Rangkuman Ikk 1

Embed Size (px)

Citation preview

PendahuluanIklim adalah merupakan kombinasi dari suhu, kelembaban udara, kecepatan angin,penyinaran,curah hujan,kecepatan angin,tekanan udara,dan debu. Iklim juga merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap ternak dan juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor lingkungan yang lain., Menurut Williamson dan Payne, (1968); Mc Dowell, (1980) dan Sastry dkk., (1982). mengatakan Iklim adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban,presipitasi, angin, penyinaran, tekanan udara dan ionisasi. selain itu juga Crowder dan Cheda ( 1982 ) mengatakan bahwa didaerah tropik unsur utama pembentuk iklim adalah kelembaban, suhu udara, penyinaran serta angin. Selanjutnya oleh Sastry dkk. ( 1982 ) dikatakan bahwa suhu udara, kelembaban dan penyinaran berpengaruh besar terhadap pertanian pada umumnya dan peternakan pada khususnya.Adapun unsur-unsur iklim ini antara lain, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin,penyinaran,curah hujan,kecepatan angin,tekanan udara,dan debu. Namun yang paling berpengaruh bagi ternak di antara unsur-unsur ini adalah suhu dan kelembaban udara.Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap produksi sapi perah,karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak,keseimbangan air,keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak. Mc dowell (1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya,ternak memerlukan suhu lingkungan yang optimun.Setiap hewan mempunyai kisaran temperature lingkungan yang paling sesuai dengan keadaan tubuhnya. yang disebut dengan Comport Zone atau thermoneutral (Williamson dan Payne,1968; McDowell dan Wilson (1980). Dalam suhu comfort tidak terjadi perubahan proses fisiologis dalam tubuh ternak (McDowell 1980), mekanisme pengaturan panas tidak giat bekerja ((Williamson dan Payne,1968) dan ternak dapat hidup efisien pada tingkat laju metabolisme minimal (Webster dan Wilson, 1980).Comfort Zonebagi ternak tropik berkisar antara 10 27o C (Williamson dan Payne,1968 : McDowell, 1980 ; Taffal, 1981). Suhu nyaman untuk sapi perah15-210C dengan kelembaban 55-70%. Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa berkisar 17 210C (Hafez, 1968); 13 180C (McDowell, 1972); 4 250C (Yousef, 1985), 5 250C (Jones & Stallings, 1999). Suhu kelembaban yang kritis sangat berdampak buruk bagi ternak,suhu yang tinggi dapat meningkatkan suhu rectal,menurunya inteka pakan,meningkatnya konsumsi air,menurunnya produksi susu,serta menurunya laju pertumbuhan. Dengan adanya suhu da kelembaban kritis ini maka ternak akan mengalami cekaman panas atau Index Temperature Humudity (ITH) dan akan menyusaikan diri dengan cara meningkatkan daya tahan panas (BC) akibatanya sekresi keringat meningkat hal ini di lakukan Untuk menstabilkan atau mempertahankan suhu tubuhnya dengan cara mengurangi atau meningkatkan laju metabolisme dan mengadakan penyesuaian melalui perubahan aktivitas yang nampak secara fisiologis seperti, meningkatnya suhu kulit,meningkatnya suhu rectal,mengeluarkan keringat, meningkatkan respirasi ,denyut jantung serta suhu tubuhnya.Berbagai perubahan-perubahan akibat faktor suhu dan kelebaban juga mempengaruhi sistem reproduksi di suatu individu terutama ternak sapi. Sistem reproduksi mencakup beberapa hal diantaranya yaitu estrus, pubertas, hormonal, kualitas sperma, perkembangan fetus, dan sebagainya. Pengaruh temperatur udara luar yang tinggi ternyata terjadi pula terhadap ternak domba (Monie, 1971 dan Dutt, 1960), terhadap ternak babi (Warwick, 1965) dan terhadap ternak unggas (Osbaldiston dan Salisbury, 1963 dan Wilson, 1949).Umumnya hewan menyusui (mamalia) lebih tahan terhadap suhu dingin daripada suhu panas, sehingaa dampak suhu yang paling terlihat pada individu tersebut adalah cekaman suhu tinggi. Berbagai dampak yang terjadi, mencakup berbagai aspek, terutama reproduksi.

