43
Acne Vulgaris Definisi : Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Acne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi acne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. 1 Kelenjar yang meradang dapat membentuk papul kecil berwarna merah muda, yang kadang kala mengelilingi komedo sehingga tampak hitam pada bagian tengahnya, atau membentuk pustule atau kista; penyebab tak diketahui, tetapi telah dikemukakan banyak faktor, termasuk stress, faktor herediter, hormon, obat dan bakteri, khususnya Propionibacterium acnes, Staphylococcus albus, dan Malassezia furfur, berperan dalam etiologi. Klasifikasi : Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya acne yang diderita. Acne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe ( komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit (

Referat Acne

Embed Size (px)

DESCRIPTION

acne

Citation preview

Page 1: Referat Acne

Acne Vulgaris

Definisi :

Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi

pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Acne vulgaris adalah peradangan kronik folikel

pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi acne

vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1

Kelenjar yang meradang dapat membentuk papul kecil berwarna merah muda, yang kadang kala

mengelilingi komedo sehingga tampak hitam pada bagian tengahnya, atau membentuk pustule

atau kista; penyebab tak diketahui, tetapi telah dikemukakan banyak faktor, termasuk stress,

faktor herediter, hormon, obat dan bakteri, khususnya Propionibacterium acnes, Staphylococcus

albus, dan Malassezia furfur, berperan dalam etiologi.

Klasifikasi :

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya acne yang

diderita. Acne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe ( komedoal/papular,

pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit

dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.2

Klasifikasi sederhana :

Acne ringan ( Mild acne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl mungkin

ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya < 10 ).2

Acne sedang (Moderate acne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-40).

Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai penyakit

yang ringan pada badan.2

Page 2: Referat Acne

Acne sedang berat (Moderately severe acne ): Jumlah papul dan pustul yang sangat

banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang

terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas

biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung.2

Acne sangat berat (Very severe acne ) : Acne nodulokistik dan acne konglobata dengan

lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri bersama dengan banyak

komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil.2

FDA global grade :

Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi

Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi

Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan sangat

sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi nodular )

Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin

terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular

Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi,

dengna sedikit lesi nodular.2

Epidemiologi :

Acne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat itu dinyatakan

bahwa insiden terjadinya acne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan dibanding anak laki-

laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat

itu tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang

berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak perempuan dan 12

tahun pada anak laki-laki.3

Acne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja

dengan beberapa derajat acne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada usia

antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum

usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi

12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian

kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.4

Page 3: Referat Acne

Acne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh karena stimulasi

folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada periode neonatal. Acne juga

biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo sebagai lesi predominan pada

pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir

remaja, setelah itu insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai

lebih dari dekade ketiga.5

Etiologi :

Acne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui

secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara lain : genetik,

endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar

sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan

kimia lainnya :6

Sebum : Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya acne. Pada acne terjadi

peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada acne, tetapi dapat

juga pada penyakit parkinson dan akromegali.6

Bakteri : Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah Propionibacterium acnes,

Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang

terpenting yakni Propionibacterium acnes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada

kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea

yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi

kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi

sitokin pro-inflamasi.6

Herediter : Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar

palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas acne,

kemungkinan besar anaknya akan menderita acne.6

Page 4: Referat Acne

Hormon : Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon

ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada

remaja laki-laki dan perempuan.1 Hormon androgen merupakan stimulus utama pada

sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita acne, kelenjar sebasea berespon

sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin

disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar

sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.6

Diet : Pada beberapa pasien, acne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan, seperti

coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1

Iklim : Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya acne bertambah hebat pada

musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.1

Faktor iatrogenic : Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan

keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat

menginduksi acne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi

terjadinya acne.1

Patofisiologi :

