Upload
ichwina
View
50
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
Citation preview
1
I. Undang Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
A. Pembahasan
Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala
bidang. Ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Ini mengandung arti
bahwa bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara harus diabadikan untuk kemakmuran rakyat dengan berkeadilan. Atas penguasaan
oleh negara atas bumi, air dan kekayaan alam tersebut, negara harus menjamin hak setiap
orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokoknya sehari-hari dengan
melakukan pengaturan untuk memperoleh air. Penguasaan negara atas sumber daya air
diselenggarakan oleh pemerintah (pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah) sebagai
perwujudan kedaulatan Negara.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong terjadinya
perubahan nilai di masyarakat dengan terjadinya pergeseran paradigma dimana
masyarakat tidak memandang air semata mata benda yang berfungsi sosial akan tetapi
telah bergeser menjadi benda ekonomi. Pergeseran nilai ini memungkinkan kondisi
tersebut berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat yang terkait dengan sumber air
baik dalam lingkup antar sektor, antar wilayah dan atau kelompok masyarakat atau
perseorangan. Pengelolaan sumber daya air yang mengutamakan kepentingan ekonomi
dari pada yang berorientasi pada fungsi sosialnya akan mendorong konflik yang semakin
meruncing. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya air perlu diatur agar terjadi
penyelarasan berbagai kepentingan yaitu kepentingan sosial, kepentingan lingkungan dan
kepentingan ekonomi.
Pengaturan tentang pengelolaan sumber daya air di dalam perundang undangan
Republik Indonesia terdapat didalam Undang Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang Undang No.11 tahun 1974 tentang Pengairan (yang
dicabut dan digantikan dengan Undang Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air, dan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.
2
Adapun beberapa hal penting yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2004 tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan sumber daya air secara terpadu
Pengaturan tentang pengelolaan sumber daya air di dalam UU menjadi bahasan
utama dalam UU tersebut dimana pengelolaan sumber daya air harus dilakukan
secara terpadu dan untuk itu wewenang dan tanggung jawab pihak-pihak yang
terlibat dalam pola pengelolaan sumber daya air juga telah diatur didalamnya agar
dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Adapun hal-hal yang diatur lainnya yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya meliputi konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, tahap perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan sumber daya air, pola
pembiayaan, sistem informasi sumber daya air, pola pengawasan dan sanksi
hokum dan denda jika terjadi penyimpangan terhadap aturan yang ditetapkan
2. Hak guna air bagi seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri dari hak guna pakai
air dan hak guna usaha air.
Pengaturan secara eksplisit Hak Guna Air di dalam UU diatur di dalam pasal
6,7,8,9,10 dan 83. Walaupun pengaturan Hak Guna Air secara eksplisit hanya
terdapat pada 6 buah pasal namun keterkaitannya dengan pasal lain khususnya
pasal yang mengatur pengelolaan sumber daya air sangat erat, karena Hak Guna
Air merupakan bagian dari pengaturan pengelolaan sumber daya air yaitu aspek
pendayagunaan sumber daya air . Prinsip prinsip yang diatur didalam pasal pasal
pengelolaan sumber daya air juga berlaku didalam pengelolaan Hak Guna Air.
3. Sebagaimana pada poin 1 di atas pada pola pengelolaan sumber daya air terdapat
poin mengenai pendayagunaan sumber daya air salah satunya adalah untuk
kepentingan penyediaan air minum bagi masyarakat dan pola-pola penyediaan air
minum secara umum yang selanjutnya secara detail dituangkan dalam peraturan
pemerintah,
Berdasarkan poin-poin tersebut dapat terlihat bahwa pengaturan terhadap
pengelolaan sumber daya air di Indonesia sudah cukup memadai sebagai payung hukum
yang jelas bagi seluruh pelaksanaan pengelolaan sumber daya air di lapangan yang
selanjutnya dituangkan secara lebih terperinci dalam turunan peraturan undang-undang
dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan menteri, dll.
3
Adapun beberapa hal yang menarik untuk diulas adalah mengenai pencemaran air di
badan air yang saat ini marak terjadi di lapangan. Pengendalian pencemaran terhadap
sumber air dan perlindungannya sebenarnya telah tercantum dalam UU tersebut dan telah
ditetapkan sanksi hokum yang jelas atas pelanggarannya namun memang secara lebih
terperinci harus lebih dijabarkan dalam peraturan turunannya dan fungsi pengawasan dan
pembinaan yang lebih harus lebih ditekankan dan ditegakkan lagi peraturannya.
Selain itu dalam UU ini salah satu yang menarik adalah tentang Hak Guna Usaha Air,
dimana hak ini dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari
Pemerintah atau pemerintah daerah. Hal ini lah yang perlu dicermati secara baik tentang
kemungkinan monopoli atau penguasaan air sebagai salah satu sumber daya alam yang
merupakan kebutuhan mendasar manusia.
Keterlibatan sektor swasta dalam berinvestasi di sektor ini melalui kebijakan
privatisasi air mungkin dapat menjadi salah satu solusi bagi permasalahan yang ada
terkait pengelolaan sumber daya air di Indonesia termasuk salah satunya adalah dalam
hal penyediaan air minum bagi masyarakat. Privatisasi Indonesia disebabkan oleh
beberapa fakor diantaranya: Pertama, kebijakan sumberdaya air belum optimal yang
ditandai dengan masih banyak daerah yang kekurangan air minum sementara memiliki
kapasitas air baku yang memadai. Kedua, kelemahan dalam sektor badan usaha pengelola
sektor air di Indonesia yaitu PDAM yang belum memiliki manajemen yang baik. Tanpa
memperhatikan aspek kesinambungan pengelolaan, maka upaya penanaman budaya air
minum yang sehat dan hibah investasi pengadaan sarana-prasarana air minum akan sia-
sia saja jika tidak ada pembenahan terhadap badan pemerintah tersebut.
