatetik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

11

Page 12: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang

peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh

ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh

ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II

(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan

tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume

cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari

bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga

meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan

volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan

volume dan tekanan darah.

3) Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara

sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor

lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

4) Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

12

Page 13: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium

banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan

antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.

5) Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan

vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan

sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin

lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium

jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan

ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan

dan hipertensi.

6) Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding

pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),

ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi

dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan

semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan

pemberian obat anti-hipertensi.

7) Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika

terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input

ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri

melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.

III.5 Evaluasi Hipertensi

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang

keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik

serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi:5)

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

13

Page 14: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian

obatobat analgesik dan obat/bahan lain.

c. Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)

d. Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor risiko

a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien

b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya

d. Kebiasaan merokok

e. Pola makan

f. Kegemukan, intensitas olahraga

g. kepribadian

4. Gejala kerusakan organ

a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient

ischemic attack, defisit sensoris atau motoris

b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria

c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

d. Arteri perifer : ekstremitas dingin

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

a. Tes darah rutin

b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)

c. Kolesterol total serum

d. Kolesterol LDL dan HDL serum

e. Trigliserida serum (puasa)

f. Asam urat serum

g. Kreatinin serum

h. Kalium serum

i. Hemoglobin dan hematokrit

j. Urinalisis

k. Elektrokardiogram

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

14

Page 15: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit

penyerta sistemik, yaitu :9)

Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)

Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah)

Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta

memperkirakan laju filtrasi glomerulus).

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya

kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya

hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien.

Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi: 1,6)

1. Jantung

Pemeriksaan fisis

Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri

intratoraks dan sirkulasi pulmoner)

Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia

serta hipertrofi ventrikel kiri)

Ekokardiografi.

2. Pembuluh darah

Pemeriksaan fisis termasuk perhitungan pulse pressure

Ultrasonografi (USG) karotis

Fungsi endotel (masih dalam penelitian)

3. Otak

Pemeriksaan neurologist

Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan cranial computed

tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) (untuk

pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau

gangguan kognitif)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

15

Page 16: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

4. Mata

Funduskopi

5. Fungsi ginjal

Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/ mikro-

makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin

Perkiraan laju filtrasi glomerulus, yang untuk pasien dalam kondisi

stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari

Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation

(NKF) yaitu:

(140-umur) x berat badan

Klirens kreatinin= x (0,85 untuk perempuan)

72 x kreatinin serum

III.6 Penatalaksanaan Hipertensi

a. Penatalaksanaan farmakologis

Jenis obat-obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang

dianjurkan oleh JNC 7:

Diuretika, terutama jenis Thiazide atau aldosteron antagonis

Beta blocker (BB)

Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)

Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 reseptor antagonist/blocker (ARB)5).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

16

Page 17: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7 6)

b. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)

Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan

farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan

merubah gaya hidup.6)

Tujuan dari penatalaksanaan diet :

a. Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan

darah menuju normal.

b. Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral

c. Menurunkan faktor risiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak,

kolesterol dalam darah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

17

Page 18: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

d. Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM.

Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi :

Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang

Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita

Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam

daftar diet. Konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hari atau

dapat menggunakan garam lain diluar natrium.6)

III.7 Komplikasi Hipertensi 5)

• Penyakit Jantung Koroner

– Akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung

– Penyempitan pembyuluh darah à berkurangnya aliran darah pada beberapa

bagian otot jantung à nyeri dada à gangguan otot jantung à serangan

jantung

• Gagal Jantung

– TD ↑ à otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah à penebalan

otot jantung à daya pompa otot menurun à kegagalan kerja jantung secara

umum

– Tanda: sesak napas, napas pendek, dan pembengkakan tungkai bawah dan

kaki

• Kerusakan pembuluh darah otak

– Kerusakan yang ditimbulkan oleh hipertensi adalh pecahnya pembuluh darah

dan rusaknya dinding pembuluh darah. Dampak akhirnya, seseorang bisa

mengalami stroke dan kematian

• Gagal ginjal

– Ada 2 jenis kelainan ginjal akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis benigna dan

nefrosklerosis maligna

– Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama

sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah

akibat proses menua. Hal ini menyebabkan daya permeabilitas dinding

pembuluh darah berkurang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

18

Page 19: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

– Nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan

naiknya tekanan diastole >130mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi

ginjal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

19

Page 20: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

BAB IV

HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

Hipertensi dipicu oleh faktor lingkungan seperti stress dan obesitas. Respon

stress dalam sistem kardiovaskular yang disebabkan oleh interaksi antara rangsangan

lingkungan dan kognisi situasional individu tergantung pada perbedaan kognisi situasional

antar individu.