Patofisiologi acne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan kadang-kadang

masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya acne, yakni

peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).5

1. Peningkatan sekresi sebum

Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis acne ialah peningkatan produksi sebum

oleh glandula sebacea. Pasien dengan acne akan memproduksi lebih banyak sebum

dibanding yang tidak terkena acne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok

tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin

Page 5: Referat Acne

berperan dalam patogenesis acne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh

P.acnes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini

kemudian menyebabkan kolonisasi P.acnes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat

menjadi komedogenik.1,5

Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan aktifitasnya pada

keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan mempengaruhi

aktifitas sebosit. Orang-orang dengan acne memiliki kadar serum androgen yang lebih

tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena acne. 5α-reduktase, enzim yang

bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas

yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya acne yaitu pada

wajah, dada, dan punggung.1,5

Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis estrogen

yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika dibandingkan

dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen

mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula

sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik

negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan

pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.5

P

a b c d

Gambar. 1. Patogenesis Acne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul (pustul) d) Nodul

2. Keratinisasi folikel

Page 6: Referat Acne

Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer acne yaitu

mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi

hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan

kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian

menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal

tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian

membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan

daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga

menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam

linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.5

Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan

hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang

memegang peranan terhadap timbulnya acne. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-

reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron

(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit

follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-

reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi

proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam

patogenesis acne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak

terkena acne.1,5

Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam linoleic

merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang yang

terkena acne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan dengan

isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi

keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa

asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring

dengan meningkatnya produksi sebum.5

IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit follikular pada

manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedoe ketika

diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokome.5

3. Bakteri

Page 7: Referat Acne

Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium acnes juga memiliki peranan aktif dalam

proses inflamasi yang terjadi. P.acnes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan

mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan acne memiliki

konsentrasi P.acnes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak

terdapat korelasi antara jumlah P.acnes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya

penyakit yang diderita.5

Dinding sel P.acnes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi

perkembangan antibodi. Pasien dengna acne yang paling berat memiliki titer antibodi

yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi

dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-

inflamasi. P.acnes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi

hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan

faktor kemotaktik. Disamping itu, P.acnes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan

berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang

mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin

proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.5

4. Inflamasi

Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo,

namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului

pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan

cenderung menjadi acne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan

dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas

inflamasi yang jauh lebih hebat.1,5

Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih

terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan

ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis

mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama

ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea

dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah

ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.5

Page 8: Referat Acne

Keempat elemen dari patogenesis acne yaitu hiperprofliferasi keratinosit follikular,

seboroik, inflamasi, dan P.acnes merupakan langkah-langkah yang saling berkaitan

dalam pembentukan acne.1,5

Gejala Klinis :

Acne vulgaris ditandai dengan empat tipe dasar lesi : komedo terbuka dan tertutup, papula,

pustula dan lesi nodulokistik. Satu atau lebih tipe lesi dapat mendominasi; bentuk yang paling

ringan yang paling sering terlihat pada awal usia remaja, lesi terbatas pada komedo pada bagian

tengah wajah. Lesi dapatmengenai dada, pungguang atas dan daerah deltoid.

Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan

sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa

papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat

terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul

biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema

dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk

plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus

kekuningan.7,8,9

Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit yang lebih

terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan yang memiliki umur

yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi

akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari acne memiliki penampakan yang

heterogen. Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat

kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar papular putih

kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan

keloidal yang meninggi pada badan dan leher.7

Predileksi acne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas. Pada wajah hal

tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga

dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang

Page 9: Referat Acne

komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik

yang besar dapat mendominasi.7

Acne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal dari produksi

hormon seks yang meningkat. Ketika acne muncul pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya

berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi

ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun,

sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul

inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki

muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih

berat dibanding perempuan usia muda.

Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular seminggu

sebelum mensturasi. Acne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang belum

mendapatkan acne pada saat remaja. Acne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul,

dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.7

Gradasi yang menunjukkan berat ringannya acne diperlukan untuk pengobatan :

Ringan, bila beberapa lesi tak beradang pada satu predileksi, sedikit lesi takberadang pada beberapa tempat predileksi, sedikit lesi beradang pada satupredileksi.