Pengalaman privatisasi air di sejumlah negara juga tidak menunjukkan peningkatan
kualitas dan efisiensi. Penyediaan air minum di wilayah Jakarta jauh lebih buruk setelah
diprivatisasi kepada PT. Lyonaise dan PT. Thames. Contoh kasus lainnya adalah PDAM
Kota Manado yang diambil alih oleh swasta juga kinerjanya masih sangat jauh dari baik
dan memiliki banyak tunggakan utang yang belum dibayarkan secara lancar. Ini bertolak
belakang dengan asumsi World Bank dan IMF. Privatisasi ternyata bukanlah jawaban
atas kinerja yang buruk dari manajemen pemerintah.
Menurut pandangan penulis bahwa peran swasta dalam hal ini menjadi sesuatu hal
yang sangat krusial sehingga perlu ditetapkan peraturan yang ketat dan diimbangi dengan
pengawasan yang ketat pula sehingga hal-hal yang dapat merugikan kepentingan
4
masyarakat dapat dihindari. Adapun pelaksanaan judicial review terhadap UU No. 7
tahun 2004 telah dilakukan oleh beberapa pihak dan diajukan ke mahkamah konstitusi
yang sampai dengan saat ini masih belum diputuskan apakah judicial review tersebut
ditolak atau diterima.
B. Kesimpulan
1. Dengan adanya peraturan perundang-undangan Sumber Daya Air, maka
seharusnya masyarakat atau badan usaha tidak akan sewenang-wenangnya
melakukan aktifitas yang menimbulkan pencemaran air akan tetapi faktanya di
lapangan semakin banyak pencemaran badan air yang tidak ditindak secara tegas.
Penerapan sanksi hukum dan denda masih belum optimal diterapkan di masyarakat
karena terbatasnya fungsi pengawasan di lapangan.
2. Kebijakan privatisasi air sebagaimana yang diamanatkan UU No. 7 Tahun 2004
harus benar-benar diterapkan aturan-aturan dan pengawasan yang ketat sehingga
penyalahgunaan hak guna air tersebut tidak disalahartikan dan disalahgunakan
yang akibatnya hanya mementingkan keuntungan perusahaan semata tidak
mementingkan kepentingan masyarakat.
3. Produk peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman yang merupakan
turunan dari UU No.7 Tahun 2004 tentang SDA yang diharapkan menjadi landasan
hukum, rambu dan sekaligus menjadi panduan operasional dalam pelaksanaan
pengelolaan SDA harus dapat segera dipenuhi dalam rangka menghindari
permasalahan yang terjadi di lapangan yang belum tertuang secara terperinci
dalam Undang-Undang tersebut.
II. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum
A. Pembahasan
Air minum merupakan kebutuhan dasar setiap manusia dan menjadi hak dasar bagi
masyarakat Indonesia untuk memperoleh air yang dijamin oleh Undang-Undang
Dasar 1945 dan UU No. 7 Tahun 2004. Untuk itu Pemerintah mengeluarkan peraturan
pemerintah no. 16 tahun 2005 sebagai turunan dari UU No. 7 Tahun 2004 yang
mencakup mengenai regulasi mengenai penyediaan air minum.
5
Dalam PP tersebut dijabarkan mengenai ketentuan-ketentuan mengenai sistem
penyediaan air minum meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1. Tujuan dari pengembangan SPAM adalah sebagai berikut:
a. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan
harga yang terjangkau;
b. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa
pelayanan; dan
c. Tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
2. Sistem Penyediaan air minum dapat melalui jaringan perpipaan dan non
perpipaan. Untuk jaringan perpipaan (JP) meliputi: unit air baku, unit produksi,
unit distribusi, unit pelayanan dan unit pengelolaan dimana untuk setiap unit
tersebut dijabarkan secara lebih terperinci. Sedangkan untuk yang bukan jaringan
perpipaan (BJP) meliputi: sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampung
air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan
pelindung mata air. Kualitas air minum yang dihasilkan dari SPAM yang
digunakan oleh masyarakat harus memenuhi standar kualitas yang telah
ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan.
3. Prasarana dan Sarana air limbah juga dibahas secara umum dalam PP ini di mana
sistem pembuangan air limbah terdiri dari sistem setempat dan terpusat. Sistem
setempat diperuntukkan bagi perseorangan/rumah tangga sedangkan untuk
sistem terpusat diperuntukkan bagi kawasan padat penduduk dengan
memperhatikan kondisi daya dukung lahan. Hasil pengolahan limbah terpusat
dapat berupa cairan dan padatan. Kualitas hasil pengolahan air limbah yang
berbentuk cairan harus memenuhi standar baku mutu air dan yang berbentuk
padatan wajib diolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kemudian pembangunan PS air limbah serta pemilihan lokasi harus
memenuhi kaidah teknis dan mengikuti pedoman pedoman yang berlaku.