Umur pubertasUmur pubertas merupakan salah satu hal yang penting untuk diketahui masyarakat peternak, karena pubertas adalah umur saat datangnya berahi pertama yang terjadi dalam hidup hewan betina, karena saat itu hewan telah sanggup memproduksi sel telur serta organ-organ reproduksi telah mulai berfungsi. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi yang akan menentukan performan reproduksi. Tercapainya pubertas pada setiap individu hewan agak berbeda karena pertumbuhan tubuh dan kelamin sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: keturunan, sosial, iklim, dan makanan.Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi kehidupan sapi yang dipelihara, baik secara langsung ke sapi seperti pengaruh pada tingkah laku makan dan fase berahi (estrus). Stress yang disebabkan temperatur tinggi dapat menyebabkan siklus estrus tidak teratur, periode estrus pendek dan berahi yang tenang (Bearden dan Fuquay, 1980).Menurut Perera (1999), pada kondisi tropis, faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban yang tinggi sangat menghambat reproduksi. Menurut Partodihardjo (1980), pengaruh iklim dan kondisi makanan untuk mencapai pubertas seperti sapi Madura di pulau Madura akan mencapai saat pubertas pada umur 11 sampai 12 bulan dengan berat badan 125 kg, sedangkan sapi Madura yang digemukan di Panumbangan (Sukabumi Selatan), dengan iklim yang agak sejuk dan curah hujan yang agak banyak dibandingkan dengan pulau Madura, maka saat pubertas dapat dicapai lebih awal.Berkenaan hubungan antara konsumsi pakan dengan faktor iklim, hal yang harus diperhatikan adalah pengaruh iklim terhadap tingkat konsumsi. Rahardja (2007) menyatakan bahwa faktor iklim berpengaruh langsung terhadap konsumsi pakan dalam hal perilaku merumput, pengambilan dan penggunaan makanan (feed intake), pengambilan dan penggunaan water intake (air minum), efesiensi penggunaan makanan, dan hilangnya zat-zat makanan karena berkeringat dan air liur. Pengaruh tidak langsung iklim terhadap tingkat konsumsi adalah ketersediaan sumber makanan di wilayah tersebut.Suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi kehidupan sapi khususnya pada tingkah laku makan, jika suhu lingkungan tinggi sapi cenderung lebih banyak minum dari pada merumput (makan), akibatnya kebutuhan makan khususnya zat- zat makanan seperti protein dan mineral untuk hidup pokok dan produksi jadi berkurang, tentu hal ini akan menghambat pencapaian umur pubertas sapi PO. Sebagaimana pernyataan Hafez, (1968) kebutuhan zat makanan pada ternak di pengaruhi oleh suhu dan kelembaban, jika kelembabannya tinggi dapat menurunkan konsumsi makan. Oleh karena itu, kekurangan nutrisi terutama energi akan menghambat perkembangan seksual dan pubertas (Umiyasih dan Anggraeny, 2007).Menurut Williamson dan Payne, (1993), nilai nutrisi pada tanaman makanan lebih tinggi pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi dibandingkan di daerah yang curah hujannya rendah.Hal yang sama juga terjadi pada sapi jantan. Dalam literatur disebutkan bahwa iklim (yang didalamnya termasuk suhu dan kelembaban) dapat mempengaruhi waktu pubertas, libido, spermatogenesis, dan kerakteristik pada semen pada sapi jantan (Payne, 1970).