Sedang, bila banyak lesi tak beradang pada satu predileksi, beberapa lesi takberadang lebih dari satu predileksi, beberapa lesi beradang pada satupredileksi, sedikit lesi beradang pada lebih dari satu predileksi.

Berat, bila banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi, banyaklebih beradang pada satu atau lebih predileksi.

Page 10: Referat Acne

Diagnosis :Diagnosis acne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, dan tes

laboratorium. 1,2,5

Berdasarkan anamnesis, acne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis

yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi

berdasarkan siklus mensturasinya. Acne fulminan merupakan subtipe acne yang jarang dan

terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia,

hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.2

Pada pemeriksaan fisis acne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan tertutup. Lesi

inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang menjadi papul, pustul,

nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.2

Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan acne. Pada

pasien dengan acne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi hormonal untuk testeteron

bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat

dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan

acne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan

acne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-

negatif dapat dilakukan.2

Diagnosis banding :1. Erupsi acneiformis : Erupsi acneiformis merupakan acne yang disebabkan oleh induksi

obat, seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin,

dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo, timbul

mendadak tanpa disertai demam.8

2. Rosasea : Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara

pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini

terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema

intermiten dan persisten serta erupsi acneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista,

dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum

dengan beratnya gejala rosasea.5,8,10

Page 11: Referat Acne

3. Dermatitis perioral : Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik

papul dan pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di

sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di

sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum

diketahui secara pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta

gigi berflouride, dan kontrasepsi oral.2,8,10

Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan dagu, yang

terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter kurang

dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang

mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif terhadap

kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.11

Tatalaksana :Terapi acne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.2,5,6

1. Terapi Sistemik

a. Antibiotik oral :Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan acne yang

mansih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,

doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini

mengurangi peradangan acne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Acnes.3,5

Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)

merupakan obat yang sering digunakan unutk acne.Obat ini digunakan sebagai

terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka

kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan

reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg

diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari.

Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum

makan dengan air untuk absorbs yang optimal. 3,5

Page 12: Referat Acne

Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-200mg/

hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya diberikan

100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi

lebih baik di saluran pencernaan. 3,5

Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini sama

efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap

P.acnes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 3,5

Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik

digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous

colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)

direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang

lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis. 3,5

b. Isotretionoin oral : Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif

dan diberikan untuk acne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin

mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90%

dengan menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum

invivo dan menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek

langsung terhadap P.acnes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan

menurunkan jumlah P.Acnes yang mengakibatkan inflamasi.5

Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau

50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan

jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan

pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn

yang berat.5

Page 13: Referat Acne

Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan

diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9

bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi.5

Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk lesi

inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat daripada

papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di

punggung dan badan.3,5

c. Hormonal : Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai

respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini

secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang

pada akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya

komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan

prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan

spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita

harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat

hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan

perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian.

Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan

pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan

kombinasi antara 50 µg ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita

usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang

mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan

spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 3,5

Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan target

pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan untuk

hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen

reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula

adrenal.5

2. Topikal :

Page 14: Referat Acne

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak

dipilih dalam mengatasi penyakit acne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah

untuk mengurangi jumlah acne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru

dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk

beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan acne. Obat-obatan topikal

tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah

disekitarnya.8

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

a. Retinoid topical

Mekanisme kerja dari retinoid topical:

- Mengeluarkan komedo yang telah matur.

- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.

- Menghambat reaksi inflamasi.

- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance

terapi.

b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan

Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan acne.Hal ini

ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-

inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam

galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution

(0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin

prenetration.11

c. Isotretinoin

Page 15: Referat Acne

Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama dengan

tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan

55% setelah 12 minggu pengobatan.

d. Adapalene

Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream, atau

solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000

pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan

tretinoin 0.025%.

e. Tazarotene

Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk acne, di

US 0.5 dan 0.1% gel atau cream.

f. Antibiotik Topikal

Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah rendah

iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap P.acnes

dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin

ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau

kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. 3,5

Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi acne. Mekanisme kerja

antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti

pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.acnes baik dipermukaan

atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi

papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5%

tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan

membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang

sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam

waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak

direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin

kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 3,5

Page 16: Referat Acne

Keefektifan antibiotik topikal pada acne terbatas karena mekanisme kerja dalam

mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri dapat

timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan acne. Pada keadaan

di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan

lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang.

Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar sebasea tidak

memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit.

Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam acne.

Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam jumlah

produksi sebum. 3,5

g. Asam Salisilat

Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi dari

substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 3,5

h. Anti-androgen

Sejak diketahui bahwa acne merupakan salah satu penyakit yang berhubungan

dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri farmakologi

mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi acne yang tidak

mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang penggunaan

topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara

komersial. 3,5

3. Terapi Fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan

menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:

a. Ekstraksi komedo

Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan

alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi acne. Secara teori, pengangkatan

closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan

keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Page 17: Referat Acne

b. Kortikosteroid Intralesi

Acne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-nodul

yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu

48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5

mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang

diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus

ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan

menyebabkan atrofi.3

Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi

nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense (2.5-

10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat

bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk acne tipe nodular. Akan tetapi harus

diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular

tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.3

c. Liquid Nitrogen

Cara lain untuk terapi acne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair

selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja

dengan mendinginkan dinding fibrotik dari acne cysts sehingga akan terjadi

kerusakan pada dinding tersebut.

d. Radiasi Ultraviolet

Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan menghambat

aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara bersama-sama

untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat diberikan dua kali

seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60%

dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada acne, tetapi sekarang terapi ini tidak

dianjurkan lagi. 3,5

4. Diet : Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita acne vulgaris.

Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan

hubungannya dengan acne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang

Page 18: Referat Acne

mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada acne, akan tetapi beberapa

pasien akan m mengalami kemunculan acne setelah mengkonsumsi makanan tersebut.3

Prognosis :

Onset dari acne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan kemudian tidak

timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian acne ini biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi

secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an

tapi ada juga yang masih menderita acne hingga decade ketiga sampai decade keempat.2

Acne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan biasanya bermunculan

sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan acne ini tidak seharusnya berhubungan dengan

perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada

fase luteal dalam siklus menstruasi.5

Pada umumnya prognosis dari acne ini cukup menyenangkan, pengobatan sebaiknya dimulai

pada awal onset munculnya acne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat

permanen.

Pada kebanyakan kasus, acne biasanya sembh secara spontan ketika melewati usia remaja dan

memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui secara jelas, tidak ada

penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun perubahan komposisi lemak.

Hidradenitis Suppurativa

Page 19: Referat Acne

Definisi :

Hidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit inflamasi kronis yang berasal dari kelenjar

apokrin, yang dapat menjadi kronis dan cenderung menimbulkan sikatriks. Penyakit ini secara

klinis ditandai dengan pembentukan nodul bulat dan abses dengan jaringan parut hipertrofik dan

supurasi yang rekuren, menyakitkan dan dalam yang terjadi terutama pada area lipatan-lipatan

kulit yang memiliki ujung rambut dan kelenjar apokrin. Penyakit ini cenderung menjadi kronis

dengan ekstensi subkutan yang mengarah pada pembentukan jaringan parut hipertrofi, sinus, dan

fistula.12,13

Etiologi :

Etiologi HS masih belum diketahui pasti. Studi histologik pada HS memperlihatkan

hiperkeratosis folikular yang diikuti oleh ruptur epitel folikel dan pelepasan keratin, sebum,

bakteri dan rambut ke lapisan dermis menyebabkan terjadinya suatu oklusi pada kelenjar

apokrin. Terjadinya reaksi inflamasi pada kelenjar apokrin yang dipicu oleh oklusi tersebut

menyebabkan ruptur pada kulit, fibrosis, dan pembentukan sinus. Infeksi sekunder oleh bakteri S.