4. Selain PS Air Limbah juga terdapat peraturan mengenai PS Persampahan di
mana dalam peraturan ini diatur mengenai proses pengelolaan sampah dan
pelayanan minimal yang harus diberikan dari mulai pengumpulan, pemindahan
dan pengangkutan sampah. Begitupula dengan pembangunan PS dan pemilihan
lokasi pengolahan sampah telah diatur secara umum dalam PP ini namun untuk
6
lebih terperinci harus mengacu pada Permenkes atau peraturan dan pedoman
pedoman lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
5. Adapun pengaturan mengenai penyelenggaraan pengembangan SPAM
mengharuskan agar pengembangan SPAM dilaksanakan secara terpadu dengan
pengembangan PS Sanitasi untuk menjamin keberlanjutan fungsi penyediaan air
minum dan terhindarnya air baku dari pencemar air limbah dan sampah. Poin
poin yang diatur dalam penyelenggaaraan pengembangan SPAM meliputi:
a. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan SPAM; harus disusun oleh
Pemerintah setiap 5 tahun sekali sebagai landasan penyusunan kebijakan dan
strategi pengembangan SPAM di daerah (jakstrada). KSNP-SPAM
merupakan arah pengembangan SPAM dan strategi pencapaiannya.
b. Pengaturan mengenai perencanaan serta pelaksanaan konstruksi. Adapun
beberapa hal yang harus dibuat oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah
dalam hal perencanaan pengembangan SPAM yaitu:
Penyusunan rencana induk yang memuat mengenai rencana umum dan
jaringan, program dan kegiatan pengembangan, kriteria dan standar
pelayanan, kriteria dan standar pelayanan, rencana alokasi air baku,
keterpaduan dengan PS sanitasi, indikasi pembiayaan dan pola sanitasi,
serta rencana pengembangan kelembagaan.
Studi Kelayakan dibuat dengan mengacu pada rencana induk yang telah
dibuat dan kemudian dibuat kajian- kajian mengenai kelayakan secara
teknis, ekonomi, finansial serta kelembagaan
Perencanaan teknis rinci disusun berdasarkan rencana induk dan studi
kelayakan yang telah dibuat dan menggambarkan secara rinci mengenai
gambaran pelaksanaan.
c. Pengaturan mengenai pengelolaan, pemeliharaan dan rehabilitasi, serta
pemantauan dan evaluasi. Adapun dalam hal melakukan tiga poin di atas
harus mengikuti pedoman teknis dan tata cara yang ditetapkan oleh Peraturan
Menteri
d. Pembagian wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah
Daerah juga telah dijelaskan dalam peraturan ini dengan menjabarkan
7
wewenang dan tanggung jawab masing masing pihak. Dalam hal
pengelolaan penyelenggaraan SPAM Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dapat membentuk BUMN atau BUMD untuk pengembangan SPAM. Selain
itu dimungkinkan keikutsertaan partisipasi dari koperasi, badan usaha swasta
dan/atau masyarakat dalam hal penyelenggaraan SPAM bilamana kinerja
pelayanan BUMN atau BUMD kurang baik dalam memenuhi kuantitas dan
kualitas pelayanan SPAM.
6. Dalam PP ini juga mengatur tentang pembentukan Badan Pendukung
Pengembangan SPAM yang berfungsi untuk:
a. Memberikan masukan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan dan
strategi
b. Membantu Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam hal penerapan norma,
standar, pedoman, dan manual oleh penyelenggara dan masyarakat
c. Melaksanakan evaluasi terhadap standar kualitas dan kinerja pelayanan
penyelenggaraan SPAM
d. Memberikan rekomendasi tindak turun tangan terhadap penyimpangan
standar kualitas dan kinerja pelayanan penyelenggaraan;
e. Mendukung dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dalam
penyelenggaraan SPAM oleh koperasi dan badan usaha swasta;
f. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dalam menjaga kepentingan
yang seimbang antara penyelenggara dan masyarakat.
Pengaturan lainnya mengenai BPPSPAM meliputi struktur organisasi,
keanggotan yang terdiri dari beberapa unsur Pemerintah, unsur penyelenggara
dan unsur masyarakat yang penetapan pengangkatan dan pemberhentian
dilakukan oleh Menteri.
7. Pembiayaan dan tariff yang mencakup mengenai ketentuan pembiayaan dalam
pengembangan SPAM yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, namun
tidak menutup kemungkinan adanya bantuan dana dari Pemerintah atau
keikutsertaan dalam pembiayaan oleh koperasi, badan usaha masyarakat maupun
dana masyarakat serta sumber dana lain yang sepenuhnya diatur dalam
perundang-undangan.
8
8. Tarif dan retribusi untuk air minum yang ditetapkan harus didasarkan pada
prinsip- prinsip keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya,
efisiensi pemakaian air, transparansi dan akuntabilitas, perlindungan air baku.
Dalam menetapkan tarif harus secara rinci menghitung mengenai biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk operasi dan pemeliharaan, biaya investasi dan pinjaman
serta biaya lain yang disertai dengan perhitungan keuntungan yang wajar tidak
melebihi batas ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam hal penyusunan tariff
harus mengikuti pedoman yang telah ditetapkan dan penerapan tariff juga
dilakukan secara progresiv sehingga nilai ekonomi dan sosial dapat terjaga.