EstrusEstrus didefinisikan sebagai periode waktu ketika betina resepsif terhadap jantan dan akan membiarkan untuk dikawini. Menurut Frandson (1996), fase estrus ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan, keluarnya cairan bening dari vulva dan peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah.Lama estrus pada sapi sekitar 12-24 jam (Putro, 2008). Estrus pada sapi biasanya berlangsung selama 12-18 jam. Variasi terlihat antar individu selama siklus estrus, pada sapi-sapi di lingkungan panas mempunyai periode estrus yang lebih pendek sekitar 10-12 jam. Selama atau segera setelah periode ini, terjadilah ovulasi. Ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam darah dan penaikan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel membesar dan turgid serta ovum yang ada di situ mengalami pemasakan. Estrus berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel ovari atau terjadinya ovulasi (Frandson, 1996).Lamanya berahi bervariasi pada tiap-tiap hewan dan antara individu dalam satu spesies. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh variasi-variasi sewaktu estrus, terutama pada sapi dengan periode berahinya yang terpendek diantara semua ternak mamalia. Berhentinya estrus sesudah perkawinan merupakan indikasi yang baik bahwa kebuntingan telah terjadi. Akan tetapi dapat juga terjadi pada 3 sampai 5% sapi-sapi yang bunting selama 3 bulan pertama masa kebuntingan walaupun dapat terjadi dalam bulan-bulan yang lebih tua. (Achyadi, 2009).Lama siklus berahi pada sapi dikontrol oleh sekresi progesteron dan CL. Konsentrasi progesteron akan meningkat setelah ovulasi dan mencapai konsentrasi maksimum pada hari ke 8-11 dalam siklus berahi. Tingginya konsentrasi progesteron akan menghambat sekresi GnRH. Pada ternak yang tidak bunting, dimana prostaglandin F2 disokong oksitosin yang disekresikan endometrium uterus, CL akan regresi dan konsentrasi progesteron menurun sampai 0,5 ng/ml dalam waktu 24 jam. Selama siklus berahi, CL merupakan struktur yang penting dalam hal ukuran dan lama terjadinya. Munculnya dan hilangnya CL bertanggung jawab terhadap fenomena siklus berahi (Sonjaya, 2005).Indonesia beriklim tropika, yaitu tipe iklim yang daerahnya berada disekitar equator. Secara umum wilayah tropika merupakan daerah yang relatif lebih panas dengan suhu rata -rata tahunan terendah adalah 180oC. Pada kondisidemikian, maka reproduktivitas sapi-sapi yang berasal dari daerah beriklim panas akan lebih rendah. Menurut Payne dan Wilson (1999) unsur iklim paling mempengaruhi reproduksi adalah suhu, kelembaban. Suhu udara sangat berpengaruh terhadap sifat reproduksi misalnya pada sapi yang dikandangkan dengan suhu udara 24-350C, lama berahi kurang lebih 11 jam, sedangkan pada suhu udara 17-180C lama berahi rata-rata 20 jam. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa sapi perah yang mempunyai siklus berahi kurang dari 18 hari sebanyak 5%, 18-24 hari sebanyak 85% dan yang lebih dari 24 hari sebanyak 10%. Ditambah kan Yousef (1985) menyatakan bahwa cekaman panas akan memperpanjang siklus estrus dan memperpendek periode estrus. Suhu lingkungan yang tinggi mungkn secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan embrio yang menyebabkan kematian atau merubah status hormonal induk. Panas diketahui dapat menurunkan LH gonadotropin selama puncak preovulasi, dimana puncak dan dapat menaikkan level plasma progesteron.

Perkembangan Dan Kematian Embrio

Penelitian yang dilakukan terhadap ternak domba membuktikan bahwa kematian embrio dan kelahiran anak domba yang kerdil disebabkan lingkungan hidup yang panas. Pada domba betina menunjukkan temperatur udara luar 32,2 derajat Celsius akan mempengaruhi ova dan sperma dalam saluran reproduksi domba betina yang disebabkan oleh naiknya tubuh ternak.Pada ternak babi menunjukkan kehidupan embrio dalam babi betina dan siklus estrus dipengaruhi oleh temperatur luar yang tinggi. Selain itu, pada ternak unggas menunjukkan bahwa temperatur udara luar yang tinggi selain akan mengurangi banyaknya telur, berat telur, dan tebal kerabang telur yang dihasilkan (Walson, 1949), juga dapat mengurangi fertilitas dan daya tetas telur (Hutson dan Carmon, 1958).Kematian embrio diartikan sebagai kematian fertilitas ovum dan embrio sampai dengan akhir implantasi. Kurang lebih 25-40% kasus kematian embrio dini terjadi dalam suatu peternakan. Kematian ini lebih sering terjadi pada periode awal embrio daripada periode akhir. Kematian embrio dini dianggap sebagai proses eliminasi genotip yang tidak sehat/baik pada setiap generasi atau adanya kebuntingan ganda pada sapi dan domba. Setelah terjadi proses pembuahan yang terjadi pada bagian ampula dari tuba falopii, individu baru yang terbantuk disebut zigot. Zigot setelah membelah (cleavage) disebut embrio. Embrio dalam perkembangannya akan berpindah menuju rongga uterus disusul dengan proses implantasi, yaitu upaya embrio untuk mengadakan hubungan langsung dengan dinding uterus sehingga terjadi hubungan yang erat antara embrio dengan dinding uterus induknya.Kematian embrio terjadi pada induk yang terekspos suhu tinggi seperti pada daerah tropis. Fertilisasi pada domba dan sapi pada suhu tinggi akan terganggu walaupun tetap berkembang dan akan mati pada periode kritis saat implantasi. Berkurangnya fertilisasi mungkin karena penurunan daya hidup dan perkembangan embrio pada umur 6-8 hari dan kematian embrio juga dilaporkan pada sapi-sapi yang di Inseminasi Buatan pada saat musim panas. Stress karena panas pada usia kebuntingan 8-17 hari akan mengubah lingkungan uterus yang tidak sesuai untuk pertumbuhan embrio dan aktivitas sekretori saat bunting. Panas akan mengantagonis efek penghambatan sekresi PGF2 dari uterus, sehingga korpus luteum akan mengalami regresi dan kebuntingan tidak dapat dipertahankan.