Aureus, Streptococcus pyogenes, dan berbagai bakteri gram negatif lain dapat terjadi.12,14

Beberapa faktor risiko terjadinya HS antara lain:14

- Faktor genetik

Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hidradenitis supurativa diperoleh

pada 26% pasien. Beberapa studi tidak menunjukkan adanya hubungan dengan HLA.

Namun beberapa studi lainnya menunjukkan adanya penurunan autosomal dominan

dengan single gene transmission. Namun, lokus genetik yang terkait tidak ditemukan.

- Hormonal

Kecenderungan terjadinya hidradenitis suppurativa ketika pubertas atau setelah pubertas

menunjukkan adanya pengaruh androgen. Selain itu, adanya peningkatan kejadian yang

dilaporkan pada pasien postpartum yang berhubungan dengan penggunaan pil

kontrasepsi oral dan pada periode premenstrual (sekitar 50% pasien). Terapi

antiandrogen juga memperlihatkan keuntungan terapetik pada beberapa studi.

Page 20: Referat Acne

Namun, tidak ada bukti biokimia dari hiperandrogenisme dapat ditemukan pada 66

wanita dengan hidradenitis suppurativa. Selain itu, tidak seperti kelenjar sebacea,

kelenjar apokrin tidak dipengaruhi oleh androgen. Karenanya, pengaruh androgen

terhadap kejadian hidradenitis suppurativa masih belum jelas.

- Obesitas

Obesitas bukan merupakan faktor kausa terjadinya hidradenitis suppurativa namun

sering dianggap sebagai faktor yang memperberat melalui peningkatan gaya gesek,

oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi. Obesitas juga memperberat penyakit ini dengan

meningkatkan androgen. Penurunan berat badan dianjurkan bagi pasien dengan berat

badan berlebih dan dapat membantu mengontrol penyakit.

- Infeksi bateri

Peranan infeksi bakteri pada terjadinya hidradenitis suppurativa masih belum jelas.

Diyakini bahwa peran patogenesisnya sama dengan peranan bakteri pada terjadinya

jerawat. Obat antibakteri biasa digunakan sebagai terapi. Keterlibatan bakteri terjadi

secara sekunder. Kultur biasanya menunjukkan hasil yang negatif, namun sejumah

bakteri dapat ditemukan dari lesi. Staphylococcus aureus dan coagulase-negative-

staphylococcus adalah yang peling sering diisolasi. Namun, bakteri lain termasuk

Streptococcus, basil gram negaif, dan anaerob, juga dapat ditemukan.

- Merokok

Perokok paling sering ditemukan pada penderita hidradenitis suppurativa dibandingkan

dengan kontrol yang sehat. Satu studi kohort menunjukkan bahwa 70% dari 43 pasien

dengan hidradenitis suppurativa perineal adalah perokok. Diperkirakan bahwa merokok

dapat mempengaruhi kemotaxis sel polymorphonuclear. Penghentian merokok dapat

memperbaiki manifestasi klinis penyakit ini.

Patofisiologi :

Page 21: Referat Acne

Regio axilla dan inguinoperineal adalah regio yang paling sering terkena HS, regio lain yang

juga biasa terkena HS adalah areola mammae, regio submamary, periumbilicalis, scalp, fasialis,

meatus ekternal auditori, leher dan punggung.15

Kelenjar apokrin tersusun atas kelenjar keringat yang memanjang dari dermis ke jaringan

subkutan. Masing-masing kelenjar terdiri atas komponen sekretori yang dalam dan melingkar

yang mengalir melalui duktus eksketorius yang lurus dan panjang, biasanya menuju folikel

rambut. Sekresi dari kelenjar ini berbau.15

Walaupun penyebab yang jelas dari HS masih belum diketahui dengan jelas, telah disepakati