9. Pengaturan mengenai tugas dan tanggung jawab penyelenggara SPAM yaitu
BUMN dan BUMD juga dijelaskan secara terperinci serta peran serta yang dapat
dilakukan oleh koperasi, badan usaha swasta dan masyarakat juga telah
dijelaskan dan diberi batasan yang jelas dalam hal pelaksanaan partisipatif atau
bentuk kerjasama yang akan dilakukan bersama BUMN atau BUMD.
Menurut pandangan saya bahwa ketentuan ketentuan yang telah diatur oleh PP ini
telah masih terlalu ideal dan umum sekali dan banyak fakta yang terjadi di lapangan
yang belum tercakup dalam PP tersebut.
Terdapat beberapa hal yang perlu ditinjau kembali dalam PP tersebut adalah sebagai
berikut:
Mengenai kewenangan Pemerintah Pusat terhadap penyelenggaraan SPAM
sebenarnya tidak berkewajiban untuk melaksanakan pengembangan SPAM
karena berdasarkan pasal 58 PP N0. 16 Tahun 2005 tercantum pada ayat 1 bahwa
Pembiayaan pengembangan SPAM menjadi kewajiban pemerintah daerah
begitupula sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2004
tentang otonomi daerah yaitu penyelenggaraan pelayanan dasar bagi masyarakat.
Namun demikian pada ayat 2 pasal 58 PP No. 16 Tahun 2005 menyebutkan
bahwa dalam hal Pemerintah Daerah tidak mampu melaksanakan pengembangan
SPAM, Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan sampai dengan
pemenuhan standar pelayanan minimal yang dibutuhkan secara bertahap. Hal
tersebut menjadi sebuah permasalahan yang sangat polemik di lapangan yaitu
pada saat bantuan pendanaan Pemerintah Pusat dalam hal memenuhi pelayanan
standar pelayanan minimal akan tetapi kewenangan pengelolaan berada pada
9
kewenangan pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah provinsi atau
kabupaten/kota melalui pembentukan BUMD maka dalam hal ini terdapat jurang
permasalahan di mana saat ini diketahui bahwa kinerja BUMD masih kurang
baik ditandai oleh data kinerja yang disajikan oleh BPPSPAM 50% PDAM di
Indonesia memiliki kinerja yang kurang sehat atau sakit. Hal tersebut
menyebabkan lemahnya pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat dan
pembiayaan yang sudah diinvestasikan oleh Pusat menjadi sebuah investasi yang
tidak dapat dijamin untuk dapat menghasilkan suatu pelayanan yang baik kepada
masyarakat apabila kinerja PDAM masih kurang baik. Keberlanjutan dari SPAM
yang dibangun melalui pembiayaan Pemerintah Pusat pun tidak dapat
berlangsung lama selain itu jangkauan pelayanan juga tidak sepenuhnya
terpenuhi karena keterbatasan pembiayaan pemerintah daerah untuk membangun
jaringan distribusi kepada pelanggan dan selain itu jaminan tersedianya biaya
operasi dan pemeliharaan yang memadai oleh PDAM juga tidak dapat
dipastikan.
Definisi penyelenggara SPAM yang dimaksud dalam PP tersebut adalah badan
usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta,
dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan
pengembangan sistem penyediaan air minum. Sedangkan faktanya di lapangan
terdapat penyelenggara SPAM yang berasal dari unsur Pemerintah Daerah yaitu
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) ataupun Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) yang mana masih belum terlingkupi dalam PP tersebut.
Pengaturan mengenai rencana induk pengembangan SPAM (RISPAM)yang
diatur dalam PP pada pasal 26 ayat 3 menyatakan bahwa penyusunan RISPAM
dilakukan oleh penyelenggara pengembangan SPAM. Seharusnya RISPAM
merupakan dokumen yang disusun oleh Pemerintah Daerah sebagai dokumen
perencanaan pengembangan SPAM di seluruh wilayah pelayanan yang
mencakup pengembangan SPAM jaringan perpipaan maupun non perpipaan dan
menjadi masterplan daerah untuk bidang air minum selanjutnya dapat digunakan
oleh penyelenggara SPAM (BUMD,Koperasi, Swasta dan Masyarakat) sebagai
acuan dalam melakukan perencanaan pengembangan SPAM di wilayah
pelayanan masing-masing.
10
B. Kesimpulan
1. Peraturan Pemerintah No. 16 berisi tentang keseluruhan pengaturan mengenai
penyelenggaraan SPAM serta pihak- pihak yang berwenang atas
penyelenggaraan SPAM dan pihak yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan
penyelenggaraan SPAM seluruhnya telah diatur di dalamnya.
2. Pembiayaan investasi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat tidak menjamin
tersedianya kebutuhan standar pelayanan minimal di daerah karena hal tersebut
masih sangat bergantung pada pembiayaan pemerintah daerah dan kinerja
BUMD itu sendiri. Sehingga diperlukan suatu perjanjian antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah apabila pendanaan dibiayai oleh pemerintah pusat maka
pemerintah daerah berkewajiban untuk menjamin penyelenggaraan SPAM yang
berkelanjutan dan apabila tidak maka tanggung jawab dapat diambil alih oleh
Pemerintah Pusat (BUMN) (untuk itu perlu dilakukan penyusunan usulan
perubahan peraturan atau dibuatkan peraturan turunan dari PP tersebut).
3. Penyesuaian definisi penyelenggaraan SPAM dan pengaturan mengenai
penyusunan rencana induk menjadi suatu hal yang perlu dikaji kembali dalam
Peraturan Pemerintah tersebut.