Studi Framingham, misalnya, selama 18-20 tahun pengamatan, pria paruh baya

dengan ketegangan tingkat tinggi atau kecemasan 2,19 kali lebih besar rentan terhadap

hipertensi dibandingkan mereka yang tidak stress. 7)

Menurut Pickering, tingkat tekanan darah lebih besar antara manusia dengan beban

kerja yang tinggi dan tidak ada dis-cretionary kekuasaan. 8) Akhir-akhir ini, hipertensi

dianggap sebagai penyakit genetic multifaktorial yang dipicu oleh interaksi antara lingkungan

dan faktor genetik. 2) Dengan kata lain, hipertensi diyakini sebagai akibat dari kombinasi

predisposisi untuk hipertensi dan faktor-faktor lingkungan seperti stres, kebiasaan diet,

obesitas, hiperlipidemia, merokok dan konsumsi alkohol. Lebih mudah untuk dipahami

bahwa tanggapan stress dalam sistem kardiovaskular dari interaksi antara stimuli lingkungan

dan kognisi situasional individu, seperti yang dinyatakan oleh Steptoe. 10)

Stress dapat menyebabkan hipertensi melalui peningkatan tekanan darah berulang serta

stimulasi sistem saraf untuk menghasilkan sejumlah besar hormon vasokonstriksi yang meningkatkan

tekanan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah melalui stres antara lain ketegangan

pekerjaan, ras, lingkungan sosial, dan tekanan emosional. Selanjutnya, ketika salah satu faktor risiko

yang ditambah dengan stres lainnya, efek pada tekanan darah meningkat. Secara keseluruhan, studi

menunjukkan bahwa stres tidak secara langsung menyebabkan hipertensi, tetapi memiliki efek pada

perkembangannya.  11)

Semua respon individual terhadap stress dipengaruhi secara langsung dan tidak

langsung oleh hipotalamus. Hipotalamus menerima masukan stressor fisik dan emosi dari

hampir semua daerah di otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon,

hipotalamus secara langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis, mengeluarkan CRH untuk

merangsang sekresi ACTH dan kortisol, dan memicu pengeluaran vasopresin. Stimulasi

simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi epinefrin, di mana sistem tersebut memiliki

efek bersama terhadap sekresi insulin dan glukagon terhadap pankreas. Selain itu,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

20

Page 21: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

vasokontriksi arteriol afferent ginjal oleh katekolamin secara tidak langsung memicu sekresi

renin dengan menurunkan aliran darah beroksigen ke ginjal. Renin kemudian mengaktifkan

mekanisme renin-angiotensin-aldosteron yang pada akhirnya berperan dalam meningkatkan

tekanan darah. Dengan cara ini, selama stress, hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon

baik dari sistem saraf simpatis maupun sistem endokrin. 12)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

21

Page 22: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

BAB V

KESIMPULAN

Mereka yang hidup dalam masyarakat modern sering terkena stres yang tidak

terduga. Kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola stres adalah menghalangi

pertambahan faktor dalam pengembangan dan progresif hipertensi. Perlu dicatat bahwa

respon tekanan darah abnormal tinggi dan tingkat stres tak terkendali dapat mengancam

hidup dan bahkan dapat menunjukkan resistensi terhadap terapi obat. Ketidaktahuan atau

pengetahuan salah yang sering menyebabkan orang-orang untuk mengambil reaksi tidak

pantas untuk stressor. Inti pengobatan hipertensi terletak pada petunjuk dokter dan dukungan

sosial (yang memungkinkan mundur sementara dari situasi stress) bagi pasien untuk benar

mengubah atau memodifikasi perilaku tidak pantas tersebut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

22

Page 23: Referat Hubungan Stress Dengan Hipertensi

REFERAT HUBUNGAN STRES DENGAN HIPERTENSI

DAFTAR PUSTAKA

1) Naomi DL, Fisher, Gordon H, Williams. Hypertensive Vasculare Disease. Harrison’s

Principles of Internal Medicine, 16th. Aucland , McGraw Hill. 2005: 1463 – 1480.2) Ward, R.: Agregasi familial dan Genetik Epidemiologi Tekanan Darah. ed.Laragh JMAJ,

Mei.2002.vol 45,p.5.3) Beers, Mark H., MD, dan Robert Berkow, MD., Editor. "Psikiatri di Kedokteran." The

Merck Manual of Diagnosis dan Terapi. Whitehouse Station, NJ: Merck Research

Laboratories, 2004.

4) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21480/4/Chapter%20II.pdf5) Sutikno. Penyakit Jantung Hipertensif. Ilmu Penyakit Dalam.Ed 3. Jakarta: FKUI. 2002.

pp.1128-33

6)Yogiantoro M. Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV. FKUI. 2007: 599 –

617.7) Markovits, JH et al Psikologis prediktor. Hipertensi dalam studi Framingham. Ketegangan

dalam hipertensi. JAMA 1993; 270: 2.439-2.443.8) Pikering, TG. Pengaruh lingkungan dan faktor gaya hidup terhadap tekanan darah dan

perantara peran saraf simpatis Sistem. J Manusia Hypertens 1997; II (Suppl I).pp9-189) Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et.al. The seventh

report of the Joint Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High

Blood Pressure (JNC 7): the JNC 7 Report: JAMA. 2003;289:2560 – 2572.10)Juhnston D, Steptoe A. Hipertensi. In : Pearce, S.and Wardle, J. (Eds.). Praktek

kedokteran perilaku. Oxford University Oxford:1989.11) Medical College of Wincosin. Stress dan Tekanan Darah. [last updated: Desember 2007]

Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/989443812) Sherwood L. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 2.

Jakarta:EGC. 2001. 660-1.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

23