secara umum bahwa semua berawal dari oklusi apokrin atau duktus folikuler oleh sumbatan

keratin, yang menyebabkan dilatasi duktus dan stasis komponen glandular. Bakteri memasuki

sistem apokrin melalui folikel rambut dan terperangkap di bawah sumbatan keratin yang

kemudian bermultiplikasi dengan cepat dalam lingkungan yang mengandung banyak nutrisi dari

keringat apokrin. Kelenjar dapat ruptur, sehingga menyebabkan penyebaran infeksi ke kelenjar

dan area sekitarnya. Infeksi Strptococcus, Staphylococcus, dan organisme lain menyebabkan

inflamasi lokal yang lebih luas, destruksi jaringan dan kerusakan kulit. Proses penyembuhan

yang kronis menimbulkan fibrosis luas dan sikatrik hipertrofi pada kulit di atasnya.15

Pada hidradenitis yang melibatkan regio perineal, ada peningkatan insiden infeksi oleh

Streptosossus milleri, yang berhubungan dengan aktivitas penyakit. Organisme lain yang juga

dapat diidentifikasi ketika penyakit ini menyerang daerah ini adalah Staphylococcus aureus,

Streptococcus anaerob dan Bacteroides.15

Gejala Klinis :

Manifestasi klinis hidradenitis suppurativa yang paling sering adalah lesi nodular, nyeri, lunak,

dan tegas di ketiak. Keluhan yang sering dikatakan oleh penderita adalah gatal dan nyeri. Mula-

mula gatal, lalu timbul nodus merah dan nyeri. Dapat lebih dari satu kelenjar sehingga tampak

berbenjol-benjol dan saling bertumpuk tidak teratur. Kemudian terjadi pelunakan yang tidak

serentak, disebut abses multipel. Jika abses pecah keluar sekret tanpa mata. Karena perlunakan

tidak serentak dan kelenjar yang bertumpuk-tumpuk, sekret yang keluar sedikit-sedikit

menimbulkan sinus dan fistel.

Page 22: Referat Acne

Hidradenitis suppurativa biasanya diawali dengan nodul dalam (ukuran 0,5-2 cm). Pustul juga

dapat terlihat. Nodul ini dapat sembuh secara lambat atau justru berkembang dan bergabung

dengan nodul disekitarnya serta dapat terinfeksi sehingga menghasilkan abses inflamasi nyeri

yang besar. Abses ini bulat tanpa nekrosis sentral dan dapat sembuh atau fuptur spontan,

menghasilkan discharge purulent. 14,15

Kerusakan progresif pada arsitektur kulit normal terjadi karena inflamasi periductal dan

periglandular dan dermal serta fibrosis subkutan. Proses penyembuhan dapat menghasilkan

sikatrik dengan fibrosis, kontraktur dan peninggian kulit rope-like, dan double-ended comedones.

Sinus juga dapat terbentuk Sinus telah dilaporkan melibatkan jaringan dalam, termasuk otot dan

fascia, uretra dan usus. Proses kemudian terjadi kembali pada area sekitarnya atau pada area lain

yang mengandung kelenjar apokrin.14,15

Perinanal hidradenitis suppurativa dapat disertai nyeri, edema, discharge purulen, pruritus atau

perdarahan dan dapat menyerupai penyakit lain seperti furunculosis, fistula ani, penyakit

pilonidal, abses perianal atau penyakit Crohn. Fistula pada canalis analis dapat terjadi pada

hidradenitis, namun hanya akan terjadi pada bagian terbawah canalis analis, pada kulit yang

mengandung kelenjar apokrin.14

Gambar 2. Bisul besar pada area genitalia wanita yang menderita hidradenitis suppurativa5

Page 23: Referat Acne

Gambar 3. Pustul dan papul inflamasi yang terdapat pada area yang terkena hidradenitis suppurativa pada pasien laki-laki5