HormonalSecara umum hormon-hormon yang mengalami ketidakseimbangan selama cekaman panas diantaranya adalah prolaktin (PRL), Growth Hormone (GH), hormon tiroid, glokokortikoid, minelaokotikoid, athekolamin, dan antidiuretik hormon (ADH). Pada sistem reproduksi hormon-hormon yang mengalami ketidak seimbangan adalah LH, FSH, testosteron, estrogen, dan progesteron. Namun semua hormon-hormon sistem reproduksi ini sangat berkaitan dengan fungsi hormon utama yang terlibat langsung dalam cekaman panas.Prolaktin berperan dalam proses laktogenesis, mammogenesis, dan galaktopoesis. PRL meningkat dalam plasma jika terjadi cekaman panas. Namun peningkatan ini belum terlalu jelas fungsinya di dalam tubuh. Collier et. al menyatakan bahwa peningkatan PRL melibatkan meningkatnya pencampuran air dan elektrolit akibat cekaman panas.GH merupakan hormon kalorigenik, artinya berfungsi untuk menghasilkan energi dan meningkatkan metabolisme. GH tidak bekerja secara langsung, namun bekerja dengan cara merangsang kelenjar lain seperti kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tertentu dan melaksanakan fungsinya. Kadar GH dalam plasma darah akan menurun jika terjadi cekaman panas. Penurunan kadar GH bertujuan untuk mengurangi produksi panas pada keadaan tubuh berada dalam cekaman panas. Penurunan ini mengakibatkan pengaturan energi untuk metabolisme berbagai jaringan akan berkurang. Metabolisme yang kurang berakibat pada fungsi jaringan atau organ tersebut tidak maksimal.Kelenjar tiroid menghasilkan hormon triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin /tiroksin (T4). Hormon ini berfungsi meningkatkan metabolime sel dan jaringan sehingga meberhubungan erat terhadap peningkatan berat atau produksi jaringan. Penurunan kadar T3 dan T4 terjadi pada saat cekaman panas terjadi, namun butuh beberapa waktu hingga mencapat kadar yang stabil. Penurunan ini jelas mempengaruhi produksi berbagai jaringan yang lain seperti ovarium dan testes. Penurunan metabolisme mempengaruhi fungsi jaringan tubuh sehingga kinerja dan produksinya bisa terhambat.Kadar hormon kortisol dalam tubuh ternak, akan meningkat terhadap eksposure panas secara akut dan akan menurun pada eksposur kronis . Kortisol merupakan hormon yang dibebaskan jika tubuh menerima suatu stressor tertentu. Panas merupakan salah asatu stressor tubuh. Peningkatan kortisol berperan penting terhadap keseimbangan tubuh menghadapai stres. Penurunan kadar kortison menyebabkan kemampuan individu dalam feed intake akan berkurang, sehingga asupan energi juga berkurang.Kortisol berperan dalam meningkatkan laju metabolisme, mengurangi ekskresi urin, dan sebagainya. Namun jika hal ini terjadi secara terus menerus, akan menghabiskan energi, menghambat kerja dari hormon lain yang berperan dalam fungsi tubuh tertentu, dan sebagainya. Sebagai salah satu contoh hormon kortisol yang berlebihan dapat menekan hormon oksitosin sehingga produksi susu berkurang.Pada kasus cekaman panas, efek kortisol sebagai perangsang kerja tubuh tidak begitu nyata, karena adanya penghambatan di hipotalamus. Penghambatan bertujuan untuk mengurangi laju metabolisme untuk menghasilkan panas.