4. Adapun penerapan peraturan tersebut di lapangan yang memerlukan adanya
suatu standar mutu atau pedoman- pedoman maupun peraturan menteri sebagai
turunan dari peraturan pemerintah tersebut perlu segera disusun agar
pelaksanaan di lapangan
III. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air
A. Pembahasan
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004 pada pasal 59 ayat 1 Perencanaan pengelolaan
sumber daya air disusun untuk menghasilkan rencana yang berfungsi sebagai
pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
11
Pengelolaan SDA membutuhkan keterlibatan semua pihak baik pemerintah maupun
masyarakat. Agar masing-masing pihak dapat berperan secara kolaboratif sesuai
dengan
tugas dan fungsinya sehingga dapat terbangun sinergi untuk mencapai hasil yang
optimal, diperlukan SATU dokumen yang diharapkan menjadi pemandu atau
pengarah dalam penyusunan program dan kegiatan antar sektor dan antar wilayah
administrasi. Dokumen yang diharapkan menjadi pemandu tersebut oleh UU No.7
Tahun 2004 diberi nama Pola Pengelolaan SDA, dan Rencana (Induk) Pengelolaan
SDA. Yang dimaksud dengan Pola Pengelolaan SDA adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi
SDA, pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya rusak air. Baik Pola maupun
Rencana (Induk) Pengelolaan SDA, keduanya harus disusun pada setiap Wilayah
Sungai. Rencana Pengelolaan SDA adalah dokumen perencanaan yang diharapkan
dapat menyeimbangkan upaya konservasi dan pendayagunaan SDA agar terwujud
kemanfaatan air yang berkelanjutan bagi kesejahteraan seluruh rakyat baik untuk
generasi sekarang maupun akan datang. Dokumen ini diharapkan pula agar dapat
menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi SDA untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan pokok setiap orang dan mengoptimalkan nilai ekonomi air
dengan memperhatikan upaya pelestariannya. (kutipan tulisan konsepsi pengelolaan
SDA oleh Imam Anshori, 2015).
Dari 131 wilayah sungai yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI
nomor 12 tahun 2012 sampai dengan tahun 2012, 13 pola pengelolaan sumber daya
air telah ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum untuk wilayah sungai kewenangan
pemerintah pusat, sementara itu 29 pola pengelelolaan sumber daya air telah
ditetapkan oleh Gubernur untuk wilayah sungai kewenangan propinsi (Datin SDA
PU, 2012).
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah
memiliki kewajiban untuk menyusun dokumen pola dan perencanaan pengelolaan
sumber daya air, untuk itu Peraturan Menteri PU No. 02 Tahun 2013 menjadi payung
hukum yang kuat bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan
penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan sumber daya air. Adapun beberapa
hal penting yang diatur dalam Permen PU ini adalah sebagai berikut:
12
1. Tata cara penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air; yaitu dengan melalui
beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Inventarisasi sumber daya air (meliputi: kuantitas dan kualitas SDA, sumber
air dan prasarana sumber air, kelembagaan pengelolaan SDA, kondisi
lingkungan hidup dan potensi yang terkait SDA, serta kondisi sosial ekonomi
masyarakat)
b. Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air; dan
c. Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.
2. Substansi rencana pengelolaan sumber daya air;
3. Peninjauan dan evaluasi rencana pengelolaan sumber daya air dapat dilakukan
paling singkat setiap 5 (lima) tahun sekali; dan
4. Sistematika penyajian rencana pengelolaan sumber daya air.
B. Kesimpulan
1. Pemerintah dan Pemerintah daerah berkewajiban menyusun pengelolaan SDA,
dan Rencana (Induk) Pengelolaan SDA sebagai dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi SDA,
pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya rusak air.
2. Penyusunan Rencana pengelolaan SDA sebagai acuan bagi Balai Besar Wilayah
Sungai/ Balai Wilayah Sungai (BBWS/BWS) dan Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air (TKPSDA) dalam menyusun dan menetapkan rancangan
rencana pengelolaan sumber daya air sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya, dan memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) tahun pada setiap wilayah
sungai.
IV. Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas
Air Minum
A. Pembahasan
Sebagaimana yang tercantum dalam PP No. 16 Tahun 2005 pasal 6 bahwa air minum
yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat pengguna/pelanggan
harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan menteri yang
13
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Untuk itu Kementerian
Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 tentang
persyaratan kualitas air minum. Menurut permenkes tersebut air minum adalah air
yang melalui proses pengolahaan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan langsung dapat diminum. Kualitas air minum merupakan salah satu hal
penting yang harus diperhatikan, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Adapun beberapa ketentuan yang diatur dalam Permenkes ini adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan parameter wajib dan parameter tambahan untuk kualitas air minum
yang aman diminum. Parameter wajib merupakan persyaratan kualitas air minum
yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh penyelenggara air minum diantaranya
adalah:
Parameter Mikrobiologi: parameter ini masuk kedalam kategori berhubungan
langsung dengan kesehatan dengan tidak ada tolerasi sedikitpun bagi
kehadiran bakteri E.Coli dan Total Bakteri Koliform dalam 100 ml sampel
karena seperti yang kita ketahui apabila terkontaminasi bakteri ini dapat
menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare atau disentri.