Gambar 4. Abses yang ruptur mengeluarkan material purulen pada individu yang menderita hidradenitis suppurativa5

Pemeriksaan penunjang :

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk hidradenitis suppurativa. Kultur dari eksudat

yang diambil dapat menumbuhkan berbagai bakteri saprofit dan patogen seperti staphylococcus

dan streptococcus. Pada pemeriksaan laboratorium pasien dengan lesi HS akut dapat

memperlihatkan peningkatan laju endap darah atau C-reactive protein. Bila pasien tampak toksik

atau demam, pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, kultur eksudat, dan kimia rutin perlu

dilakukan.14

Diagnosis :

Page 24: Referat Acne

Diagnosis HS secara primer dibuat berdasarkan karakteristik klinis dan telah memenuhi

kriteria yang diadopsi oleh 2nd International Conference on Hidradenitis suppurativa.

Kriteria hidradenitis supurativa tersebut antara lain:

1. Lesi tipikal seperti nodul dalam yang nyeri: “blind boils” pada lesi awal; abses, sinus,

bridged scars,dan double-ended pseudo-comedones pada lesi sekunder.

2. Topografi tipikal seperti axillae, paha dan regio perianal, bokong, lipatan infra dan inter

mamary

3. Kronik dan rekuren

Keparahan penyakit dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkat untuk masing-masing area

berdasarkan klasifikasi Hurley, suatu sistem sederhana namun statis dan tidak sesuai untuk

penilaian keparahan secara global. Sementara itu, Sartorius score dan versi modifikasinya

mempertimbangkan sejauh mana penyakit, jumlah, dan tingkat keparahan lesi secara

individual.

Klasifikasi Hurley:

Tingkat KarakteristikI Abses soliter atau multipel tanpa sikatriks atau sinus.

(sejumlah sisi minor dengan inflamasi yang jarang; mungkin keliru untuk jerawat)

II Abses rekuren, lesi soliter atau multipel yang terpisah jauh, dengan sinus (inflamasi yang membatasi pergerakan dan mungkin membutuhkan bedah minor seperti insisi dan drainase)

III Keterlibatan area sekitar yang difus atau luas dengan sinus dan abses yang saling berhubungan. (inflamasi berukuran sebesar bola golf atau terkadang sebesar bola baseball; timbul sikatriks, termasuk infeksi subkutan. Pasien pada tingkat ini mungking tidak dapat berfungsi)

Page 25: Referat Acne

Gambar 5. (A) dan (B) Tingkat I klasifikasi Hurley

Gambar 6. (A) dan (B) Tingkat II klasifikasi Hurley

Gambar 7. (A), (B), dan (C). Tingkat III klasifikasi Hurley

A

B

A

B

A B C

Page 26: Referat Acne

Tatalaksana :

Hidradenitis suppurativa bukanlah penyakit infeksi yang simpel, dan antibiotik sistemik

hanyalah merupakan bagian dari program penatalaksanaannya. Kombinasi dari pengobatan

glukokortikoid intralesi, pembedahan, antibiotik oral, dan isotretinoin perlu digunakan.8

Tujuan penatalaksanaan pasien adalah untuk mencegah perkembangan lesi primer juga

resolusi, ameliorasi, atau regresi penyakit sekunder seperti sikatriks atau pembentukan sinus.

Lesi yang timbul paling awal sering kali sembuh dengan cepat dengan pemberian terpai

steroid intralesi, dan sebaiknya dicoba untuk memulai kombinasi dengan cleocin topikal atau

tetracycline atau minocycline oral.12,14

Pengobatan pada lesi nyeri yang akut seperti nodul dapat digunakan triamcinolone (3-5

mg/mL) intralesi. Pada abses digunakan triamcinolone (3-5 mg/mL) intralesi yang diikuti

insisi dan drainase cairan abses. Antibiotik oral yang dapat digunakan adalah erythromycin

(250-500 mg qid), tetracycline (250-500 mg qid), atau minocycline (100 mg 2 kali sehari)

hingga lesi sembuh, atau kombinasi klindamisin 2 x 300 mg bid dengan rifampin (300 mg 2

kali perhari) selama beberapa minggu. Prednison dapat diberikan bila nyeri dan inflamasi

sangat berat dosisnya 70 mg perhari selama 2-3 hari, diturunkan (tappered) selama 14 hari.