Efek peningkatan metabolisme kortisol terjadi pada beberapa organ tertentu yang berperan dalam pelepasan panas, seperti metabolime kelenjar keringat untuk produksi keringat, pembuluh darah untuk proses vasodilatasi, dan sebagainya. Untuk sistem reproduksi efek kortisol adalah penghambatan kerja berbagai hormon tertentu sehingga fungsi hormon tersebut akan tidak maksimal, akibatnya fungsi reproduksi tidak maksimal.JantanPada hewan jantan cekaman panas berpengaruh terhadap kadar testosteron di darah. Penurunan kadar testosteron terjadi jika ada cekaman panas. Penurunan ini mengakibatkan proses pematangan sperma bisa terganggu, namun hal ini tidak terjadi lama. Penurunan ini terjadi paling tidak selama 2 minggu, kemudian akan pulih kembali setelah itu. Cekaman panas meyebabkan penurunan kadar LH yang dapat mengakibatkan proses pertumbuhan sekunder jadi tertunda.BetinaAdapun gamet jantan, stres panas dapat mengganggu perkembangan dan fungsi oosit. Bukti terbaik untuk pernyataan ini berasal dari sapi perah menyusui. Pada hewan ini, yang sangat sensitif terhadap cekaman panas karena keperluan metabolik laktasi, kemampuan oosit untuk fertilisasi dan perkembangan selanjutnya berkurang selama masa tahun yang berhubungan dengan stres panas (Zeron et al 2001;. Al-Katanani et al. 2002; Sartori et al, 2002).. Ada banyak bukti bahwa stres panas dapat mengganggu oosit dan folikel yang terbungkus. Suhu udara yang tinggi 10 hari sebelum estrus berhubungan dengan rendahnya fertilitas (Al-Katanani et al. 1999). Produksi steroid yang rendah terlihat dengan mengkultur sel granulosa dan sel teka ketika sel-sel yang diperoleh dari sapi terkena cekaman panas 20-26 hari sebelumnya (Roth et al. 2001a), yaitu ketika folikel berukuran 0,5-1 mm.Mekanisme dimana stres panas selama oogenesis bersama fungsi oosit kemungkinan akan melibatkan perubahan dalam fungsi folikel. Stress panas dapat mengganggu pertumbuhan folikel (Roth et al, 2000.), Sekresi steroid (Wolfenson et al 1997;.. Roth et al 2001a, Ozawa et al 2005.) Dan ekspresi gen (Argov et al 2005.). Pada kambing, stres panas mengurangi konsentrasi plasma estradiol dan menurunkan konsentrasi folikuler estradiol, aktivitas aromatase dan tingkat reseptor LH, dan ovulasi tertunda (gambar 4,. Ozawa et al 2005). Pada tikus, stres panas mengurangi tingkat reseptor gonadotropin dan aktivitas aromatase sel granulosa dan konsentrasi cairan folikel dari estradiol (Shimizu et al. 2005).Efek stres panas pada fungsi folikular dapat melibatkan perubahan pada tingkat folikel atau sekresi hormon hipofisis yang mengontrol perkembangan folikel. Sel folikel yang dikultur mengalami penurunan produksi steroid pada suhu tinggi, setidaknya pada sapi (Wolfenson et al 1997;.. Bridges et al 2005). Juga, respon folikular ke LH, yang diukur dengan pelepasan estradiol setelah injeksi gonadotropin releasing hormone injection, berkurang cekaman panas pada kambing (Kanai et al. 1995). Stress panas stres dapat mengurangi sekresi LH (Schillo et al 1978;.. Wise et al 1988). Salah satu konsekuensi dari cekaman panas pada sapi perah menyusui adalah peningkatan jumlah folikel kecil dan menengah; perekrutan folikel ini ke dalam kolam perkembangan tampaknya karena penurunan dalam konsentrasi inhibin dan peningkatan sekresi FSH (Roth et al beredar 2000. ).Produksi susuSuhu eksternal yang tinggi selama bulan-bulan musim panas adalah salah satu faktor pembatas utama dalam produksi susu, terutama jika disertai juga dengan kelembaban tinggi. Kondisi suhu eksternal ketika suhu tubuh hewan dalam batas fisiologis, dan jumlah energi metabolik minimal disebut lingkungan termo-netral (Johnson, 1987). Batas bawah lingkungan termo-netral untuk sapi laktasi dengan produksi susu harian 30kg, dengan 4% lemak susu, berada dalam -16 sampai -37 C interval (Hamada, 1971), sedangkan batas atas dalam interval antara 25 dan 26 C (Berman et al., 1985).Cekaman suhu pada sapi memiliki efek yang sangat tidak menguntungkan pada hasil dan kualitas susu (susu konten lebih rendah, meningkatkan sel somatik dan jumlah bakteri), dan karakteristik fisik-kimia (Milosevic, M., 2002)Korelasi antara THI dan karakteristik produksi susu yang negatif, menengah dan kuat (dari -0.36 sampai -0.69), sedangkan antara THI dan indikator kebersihan (bakteri dan jumlah sel somatik) mereka positif, dalam interval 0,4-0,59 (medium dan kuat).Untuk mengatasi masalah produksi disebabkan oleh faktor iklim yang tidak diinginkan, maka diperlukan penyesuaian kondisi sapi perah perlu untuk menyesuaikan yang sudah ada atau membangun lingkungan baru yang akan cocok dengan menggunakan teknologi untuk menghadapi kondisi lingkungan yang ekstrim.

Tugas Ilmu Kebidanan Dan KemajiranPENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP REPRODUKSI

OLEH KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN2013