Parameter Kimia: parameter ini juga berhubungan langsung dengan kesehatan
dan dikelompokan menjadi kimia anorganik dimana air minum harus bebas
zat kimia beracun serta parameter kimiawi yang masuk dalam kategori tidak
berhubungan langsung terhadap kesehatan dimana air minum tidak
diperkenankan mengandung logam berat dan memiliki kadar keasaman air
(PH) antara 6,5 sampai 8,5.
Parameter Fisika: parameter ini termasuk kedalam kategori tidak
berhubungan langsung dengan kesehatan dimana air minum tidak boleh
berbau dan tidak berasa (tidak ada toleransi sedikitpun), angka TDS
maksimum 500 mg/l, tingkat berwarna maksimal 15 TCU dan suhu udara
maksimal 3oC.
Sedangkan untuk parameter tambahan dalah parameter yang dapat ditetapkan
pemerintah daerah sesuai dengan kualitas lingkungan masing-masing yang
mengacu pada parameter tambahan pada peraturan ini, diantaranya adalah:
14
Parameter kimiawi: yang terdiri dari ada tidaknya kandungan bahan kimia
organik maupun anorganik, cemaran pestisida dan desinfektan serta hasil
sampingannya yang besar toleransinya telah ditentukan dalam peraturan.
Parameter Radioaktif : Air minum maksimal mengandung Gross Alpha
Activity 0,1 Bq/l dan Gross Beta Activity 1 Bq/l.
b. Melakukan pengawasan di lapangan untuk menjaga kualitas air minum yang
dikonsumsi oleh masyarakat baik itu pengawasan internal maupun eksternal.
Pengawasan internal dilakukan oleh penyelenggara air minum untuk mengontrol
kualitas air yang diproduksi sedangkan untuk pengawasan eksternal dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP). Selanjutnya tata laksana pengawasan tersebut diatur kemudian secara
lebih rinci dalam Permenkes yaitu Permenkes No. 736 Tahun 2010 tentang tata
laksana kualitas air.
Menurut pandangan saya bahwa dalam hal pelaksanaan pemenuhan standar kualitas
air minum bagi seluruh penyelenggara SPAM sesuai dengan Permenkes tersebut
masih sangat jauh dari standar yang ditetapkan. PDAM dalam hal ini sebagai
penyelenggara SPAM di daerah sebagian besar belum dapat memenuhi standar
kualitas air minum yang ditetapkan namun hanya dapat memenuhi standar kualitas
air bersih yang masih harus melalui proses pematangan (masak) air terlebih dahulu
untuk dapat diminum bahkan tidak sedikit yang masih jauh dari standar kualitas air
bersih.
Kegiatan yang paling utama dalam hal menjamin kualitas air minum adalah pada
fungsi pengawasan baik itu pengawasan internal maupun eksternal. Dari segi
pengawasan internal masih belum berjalan efektif di mana pada kenyataan di
lapangan masih banyak PDAM yang laboratoriumnya belum memenuhi standar
untuk dapat memeriksa kualitas air yang diproduksinya sehingga penjaminan akan
kualitas air minum pun tidak dapat terpenuhi. Namun tidak jarang juga beberapa
PDAM harus mengirimkan sampel airnya untuk diperiksa oleh laboratorium swasta,
dan memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga hanya segelintir PDAM yang
dapat melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.
Selain itu dari fungsi pengawasan eksternal oleh Dinas Kesehatan juga belum berjalan
optimal salah satunya dapat dikarenakan oleh karena jakstranas pengawasan kualitas
air minum belum ditetapkan sehingga belum adanya arah strategi untuk melakukan
15
pengawasan kualitas air minum bagi seluruh penyelenggara air minum di daerah.
Kondisi yang ideal yang dicantumkan dalam peraturan menteri kesehatan tersebut
masih jauh dari ideal bila dibandingkan dengan fakta di lapangan.
B. Kesimpulan
1. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerapkan parameter wajib
yang harus dipenhui oleh seluruh penyelenggara SPAM dan parameter tambahan
yang dapat diacu dan ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk menjamin
pemenuhan kualitas air minum yang aman untuk dikonsumsi masyarakat
2. Fungsi pengawasan internal dan eksternal sangat penting untuk menjamin
tersedianya air minum yang aman yang diproduksi oleh seluruh penyelenggara
SPAM.
V. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pembinaan Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
A. Pembahasan
Sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005 yang intinya bahwa
seluruh penyelenggara SPAM berhak untuk mendapatkan pembinaan teknik dan non
teknik dan pedoman teknis dan tata cara pembinaan tersebut diatur dalam Peraturan
Menteri yang selanjutnya diterbitkan pada tahun 2012 yaitu Permen PU No. 18 tahun
2012. Maksud ditetapkannya Peraturan Menteri ini adalah sebagai acuan bagi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja
penyelenggaraan SPAM. Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum adalah sebagai berikut:
1. Ruang lingkup pembinaan penyeln Ruang lingkup pembinaan penyelenggaraan
pengembangan SPAM meliputi:
a. Pembinaan oleh Pemerintah terhadap Pemerintah Daerah;
b. Pembinaan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah terhadap
Penyelenggara, baik Penyelenggara pengembangan SPAM dengan jaringan
perpipaan maupun SPAM bukan jaringan perpipaan;
c. Pengambilalihan tanggung jawab sementara pengelolaan SPAM oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya; dan
16
d. Pengawasan teknis terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan
SPAM.
2. Pembinaan yang dilakukan meliputi beberapa hal yaitu:
a. Koordinasi dalam pemenuhan kebutuhan air minum
b. Pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria;
c. Pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, bantuan teknis;
d. Pendidikan dan pelatihan; dan
e. Pengawasan teknis.