Pemberian isotretinoin oral tidak bermanfaat pada penyakit yang kronis namun bermanfaat

pada awal penyakit untuk mencegah sumbatan folikuler dan saat dikombinasikan dengan

eksisi lesi.

Pencucian teratur tiap hari dengan sabun antibakteri dan pemberian clindamycin topikal

penting untuk pencegahan. Mengurangi gesekan dengan menggunakan pakaian longgar dan

penurunan berat badan bila diperlukan, dan mencegah timbulnya keringat berlebih dengan

menggunakan aluminium klorida topikal. 12,14

Pada kondisi adanya draining sinus, kultur dari pus mungkin akan menunjukkan S. Aureus

atau organisme gram negatif. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada sensitivitas kultur

organisme. Isotretinoin efektif pada beberapa kasus. Pada suatu studi diberikan isoretinoin

dengan dosis 0,56 mg/kg selama 4 sampai 6 bulan. 12,14

Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat adalah modalitas pengobatan.

Rekurensi postoperatif dapat terjadi. Pembedahan yang dilakukan dapat berupa insisi dan

drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik atau sinus. Pada penyakit yang luas dan kronis,

dibutuhkan eksisi komplit pada axilla atau area yang terlibat. Eksisi mungkin mendalam

Page 27: Referat Acne

hingga lapisan fascia sehingga dibutuhkan skin grafting untuk penutupannya. Beberapa

peneliti menyarankan penggunaan laser CO2 untuk ablasi jaringan. Penutupan primer,

grafting, atau flaps telah digunakan secara luas, namun mungin berhubungan dengan hasil

yang tidak begitu baik.14

Radioterapi. Beberapa peneliti melaporkan kesuksesan radioterapi dalam pengobatan HS.

Lebih sering diberikan pada populasi pasien muda. Efek samping jangka panjang perlu

diperhatikan. 14

Prognosis :

Keparahan penyakit ini sangat bervariasi. Banyak pasien hanya mengalami gejala ringan yang

rekuren, dapat sembuh sendiri, sehingga tidak berobat. Penyakit ini biasanya mengalami remisi

spontan pada usia > 35 tahun. Pada beberapa individu, gejalanya dapat menjadi progresif, dengan

morbiditas nyata terkait pada penyakit kronis, pembentukan sinus, dan sikatriks yang

menimbulkan keterbatasan gerak.14

Page 28: Referat Acne

Daftar Pustaka :

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.

2. Anonim. Acne Vulgaris. Diunduh pada 02 Januari 2015. Available from:

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html

3. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World

Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003

4. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.

Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000. p:

231-44.

5. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform

Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007.

p: 690-703

6. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed. Massachusetts:

Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156

7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.

Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000. p:

231-44. (4)

8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics 7th

ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-18

9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent Books;2005.

p:10-20.

10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of Dermatology

Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:175-180

11. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,

Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ

Books;2003. p:125-131.

12. James WD, Berger TG, and Elston DM. Andrews’ Disease of the Skin Clinical

Dermatology, 10th edition. Philadelphia: saunders Elsevier. 2006

Page 29: Referat Acne

13. Revuz J. Hidradenitis suppurativa. Orphanet Encyclopedia. March 2004. Available from

URL: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-hidradenitis-suppurativa.pdf. Diunduh

pada 2 Januari 2015

14. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine,

7th edition. US: Mc Graw Hill Medical. 2008.

15. Parks RW and Parks TG. Pathogenesis, Clinical Features and Management of

Hidradenitis Suppurativa (Review). Ann R Coll Surg Engl 1997; 79: 83-89.