Secara detail dijelaskan secara lebih rinci dalam peraturan menteri tersebut
mengenai batasan batasan dan arahan yang jelas dalam memberikan pembinaan
tersebut serta berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi untuk hal yang
kaitannya dengan pemberian bantuan teknis yang berbentuk fisik.
3. Pengambilalihan tanggung jawab sementara juga diatur dalam peraturan ini di
mana Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat
mengambil alih tanggung jawab Penyelenggaraan Pengembangan SPAM
sementara apabila BUMN atau BUMD Penyelenggara tidak dapat memenuhi
kinerja yang ditetapkan setelah dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri ini.
Adapun beberapa hal yang dapat ditinjau dari Peraturan Menteri ini adalah sebagai
berikut:
1. Definisi penyelenggara SPAM yang dimaksud dalam peraturan ini sudah lebih
baik dengan memasukkan unsur pemerintah daerah (UPTD dan BLUD) sebagai
penyelenggaran SPAM namun tidak sejalan dengan definisi yang ada dalam PP
No. 16 Tahun 2005
2. Pengaturan mengenai persyaratan untuk menerima bantuan yang berbentuk fisik
diantaranya adalah kesiapan rencana induk SPAM yang mana diketahui bahwa
sampai dengan saat ini Pemerintah Daerah masih banyak yang belum memiliki
rencana induk SPAM namun tetap mendapatkan bantuan teknis dari Pusat
sehingga peraturan menteri tersebut kurang diperhatikan oleh daerah karena tidak
ada sanksi atau pemberhentian bantuan teknis bagi daerah yang tidak memiliki
RISPAM. Di sisi lain apabila daerah tidak diberikan bantuan teknis sangat sulit
bagi daerah untuk dapat menjalankan kewajiban pemenuhan standar pelayanan
17
minimal di daerah karena keterbatasan dana. Hal tersebutlah yang perlu dilakukan
sebuah kebijakan yang bersifat win win solution agar pemenuhan standar
pelayanan minimal daerah dapat tercapai namun tidak mengabaikan peraturan
yang ditetapkan.
3. Hal lain yang menarik untuk ditinjau adalah mengenai pengambil alihan tanggung
jawab sementara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah
apabila BUMN atau BUMD Penyelenggara tidak dapat memenuhi kinerja yang
ditetapkan. Saat ini fakta di lapangan hamper 50% BUMD berada pada kondisi
kinerja kurang sehat dan sakit dan Pemerintah Daerah juga tidak dapat mengambil
alih sementara karena merasa dapat membebani anggaran daerah, sehingga
kondisi pelayanan PDAM yang tidak optimal terkesan bukan menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah. Untuk itu seharusnya Pemerintah segera menerapkan
pengambilalihan sementara oleh Pemerintah Pusat dengan membentuk suatu
BUMN atau Badan lainnya agar kondisi pelayanan air minum dapat optimal
kepada masyarakat.
B. Kesimpulan
1. Dalam melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah dan penyelenggara
SPAM harus mengikuti seluruh ketentuan yang ada dalam peraturan menteri PU
ini.
2. Beberapa kenyataan di lapangan masih banyak yang belum sesuai dengan
ketentuan yang ada dalam permen PU ini.
VI. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
A. Pembahasan
Dalam pemenuhan penyediaan air minum bagi seluruh masyarakat Indonesia dan
dalam rangka pencapaian target MDGs dan Target Pemerintah dalam RPJMN 2015
2019 yaitu 100% akses aman air minum bagi seluruh masyarakat Indonesia,
Pemerintah menghadapi tantangan yaitu masih terbatasnya kemampuan penyedia
layanan air bersih untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tantangan
selanjutnya yang dihadapi Indonesia untuk dapat menjamin akses masyarakat
terhadap air bersih adalah keterbatasan pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah
18
yang tidak dapat mengimbangi jumlah kebutuhan investasi yang harus dialokasikan
untuk pengembangan SPAM. Untuk itu diperlukan suatu skema pembiayaan yang
dapat membantu tercapainya target pelayanan air minum tersebut. Untuk itu
Pemerintah membuka suatu arahan kebijakan pembiayaan yang dapat bersumber dari
pendanaan dari Badan Usaha/Koperasi/Masyarakat sebagaimana yang diamanatkan
dalam UU No. 7 Tahun 2004 dan PP No. 16 Tahun 2005. Oleh karenanya, Pemerintah
segera menerbitkan Peraturan Menteri No 12 Tahun 2010 untuk menjamin
penyelenggaraan kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM berjalan pada
koridor yang tepat dan tidak merugikan Negara dan hanya memberikan keuntungan
semata untuk Badan Usaha atau Koperasi. Kebijakan kerjasama dengan swasta ini
sebenarnya masih menuai pro kontra di masyarakat di mana masyarakat yang pro
terhadap privatisasi menganggap bahwa jika air diperlakukan sebagai barang sosial
yang diberikan secara gratis maka orang cenderung untuk memanfaatkan air secara
berlebihan. Oleh karenanya Pemerintah dapat melakukan cara untuk mengendalikan
hal tersebut adalah dengan membatasi penggunaannya melalui peraturan, pajak, atau
dengan memberlakukannya sebagai private good.
Sedangkan untuk yang kontra dengan privatisasi memberlakukan air sebagai barang
ekonomi dipandang akan memperluas keterlibatan swasta dalam penyediaan
layanan air bersih.
Sementara itu terdapat kelompok yang menganggap air tidak bisa secara murni
diperlakukan sebagai barang publik. Air membutuhkan biaya untuk pengadaannya,
sehingga juga harus diberlakukan sebagai barang ekonomi yang harus dikelola sesuai
dengan hukum-hukum ekonomi. Hal tersebutlah yang dianut oleh Pemerintah dalam
melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Hal- Hal yang diatur dalam peraturan menteri ini adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat
bekerjasama dengan Badan Usaha dalam pengusahaan pengembangan SPAM
dengan sistem jaringan dan teknologi pengolahan pada daerah, wilayah atau
kawasan yang belum terjangkau pelayanan jaringan perpipaan SPAM
BUMN/BUMD Penyelenggara. Dalam pelaksanaan proyek kerjasama dilakukan
oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) yang memiliki wewenang
dan tugas sebagaimana tercantum dalam pasal 9.
19
2. Tata cara kerjasama dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. perencanaan Proyek Kerjasama;
b. Penyiapan pra studi kelayakan Proyek Kerjasama;
c. Transaksi Proyek Kerjasama; dan
d. Manajemen pelaksanaan Perjanjian Kerjasama.
3. Bentuk Perjanjian Kerjasama pengusahaan Pengembangan SPAM antara
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha meliputi:
a. Kontrak bangun, guna, serah (build, operate and transfer contract) untuk
seluruh pengembangan SPAM hingga pelayanan dan penagihan kepada
pelanggan atau untuk sebagian pengembangan SPAM; atau
b. Bentuk kerjasama lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha.
4. Kerjasama pengusahaan SPAM dilaksanakan antara:
a. BUMN/BUMD Penyelenggara dengan badan usaha swasta berbentuk
perseroan terbatas;
b. BUMN/BUMD Penyelenggara dengan Koperasi; atau
c. BUMN/BUMD Penyelenggara dengan BUMN/BUMD.
Kerjasama dilakukan apabila telah dilakukan studi kelayakan, analisa resiko dan
telah memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Lingkup
kerjasamanya dapat meliputi: unit air baku, produksi, distribusi, pelayanan dan
pengelolaan.
5. Pemerintah dapat mendukung dan memberikan jaminan Pemerintah terhadap
suatu proyek kerjasama dalam bentuk: perizinan, dukungan sebagian konstruksi,
pembebasan tanah, bentuk lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Bentuk jaminan Pemerintah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan dalam proses pengadaan dan
dituangkan dalam dokumen pengadaan pengusahaan.
6. Pengaturan mengenai bentuk bentuk kerjasama yang dapat dilakukan meliputi:
a. Kontrak bangun, guna, serah (build, operate and transfer contract);
b. Kontrak rehabilitasi, peningkatan, guna, serah (rehabilitation, uprating,
operating and transfer contract); atau
20
c. Bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
kerjasama antara BUMN/BUMD dengan pihak ketiga
7. Persyaratan yang ditetapkan dalam rangka menjalin kerjasama antara
BUMN/BUMD Penyelenggara dengan Badan Usaha diantaranya:
a. Kerjasama dilaksanakan dengan pertimbangan menguntungkan kedua belah
pihak
b. Setiap rencan kerjasama harus disertai dengan studi kelayakan
c. Rencana kerjasama harus harus mendapat persetujuan dari Kepala Daerah
melalui Badan Pengawas dengan disertai hasil studi kelayakan rencana
kerjasama tersebut.
8. Perjanjian Kerjasama antara BUMN/BUMD Penyelenggara dengan Badan
Usaha tidak memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan:
a. Penyerahan pembangunan dan pengelolaan seluruh pengembangan SPAM
di dalam seluruh wilayah pelayanan BUMN/BUMD Penyelenggara kepada
Badan Usaha;
b. Perubahan status badan hukum BUMN/BUMD Penyelenggara atau
hilangnya keberadaan BUMN/BUMD Penyelenggara yang bersangkutan.
c. Pengalihan kepemilikan aset BUMN/BUMD Penyelenggara yang ada
sebelum kerjasama kepada Badan Usaha; dan
d. Pengalihan kepemilikan aset BUMN/BUMD Penyelenggara hasil
kerjasama kepada Badan Usaha
B. Kesimpulan
1. Penyediaan air minum bagi masyarakat tidak dapat hanya melalui mekanisme
pembiayaan tunggal dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, harus didukung
oleh keterlibatan swasta.
2. Pemerintah memberikan keleluasaan bagi Badan Usaha Swasta untuk terlibat
dalam pengusahaan pengembangan SPAM melalui mekanisme kerjasama dan
harus mengikuti kaidah peraturan yang berlaku pada peraturan menteri ini.
21
Referensi
1. Anshori Imam. Konsepsi Pengelolaan Sumber Daya Air Menyeluruh dan Terpadu (dikutip pada
tanggal 29 Januari 2015 pukul 10.00 WIB).
http://www.dsdan.go.id/index.php?option=com_rok
downloads&view=file&task=download&id= 58%3Akonsepsi-psda-menyeluruh-dan-
terpadu&Itemid=59.
2. http://sda.pu.go.id/index.php/berita-sda/datin-sda/item/252-penyusunan-pola-pengelolaan-sumber-
daya-air-selesai-pada-tahun-2015